Utari
उत्तरा | |
---|---|
Tokoh Mahabharata | |
Nama | Utari |
Ejaan Dewanagari | उत्तरा |
Ejaan IAST | Uttarā |
Kitab referensi | Mahabharata |
Asal | Kerajaan Matsya |
Kediaman | Wiratanagari |
Kasta | kesatria |
Ayah | Wirata |
Ibu | Sudesna |
Suami | Abimanyu |
Anak | Parikesit |
Utari (Dewanagari: उत्तरा; IAST: Uttarā ; disebut Utarā dalam bahasa Sanskerta) adalah nama putri bungsu Raja Wirata dan Ratu Sudesna dalam wiracarita Mahabharata. Ketika naskah Mahabharata disadur ke dalam bahasa Jawa Kuno, tokoh Utarā pun diganti namanya menjadi Utari, misalnya dalam naskah Kakawin Bharatayuddha yang ditulis tahun 1157. Ketika kisah Mahabharata dipentaskan dalam pewayangan, para dalang lebih suka memakai nama Utari daripada Utarā.
Kisah
[sunting | sunting sumber]Dalam Mahabharata diceritakan bahwa ia merupakan putri Raja Wirata dan Ratu Sudesna dari kerajaan Matsya, dengan ibu kota Wiratanagari. Ia memiliki saudara bernama Sweta, Utara, dan Wratsangka.
Dalam kitab keempat Mahabharata yaitu Wirataparwa, dikisahkan bahwa lima Pandawa dan istri mereka, Dropadi, hidup dalam penyamaran selama satu tahun karena kalah bertaruh dengan para Korawa dalam sebuah permainan dadu. Mereka memilih keraton Wirata di kerajaan Matsya sebagai tempat tinggal dengan identitas baru. Di sana, Arjuna menyamar sebagai seorang waria bernama Wrehanala, dan melatih seni musik dan tari di keputren. Utari adalah salah satu muridnya.[1][2]
Ketika masa penyamaran kelima Pandawa dan Dropadi di Kerajaan Matsya berakhir, Wirata merasa bersalah karena telah memperlakukan mereka dengan kurang baik. Ia pun menyerahkan Utari kepada Arjuna sebagai tanda penyesalan dan minta maaf. Namun Arjuna sudah terlanjur menganggap Utari sebagai anak. Maka, Utari pun diambil sebagai menantu untuk dinikahkan dengan Abimanyu, putranya yang tinggal di Dwaraka.
Pertikaian antara Pandawa dan Korawa memuncak pada sebuah perang yang terjadi di Kurukshetra. Abimanyu turut serta membela ayahnya pada perang tersebut. Pada pertempuran hari ke-13, ia gugur di tangan pasukan Korawa, meninggalkan Utari dalam keadaan mengandung. Pada pertempuran hari ke-18, Aswatama dari kubu Korawa melancarkan serangan berupa senjata brahmastra ke janin Utari. Tujuannya adalah memusnahkan penerus Pandawa, yaitu anak Abimanyu. Janin tersebut tewas seketika, tetapi dihidupkan kembali berkat bantuan Kresna. Anak tersebut setelah lahir diberi nama Parikesit, yang kemudian meneruskan garis keturunan Pandawa, dan menjadi raja di Hastinapura.
Pewayangan
[sunting | sunting sumber]Perkawinan Abimanyu dan Utari dalam pewayangan dihiasi dengan tipu muslihat. Ketika keduanya masih pengantin baru, paman Gatutkaca dari pihak ibu yang bernama Kalabendana datang menjemput Abimanyu untuk dibawa pulang karena istri pertamanya, yaitu Sitisundari putri Kresna merindukannya. Mendengar ajakan itu, Abimanyu langsung bersumpah di hadapan Utari bahwa dirinya masih perjaka dan belum pernah menikah. Ia bahkan menyatakan jika ucapannya adalah dusta maka kelak ia akan mati dikeroyok senjata.
Gatutkaca yang membela Abimanyu memukul Kalabendana. Pukulan tidak sengaja itu justru menewaskan pamannya tersebut. Kelak dalam perang Baratayuda, Abimanyu benar-benar tewas dalam keadaan dikeroyok musuh. Sementara itu, arwah Kalabendana juga datang menjemput keponakannya dengan cara memegang senjata Konta milik Karna dan menusukkannya ke pusar Gatutkaca.
Galeri
[sunting | sunting sumber]-
Utari dan Abimanyu
-
Abimanyu mengucapkan salam perpisahan kepada Utari menjelang berangkat ke Kurukshetra.
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- Conner, Randy P.; Sparks, David Hatfield; Sparks, Mariya (1998). Cassell's Encyclopedia of Queer Myth, Symbol and Spirit. UK: Cassell. ISBN 0-304-70423-7.
- Pattanaik, Devdutt (2001). The man who was a woman and other queer tales of Hindu lore. Routledge. ISBN 978-1-56023-181-3.