[go: up one dir, main page]

0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
310 tayangan4 halaman

Catatan Kelluarga

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 4

Segala puji bagi Allah taala Tuhan sekalian alam.

Shalawat serta salam kami haturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad Saw, Nabi pembawa rahmat bagi sekalian alam. Amma badu. Kajian serta penelitian yang saya lakukan di bawah ini, tidak bertujuan lain kecuali dalam rangka memelihara serta melestarikan keturunan beliau Saw. Karena saya pribadi tahu bahwa Nabi saw bersabda: barang siapa yang menisbahkan dirinya kepada selain ayahnya, maka dia telah kufur. Oleh karenanya, kami sebagai wakil dari keluarga ashalaybiyah alydrus Pacitan meminta keterangan yang sejelasjelasnya tentang masalah keluarga kami. Kami tidak mau masalah ini digantung sebagaimana keadaan yang kami alami puluhan tahun yang lalu serta untuk menghindarkan diri kami dari ancaman hadits di atas. Semoga kajian di bawah ini dapat dijadikan bahan renungan, baik bagi kantor Rabithah pusat dan beberapa tokoh masyarakat al-Sadah Ali Baalawi. Latar Belakang Masalah Keluarga kami bercerita bahwasanya peristiwa penafian keturunan Habib Muhammmad Alydrus al-Shalaybiyah Madinah terjadi pada tahun 1980-an dan dilakukan oleh Habib Umar bin Mushtafa Alydrus asal Buleleng Denpasar. Menurut berita yang kami dengar, hal tersebut disetujui oleh habib Muhammad bin Husain Alydrus (Habib Neon), dengan alasan tidak adanya catatan keluarga atau dengan kata lain, bahwa Habib Ahmad Pacitan tidak tercatat. Hal tersebut dapat dilihat dalam buku induk Alawiyin yang berjumlah lima belas jilid. Dan perlu diketahui bahwasanya habib Muhammad bin Husain Alydrus meninggal pada tahun 1969 H, sedangkan menurut pengakuan keluarga keributan terjadi sekitar tahun 1980-an. Apa benar Habib Muhammad bin Husain menyetujui hal itu? Wallahu Alam. Sensus Alawiyyin Indonesia mulai tahun 1930-1950 yang diketuai oleh Habib Ali bin Jakfar bin Syaikh al-Segaf dari Palembang yang dibantu oleh beberapa orang pada waktu itu, dan Syajarah Idrusiah. Karena pada buku tersebut nisbah alydrus al-Shailybiyah yang ada di Madinah terhenti kepada Habib Muhammad Alydrus. Di bawah ini adalah beberapa jawaban terhadap tuduhan-tuduhan yang dilancarkaan oleh beberapa kalangan mengenai keluarga ini. Jawaban Pertama, kami mengakui bahwasanya Habib Ahmad Pacitan belum terdaftar dalam catatan buku besar. Hal ini disebabkan karena berdasarkan lauhah yang ditulis Habib Ali bin Jakfar, Nisbah Pacitan pertama kali dibuat tahun 1959 M yaitu Shalih bin Ahmad bin Muhammad al-Shalaiybiyah sebagaimana terlampir di bawah nanti. Sedangkan menurut catatan, Habib Ali bin Jakfar menjabat sebagai ketua Maktab al-Daimi hanya selama 2 tahun, yaitu 1954-1956 M. Dapat diambil kesimpulan bahwa penulisan nasab keluarga pacitan ditulis oleh Habib Ali bin Jakfar setelah beliau menjabat sebagai ketua Maktab al-Daimi. Maka, menjadi sebuah kewajaran apabila Habib Ahmad tidak tercatat dikarenakan beliau ketika itu berdomisili di Pacitan, suatu daerah terpencil di kota Madiun Jawa Timur.

Kedua, penyerahan buku yang ditulis oleh Habib Ali bin Jakfar terjadi pada tahun 1985 M dilakukan oleh cucu beliau, Habib Husain bin Musthafa bin Ali bin Jakfar al-Segaf, dan diterima oleh Ust. Hadi Jawaz dan Ust. Hadi Ahmad al-Segaf. Maka pantas saja jika pada waktu sebelumnya terjadi keributan, sedangkan ketika hal tersebut dikonfirmasi di buku induk, tidak tercatat. Hal ini disebabkan karena buku tersebut belum sempat dipelajari meskipun buku tersebut sudah berada di Maktab al-Daimi. Akan tetapi, setelah al-Jadd Husain bin Shalih bin Ahmad bin Muhammad datang ke maktab al-daimi tahun 1990-an, serta menunjukkan Lauhah atas nama ayahnya tersebut dan dikonfirmasi ke buku tulisan Habib Ali bin jakfar (bukan buku induk), akhirnya merekapun membuatkan buku passport pertama kali untuk keluarga pacitan ini. Dan paspor inipun keluar berkali-kali melalui maktab al-Daimi Rabithah Alawiyyah. Ketiga, persetujuan dari Habib Muhammad bin Husain Alaydrus (Habib Neon) yang konon katanya beliau mengatakan keluarga ini bukan alydrus ada beberapa penafsiran. 1. Alydrus bukan dari keluarga kami adalah bertolak dari silsilah keturunan Pacitan bersambung kepada al-Jad Ali bin Ahmad bin Abdullah alydrus Sahib Shurat (india) sekalipun sama-sama bermuara kepada al-Jadd Syaikh bin Abdullah Alydrus al-Akbar. 2. Karena tidak termaktub dalam buku besar atau induk Alawiyyin dengan alasan penyerahan buku catatan Habib Ali bin Jakfar diserahkan serta dipelajari sepeninggal Habib Muhammad bin Husain Alydrus ( tahun 1985tth). 3. Beliau berbicara secara umum tentang keluarga Shalaybiyah. Karena menurut catatan, Habib Ali Shalaybiyah keluar dari Hadramaut di zaman Habib Abdullah al-Haddad sekitar 300 tahun yang lalu. Oleh karenanya orang Hadhramaut pada waktu membicarakan keluarga ini mungkin sedikit riskan karena beliau sudah tidak ada di Hadrmaut sudah lama sekali. Seperti keluarga Baragbah, yang sudah hijrah ke jambi sejak 250 tahunan. Dan mencatat silsilah ini, sebagaimana terlampir dibawah nanti. Dan perlu diketahui bahwa dalam proses itsbat nasab seseorang, tidak dapat dilakukan dengan proses mukasyafah dan Qil & Qal. Keempat, kami tahu di Indonesia ada propaganda dengan keberadaan dua lembaga nasab yang sama-sama menjadi rujukan alawiyyin, Maktab al-Daimi dari Rabithah Alawiyyah yang diketuai oleh Habib Ahmad bin Muhammad al-Athas dan Naqabatul Asyraf al-Kubra yang diketuai oleh Habib Zainal Abidin bin Segaf alSegaf. Kami tidak berpihak kepada salah satu pihak seperti Naqabatul Asyraf alKubra karena telah mengeluarkan Pasport nasab untuk keluarga kami maupun melakukan justifikasi kepada Maktab al-Daimi karena tidak mengeluarkan nasab keluarga kami, dengan alasan karena tidak tercantum dalam buku besar (induk) sensus alawiyyin tahun 1930-1950 M. Akan tetapi, yang kami ingin tanyakan adalah; mengapa maktab al-Daimi yang sudah mengambil keputusan dengan merujuk kepada tiga kitab. 1) Syajarah Alawiyyah/Syams al-Dzahirah karya habib Abdurrahman al-Masyhur, 2) Buku tulisan Habib Ali bin Jakfar yang berjumlah tiga

jilid dan 3) Buku Besar (Induk) sensus Alawiyyin 1930-1950 M. Seakan-akan dengan alasan tersebut melakukan inkonsistensi terhadap pendapat serta keputusan yang telah mereka buat dan keputusan tersebut terlampir di halaman akhir. Kelima, ada dua alasan yang dibuat-buat oleh beberapa oknum; 1. Alasan pertama: Catatan nasab keluarga yang termaktub dalam buku Habib Ali bin Jakfar bukan tulisan Habib Ali bin jakfar. Di sini, kami minta alasan yang rasional tentang penolakan ini. Karena urusan ini akal. Bukan hanya karena alasan tulisannya ini lebih hitam sedang yang lainnya kurang hitam berarti ini merupakan interpolasi dari Habib Zainal Abidin bin Segaf al-Segaf yang dulu menjabat sebagai ketua maktab al-Daimi. Perlu diperhatikan bahwa Habib Ali bin Jakfar menulis catatannya tahun 1959 M, maka otomatis tulisanya tersebut lebih hitam dan lebih terang dibanding dengan catatan lain yang ditulis sebelumnya. 2. Alasan kedua: Habib Ali bin Jakfar pada waktu itu sudah pikun, terbukti bahwasanya ia memasukkan salah satu keluarga Haddadi yang ada di Surabaya menjadi keluarga al-Haddad. Pertanyaan kami, mana bukti yang valid yang melandasi alasan kedua ini? coba tunjukkan kepada kami yang termaktub dalam buku Habib Ali bin Jakfar bahwa beliau melakukan hal tersebut! Beliau memang tidak mashum sebagaimana para Nabi, akan tetapi untuk menjaga konsistensi berpegangan terhadap tiga buku yang terlampir di akhir sebenarnya lembaga harus menjaga konsistensi tersebut. Keenam, kalau anda perhatikan catatan yang terdapat dalam buku induk ataupun Syajarah Alawiyyah Habib Abdurrahman al-Masyhur serta Syajarah Idrusiyyah setelah tertulis Habib Muhammad Alydrus yang berada di kota Madinah tidak tertulis huruf sebagai kode etik terputusnya sebuah mata rantai keturunan yang memberikan kesimpulan bahwasanya Habib Muhammad mempunyai anak, akan tetapi masih belum ditemukan yang akhirnya ditemukanlah cucunya Shalih bin Ahmad yang pada waktu itu sudah ada di Surabaya pada tahun 1959 M. Ketujuh, hal ini kami tulis bukanlah untuk meminta belas kasihan. Hal ini semata-mata kami lakukan hanya karena kami melihat keluarga ini sudah semakin terkucilkan. Imbasnya, mereka tidak lagi memperhatikan masalah kafaah sebagaimana kasus yang terjadi di beberapa tempat di Surabaya. Sebenarnya, pantang bagi kami meminta simpati, akan tetapi kami punya pandangan bahwa ini merupakan salah satu contoh Shiyanah Li al-Nasab al-Syarif yang sebenarnya harus dilakukan oleh setiap keluarga dalam rangka birrul walidain. Dan yang terpenting apa yang kami sampaikan di atas apabila akan ditanggapai hendaknya ditanggapi secara obyektif, bukan hanya klaim semata. Andaikata anda sekalian cukup dengan hujjah-hujjah yang kami ajukan, hal ini tidak dapat diselesaikan dengan keluarnya buku nasab dari Maktab al-Daimi. Akan tetapi harus dilakukan klarifikasi dengan memberikan pengumuman di cabang-cabang Rabithah Alawiyyah yang ada di Indonesia atau dengan mengumpulkan para orang tua dari kalangan Habaib di daerah-daerah karena masalah ini termasuk masalah yang menjamur dan sudah menjadi bubur. Dan ini merupakan tanggung jawab antum sekalian.

Delapan, pada suatu malam penulis bertamu kesalah seorang Habaib yang alim, setelah itu ia bertanya kepada penulis, nt dari pacitan, penulis jawab ya, kemudian ia bertanya kepada penulis, anda Alydrus, penulis jawab ya, mengapa tidak ada persaudaraan dengan Ust. Fulan, akhirnya penulis-pun terdiam bukan karena tidak mau menjawab, akan tetapi dikarenakan pertanyaan yang memperlihatkan kebodohan si penanya, bagaimana tidak, Nisbah keluarga Alydrus banyak macemnya, satu dengan yang lain berlainan kecuali apabila kembali ke Jadd Abdullah Alydrus al-Akbar, contoh kecil, keluarga Shalaybiyah keturunan dari Syaikh bin Abdullah, Syaikh bin Abdullah punya keturunan dua, shalaybiyah dan ali zainal abiding, dari sinilah mata rantai Habib Neon berhujung. Sekian dari kami, mungkin sudah sepantasnya risalah ini kami beri judun l risalah tadzallum, dikarenakan sudah bertahuh-tahun lamanya kami mendengar akan dimusyawarahkan, namun nyatanya belum ada kejelasan sampai sekarang. Dan maaf, karena persoalan yang tak kunjung selesai ini, reputasi keluarga kami dimanamana sudah menjadi gunjingan, bahkan dipalembang sendiri tempat kelahiran seorang nassabah habib Ali bin Jakfar al-Segaf.

Anda mungkin juga menyukai