MAKALAH HEMATOLOGI III
ANEMIA HEMOLITIK
Disusun Oleh:
Kelompok B2
Annisaa ‘Ayu Cahyani
Putri Lestari Adab
Nur Aini Zulfa
Cendryani S. Ibura
Aan Tresya Djafar
Syelomita Rahim
Ismi Ismail
PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN
FAKULTAS SAINS, TEKNOLOGI & ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BINA MANDIRI GORONTALO
2021
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................1
B. Tujuan Penulisan............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................3
A. Pengertian Anemia..........................................................................3
C. Anemia Hemolitik............................................................................4
D. Patofisiologi.....................................................................................5
E. Manifestasi klinis.............................................................................6
F. Pemeriksaan Diagnosis...................................................................8
G. Pengobatan.....................................................................................9
BAB III PENUTUP.....................................................................................10
A. Kesimpulan....................................................................................10
B. Saran.............................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................11
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat-Nya
sehingga penulis dapat menyusun makalah tentang "Anemia Hemolitik" ini
dengan tepat waktu.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
nilai Tugas Hematologi III semester 5.
Kami ucapkan bnyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu, memfasilitasi, memberi masukan, dan mendukung penulisan
makalah ini sehingga selesai tepat pada waktunya. Semoga dibalas oleh
Allah SWT dengan ganjaran yang berlimpah.
Meski penyusum telah menyusun makalah ini dengan maksimal,
tidak menutup kemungkinan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu
sangat diharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca
sekalian. Akhir kata, saya berharap makalah ini dapat menambah
wawasan bagi kita semua.
Gorontalo, Desember 2021
Penyusun
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anemia pada umumnya terjadi di seluruh dunia, terutama di negara
berkembang dan pada kelompok sosial ekonomi rendah yang
diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia. Anemia banyak
terjadi pada masyarakat terutama pada remaja dan ibu hamil. World
Health Organization (WHO) prevalensi anemia dunia berkisar 40-88%.
Anemia ialah berkurangnya jumlah eritrosit. Konsentrasi hemoglobin
atau kadar hematokrit dalam darah tepi dibawah nilai normal sesuai
umur dan jenis kelamin penderita. Sehingga eritrosit tidak dapat
memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah cukup ke
jaringan perifer (Barcellini dan Fattizzo, 2015).
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh gangguan pembentukan
eritrosit oleh sumsum tulang, pendarahan dan proses penghancuran
eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis) dimana normalnya
selama 120 hari. Hemolisis berbeda dengan proses penuaan yaitu
pemecahan eritrosit karena memang sudah cukup umurnya. Apabila
kecepatan destruksi melebihi kapasitas sumsum tulang untuk
memproduksi eritrosit, maka akan terjadi anemia. Anemia yang di
sebabkan oleh proses hemolisis ini disebut sebagai anemia hemolitik.
Anemia pada anemia hemolitik sebagian besar bersifat
normokromik normositer, tetapi dapat juga bersifat hipokromik
mikrositer, seperti pada thalasemia. Penurunan kadar hemoglobin
1
sangat bervariasi mulai dari berat sampai ringan dan dapat berlangsung
cepat tetapi dapat juga berlangsung secara perlahan lahan seperti pada
anemia hemolitik kronik.
Anemia hemolitik diklasifikasikan ke dalam dua kelompok
besar berdasarkan penyebab nya yaitu karena gangguan
intrakolpuskuler atau anemia hemolitik karena faktor eritrosit sendiri
yang sebagian besar bersifat herediter dan gangguan
ekstrakorpuskuler atau anemia hemolitik karena faktor diluar eritrosit
yang sebagian bersifat didapat. Pada anemia hemolitik yang bersifat
ekstrakorpuskuler dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu anemia
hemolitik imun dan bukan imun.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk membahas
mengenai anemia hemolitik dan bagaimana gambaran mikroskopik
darah tepi pada penderita anemia hemolitik.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Anemia
Anemia merupakan salah satu kelainan darah yang umum terjadi
ketika kadar sel darah merah dalam tubuh menjadi terlalu rendah. Hal
ini dapat menyebabkan masalah kesehatan karena sel darah merah
mengandung hemoglobin, yang membawa oksigen ke jaringan tubuh.
Anemia dapat menyebabkan berbagai komplikasi, termasuk kelelahan
dan stress pada organ tubuh. Anemia sebenarnya adalah sebuah tanda
dari proses penyakit bukan penyakit itu sendiri (Proverawati, A, 2011).
Anemia sering disebut kurang darah yaitu keadaan dimana kadar
hemoglobin dalam darah kurang dari normal (<12gr/dL) yang berakibat
pada daya tahan tubuh, kemampuan dan konsentrasi belajar,
kebugaran tubuh, menghambat tumbuh kembang hingga dapat
membahayakan kehamilan (Kemenkes, 2010).
Hampir semua gangguan pada sistem peredaran darah disertai
dengan anemia yang ditandai dengan warna kepucatan pada tubuh,
penurunan kerja fisik dan penurunan daya tahan tubuh. Penyebab
anemia bermacam-macam diantaranya adalah anemia hemolitik (Ani,
2016).
3
Menurut Prawirohardjo (2009), macam-macam anemia adalah
sebagai berikut:
1. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh
kurangnya mineral fe. Kekurangan ini dapat disebabkan karena
kurang masuknya unsur besi dengan makanan, karena gangguan
absorbsi atau terpantau banyaknya besi keluar dari tubuh, misalnya
pada pendarahan.
2. Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan oleh
defisiensi asam folat, jarang sekali karena defisiensi vitamin B12,
anemia ini sering ditemukan pada wanita yang jarang
mengonsumsi sayuran hijau segar atau makanan dengan protein
hewani tinggi.
3. Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan karena
penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat dari
pembuatannya.
4. Anemia hipoplastik dan aplastik adalah anemia yang disebabkan
karena sumsum tulang belakang kurang mampu membuat sel-sel
darah yang baru (Prawirohardjo, 2009). Pada sepertiga kasus
anemia dipicu oleh obat atau zat kimia lain, infeksi, radiasi,
leukimia dan gangguan imunologis.
4
B. Anemia Hemolitik
Menurut Prawirohardjo (2009), Anemia hemolitik adalah anemia
yang disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung
lebih cepat dari pembuatannya.
Penghancuran sel darah merah yang berlebihan ini bisa disebut
sebagai anemia hemolitik yang muncul saat sel darah merah
dihancurkan lebih cepat dari normal (umur sel darah merah normalnya
120 hari). Sehingga sumsum tulang penghasil sel darah merah tidak
dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan sel darah merah (Atikah, dkk
2019).
Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena
terjadinya penghancuran sel darah merah dalam pembuluh darah
sehingga umur eritrosit pendek. Penyebab hemolisis dapat karena
kongenital (faktor eritrosit sendiri, gangguan enzim, hemoglobinopati)
atau didapat (Ngastiyah, 2012).
5
Sumber:https://www.informasikedokteran.com/2015/08/anemia-
hemolitik.html?m=1
Gambaran mikroskopis darah tepi anemia hemolitik ditandai dengan
mikroferosit (hipekro mikrositer dan bentuk eritrosit abnormal).
Dalam Wijaya dan Putri (2013) Macam-macam anemia hemolitik
yaitu sebagai berikut:
1. Anemia hemotolik autoimun
Anemia ini bervariasi dari yang anemia ringan sampai
dengan anemia yang berat dan bisa mengancam jiwa. Keluhan
pada anemia ini adalah fatigue dapat terlihat bersama gagal jantung
kongestif dan angina. Biasanya ditemukan icterus dan spleno
megali. Jika pasien mempunyai penyakit dasar seperti LES atau
Leukimia Limfositik Kronik, gambaran klinis pasien tersebut dapat
terlihat. Hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar HB yang
bervariasi dari ringan sampai berat (HT<10%) Retikulosis dan
Sferositosis biasanya dapat dilihat pada apusan darah tepi. Pada
kasus hemolysis berat, penekanan pada sumsum tulang dapat
mengakibatkan SDM yang terpecah.
2. Anemia hemotolik kekurangan enzim
Manifestasi klinik beragam mulai beragam mulai dari anemia
hematolik neonatus berat sampai ringan, hemolisis yang
terkompensasi dengan baik dan tampak pertama pada dewasa.
Polikromatofilia dan mikrositosis ringan menggambarkan angka
6
kenaikan retikulosit. Manifestasi klinis sangat beragam tergantung
dari jenis kekurangan enzim, defisiensi enzim glutation reductase
kadang disertai trombopenia dan leukopenia disertai kelainan
neurologis. Defisiensi piruvatkinase khasnya ada peningkatan kadar
2,3 difosfogliserat. Defesiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)
gejala menyerupai sferositosis, tetapi tidak ada peninggian fragilitas
osmotic dan hapusan darah tepi tidak ditemukan sferosit.
3. Sferositosis herediter
Sferositosis herediter menyebabkan penyakit hematolik pada
bayi baru lahir dan tampak dengan anemia dan hyperbilirubinemia
yang cukup berat. Sebagian penderita tidak terdapat gejala sampai
dewasa sedangkan sebagian lainnya mungkin mengalami anemia
berat yang pucat, icterus, lesu dan intoleransi aktivitas. Hasil
hemolisis yaitu retikulositosis dan hiperbirubinemia. Kadar Hb
biasanya 6-10g/dL. Angka retikulositosis sering meningkat sampai
6-20% dengan nilai 10%. Eritrosit pada apus darah tepi berukuran
bervariasi dan terdiri dari retikulosit polikromatofilik dan sferosis.
4. Thalasemia
Anemia berat tipe mikrositik dengan limpa dan hepar yang
membesar. Pada anak biasanya disertai keadaan gizi yang buruk
dan mukanya memperlihatkan fasies mongoloid. Jumlah retikulosit
dalam darah meningkat. Hasil laboratorium thalasiemia ß HbF>90%
tidak ada Hb A. Pada thalasiemia –a anemianya tidak sampai
memerlukan transfusi darah, mudah terjadi hemolisis akut pada
7
serangan infeksi berat, kadar 14 Hb 7-10g/dL, sediaan apus darah
tepi memperlihatkan tanda hipokromia yang nyata dengan
anisositosis (ukuran sel darah merah berbeda tidak seragam) dan
poikilositosis (sel darah merah berbeda bentuk karena
abnormalitas).
C. Etiologi
Anemia hemolitik terjadi karena penghancuran sel darah merah
berlebihan. Dalam Wijaya dan Putri (2013), etiologi anemia hemolitik
yaitu sebagai berikut:
1. Faktor Intrasel
Faktor yang berasal dari dalam sel seperti, talasemia,
hemoglobnopatia (talasemia HbE, sickle cell anemia) sterositas,
defisiensi enzim eritrosit (G-6PD, piruvatkinase, glutation
reductase).
2. Faktor Ekstrasel
Faktor yang berasal dari luar sel seperti, Intoksikas, infeksi
(malaria), Imunologis (inkompatibilitas golongan darah, reaksi
hematolik pada transfusi darah).
8
D. Patofisiologi
Hemolisis adalah acara terakhir dipicu oleh sejumlah besar di
peroleh turun-menurun dan gangguan. Etiologi dari penghancuran
eritrosit premature adalah beragam dan dapat disebabkan oleh
kondisi seperti membrane instrinsik cacat, abnormal hemoglobin,
eritrosit enzimatik cacat, kekebalan penghancuran eritrosit,
mekanisme cedera, dan hypersplenism. Hemolysis dikaitkan dengan
pelepasan hemoglobin dan asam laktat dehydrogenase (LDH).
Peningkatan bilirubin tidak langsung dan urobilinogen berasal dari
hemoglobin dilepaskan. Seorang pasien dengn hemolysis ringan
mungkin memiliki tingkat hemoglobin normal jika peningkatan produksi
sesuai dengan laju kerusakan eritrosit. Atau pasien dengan hemolysis
ringan mungkin mengalami anemia ditandai jika sumsum tulang
mereka produksi eritrosit transiently dimatikan oleh virus (Parvovirus
B19) atau infeksi lain, mengakibatkan kehancuran yang tidak
dikompensasi eritrosit (Aplastic krisis hemolitik, dimana penurunan
eritrosit terjadi di pasien dengan hemolysis berkelanjutan). Kelainan
bentuk tulang tengkorak dan dapat terjadi dengan di tandai kenaikan
hematopoiesis, perluasan tulang pada masa bayi dan gangguan anak
usia dini seperti anemia sel sabit atau talasemia (Price, 2005).
E. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis Anemia hemolitik tergantung pada jenis dan
tingkat keparahan anemia (Barcellini & Fettizzo, 2015). Indikator paling
9
langsung dari keparahan klinis Anemia hemolitik adalah tingkat
hemoglobin dan tingkat hemolisis. Nilai hemoglobin saat diagnosis juga
merupakan prediktor penting dari hasil pasien, berkorelasi dengan
risiko kematian dan beberapa lini terapi (Barcellini & Fettizzo, 2015).
Presentasi klinis pasien dengan Anemia hemolitik dipengaruhi oleh
onset anemia, dengan fokus pada apakah onsetnya tiba-tiba atau
bertahap. Pemantauan ketat kadar hemoglobin adalah komponen
penting dalam manajemen penyakit dan evaluasi respons pengobatan
(Barcellini & Fettizzo, 2015).
Menurut Handayani W (2008), Kadang-kadang hemolysis dapat
terjadi secara tiba-tiba dan berat, menyebabkan krisis hemolotik yang
menyebabkan krisis hemolytic yang ditandai dengan:
1. Demam
2. Menggigil
3. Nyeri punggung dan Lambung
4. Perasaan Melayang
5. Penurunan Tekanan Darah yang berarti.
Secara mikro dapat di tandai dengan tanda-tanda khas sebagai
berikut;
10
1. Perubahan metabolisme bilirubin dan urobilin yang merupakan
hasil pemecahan eritrosit. Peningkatan zat tersebut akan dapat
terlihat pada hasil ekskresi yaitu urine dan feses.
2. Hemoglobinemia : Adanya hemoglobin dalam plasma yang
seharusnya tidak ada karena hemoglobin yang terikat pada
eritrosit. Pemecahan eritrosit yang berlebihan akan membuat
hemoglobin akan dilepaskan ke dalam plama. Jumlah hemoglobin
yang tidak dapat diakomodasi seluruhnya oleh system
keseimbangan darah akan menyebakan Hemoglobinemia.
3. Masa hidup eritrosit memendek karena penghancuran yang
berlebih
4. Retikolositosis : Produksi Eritrosit yang meningkat sebagai
kompensasi banyaknya eritrosit yang hancur sehingga sel mudah
seperti retikulosit banyak ditemukan.
F. Pemeriksaan Diagnosis
1. Gambaran penghancuran Eritrosit yang meningkat:
a. Bilirubin serum meningkat
b. Urobilinogen urin meningkat, urine kuning pekat
c. Strekobilinogen feses meningkat, pigmen feses menghitam.
2. Gambaran Peningkatan Produksi Eritrosit;
11
a. Retikulositosis, Mikroskopis, pewarnaan Supravital
b. Hiperplasia Eritropoesis Sum-sum tulang
3. Gambaran Rusaknya Eritrosit
a. Morfologi : Mikrosferosit, anisopoikilositosis, burr cell, hipokrom
mikrositer, target cell, sickle cell, sferosit.
b. Fragilitas osmosis, otohemolisis
c. Umur Eritrosit Memendek, pemeriksaan terbaik dengan labeling
crom, presentasi aktifitas crom dapat dilihat dan sebanding
dengan umur eritrosit. Semakin cepat penurunan aktivitas Cr
maka semakin pendek umur eritrosit (Handayani W, 2008).
Gambaran laboratorium anemia hemolitik secara khusus
berhubungan dengan respons hemolisis dan eritropoietik dari sumsum
tulang. Pengujian diagnostik pada awalnya meliputi hitung darah
lengkap, hapusan periger, hitung retikulosit, serum birilubin, laktat
dehidrogenase (LDH), haptoglobin alanine aminotransferae (ALT), dan
tes Coombs (Caprioti dan Frizzel, 2016).
12
G. Pengobatan
Pengobatan anemia hemolitik bervariasi berdasarkantingkat
keparahan penyakit. Usia, riwayat kesehatan keluarga, dan kesehatan
secara keseluruhan adalah vaktor lain yang memengaruhi perawatan.
Manajemen juga termasuk transfusi darah, obat-obatan, operasi,
plasmaoheresis, transplantasi darah dan sumsum tulang, dan
perubahan gaya hidup (Bella dkk, 2019).
Transfusi darah diperlukan untuk mengobati anemia hemolitik berat
atau mengancam jiwa. Obat-obatan terutama glukokortikoid, adalah
andalan dalam mengobati beberapa jenis anemia hemolitik, terutama
AIHA. Plasmaoheresis, suatu proses yang menghilangkan antibodi dari
darah,dapat digunkan untuk mengobati anemia hemolitik kekebalan
setelah perawatan lain gagal. Splenectomy dapat menghentikan atau
mengurangi tingkat kerusakan sel darah merah yang tinggi. Tujuan
pengobatan termasuk mengurangi atau menghentikan perusakan sel
darah merah, meningkatkan jumlah sel darah merah ke tingkat terapi,
dan pengobatan penyebab yang mendasari kondisi (Bella dkk, 2019).
13
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena
terjadinya penghancuran sel darah merah dalam pembuluh darah
sehingga umur eritrosit pendek (normalnya 120 hari). Indikator paling
langsung dari keparahan klinis Anemia hemolitik adalah tingkat
hemoglobin dan tingkat hemolisis. Pemeriksaan diagnosis dapat berupa
Gambaran rusaknya eritrosit, gambaran penghancuran eritrosit yang
meningkat dan gambaran peningkatan produksi eritrosit. Sedangkan
untuk pengobatan anemia hemolitik tergantung pada tingkat keparahan,
mulai dari transfusi darah, pemberian obat-obatan, operasi,
plasmaoheresis, transplantasi darah dan sumsum tulang, hingga
perubahan gaya hidup.
B. Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada
makalah ini, oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik dan
saran yang membangun bagi makalah ini.
15
DAFTAR PUSTAKA
Ani, (2016). Buku Saku Anemia Definisi Besi. Jakarta: EGC.
Atikah R, Fahrini Y, Andini O.P, Lia A. (2019). Metode Orkes-Ku (Raport
Kesehatanku) Dalam Mengidentifikasi Potensi Kejadian Anemia Gizi
Pada Remaja Putri. ISBN 978-623-91419-9-8. Penerbit CV Mine.
Barcellini. W., Fattizzo B. (2015) Clinical Applications of Hemolytic
Markers in the Differential Diagnosis and Management of Hemolytic
Anemia.
Bella K, Theatania TYT. (2019). Anemia Hemolitik Autoimun pada Anak.
CDK-280/vol 46, no. 11.
Capriotti, Frizzel (2016). Patofisiologi: Konsep pengantar dan perspektif
klinis. ISBN 9780-8036-1571-7.
Handayani W, 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.
Kemenkes RI, (2010). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehtan
Kementrian Kesehatan RI Jakart.
Ngastiyah (2012). Perawatan Anak sakit Edisi 2. Jakarta: EGC.
Proverawati, A, (2011). Anemia dan Anemia Kehamilan, Yogjakarta: Nuha
Medika.
Prawiroharajo, (2009). Anemia Masalah Gizi Pada Remaja Wanita,
Jakarta : EGC
Price, (2005). Patofisiologis : Konsep Klinis Proses – proses Penyakit.
Jakarta : EGC.
Wijaya A.S, Putri,Y.M (2013) Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:
Nuha Medika.
16