[go: up one dir, main page]

0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
134 tayangan25 halaman

Plasmodium Falciparum

Kelompok 6 terdiri dari 8 anggota dengan Akhmad Abdil Haq sebagai ketua dan Salsabiela Milenia Putri sebagai sekretaris. Plasmodium falciparum adalah parasit penyebab malaria yang dapat menyebabkan komplikasi berbahaya. Gejala malaria meliputi demam, menggigil dan keringat dingin berulang. Rapid Diagnostic Tests dan gen COI dapat digunakan untuk identifikasi Plasmodium falciparum. Terapi malaria meliputi kombinasi obat artemisin

Diunggah oleh

Salsa Biela
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai PPTX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
134 tayangan25 halaman

Plasmodium Falciparum

Kelompok 6 terdiri dari 8 anggota dengan Akhmad Abdil Haq sebagai ketua dan Salsabiela Milenia Putri sebagai sekretaris. Plasmodium falciparum adalah parasit penyebab malaria yang dapat menyebabkan komplikasi berbahaya. Gejala malaria meliputi demam, menggigil dan keringat dingin berulang. Rapid Diagnostic Tests dan gen COI dapat digunakan untuk identifikasi Plasmodium falciparum. Terapi malaria meliputi kombinasi obat artemisin

Diunggah oleh

Salsa Biela
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai PPTX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 25

Kelompok 6:

Ketua: Akhmad Abdil Haq (19/441505/FA/12122)

Sekretaris: Salsabiela Milenia Putri


(19/439933/FA/12111)

Anggota:

1. Ardrian Gilang (19/438737/FA/12059)

2. Chairunnisa Nurul Ichsani (19/438741/FA/12063)

3. Christofer Kevin Dion T. (19/441518/FA/12135)

4. Fauziah Ramadhani (19/438750/FA/12072)

5. Naila Zahratul M. (19/438762/FA/12084)

6. Nissi Esli (19/438765/FA/12087)

7. Regina Gita P. (19/438769/FA/12091)

8. Yosefin Cintantya C. S. (19/438762/FA/12084)


Plasmodium falciparum

Plasmodium falciparum adalah suatu bakteri Protozoa dari


genus Plasmodium yang dapat menyebabkan penyakit
malaria falciparum atau malaria tertian maligna/malaria
tropika/malaria pernisiosa. Bakteri ini dapat menyebabkan
suatu komplikasi yang berbahaya, sehingga disebut juga
dengan malaria berat.
Prevalensi Malaria

– Berdasarkan data dari World Health Organization, pada tahun 2017 terdapat 219 juta kasus malaria,
dibandingkan dengan 239 juta kasus pada tahun 2010 lalu dan 217 juta kasus pada tahun 2016.
Meskipun selisihnya 20 juta kasus malaria lebih sedikit daripada tahun 2010, tetap saja tidak ada
progress yang signifikan dalam mengurangi kasus malaria global yang terjadi pada periode 2015-
2017.
– Di tingkat global, menurut WHO, angka kesakitan dan kematian akibat Malaria juga cenderung
menurun pada periode 2005-2015. Meskipun demikian, masih ada lebih kurang 3,2 milyar jiwa atau
hampir separuh penduduk dunia yang berisiko tertular penyakit Malaria. Pada tahun 2015, WHO
memperkirakan ada sekitar 214 juta kasus baru malaria dengan kematian sekitar 438 ribu orang di
seluruh dunia. Dari seluruh jumlah kematian akibat Malaria di dunia, sekitar sepertiga atau 306 ribu
terjadi pada balita.
– Kasus malaria terbesar pada 2017 berada di kawasan Afrika sebesar 92%, diikuti dengan kawasan
Asia Tenggara sebesar 5% dan di kawasan Mediteranian sebesar 2%.
– Kelima negara dengan jumlah penderita malaria terbanyak di dunia yaitu Nigeria (25%), Kongo
(11%), Mozambique (5%), India (4%), dan Uganda (4%).
Prevalensi Malaria

– Di Indonesia, diperkirakan sekitar 46,2% dari 210,6 juta total penduduk tinggal
di daerah endemik malaria dan 56,3 juta penduduk tinggal di daerah yang
berisiko sedang sampai tinggi. Lebih dari 3 juta kasus klinis malaria dilaporkan
per tahun, terutama pada daerah-daerah yang dikategorikan sebagai daerah
miskin, dan 30.000 kasus kematian akibat malaria yang dilaporkan oleh unit
pelayanan kesehatan, antara lain pusat kesehatan masyarakat dan rumah sakit.
Morfologi Plasmodium
falciparum
1. Stadium tropozhite muda berbentuk cincin (CDC, 1971)
2. Stadium trophozoite lanjut
a. Inti merah, melebar padat
b. Sitoplasma kebiruan dan melebar
c. Tampak titik maurer
(CDC, 1971)
Fase schizont yaitu parasit dalam proses pembiakan. Jarang ditemukan, biasanya
ditemukan dengan tropozoit dewasa yang berjumlah banyak. Bentuknya kecil
sitoplasma pucat, pigmen berwarna gelap. Pada skizon dewasa terdapat merozoit
yang berjumlah kurang lebih 20.
(CDC, 1971)
Fase gametocyte adalah parasit dalam proses pembentukan kelamin. Bentuk
seperti sosis/pisang/bulan sabit/lonjong.
1. Makrogametosit (betina)
- langsing (ujung runcing)
- Inti merah mengelompok
- Sitoplasma kebiruan (CDC, 1971)
2. . Mikrogametosit (jantan)
- Inti merah menyebar
- Sitoplasma biru kemerahan
(CDC, 1971)
Daur Hidup Plasmodium
falciparum (CDC, 2018)
– Siklus hidup Plasmodium falciparum yang merupakan
parasite malaria melibatkan dua inang, yaitu pada nyamuk
Anopheles dan manusia. Selama menghisap darah, nyamuk
Anopheles betina yang terinfeksi Plasmodium falciparum
menanamkan sporozoit ke tubuh manusia.
– Siklus hidup secara lengkapnya dapat dilihat pada gambar
berikut.
Penularan Plasmodium
falciparum: Langsung
Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles. Nyamuk ini jumlahnya kurang
lebih ada 80 jenis dan dari 80 jenis itu, hanya kurang lebih 16 jenis yang menjadi vektor
penyebar malaria di Indonesia. Penularan secara alamiah terjadi melalui gigitan nyamuk
Anopheles betina yang telah terinfeksi oleh Plasmodium. Sebagian besar spesies
menggigit pada senja dan menjelang malam hari. Beberapa vektor mempunyai waktu
puncak menggigit pada tengah malam dan menjelang fajar. Setelah nyamuk Anopheles
betina mengisap darah yang mengandung parasit pada stadium seksual (gametosit),
gamet jantan dan betina bersatu membentuk ookinet di perut nyamuk yang kemudian
menembus di dinding perut nyamuk dan membentuk kista pada lapisan luar dimana
ribuan sporozoit dibentuk. Sporozoit-sporozoit tersebut siap untuk ditularkan. Pada
saat menggigit manusia, parasit malaria yang ada dalam tubuh nyamuk masuk ke dalam
darah manusia sehingga manusia tersebut terinfeksi lalu menjadi sakit
Penularan Plasmodium
falciparus secara tidak langsung
a. Malaria bawaan (congenital)
Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria. Penularan
terjadi melalui tali pusat atau plasenta.
b. Secara mekanik
Penularan terjadi melalui transfusi darah melalui jarum suntik. Penularan melalui jarum
suntik banyak terjadi kepada para morfinis yang menggunakan jarum suntik yang tidak
steril.
c. Secara oral (melalui mulut)
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P. gallinasium), burung dara
(P. relectum) dan monyet (P. knowlesi). Pada umumnya, sumber infeksi bagi malaria
pada manusia adalah manusia lain yang sakit malaria, baik dengan gejala maupun
tanpa gejala klinis.
Identifikasi Bakteri Plasmodium
falciparum: Gejala
Gejala penyakit malaria memiliki kemiripan dengan penyakit flu biasa. Penderita dapat mengalami
demam, nyeri otot/sendi, sakit kepala, menggigil, mual, muntah, batuk, dan diare. Akan tetapi, gejala
khas dari penyakit malaria adalah adanya tahap menggigil, demam, dan keringat dingin yang terjadi
berulang-ulang.
– Tahap pertama adalah Stadium frigoris (menggigil). Penderita menggigil dan merasa sangat dingin.
Nadi penderita sangat cepat, bibir dan jari-jari pucat kebiruan (sianotik). Kulit kering dan pucat,
pada anak terkadang terjadi kejang. Stadium ini berlangsung selama 15 menit hingga 1 jam.
– Tahap kedua adalah Stadium akme (puncak demam). Pada stadium ini, penderita mengalami
serangan demam dan ditunjukkan dengan muka penderita merah, kulit kering terasa sangat panas,
sakit kepala bertambah keras, dan disertai mual atau muntah-muntah. Biasanya penderita merasa
haus dan suhu badan bisa meningkat sampai 41 derajat Celcius. Stadium ini berlangsung selama 2-4
jam.
– Tahap ketiga adalah stadium sudoris (berkeringat banyak, suhu turun). Pada stadium ini, suhu badan
turun dengan cepat, kadang-kadang sampai di bawah normal. Produksi keringat sangat banyak,
penderita merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain. Stadium ini berlangsung selama 2-4 jam.
Oleh karena itu, diperlukan suatu teknik identifikasi untuk mengetahui infeksi penyakit malaria.
Identifikasi Bakteri Plasmodium
falciparum: RDT
– Salah satu teknik yang banyak digunakan oleh pusat layanan kesehatan untuk mendeteksi malaria
adalah Rapid Diagnostic Tests (RDTs) dengan metode immunocromatographic test. Kelebihan
penggunaan RDT untuk diagnosis cepat malaria adalah konfirmasi infeksi patogen diketahui secara
cepat, tidak membutuhkan peralatan yang khusus dan mahal, prosedur sederhana, dan mudah
menyimpulkan hasil dengan validitas yang baik. Prinsip kerja RDT adalah immunocromatograhpic
yang cairannya akan naik sepanjang kertas nitroselulosa. Pada kertas nitroselulosa, ada beberapa
titik yang diletakkan antibodi monoklonal spesifik terhadap antigen lactate dehydrogenase (PLDH)
yang diproduksi oleh P. falciparum dan pan LDH yang diproduksi oleh P. Vixax, P. falciparum, P. ovale,
dan P. malariae. Apabila sampel darah pasien yang terinfeksi salah satu dari banyak plasmodium
maka antigen tersebut akan ditangkap oleh antibodi monoklonal dan menyebabkan perubahan
warna yang terlihat dalam bentuk garis merah jambu (pink).
– Tahapan uji RDT malaria diawali dengan jari tengah disterilkan terlebih dahulu menggunakan kertas
beralkohol, kemudian menggunakan autoklik berisi lancet ditusukkan pada jari tengah. Darah
pertama yang keluar dihapus dan darah berikutnya diambil menggunakan pipet kapiler sampai
tanda batas, kemudian diteteskan pada RDT dan buffer. Kemudian dicatat waktu dan kode
responden pada RDT. Tunggu hingga 20 menit. Apabila pada kontrol dan garis 1 terbentuk garis,
maka positif P. falciparum yang menginfeksi. Apabila pada kontrol, garis 1 dan garis 2 terbentuk
garis, maka positif campuran plasmodium yang menginfeksi.
Identifikasi Bakteri Plasmodium
falciparum: COI
– Penemuan terbaru menyebutkan bahwa gen COI (Cytochrome c Oxidase Subunit
I) dapat digunakan sebagai target mendiagnosis parasit malaria. Seorang
peneliti dari Program Studi Ilmu Biomedik FK UI, Dra. Wuryantari, M. Biomed,
menggunakan gen COI
– Penelitian kemudian dilakukan dengan menggunakan 2.309 sampel darah
manusia dan 323 sampel darah orangutan. Hasil penelitian membuktikan
bahwa COI dapat mengidentifikasi spesies parasit malaria secara spesifik dan
sensitif serta dapat diaplikasikan sebagai alat identifikasi zoonosis malaria.
Terapi Malaria: Artemisin
Combination Therapy (ACT)
Obat ACT yaitu campuran dari Artesunat, Amodiakuin, dan Primakuin.

Dosis menurut Berat Badan


– Amodiakuin basa 10 mg/kg BB
– Artesunat 4 mg/kg BB
– Primakuin 0,75 mg/kg BB
Terapi Malaria: Tetrasiklin dan
Primakuin
– Tetrasiklin diberikan 4 kali sehari selama 7 hari dengan dosis 4-5 mg/kg BB.
– Primakuin diberikan seperti pada lini pertama. Dosis maksimal primakuin yaitu 3
tablet untuk penderita dewasa.

* Dosis di berikan dalam kg/BB


** 4 x 250 mg tetrasiklin
Perhatian: Baik doksisiklin maupun Tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak dibawah
8 tahun dan ibu hamil.
Terapi Malaria: Sulfadoksin-
pirimetamin(SP)
Sulfadoksin-pirimetamin(SP) untuk membunuh parasit stadium aseksual. Obat
diberikan dengan dosis tunggal sulfadoksin 25 mg/kg BB, atau berdasarkan dosis
pirimetamin 1,25 mg/kg BB. Primakuin juga diberikan untuk membunuh parasit
stadium seksual dengan dosis tunggal 0,75 mg/kgBB.
Mekanisme Obat Antimalaria

– Struktur dasar kuinolin terdiri atas kuinin, klorokuin, amodiakuin.


– Gol antibiotik itu contohnya tetrasiklin, klindamisin, dan
kloramfenikol. Bekerja dengan menghambat sintesis protein
dengan berikatan pada ribosom 70 S dari mitokondria parasit
sehingga plasmodium tidak dapat mensintesis proteinnya sendiri
sebagai akibatnya dapat menghambat pertumbuhan plasmodium
tersebut.
Mekanisme Terapi Artemisin
Artemisin adalah senyawa seskuiterpenlakton. Mekanisme kerjanya adalah dapat
berinteraksi dengan ferriprotoporphyrin IX (heme) di dalam vakuola makanan
parasit yang bersifat asam dan menghasilkan spesies radikal yang bersifat toksik.
Jembatan peroksida di dalam pharmacophore trioksan penting untuk aktivitas
antimalarianya. Struktur jembatan peroksida pada molekul artemis ini dapat
diputus oleh ion Ferro yang berasal dari hemoglobin (HB), menjadi radikal bebas
yang sangat reaktif, sehingga dapat mematikan parasite (IO,ll,16). Artemisin dan
derivatnya bekerja sebagai skizontosid darah. Selama pertumbuhan dan
penggandaannya dalam sel darah merah, parasit memakan dan menghancurkan
sampai 80 persen sel hemoglobin inang dalam bagian ruang yang dinamakan
vakuola makanan. Ini akan melepaskan Fe2+-hem, yang teroksidasi menjadi Fe3+-
hematin, dan kemudian mengendap dalam vakuola makanan membentuk pigmen
kristal disebut hemozoin. Efek antimalaria dari artemisin disebabkan oleh
masuknya molekul ini ke dalam vakuola makanan parasit dan kemudian
berinteraksi dengan Fe2+-hem. Interaksi menghasilkan radikal bebas yang
menghancurkan komponen vital parasit sehingga mati.
Mekanisme Obat Sulfadoksin
Pirimetamin
Pirimetamin bekerja dengan menghambat enzim DHFR sehingga parasit tidak mampu
membentuk asam tetrahidrofolat. Dengan demikian parasit tidak mampu melanjutkan siklus
hidupnya, akhirnya difagosit. Pada para-sit P. falciparum yang telah mengalami satu kali mutasi
pada gen menyebabkan resistensi lebih cepat terjadi. Sulfadoxin bekerja berkompetisi dengan
PABA ( para amino benzoic acid) untuk mendapatkan enzim dihidrofolate sinte-thase (dhfs),
sehingga pembentukan asam dihidrofolat ter-ganggu. Dengan demikian asam folat yang
diperlukan para-sit tidak terbentuk. Resistensi terhadap sulfadoxin karena parasit mampu
menggunakan jalur lain sehingga terhindar dari pengaruh sulfadoksin . Resistensi terhadap
Inhibitor DHFR dihasilkan dari mutasi yang spesifik dari gen dhfr dalam DHFR. Mutasi pada Ser-
108 menjadi Asn-108 merupakan mutasi pertama pada pyrimethamine. Mutasi subsekuen pada
Asn-51 men-jadi Ile-51 dan Cys-59 menjadi Arg-59 mempertinggi tingkat resistensi terhadap obat.
Mutasi pada Ile-164 menjadi Leu-164 akan semakin melengkapi tingginya tingkat resistensi
terhadap obat . Mutasi dhfr-164 mempunyai frekuensi yang rendah pada isolat Tanzania namun
belum begitu jelas apakah dapat memperpanjang dan memperluas penyebaran dari mutasi.
Mutasi gen dhps secara in vitro berhubungan dengan kemosensivitas pada sulfonamide. Parasit
yang memiliki tingkat mutasinya dua kali akan menyebabkan resistensi yang lebih tinggi. Hal
tersebut akan memicu terjadinya mutasi pada dhps yang lain, dan mengubah ser-436 menjadi
Ala-613. Pada mutasi tunggal dapat mempengaruhi Ala-581. Kombinasi mutasi pada dhfr dan
dhps akan menyebabkan kegagalan pengobatan padakasus klinis. Melalui uji coba pada urutan
gen pfdhfr menunjukkan parasit yang resisten memiliki kemampuanmenyebar menjadi luar biasa.
Daftar Pustaka
– Anonim, 2008, Malaria, http://farmalkes.kemkes.go.id, diakses pada 12 September 2019 pukul 11.05 WIB.

– Anonim, 2019, https://www.ui.ac.id/identifikasi-spesies-parasit-malaria-dengan-gen-coi/, diakses pada 12 September 2019 pukul 16.16 WIB.

– Ardilla, dkk., 2017, Sensitivitas dan Spesifisitas Hasil Pemeriksaan Malaria Metode Mikroskopis dan Immunochromatographic Test Kesmas Ngali Nusa Tenggara
Barat, Undergraduate Thesis, Universitas Muhammadiyah Semarang, Semarang diakses pada hari Kamis, 12 September 2019 pukul 09.55 WIB

– Arsin, Andi Arsunan, 2012, Malaria di Indonesia: Tinjauan Aspek Epidemiologi, diakses dari
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/3109/MALARIA_Layout.pdf pada 12 September 2019 pukul 17.00 WIB

– CDC, 2018, Malaria, https://www.cdc.gov/malaria/about/biology/#tabs-1-6 diakses pada 12 September 2019 pukul 08.51 WIB.

– Centers for Disease Control and Prevention, 1971, Laboratory Diagnosis of Malaria Plasmodium falciparum, www.cdc.gov diakses pada hari Kamis, 12 September 2019 pukul
08.37 WIB

– Fuadzy, Hubullah & Santi, Marliah, 2013, “Gambaran Penggunaan Rapid Diagnostic Test Parasit Malaria di Desa Pasirmukti Kecamatan Cineam, Kabupaten
Tasikmalaya”, Jurnal Aspirator, Vol. 5, No. 2: 57, diakses pada 12 September 2019 pukul 09.25 WIB.

– Pamungkas, dkk., 2012, Perhitungan Otomatis Jumlah Sel Darah Merah dan Identifikasi Fase Plasmodium falciparum Menggunakan Operasi Morfologi, Berkala
Fisika Muda Volume 1 Nomor 1 Halaman 1-8 diakses pada hari Kamis, 12 September 2019 pukul 09.00 WIB

– Putra, T.R.I., 2011, “Malaria dan Permasalahannya”, Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Vol. II, No. 2: 104 diakses pada 12 September 2019 pukul 09.25 WIB.

– Puasa R.,Asrul A.H.,Kader A.,2018,Identifikasi Plasmodium Malaria Di Desa Beringin Jaya Kecamatan Oba Tengah Kota Kepulauan tidore, Poltekes Kemenkes
Ternate, hal. 22-24, http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/jrk/article/viewFile/3056/872, Diakses 12 September 2019.

– Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2014, Situasi Malaria di Indonesia, www.depkes.go.id diakses pada 12 September 2019 pukul 16.13 WIB.

– Rahayu, Nita, Sri Sulasmi, Yuniarti Suryatinah, 2017, “Identifikasi Spesies Plasmodium Malaria Menurut Karakteristik Masyarakat Desa Temunih, Provinsi
Kalimantan Selatan”, Jurnal Spirakel, Vol. 9, No. 1: 10-12, diakses pada 12 September 2019 pukul 09.25 WIB

– Syamsudin, 2005, “Mekanisme Kerja Obat Antimalaria”, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, Vol. 3, No. 1: 37-40, diakses pada 12 September 2019 pukul 09.23
WIB.

– Tjitra, Emiliana, dkk., 1991, “Penelitian Obat Antimalaria”, Buletin Peneliti Kesehatan Indonesia, Vol. 19, No. 4: 15-23, pada 12 September 2019 pukul 09.23 WIB.

– Triwulan I, 2011, “Epidomiologi Malaria di Indonesia”, Jurnal Kementerian Kesehatan RI, hal. 1-2, diakses pada 12 September 2019 pukul 16.13 WIB.

– WHO, 2018, “World Malaria Report 2018”, diakses dari http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/275867/9789241565653-eng.pdf?ua=1 pada 12
September 2019 pukul 12.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai