[go: up one dir, main page]

0% found this document useful (0 votes)
153 views34 pages

Multikulturalisme Banten Lama

This document summarizes a thesis about multiculturalism and cross-cultural communication between ethnic Chinese and Javanese people in Banten Lama, Indonesia. It discusses the history of different ethnic and religious groups living in Banten Lama, including ethnic Chinese whose culture originated from China. It also describes the Avalokistevara monastery that shows different religions can coexist peacefully. The study aims to describe how cross-cultural communication and multiculturalism are practiced between these groups in regards to religious harmony. It uses theories of intercultural communication, multiculturalism, and pluralism and employs qualitative research methods. The findings show good awareness of and respect for differences, without tensions or conflicts, demonstrating the

Uploaded by

zakijack
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
153 views34 pages

Multikulturalisme Banten Lama

This document summarizes a thesis about multiculturalism and cross-cultural communication between ethnic Chinese and Javanese people in Banten Lama, Indonesia. It discusses the history of different ethnic and religious groups living in Banten Lama, including ethnic Chinese whose culture originated from China. It also describes the Avalokistevara monastery that shows different religions can coexist peacefully. The study aims to describe how cross-cultural communication and multiculturalism are practiced between these groups in regards to religious harmony. It uses theories of intercultural communication, multiculturalism, and pluralism and employs qualitative research methods. The findings show good awareness of and respect for differences, without tensions or conflicts, demonstrating the

Uploaded by

zakijack
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 34

MULTIKULTURALISME DI BANTEN LAMA

(KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA ANTARA ETNIS TIONGHOA DAN


JAWA SERANG DALAM ISU KERUKUNAN UMAT BERAGAMA)

NASKAH PUBLIKASI

Disarikan dari Skripsi yang Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu
Komunikasi pada Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya
Universitas Islam Indonesia

Oleh
NADYA ANNISA
NIM 14321003

Ali Minanto, S.Sos., M.A


NIDN: 0510038001

Program Studi Ilmu Komunikasi


Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya
Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta
2018
MULTIKULTURALISME DI BANTEN LAMA
(KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA ANTARA ETNIS TIONGHOA DAN
JAWA SERANG DALAM ISU KERUKUNAN UMAT BERAGAMA)

Nadya Annisa
Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi FPSB UII,
menyelesaikan studi pada tahun 2018
Ali Minanto
Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi FPSB UII

ABSTRACT:

Nadya Annisa. 14321003. Multiculturalism in Banten Lama (Cross Cultural


Communication Between Ethnic Chinese and Javanese Serang in the Issue
Religious Harmony).Bachelor's Thesis. Communication Studies Program,
Faculty of Psychology and Social and Cultural Sciences, Islamic University of
Indonesia. 2018.
Banten has established a kingdom called the Sultanate of Banten, ethnic
Chinese in Banten has a cultural pattern that comes from China. The
Avalokistevara monastery located in the Kasemen Subdistrict of Banten Lama
proves that different religions can live side by side in peace without conflict. The
formulation of this problem is how the practice of cross-cultural communication
and multiculturalism between ethnic Chinese and Javanese Sserang in the Issue of
Religious Harmony in the Old Banten Region and the purpose of this study is to
describe how the practice of cross-cultural communication and multiculturalism
between ethnic Chinese Java Serang in the Issue of Religious Harmony in Old
Banten Region
The theories used to support this research are intercultural communication,
multiculturalism and pluralism. Research method used by research in conducting
this research is qualitative research with descriptive approach and embrace
constructivism paradigm.The sample is used as a source who became the source
of information focused on community leaders, ethnic Chinese and Javanese
Serang. The selection of resource persons using purposive sampling techniques,
this technique includes those selected on the basis of certain criteria made by
researchers based on research objectives.
This study found that the practice of cross-cultural communication and
multicultural practices between ethnic Chinese and Javanese Attack in the Issue of
Harmony Religious in Banten Lama area is very good with the awareness to
respect each other and respect, the absence of tension generates conflicts that
often occur today is backed by differences religion. The practice is based on the
essential values of multiculturalism namely the value of equality / equity, fairness,
and the value of good-quality social interaction. Community of Kp. Pamarican in
Banten Lama has been able to run the integration and accommodation process by
providing space for life as well as the fulfillment of fundamental rights for the
Chinese residents giving the opportunity to carry out the distinctive cultural
activities such as the Lunar New Year celebration and other big days.

Keywords: Cross Cultural Communication, Religious Harmony,


Multiculturalism,Banten.
PENDAHULUAN
Indonesia adalah bangsa yang majemuk secara etnis, bahasa, dan agama. Khusus
menyangkut aspek agama, di Indonesia terdapat berbagai agama yang diakui
keberadaannya secara sah oleh pemerintah dan dipeluk oleh penduduk bangsa
Indonesia, yaitu Islam, Kristen Katolik, Hindu, Buddha dan Kong Hu Chu. (Penetapan
Presiden No. I/ 1965). Bentuk keragaman identitas tersebut dapat dimaknai dengan
Multikulturalisme.
Menurut Molan (2015 : 33) multikulturalisme berkaitan dengan "budaya"
(kultur) dan "multi" (banyak), multikulturalisme atau keanekaragaman, arti "kultur"
dianggap sinonim dengan "ras" atau "etnisitas. Multikulturalisme didefinisikan adalah
upaya jujur untuk menata masyarakat yang plural (majemuk) menjadi multikulturalistik
yang harmonis sekaligus dinamis karena adanya penghargaan terhadap kebebasan dan
kesetaraan manusia.
Kemajemukan agama merupakan kenyataan yang tidak dapat disangkal, Bangsa
Indonesia ditakdirkan menjadi bangsa yang terdiri dari berbagai suku, adat, istiadat,
seni, budaya dan agama. Keberagaman yang indah ini dengan latar belakang yang
memiliki ciri khas masing-masing, tidak mengurangi maka kesatuan Indonesia. Motto
nasional Bhineka Tunggal Ika yang dipakai oleh Bangsa Indonesia jelas mempertegas
pengajuan adanya kesatuan dalam keberagaman atau keberagaman dalam kesatuan
dalam spectrum kehidupan kebangsaan. Keberagaman etnis yang memang berasal dari
Indonesia sebagai etnis penduduk asli, maupun etnis yang berasal dari keturunan etnis
bangsa lain yang telah menetap di Indonesia secara turun temurun dan menjadi bagian
dari warga negara Indonesia, salah satunya adalah etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa di
Indonesia merupakan hasil dari keturunan bangsa Cina yang merantau ke Indonesia
kemudian menetap dan memiliki keturunan, baik dengan sesama orang Cina, maupun
dengan melakukan pernikahan campur dengan etnis penduduk asli.
Provinsi Banten yang dahulu disebut Banten Lama adalah sebuah pusat
pemerintahan dari Kesultanan Banten yang kawasan tersebut terdiri dari Istana Keraton
Kaibon, Istana Keraton Surosowan, Masjid Agung Banten, Vihara Avalokitesvara,
Benteng Spellwijk, Museum Kepurbakalaan Banten Lama dan Danau Tasik Kardi.
Peninggalan Kesultan Banten tersebut tersebar luas di wilayah Kecamatan Kasemen.
(Sulistyo dan Many,2012 : 4)

5
Ketika Islam masuk di Banten, masyarakatnya sudah mempunyai kebudayaan
yang amat kuat. Jika ditelisik lebih jauh, sebelum Islam berkembang di Banten,
masyarakat Banten masih hidup dalam tata cara kehidupan tradisi prasejarah dan dalam
abad-abad permulaan masehi ketika agama Hindu berkembang di Indonesia, namun
setelah masuknya peradaban Banten tercatat pernah menjadi kerajaan Islam
Kehadiran masyarakat etnis Tionghoa mempunyai sejarah yang panjang di tanah
Banten Lama. Bahkan, bagaimana toleransi antar budaya, antar agama, dan antar
negara dapat tergambarkan melalui kehadiran Vihara Avalokitesvara yang berlokasi di
Desa Banten, Kecamatan Kasemen, Kota Serang. Banten lebih dikenal sebagai
Kawasan Banten Lama. Secara geografis, Kawasan Banten Lama termasuk ke dalam
wilayah Kota Serang. Kota Serang merupakan ibu kota Provinsi Banten. Saat ini, kata
Banten sendiri lebih dikenal sebagai sebutan sebuah provinsi, yakni Provinsi Banten.
Banten merupakan salah satu wilayah yang dinyatakan sebagai sebuah provinsi sejak
pemberlakuan UU Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten.
Provinsi Banten terdiri atas empat kota dan empat kabupaten: Kota Serang, Kabupaten
Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kota Cilegon, Kabupaten
Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan. (Tustiantina, 2017 : 2).
Banten tidak hanya dikenal dengan intelektualitas keulamaannya, tetapi juga dari
segi pewacanaan masa lampau, daerah ini menyimpan segudang sejarah yang banyak.
Daerah yang dikenal dengan permainan tradisional debusnya ini, banyak sekali dibahas
dalam literatur-literatur asing. Claude Guillot, seorang sejarawan dan arkeolog asal
Prancis, tidak bisa menyembunyikan kekagumannya akan kekayaan sumber-sumber
sejarah Banten, ia beruj
sumber-sumber sejarah. Kerajaan ini bukan hanya telah menulis sejarahnya sendiri,
melainkan juga merangsang banyak tulisan dari pengunjung-pengunjung asing,
: 11-12).
Sejarah masa lalu kemudian membawa Cina memasuki negara yang berada di
Asia Timur. Warga keturunan Cina sering disebut sebagai warga Tionghoa, dan tiap
pulau biasanya memiliki ciri khas tersendiri dalam budayanya dan pola komunikasi
mereka. Hal ini dapat terjadi karena persepsi etnis Cina adalah persepsi mereka dari
masa lalu.
Perbedaan persepsi yang dimiliki oleh warga keturunan Tionghoa dengan orang
pribumi dapat mempengaruhi perbedaan pola komunikasi mereka, terutama mereka

6
tinggal dalam suatu lingkup yang terdiri dari orang pribumi dan orang keturunan
Tionghua, Sehingga mereka membutuhkan komunikasi untuk meyatukan perbedaan
tersebut. Warga keturunan Cina yang berada di Indonesia selalu memiliki perbedaan
satu sama lain, sampai saat ini warga keturunan Tionghoa sulit untuk berbaur dengan
lingkungan sekitar mereka khususnya pribumi begitupun dalam kehidupan keluarga
kawin campur akan terjadi komunikasi antarbudaya, yang melibatkan seluruh anggota
keluarga yaitu suami, istri dan anak, bahkan juga anggota keluarga yang lain yang
tinggal dalam satu rumah tersebut. Situasi ini dapat mengakibatkan munculnya
kesepakatan untuk mengakui salah satu budaya yang akan mendominasi atau
berkembangnya budaya lain yang merupakan peleburan dari dua budaya tersebut (third
culture). Atau kedua budaya dapat sama-sama berjalan seiring dalam satu keluarga
Di tengah hiruk pikuk konflik agama, Banten sendiri hingga saat ini dapat hidup
rukun dan damai walaupun berbagai suku, agama dan etnis itu sendiri tumbuh secara
bersama-sama, mayoritas penduduk Banten memeluk agama Islam. Vihara
Avalokistevara sendiri dibangun oleh Sunan Gunung Jati yaitu salah satu dari sembilan
penyebar agama Islam di Indonesia. Pada awalnya banyaknya para pendatang dari Cina
ke Banten dan membutuhkan tempat peribadatan maka dibangunlah Vihara tersebut.
Vihara tersebut terletak di Kecamatan Kasemen Wilayah Banten Lama, ini
membuktikan bahwa penganut agama yang berbeda dapat hidup berdampingan dengan
damai tanpa konflik.
Masyarakat Tionghoa di Banten sendiri adalah termasuk golongan minoritas.
Pada dasarnya etnis Tionghoa memiliki pola kebudayaan yang berasal dari Negeri
Cina, Menurut Ching (1999:48) orang Cina juga sangat terikat dengan ideologi dan
kebudayaan masa lampau mereka serta taat pada ajaran konfusian, salah satu ajaran
Konfusian adalah kepercayaan yang kuat mengenai hubungan antara masa lampau
dengan masa kini (Usman, 2009:3), tentunya berbeda dengan pola kebudayaan
masyarakat Banten yaitu Jawa Serang, tetapi masyarakat etnis Tionghoa sudah
dilahirkan dan dapat hidup berdampingan sejak lama sehingga terjalinnya komunikasi
antara masyarakat etnis Tionghoa dengan masyarakat Jawa Serang di Banten Lama.
Etnis Tionghoa yang pada awalnya adalah para pedagang Tionghoa yang datang
ke daerah-daerah pesisir. Orang Cina paling banyak berhijrah ke Asia Tenggara dan
Indonesia merupakan salah satu tujuan dari pesinggahan Cina daratan (Usman 2009:1).
Hal ini pula yang memberikan dampak pada masyarakat Jawa Serang di Banten Lama,

7
untuk dapat belajar pada etnis Tionghoa dalam melakukan perantauan ataupun cara
mereka berekonomi.
Komunikasi yang dilakukan oleh masyarakat Tionghoa dan masyarakat Banten
Lama hingga saat ini tetap terjaga dalam bentuk kerukunan antar umat beragama yang
telah dilakukan oleh masyarakat Banten, dimulai dengan saling menghargai saat hari
perayaan imlek yang dilakukan masyarakat etnis tionghoa ataupun saat perayaan
lebaran yang diperingati oleh masyarakat muslim. Adapun kerukunan antar umat
beragamapun dapat terjadi karena adanya kepentingan-kepentingan lain seperti
perdagangan, pernikahan masyarakat etnis tionghoa dengan masyarkat Jawa Serang
dan hal-hal tertentu lainnya. Tidak hanya itu, dengan adanya kerukunan umat beragama
seperti yang dilakukan dikawasan Jawa Serang di Banten Lama, hal ini juga dapat
diterapkan pada kawasan lainnya yang memang memiliki perbedaan etnis sehingga
dapat melakukan hidup berdampingan satu sama lain dan memberikan keuntungan satu
sama lain.
Multikulturalisme sebuah idiologi tentang keberagaman yang mengakui nilai-
nilai perbedaan budaya dalam masyarakat tanpa dimonopoli oleh suatu masyarakat
tertentu terhadap masyarakat yang lain, atau menghargai perbedaan-perbedaan budaya
yang terjadi di dalam masyarakat dengan mengakui penyetaraan derajat dari
kebudayaan yang berbeda-beda itu. Masyarakat Banten tidak bisa dipisahkan dengan
realitas keragaman baik budaya, suku, bahasa dan agama. Masyarakat yang terdiri dari
berbagai macam budaya, suku, bahasa, dan agama.
Multikulturalisme sebuah istilah dua pengertian yai

berjenis-jenis, juga mempunyai implikasi politis, sosial dan ekonomi.


Multikulturalisme erat kaitannya dengan pluralisme dalam prinsip demokrasi.
Pluralisme berkenaan dengan hak hidup kelompok-kelompok masyarakat yang ada
dalam suatu komunitas yang mempunyai budaya khas. (HAR Tilaar, 2004:43 )
Melihat peran komunikasi yang terjalin sangatlah begitu penting dalam
menciptakan keharmonisan yang multi etnis, sehingga memberikan dampak positif
terhadap lingkungan di kawasan Banten Lama, maka penulis tertarik untuk lebih jauh
mengkaji dalam ruang lingkup lintasbudaya, hubungan antarmanusia dalam berbagai
pengelolaan sumber daya yang penting dalam upaya mengembangkan dan

8
memantapkan multikulturalisme dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara bagi Indonesia.
Komunikasi antarbudaya akan berkesan apabila setiap orang yang terlibat dalam
proses komunikasi mampu meletakkan dan memfungsikan komunikasi di dalam suatu
konteks kebudayaan tertentu. Selain itu, komunikasi antarbudaya sangat ditentukan
oleh sejauhmana manusia mampu mengecilkan salah faham yang dilakukan oleh
komunikator dan komunikan antarbudaya (Liliweri, 2004: 256). Pernyataan ini
seringkali tidak terdapat pada masyarakat yang berkonflik. Masing-masing pihak yang
terlibat dalam komunikasi antarbudaya sering menonjolkan budaya mereka dalam
masyarakat.
Penelitian ini akan dilakukan pada etnis Tionghoa dan Jawa Serang di Kawasan
Banten Lama, Kampung Pamarican, Kelurahan Banten, Kecamatan Kasemen, Kota
Serang. Adanya hubungan komunikasi yang terjalin antara etnis Tionghoa dengan etnis
Jawa Serang mendorong penulis untuk lebih jauh mengetahui gambaran secara jelas
mengenai bagaimana praktek komunikasi lintas budaya tersebut dan bagaimana pula
praktek multikulturalisme yang tumbuh dalam hubungan yang terjadi dalam isu
kerukunan antar umat beragama di Banten Lama serta menelisik berbagai bentuk
kegiatan yang menunjang terbentuknya hubungan tersebut. Berdasarkan konteks
penelitian, maka penulis untuk itu akan menyusun penelitian ini dengan judul
MULTIKULTURALISME DI BANTEN LAMA (Komunikasi Lintas Budaya Antara
Etnis Tionghoa dan Jawa Serang, dalam Isu Kerukunan Umat Beragama di Kawasan
Banten Lama).

Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan
dilihat dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana praktek komunikasi lintas budaya antara
etnis Tionghoa dan Jawa Serang dalam Isu Kerukunan Umat Beragama di Kawasan Banten
Lama? dan (2) bagaimana praktek Multikulturalisme antara etnis Tionghoa dan Jawa
Serang dalam Isu Kerukunan Umat Beragama di Kawasan Banten Lama?
Adapun beberapa tujuan dari adanya penelitian ini yaitu (1) untuk menggambarkan
bagaimana praktek komunikasi lintas budaya antara etnis Tionghoa Jawa Serang dalam Isu
Kerukunan Umat Beragama di Kawasan Banten Lama dan (2) untuk menggambarkan

9
bagaimana praktek Multikulturalisme antara etnis Tionghoa Jawa Serang dalam Isu
Kerukunan Umat Beragama di Kawasan Banten Lama
Manfaat dari penelitian ini untuk Akademik adalah (1) penelitian ini diharapkan
dapat memperkaya khasanah teoritik dibidang ilmu komunikasi khususnya tentang
komunikasi antarbudaya, (2) penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah teoritik
dibidang ilmu komunikasi khususnya mengenai kerukunan antar umat beragama dan (3)
bagi kalangan civitas akademik penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan dalam
melakukan penelitian selanjutnya agar mendapatkan hasil yang lebih maksimal dalam
melakukan penelitian selanjutnya. Sedangkan manfaat sosial adalah (1) masyarakat
diharapkan untuk selalu menjaga kerukunan antar umat beragama, sehingga dapat
menciptakan sebuah suasana yang memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat
dalam konteks lingkungan dan psikologis, (2) pemerintah juga diharapkan agar dapat
menerapkan kerukunan antar umat beragama tidak hanya disatu kawasan, melainkan
seluruh kawasan dan (3) peneliti diharapkan dapat lebih memahami keuntungan dalam
menciptakan kerukunan antar umat beragama agar dapat lebih memahami bagaimana
caranya agar bisa menyatukan diri dengan lingkungan dari individu yang memiliki
perbedaan keyakinan.

TINJAUAN PUSTAKA
Untuk menghindari kesamaan penelitian, maka peneliti melakukan penelusuran
terhadap penelitian-penelitian yang sudah ada sebelumnya. Terdapat 5 penelitian terdahulu
sebagai acuan penelitian yang peneliti lakukan. Pertama penelitian yang berjudul Studi
Komunikasi Antarbudaya Tionghoa dengan Muslim penduduk asli di Rw 04 Kelurahan
Mekarsari Tangerang (Asiyah, Skripsi, 2013:i). Penelitian kedua berjudul Komunikasi
Antarbudaya Enis Tionghoa dan Pribumi di Kota Medan.Terbukti menemukan bahwa
melalui perkawinan antara etnis Tionghoa dan pribumi (Lubis, Skripsi, 2012:i). Penelitian
ketiga dilakukan oleh Mardolina (2015), dengan judul Pola Komunikasi Lintas Budaya
Mahasiswa Asing dengan Mahasiswa Lokal di Universitas Hasanuddin. Penelitian
keempat yang dilakukan oleh Aminullah dengan judul Model Komunikasi Antarbudaya
Antara Etnik Madura dan Etnik Melayu di Kelurahan Roban Singkawang Kalimantan
Barat. Penelitian kelima dilakukan oleh Iswari (2012) berjudul Komunikasi antar budaya
di kalangan mahasiswa (studi tentang komunikasi antar budaya di kalangan mahasiswa
etnis batak dengan mahasiswa etnis jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta).

10
Dari lima penelitian terdahulu diatas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan fokus
penelitian dan objek penelitiannya dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Kelima
membahas mengenai bagaimana komunikasi terjalin antar budaya, pola komunikasi lintas
budaya dan model komunikasi. Belum ada yang membahas dalam lingkup lebih luas
mengenai Multikulturalisme.

KERANGKA TEORI

Teori Komunikasi Antarbudaya

Berger mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya pada umumnya mempunyai


definisi berdasarkan dua konsep, yaitu budaya dan komunikasi. Seiring perkembangan
zaman, ranah tersebut meluas. Ranah komunikasi antarbudaya yang erat dengan ranah ilmu
sosial seperti antropologi budaya, psikologi lintas budaya dan sosiologi. Kemudian secara
luas komunikasi antarbudaya juga didefinisikan sebagai proses komunikasi dimana
individu-individu yang memiliki perbedaan latar belakang kultur atau dimana subkultur
melakukan komunikasi secara kontak langsung satu dengan lainnya (Berger, et.al
2014:651).
Menurut Andrea L. Rich dan Dennis menjelaskan bahwa komunikasi antarbudaya
adalah komunikasi orang-orang yang memiliki latarbelakang kebudayaan yang berbeda,
seperti halnya antar suku bangsa, antar etnik dan ras, antar kelas sosial (Liliweri, 2013:10).
Sedangkan menurut Charley H. Dood mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya
meliputi komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili pribadi,
antarpribadi dan kelompok , dengan tekanan pada perbedaan latar belakang kebudayaan
yang mempengaruhi perilaku komunikasi para peserta (Liliweri, 2013:11).
Guo-Ming Chen dan William J. Starosta pun berpendapat bahwa komunikasi
antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing
perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok
(Liliweri, 2013:11).
Menurut Liliweri, (2013:25-31) dalam buku Dasar Dasar komunikasi
Antarbudaya juga meninjau secara ringkas tentang unsur unsur proses komunikasi
antarbudaya, yaitu:
1) Komunikator
2) Komunikan
3) Pesan/Simbol
11
4) Media
5) Efek atau Umpan Balik
6) Suasana (Setting dan Context)
7) Gangguan (Noise atau Interfence)

William (1966) dalam (Liliweri, 2011:22) menjelaskan bahwa berkisar pada


perbandingan perilaku komunikasi antarbudaya dengan menunjukkan persamaan dan
perbedaan :
1) Persepsi, yaitu sifat dasar persepsi dan pengalaman persepsi, peranan
lingkungan sosial dan fisik terhadap terbentuknya persepsi;
2) Kognisi, yang terdiri dari unsur-unsur khusus kebudayaan, proses berpikir,
bahasa dan cara berpikir;
3) Sosialisasi, berhubungan dengan masalah sosialisasi universal dan
relativitas, tujuan-tujuan institusionalisasi;
4) Kepribadian, misalnya tipe-tipe budaya pribadi yang mempengaruhi etos
dan tipologi karakter atau watak bangsa.

Multikulturalisme
Multikulturalisme muncul sebagai upaya untuk membangun masyarakat yang
memiliki keanekaragaman budaya agar bisa hidup bersama secara damai dan harmonis
-an di Kanada
untuk menggambarkan masyarakat Kanada di perkotaan yang multikultural dan
multilingual. Namun demikian, multikulturalisme menjadi konsep yang menyebar
dan dipandang penting bagi masyarakat majemuk dan kompleks di dunia, bahkan
dikembangkan sebagai strategi integrasi kebudayaan melalui pendidikan
multikultural. Istilah multikulturalisme tidak lain sebagai sebuah konsep
pengakuan (recognition) suatu entitas budaya dominan terhadap keberadaan
(A. Ubaedillah & Abdul Rozak, 2012: 58)

Multikulturalisme menjelaskan tentang aspek deskriptif keanekaragaman


(multikultural) yang disikapi secara normatif (multikulturalisme). (Molan, 2015 : 20),

mengagungkan perbedaan dalam lingkup kesederajatan, baik secara


individual maupun secara kebudayaan. Penekanannya ada pada

beragam baik budaya maupun individu berada dalam posisi setara alias tak
(Suparlan, 2002:98)

12
a. Multikulturalisme dalam Keberagaman Etnisitas dan Agama
Multikulturalisme berkaitan dengan budaya (kultur) dan multi (banyak), tentu
ini mendalami budaya dan kadar kompleksitasnya. Ini menjelaskan batasan
pemahaman tersebut dan menantang pengandaian-pengandaian yang sering
ditonjolkan oleh berbagai para pendidik mengenai apa yang di identifikasi oleh

pendapatnya mengenai multikulturalisme. Multikulturalisme tidak hanya


menjelaskan mengenai budaya, lebih dalamnya lagi terdapat dimensi yang lainnya
seperti iman, agama, nilai, bahasa, struktur keluarga, ras, gender, orientasi seksual
dan kelas sosial serta lainnya (Molan:2015:20).
Ada berbagai kategori-kategori yang menyinggung mengenai budaya seperti
yang berwujud (tangible) dan tidak berwujud (intangible). Nitza Hdalgo dalam
Molan, (2015:29). mengemukakan 3 level budaya:
1) Level Konkret. Level ini paling visible dan bersifat tangible dari budaya dan
mencakup dimensi pada level permukaan, misalnya pakaian, musik,
makanan, permainan, bangunan, peralatan dan lain-lain.
2) Perilaku. Level budaya ini menjelaskan peran sosial kita, yaitu bahasa yang
kita gunakan dan pendekatan kita terhadap komunikasi non verbal.
3) Simbolik. Level ini mencakup nilai-nilai dan keyakinan kita yang bersifat
abstrak. Ditahap ini mencakup sistem nilai, adat kebiasaan (custom),
spiritualitas, agama, pandangan dunia, keyakinan, adat istiadat (mores) dan
lain-lain.
Menurut Bhiku Parekh (2010) dalam Molan, (2015:31)
Multikulturalisme tidak hanya soal perbedaan dan identitas, melainkan
mengenai semua hal yang tertanam dan ditopang oleh budaya. Hal ini berarti
Multikulturalisme tidak sekedar menerima dan mengakui begitu saja semua
budaya, tetapi juga menyikapi secara kritis budaya yang dianut.

plural (majemuk) menjadi masyarakat multikulturalistik yang harmonis


sekaligus dinamis karena adanya penghargaan terhadap kebebasan
33).

Multikulturalisme sering kali tidak sama dan berujung pada munculnya


berbagai macam sikap yang dibangun berdasarkan pengertian sendiri-sendiri.
Ada yang memahami multikulturalisme sebagai upaya untuk mempertahankan
13
budaya masing-masing sehingga kehidupan bersama yang harmonis justru tidak
tercapai.

METODE PENELITIAN
Metode Penelitian yang digunakan oleh penelitian dalam melaksanakan penelitian
ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif dan menganut paradigma
konstruktivisme. Peneliti menganalisa dan menggambarkan sesuai dengan kejadian yang
dilihat melalui observasi dan apa yang diperoleh melalui wawancara serta dokumen-
dokumen yang di dapat.
Penelitian kualitatif untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian,
untuk menjawab pertanyaan dan untuk membantu mengerti perilaku manusia. (Kriyantono,
2007:58).

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Komunikasi Antar Budaya
1. Persepsi Antar Identitas
Perbedaan persepsi untuk tercipta hubungan yang baik dengan orang-orang
yang berbeda budaya sebuah realitas yang dihadapi oleh masyarakat Kp. Pamarican
yang terlibat dalam komunikasi. Tidak sedikit terdapat kesalahan persepsi dalam
interaksi dengan individu yang memiliki kebudayaan yang berbeda, tentunya dapat
menimbulkan kesalahpahaman yang pada akhirnya memicu timbulnya konflik-
konflik antarbudaya. Ini membuktikan bahwa persepsi bergantung pada sistem nilai
yang dikembangkan oleh sebuah komunitas budaya.
Warga Etnis Tionghoa tinggal di Kp. Pamarican dipegangnya yaitu saling
menghormati dan gotong royong. Komunikasi antar warga sering dilakukan pada
saat gotong royong bertujuan untuk memberi kesempatan warga untuk saling kenal
mengenal. Hanya sebagian kecil dari warga Tionghoa yang sangat jarang
melakukan frekuensi komunikasi.
Selama ini di Kp. Pamarican warga etnis Tionghoa dengan penduduk asli bisa
hidup toleransi dengan baik terutama dalam komunikasi sehari-hari sehingga
bisa hidup berdampingan dengan harmonis. Setiap ada acara perayaan warga
penduduk asli etnis tionghoa selalu membantu (Wawancara Asaji, 20
November 2017).

14
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Rohaedi persepsi pada peranan
lingkungan sosial dan fisik terhadap terbentuknya persepsi. Cara berkomunikasi
saat keluar rumah mereka selalu bertegur sapa, hari-hari raya bercerita cerita
tentang kegiatannya sehari hari, dalam menghadiri hari besar keagamaan terutama
acara keagamaan Islam seperti Maulid Nabi, 1 Muharam. Selama diundang selalu
datang bahkan sering tukar menukar makanan setiap ada hari besar keagamaan.
Begitu juga dengan perbedaan kebudayaan dan agama diantara mereka, mereka
saling menghormati kebudayaan dan agama masing masing, seperti pada saat
imlek mereka tidak membedakan untuk mengundang bertamu kerumahnya, malah
mereka sangat terbuka untuk dikunjungi, sedangkan dengan agama mereka juga
menghormatinya dan sudah paham dengan agama masing masing. Perbedaan
bentuk fisik juga bukan suatu penghalang untuk berkomunikasi dengan mereka,
kalau mereka mau bersosialisasi, dan juga mereka sudah tinggal dilingkungan dan
mereka sudah menjadi masyarakat Indonesia.
Komunikasi antara etnis dengan penduduk asli ada, biasanya dalam bentuk
transaksi jual beli, perayaan hari keagamaan dan acara gotong royong
(Wawancara Sodikin, 20 November 2017)

Kegiatan lainnya yang menjadi wadah untuk masyarakat Kp. Pamarican


bekerja sama adalah pada saat dilaksanakan kegiatan rutin gotong royong hal ini
dianggap sangat efektif dalam menyatukan kerja sama antar masyarakat Kp.
Pamarican sebagai bentuk strategi pola hidup bersama untuk meringankan beban
masing-masing kerjaan. Adanya kerjasama semacam ini merupakan sustu bukti
adanya keselarasan hidup antar sesama, terutama yang masih menghormati dan
menjalankan nilai-nilai kehidupan.
Proses komunikasi antarbudaya pada masing-masing kondisi dimana mereka
harus berkomunikasi dengan orang-orang yang memiliki latarbelakang budaya
yang berbeda. Seperti pada kegembiraan yang menghasilkan situasi yang membuat
mereka berkomunikasi dengan orang asing, yang di dalamnya melibatkan proses
pengelolaan kecemasan dan ketidakpastian.

Interaksi keagamaan dalam prosesi perayaan hari besar agama di wilayah Kp.
Pamarican Ramai, saling membantu dalam interaksi keagamaan dalam prosesi
perayaan hari besar agama. (Wawancara Nelly, 20 November 2017)

15
Proses komunikasi antarbudaya antara etnis Tionghoa dan etnis Bugis yang
meliputi, komunikasi antapersonal, komunikasi sosial dan lingkungan komunikasi
sudah terjaga tidak menimbulkan konflik atau perselisihan di masyarakat

Dalam kehidupan masyarakat yang berbeda agama tidak pernah adanya


konflik antar agama di Kp. Pamarican (Wawancara Nelly, 20 November 2017)

Upaya membangun dan menjaga kerukunan umat beragama, menurut semua


elit agama memerlukan kekompakan dan kebersamaan semua elemen umat
beragama. Sebab, meski kerukunan umat beragama di kota Batu relatif baik, masih
ada potensi dan benih-benih konflik yang mesti diwaspadai oleh semua pihak.
Setelah terjadinya konflik antarumat beragama, di satu sisi memang bisa
mengakibatkan bertambah rekatnya hubungan antaragama, karena adanya
kewaspadaan secara bersama. Namun di sisi lain, konflik justru berimplikasi bagi
renggangnya hubungan antarumat beragama.
Kerukunan agama semua saling bertoleransi agar warga tidak mudah
terpancing oleh provokasi yang memecah kesatuan dan persatuan bangsa
meminta semua umat beragama tak menyebarkan kebencian tetapi kesejukan
dan persaudaraan.(Wawancara Asaji, 20 November 2017).

Kerukunan pada masyarakat Kp. Pamarincan antara Penduduk Asli dengan


Etnis Tionghoa sudah menjalin hubungan persaudaraan yang erat tanpa membeda-
bedakan lagi ketika mereka berinteraksi dengan sesama mereka. Mereka sudah
saling menerima tanpa ada lagi perasaan yang membeda-bedakan dan mereka tidak
merasa asing lagi ketika mereka berinteraksi dengan etnik yang lainnya. Sejak awal
kedatangan orang Tionghoa di daerah ini, mereka langsung diterima oleh
masyarakat setempat sebagai penduduk asli daerah ini. Sementara kebutuhan etnis
Tionghoa kepada lingkungan di sekitar lebih transaksional. Kebutuhan utama untuk
membangun budaya kolektif lebih ditonjolkan pada etnis Tionghoa lain
Bahwasanya tidak dilibatkannya etnis Tionghoa dalam susunan birokrasi
pemerintahan. (Wawancara Bapak Rohaedi, 20 November 2017).

Menurut Ismail (2014 : 6) pemahaman toleransi terletak pada sikap yang adil,
jujur, objektif dan menerima pendapat orang lain, praktik, ras, agama, nasionalitas
dan hal yang berbeda pendapat, praktik, ras, agama, kebangsaan, dan
kesukubangsaan (etnis). Di dalam prinsip toleransi itu jelas terkandung pengertian

16
adanya pembolehan terhadap perbedaan, kemajemukan, kebinekaan dan
keberagaman dalam kehidupan manusia, baik sebagai masyarakat, umat atau
bangsa. Prinsip toleransi adalah menolak dan tidak membenarkan sikap fanatik dan
kefanatikan.
Munculnya isu-isu yang kurang tepat dan tidak dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya, disikapi dengan tenang oleh masyarakat terutama pemuka agama
dari Tionghoa ataupun muslim itu sendiri
Dalam menyelesaikan masalah dengan memberikan masukan kepada
masyarakat agar terciptanya keadaan hidup yang selalu lebih baik kedepannya
tanpa adanya suatu konflik dalam agama (Wawancara Bapak Sodikin, 20
November 2017).

Ketika komunitas etnis tionghoa melaksanakan ibadahnya, maka sebagai


orang muslim harus menghargai, karena sikap seperti ini merupakan salah satu
dasar bagi prasyarat hidup berdampingan secara damai dan rukun. Hal ini
merupakan salah satu cara untuk meminimalisir potensi konflik antaragama yang
mungkin terjadi, sebagaimana potensi konstruktif agama yang juga dapat
berkembang jika setiap umat beragama menjunjung tinggi nilai toleransi.
Agama juga mengajarkan toleransi beragama, yang berarti tidak ada paksaan
dalam beragama, sehingga setiap penganut suatu agama harus menghormati
keyakinan dan kepercayaan penganut agama lain. Dalam teologi masing-masing
agama yang berbeda-beda itu, ada kemungkinan saling bertentangan sehingga
memerlukan penghormatan dan penghargaan. Penganut agama yang satu harus
menghormati dan tidak boleh mencampuri urusan mengenai keyakinan teologis
penganut agama yang lain, demikian pula sebaliknya
Etnis keturunan Tionghoa dalam berhubungan komunikasi yang terjadi antara
dengan penduduk asli ada dan sangat baik terutama dalam bentuk kegiatan
kemasyarakatan seperti gotong royong, kegiatan keagamaan. (Wawancara
Rohaedi, 20 November 2017).

Hambatan bahasa ketika berkomunikasi dengan orang Tionghoa di Kp.


Pamarican tidak terjadi, walaupun ada masyarakat dalam komnunikasi bisa
menggunakan bahasa tubuh itu pula jika terjadi pada pendatang baru dalam hal ini
saudara dari Etnis Tionghoa yang datang berkunjung ke sanak keluarga.
Bahasa yang gunakan dalam bentuk hubungan komunikasi antara warga
Tionghoa dengan penduduk asli menggunakan bahasa Jawa Serang atau
bahasa Banten (Wawancara Jariyah, 20 November 2017).
17
Perbedaan bahasa tidak jarang menimbulkan kesalahpahaman pemaknaan kata
dalam berinteraksi, menggunakan kata-kata tanpa memahami makna sebenarnya
dalam suatu budaya asing dapat menimbulkan kesalahpahaman, ketersinggungan
dll. Karena makna suatu kata bisa jadi sangat berbeda ketika ditafsirkan oleh
komunitas budaya lain.
2. Relasi antar pribadi dalam pembentukan makna
Interaksi terjadi dengan adanya dua jenis syarat yang harus dilaksanakan,
yakni kontak sosial dan komunikasi. Interaksi yang dilakukan melalui kontak sosial
yang terjadi di Kp. Pamarican merupakan interaksi melalui kontak sosial yang
positif, dimana dapat dilihat ada beberapa etnis yang tinggal di Kp. Pamarican yang
tidak memepermasalahkan latar belakang antar satu Etnis dengan Etnis lainnya
sehingga terjalin suatu keadaan atau kondisi yang harmoni dimana keadaan
masyarakat yang aman dan nyaman, tertib, memiliki solidaritas dan kekompaan
yang tinggi diantara masyarakat yang tinggal di Kp. Pamarican.
Hidup saling menghargai dan memberikan toleransi terhadap sesama warga
yang tinggal di Kp. Pamarican. yang mempererat hubungan yang baik, memelihara
rasa kepedulian terhadap sesama warga yang tinggal di Kp. Pamarican. terlebih
sesama tetangga rumah walaupun memiliki latar belakang yang berbeda namun hal
itu tidak menjadikan warga untuk tidak saling menghargai dan kebiasaan warga
tersebut menghasilakan kondisi masyarakat yang multikultural menjadi harmoni.
Dalam penelitian ini, interaksi sosial secara langsung ditandai dengan adanya
kontak langsung antar individu maupun kelompok yang melakukan percakapan
antara dua orang atau lebih secara tatap muka tanpa adanya perantara seperti halnya
untuk bertegur sapa dengan tetangganya. Seperti yang dilakuakan oleh informan
yaitu:

Bahwasanya pada pelaksanaan hari perayaan tertentu di Kp. Pamarican


masyarakat saling bantu membantu, terutama dalam pengamanan kegiatan hari
raya keagamaan. Hal ini terjadi pada pola interaksi dan komunikasi kongkrit
yang terjadi masyarakat, yakni menjunjug tinggi kearifan lokal, warisan
budaya leluhur lebih dimaknai sebagai menjunjung tinggi toleransi antar-
agama. (Wawancara Bapak Rohaedi, 20 November 2017).

18
Berdasarkan dari hasil wawancara di atas dapat dilihat bahwa, tanpa disadari
oleh masyarakat Kp. Pamarican melakukann proses interaksi sosial berupa kontak
dan komunikasi dengan tetangganya. Kontak sosial yang terjadi tidak harus
bersentuhan secara fisik, malalui percakapan yang diawali dengan bertegur sapa
dan kemudian menayakan kabar serta sesuatu hal terkait keadaan yang ada di
tempat tinggal mereka ataupun berbicara dengan menggunakan bahasa isyarat.
Setelah adanya kontal sosial dalam masyarakat tentunya akan muncul komunikasi
yang lebih menekankan pada bagaimana pesan itu akan diproses yang ditandai
dengan adanya penafsiran seperti tersenyum yang ditafsirkan sebagai bentuk
penghormatan atau ejekan. Dalam keseharian berinteraksi sama sekali tidak
memilih-milih dengan siapa mereka akan berkomunikasi walaupun dengan etnis
yang berbeda asalakan adanya rasa kenyamanan di antara mereka dan adanya kesan
baik yang ditimbulkan saat pertama kali melakukan interaksi.

Dari hasil interaksi yang dilakukan masyarakat Kp. Pamarican maka dapat
dilihat bahwa bentuk interaksi yang terjadi bersifat assosiatif yang ditandai dengan
adanya bentuk kerja sama.

Saat pelaksanaan hari-hari tertentu di Kp. Pamarican dapat menghargai umat


dalam melaksanakan hari raya tersebut dengan saling membantu dalam
pelaksanaan hari raya umat beragama (Wawancara Ibu Nelly, 20 November
2017).

Saat pelaksanaan hari-hari tertentu di Kp. Pamarican dapat menghargai umat


dalam melaksanakan hari raya tersebut saling menghargai setiap ada perayaan
keagamaan. (Wawancara Ibu Fatimah, 20 November 2017)

Tradisi keagamaan yang biasanya menjadikan stratifikasi sosial sebagai proses


pendekatan satu dengan lainnya hal ini tradisi keagamaan etnis Tionghoa
sangat membantu penduduk asli karena Kp. Pamarican menjadi ramai
(Wawancara Ibu Jariyah, 20 November 2017).

Hubungan antarumat beragama dapat dikembangkan lewat kerjasama untuk


melakukan sesuatu yang dilakukan secara bersama, saling membantu,
menghormati, menghargai. Hal ini banyak manfaatnya karena secara tidak
langsung memberikan frekuensi pertemuan menjadi sering untuk menciptakan
kebersamaan. Hal ini diharapkan dapat menumbuhkan jiwa persahabatan,
persaudaraan, toleransi dan penghargaan. Oleh karena, keberagamaan seseorang
19
atau masyarakat mudah dipengaruhi oleh suasana psikologis dan sosiologis yang
melingkupi konteks kehidupan mereka.
Sejalan dengan penelitian ini berdasarkan penjelasan di atas, interaksi antar
masyarakat multikultural yang terjadi di Kp. Pamarican terjalin interaksi proses
asosiatif yaitu interaksi kerja sama antar masyarakat yang satu dengan yang
lainnya. Kerja sama yang dilakukan baik saling menguntungkan bagi mereka, kerja
sama yang bertujuan untuk mencapai sesuatu hal yang berguna untuk bersama,
suatu hasil yang dapat dinikmati bersama seperti keadaan an kondisi yang tertib,
aman dan nyaman adalah salah satu tujuan utama yang dapat dinikmati bersama
dan untuk memperoleh hal tersebut membutuhkan kerja sama yang baik, tidak ada
hal yang tidak mungkin terjadi segala sesuatu dapat terjadi baik yang buruk
maupun yang baik tetapi sesuatu hal yang terjadi yang sangat diharapkan oleh
setiap warga itu pasti sesuatu hal yang baik untuk pribadi maupun untuk sesama.

Seluruh masyarakat Kp. Pamarican sering ikut bekerja bakti ketika ada
pemerintah mengadakan bakti sosial. (Wawancara Ibu Fatimah, 20 November
2017).

Kebudayaan yang berbeda tidak pernah membawa bawa kebudayaan mereka


saat berkomunikasi dan juga mereka tidak pernah menampakan bahwa suatu
kebudayaan yang mereka miliki itu berbeda dengan warga penduduk asli dan
dirinya untuk berinteraksi. Begitu juga dengan agama malah mereka sangat
menghargain perbedaan agama yang ada disini, tidak pernah untuk saling menjauh
atau menutup diri untuk berkomunikasi.
Pembauran dapat terjadi melalui berbagai hal salah satunya dengan pernikahan
yang telah melakukan pernikahan campuran dengan etnik Tionghoa dengan warga
Kp. Pamarican. Dalam hal ini pernikahan dapat kita lihat sebagai salah satu strategi
adaptasi mereka, agar keberadaan mereka dapat diterima dan aman ketika berada di
lingkungan yang baru.

Para Etnis Tionghoa yang bermukim di Kp. Pamarican kemudian menikah


dengan warga penduduk asli. Banyak diantara anak-anak mereka ini memeluk
agama Islam. Hal inilah yang menjadi salah satu jalan kedekatan orang-orang
Tionghoa dengan warga penduduk asli. (Wawancara dengan Fatimah dan
Jariyah, 2017).

20
Terjadinya perkawinan campuran tersebut tidak menjadi masalah, perbedaan
yang ada tidak menjadi alasan untuk mereka saling membenci melainkan saling
menghargai dan saling melengkapi kekurangan yang ada, walaupun hidup dalam
perbedaan yang sangat banyak namun hal tersebut tidak mengharuskan untuk tidak
saling menghargai namun saling menghargai dan saling tolong menolong.
Kerukunan hidup beragama merupakan ciri dari potensi integrasi yang
terdapat dari adanya kehidupan berbagai agama. Unsur kerukunan antar etnis di
Kp. Pamarican. kerukunan tersebut terwujud dari kerjasama yang dibangun oleh
masyarakat Kp. Pamarican tidak memandang etnis dan kerjasama ini tetap
dipertahankan guna untuk mempererat solidaritas antar etnis di Kp. Pamarican
kerjasama ini diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakt Kp. Pamarican,
sebagai bentuk strategi pola hidup bersama untuk meringankan beban masing-
masing kerjaan.Hasil informasi dari informan mengatakan :
Bentuk kerukunan yang anda lihat di Kp. Pamarican kegotong royongan antar
warga. (Wawancara dengan Rohaedi, 2017)

Faktor kerukunan hidup dan toleransi beragama di Kp. Pamarican antara


masyarakat beda agama dan etnis yaitu saling hormat dan menghormati serta
gotong royong dalam kegiatan keagaman. Keberhasilan multikultural dalam
memerankan fungsinya sebagai perekat sosial, pengakuan keberagaman budaya
yang menumbuhkan kepedulian agar berbagai kelompok dapat bekerjasama,
keterbukaan dalam menjalankan bermasyarakat.
Kerukunan hidup beragama masyarakat Kp. Pamarican yang dicita-citakan
untuk masa-masa mendatang bukan sekadar kerukunan semu, melainkan kerukunan
yang mantap, kerukunan yang otentik, positif, kerukunan melalui pendekatan
komunikasi teologis yang saling pengertian.
Aspek kehidupan umat beragama pada masyarakat Kp. Pamarican memiliki
karakter konstribusi terbentuknya kerukunan serta mencegah ketegangan dan
konflik melalui Forum Komunikasi Antarumat Beragama (FKUB) atau Forum
Lintas Agama. Jembatan komunikasi dan interaksi antar pemuka agama juga
berlangsung, di antaranya melalui inisiatif organisasi keagamaan yang ada.

21
2. Gaya Komunikasi
Kesalahpahaman dalam memahami makna komunikasi. ditandai dengan gaya
komunikasi, nilai-nilai, persepsi yang berbeda dan perbedaan ini paling nyata pada
awal suatu hubungan. Perbedaan latarbelakang budaya turut juga memberi
sumbangan kepada pembentukan gaya komunikasi orang tersebut.
Hasil wawancara dengan Bapak Asaji sebagai berikut :
Sering diadakannya komunikasi dan berinteraksi antar penganut beragama
dengan peran pemerintah sangat membantu terutama pada Forum Kerukunan
Umat Beragama Provinsi Banten (FKUB). (Wawancara dengan Asaji, 2017)

Bagi warga Desa Banten khususnya Kp. Pamarican, kalaupun ada perbedaan,
maka perbedaan itu hanyalah menunjuk pada adanya keragaman etinisitas saja
karena itu, status hukum dan status sosiologis golongan keturunan Tionghoa di
tengah masyarakat Indonesia sudah tidak perlu lagi dipersoalkan.
Keragaman budaya baik sistem kepercayaan, prinsip etika dan nilai-nilai sosial
hal ini merupakan salah satu dasar bagi prasyarat hidup berdampingan secara damai
dan rukun. Untuk meminimalisir potensi konflik antaragama yang mungkin terjadi,
sebagaimana potensi konstruktif agama yang juga dapat berkembang jika setiap
umat beragama menjunjung tinggi nilai toleransi. Karena itu diperlukan sikap
saling menghormati, memahami dan mengakui eksistensi orang lain, sebagaimana
menghormati dan mengakui eksistensi diri sendiri Dalam kerangka pemikiran di
atas, maka dialog interkultural dan antaragama yang hakiki akan dapat diwujudkan.
Komunikasi yang dilakukan oleh masyarakat Tionghoa dan masyarakat Desa
Banten hingga saat ini tetap terjaga dalam bentuk kerukunan antar umat beragama
yang telah dilakukan oleh masyarakat Banten, dimulai dengan saling menghargai
saat hari perayaan imlek yang dilakukan masyarakat etnis tionghoa ataupun saat
perayaan lebaran yang diperingati oleh masyarakat muslim. Adapun kerukunan
antar umat beragamapun dapat terjadi karena adanya kepentingan-kepentingan lain
seperti perdagangan, pernikahan masyarakat etnis tionghoa dengan masyarkat Jawa
Serang dan hal-hal tertentu lainnya. Tidak hanya itu, dengan adanya kerukunan
umat beragama seperti yang dilakukan dikawasan Jawa Serang di Banten Lama, hal
ini juga dapat diterapkan pada kawasan lainnya yang memang memiliki perbedaan
etnis sehingga dapat melakukan hidup berdampingan satu sama lain dan
memberikan keuntungan satu sama lain.

22
Hasil wawancara dengan Bapak Rohaedi dan Asaji adalah :
Adanya hubungan komunikasi yang terjadi antara etnis keturunan Tionghoa
dengan penduduk asli terutama kegiatan kemasyarakatan (Wawancara
Rohaedi, 20 November 2017)

Kontribusi anda dalam menjaga kerukunan beragama di masyarakat dengan


saling menghormati antar umat beragama tidak merasa dirinya paling benar,
maka tidak akan ada masalah dalam kehidupan bermasyarakat (Wawancara
Asaji, 20 November 2017)

Seperti yang kita ketahui komunikasi sangat terkait dengan suatu budaya
selayaknya budaya yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, dalam
kehidupan pun aktivitas dan sebuah perilaku komunikasi setiap individu yang
diasuh dalam budaya-budaya tersebut pun akan berbeda pula.(Mulyana,2015:24)
Melihat peran komunikasi yang terjalin sangatlah begitu penting dalam
menciptakan keharmonisan yang multi etnis, sehingga memberikan dampak positif
terhadap lingkungan di kawasan Jawa Serang di Banten Lama, maka penulis
tertarik untuk lebih jauh mengkaji dalam ruang lingkup lintasbudaya. Untuk itu
penulis akan meneliti bagaimana Komunikasi lintas budaya antara etnis Tionghoa
dan Jawa Serang dalam isu kerukunan umat beragama di Kawasan Banten Lama.
Dari hubungan interpersonal saat mereka bertemu masing-masing personal
melakukan keterbukaan dalam berkomunikasi. Sebelumnya banyak komponen dan
proses dalam komunikasi intrpersonal, yang pertama adanya komunikator sebagai
pihak penyampai pesan kemudian adanya encoding dimana komunikator
menciptakan pesan melalui simbol verbal maupun non-verbal, kemudian muncullah
suatu pesan yang berupa simbol-simbol verbal dan non-verbal tersebut, disajikan
secara menarik dan tepat sasaran melalui satu saluran atau media tertentu hingga
mencapai komunikan sebagai penerima dari pesan tersebut, hingga komunikan
mendapatkan encoding dan pesan tersebut diolah dalam pikiran komunikan
sebelum memberikan responnya, setelah pesan diterima dan dimengerti maka
munculah respon atau tanggapannya dari pesan yang telah diolah, jika pesan itu
berhasil maka tidak ada gangguan komunikasi, namun jika gagal maka timbulah
gangguan dalam komunikasi interpersonal (Ega Liana Putri, Wacana Volume XV
No. 2. Juni 2016:104).

23
3. Efektivitas Komunikasi
Interaksi sosial secara tidak langsung ini juga terdapat kontak ataupun
komunikasi sebagai syarat terjadinya interaksi hanya saja dilakukan dengan
penggunaan sarana bantuan berkomunikasi. Seperti halnya akan diadakana kegiatan
perwiritan atau pertemuan ibu ibu arisan maka pengurus yang bersangkutan dalam
kegiatan tersebut akan memberitahkan kepada setiap anggota atau peserta untuk
mengadakan kegiatan tersebut, biasanya informasi yang diberikan berupa ajakan
ataupun jadwal kegiatan akan dilaksanakan yang dapat membantu masyarakat
dalam berinteraksi.
Multikulturalisme sebuah idiologi tentang keberagaman yang mengakui nilai-
nilai perbedaan budaya dalam masyarakat tanpa dimonopoli oleh suatu masyarakat
tertentu terhadap masyarakat yang lain, atau menghargai perbedaan-perbedaan
budaya yang terjadi di dalam masyarakat dengan mengakui penyetaraan derajat dari
kebudayaan yang berbeda-beda itu. Masyarakat Banten tidak bisa dipisahkan
dengan realitas keragaman baik budaya, suku, bahasa dan agama. Masyarakat yang
terdiri dari berbagai macam budaya, suku, bahasa, dan agama.
Tradisi keagamaan yang biasanya menjadikan stratifikasi sosial sebagai proses
pendekatan satu dengan lainnya dengan saling bantu membantu (Wawancara :
Ibu Fatimah, 20 November 2017).

Tradisi keagamaan etnis Tionghoa sangat membantu penduduk asli karena Kp.
Pamarican menjadi ramai. (Wawancara : Ibu Jariyah, 20 November 2017).

Tradisi keagamaan berjalan dengan baik, adanya dukungan dari pihak


penduduk asli maupun etnis Tionghoa setiap adanya hari-hari besar
keagamaan karena keingintahuan perayaan keagamaan dari umat beragama
masing-masing. (Wawancara : Bapak Asaji, 20 November 2017).

24
Nilai kebudayaan yang terkandung dalam harmoni interaksi masyarakat
multikultural di Kp. Pamarican ini dapat dilihat dengan latar belakang kebudayaan
tinggal dalam satu lingkungan, dan tidak pernah terjadi masalah antar kelompok
etnis, kelompok agama satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan baik warga
asli atau setempat yang sudah tinggal di Kp. Pamarican sangat lama dan warga
pendatang yang datang ke Kp. Pamarican tidak mempermasalahkan latar belakang
kebudayaan antar etnis satu dengan yang lain, antar agama satu dengan agama yang
lain, dengan pendidikan yang rendah maupun pendidikan yang tinggi dan juga
orang kaya maupun orang miskin dan warga setempat memperolehkan kebudayaan
warga pendatang untuk tidak meninggalkan kebudayaan dan mempertahankannya
di Kp. Pamarican, ini dilihat setiap warga pendatang yang menganut Etnis
Tionghoa ada sebagian menggunakan bahasa Jawa Serang
Nilai kerja sama antar warga yang berbeda juga terkandung dalam penelitian
tersebut, ini dapat dilihat baik warga setempat yang tidak mempermasalahkan
kehadiran warga atau etnis tionghoa melainkan menjalin sebuah kerja sama yang
saling menguntungkan antar warga satu dengan warga lainnya.
Terlebih jika dalam masyarakat tersebut belum terbentuk kesadaran
multikulturalisme, yakni masyarakat yang tidak sekadar mengerti adanya
kelompok-kelompok yang berbeda, melainkan masyarakat yang dapat memberi
tempat dan rela hidup berdampingan secara damai dengan varian-varian kelompok
yang ada.

B. Multikulturalisme di Banten Lama


1. Level Konkret
Dalam sebuah daerah, banyaknya penduduk dengan suku yang beranekaragam
tentu sangat sulit pula untuk disatukan. Oleh karenanya dibutuhkan beberapa
simbol yang bisa dijadikan pedoman sebagai alat kerukunan antar
bangsa/rakyatnya. Beberapa alat kerukunan masyarakat Banten terdapat pada
lambang daerahnya, semboyan dan bahasa yang digunakan sehari-hari.
Masjid dan vihara yang menjadi simbol kerukunan antar umat beragama di
Kelurahan Banten. Alasan mengapa Masjid Agung Banten dan Vihara
Avalokitesvara dijadikan sebagai simbol kerukunan adalah sebagai berikut:
a. Masjid Agung Banten

25
Masjid ini didirikan oleh Sultan Mulana Hasanuddin, seorang anak dari Sunan
Gunung Jati (wali Allah). Yang mana sunan Gunung Jati ini selalu mengajarkan
dan menerapkan sikap toleransi kepada anak-anaknya dan rakyatnya. Maka
terciptalah bangunan Masjid Agung Banten dengan perpaduan antara Islam, Hindu-
Buddha, Jawa dan Eropa. Ia mensyiarkan agama melalui pendekatan kultural.
Artinya budaya lokal yang telah hidup jauh sebelum kedatangan beliau ke Banten
tetap dipelihara, namun disisipi ajaran agama. Misalnya, masuknya doa-doa yang
bersumber dari ajaran Islam manakala masyarakat di Pulau Jawa, khususnya
Banten melakukan ritual budaya mitoni (upacara kehamilan tujuh bulan) juga pada
kebiasaan dalang wayang kulit menyisipkan hadits Nabi Muhammad SAW, bahkan
ayat suci Al-Quran.
Setiap bangunan komplek masjid ini dibangun dengan arsitektur dan ornamen
perpaduan Hindu-Buddha, Jawa dan Eropa. Contohnya pada atap dari masjid yaitu
tumpang lima yang mengingatkan pada pagoda Cina juga meru pada pura. Dan
pada puncak menara terdapat sebuah ornamen bunga teratai. Yang mana bunga
teratai adalah simbol dari agama Buddha. Bunga teratai melambangkan
kebijaksanaan. Juga pada bagian badan menara berbentuk segi delapan yang
merupakan bentuk bangunan Indonesia pra Islam (Hindu-Buddha). Demikian sudah
terlihat jelas pada perpaduan arsitektur dan ornamental masjid yang
menggambarkan bahwa Masjid dapat dijadikan simbol kerukunan antar umat
beragama di Kelurahan Banten.
b. Vihara Avalokitesvara
Vihara avalokitesvara Banten merupakan vihara tertua di Banten yang
diperkirakan dibangun sekitar abad ke-16. Tempat peribadatan agama Buddha ini
terletak 500 m sebelah barat masjid Agung Banten. Bangunan ini didirikan pada
tahun 1652 M, saat itu vihara ini masih dipercaya sebagai tempat ibadah kecil.
Vihara ini terletak di Desa Dermayon, sebelah selatan Masjid Agung Banten.
Sekitar tahun 1774 M dipindahkan ke tempat yang sekarang, yakni di kampung
Pamarican, Desa Pabean, Serang, Banten. Bangunan ini pertama kali dipugar pada
tahun 1932. Vihara Avalokitesvara dibangun pada masa kejayaan Syekh Syarif
Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati di Banten. (Kholis, Jurnal Lektur
Keagamaan, Vol. 14, No. 2, 2016:332)

26
2. Perilaku
Etnis Tionghoa walaupun pada umumnya mereka menempati satu kawasan
yang disebut Kp. Pamarican bukan berarti mereka hidup secara eksklusif
(membatasi pergaulannya dengan masyarakat), akan tetapi sejak dahulunya mereka
selalu hidup berbaur dengan masyarakat lokal, dengan berbagai aktivitas yang
dilakukan secara bersama, dan bahkan anak-anak mereka bergaul dan bermain
bersama dengan anak-anak penduduk lokal, interaksi ini semakin kental, dimana
generasi etnis tionghoa yang ada di Kp. Pamarican saat ini sudah tidak lagi bisa
bertutur dengan bahasa nenek moyang mereka (Tionghoa). Dimana mereka hanya
bisa bertutur dengan bahasa Jawa Serang, baik manakala bertutur dengan
masyarakat lokal dan bahkan menjadi bahasa pengantar sehari-hari dalam keluarga.
Hal ini saja terjadi pada waktu masa kecil mereka di Kp. Pamarican, bersekolah,
bermain setiap harinya bersama dengan anak-anak masyarakat lokal, dan
permainan yang ia lakukan bersama dengan anak-anak lainnya seperti permainan
anak-anak sehari-hari.
Hal ini dapat dipahami bagi mereka yang sudah lama tinggal di Kp. Pamarican
sebagai tanah kelahirannya tentu interaksi dan pergaulan sehari-hari sudah dengan
masyarakat sekitarnya. Apalagi bahasa yang digunakan akan terbawa-bawa. Karena
bagaimanapun prilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya
baik lingkungan sekolah, keluarga dan sekitarnya.
Multikulturalisme menjadi sangat penting untuk menumbuhkan kesadaran
untuk menerima perbedaan dan menanamkan sikap toleran dalam diri masyarakat
di Kampung Pamarican. Hal itu dilakukan dengan asumsi bahwa kondisi
masyarakat yang multikultural memungkinkan terjadinya ketegangan atau konflik
antar etnik pada situasi politik tertentu. Multikulturalisme agar bisa diresapi dan
dipahami oleh masyarakat di Kampung Pamarican maka diperlukan suatu usaha
yang harus dilakukan oleh masyarakatnya. Usaha tersebut dilakukan dengan cara
menanamkan nilai-nilai multikulturlalisme sejak dini dalam diri remaja etnik
Tionghoa dan penduduk asli di Kampung Pamarican, misalnya dengan memberi
ruang dan kesempatan bagi masyarakat untuk berinteraksi tanpa ada paksaan atau
larangan dari masyarakat di Kampung Pecinan. Penanaman nilai-nilai multikultural
pada masyarakat di Kampung Pamarican bertujuan untuk memupuk rasa
persaudaraan terhadap sesama manusia tanpa memandang latar belakang etnik atau

27
agama seseorang. Dengan begitu diharapkan tidak akan terjadi lagi permasalahan
sosial mengatasnamakan suku, agama, ras atau antar golongan yang dimungkinkan
terjadi di masyarakat. Bertolak dari penjelasan tersebut diharapkan tumbuh sikap
toleransi dan keterbukaan dalam proses interaksi sosial-budaya di Kampung
Pamarican.

Kondisi menunjukkan bahwa Kp. Pamarican adalah tempat yang aman bagi
setiap etnis dan agama yang ada di Indonesia karena toleransi yang dimiliki oleh
masyarakatnya sangat tinggi. Keberagaman yang ada tidak menyebabkan
perpecahan, sebaliknya menjadi kekuatan untuk pengembangan Kp. Pamarican.
Hal ini dapat dilihat dari sejarah Kp. Pamarican bahwa tidak ada bentrok yang
pernah terjadi karena keanekaragaman etnis.
Tanggapan ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Molan, (2015 : 33)
multikulturalisme mengacu pada sebuah tanggapan normatif atas fakta. Ketika
membahas mengenai multikulturalisme, kita berbicara mengenai aspek
keanekaragaman itu ditanggapi dan disikapi secara normative. Dengan kata lain,
multikulturalisme membahas mengenai tentang aspek deskriptif keanekaragaman
(multicultural) yang disikapi secara normative (multikulturalisme).
Multikulturalisme tidak hanya soal perbedaan dan identitas, melainkan mengenai
semua hal yang tertanam dan ditopang oleh budaya. Hal ini berarti
Multikulturalisme tidak sekedar menerima dan mengakui begitu saja semua
budaya, tetapi juga menyikapi secara kritis budaya yang dianut.
Multikulturalisme yaitu upaya jujur untuk menata masyarakat yang plural
(majemuk) menjadi masyarakat multikulturalistik yang harmonis sekaligus dinamis
karena adanya penghargaan terhadap kebebasan dan kesetaraan manusia.
Multikulturalisme sering kali tidak sama dan berujung pada munculnya berbagai
macam sikap yang dibangun berdasarkan pengertian sendiri-sendiri. Ada yang
memahami multikulturalisme sebagai upaya untuk mempertahankan budaya
masing-masing sehingga kehidupan bersama yang harmonis justru tidak tercapai.
Bahwa interaksi terjalin dengan baik antara penduduk asli dengan penduduk
etnis tionghoa, terutama dalam pendekatan budaya seni tradisional.
(Wawancara : Bapak Asaji, 20 November 2017).

28
Pengakuan terhadap pluralisme agama dalam sebuah komunitas sosial
menjanjikan dikedepankannya prinsip inklusivitas dan keterbukaan. Prinsip ini
mengutamakan adanya sikap akomodatif dan bukan konflik di antara mereka.

PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa praktek komunikasi lintas budaya dan praktek
multikulturalisme antara etnis Tionghoa dan Jawa Serang dalam Isu Kerukunan
Umat Beragama di Kawasan Banten Lama sangat baik.
Masyarakat yang memiliki kesadaran adanya kesamaan atau kesederajatan
perbedaan yang ada, kesadaran masyarakat yang sadar bahwa tidak ada suku atau
agama yang lebih tinggi dan mulia namun semuanya adalah sama atau sederajat
terlebih dimata Tuhan, ibu ini juga mengatakan bahwa perbedaan yang ada pada
manusia itu adalah hasil pemberian dari Tuhan yang harus di jaga agar tidak ada
perpecahan antar manusia yang diakibatkan oleh perbedaan itu sendiri, jadi kunci
utamanya untuk menciptakan keadaan yang tertib, aman dan nyaman ( harmoni )
adalah sikap saling menghargai dan tolong menolong.
Pola komunikasi antar budaya terjadi ketika kegiatan musyawarah dan
kegiatan gotong royong yang dilakukan di Kp. Pamarican yang dijadikan sebagai
tempat pertemuan dan melakukan berbagai kegiatan di lingkungan tersebut.
Kemudian akulturasi yang tampak segi kebudayaan yang dianut namun terjadi
pencampuran dengan budaya lain dan tidak meninggalkan kebudayaan aslinya.
Selain asimilasi dan akulturasi terdapat pula amalgamasi yang dihasilkan dari
proses interaksi. Terlihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan informan
menyebutkan bahwasannya dikeluarga mereka adanya perkawinan campuran
(amalgamasi), tidak memungkiri adanya perkawinan campuran di keluarga mereka
dengan membuka diri dan bisa menerima etnis lain yang dapat mengurangi
pandangan-pandangan buruk terhadap etnis lainnya sehingga tidak ada lagi
perpecahan yang sering ditimbulkan akibat perbedaan etnis.
Terkait etnis Tionghoa dan Etnis Jawa Serang saling membutuhkan, seperti
halnya pihak Vihara Avalokistevara membutuhkan pekerja orang beretnis Jawa
Serang karena pekerja yang beretnis Tionghoa sangat minim diakibatkan

29
merantaunya masyarakat beretnis Tionghoa ke keluar kota, begitupula masyarakat
etnis Jawa Serang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kehidupan mereka.
Praktik multikulturalisme di Kp. Pamarican secara umum baik dalam praktik
sehari-hari dari beberapa informan warga Tionghoa saat berinteraksi dengan warga
Jawa Serang. Sifat multikultural masyarakatnya mampu menciptakan kondisi dan
situasi yang tertib, saling memahami, saling menghormati dan saling menghormati
merupakan kunci untama untuk menciptakan masyarakat yang harmoni di tengah-
tengah masyarakat yang multicultural, hal tersebut bisa tercapai karena
masyarakatnya yang benar-benar memiliki sifat dan tujuan untuk menciptakan
kedamaian. Masyarakat Kp. Pamarican mampu menjalankan proses integrasi
maupun akomodasi dengan menyediakan ruang untuk hidup serta pemenuhan hak-
hak mendasar bagi para penduduk Tionghoa memberikan kesempatan untuk
menjalankan aktivitas kultural khas seperti perayaan Imlek dan hari-hari besar
lainnya.

Keterbatasan Penelitian
Peneliti sadar bahwa penelitian ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga
masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Komunikasi antara peneliti dengan
partisipan saat penelitian dan wawancara berlangsung juga menjadi kendala dalam
penelitian ini, terkadang beberapa pertanyaan peneliti memiliki jawaban yang
berbeda dari apa yang peneliti targetkan dengan apa yang para responden katakan,
sehingga peneliti berusaha untuk mencari bahasa atau cara lain agar partisipan
mengerti maksud dari pertanyaan tersebut dan menjawab sesuai dengan jawaban
yang ditargetkan peneliti.

Saran/Rekomendasi
Kelompok Tionghoa maupun masyarakat Jawa Serang hendaknya terus bisa
membuka diri dan tetap saling menghargai dan bertoleransi kepada masyarakat
yang berbeda etnis ataupun agama, tetap pertahankan kebudayaan dari masing-
masing etnis sebab itu merupakan keunikan yang berada di Desa Ujung Serdang
yang di huni dengan masyarakat yang multikultural.

30
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi mahasiswa-mahasiswa
lain yang ingin juga untuk meneliti komunikasi antar budaya dan mengenai
kerukunan umat beragama di Banten Lama dengan
Saran kepada pemerintah (khususnya pemerintah daerah Provinsi Banten) agar
lebih memperhatikan lagi kehidupan berbudaya setiap etnik yang terdapat di Kp.
Pamarican Kecamatan Kasemen merupakan daerah multietnik harapannya semua
etnik boleh dilibatkan dalam suatu wadah misalnya pertunjukan budaya yang
mendorong setiap etnik untuk melestarikan kebudayaannya masing-masing tanpa
mengurangi penghargaan terhadap etnik lain yang berbeda, sehingga diharapkan
dapat membangun pemikiran masyarakat yang positif dan mampu memperbaiki
hubungan antar etnik agar lebih harmonis.

31
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku

Berger, Charles.R, Michael E.Rollof, David R. Roskos-Ewoldsen. (2014). Handbook


Ilmu Komunikasi The Handbook Of Communication Science. Bandung:
Penerbit Nusa Media

Ching, Francis. (1999). Arsitektur: Bentuk, Ruang dan Susunannya. Cetakan ke-7.
Jakarta: Erlangga.

Guillot, Claude. (2008). Banten (Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII). Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia

Ismail, Faisal. (2014). Dinamika Kerukunan Antarumat Beragama. PT Remaja


Rosdakarya

Kriyantono, Rachmat. (2006). Teknik Praktis Riset Komunkasi Disertai Contoh Praktis
Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi,
Komunikasi Pemasaran. Jakarta. Kencana Prenada Media Group.

Liliweri, Alo. (2011). Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka


Belajar

Liliweri, Alo. (2013). Dasar-Dasar Komunikas Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka


Belajar

Molan, Benyamin. (2015). Multikulturalisme Ccerdas Membangun Hidup Bersama


yang Stabil dan Dinamis. Jakarta: PT Indeks

Mulyana, Deddy. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu


Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT remaja Rosdakarya..

Mulyana, Deddy. (2015). Komunikasi Lintas Budaya. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya

Nurdy, Herry. (2009) Kebangkitan freemason & zionis di Indonesia, jakarta: cakrawala

Patilima, Hamid. (2007). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:AIfabeta

Qurtuby, Sumanto Al. (2003). Arus Cina-Islam-Jawa Bongkar Sejarah atas Peranan
Tionghoa dalam Penyebaran Agama Islam di Nusantara Abad XV & XVI.
Yogyakarta: Inspeal Press

Rahardjo, Supratikno, dkk., (2011). Kota Banten Lama: Mengelola Warisan Untuk
Masa Depan. Jakarta: Wedatama Widya Sastra

32
Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung.
Alfabeta

Suparlan, Parsudi, (2002). Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural,


Antropologi Indonesia.

Thoha, A.M. (2005). Tren Pluralisme Agama. Jakarta : Gema Insani.

Ubaedillah, A dan Rozak, Abdul (2016). Pancasila, demokrasi, HAM, dan Masyarakat
Madani. Jakarta: Kencana.

Usman, A.Rani. (2009). Etnis Ccina Perantauan Di Aceh. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.

Wirutomo, Paulus. (2012). Sistem Sosial Indonesia. Jakarta. UI-Press.

B. Jurnal, Skripsi dan Tesis

Aisyah, Siti. 2013. Pola Komunikasi Antar Umat Beragama (Studi Komunikasi
Antarbudaya Tionghoa dengan Muslim Pribumi di Rw 04 Kelurahan
Mekarsari Tangerang. Jakarta. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. (23 Maret
2017).

Aminullah. 2015. Model Komunikasi Antarbudaya Antara Etnik Madura dan Etnik
Melayu di Kelurahan Roban Singkawang Kalimantan Barat. Yogyakarta.
Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta. . (Diakses 20 April 2017).

Iswari, N.A. 2012. Komunikasi Antar Budaya di Kalangan Mahasiswa (Studi tentang
Komunikasi Antar Budaya di Kalangan Mahasiswa Etnis Batak dengan
Mahasiswa Etnis Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta ). Surakarta.
Universitas Sebelas Maret Surakarta. (Diakses 25 Maret 2017).

Kholis, Nurman, 2016, Vihara Avalokitesvara Serang: Arsitektur dan Peranannya dalam
Relasi Buddhis-Tionghoa dengan Muslim di Banten, Jurnal Lektur
Keagamaan, Vol. 14, No. 2

Lubis,A. L. 2012. Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghoa dan Pribumi di Kota


Medan. Jurnal Upn Yk,Volume 10, Nomor 1, Januari-April 2012. (Diakeses
pada 25 Maret 2017 Pukul 13.00 WIB).

Mardolina, Yiska. 2015. Pola Komunikasi Lintas Budaya Mahasiswa Asing dengan
Mahasiswa Lokal di Universitas Hasanuddin. Makassar. Universitas
Hasanuddin. (Diakses 30 Maret 2017 Pukul 10.00 WIB)

Putri, Ega Lia Triana, 2016, Pola Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghoa Dengan
Masyarakat Pribumi, Wacana Volume XV No. 2.

Sigit, Haris Triono dan Anwar, Khairul, 2015, Aplikasi Android Kamus Bahasa Jawa
Serang Indonesia Menggunakan Algoritma Knutt Morris Pratt, Jurnal
Protekinfo Vol. 2
33
Sulistyo, Budi dan Many, Gita Vemilya, 2012, Revitalisasi Kawasan Banten Lama
Sebagai Wisata Ziarah, Jurnal Planesa Volume 3, Nomor 1

Tustiantina, Diana, 2017, Asem, Sawo, Kelapa, dan Masyarakat Kota Serang.
Paradigma Jurnal Kajian Budaya Vol. 7 No. 1

34

You might also like