MAKALAH Majamen
MAKALAH Majamen
DISUSUN OLEH:
NURHIDAYAH (90200122003)
KEISYA (90200122014)
EKA (90200122027)
JURUSAN MANAJEMEN
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wataala, karena berkat
rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Penyakit Akibat Kerja. Kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya makalah ini. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Penulis juga berterima kasih
atas setiap saran dan kritik yang membangun dalam perbaikan materi makalah ini. Semoga
makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Kelompok 4
1
DAFTAR ISI
Contents
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................1
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................2
BAB I............................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................3
A. Latar Belakang.....................................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................5
A. Pengertian Penyakit Akibat Kerja.......................................................................................................5
B. Penyebab Penyakit Akibat Kerja..........................................................................................................5
C. Macam-Macam Penyakit Akibat Kerja.................................................................................................6
D. Faktor-Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja...................................................................................9
E. Diagnosis Penyakit Akibat Kerja.........................................................................................................13
F. Menjelaskan Pencegahan Penyakit Akibat Kerja...............................................................................15
BAB III........................................................................................................................................................18
PENUTUP...................................................................................................................................................18
A. Kesimpulan........................................................................................................................................18
B. Saran..................................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................19
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum
diperkirakan termasuk rendah. Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu
tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu
memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat. Keselamatan kerja telah menjadi
perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi
penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja
perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan
terjadinya kecelakaan kerja.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan
dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Sebagai faktor penyebab,
sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang
kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan
alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.
3
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan Pengertian Penyakit Akibat Kerja
2. Menjelaskan Penyebab Penyakit Akibat Kerja
3. Menjelaskan Macam-Macam Penyakit Akibat Kerja
4. Menjelaskan Faktor-faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja
5. Menjelaskan Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
6. Menjelaskan Pencegahan Penyakit Akibat Kerja
4
BAB II
PEMBAHASAN
a) Golongan fisik: bising, radiasi, suhu ekstrim, tekanan udara, vibrasi, penerangan
Efek pencahayaan pada mata, kekuatan pencahayaan beraneka ragam, yaitu berkisar
2.000-100.000 fux di tempat terbuka sepanjang hari dan pada malam hari dengan
pencahayaan buatan 50-500lux.
5
Upaya perbaikan penggunaan pencahayaan di tempat kerja. Grandjean (1980)
menyarankan sistem desain pencahayaan di tempat kerja sebagai berikut:
a. Penyakit Silikosis
Penyakit silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2,
yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap. Debu silika bebas ini
banyak terdapat di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang
mengerjakan besi (mengikir, menggerinda) dll. Selain dari itu, debu silika juga banyak
6
terdapat di tempat penampang besi, timah putih dan tambang batu bara. Pemakaian batu
bara sebagai bahan bakar juga banyak menghasilkam debu silika bebas SiO2. Pada saat
dibakar, debu silika akan keluar dan terdispersi ke udara bersama- sama dengan partikel
yang lainya, seperti debu alumunia, oksida besi dan karbon dalam bentuk debu. Tempat
kerja yang potensial untuk tercemari oleh debu silika perlu mendapatkan pengawasan
keselamatan dan kesehatan kerja dan lingkungan yang ketat sebab penyakit silikosis
belum ada obatnya yang tepat.
b. Penyakit Asbestosis
Penyakitas bestosis adalah penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh debu atau
serat asbes yang mencemari udara. Asbes adalah campuran dari berbagai macam silikat,
namun yang paling utama adalah magnesium silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada
pabrik dan industri yang menggunakan asbes, pabrik pemintalan serat asbes, pabrik
beratap asbes dan lain sebagainya. Debu asbes yang terhirup ke dalam paru-paru akan
mengakibatkan gejala sesak nafas dan batuk-batuk yang disertai dahak. Ujung-ujung jari
penderitanya akan tampak besar/melebar. Apabila dilakukan pemeriksaan pada dahak
maka akan tampak debu asbes dalam dahak tersebut. Pemakaian asbes untuk berbagai
macam keperluan kiranya perlu diikuti dengan kesadaran akan keselamatan dan
kesehatan lingkungan agar jangan mengakibatkan asbestosis ini.
c. Penyakit Bisnosis
Penyakit bisnosis adalah penyakit yang disebabkan oleh pencemaran debu kapas
atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap kedalam paru-paru. Pencemaran ini
dapat dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan, atau
pergudangan kapas. Masa inkubasi penyakit bisnosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun.
Tanda-tanda awal penyakit bisnosis ini berupa sesak nafas, terasa berat pada dada,
terutama peda hari senin (yaitu hari awal kerja pada setiap minggu). Pada bisnosis yang
sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga diikuti dengan penyakit
bronchitis kronis dan mungkin juga disertai dengan emphysema.
d. Penyakit Antrakosis
Penyakit antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh
debu batu bara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja-pekerja tambang batubara
atau pada pekerja-pekerja yang banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti
7
pengumpa batubara pada tanur besi, lokomotif (stoker), dan juga pada kapal laut
bertenaga batubara, serta pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan bakar
batubara. Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu: penyakit antrakosis murni, penyakit
silikoantrakosis, dan penyakit tuberkolosilkoantrakosis.
e. Penyakit Beriliosis
Udara yang tercemar oleh debu logam berilium, baik yang berupa logam murni,
oksida, sulfat, maupun dalam bentuk halogenida, dapat menyebabkan penyakit saliran
pernafasan yang disebut beriliosis. Debu logam tersebut dapat menyebabkan
nasoparingtis, bronchitis, dan pneumonitis yang ditandai dengan gejala sedikit demam,
batuk kering, dan sesak nafas. Penyakit beriliosis dapat timbul pada pekerja-pekerja
industri yang menggunakan logam campuran berilium, tembaga, pekerja pada pabrik
fluoresen, pabrik pembuatan tabung radio, dan juga pada pekerja pengolahan bahan
penunjang industri nuklir.
f. Penyakit Saluran Pernafasan
PAK pada saluran pernafasan dapat bersifat akut maupun kronis. Akut misalnya
asma akibat kerja. Sering didiagnosis sebagai tracheobronchitis akut atau karena virus
kronis, misal: asbestosis. Seperti gejala Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)
atauedema paru akut. Penyakit ini disebabkan oleh bahan kimia seperti nitrogen oksida.
g. Penyakit Kulit
Pada umumnya tidak spesifik, menyusahkan, tidak mengancam kehidupan, dan
kadang sembuh sendiri. Dermatitis kontak yang dilaporkan, 90% merupakan penyakit
kulit yang berhubungan dengan pekerjaan. Penting riwayat pekerjaan dalam
mengidentifikasi iritan yang merupakan penyebab, membuat peka, atau karena faktor
lain.
h. Kerusakan Pendengaran
Banyak kasus gangguan pendengaran menunjukan akibat pajanan kebisingan
yang lama, ada beberapa kasus bukan karena pekerjaan. Riwayat pekerjaan secara detail
sebaiknya didapatkan dari setiap orang dengan gangguan pendengaran. Dibuat
rekomendasi tentang pencegahan terjadinya hilang pendengaran.
i. Gejala pada Punggung dan Sendi
8
Tidak ada tes atau prosedur yang dapat membedakan penyakit pada punggung
yang berhubungan dengan pekerjaan daripada yang tidak berhubungan dengan pekerjaan.
Penentuan kemungkinan bergantung pada riwayat pekerjaan. Artritis dan tenosynovitis
disebabkan oleh gerakan berulang yang tidak wajar.
j. Kanker
Adanya presentase yang signifikan menunjukan kasus Kanker yang disebabkan
oleh pajanan di tempat kerja. Bukti bahwa bahan di tempat kerja (karsinogen) sering kali
didapat dari laporan klinis individu dari pada studi epidemiologi. Pada Kanker pajanan
untuk terjadinya karsinogen mulai≥20 tahun sebelum diagnosis.
k. Coronary Artery
Penyakit ini disebabkan oleh karena stres atau Carbon Monoksida dan bahan
kimia lain di tempat kerja.
l. Penyakit Liver
Sering didiagnosis sebagai penyakit liver oleh karena hepatitis virus atau sirosis
karena alkohol. Penting riwayat tentang pekerjaan, serta bahan toksik yang ada.
m. Masalah Neuropsikiatrik
Masalah neuropsikiatrik yang berhubungan dengan tempat kerja sering diabaikan.
Neuropatiperifer, sering dikaitkan dengan diabet, pemakaian alkohol, atau tidak diketahui
penyebabnya. Depresi SSP oleh karena penyalahgunaan zat-zat atau masalah psikiatri.
Kelakuan yang tidak baik mungkin merupakan gejala awal dari stres yang berhubungan
dengan pekerjaan. Lebih dari 100 bahan kimia (a.I solven) dapat menyebabkan depresi
SSP. Beberapa neurotoksin (termasuk arsen, timah, merkuri, methyl, butyl ketone) dapat
menyebabkan neuropati perifer. Selain itu, Carbon disulfide dapat menyebabkan gejala
seperti psikosis.
n. Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya
Alergi dan gangguan kecemasan mungkin berhubungan dengan bahan kimia atau
lingkungan sick building syndrome. Multiple Chemical Sensitivities (MCS), misal:
parfum, derivate petroleum, rokok.
9
D. Faktor-Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja
a. Faktor Fisik
1) Suara tinggi atau bising dapat menyebabkan ketulian
2) Temperature atau suhu tinggi dapat menyebabkan Hyperpireksi, Miliaria, Heat
Cramp, Heat Exhaustion, dan Heat Stroke
3) Radiasi sinar elektromagnetik infra merah dapat menyebabkan katarak
4) Ultraviolet dapat menyebabkan konjungtivitis
5) Radio aktif/alfa/beta/gama/X dapat menyebabkan gangguan terhadap sel tubuh
manusia
6) Tekanan udara tinggi menyebabkan Coison Disease
7) Getaran menyebabkan Reynaud's Desiase, ganguan metabolisme, Polincurutis
Pencegahan:
b. Faktor Kimia
Asal: bahan baku, bahan tambahan, hasil sementara, hasil samping (produk), sisa
produksi atau bahan buangan. Bentuk: zat padat, cair, gas, uap maupun partikel Cara
masuk tubuh dapat melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan kulit danmukosa.
Masuknya dapat secara akut dan sevara kronis. Efek terhadap tubuh: iritasi, alergi,
korosif, asphyxia, keracunan sistematik, kanker, kerusakan kelainan janin.
Terjadi pada petugas/ pekerja yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan
obat-obatan seperti antibiotika. Demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan
dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen.
Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan.
Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada
10
umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena
alergi (keton). Bahan toksik (trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup
atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan
kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang
irreversible pada daerah yang terpapar.
Pencegahan :
1) Material safety data sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia yangada untuk diketahui
oleh seluruh petugas laboratorium.
2) Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah
tertelannyabahan kimia dan terhirupnya aerosol.
3) Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas
laboratorium) dengan benar.
4) Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa.
5) Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.
c. Faktor Biologi
Viral Diseases: rabies, hepatitis
Fungal Diseases: Anthrax, Leptospirosis, Brucellosis, Tuberculosis, Tetanus
Parasitic Diseases: Ancylostomiasis, Schistosomiasis
11
limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman patogen
maupun debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi.
Pencegahan :
1) Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi, dan
desinfeksi.
2) Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan pekerja untuk memastikan dalam
keadaan sehat badan, punya cukup kekebalan alami untuk bekrja dengan bahan
infeksius, dan dilakukan imunisasi.
3) Melakukan pekerjaan laboratorium dengan praktek yang benar (Good Laboratory
Practice).
4) Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.
5) Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius, dan
spesimen secara benar.
6) Pengelolaan limbah infeksius dengan benar.
7) Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.
8) Kebersihan diri dari petugas.
d. Faktor Ergonomi/Fisiologi
Faktor ini sebagai akibat dari cara kerja, posisi kerja, alat kerja, lingkungan kerja
yang salah, dan kontruksi yang salah. Efek terhadap tubuh: kelelahan fisik, nyeri otot,
deformirtas tulang, perubahan bentuk, dislokasi, dan kecelakaan.
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi, dan seni berupaya menyerasikan alat, cara,
proses, dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan, dan batasan manusia
untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman, dan tercapai
efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif,
secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man and
to fit the Man to the Job.
Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah,
bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini
disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak
12
sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat
menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka
panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang
paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain).
e. Faktor Psikologi
Faktor ini sebagai akibat organisasi kerja (tipe kepemimpinan, hubungan
kerjakomunikasi, keamanan), tipe kerja (monoton, berulang-ulang, kerjaberlebihan, kerja
kurang, kerja shift, dan terpencil).Manifestasinya berupa stress.Beberapa contoh faktor
psikososial yang dapat menyebabkan stress antara lain:
1) Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati
seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk memberikan
pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan.
2) Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton
3) Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman
kerja
4) Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun
informal
13
b. Menentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah
esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu
dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang
mencakup:
1) Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara
kronologis
2) Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan
3) Bahan yang diproduksi
4) Materi (bahan baku) yang digunakan
5) Jumlah pajanannya
6) Pemakaian alat perlindungan diri (masker)
7) Pola waktu terjadinya gejala
8) Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa)
9) Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan ( MSDM, label, dan
sebagainya)
c. Menentukan apakah pajanan memang dapat menyebabkan penyakit tersebut
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat
bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan
tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat
ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung,
d. Menentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untukdapat mengakibatkan
penyakit tersebut
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka
pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan
membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis
penyakit akibat kerja.
e. Menentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaan yang dapat
mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD? Riwayat adanya pajanan serupa
sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan
14
(riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan
yang dialami.
f. Mencari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita
mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit? Meskipun
demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab
di tempat kerja.
g. Membuat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan
berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah
disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu
penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada
sebelumnya. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila
tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita
penyakit tersebut pada saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan
apabila penyakit telah ada pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi
pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit. Dari uraian di atas
dapat dimengerti bahwa untuk menegakkan diagnosis Penyakit Akibat Kerja diperlukan
pengetahuan yang spesifik, tersedianya berbagai informasi yang didapatbaik dari
pemeriksaan klinis pasien, pemeriksaan lingkungan di tempat kerja (bila memungkinkan),
dan data epidemiologis.
Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh seperti berikut ini:
15
Faktor bahaya di tempat kerja
Perilaku kerja yang baik
Olahraga
Gizi
b. Pencegahan Skunder-Specifict Protectio
Pengendalian melalui perundang-undangan
Pengendalian administratif/organisasi: rotasi/pembatas jam kerja
Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, alat pelindung diri (APD)
Pengendalian jalur kesehatan imunisasi
c. Pencegahan Tersier
Pemeriksaan kesehatan pra-kerja
Pemeriksaan kesehatan berkala
Pemeriksaan lingkungan secara berkala
Surveilans
Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja
Pengendalian segera ditempat kerja
Dalam pengendalian penyakit akibat kerja, salah satu upaya yang wajib dilakukan adalah
deteksi dini, sehingga pengobatan bisa dilakukan secepat mungkin. Dengan demikian, penyakit
bisa pulih tanpa menimbulkan kecacatan. Sekurang-kurangnya, tidak menimbulkan kecacatan
lebih lanjut Pada banyak kasus, penyakit akibat kerja bersifat berat dan mengakibatkan cacat.
Disamping itu perubahan awal seringkali bisa pulih dengan penanganan yang tepat.
Karena itulah deteksi dini penyakit akibat kerja sangat penting. Sekurang-kurangnya ada tiga hal
menurut WHO yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam deteksi dini yaitu:
16
a. Perubahan biokimiawi dan morfologis yang dapat di ukur melalui analisis laboraturium.
Misalnya hambatan aktifitas kolinesterase pada paparan terhadap pestisida organofosfat,
penurunan kadar hemoglobin (HB), sitologi sputum yang abnormal, dan sebagainya.
b. Perubahan kondisi fisik dan sistem tubuh yang dapat dinilai melalui pemeriksaan fisik
laboraturium. Misalnya elektrokardiogram, uji kapasitas kerja fisik, uji saraf, dan sebagainya.
c. Perubahan kesehatan umum yang dapat dinilai dari riwayat medis. Misalnya rasa kantuk dan
iritasi mukosa setelah paparan terhadap pelarut-pelarut organik.
Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh yaitu
pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan kesehatan ini meliputi:
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha, kesehatan
dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif terhadap timbulnya
kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3
diawali dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari
dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja
dan penyakit akibat hubungan kerja.
Peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja adalah menjadi
melalui pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang
meliputi pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus. Untuk mencegah
terjadinya kecelakaan dan sakit pada tempat kerja dapat dilakukan dengan penyuluhan tentang
kesehatan dan keselamatan kerja.
18
B. Saran
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit dan
kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau
negara olehnya itu kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola secara maksimal bukan saja
oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Amrine, Harold T, dkk. 1986. Manajemen dan Organisasi Produksi. Jakarta: Erlangga Gary,
Dessler. 1984. Manajemen Personalia. Jakarta: Erlangga.
Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan
Kerja. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Silalahi, Bennett N.B. [dan] Silalahi, Rumondang. 1991. Manajemen keselamatan dankesehatan
kerja:Pustaka Binaman Pressindo.
19