LAPORAN PRAKTIKUM SILVIKULTUR
TOPIK I: SILVIKA JENIS
ACARA 2
SKARIFIKASI BIJI
Disusun Oleh :
Nama : Aurora Tarisa Muzdalifah
NIM : 20/459083/KT/09248
Co. Ass : Sayyiddin Tsakif
Kelompok :13
LABORATORIUM SILVIKULTUR & AGROFORESTRY
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
ACARA 2
SKARIFIKASI BIJI
ABSTRAK
Dalam bidang kehutanan, biji merupakan variable yang sangat penting bagi
keberhasilan pembangunan hutan. Biji sebagai alat perkembangbiakan akan berkecambah
setelah mengalami masa dormansi. Masa dormansi biji dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
faktor eksternal dan faktor internal. Selain karena lingkungan, faktor genetic dapat
mempengaruhi masa dormansi biji. Beberapa biji akan memiliki masa dormansi yang panjang
sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama sampai berkecambah. Oleh karena itu, untuk
mempercepat perkecambahan biji, dilakukan tindakan skarifikasi yang bertujuan mematahkan
dormansi. Dalam praktikum ini, biji yang digunakan adalah biji jati (Tectona grandis), sengon
buto (Enterolobium cylocarpum), trembesi (Samanea saman), dan gamal (Gliricidia sepium).
Skarifikasi dilakukan dalam tiga cara, yaitu skarifikasi fisis, khemis, dan mekanis. Skarifikasi
fisis dilakukan dengan merendam biji pada air panas lalu dilanjutkan dengan perendaman pada
air dingin, skarifikasi khemis dilakukan dengan merendam biji pada larutan kimia H SO 10%,
2 4
sedangkan skarifikasi mekanis dilakukan dengan menggosok biji menggunakan amplas atau
memecah biji menggunakan tanggem. Biji yang berhasil berkecambah setelah dilakukan
skarifikasi dalam praktikum ini adalah biji sengon buto dan trembesi, sementara biji jenis yang
lain gagal berkecambah karena terserang jamur.
Kata kunci: skarifikasi, dormansi, skarifikasi fisis, skarifikasi khemis, skarifikasi mekanis, biji
I. TINJAUAN PUSTAKA
Biji sebagai alat perkembangbiakan tanaman memiliki peran penting
dalam perbanyakan tanaman. Kemampuan biji untuk berkecambah dapat
ditentukan oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Selain faktor lingkungan,
faktor genetic juga menentukan lamanya biji dalam mengalami masa dormansi.
Dormansi merupakan keadaan dimana embrio biji belum matang, disertai beberapa
faktor penghambat lain seperti kulit biji yang terlalu tebal atau adanya senyawa
yang menghambat terjadi perkecambahan (Baskin & Baskin, 2005 dalam Uyatmi
et al., 2016).
Dalam upaya mematahkan dormansi, dilakukan suatu teknik yang disebut
skarifikasi (Mousavi et al., 2011). Secara umum, skarifikasi bertujuan untuk
mematahkan dormansi dan memudahkan benih dalam menyerap air (Fahmi, 2013
dalam Bachtiar et al., 2017). Ada tiga jenis skarifikasi yang biasa digunakan, yaitu
skarifikasi fisis, skarifikasi mekanik, dan skarifikasi khemis atau kimia. Skarifikasi
fisis dilakukan dengan merendam biji dalam air panas atau biji juga bisa di oven
lebih dahulu sebelum meredam dengan air panas (Bustomi et al., 2008). Perlakuan
skarifikasi ini bertujuan supaya benih menjadi lebih lunak sehingga mempercepat
terjadinya proses perkecambahan benih (Pramono et al., 2010, Dharma et al.,
2015).
Biji dilindungi oleh kulit biji yang terdiri atas jaringan yang secara identik
dengan tanaman induknya dan biasanya berkembang dari integumen biji (Yahya,
2002). Skarifikasi kimia dilakukan dengan menggunakan bahan kimia yang
bertujuan supaya kulit biji lebih bersifat permeabel dan lebih lunak. Kulit yang
bersifat permeabel dan lunak akan lebih mudah dalam menyerap air dan udara pada
masa imbibisi. Larutan yang umumnya digunakan dalam skarifikasi khemis atau
kimia adalah larutan H2SO4 dengan konsentrasi yang disesuaikan kebutuhan.
Skarifikasi secara mekanik umumnya digunakan untuk memecah dormansi
benih akibat impermeabilitas kulit, baik terhadap air maupun gas, serta resistensi
mekanisme kulit perkecambahan yang terdapat pada kulit benih. Cara mekanisme
yang dilakukan adalah dengan menggosok kulit biji menggunakan amplas,
sedangkan perlakuan “impaction” (goncangan) dilakukan untuk benih yang
memiliki sumbang gabus. Skarifikasi dengan cara mekanik pada setiap benih dapat
diberi perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Semua benih dibuat
permeabel dengan resiko kerusakan kecil, asal daerah radikel tidak rusak (Walters,
2013). Sedangkan menurut Muharni (2002), cara lain untuk melakukan skarifikasi
secara mekanis adalah dengan peretakkan, melubangi bagian tertentu pada benih,
serta pengikiran pada benih.
II. TUJUAN
Tujuan dari praktikum acara 2 ini adalah :
1. Untuk mempercepat proses perkecambahan dan meningkatkan persentase
berkecambah
2. Untuk mengetahui berbagai macam cara skarifikasi (perawatan) baik secara
fisis, kemis, dan mekanis pada benih suatu jenis tanaman tertentu dan
pengatuhnya terhadap perkecambahan yang dihasilkan
3. Untuk mengetahui perlakukan biji yang berukuran besar, sedang, dan kecil
secara efektif.
III. ALAT DAN BAHAN
Adapun Alat yang digunakan antara lain :
1. Kertas dan alat tulis 4. Amplas/gergaji besi/gunting kuku
2. Bak tabur/kantong plastik 5. Tang/tanggem
3. Handspryer, gembor, dan selang 6. Kompor, panci, botol kecil
Adapun bahan yang digunakan antara lain :
1) Benih jati, saga, mahoni, gamal
2) Pasir
3) Larutan Asam sulfat (H2SO4) 10%
IV. METODE
Skarifikasi biji
Benih dipilih dari dilakukan dengan 3
empat jenis yang ada metode, fisis, kemis,
dan mekanis
Perawatan dialkukan Setelah dilakukan
dengan menyiram setiap skarifikasi, biji
pagi dan sore dengan ditumbuhkan dalam mika
handsprayer dengan medai pasir
Penjelasan
1. Benih dipilih dari jenis yang ditentukan dengan ukuran yang relatif seragam,
berisi (tidak kosong), permukaan kulit tidak rusak (mengelupas, retak, berjamur).
2. Untuk skarifikasi fisis, dilakukan perendaman benih dengan ketentuan
a) Biji tidak diberi perlakuan (kontrol) (10 butir)
b) Biji direndam air dingin semalam (± 12 jam) (10 butir)
c) Biji disiram air mendidih 5 menit, kemudian ditiriskan dan direndam air
semalam (± 12 jam) (10 butir)
Perbandingan biji dan air adalah 1:10. Pada perlakuan poin b dan c, apabila
terdapat biji yang terapung, maka biji tereliminasi dan tidak
dikecambahkan.
3. Untuk skarifikasi kemis, 10 butir biji direndam dalam larutan dengan konsentrasi
10% selama 5 menit. Setelah itu, wadah (gelas bekas) kemudian
4. Untuk skarifikasi mekanis, dilakukan langkah dengan ketentuan :
a. Biji digosok dengan kertas amril pada bagian calon keluarnya akar (10
butir).
b. Ujung biji dipotong dengan gunting kuku atau diretakkan dengan
tanggem (10 butir)
5. Mika plastik disiapkan dan diberi beberapa lubang pada bagian bawah mika.
Setiap mika diisi medai pasir yang diayak setebal 5 cm, kemudian media dibasahi
hingga jenuh.
6. Setiap mika diberi identitas mengenai jenis biji, perlakuan, dan sub kelompok.
7. Sebanyak 10 biji setiap jenis dan perlakuan ditanam, kemudian ditaburi pasir.
Permukaan penaburan disemprot dengan handsprayer.
8. Posisi wadah setiap sub kelompok dibuat denah. Setiap tahap kegiatan hingga
hasil akhir diambil gambarnya.
9. Penanaman dirawat dengan menyiram setiap pagi dan sore dengan handsprayer.
V. HASIL
Tabel 1. Hasil Pengamatan Frekuensi dan Jumlah Total Biji Sengon Buto yang
Tumbuh
Tabel 1. Hasil Pengamatan Frekuensi dan Jumlah Total Biji Saga
Pengamatan Skarifikasi per Perlakuan
Kontrol Kemis Air Mekanis
No. Tanggal Penginput Ledeng 100°C Amplas Retak
Frek ∑ Frek ∑ Frek ∑ Frek ∑ Frek ∑ Frek ∑
1 28 Oktober 2021 Kelompok 13 0 0 0 0 0 0 1 1 9 9 8 8
2 6 November 2021 Tim 4 2 2 0 0 0 0 1 2 0 9 0 8
3 13 November 2021 Kelompok 15 -1 1 3 3 0 0 1 3 -1 8 -2 6
4 20 November 2021 Tim 4 1 2 -1 2 0 0 0 3 0 8 0 6
Tabel 2. Tabel Bantu Frekuensi
Frekuensi
Kontrol Kemis Ledeng 100 C Amplas Retak
Minggu 1 0 0 0 1 9 8
Minggu 2 2 0 0 1 0 0
Minggu 3 -1 3 0 1 -1 -2
Minggu 4 1 -1 0 0 0 0
Tabel 3. Tabel Bantu Sommering
Sommering
Kontrol Kemis Ledeng 100 C Amplas Retak
Minggu 1 0 0 0 1 9 8
Minggu 2 2 0 0 2 9 8
Minggu 3 1 3 0 3 8 6
Minggu 4 2 2 0 3 8 6
Frekuensi
10
0
Kontrol Kemis Ledeng 100 C Amplas Retak
-2
-4
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
Gambar 1. Data Hasil Frekuensi
Sommering
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Kontrol Kemis Ledeng 100 C Amplas Retak
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
Gambar 2. Data Hasil Sommering
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, dilakukan pengujian beberapa metode skarifikasi
terhadap biji sengon. Skarifikasi menjadi langkah awal pada biji untuk mematahkan
masa dormansi dan mempercepat proses perkecambahan. Perlakuan skarifikasi
dikhususkan untuk jenis biji dengan kulit yang tebal dan keras agar proses
perkecambahan lebih cepat. Skarifikasi sendiri merupakan salah satu upaya preteatment
atau perlakukan awal pada benih yang bertujuan untuk mematahkan dormansi dan
mempercepat terjadinya perkecambahan benih yang seragam. Sedangkan dormansi
merupakan suatu kondisi dimana benih ini hidup tidak berkecambah sampai batas
waktu akhir pengamatan perkecambahan walaupun faktor lingkungan optimum untuk
perkecambangannya. Dormansi ini dibagi menjadi 2 yaitu fisik dan fisiologi dimana
fisik disebabkan oleh adanya pembatas struktural terhadap perkecambahan berupa kulit
biji yang masih keras dan kedap air yang menjadi penghalang mekanis masuknya iar
atau gas pada berbagai jenis tanaman, sedangkan dormansi fisiologi ini penyebabnya
adalah embrio yang belum sempurna pertumbuhannya atay belum matang, benih itu
perlu waktu yang cukup agar dapat berkecambah sehingga akan lebih tahan dalam
penyimpanan.
Biji dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu biji ortodoks dan rekalsitran
yang keduanya memiliki masa dormansi yang berbeda sehingga diperlukan perlakuan
skarifikasi untuk mematahkan dormansi biji tersebut. Biji yang mengalami dornmasin
dapat diakibatkan pula karena faktor lingkungan sehingga akan memengaruhi proses
perkecambahan.
Metode skarifikasi digolongkan menjadi tiga, yaitu secara mekanis, fisis, dan
kemis. Pada pengujian dilakukan pengecambahan biji tanpa dilakukan apapun sebagai
variabel kontrolnya. Skarifikasi mekanis dilakukan dengan mengurangi ketebalan dari
kulit dan meretakkan kulit biji. Ada dua cara yang dapat dilakukan pada skarifikasi
mekanis, yaitu dengan mengamplas kulit dengan kertas amril dan meretakkan dengan
tang. Kelebihannya sendiri adalah memudahkan biji memperoleh air agar proses
ambibisi dapat dipercepat. Selain itu, mengurangi ketebalan kulit secara signifikan
sehingga air dapat masuk dan memulai proses metabolisme secara efektif. Namun
perlakukan ini dapat memungkinkan terjadinya kerusakan biji akibat terlalu keras
dalam mengupas kulitnya.
Skarifikasi fisis dilakukan dengan dua cara yaitu biji direndam air dingin (air
ledeng) selama ± 12 jam dan biji disiram air mendidih selama 5 menit kemudian
direndam air dingin (air ledeng) selama ± 12 jam. Biji yang direndam aatau disiram air
bersuhu tinggi dapat menghilangkan bahan penghambat pertumbuhan sehingga dapat
memicu adanya perkecambahan. Kelebihannya sendiri yaitu agar kulit biji lebih lunak
sehingga dapat ditembus ileh air untuk proses ambibisinya. Pada skarifikasi kemis
dilakukan dengan merendam biji dalam larutan H2SO4 dengan konsentrasi 10% selama
5 menit kemudian dibilas dengan air ledeng perendaman dalam larutan asam sulfat yang
tujuannya agar mempercepat masa dorman sehingga kulit menjadi lebih permeabel
terhadap air. Kelebihanya sendiri yaitu agar proses imbibisi terjadi lebih mudah.
Hasil pengujian skarifikasi biji ini disajikan dalam 2 macam grafik, yaitu
sommering curve dan frequency curve. Sommering curve ini memuat jumlah kumulatif
perkecambahan pada setiap perlakuan. Sedangkan frequency curve ini menggambarkan
perkecambahan dari setiap perlakuan yang dilakukan pada biji. Skarifikasi sendiri
berhasil juga tergantung dari kita memperlakukannya apakah dengan benar atau tidak,
selain itu bisa dilihat dari kondisi tanah yang digunakan juga. Jika kekurangan air pun
juga akan memengaruhi dari hasil skarifikasi tersebut. Selain tiu adanya tingkat
kemasakan biji apabila sudah masak secara fisiologis akan memiliki daya hidup dan
daya kecambah yang tinggi. Perkecambahan juga akan dipengaruhi oleh berat dan
ukuran benih, benih dengan berat dan ukuran yang besar memiliki cadangan makanan
yang banyak sebagai energi untuk berkecambah. Perkecambahan juga dipengaruhi oleh
dormansi biji yang sedang mengalami masa dormansi dan tidak dapat berkecambah
walaupun dalam kondisi lingkungan mendukung.
Dari hasil pengujian yang dilakukan terhadap tumbuhan sengon buto ini
didapatkan bahwa biji yang dapat berkecambah paling banyak yaitu biji yang
mendapatkan perlakuan mekanis dengan menggunakan amplas. Pada awal
pengamatan terdapat 9 yang mampu tumbuh. Biji sengon sendiri memiliki daya
berkecambah yang cukup tinggi yaitu hingga 80%. Biji sengon termasuk dalam biji
ortodoks dimana biji ini mampu disimpan lama pada kadar air yang rendah. Selain itu,
perlakukan pengujian terhadap sikap ampelas ini bisa banyak yang tumbuh karena
pada dasarnya ampelas itu menggosok biji agar keluar bagian dalamnya, hal ini baik
bagi sengon karena biji sengon yang terbilang keras sehingga jika dilakukan dengan
menggunakan ampelas akan memberikan peluang agar dapat tumbuh dengan lebih
cepat karena unsur haranya dapat diterima dengan lebih cepat jika terbuka. Terlihat
juga bahwa dengan perlakuan hanya dengan menggunakan air ledeng saja tanpa diapa-
apakan ini tidak terlalu berpengaruh, hal ini karena kembali lagi biji sengon yang
sifatnya cukup tebal sehingga unsur haranya akan terserap lebih lama daripada
tanaman lainnya sehingga perlu adanya perlakuan terhadap biji sengon agar tumbuh
dengan lebih cepat.
Benih sengon yang mengalami masa simpan dalam kondisi benih atau
lingkungan simpan yang tidak optimum viabilitasnya akan turun yang dimana
ditunjukkan oleh turunnya daya berkecambah benih. Selain itu, benih sengon termasuk
benih yang ortodoks dimana benih dengan kadar air berkisar 4 – 8% yang disimpan
dalam ruang dry cold storage yang bersuhu 0 – 4 ̊C dapat dipertahankan viabilitasnya
selaam beberapa tahun dengan daya berkecambah antara 40% sampai 90%. Ini semua
tergantung dari lokasi sumber benih. Benih yang disimpan dalam botol tertutup selama
1 tahun, daya berkecambahnya masih terbilang tinggi yaitu antara 70% - 95%.
Sehingga dari data yang ada berdasarkan grafik juga, yang paling efektif untuk
tumbuhan sengon ini yaitu dengan melakukan perlakuan secara mekanis dengan
menggunakan amplas. Tapi jika dilihat dari tingkat kestabilannya yaitu lebih stabil
dengan perlakukan kontrol karena ini benih sengon akan beradaptasi dengan tanah
yang ada dan melakukannya secara perlahan-lahan. Sehingga yang tumbuh terjadi
lebih stabil daripada yang lainnya.
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Perlakuan skarifikasi pada benih dapat mempercepat proses perkecambahan
dan mematahkan masa dormansi dengan menipiskan, melunakkan, dan
meretakkan kulit benih
2. Dalam proses skarifikasi terdapat tiga macam pengujian yaitu karifikasi secara
fisis, kemis, dan mekanis. Skarifikasi mekanis dapat menghasilkan 9 sengon
buto yang berkecambah
3. Perlakuan biji yang efektif berdasarkan ukurannya yaitu biji berukuran besar
yaitu sengon dengan skarifikasi mekanis dengan cara diamplas, biji sedang
dengan cara skarifikasi air ledeng.
DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar, B., Paembonan, S.A., Ura’, R., & Londapadang, T.B. (2017). Pengaruh Skarifikasi dan
Pemberian Hormon Tumbuh terhadap Perkecambahan Benih Aren Arenga pinnata Merr.
Di Persemaian. Jurnal Ilmu Alam dan Lingkungan, 8(16), 37-44.
Bustomi, S., Rostiwati, R., Sudradjat, R., Leksono, B., Kosasih, A.S., Anggraeni, I., Syamsuwida,
D., Lisnawati, Y., Mile, Y., Djaenudin, D., Mahfudz, & Rahman, E. (2008). Nyamplung
(Caluphyllum inophyllum L.): Sumber Energi Biofuel yang Potensial. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta.
Dharma, I.P.E., Samsudin, S.S., &Adrianton. (2015). Perkecambahan Benih Pala (Myristica
fragrans Houtt.) dengan Metode Skarifikasi dan Perendaman ZPT Alami. Jurnal
Agrotekbis, 3(2), 158-167.
Mousavi, S.R., Rezaei, M., & Mousavi, A. (2011). A general overview on seed dormancy and
methods of breaking it. Advances in Environmental Biology, 5(1), 3333-3337.
Muharni, S. (2002). Pengaruh metode pengeringan dan perlakuan pematan dormansi terhadap
ciabilitas benih kayu afrika (Maesopsis emenii Engl.) (Skripsi). Fakultas Pertanian IPB.
Bogor.
Pramono, A.A., Fauzi, M.A., Widyani, N., Heriansyah, I., & Roshetko, J.M. (2010). Panduan
Lapangan untuk Pertanian. Center of International Forestry Research (CIFOR). Bogor.
Uyatmi, Y., Inoriah, E., & Marwanto. (2016). Pematahan Dormansi Benih Kebiul (Caesalphinia
bonduc L.) dengan Berbagai Metode. Akta Agroasia, 19(2), 147-156.
Walters, C., Berjak, P., Pammenter, N., Kennedy, K., & Raven, P. (2013). Preservation of
recalcitrant seeds. Journal Science, 339(6122).
Yahya. (2002). Ilmu Pertanian. Erlangga. Jakarta.
LAMPIRAN
Gambar 3. Pertumbuhan biji hasil skarifikasi kontrol bagian atas dan ledeng bagian
bawah
Gambar 4. Pertumbuhan biji hasil skarifikasi air panas bagian atas dan H2SO4 10%
bagian bawah
Gambar 4. Pertumbuhan biji hasil skarifikasi amplas bagian atas dan geprek bagian
bawah