[go: up one dir, main page]

0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
917 tayangan15 halaman

Makalah Keteknikan Kehutanan

BY WA 082293762803

Diunggah oleh

Rendi Tongkad,SE.
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
917 tayangan15 halaman

Makalah Keteknikan Kehutanan

BY WA 082293762803

Diunggah oleh

Rendi Tongkad,SE.
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ilmu keteknikan kehutanan dapat didefinisikan sebagai bagian dari ilmu manajemen
hutan yang mempelajari tentang teknik-teknik pembuatan jalan hutan dan prasarana fisik
lainnya seperti jembatan, gorong-gorong, base camp, dan lain-lain. Ilmu keteknikan
kehutanan dimaksudkan untuk merencanakan, membangun, dan memelihara jalan angkutan
dan bangunan fisik lainnya yang berkaitan erat dengan kegiatan pengelolaan sumberdaya
hutan. Pembangunan jalan angkutan untuk keperluan pemanenan hasil hutan dimaksudkan
untuk memperlancar segala jenis aktivitas dalam kegiatan pengusahaan hutan alam seperti di
Area HPHA dan HPHTI. Sedangkan pembangunan jalan angkutan untuk keperluan
pengelolaan/pembinaan kawasan hutan, standarisasi pembangunannya disesuaikan dengan
standarisasi jalan raya. Perbedaan standarisasi pada kedua jalan angkutan tersebut didasarkan
pada jenis kendaraan yang melewatinya. Dalam ilmu keteknikan kehutanan akan dibahas
mengenai aspek perencanaan, pembuatan dan pemeliharaan jalan angkutan serta bangunan
prasarana fisik pendukung lainnya seperti pembuatan trase jalan. Penetapan trase jalan hutan
sangat menentukan pekerjaan-pekerjaan selanjutnya dalam pembangunan jalan hutan,
terutama yang berhubungan dengan biaya dan tenaga serta material bangunan jalan yang
tersedia. Pada prinsipnya jalan hutan sangat ditentukan oleh jenis usaha kehutanan yang akan
dikerjakan.

B. TUJUAN DAN KEGUNAAN


Tujuan dilaksanakannya praktek dalam mata kuliah Keteknikan kehutanan yaitu agar
praktikan mengetahui cara penentuan trase jalan. Kegunaan dilaksanakannya praktek ini
adalah untuk memberikan pengetahuan kepada praktikan tentang cara penentuan trase jalan
pada hutan alam.

1
BAB II
PEMBAHASAN
KETEKNIKAN KEHUTANAN

A. TINJAUAN PUSTAKA
Kemajuan teknologi di bidang pengusahaan hutan, terutama dalam hubungannya
dengan pembukaan wilayah hutan (PWH), membutuhkan pula beberapa penyesuaian dalam
perencanaan infrastruktur transportasi hutan lalu lintas dan sebagainya. Dalam perencanaan
jalan hutan dibutuhkan pengetahuan tentang kesesuaian alat-alat eksploitasi hutan yang
makin lama makin besar tuntutan kepada pengelolaan hutan yang ramah lingkungan menuju
terwujudnya pengelolaan hutan lestari. Disamping kesesuaian alat-alat transportasi,
perencanaan jalan jalan hutan juga juga harus mencari jarak terpendek dengan persyaratan
tanjakan dan belokan serta tonase muatan yang akan membaninya sesuai standarisasi yang
telah ditetapkan. Pembuatan trase jalan untuk keperluan pengangkutan hasil hutan tidak lain
merupakan bagian dari perencanaan pembuatan jalan hutan, baik pada pembangunan hutan
tanaman (HTI, HKm atau hutan tanaman lainnya), juga untuk pengusahaan hutan alam
(HPHA). Pembuatan trase jalan hutan sangat berbeda dengan pembuatan trase jalan pada
jalan raya. Di bidang kehutanan pembuatan trase jalan disesuaikan dengan jenis usaha
kehutanan yang akan dikerjakan, pembuatan trase jalan hutan pada kegiatan pengusahaan
hutan alam penekanannya lebih berat kepada jenis-jenis alat pemanenan yang akan
melewatinya.

B. KETEKNIKAN DAN PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN


1. Ruang Lingkup Pembukaan Wilayah Hutan
Ruang lingkup pembukaan wilayah hutan adalah pemanenan hasil hutan baik kayu
maupun non kayu, ekonomi barang maupun jasa, dan ekologi hutan dimana dengan adanya
keteknikan dan pembukaan wilayah hutan, maka diharapkan penataan hutan pengawasan dan
pemeliharaannya dapat dilakukan seefektif dan seefisien mungkin.

2. Teori yang berkaitan dengan PWH :


Dalam pengolahan hutan dikenal beberapa teori yang mendasari segala aktifitas
pengolahan hutan. Adapun teori tersebut antara lain yaitu :

a. Teori Von Thunen

2
Teori von thunen ini merupakan teori yang berdasarkan pada kemampuan suatu
wilayah untuk dapat di akses oleh kendaraan yang berpengaruh pada sewa lahan yang
bergantung pada faktor jarak, dimana jarak akan mempengaruhi biaya produksi yang mana
dikeluarkan untuk transportasi menuju daerah atau wilayah yang akan di akses sehingga
menentukan sewa lahan.

b. Teori Ricardian
Teori Ricardian ini dikenal pula dengan teori kesuburan tanah adalah teori yang
menjelaskan dimana sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pembukaan wilayah hutan
(PWH) berdasarkan pada intensitas pemanfaatan lahan.

c. Teori Managemen Regim


Teori Managemen Regim merupakan teori yang menyatakan tentang konsep dalam
pengembangan wilayah pemanenan hutan yang menjadikan kota sebagai sektor basis atau
industri pengolahan hutan.

d. Teori IUCN
Dalam pengolahan Hutan Tanaman Rakyat ini teori yang di gunakan adalah teori
managemen regim. Dilihat dari dasar teori ini yang menyatakan bahwa konsep dalam
pengembangan wilayah pemanenan hutan yang menjadikan kota sebagai sektor basis atau
industri pengolahan hutan, maka jelaslah bahwa teori inilah yang paling tepat untuk
pengolahan Hutan Tanaman Rakyat ( HTR ).
Secara geografis Kabupaten Bantaeng terletak pada titik 5o21'23"-5o35'26" lintang
selatan dan 119o51'42"-120o5'26" bujur timur. Berjarak 125 Km kearah selatan dari Ibukota
Propinsi Sulawesi Selatan. Luas wilayahnya mencapai 395,83 Km2 dengan jumlah penduduk
170.057 jiwa (2006) dengan rincian Laki-laki sebanyak 82.605 jiwa dan perempuan 87.452
jiwa. Terbagi atas 8 kecamatan serta 46 desa dan 21 kelurahan. Pada bagian utara daerah ini
terdapat dataran tinggi yang meliputi pegunungan Lompobattang. Sedangkan di bagian
selatan membujur dari barat ke timur terdapat dataran rendah yang meliputi pesisir pantai dan
persawahan.
Kabupaten Bantaeng yang luasnya mencapai 0,63% dari luas Sulawesi Selatan, masih
memiliki potensi alam untuk dikembangkan lebih lanjut. Lahan yang dimilikinya ± 39.583
Ha. Di Kabupaten Bantaeng mempunyai hutan produksi terbatas 1.262 Ha dan hutan lindung
2.773 Ha. Secara keseluruhan luas kawasan hutan menurut fungsinya di kabupaten Bantaeng
sebesar 6.222 Ha (2006).

3
Karena sebagian besar penduduknya petani, maka wajar bila Bantaeng sangat
mengandalkan sektor pertanian. Masuk dalam pengembangan Karaeng Lompo, sebab
memang jenis tanaman sayur-sayurannya sudah berkembang pesat selama ini. Kentang
adalah salah satu tanaman holtikultura yang paling menonjol. Data terakhir menunjukkan
bahwa produksi kentang mencapai 4.847 ton (2006). Selain kentang, holtikultura lainnya
adalah kool 1.642 ton, wortel 325 ton dan buah-buahan seperti pisang dan mangga.
Perkembangan produksi perkebunan, khususnya komoditi utama mengalami peningkatan
yang cukup berarti.
Industri-industri yang berkembang antara lain adalah industri pembersih biji kemiri,
pembuatan gula merah, pertenunan godongan, pembuatan perabot rumah tangga dari kayu,
anyaman bambu atau daun lontar dan lain-lain.

C. KONSEP PENGUSAHAAN HUTAN (HTR, HUTAN DESA, HPH, HTI, HKM,


TAMAN NASIONAL)
1. Hutan Tanaman Rakyat
Hutan Tanaman Rakyat adalah hutan tanaman yang dibangun oleh kelompok
masyarakat di kawasan hutan produksi dengan pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan-Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHKHTR) dengan jangka waktu paling lama 100 tahun.
Pengertian Hutan Tanaman Rakyat (HTR) secara historis adalah merupakan penyempurnaan
dari pola dan kelembagaan hutan tanaman yang telah ada seperti Hutan Tanaman Industri
(HTI), Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan Rakyat (HR).

2. Hutan Tanaman Industri


Hutan tanaman industri yang selanjutnya disingkat HTI adalah hutan tanaman pada
hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk meningkatkan potensi
dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi
kebutuhan bahan baku industri hasil hutan (PP 6/2007 bab 1 pasal 1:18).

3. Hutan Kemasyarakatan
Hutan kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan
untuk memberdayakan masyarakat (PP 6/2007 bab 1 pasal 1: 23). Hutan kemasyarakatan
(HKm), adalah hutan rakyat yang dibangun di atas lahan-lahan milik negara, khususnya di
atas kawasan hutan negara. Dalam hal ini, hak pengelolaan atas bidang kawasan hutan itu
diberikan kepada sekelompok warga masyarakat, biasanya berbentuk kelompok tani hutan
atau koperasi yang tidak dibebani hak.

4
4. Hutan Rakyat
Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik
maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0,25 Ha, penutupan tajuk tanaman
kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50 %. Hutan rakyat merupakan hutan-hutan
yang dibangun dan dikelola oleh rakyat, kebanyakan berada di atas tanah milik atau tanah
adat, meskipun ada pula yang berada di atas tanah negara atau kawasan hutan negara.

5. Hutan Desa
Masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan mendapat akses legal untuk
mengelola hutan negara dimana mereka hidup dan bersosialisasi. Hutan negara yang dapat
dikelola oleh masyarakat pedesaan disebut Hutan Desa. Pemberian akses ini dituangkan
dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.49/Menhut-II/2008, tentang Hutan Desa,
yang ditetapkan pada tanggal 28 Agustus 2008. Adapun kawasan hutan yang dapat ditetapkan
sebagai areal kerja hutan desa adalah hutan lindung dan hutan produksi yang belum dibebani
hak pengelolaan atau ijin pemanfaatan serta berada dalam wilayah administrasi desa yang
bersangkutan. Penetapan areal kerja hutan desa dilakukan oleh Menteri Kehutnan
berdasarkan usulan bupati atau walikota. Mengacu pada penjelasan UU 41/1999 tentang
Kehutanan, khususnya pada penjelasan pasal 5, hutan desa adalah hutan negara yang
dimanfaatkan oleh desa untuk kesejahteraan masyarakat desa.

6. Hutan Adat
Undang-Undang Kehutanan menyatakan bahwa hutan merupakan kekayaan alam
yang dikuasai negara yang akan digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Pemerintah yang
mewakili negara, berwenang menetapkan status hutan termasuk menetapkan satu wilayah
sebagai hutan adat. Dalam Undang-undang No. 41 Tahun 1999, Hutan Adat adalah hutan
negara yang berada dalam wilayah adat yang pengelolaannya diserahkan pada masyarakat
hukum adat. Berarti, masyarakat adat tidak diakui kepemilikannya tetapi dapat memperoleh
hak mengelola dan memanfaatkan hutan sebagai hutan adat. Dan pemerintahlah yang
berwewenang memberikan hak itu, melalui proses pengakuan Masyarakat Adat yang masih
hidup. Hutan adat adalah kawasan hutan yang berada di dalam wilayah adat yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari siklus kehidupan komunitas adat penghuninya. Pada
umumnya komunitas-komunitas masyarakat adat penghuni hutan di Indonesia memandang
bahwa manusia adalah bagian dari alam yang harus saling memelihara dan menjaga
keseimbangan dan harmoni. Penghancuran pranata-pranata adat dalam pengelolaan hutan
adat secara sistematis lewat berbagai kebijakan dan hukum yang dikeluarkan Rejim

5
Pemerintahan Orde Baru selama lebih dari 3 dasawarsa tidak sepenuhnya berhasil. Banyak
studi yang telah membuktikan bahwa sebagian besar masyarakat adat di Indonesia masih
memiliki kearifan adat dalam pengelolaan sumberdaya alam. Sistem-sistem lokal ini berbeda
satu sama lain yang berkembang dan berubah secara evolusioner sesuai kondisi sosial budaya
dan tipe ekosistem setempat.

7. Hak Pengusahaan Hutan


Hak Pengusahaan Hutan (HPH) adalah izin yang diberikan untuk melakukan
pembalakan mekanis diatas hutan alam yang dikeluarkan berdasarkan Peraturan pemerintah
No. 21 Tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan. Pada
waktu yang bersamaan, sistem budaya hutan disempurnakan melalui penerbitan Pedoman
Tebang Pilih Indonesia, yang kemudian disempurnakan lagi menjadi Tebang Pilih Tanam
Indonesia.
Dahulu hutan hanya berfungsi dalam menyediakan kayu bakar dan sebaai gudang
kayu konstruksi rumah serta pertambangan. Setelah menuju era industri, hutan mulai
difungsikan sebagai penghasil bahan baku kebutuhan-kebutuhan, seperti kertas, kayu lapis,
bantalan kereta api, sandang dari rayon dan lain-lain. Bahkan sekarang fungsi hutan semakin
meluas menjadi :
a. Hutan lindung, yang menjaga kelestarian tanah dan tata air wilayah.
b. Suaka alam, yang melestarikan kehidupan tumbuhan dan hewan langka, sekaligus untuk
pengembangan ilmu, kepentingan kebudayaan, estetika, dan juga rekreasi.
c. Hutan produksi, yang menghasilkan kayu dan non kayu, seperti hasil industri kayu yang
disamak serta obat-obaan.

Walaupun demikian, fungsi utama hutan tidak akan pernah berubah, yakni untuk
menyelenggarakan keseimbangan oksigen dan karbon dioksida serta untuk mempertahankan
kesuburan tanah, keseimbangan tata air wilayah dan kelestarian daerah dari bahaya erosi.

8. Hutan Lindung
Air mempunyai peranan sangat penting dalam kehidupan sehari-hari untuk keperluan
air minum, pertanian, perikanan, industri dan sarana produksi lainnya. Pengelolaan
sumberdaya air tak terlepas dari pengelolaan sumberdaya lainnya dalam Daerah Aliran
Sungai (DAS). Dalam hal ini DAS diartikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan
kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara

6
alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan
daerah pantai yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Hutan lindung (protection forest) adalah kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah atau kelompok masyarakat tertentu untuk dilindungi, agar fungsi-fungsi
ekologisnya --terutama menyangkut tata air dan kesuburan tanah tetap dapat berjalan dan
dinikmati manfaatnya oleh masyarakat di sekitarnya. Undang-undang RI no 41/1999 tentang
Kehutanan menyebutkan
“Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah”.
Dari pengertian di atas tersirat bahwa hutan lindung dapat ditetapkan di wilayah hulu
sungai (termasuk pegunungan di sekitarnya) sebagai wilayah tangkapan hujan (catchment
area), di sepanjang aliran sungai bilamana dianggap perlu, di tepi-tepi pantai (misalnya pada
hutan bakau), dan tempat-tempat lain sesuai fungsi yang diharapkan.
Dalam hal ini, undang-undang tersebut juga menjelaskan bahwa yang dimaksud
sebagai kawasan hutan dalam pengertian di atas adalah :
“Wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap”.
Manfaat dari Hutan lindung semakin nyata dirasakan saat ini. Apalagi dengan
terjadinya bencana alam dimana-mana, akibat dari pengundulan dan pengrusakan hutan.
Selain bencana alam seperti banjir dan tanah longsor pada musim hujan, pada musim
kemarau terjadi kekeringan di beberapa tempat. Manfaat hutan Lindung dapat berupa
pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan
kayu.
Usaha pemanfaatan dan pemungutan di hutan lindung dimaksudkan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus menumbuhkan kesadaran masyarakat
untuk menjaga dan meningkatkan fungsi lindung, sebagai amanah untuk mewujudkan
keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan bagi generasi sekarang dan generasi yang
akan datang.
Sedangkan Fungsi Pokok dari Hutan lindung adalah sebagai kawasan perlindungan
sistem penyangga kehidupan untuk :
1. Mengatur tata air,
2. Mencegah banjir,
3. Mengendalikan erosi,

7
4. Mencegah intrusi air laut, dan
5. Memelihara kesuburan tanah.

Dari manfaat dan fungsi di atas dapat dilihat betapa pentingnya hutan lindung untuk
dijaga dan dipelihara. Dalam pengelolaannya harus sebijak mungkin agar semua kepentingan
pihak dapat terwujud terutama masyarakat di sekitar hutan.
Di dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1998 Tentang Penyerahan Sebagian
Urusan Pemerintahan, Pengelolaan hutan lindung diserahkan kepada Kepala Daerah Tingkat
II di dalam Kabupaten dan Kota.
Kegiatan-kegiatan pengelolaan hutan lindung mencakup :
1. Kegiatan pemancangan batas,
2. Pemeliharaan batas,
3. Mempertahankan luas dan fungsi,
4. Pengendalian kebakaran,
5. Reboisasi dalam rangka rehabilitasi lahan kritis pada kawasan hutan lindung, dan
6. Pemanfaatan jasa lingkungan.

9. Hutan Produksi
Pengertian dan Definisi dari Hutan Produksi adalah areal hutan yang dipertahankan
sebagai kawasan hutan dan berfungsi untuk menghasilkan hasil hutan bagi kepentingan
konsumsi masyarakat, industri dan eksport. Hutan ini biasanya terletak di dalam batas-batas
suatu HPH (memiliki izin HPH) dan dikelola untuk menghasilkan kayu. Dengan pengelolaan
yang baik, tingkat penebangan diimbangi dengan penanaman dan pertumbuhan ulang
sehingga hutan terus menghasilkan kayu secara lestari. Secara praktis, hutan-hutan di
kawasan HPH sering dibalak secara berlebihan dan kadang ditebang habis.
Hutan produksi dapat dibagi menjadi hutan produksi tetap (HP), Hutan Produksi
Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK).
Hutan Produksi Tetap (HP) merupakan hutan yang dapat dieksploitasi dengan
perlakuan cara tebang pilih maupun dengan cara tebang habis.
Hutan Produksi Terbatas (HPT) merupakan hutan yang hanya dapat dieksploitasi
dengan cara tebang pilih. Hutan Produksi Terbatas merupakan hutan yang dialokasikan untuk
produksi kayu dengan intensitas rendah. Hutan produksi terbatas ini umumnya berada di
wilayah pegunungan di mana lereng-lereng yang curam mempersulit kegiatan pembalakan.

8
Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi (HPK)
a. Kawasan hutan dengan faktor kelas lereng jenis, tanah dan intensitas hujan setelah
masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai nilai 124 atau kurang di
luar hutan suaka alam dan hutan pelestarian alam
b. Kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pengembangan
transmigrasi, permukiman pertanian dan perkebunan

D. BENTUK PENGUSAHA HUTAN


1. Agroforestry
Agroforestry adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi
penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan
mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu dll.) dengan tanaman
pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan
atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen
yang ada.
Kawasan bengo-bengo termaksud kawasan agroforesty karena di dalam kawasan
tersebut terdapat tanaman kehutanan dan pertanian, agroforestry merupakan kombinasi dari
tanaman kehutanan. Beberapa ciri penting agroforestri yang dikemukakan oleh Lundgren dan
Raintree, (1982) adalah :
1. Agroforestri biasanya tersusun dari dua jenis tanaman atau lebih (tanaman dan/atau
hewan). Paling tidak satu di antaranya tumbuhan berkayu.
2. Siklus sistem agroforestri selalu lebih dari satu tahun.
3. Ada interaksi (ekonomi dan ekologi) antara tanaman berkayu dengan tanaman tidak
berkayu.
4. Selalu memiliki dua macam produk atau lebih (multi product), misalnya pakan ternak,
kayu bakar, buah-buahan, obat-obatan.
5. Minimal mempunyai satu fungsi pelayanan jasa (service function), misalnya
pelindung angin, penaung, penyubur tanah, peneduh sehingga dijadikan pusat
berkumpulnya keluarga/masyarakat.
6. Untuk sistem pertanian masukan rendah di daerah tropis, agroforestri tergantung pada
penggunaan dan manipulasi biomasa tanaman terutama dengan mengoptimalkan
penggunaan sisa panen.
7. Sistem agroforestri yang paling sederhanapun secara biologis (struktur dan fungsi)
maupun ekonomis jauh lebih kompleks dibandingkan sistem budidaya monokultur.

9
2. Hutan Budidaya
Telah diketahui bagaimana hutan secara umum, yang dimaksud kawasan hutan adalah
kawasan yang berhutan maupun yang tidak berhutan dan telah ditetapkan untuk dijadikan
hutan tetap. Hutan tetap adalah hutan, baik yang sudah ada tanamannya maupun yang akan
ditanam atau tumbuh secara alami di dalam kawasan hutan.
Menurut definisi hutan itu bukan hanya sekumpulan individu pohon, tetapi sebagai
masyarakat tumbuhan yang kompleks, terdiri atas pepohonan, semak, tumbuhan bawah, jasad
renik tanah, dan hewan. Satu sama lain saling mengikat dalam hubungan yang bergantungan.
Untuk dapat disebut sebagai hutan, sekelompok pepohonan harus mempunyai tajuk yang
cukup rapat, sehingga merangsang pemangkasan alami dengan cara menaungi ranting dan
dahan di bagian bawah, serta menghasilkan tumpukan bahan organik (seresah) yang sudah
ternaungi maupun yang belum. Di dalam kawasan tersebut terdapat unsur-unsur lain yang
bersatu misalnya tumbuhan yang lebih kecil dan bebagai bentuk kehidupan fauna.
Suatu lapangan yang ditumbuhi pepohonan dikatakan sebagai hutan apabila luas
minimum lapangan yang ditumbuhi pohon sekitar ¼ hektar. Hutan seluas itu sudah dapat
mencapai suatu keseimbangan persekutuan hidup yang diperlukan sehingga mampu
memberikan manfaat produksi, perlindungan, pengaturan tata air, maupun pengaruh terhadap
iklim.
Kehutanan itu dapat dikatakan sebagai ilmu, seni, dan praktik mengurus sumber daya
hutan serta mengelola sumber daya hutan secara lestari agar bermanfaat untuk manusia
(Kardi dkk., 1992:7). Jika di lihat dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 dituliskan
bahwa kehutanan ialah sistem pengurusan yang bersangkutan dengan hutan, kawasan hutan
dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Pengurusan hutan bertujuan untuk
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dan lestari untuk kemakmuran rakyat seperti
yang telah diberitakan bahwa terjadinya global warming dikarenakan penggundulan hutan
secara liar.
Penerapan pengurusan hutan diantaranya sebagai berikut: a) Perencanaan kehutanan
yang dimaksudkan untuk memberikan pedoman dan arah yang menjamin tercapainya tujuan
penyelenggaraan kehutanan. Perencanaan kehutanan mencakup inventarisasi hutan,
pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan
hutan, dan penyusunan rencana kehutanan; b) Pengelolaan hutan yang mencakup kegiatan
tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan pengunaan
kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi
alat; c) Penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan.

10
Penelitian dan pengembangan kehutanan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
pengurusan hutan dalam mewujudkan pengelolaan hutan secara lestari dan peningkatkan nilai
tambah hasil hutan. Pendidikan dan latihan bertujuan untuk membentuk sumber daya
manusia yang menguasai dan mampu memanfaatkan serta mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam pengurusan hutan secara adil dan lestari. Adapun
penyuluhan kehutanan bertujuan untuk meningkatakan pengetahuan dan keterampilan serta
untuk mengubah sikap dan perilaku masyarakat agar dapat dan mampu mendukung
pembangunan kehutanan dengan kesadaran yang tinggi akan pentingnya sumber daya hutan
untuk kehidupan manusia; d) Pengawasan kehuanan yang dimaksudkan untuk mencermati,
menelusuri, dan menilai pelaksanaan pengurusan hutan, sehingga tujuannya dapat tercapai
maksimal dan sekaligus merupakan umpan balik bagi perbaikan dan penyempurnaan
pengurusan hutan dimasa mendatang.
Dengan penerapan pengurusan hutan tersebut berkaitan erat dengan aspek
pengelolaan dan di dalamnya terdapat rangkaian kegiatan yang dilakukan berdasarkan ilmu
pengetahuan dan pengalaman untuk menjamin serta mempertinggi pemanfaatan hutan secara
lestari. Kelestarian hutan mengandung makna yang luas karena mencakup kelestarian
ekosistem hutan dan fungsinya untuk kehidupan seluruh masyarakat, itu berarti bahwa semua
komponen pembentuk ekosistem hutan harus ada dalam kondisi yang sempurna agar fungsi
hutan menjadi sempurna. Salah satu komponen ekosistem hutan berupa tetumbuhan yang
harus didominasi oleh pepohonan. Oleh karena itu, wujud hutan sangat bergantung kepada
keberadaan komunitas tumbuhannya.
Untuk memulihkan kondisi hutan yang rusak (tidak bervegetasi sempurna) diperlukan
kegiatan rehabilitasi lahan dalam kawasan hutan. Dalam kaitannya dengan kegiatan
rehabilitasi lahan dalam kawasan hutan melalui upaya penanaman kembali pepohonan dalam
kawasan hutan. Dalam kaitannya dengan kegatan rehabilitasi lahan hutan, diperlukan
penguasaan aspek budi daya hutan agar tujuan pembangunan hutan dapat tercapai.

E. KOMODITAS YANG AKAN DIHASILKAN HUTAN


Kayu
Kayu adalah bagian batang atau cabang serta ranting tumbuhan yang mengeras karena
mengalami lignifikasi (pengayuan). Kayu digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari
memasak, membuat perabot (meja, kursi), bahan bangunan (pintu, jendela, rangka atap),
bahan kertas, dan banyak lagi. Kayu juga dapat dimanfaatkan sebagai hiasan-hiasan rumah
tangga dan sebagainya. Penyebab terbentuknya kayu adalah akibat akumulasi selulosa dan

11
lignin pada dinding sel berbagai jaringan di batang.Ilmu perkayuan (dendrologi) mempelajari
berbagai aspek mengenai klasifikasi kayu serta sifat kimia, fisika, dan mekanika kayu dalam
berbagai kondisi penanganan.

F. PRASARANA YANG DI BUTUHKAN


1. Jalan sarad
Yang dimaksud “Jalan Hutan” pada tulisan ini, adalah jalan yang dibangun di hutan
untuk melayani tumbuhan hutan dan pemungutannya dikemudian hari. Banyak telah
dipublikasikan tentang desain, konstruksi dan pemeliharaan dari jalan umum/highway, tetapi
sangat sedikit diketahui tentang jalan hutan dalam hubungannya dengan pemungutan hasil
hutan yang harus dilayaninya, tentang kondisinya sehingga dapat memuaskan pekerjaan yang
bersangkutan.
Pemanenan kayu adalah pemanfaatan yang rasional dan penyiapan suatu bahan baku dari
alam menjadi sesuatu yang siap dipasarkan untuk bermacam-macam kebutuhan manusia.
Kawasan hutan pada umumnya merupakan wilayah yang terletak di pegunungan atau daerah
rendah yang berbukit-bukit sehingga kebanyakan mempunyai topografi miring sampai terjal.
Dalam klasifikasi hutan yang mendetail, luas minimum masing-masing tipe hutan harus
ditetapkan secara tepat. Pembagian yang terlalu kecil justru mengurangi manfaat klasifikasi
karena akan mempersulit penyelesaian data dan perencanaan. Klasifikasi hutan secara garis
besar biasanya bermanfaat untuk perencanaan makro. Untuk menyusun rencana operasional
diperlukan klasifikasi yang lebih rinci (Arief, 2001). Jalan sarad sangat diperlukan didalam
pekerjaan penyaradan. Yang dimaksud dengan penyaradan adalah kegiatan pemindahan log
dari tunggak ketempat pengumpulan kayu (TPN/landing). Jalan sarad merupakan jalur
didalam pengangkutan kayu dari lokasi tunggak ketempat pengumpulan kayu. Jalan sarad
hanya dapat dilalui sebanyak empat trip, hal ini dilakukan agar kualitas tanah tidak rusak
akibat seringnya jalan tersebut dilalui pleh kendaraan. Apabila jalan sarad ini dilalui lebih
dari empat trip kemungkinann besar traktor yang mengangkut log akan terperangkap di dalam
hutan akibat kerusakan jalan.

2. Tempat Penampungan
Kegiatan pemungutan hasil hutan adalah semua pekerjaan yang berkaitan dengan
pelaksanaan penyiapan pohon yang masih berdiri sehingga bisa dibawa keluar dalam bentuk
kayu utuh atau berupa potongan – potongan ke tempat pengumpulan sementara (TPn)

12
maupun tempat penumpukan kayu (TPK). Kegiatan pemungutan hasil hutan secara garis
besar dibagi menjadi dua macam kegiatan yaitu (Haryanto, 1987) :
1. Kegiatan yang bersangkut paut dengan masalah bagaimana penyiapan pohon agar dapat
dipindahkan dari petak tebangan.
2. Kegiatan yang berkaitan dengan masalah pengangkutan pohon itu sendiri setelah
ditebang, dimana kegiatan ini bisa berlangsung di dalam hutan maupun di luar hutan.
Menurut Brown (1958) bahwa kegiatan pemungutan hasil hutan terdiri dari :
1. Penebangan dan pembagian batang.
2. Minor transportasion. Kegiatan ini sering disebut penyaradan yaitu pengangkutan dari
blok/petak tebangan menuju TPn.
3. Major transportasion, disini terjadi kegiatan pengangkutan kayu dari TPn menuju TPK
maupun halaman pabrik pengelolaan kayu.

G. LANDASAN TEORI YANG DIGUNAKAN

Pasal 1
Dalam Keputusan Presiden ini yang dimaksud dengan :
1. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai
sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan.
2. Pengelolaan Kawasan Lindung adalah upaya penetapan, pelestarian dan pengendalian
pemanfaatan kawasan lindung
3. Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu
memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai
pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah.
4. Kawasan bergambut adalah kawasan yang unsur pembentuk tanahnya sebagian besar
berupa sisa-sisa bahan organik yang tertimbun dalam waktu yang lama.
5. Kawasan Resapan air adalah daerah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk
meresapkan air hujabn sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuifer) yang
berguna sebagai sumber air.
6. Sempadan Pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat
penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai.

13
7. Sempandan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai
buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
8. Kawasan Sekitar Danau/Waduk adalah kawasan tertentu di sekeliling danau/waduk yang
mmepunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau/waduk.

14
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
a. Ilmu keteknikan kehutanan dapat didefinisikan sebagai bagian dari ilmu manajemen
hutan yang mempelajari tentang teknik-teknik pembuatan jalan hutan dan prasarana
fisik lainnya seperti jembatan, gorong-gorong, base camp, dan lain-lain. Ilmu
keteknikan kehutanan dimaksudkan untuk merencanakan, membangun, dan
memelihara jalan angkutan dan bangunan fisik lainnya yang berkaitan erat dengan
kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan.

b. Hak Pengusahaan Hutan (HPH) adalah izin yang diberikan untuk melakukan
pembalakan mekanis diatas hutan alam yang dikeluarkan berdasarkan Peraturan
pemerintah No. 21 Tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan
Hasil Hutan.

c. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

2. Saran
Saran saya sebagai penyusun makalah ini, agar ada baiknya tugas Makalah yang
ditugaskan pada saya dapat menjadi karya ilmiah yang bisa menjadi salah satu
penunjang atau pendukung di dalam pemahaman secara teori Mata Kuliah Pengantar
Keteknikan Kehutanan.

15

Anda mungkin juga menyukai