LTM Keperawatan Keselamatan Pasien
Rani Musfina Fajeri / Kelas B
Menurut Suma’mur (1985) penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan
oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit ini artefisial oleh karena timbulnya di sebabkan
oleh adanya pekerjaan. Kepadanya sering diberikan nama penyakit buatan manusia (Manmade
disease). Terdapat tiga istilah yang digunakan untuk mendefinisikan penyakit akibat kerja yaitu
penyakit yang timbul karena hubungan kerja, penyakit yang disebabkan karena pekerjaan atau
lingkungan kerja, dan penyakit akibat kerja. Ketiga istilah tersebut mempunyai pengertian yang
sama dan masing-masing memiliki dasar hukum dan perundang-undangan yang menjadi
landasannya. Penyakit akibat kerja yaitu penyakit yang penyebabnya adalah pekerjaan dan atau
lingkungan kerja (Suma’mur, 2009). Ada beberapa jenis penyakit akibat kerja menurut
Simposium Internasional oleh ILO dalam Anizar (2009), yaitu :
a. Penyakit akibat kerja (occupational disease)
Penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjan,
yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui.
b. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan (work related disease)
Penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pada pekerjaan
memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya dalam berkembangnya penyakit
yang mempunyai etiologi yang kompleks.
c. Penyakit yang mengenai populasi kerja (disease affecting working populations)
Penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab di tempat pekerja.
Namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk untuk kesehatan.
Penyebab Penyakit Akibat Kerja:
a. Golongan fisik
1) Suara yang biasanya menyebabkan pekak atau tuli.
2) Radiasi sinar-sinar Ro atau sinar-sinar radioaktif yang menyebabkan antara lain penyakit
susunan darah dan kelainankelainan kulit. Radiasi sinar inframerah bisa mengakibatkan
cataract kepada lensa mata, sedangkan sinar ultraviolet menjadi sebab conjungtivitas
photo electrica.
3) Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke, heat cramps atau hyperpyrexia
sedangkan suhu-suhu yang rendah antara lain menimbulkan frosbite.
4) Tekanan yang tinggi menyebabkan caisson disease.
5) Penerapan lampu yang kurang baik misalnya menyebabkan kelainan kepada indera
penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan.
b. Golongan kimiawi
1) Debu yang menyebabkan pnemokoniosis, di antaranya : silikosis, asbestosis.
2) Uap yang di antaranya menyebabkan mental fume fever dermatitis, atau keracunan.
3) Gas misalnya keracunan oleh CO, dan H2S.
4) Larutan yang menyebabkan dermatitis.
5) Awan atau kabut, misalnya racun serangga (insecticides), racun jamur dan yang
menimbulkan keracunan.
c. Golongan Infeksi, misalnya oleh bibit penyakit anthrax atau brucella pada pekerja-pekerja
penyamak kulit.
d. Golongan fisiologis, yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan konstruksi mesin, sikap
badan kurang baik, salah cara melakukan pekerjaan dan lain-lain yang semuanya
menimbulkan kelelahan fisik, bahkan lambat laun perubahan fisik tubuh pekerja.
e. Golongan mental psikologis, hal ini terlihat semisal pada hubungan kerja yang tidak baik,
atau misalnya keadaan membosankan monoton. Faktor penyebab penyakit akibat kerja ini
dapat bekerja sendiri maupun secara sinergistis.
Pencegahan Penyakit Akibat Kerja
Pencegahan terhadap penyakit akibat kerja seawal mungkin adalah kebijakan paling
utama. Sebagaimana pencegahan terhadap kecelakaan kerja, maka pencegahan penyakit akibat
kerja diperlukan peraturan perundang-undangan, standarisasi, pengawasan, penelitian,
pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan semua sektor kehidupan. Pencegahan mempunyai 2 (dua)
aspek yaitu administratif dan teknis yaitu penerapan secara nyata dilapangan pada tenaga kerja,
pekerjaan dan lingkungan kerja. Secara teknis aktivitas pencegahan adalah pengenalan risiko
bahaya pekerjaan dan lingkungan kerja terhadap kesehatan beserta pengukuran, evaluasi, dan
upaya pengendaliannya, pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pra penempatan, berkala dan
khusus; subsitusi bahan dengan yang kurang pengaruh negatifnya kepada tenaga kerja; isolasi
operasi atau proses produksi yang berbahaya; dan pemakaian alat proteksi diri (Suma’mur,
2009).
a. Beban Kerja Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya. Beban dimaksud adalah
beban fisik, mental dan atau sosial. Seorang tenaga kerja yang secara fisik bekerja berat
seperti halnya buruh bongkar-muat barang di pelabuhan, memikul lebih banyak beban
fisik dari pada beban mental ataupun sosial. Berlainan dari itu, beban kerja seorang
pengusaha atau manajemen, tanggung jawabnya merupakan beban mental yang relatif
jauh lebih besar dari beban fisik yang dituntut oleh pekerjanya. Adapun petugas sosial
misalnya penggerak lembaga swadaya masyarakat atau gerakan mengentaskan
kemiskinan, mereka lebih menghadapi dan memikul beban kerja sosial-masyarakat
(Suma’mur, 2009).
b. Lingkungan kerja Lingkungan kerja merupakan beban kerja tambahan yang secara
langsung dirasakan oleh pekerja baik secara jasmani dan rohani. Menurut Suma’mur
(2009) terdapat 5 faktor penyebab beban tambahan :
1) Faktor fisis yaitu meliputi keadaan fisik seperti bangunan gedung atau volume udara
per kapita atau luas lantai kerja maupun hal-hal yang bersifat fisis seperti penerangan,
suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara, kecepatan aliran udara, kebisingan, vibrasi
mekanis, radiasi.
2) Faktor kimiawi yaitu semua zat kimia anorganis dan organis yang mungkin wujud
fisiknya merupakan salah satu atau lebih dari bentuk gas, uap, debu, kabut, fume, asap,
awan, cairan dan atau zat padat.
3) Faktor biologi yaitu semua makhluk hidup baik dari golongan tumbuhan maupun
hewan, dari yang paling sederhana bersel tungggal sampai dengan yang paling tinggi
tingkatnya.
4) Faktor fisiologi/ergonomi yaitu interaksi antara faal kerja manusia dengan pekerjaan
dan lingkungan kerjanya seperti konstruksi mesin yang disesuaikan dengan fungsi indera
manusia, postur dan cara kerja yang mempertimbangkan aspek antropometris.
5) Faktor mental dan psikologis yaitu reaksi mental dan kejiwaan terhadap suasana kerja,
hubungan antara pengusaha dan tenaga kerja, struktur dan prosedur organisasi
pelaksanaan kerja. Sebaiknya apabila faktor-faktor tersebut direkayasa sedemikian
sehingga dapat dipetik manfaatnya, akan terwujud suasana kerja yang serasi dan memacu
semangat dalam kerja.
c. Kapasitas kerja Kapasitas kerja adalah kemampuan seorang tenaga kerja untuk
melakukan tugas kerja dalam periode tertentu. Kemampuan kerja seseorang tenaga kerja
sangat tergantung pada motivasi kerja, pengalaman, latar belakang pendidikan, keahlian,
keterampilan, kesesuaian terhadap pekerjaan, kondisi kesehatan, keadaan gizi, jenis
kelamin, usia dan ukuran antropometris tubuh serta reaksi kejiwaan. Kesegaran jasmani
dan rohani mempengaruhi produktivitas seorang tenaga kerja dalam melakukan
pekerjaannya. Kesegaran jasmani ditentukan oleh kapasitas atau kemampuan kerja fisik.
Unsur-unsur penting dari kapasitas fisik pekerja ditinjau dari pendekatan gerak
tubuh mencangkup hal-hal berikut :
1) Kekuatan otot (strength) Kekuatan yang terdapat pada tubuh, antara lain
kemampuan otot untuk melakukan kontraksi guna membangkitkan tegangan terhadap
suatu hambatan. Kontraksi otot saat melakukan tahanan atau latihan kekuatan terbagi
dalam tiga kategori, yaitu kontraksi isometrik, kontraksi isotonik, dan kontraksi
isokinetik. Kekutan otot kaki, lutut serta pinggul harus kuat untuk memepertahankan
keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar. Kekuatan otot tersebut berhubungan
langsung dengan kemampuan otot untuk melawan gaya grativitasi serta beban eksternal
lainnya secara terus menerus mempengaruhi posisi tubuh.
2) Daya tahan (endurance) Daya tahan otot mengacu pada kemampuan tubuh
untuk terus menggunakan kekuatan otot dan bertahan kontraksi berulang untuk jangka
waktu tertentu. Daya tahan otot sangat penting melalui latihan fisik sehingga memperoleh
tugas-tugas berat memungkinkan otot untuk jangka waktu yang lama tanpa mengalami
kelelahan yang sangat berat.
3) Kelenturan (Flexibility) Kelenturan atau fleksibilitas merujuk pada berbagai
gerakan pada sendi dan panjang pada otot yang melintasi sendi. Fleksibilitas tubuh
bervariasi, terutama dalam perbedaan panjang otot-otot dari multisendi. Fleksibilitas
dalam beberapa sendi dapat ditingkatkan sampai tingkat tertentu melalui latihan.
Kehilangan fleksibilitas dapat menjadi faktor predisposisi untuk masalah fisik, seperti
syndrom nyeri atau gangguan keseimbangan tubuh saat melakukan aktivitas.
Kelelahan kerja
1. Pengertian
Kelelahan kerja Kelelahan (kelesuan) adalah perasaan subjektif, tetapi berbeda dengan
kelemahan dan memiliki sifat terhadap. Tidak seperti kelemahan, kelelahan dapat diatasi dengan
periode istirahat. Kelelahan dapat disebabkan secara fisik atau mental (Kuswana, 2014).
Kelelahan fisik atau kelelahan otot adalah ketidakmampuan fisik sementara otot untuk tampil
maksimal. Permulaan kelelahan otot selama aktivitas fisik secara bertahap, dan bergantung pada
tingkat kebugaran fisik individu dan juga pada faktor-faktor lain, seperti kurang tidur
dankesehatan secara keseluruhan. Hal ini dapat diperbarui dengan istirahat. Sedangkan kelelahan
mental adalah ketidakmampuan sementara untuk mempertahankan kinerja kognitif yang optimal.
Permulaan kelelahan mental selama kegiatan kognitif secara bertahap, dan bergantung pada
kemampuan kognitif seseorang, dan juga pada faktor-faktor lain, seperti kurang tidur dan
kesehatan secara keseluruhan. Kelelahan mental juga telah terbukti menurunkan kinerja fisik.
Hal ini dapat bermanifestasi sebagai mengantuk, lesu, atau diarahkan kelelahan perhatian
(Kuswana, 2014). Akibat terus bekerja, otot dapat menjadi lelah (fatigue) yang terlihat sebagai
ketidakmampuan otot untuk terus mempertahankan kerja dalam tingkat tertentu atau
pengurangan kemampuan otot untuk menghasilkan gaya maksimum. Penyebab utama kelelahan
ini adalah ketidakseimbangan kebutuhan energi (ATP) untuk kontraksi dengan suplai O2 yang
diperoleh melalui aliran darah. Suplai O2 terhambat karena adanya peningkatan tekanan internal
serat otot yang menghambat aliran darah menuju otot yang sedang berkontraksi. Dalam keadaan
ini, mekanisme anaerobik sehingga asam laktat terbentuk. Otot yang berada pada kondisi
tersebut membutuhkan istirahat untuk menguraikan asam laktat (Irdiastadi dan Yassierli, 2015).
2. Jenis-jenis Kelelahan Kerja Berdasarkan pendapat Suma’mur (2009) kelelahan dibagi
menjadi tiga bagian yaitu :
1) Kelelahan otot Kelelahan otot merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri yang
terdapat pada otot.
2) Kelelahan umum Kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk
bekerja