[go: up one dir, main page]

0% found this document useful (0 votes)
17 views8 pages

2177-Article Text-4254-1-10-20200321 PDF

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1/ 8

Lontar: Journal of Community Health

e-ISSN 2685-2438 Volume 01 Nomor 04, Desember 2019

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa Buru
Kaghu Kecamatan Wewewa Selatan Kabupaten Sumba Barat Daya

Enosius Dapa Suda¹, Engelina Nabuasa², Indriati A. Tedju Hinga2


1, 2
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa Cendana; royesius@gmail.com

ABSTRACT
Diarrhea is the loss of body fluids within 24 hours with the frequency of bowel movements more than three
times a day. Number of patients with diarrhea in health centers Teke Tena last three years has risen in 2016 as
many as 150 people, in 2017 250 in 2018 328 people. Buru village Kaghu in 2016-2018 had the highest
diarrhea patients from four other villages, namely the village Werilolo 17 cases, 40 cases Weebaghe village,
village Milla Ate 35 cases, 35 cases Bedu Pasono village, almost every year from 2016 to 2018 outbreak of
diarrhea in infants that result in death if not treated quickly. The purpose of this research is to know the factors
related to the occurrence of diarrhea in infants in Buru village Kaghu 2019, this type of research is analytic
research with, sample of 90 people with a statistical analysis using Chi-Square test. The results of this study
indicate that there is a relationship between the mother's knowledge with the incidence of diarrhea in infants (p
value = 0.012), there is a correlation between drinking water treatment (p value 0.000), there is a correlation
between the availability of latrines (p value = 0.015), there was no relationship between the wash hands with
soap and clean water with the incidence of diarrhea in infants (p value = 0.158), there was no relationship
between the provision of breastfeeding with the incidence of diarrhea in infants (p value = 0.823), there was no
correlation between the cleanliness of the equipment with the incidence of diarrhea in infants (p value 0.652).
Keywords:Diarrhea; Toddler

ABSTRAK

Diare merupakan kehilangan cairan tubuh dalam 24 jam dengan frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali
sehari. Jumlah penderita diare di Puskesmas Tena Teke tiga tahun terakhir mengalami peningkatan yaitu tahun
2016 sebanyak 150 orang, tahun 2017 250 orang tahun 2018 328 orang. Desa Buru Kaghu pada tahun 2016-
2018 memiliki penderita diare tertinggi dari 4 desa lainnya yaitu Desa Werilolo 17 kasus, Desa Weebaghe 40
kasus, Desa Milla Ate 35 kasus, Desa Pasono Bedu 35 kasus, hampir setiap tahun mulai tahun 2016-2018
terjadi KLB diare pada balita yang berakibat pada kematian jika tidak ditangani dengan cepat. Tujuan penelitian
ini yaitu mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita di Desa Buru Kaghu
tahun 2019, jenis penelitian yaitu penelitian analitik dengan rancangan penelitian crossectional ampel penelitian
berjumlah 90 orang dengan analisis menggunakan uji statistik Chi-Square. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada balita (p value 0,012), ada hubungan
antara pengolahan air minum (p value 0,000), ada hubungan antara ketersedian jamban keluarga (p value
0,015), tidak ada hubungan antara mencuci tangan menggunakan sabun dan air bersih dengan kejadian diare
pada balita (p value 0,158), tidak ada hubungan antara pemberian MP-ASI dengan kejadian diare pada balita (p
value 0,823), tidak ada hubungan antara kebersihan peralatan dengan kejadian diare pada balita (p value 0,652).
Kata Kunci: Diare, Balita

PENDAHULUAN
Penyakit diare merupakan kehilangan cairan tubuh dalam 24 jam dengan frekuensi buang air besar lebih
dari tiga kali sehari.(1) Penyakit ini merupakan masalah global yang menjadi penyebab kematian pada anak
nomor dua setelah pneumonia.(2) Diare hingga saat ini masih menjadi salah satu penyebab utama kesakitan dan
kematian, penyakit diare dapat ditemukan diseluruh dunia dan kasus diare dapat terjadi pada semua kelompok
umur, tetapi penyakit diare dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita. Di negara
berkembang anak-anak menderita penyakit diare lebih dari 12 kali dalam setahun, dan menjadi penyebab
kematian dengan CFR 15% sampai dengan 34%.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada Tahun 2017 ada sekitar 1,7 miliar kasus diare
dengan angka kematian 525.000 anak balita setiap tahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia di bawah 3
tahun rata-rata mengalami 3 episode diare pertahun. Setiap episodenya diare akan menyebabkan kehilangan
nutrisi yang di butuhkan anak untuk bertumbuh dan berkembang, sehingga diare merupakan penyebab utama
malnutrisi pada anak.Pada tahun 2010 dilaporkan 2,5 jutakasus terbanyak di NTT karena kurang memadainya
status gizi pada anak dan kurangnya sanitasi air bersih.(3) Di Indonesia penyakit diare merupakan salah satu

Fakultas Kesehatan Masyarakat - Universitas Nusa Cendana 119


Lontar: Journal of Community Health
e-ISSN 2685-2438 Volume 01 Nomor 04, Desember 2019

penyebab kematian.Urutan kedua terjadi pada balita dan urutan kelima bagi bayi dan urutan ke sembilan bagi
semua umur.
Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia tahun 2016, penemuankasus diare yang ditangani 46,4%
dari jumlah penderita diare keseluruhan yang tercacat berjumlah 6.897 orang.Tahun 2017 kasus diare sebesar
142,757 dan yang ditangani sebesar 46,097 kasus (32,3%).(4) Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi NTT tahun
2015, untuk 10 penyakit di rumah sakit, penyakit diare merupakan penyakit yang banyak diderita pada balita di
NTT dengan jumlah 98,918 kasus yang menempati urutan ke tiga diantara penyakit malaria danISPA.(5)
Berdasarkan profil kesehatan kabupaten/kota, perkiraan kasus diare di provinsi NTT tahun 2011
berjumlah 200.721 kasus yang di tangani sebanyak 111.046 kasus atau 55,3%(5).Pada tahun 2012, kasus diare
sebanyak 206.216 dan yang di tangani sebesar 106,193 kasus (51,5%), pada tahun 2013 di perkirakan kasus
diare sebesar 209,553 dan yang ditangani sebesar 102,217 (48,8%),pada tahun 2014 di temukan penderita diare
yang ditangani 86,429 kasus (80,2%),pada tahun 2015 penderita diare yang di temukan dan ditangani sebesar
98,918 (90%).(6)
Berdasarkan dataprevalensi kasus diare pada balita berdasarkan diagnosis berjumlah 11,0%, prevalensi
kasus diare pada balita berdasarkan diagnosis gejala berjumlah 18,5%. Proporsi penggunaan oralit untuk
penanganan diare berjumlah 34,8%.(7) Angka kematian bayi (AKB) merupakan tolak ukur yang sensitif dari
semua upaya intervensi yang di lakukan oleh pemerintah, khususnya di bidang kesehatanagar dapat
menggambarkan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat, karena bayi adalah kelompok usia yang paling
rentan terkena dampak dari perubahan lingkungan maupun sosial ekonomi.
Kabupaten Sumba Barat Daya merupakan salah satu kabupaten dari 23 kabupaten/kota yang berada di
Provinsi Nusa Tenggara Timur.Terdapat 12 kecamatan dan setiap kecamatan memiliki 1 puskesmas Data dari
Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Barat Daya menunjukan bahwa jumlah penderita diare setiap tahun
mengalami peningkatan.Pada tahun 2017 jumlah penderitakasus diare274 orang, mengalami peningkatan pada
tahun 2018 dengan jumlah kasus diare 734 orang dan menempati urutan ke 2dari 10 penyakit terbesar.(8) Pada
12 Puskesmas juga terdapat penderita diare, dimana jumlah tertinggi adalah Puskesmas Kodi utara dengan
jumlah kasus diare 1395 orang, Puskesmas Waimangura dengan jumlah kasus diare1176 orang serta yang
terendah terdapat di Puskesmas Tagabba dengan jumlah kasus diare 278 orang.
Puskesmas Tena Teke merupakan salah satu Puskesmas yang berada di Kabupaten Sumba Barat Daya
dengan peningkatan jumlah penderita diare selama 3 tahun berturut-turut yaitutahun 2016 sebanyak 150 orang,
tahun 2017 sebanyak 250 orang dan tahun 2018 sebanyak 328 orang, dengan penderita terbanyak adalah
kelompok umur <5 tahun (Puskesmas Tena Teke tahun 2018). (9) Pada tahun 2018, Puskesmas Tena Teke adalah
salah satu Puskesmas dengan jumlah penderita kasus diareyang menempati urutan ke 3 dari 12 Puskesmas di
Kabupaten Sumba Barat Daya. Data laporan tahunan 2018, dari lima desa yang terdapat penderita diare pada
balita, jumlah penderita tertinggi adalah Desa BuruKaghu yaitu 45 oraang diikuti 4 desa lainya yaitu desa
werilolo dengan jumlah 17 orang, Desa Weebaghe 40 orang, Desa Milla Ate 35 orang dan Desa Pasono Bedu
dengan jumlah 35 orang.(9)
Desa Buru Kaghu hampir setiap tahun terjadi KLB diare pada balita yang berakibat pada kematian jika
tidak di tangani secara cepat. Tahun 2016 terdapat KLB diare yaitu 2 balita meninggal dunia tahun 2017 dan
bulan april tahun 2017 terdapat KLB 3 orang dari desa Buru Kaghu. Data jumlah balita di Desa Buru Kaghu
pada bulan Oktober-Desember tahun 2018 sebanyak 225 balita, dengan jumlah balita laki-laki sebanyak 109
dan balita perempuan adalah 116 orang. Jumlah penderita diare pada balita di Desa Buru Kaghu tahun 2018 dari
bulan Oktober-Desember sebanyak 45 balita.(9)
Penerapan perilaku hidup bersih dan sehat pada bayi balita tergantung kepada perilaku hidup bersih dan
sehat ibu, karena bayi balita tidak bisa melakukan segala sesuatu dengan mandiri, yang meliputi kebiasaan
buang air besar (BAB) dan kebiasaan mencuci tangan.(10) Perilaku BAB yang benar adalah bila penduduk
melakukannya di jamban dan mencuci tangan yang benar adalah bila penduduk mencuci tangan dengan sabun
sebelum makan, sebelum menyiapkan makanan, setelah buang air besar, setelah menceboki bayi/anak dan
setelah memegang unggas/binatang.(11)
Ada banyak faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dalam mencegah penyakit diare diantaranya faktor
yang berasal dari luar diri maupun dari dalam diri misalnya pengetahuan kebiasaan yang berhubungan
kebersihan diri, ketersediaan air bersih, mencuci tangan sebelum makan, ketersediaan jamban, kebersihan
peralatan makanan/minum. Menurut hasil survey awaldi wilayah kerja Puskesmas Tena Teke khususnya di
Desa Buru Kaghu, pengetahuan ibu terhadap kejadian diare masih rendah, hal ini terlihat dari cara pengolahan
air minum, ketersediaan air bersih, ketersedian penggunaa jamban dan menjaga higiene personal ibu, sanitasi
lingkungan, serta kurangnya informasih penyuluhan kesehatan terhadap ibu balita, penyuluhan tentang perilaku
ibu terhadap upaya pencegahan diare, seperti mencuci tangan sebelum makan, imunisasi, campak, dan
pemberiann ASI pada balita. Begitu pula sikap atau respon ibu balita terhadap kejadian diare juga masih sangat
rendah, ibu balita ketika kejadian diare beranggapan bahwa penyebabnya adalah karena adanya proses
pertumbuhan gigi pada anak balita.

Fakultas Kesehatan Masyarakat - Universitas Nusa Cendana 120


Lontar: Journal of Community Health
e-ISSN 2685-2438 Volume 01 Nomor 04, Desember 2019

Berdasarkan permasalahan yang tertera pada latar belakang di atas maka penelti tertarik untuk meneliti
tentang Faktot-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Buru Kaghu Kecamatan
Wewewa Selatan Kabupaten Sumba-Barat Daya.
Tujuan Penelitian.
Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita di Desa BuruKaghu
Kecamatan Wewewa Selatan Kabupaten Sumba-Barat Daya Tahun 2019.

METODE
Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional dengan rancangan cross sectional study.
Rancangan cross sectional merupakan suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-
faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan obsevasional atau pengumpulan data.(12) Penelitian ini
dilaksanakan di Desa Buru Kaghu Kecamatan Wewewa Selatan Kabupaten Sumba Barat Daya mulai bulan
Januari-Juli 2019. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang memilki balita di Desa Buru Kaghu
Kecamatan Wewewa Selatan Kabupaten Sumba Barat Daya yaitu sebanyak 90 orang. Sampel adalah sebagian
dari keseluruhan objek yang diteliti dianggap mewakil seluruh popolasi.(12)

HASIL

Analisis Univariat Pengetahuan, Pengolahan Air Minum, Mencuci Tangan Pakai Sabun, Pemberian
Makanan Pendamping ASI dan Kebersihan Peralatan Makanan Balita

1. Pengetahuan Ibu Balita

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Ibu Tentang Penyakit Diare di Desa Buru Kaghu
Tahun 2019
Pengetahuan Ibu Balita Jumlah Persentase
Baik 28 31,1
Buruk 62 68,9
Total 90 100
Berdasarkan data Tabel.1, menunjukkan bahwa pengetahuan ibu balita mengenai penyakit diare masin
sangat rendah (68,9%).

2. Pengolahan Air Minum

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengolahan Air Minum dengan Kejadian Diare di Desa Buru
Kaghu Tahun 2019
Pengolahan Air Minum Jumlah Persentase
Baik 45 50
Buruk 45 50
Total 90 100
Berdasarkan data tabel 2, menunjukkan bahwa pengolahan air minum sehari-hari masih belum memadai
sebab hanya 50% keluarga yang mengolah air minum sesuai standar kesehatan.

3. Mencuci Tangan Menggunakan Sabun

Tabel 3. Distribusi Responden yang Mencuci Tangan Menggunakan Sabun di Desa Buru Kaghu Tahun 2019

Mencuci Tangan Menggunakan Sabun Jumlah Persentase


Baik 25 27,8
Buruk 65 72,2
Total 90 100
Berdasarkan data tabel 3, menunjukkan bahwa PHBS dari para ibu yang memiliki balita masih rendah,
salah satunya perilaku mencuci tangan sebagai besar tidak menggunakan sabun mencapai 72,2%.

Fakultas Kesehatan Masyarakat - Universitas Nusa Cendana 121


Lontar: Journal of Community Health
e-ISSN 2685-2438 Volume 01 Nomor 04, Desember 2019

4. Pemberian Makanan Pendamping ASI

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Pemberian Makanan Pendamping ASI di Desa Buru Kaghu Tahun
2019
Pemberian Makan Jumlah Persentase
Baik 30 33,3
Buruk 60 66,7
Total 90 100

Berdasarkan data tabel 4, menunjukkan bahwa sebagian besar ibu terlalu dini dalam memberikan makan
pendamping ASI kepada bayinya yaitu sebelum usia 6 bulan sebanyak 66,7%.

5. Kebersihan Peralatan Makanan Balita

Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Kebersihan Peralatan Makan Balita di Desa Buru Kaghu Tahun
2019
Peralatan Makan Jumlah Persentase
Baik 30 33
Buruk 61 67
Total 90 100

Berdasarkan data tabel 5, menunjukkan bahwa kebersihan peralatan makan dari balita sehari-hari masih
belum sesuai standar kesehatan.

Analisis Bivariat Pengetahuan, Pengolahan Air Minum, Mencuci Tangan Pakai Sabun, Pemberian
Makanan Pendamping ASI, Kebersihan Peralatan Makanan Balita.

1. Pengetahuan Ibu Balita

Tabel 6. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa Buru Kaghu Tahun 2019
Kejadian Diare
Pengetahuan Ibu Balita Ya Tidak Jumlah
n % n % n %
Baik 20 44,5 8 17,8 28 31,1 P value
0,012
Buruk 25 55,5 37 82,2 62 68,9
Total 45 100 45 100 90 100
Berdasarkan data tabel 6, menunjukkan bahwa pengetahuan para ibu yang mempunyai balita tentang
penyakit diare yang rendah/buruk berhubungan dengan tingginya frekuensi kejadian diare pada balita.

2. Pengolahan Air Minum

Tabel 7. Hubungan Pengolahan Air Minum dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa Buru Kaghu Tahun
2019
Kejadian Diare
Pengolahan Air Minum Ya Tidak Jumlah
n % n % n % P value
Baik 0 0 45 50,0 45 50 0,000
Buruk 45 50.0 0 0 45 50
Total 45 50 45 50 90 100

Fakultas Kesehatan Masyarakat - Universitas Nusa Cendana 122


Lontar: Journal of Community Health
e-ISSN 2685-2438 Volume 01 Nomor 04, Desember 2019

Berdasarkan data tabel 7, menunjukkan bahwa pengolahan air minum yang buruk atau tidak memenuhi
syarat kesehatan pada keluarga yang mempunyai balita berhubungan dengan tingginya frekuensi kejadian diare
pada balita.

3. Ketersediaan Jamban Keluarga

Tabel 8. Hubungan Ketersediaan Jamban Kelurga dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Buru Kaghu
Tahun 2019
Kejadian Diare
Ketersedian Jamban Ya Tidak Jumlah
Keluarga n % n % N % P value
Ada 10 22,2 22 48,9 32 35,6 0,15
Tidak ada 35 77,8 23 51,1 58 64,4
Total 45 100 45 100 90 100
Berdasarkan data tabel 8, menunjukkan sebagian besar keluarga yang mempunyai balita tidak memiliki
jamban keluarga sendiri, sehingga faktor tersebut berhubungan dengan frekuensi kejadian diare pada balita.

4. Mencuci Tangan Menggunakan Sabun dan Air Bersih Sebelum Menyuapi Balita

Tabel 9. Hubungan Mencuci Tangan Menggunakan Sabun dan Air Bersih Sebelum Menyuapi Balita
dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa Buru Kaghu Tahun 2019
Kejadian Diare
Mencuci Tangan Menggunakan Ya Tidak Jumlah
Sabun n % N % n % P value
Baik 9 20 16 35,6 25 27,8 0,158
Buruk 36 80 29 64,4 65 72,2
Total 45 100 45 100 90 100
Berdasarkan data tabel 9, menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang memiliki balita masih
mempunyai perilaku PHBS yang rendah dalam mencuci tangan menggunakan sabun, namun perilaku tersebut
tidak berhubungan langsung dengan kejadian diare pada balita, hal tersebut dikarenakan pada umumnya dalam
penyiapan makanan dan penyuapan makanan pada balita, para ibu sebagian sudah mencuci tangan tapi hanya
menggunakan air saja dan sebagian besar sudah dilakukan dengan menggunakan sendok makan sehingga
kontaminasi kuman dapat diminimalisir, sehingga bukan merupakan faktor penyebab diare yang utama untuk
penyebab diare di Desa Buru Kaghu.

5. Pemberian Makanan Pendamping ASI

Tabel 10. Hubungan Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa Buru
Kaghu Tahun 2019
Kejadian Diare
Pemberian Ya Tidak Jumlah
MP-ASI n % n % N % P value
0,823
Baik 16 35,6 14 31,1 30 33,3
Buruk 29 64,4 31 68,9 60 66,7
Total 45 100 45 100 90 100
Berdasarkan data tabel 10, menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang memiliki bayi memberikan
makanan pendamping ASI terlalu dini yakni pada usia bayi kurang dari 6 bulan, namun perilaku tersebut tidak
berhubungan langsung dengan kejadian diare pada balita, hal tersebut karena umumnya makanan pendamping
ASI yang diberikan berupa makanan lunak seperti madu, teh, bubur/pure nasi dan pisang dan sebagainya,
sehingga bukan merupakan faktor penyebab diare yang disebab oleh kuman/mikroorgnisme pathogen tetapi
diare karena masalah di usus bayi, sehingga bukan menjadi faktor utama penyebab tingginya frekuensi diare
akibat kuman penyakit di Desa Buru Kaghu.

Fakultas Kesehatan Masyarakat - Universitas Nusa Cendana 123


Lontar: Journal of Community Health
e-ISSN 2685-2438 Volume 01 Nomor 04, Desember 2019

6. Kebersihan Peralatan Makanan Balita

Tabel 11. Hubungan Kebersihan Peralatan Makanan dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa Buru
Kaghu Tahun 2019
Kejadian Diare
Kebersihan Ya Tidak Jumlah
Peralatan Makanan n % n % n % P value
0,652
Baik 16 35,6 13 28,8 30 33
Buruk 29 64,4 32 71,7 61 67
Total 45 100 45 100 90 100
Berdasarkan data tabel 11, menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang memiliki balita masih
mempunyai perilaku PHBS yang rendah dalam kebersihan peralatan makanan, namun perilaku tersebut tidak
berhubungan langsung dengan kejadian diare pada balita, hal tersebut dikarenakan pada umumnya dalam
membersihkan peralatan bayi khususnya botol susu sudah dilakukan dengan mencuci menggunakan air bersih,
sehingga kontaminasi kuman dapat diminimalisir namun belum maksimal karena tidak tidak disterilisasi dengan
air panas/mendidih, sehingga hal tersebut bukan merupakan faktor penyebab diare yang utama untuk penyebab
diare di Desa Buru Kaghu.

PEMBAHASAN

1. Hubungan Antara Pengetahuan dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Buru Kaghu Kecamatan
Wewewa Selatan Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun 2019
Pengetahuan merupakan hasil tahu sehingga membuat seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu
objek tertentu. Pengetahuan yang baik akan membuat seseorang, dalam hal iniyaitu ibu balita mengenai
kebersihan diri dalam menjaga kesehataan untuk dapat terhindar dari berbagai jenis penyakit. Berdasarkan hasil
penelitian menunjukan menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu yang terhadap kejadian diare
pada balita. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Susi Hartati Nurazila di Wilayah Kerja Puskesmas Rejosari
Pekanbaru yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara variabel pengetahuan ibu dengan
kejadian diare pada balita. (13)

2. Hubungan Antara Pengolahan Air Minum dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa Buru Kaghu
Kecamatan Wewewa Selatan Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun 2019
Merebus adalah proses mematikan mikroorganisme penyebab penyakit dengan pemanasan. Air dapat
diminum setelah dibiarkan mendidih selama 3-5 menit. Kelebihan merebus air dengan efektif membunuh semua
organisme penyebab penyakit. Pengelohan air minum, menyaring bakteri dan melumpuhkan bakteri secara
kimiawi (lapisan perak nitrat). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan dengan antara pengolahan
air minum terhadap kejadiaan diare pada balita di Desa Buru Kaghu. Penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Budi Hairani dkk (2014) di Puskesmas Beringin Kabupaten Tapin yang menyatakan bahwa
ada hubungan antara variabel pengolahan air minum dengan kejadian diare pada balita dengan p value 0,000
(14)
.

3. Hubungan Antara Ketersediaan Jamban Keluarga dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa Buru Kaghu
Kecamatan Wewewa Selatan Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun 2019
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas
tempat duduk dengan leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk
membersihkannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara ketersedian jamban keluarga
dengan kejadian diare pada balita di Desa Buru Kaghu. Hal dikarenakan masyarakat setempat khususnya ibu
yang beranggapan bahwa tidak perlu memiliki jamban pribadi karena ada sebagian responden yang buang air
besar dan kecil sembarangan (BABS/BAKS). Berdasakan hal tersebut maka perilaku BABS/BAKS pada
masyarakat perlu dirubah.

Fakultas Kesehatan Masyarakat - Universitas Nusa Cendana 124


Lontar: Journal of Community Health
e-ISSN 2685-2438 Volume 01 Nomor 04, Desember 2019

4. Hubungan Antara Mencuci Tangan Menggunakan Sabun dengan Air Bersih dengan Kejadian Diare pada
Balita di Desa Buru Kaghu Kecamatan Wewewa Selatan Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun 2019
Mencuci tangan dengan sabun adalah perilaku yang sangat penting bagi upaya untuk mencegah diare.
Kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah membuang air bersih, setelah membantu anak BAB (menceboki
anak), sebelum menyuapi anak makan, sebelum mengelola makanan (memasak) dan sebelum makan. Mencuci
tangan dengan air bersih dengan sabun dapat membersihkan kotoran dan membunuh kuman.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan mencuci tangan dengan sabun kejadian pada
balita Sebagian besar balita di Desa Buru Kaghu tidak mencuci tangan menggunakan sabun terlebih dahulu
sebelum makan. Biasanya orang tua ketika pulang dari sawah dan sebelum menyuapi balita, hanya mencuci
tangan menggunakan air bilas cuci piring kemudian tangannya di lap pada baju atau celana yang sedang dipakai,
dengan alasan terburu-buru untuk memberi makan anak karena anak menangis atau rewel minta makan. Perilaku
mencuci tangan tidak menggunakan sabun dan air bersih serta pada wadah yang tertampung ini menyebabkan
kuman yang ada pada air bilasan tersebut menempel kembali pada tangan.

5. Hubungan Antara Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa Buru
Kaghu Kecamatan Wewewa Selatan Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun 2019
MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gisi, diberikan kepada bayi atau anak usia
6-24 bulan guna memenuhi gizi selain dari ASI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
MP-ASI dengan kejadian diare pada balita. Sebagian ibu di Desa Buru Kaghu adalah ibu rumah tangga yang
mempunyai penghasilan dari hasil penjualan hasil kebun.Ketika panen maka ibusibuk untuk membersihkan
sayur. Kesibukan ibu tersebut menyebabkan pemberian MP-ASI pada balita tidak sesuai dengan umurnya
misalnya pada umur kurang dari 7 bulan sudah diberikan nasi keras, hal ini dapat memaksa kerja usus bayi yang
belum siap untuk menerima makanan keras selain ASI sehingga berisiko menyebabkan diare. Pemberian MP-
ASI setelah bayi berusia 6 bulan memberikan perlindungan besar dari berbagai penyakit.

6. Hubungan Antara Kebersihan Peralatan Makanan Balita dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa Buru
Kaghu Kecamatan Wewewa Selatan Kabupaten Sumba barat Daya Tahun 2019
Tindakan atau kegiatan yang perlu dilakukan untuk membebaskan minuman atau makanan dari segala
bahaya yang dapat mengganggu kesehatan, dapat dimulai sebelum menyiapkan minuman, tempat minuman atau
makanan tersebut harus dicuci atau disteril untuk menghindari kontaminasi mikro organisme penyebab penyakit
yaitu diare.
Hasil analisis statistik menggunakan uji Chi-Square menyatakan bahwa tidak hubungan antara
kebersihan peralatan makan balita dengan kejadian diare pada balita di Desa Buru Kaghu. Hasil wawancara
dengan ibu-ibu balita di Desa Buru Kaghu menunjukan bahwa umumnya balita sudah menjaga kebersihan
peralatan makanan balita dengan cara mencuci peralatan makan menggunakan sabun terlebih dahulu, lalu
dibilas dengan air yang tertampung dalam bokor yang umumnya terdapat 2 buah yaitu untuk pembilasan
pertama dan kedua. Bagi balita yang menggunakkan dot susu, ibu balita tidak lupa juga melakukan sterilisasi
dengan cara dikocok atau direndam dengan air panas terlebih dahulu sebelum diberikan pada balita.
Umumnya ibu balita di Desa Buru Kaghu melakukan sterilisasi menggunakan air termos yang panasnya
telah kurang atau suhunya tidak lagi sesuai dengan derajat kematian kuman, sehingga kuman yang terdapat pada
botol susu masih tetap ada dan apabila balita meminum susu dari tersebut maka dapat menyebabkan kejadian
diare. Penelitian ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh dikelurahan Tawagmas Kota
semarang yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel kebersihan peralatan
makan balita dengan kejadian diare dengan p value = 0,652, karena ibu di kelurahan Tawangmas dalam
keseharian sudah menjaga kebersihan peeralatan makan balita seperti mencuci peralatan makan/minum dengan
sabun dengan air bersih dan pada umumnya suda melakukan sterilisasi pada botol susu ssebelum digunakan,
terdapat 16 ibu (55.2%) yang melakukan sterilisasi botol susu sehingga penyakit diare dicegah.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Desa Buru Kaghu Kecamatan Wewewa Selatan
Kabupaten Sumba Barat Daya tahun 2019 diperoleh kesimpulan bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu
balita, pengolaahan air minum dan ketersedian jamban keluarga dengan kejadian diare pada balita di Desa Buru
Kaghu, namun tidak ada hubungan antara kebiasaan mencuci tangan menggunakan dan air bersih, pemberian
makanan pendamping ASI dan kebersihan peralatan makan dan minum balita dengan kejadian diare pada balita
di Desa Buru Kaghu.

Fakultas Kesehatan Masyarakat - Universitas Nusa Cendana 125


Lontar: Journal of Community Health
e-ISSN 2685-2438 Volume 01 Nomor 04, Desember 2019

DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. 2009. Kementrian Kesehatan RI Epidiomologi Penelitian Diare. Kemenkes RI. Jakarta.
2. Nenosono, Febriany. 2012. Hubungan Antara Sanitasi Makanan dan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian
Diare di Desa Naibonat Kecamatan Kupang Timur. Skripsi. FKM UNDANA Kupang.
3. Kemenkes RI. 2014. STBM Jambanisasi yang Memenuhi Syarat Kesehatan. Kemenkes RI. Jakarta.
4. Kemenkes RI. 2016. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Kemenkes RI. Jakarta.
5. Dinkes Provinsi NTT. 2012. Profil Kesehatan Provinsi NTT Tahun 2011. Provinsi NTT. Kupang.
6. Dinkes Provinsi NTT. 2016. Profil Kesehatan Provinsi NTT Tahun 2015. Provinsi NTT. Kupang.
7. Kemenkes RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Kemenkes RI. Jakarta.
8. Dinkes Kabupaten Sumba Barat Daya. 2017. Profil Kesehatan Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun 2016.
Dinkes Kabupaten Sumba Barat Daya. Waitabula.
9. Puskesmas Tena Teke. 2018. Profil Puskesmas Tena Teka Tahun 2017. Puskesmas Tena Teke. Sumba Barat
Daya.
10. Kemenkes RI. 2007. Profil Kesehatan Indonesia. Kemenkes RI. Jakarta.
11. Ndapa Bonifilio. 2015, Hubungan Perilaku Bersih dan Sehat (PHBS) Ibu Rumah Tanggdengan Kejadian
Diare pada Balita di Desa Kecamatan Wilayah Kerja Puskesmas Manisreng, Klaten Jawa Tengah. Skripsi.
Yogyakarta.
12. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta.
13. Susi Hartati Nurazila. 2018. Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Rejosari Pekanbaru. Jurnal Endurance (Kajian Ilmiah Problema Kesehatan). Volume 3 No. 2
Tahun 2018.
14. Budi Hairani, Suriani, Dicky Andiarsa, Juhairiyah. 2017. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Diare dan
Perilaku Memasak Air Minum dengan Kejadian Diare Balita di Puskesmas Beringin Kabupaten Tapin
Tahun 2014. Journal of Health Epidemiology and Communicable Diseases (HECDs). Volume 3 No.1 Tahun
2017.

Fakultas Kesehatan Masyarakat - Universitas Nusa Cendana 126

You might also like