Pen Ting
Pen Ting
Pen Ting
, Nannochloropsis
sp. DAN Chlorella sp. PADA MEDIA LIMBAH CAIR INDUSTRI KARET
REMAH SEBAGAI SUMBER PROTEIN
(Skripsi)
Oleh
RIMADINA ARUMAYANTI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRACT
By
Rimadina Arumayanti
single cell protein. Crumb rubber wastewater which contains of high organic
matter and nutrients can be used as a media for the growth of microalgae without
the addition of nutrients. The purpose of this study was to get one of three types
of microalgae that is Spirulina sp., Nannochloropsis sp. and Chlorella sp. which
were cultivated on the crumb rubber wastewater media with the highest potential
preparing the seed of microalgae Spirulina sp., Nannochloropsis sp. and Chlorella
sp. as much 25% v/v cultivated in 5 L of volume open pond bioreactor for 7 days,
and then flocculated by NaOH. The daily observations conducted was: cell
density, whereas at the beginning and end of cultivation that is: biomass, protein
and pH. This results indicated that High protein microalgae types that are able to
adapt to crumb rubber industrial waste media are Spirulina sp. with cell density
6.835 x 104 sel/mL, to produce the highest biomass of 0,6866 g/L, protein content
of 16,80%, then fat content of 2,13%, moisture content of 15,65% and ash content
of 39,27%.
Key words : Spirulina sp., Dunaliella sp., Tetraselmis sp., Wastewater, Protein
ABSTRAK
Oleh
Rimadina Arumayanti
juga dikenal sebagai single cell protein. Limbah cair karet yang mengandung
bahan organik dan nutrien yang tinggi dapat digunakan sebagai media
untuk mendapatkan satu dari ketiga jenis mikroalga yaitu Spirulina sp.,
Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp. yang dikultivasikan pada media limbah
cair karet yang paling berpotensi dalam menghasilkan biomassa dan kadar protein
tinggi. Penelitian ini dilakukan dengan menyiapkan bibit mikroalga Spirulina sp.,
Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp. sebanyak 25% v/v dikultivasikan pada
bioreaktor sistem open pond dengan volume kerja 5 L selama 7 hari, kemudian
dilakukan setiap hari yaitu kepadatan sel, sedangkan pada awal dan akhir kultivasi
Demand, Dissolved Oxygen dan pH. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Jenis mikroalga berprotein tinggi yang mampu beradaptasi pada media limbah
cair industri karet remah adalah Spirulina sp. dengan kepadatan sel 6.835 x 104
sel/mL, menghasilkan biomassa tertinggi yaitu 0,6866 g/L dan kadar protein
sebesar 16,80%, kemudian kadar lemak sebesar 2,13%, kadar air 15,65% dan
Kata Kunci : Spirulina sp., Dunaliella sp., Tetraselmis sp., Limbah Cair, Protein
KAJIAN PERTUMBUHAN MIKROALGA Spirulina sp. Nannochloropsis
sp. DAN Chlorella sp. PADA MEDIA LIMBAH CAIR INDUSTRI KARET
REMAH SEBAGAI SUMBER PROTEIN
Oleh
RIMADINA ARUMAYANTI
Skripsi
Pada
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Bejo Sutrisno dan Ibu
pada tahun 2000-2002, Sekolah Dasar Negeri (SDN) 02 Sabah Balau pada tahun
sampai Maret 2018 dan melaksanakan kegiatan Praktik Umum (PU) pada bulan
Besar, Lampung Tengah. Penulis pernah menjadi asisten dosen pada mata kuliah
hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya serta kelancaran yang telah
sp. dan Chlorella sp. Pada Media Limbah Cair Industri Karet Remah Sebagai
Sumber Protein”. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari keterlibatan berbagai
pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
2. Ibu Ir. Susilawati, M.Si. selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
3. Ibu Ir. Otik Nawansih, M.P. selaku Pembimbing Pertama skripsi, terimakasih
4. Bapak Dr. Ir. Tanto Pratondo Utomo, M.Si. selaku Pembimbing Kedua
7. Bapak Safei, Ibu Valen dan Ibu Anis yang telah memberikan bimbingan,
8. Kedua orang tuaku Bapak Bejo Sutrisno dan Ibu Sumarsinah, kakakku Nur
Aris Henda Yanto dan adikku Titin Na’afiah, terima kasih atas doa, motivasi,
kasih dan sayang yang tak pernah putus yang telah diberikan, semangat,
dukungan, pengertian dan bantuan baik materi maupun non materi yang tak
Satria Rainaudi) yang telah membantu dan memberi saran selama proses
10. Keluarga angkatan 2014 yang telah memberikan pengalaman yang luar biasa
Penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka dan semoga
Rimadina Arumayanti
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI.......................................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR............................................................................................ iv
I. PENDAHULUAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
12. Kadar protein Spirulina sp., Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp. .......... 99
13. Kadar lemak Spirulina sp., Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp. . .......... 99
14. Kadar air dan kadar abu Spirulina sp. Nannochloropsis sp. dan
Chlorella sp. ................................................................................................100
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
15. Colpoda........................................................................................................ 58
19. Grafik penurunan kadar N-total pada limbah cair karet remah
sebelum dan setelah kultivasi....................................................................... 69
20. Grafik penurunan kadar P-PO4 pada limbah cair karet remah
sebelum dan setelah kultivasi....................................................................... 71
22. Peningkatan kadar Dissolved Oxygen pada media limbah cair karet
remah sebelum dan setelah kultivasi............................................................ 76
31. Kultivasi Pada Media limbah cair karet selama 7 hari................................. 102
yang besar dalam upaya peningkatan devisa negara. Produksi karet Indonesia
kedepannya. Menurut Utomo dan Suroso (2008), Industri pengolahan karet alam
didominasi oleh jenis karet remah yakni 90% dari total produksi karet di
Indonesia. Usaha industri karet remah adalah suatu usaha industri pengolahan
karet yang melakukan kegiatan mengubah bahan baku karet menjadi karet remah.
Salah satu industri karet remah di Lampung yang dikelola oleh PT. Perkebunan
Nusantara VII (Persero) adalah Unit Pabrik Karet Way Berulu. Pabrik
Pengolahan Karet Remah Unit Usaha Way Berulu merupakan pabrik yang
mengolah lateks segar menjadi karet remah dengan jenis mutu SIR (Standard
menimbulkan limbah cair. Pabrik pengolahan karet remah unit usaha Way Berulu
memiliki kapasitas produksi sebanyak 30 ton kk/hari dan limbah cair yang
2
dikeluarkan antara 240-312 m3/hari. Oleh karena itu diperlukan penanganan dan
Limbah cair pengolahan karet ini berasal dari proses pengenceran lateks,
antara lain, komponen karet (protein, lipid, karotenoid, dan garam anorganik),
lateks yang tidak terkoagulasi dan bahan kimia yang ditambahkan selama
sebesar 100-300 mg/L N-NH3 dan senyawa fosfor sebesar 20-40 mg/L P-PO4
(Utomo et al., 2012). Senyawa-senyawa organik berupa nitrogen dan fosfor dalam
limbah cair industri karet remah dapat digunakan mikroalga sebagai sumber hara.
penelitian Dedi et al., 2010 menyatakan bahwa mikroalga Chlorella sp. yang
dibudidaya pada media limbah cair karet dengan konsentrasi 15% mampu
menghasilkan biomassa dan kepadatan sel tertinggi sebesar 3,7256 x 106 (sel/mL).
kelas alga, diameternya antara 3-30 μm, baik sel tunggal maupun koloni yang
hidup di seluruh wilayah perairan tawar maupun laut, yang lazim disebut
dalam masa selnya, oleh karena itu dapat digunakan sebagai alat untuk mengambil
nutrien N dan P yang terdapat pada hasil buangan atau limbah cair. Mikroalga
yang tumbuh pada limbah cair karet memiliki peran penting dalam proses
namun adanya simbiosis mutualisme antara mikroalga dan bakteri aerob dapat
organik seperti nitrogen dan Phospat untuk fotosintesis. Oksigen yang dihasilkan
juga dikenal sebagai single cell protein.. Biomassa mikroalga kaya nutrien antara
lain asam lemak omega 3 dan 6, asam amino esensial (leusin, isoleusin, valin, dan
pertumbuhan berat badan pada ikan, dan babi, selain itu mikroalga yang dijadikan
pakan ayam dapat menurunkan kandungan kolesterol dalam telur yang dihasilkan
serta warna dari telur menjadi lebih gelap akibat pertambahan kandungan pigmen
karoten (Chen, et al., 2011). Beberapa jenis mikroalga juga memiliki kandungan
Spirulina sp. merupakan organisme autotroph berwarna hijau kebiruan terdiri dari
filament terpilin menyerupai spiral (helix) sehingga disebut juga alga biru hijau
4
berfilamen (Ariyati, 1998; Hariyati, 2008). Spirulina sp memiliki ukuran sel yang
besar yaitu berdiameter 1-12 µm, panjang 200-300 μm dan lebar 5-70 μm.
Keunggulan dari Spirulina sp adalah kandungan nutrisi yang baik antara lain 60–
70% protein, 13,5% karbohidrat, 4-7% lemak dan asam lemak (linolenic acid dan
γ-linolenic acid), asam amino esensial (leusin, isoleusin, valine), pigmen (klorofil,
vitamin B12 serta β-caroten, serta mineral dan mudah dicerna oleh ternak (Koru,
pada media ekstrak tauge (MET) 4% dan Urea 100 ppm menunjukkan kadar
bola, berukuran kecil dengan diamater 2-4 μm. Ciri khas dari mikroalga ini
adalah memiliki dinding sel yang terbuat dari komponen selulosa (Sleigh, 1989;
dengan menggunakan media limbah cair dari outlet kolam Fakultatif II dapat
meningkatkan kepadatan sel Nannochloropsis sp. mencapai 3,3 x 107 sel/mL dan
dapat menurunkan kandungan bahan organik limbah cair karet remah berupa N-
NH3 mencapai 98%, P-PO4 89%, N-total 92%, serta perolehan yield kering
sebesar 0,87 g/L. Nannochloropsis sp. mempunyai peranan penting dalam suatu
kandungan gizi dan pigmen seperti protein (52,11 %), karbohidrat (16 %), lemak
(27,64 %), vitamin C (0,85 %) dan klorofil A (0,89 %) (Anon et al., 2009).
5
sp. karena organisme ini mempunyai pigmen klorofil, sehingga dapat melakukan
fotosintesis. Bentuk sel Chlorella sp. bulat atau bulat telur dan di dalamnya
tidak dapat bergerak aktif, diameter selnya berkisar antara 2-8 μm, dinding selnya
keras terdiri atas selulosa dan pektin. Berdasarkan penelitian Zulfarina et al.,
Chlorella sp. dapat menurunkan kadar pencemar (COD) 52,6-96,7 % pada limbah
cair karet setelah dikultivasi selama 15 hari. Chlorella sp. memiliki kandungan
minyak sebesar 28-32%, karbohidrat 12-17%, lemak 14-22%, asam nukleat 4-5%
kemampuan ketiga jenis mikroalga dalam beradaptasi di limbah cair karet perlu
dikaji potensinya dalam hal menghasilkan biomassa yang kaya protein dan dapat
Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan satu dari ketiga jenis mikroalga
yaitu Spirulina sp., Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp. yang dikultivasikan
pada media limbah cair karet yang paling berpotensi dalam menghasilkan
2.1. Mikroalga
kelas alga, diameternya antara 3-30 μm, baik sel tunggal maupun koloni yang
hidup di seluruh wilayah perairan tawar maupun laut, yang lazim disebut
belum ada pembagian tugas yang jelas pada sel-sel komponennya. Hal itulah yang
alami mikroalga terdiri dari zat gizi dan beberapa senyawa aktif seperti β-karoten,
protein yang sangat tinggi, sehingga mikroalga juga dikenal sebagai single cell
protein. Jenis mikroalga yang berpotensi untuk pangan terdapat pada tabel
prokariot terdiri dari sianobakter atau alga biru-hijau dan mirip dengan bakteri.
Sel prokariot mikroalga tidak mempunyai organel terikat membran seperti plastid,
fotosintesa. Sebagian besar mikroalga memiliki inti yang membantu fungsi sel
heterotrof menggunakan karbon organik dari luar sebagai sumber energi seperti
kultivasi terbagi menjadi lima tahapan yaitu, fase adaptasi (lag phase), fase
stasioner, fase kematian (death phase). Lima tahapan fase tersebut dijabarkan
sebagai berikut:
a). Fase Adaptasi (Lag Phase) lag phase merupakan suatu tahap setelah
terjadi pertambahan sel. Fase ini adalah fase penyesuaian yaitu suatu masa
ketika sel–sel kekurangan metabolisme dan enzim akibat dari keadaan tidak
lingkungan yang baru. Enzim–enzim dan zat antara terbentuk dan terkumpul
b). Fase eksponensial (Log Phase), pada fase ini sel–sel membelah dengan cepat
dan terjadi pertambahan dalam jumlah sel. Selama fase ini, sel–sel berada
dalam keadaan yang stabil. Bahan sel baru terbentuk dengan konstan tetapi
Hal ini bergantung pada satu atau dua hal yang terjadi, yaitu apabila tidak atau
lebih zat makan dalam pembenihan maka hasil metabolisme yang beracun akan
perindustrian dibutuhkan bibit atau starter untuk proses fermentasi suatu bahan
eksponensial.
c). Fase penurunan laju pertumbuhan (Deklinasi), pada fase ini terjadi
karena zat makan yang tersedia tidak sebanding dengan populasi akibat dari
pertumbuhan yang sangat cepat pada fase eksponensial sehingga sebagian dari
populasi yang mendapatkan makan yang cukup dan dapat tumbuh serta
membelah.
d). Fase stasioner, pada fase ini laju pertumbuhan berbanding lurus dengan laju
e). Fase kematian, pada fase ini laju kematian lebih cepat dibandingkan dengan
laju pertumbuhan sehingga terjadi penurunan jumlah sel pada bak kulturisasi.
yang dipengaruhi oleh suhu, intensitas cahaya, jumlah hara yang ada dan
(Aung et al., 2013). Mikroalga dapat menjadi alternatif sumber produk alami
bioreaktor dalam skala besar. Selain itu kondisi sel mikroalga dapat dikontrol,
meliputi:
a). Salinitas
tinggi tetapi ada juga yang dapat tumbuh dalam kisaran salinitas yang rendah.
Namun, hampir semua jenis mikroalga dapat tumbuh optimal pada salinitas
sedikit dibawah habitat asal. Pengaturan salinitas pada media yang diperkaya
b). Suhu
perairan. Secara umum suhu optimal dalam kultur mikroalga berkisar antara
20-24 C. Suhu dalam kultur diatur sedemikian rupa bergantung pada media
mengalirkan air dingin ke botol kultur atau dengan menggunakan alat pengatur
Kisaran pH untuk kultur alga antara 7-9, kisaran optimum untuk alga laut
berkisar antara 7,8-8,5. Semakin tinggi kerapatan sel pada medium kultur
semakin tinggi) dan hal itu menyebabkan peningkatan CO2 terlarut dalam
maksimum 33% ketika ph turun pada 5,0 (Colman dan Gehl, 1983).
d). Karbondioksida
1990).
Mikroalga dapat menyerap CO2 pada kisaran pH dan konsentrasi gas CO2 yang
kultivasi dan dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi gas CO2. Semakin tinggi
konsentrasi gas CO2 maka semakin besar pula pembentukan biomassa yang
terjadi. Gas CO2 diserap oleh mikroalga dan digunakan untuk proses biofiksasi
tingkat tinggi, mikroalga dapat tumbuh sangat cepat dan mikroalga tidak
membutuhkan tempat atau lahan yang sangat luas untuk tumbuh (Benemann,
1997).
e). Nutrien
Mikroalga memperoleh nutrien dari air laut yang sudah mengandung nutrien
dari makro dan mikro nutrient. Untuk makro nutrient terdiri dari C, H, N, P, K,
S, Mg dan Ca, sedangkan untuk mikro nutrient antara lain Fe, Cu, Mn, Zn, Co,
Mo, Bo, Vn dan Si. Faktor pembatas untuk mikroalga adalah N dan P (Dallaire
et al., 2007).
Nutrien di dalam media kultur merupakan faktor yang tidak kalah penting
(Mg) berperan sebagai kofaktor dalam pembentukan asam amino dan klorofil,
Besi (Fe) berperan dalam sintesis klorofil dan sintesis protein-protein penyusun
1973).
f). Aerasi
dalam kultur mendapatkan nutrien yang sama, mencegah sratifikasi suhu, dan
udara normal terdiri atas gas nitrogen 78,09 %, oksigen 20,95 %, dan
g). Cahaya
minimal dinyalakan 18 jam per hari, hal tersebut dilakukan sampai mikroalga
sehingga medium kultur menjadi jenuh oleh senyawa karbonat yang tidak
gas CO2 ke dalam medium kultur (Wijanarko et al., 2007). Namun pada
yang konstan karena CTR (Carbon Transfer Rate) pada umumnya memiliki
nilai yang tinggi pada awal masa pertumbuhan dimana konsentrasi gas CO 2 di
dalam medium kultur masih di bawah ambang kejenuhan, sehingga gas CO2
lebih mudah larut dalam medium kultur. Selain itu, kenaikan jumlah sel yang
sangat besar mempertinggi penyerapan gas yang terlarut dalam bentuk HCO3-
oleh mikroalga. CTR kemudian akan cenderung menurun seiring dengan waktu
jumlah sel mikroalga dan bertambah besarnya ukuran sel (Isnansetyo dan
sedikit menghasilkan produk yang diinginkan dalam jumlah banyak, untuk itu
nutrien antara lain asam lemak omega 3 dan 6, asam amino esensial (leusin,
isoleusin, valin, dan lain-lain), dan karoten. Beberapa jenis mikroalga juga
memiliki kandungan protein yang tinggi. Asam amino pada mikroalga lebih
baik jika dibandingkan dengan sumber protein makanan yang lain (Hasanah,
2011). Selain itu jika dibandingkan dengan sumber lain seperti yeast maupun
(Nur, 2014).
Harun et al., (2010) memaparkan beberapa produk yang dapat dihasilkan dari
mikroalga, diantaranya :
Mikroalga dapat digunakan dalam aplikasi yang lebih luas. Selain sebagai produk
a). Omega 3
Sumber omega-3 dapat ditemui dalam bentuk eicosapentanoic acid (EPA) dan
seperti obat migrain, jantung, asma, dan beberapa penyakit berbahaya lainnya.
Nannochloropsis sp.
Sama halnya dengan EPA, DHA juga berperan penting dalam bidang medis.
mikroalga air laut, dapat menghasilkan DHA 33-39% dari total asam lemak.
b). Klorofil
Klorofil secara medis berfungsi sebagai penawar pada organ hati, memperbaiki
digunakan sebagai sumber pigmen pada kosmetik dan pangan. Salah satu
protein tinggi hingga mencapai 68% dan kandungan vitamin lain. Kandungan
protein ini lebih tinggi dari daging, kedelai, ikan, dan telur. Beberapa
mikroalga lain yang mengandung protein tinggi seperti Chlorella sp. juga dapat
digunakan sebagai pakan alami untuk beberapa jenis udang tertentu. Selain itu
yang berfungsi menurunkan lemak dan menambah kadar protein pada daging.
18
c). Karotenoid
Mikroalga merupakan sumber pakan alami yang populer bagi peternak unggas,
19
pem budidaya ikan, dan sapi. Beberapa jenis mikroalga dapat dimanfaatkan
sebagai suplemen yang dicampurkan pada pelet atau makanan ternak lainnya.
hari dilakukan uji coba penambahan Spirulina dengan dosis 200 gram diperoleh
kg/ hari tanpa penambahan alga, menjadi 36 lt/hari. Selain itu Mikroalga juga
Salah satu jenis mikroalga yang memiliki rentang hidup yang luas di media
tampak seperti benang tipis (filamen) yang berbentuk spiral. Filamen ini
merupakan koloni sel yang dapat bersifat motil. Filamen bersel banyak memiliki
ukuran panjang 200-300 dan lebar 5-70 mikron. Suatu filament dengan 7 spiral
akan mencapai ukuran 1000 mikron dan berisi 250-400 sel (Phang, 2002).
(Hariyati, 2008).
Spirulina sp. memiliki dinding sel yang tipis dengan garis tengah sel berkisar 1-12
mikron. Spirulina sp. bergerak dengan cara menggelinding sepanjang garis tengah
cara membelah diri. Spirulina sp. merupakan salah satu jenis mikroalga yang
sangat berpotensi sebagai sumber pangan karena 1 are (0,4646 hektar) Spirulina
sp. dapat menghasilkan protein 20 kali lebih baik dari 1 are kedelai atau jagung
dan 200 kali lebih baik daripada daging sapi (Spolaore et al., 2006). Spirulina sp.
dapat tumbuh dengan baik di danau, air tawar, air laut, dan media tanah.
Mikroalga jenis ini termasuk mikroalga yang mudah untuk dibudidayakan, karena
Klasifikasi Spirulina sp menurut Bold dan Wynne (1985) adalah sebagai berikut:
Divisi : Cyanophyta
Kelas : Cyanophyceae
Famili : Oscillatoriaceae
Genus : Spirulina
Spesies : Spirulina sp.
21
Keunggulan dari Spirulina sp. adalah kandungan nutrisi yang baik antara lain 60–
70% protein, 13,5% karbohidrat, 4-7% lemak dan asam lemak (linolenic acid dan
γ-linolenic acid), asam amino esensial (leusin, isoleusin, valine), pigmen (klorofil,
vitamin B12 serta β-caroten (Koru, 2012). Menurut Riyono (2008) menyatakan
bahwa Spirulina sp. memiliki banyak manfaat dan juga keistimewaan. Keistimewaan
yang dimiliki Spirulina diantaranya adalah sebagai sumber protein nabati 100%
bersifat alkali, dengan dinding sel yang lunak sehingga sangat mudah dicerna dan
diserap oleh tubuh. Protein Spirulina sp. 90% dapat dicerna karena mengandung
Selain kandungan protein yang cukup tinggi, Spirulina sp. memiliki beberapa
keunggulan dibanding mikroalga jenis lain yaitu relatif cepat berproduksi serta
biomassa yang dihasilkan mudah dalam pemanenan. Hal ini disebabkan karena
ukuran biomassa Spirulina sp. lebih besar sehingga dapat dipisahkan dari media
melalui filtrasi menggunakan filter berukuran 20 μm. Spirulina sp. mudah dicerna
karena lapisannya berupa membran tipis bukan seperti selulosa yang sulit dicerna.
Membran tersebut merupakan gugus gula yang mudah dicerna dan diserap
22
Secara umum, Spirulina sp. dapat tumbuh dengan baik pada kisaran pH 8-11,
gelap 8 jam pada intensitas cahaya 2000 ± 200 lux, temperatur 30 ± 1°C dan pH
9.1 (Santosa dan Limantara, 2007). Suhu terendah untuk Spirulina platensis
untuk hidup adalah 15°C pertumbuhan yang optimal adalah 35- 40°C
mempengaruhi tekanan osmosis antara sel dan medium serta laju disosiasi
senyawa organik nutrien alga. Bila salinitas terlalu tinggi akan mengakibatkan
baiknya penyerapan nutrien oleh sel. Ketersediaan nutrisi yang memadai dan
sinar matahari yang cukup juga merupakan faktor penting yang mendukung
media ekstrak tauge (MET) 4% dan Urea 100 ppm menunjukkan kadar protein
20-27 ppt, dan pH 7-8. Berdasarkan penelitian Nawansih et al., (2015) dari 3
jenis mikroalga yang dicoba Spirulina sp., Dunaliella sp., Tetraselmis sp. yang
media limbah cair karet remah serta dapat menurunkan cemaran adalah Spirulina
23
sp. Kepadatan sel setelah 7 hari kultivasi mencapai 3878 x 104 sel/mL,
serta mampu menurunkan beban cemaran N-NH3 sebesar 94% dan P-PO4 sebesar
71%.
berikut:
Regnum : Protista
Divisio : Chromophyta
Classis : Eustigmatophyceae
Ordo : Eustigmatales
Familia : Monodopsidaceae
Genus : Nannochloropsis
Spesies : Nannochloropsis
Nannochloropsis sp. merupakan salah satu pakan alami (livefood) untuk larva ikan
atau udang dan juga berperan sebagai pakan dari zooplankton, rotifer dan artemia
(Sasmita, 2004). Nannchloropsis sp. memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi
diamater 2-4 μm, memiliki 2 flagel dengan salah satu flagelnya berambut tipis.
Ciri khas dari Nannochloropsis sp. adalah memiliki dinding sel yang terbuat dari
seperti lonceng yang terletak di tepi sel dan memiliki stigma (bintik mata) yang
perairan baik laut maupun tawar. Nannochloropsis sp. dapat tumbuh pada salinitas 0-
35 ppt. Salinitas optimum untuk pertumbuhannya adalah 25-35 ppt, suhu 25-30oC
dan tumbuh baik pada kisaran pH 8-9,5 (Fachrullah, 2011). Perubahan salinitas dan
CO2 pada tahap kedua dapat meningkatkan kepadatan dan mengubah kandungan
lipid. Menurut Wahyuni et al., (2001), bahwa sel Nannochloropsis sp. tumbuh
25
dengan baik dengan pH 7-9 dengan kekuatan cahaya 5000-200.000 lux sesuai dengan
cara membelah diri dan membentuk autospora. Setiap sel yang sudah masak akan
membelah diri dan menghasilkan dua dan empat autospora. Autospora adalah spora
non flagela yang bentuknya menyerupai sel induknya, tetapi mempunyai ukuran
tubuh lebih kecil. Autospora yang telah dihasilkan dibebaskan dari sel induk melalui
penghancuran dinding sel dewasa dan berkembang hingga mencapai ukuran sel
gizi dan pigmen seperti protein (52,11 %), karbohidrat (16 %), lemak (27,64 %),
sp. memiliki kandungan minyak mentah yang cukup tinggi yaitu maksimal
vitamin B12 dan Eicosapentaenoic acid (EPA) masing – masing 30,5 % dan total
Komposisi asam lemak pada Nannochloropsis sp. lebih tinggi dibandingkan jenis
mikroalga yang lain (Fulks dan Main 1991). Nannochloropsis sp. juga
karet 40% merupakan media yang efektif untuk meningkatkan biomassa protein
antara 17-20 ppt dan suhu ruang kultur antara 19-24 oC merupakan keadaan
lingkungan yang efektif bagi N. oculata untuk menghasilkan biomassa protein sel
secara lebih optimal yaitu sebesar 30,17%. Sedangkan Konsentrasi media limbah
cair karet 20% merupakan konsentrasi yang tepat untuk meningkatkan kepadatan
Klasifikasi Chlorella sp. menurut Bold dan Wynne (1985) dan Vashista (1999)
Divisi : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Chlorococcales
Family : Oocystaceae
Genus : Chlorella
Spesies : Chlorella sp.
Chlorella berasal dari bahasa latin yaitu “Chloros” yang berarti hijau dan “ella”
yang berarti kecil. Chlorella sp. merupakan pakan dasar biota yang ada diperairan
termasuk ikan. Chlorella sp. merupakan produsen dalam rantai makanan makhluk
hidup yang kaya akan gizi (Merizawati, 2008). Chlorella sp. merupakan
makanannya sendiri. Karakeristik ini dimiliki Chlorella sp. karena organisme ini
pada alga ini disebabkan selnya mengandung klorofil a dan klorofil b dalam
jumlah yang besar selain itu juga mengandung karoten dan xantofil (Volesky,
1970 dalam Rostini 2007). Chlorella sp. memiliki kelebihan untuk tumbuh atau
berkembang biak dengan cepat. Hal ini juga yang menjadi penyebab mengapa
Chlorella sp. menjadi mikroalga hijau yang saat ini banyak diteliti. Chlorella sp.
Chlorella sp. termasuk salah satu kelompok alga hijau yang paling banyak
jumlahnya diantara alga hijau lainnya, 90 % Chlorella sp. hidup diair tawar dan
10 % Chlorella sp. hidup di air laut. Chlorella sp. termasuk dalam divisi
masing sel induk membelah menghasilkan 4,8 atau 16 sel yang dibebaskan
bersama dengan pecahnya sel induk. Perkembangbiakan sel ini diawali dengan
merupakan tingkat pemasakan akhir yang akan disusul oleh pelepasan autospora.
pada kondisi dimana tidak terdapat cahaya dengan mengambil bahan organik
merupakan alga bersel tunggal (unicelluler). Bentuk sel Chlorella sp. bulat atau
bulat telur dan di dalamnya terdapat protoplasma yang berbentuk cawan, tidak
mempunyai flagella sehingga tidak dapat bergerak aktif, diameter selnya berkisar
antara 2-8 mikron, dinding selnya keras terdiri atas selulosa dan pektin. Menurut
Isnansetyo dan Kurniastututy (1995) Chlorella sp. tumbuh optimal pada salinitas
25-34 ppt sementara pada salinitas 15 ppt tumbuh lambat dan tidak tumbuh pada
salinitas 0 ppt dan 60 ppt. Suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah 25-300C.
kisaran optimum untuk Chlorella laut berkisar antara 7,8-8,5. Chlorella sp.
22%, asam nukleat 4-5% dan protein 51–58% (Rachmaniah et al., 2010).
Chlorella sp. yang dibudidaya pada media limbah cair karet dengan konsentrasi
15% mampu menghasilkan biomassa dan kepadatan sel tertinggi sebesar 3,7256 x
106 (sel/mL). Chrismadha et al., (2006) dalam Ernest (2012) menyatakan bahwa
kandungan protein dan klorofil mikroalga yang dikultur dapat dipengaruhi oleh
menyatakan bahwa Chlorella sp. yang dikultur pada media walne pada kepadatan
inokulum 105 sel/mL, 106 sel/mL dan 107 sel/mL memberikan hasil yang berbeda
dan kepadatan inokulum 105 sel/mL yang merupakan kepadatan inokulum untuk
29
kultur Chlorella sp. dengan kepadatan 9,21 x 107 sel/mL dengan suhu 260C, pH
spesies tunggal pada kultur masal mikroalga untuk tahap pemanenan. Mikroalga
dapat tumbuh dengan sangat cepat pada kondisi iklim yang tepat. Sebagian besar
juga harus mengandung elemen inorganik yang berfungsi dalam pembentukan sel,
nutrisi, O2, CO2, pH, salinitas), faktor biotik (bakteri, jamur, virus, dan kompetisi
dengan mikroalga lain), serta faktor teknik (cara pemanenan, dan lain - lain)
matahari dengan tempartur 27- 30oC dan pH 6,5 - 8. Open ponds merupakan
sistem kultivasi mikroalga yang paling lama digunakan. Open ponds dapat
dikategorikan kedalam kolam yang menggunakan air alam seperti air danau, air
30
tambak atau air kolam. Keuntungan dari open pond ini adalah mudah untuk
dibuat, dan lebih murah dikarenakan hanya menggunakan sinar matahari untuk
dari sistem Open ponds ini merupakan sistem kolam terbuka dimana mediadapat
efisien, mudah terkena kontaminan dan untuk sistem Open ponds dengan volume
kultur yang besar, sinar matahari tidak dapat sepenuhnya diserap oleh mikroalga
Sistem Open ponds ini sering dioperasikan secara kontinyu dimana umpan segar
mikroalgadengan nutrisi.
kontaminasi dan evaporasi yang sering terjadi dalam sistem open pond.
31
lipat total produksi dengan menggunakan sistem open raceway pond (Molina et
diperlukan.
Perkembangan industri karet memberikan dampak yang positif sebagai salah satu
pengolahan karet olahan seperti karet remah menghasilkan limbah cair yang
mengandung bahan organik yang berasal dari serum dan partikel karet yang
belum terkoagulasi ( Utomo et al., 2012 ). Limbah cair yang dihasilkan dari
industri karet alam berkisar 5,2 – 13,4 m3/ton produk kering dengan kapasitas
32
produksi 450 – 2.600 kg/hari sehingga effluent limbah yang dihasilkan oleh suatu
pabrik bisa lebih dari 35 m3/hari sehingga membutuhkan air dalam jumlah yang
Agroindustri karet remah (crumb rubber) menggunakan air dalam jumlah yang
cukup banyak yaitu 25-40 m3/ton karet kering (Maspanger dan Honggokusumo,
2004) sehingga volume limbah cair yang dihasilkan cukup tinggi yaitu 25 m3/ton
karct kering, dengan kandungan bahan organik yang cukup tinggi terutama
karbon, nitrogen, dan fosfor. Limbah cair industri karet remah berwarna putih
cair ini bersifat asam dengan nilai pH berkisar 4,2-6,3 dikarenakan penggunaan
asam formiat pada proses koagulasi lateks (Wulan, 2015). Air limbah pabrik
karet remah berbahan baku lateks kebun memiliki nilai COD berkisar antara
3.000 - 5.000 mg/L dan BOD 2.300- 2.700 mg/L dengan rasio COD:BOD sekitar
1,5 sehingga tergolong limbah yang mudah terurai secara biologis. Selain itu, air
limbah pabrik karet berbahan baku lateks kebun mengandung senyawa nitrogen
sebesar 100-300 mg/L N-NH3 dan fosfor sebesar 20 mg/L P-PO4 (Utomo, 2012).
Karakteristik effluent limbah pengolahan karet alam memiliki nilai COD 120 –
15069 mg/L; BOD 40 – 9433 mg/L; TSS 30 – 525 mg/L; N-Amoniak 30,3 - 110
mg/L; dan pH 6,6- 9,4 (Hien dan Thao, 2012). Limbah cair tersebut jika dibuang
limbah cair karet berada diatas baku mutu. Menurut Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup No 5 tahun 2014, batas maksimum zat pencemar industri karet
adalah BOD5 100 mg/L, COD 250 mg/L, TSS 100 mg/l dan pH 6-9. Dengan
33
negatif bagi lingkungan. Metode pengolahan limbah cair yang umum diterapkan
oleh industri karet adalah sistem kolam. Cara tersebut cukup efektif menurunkan
bahan organik, namun karena limbah cair industri karet kaya akan N dan P maka
ada peluang effluent masih mengandung N dan P yang melebihi baku mutu
organik, sistem tersebut tidak menghasilkan manfaat lain. Koagulasi dan flokulasi
limbah cair karet karena sederhana, ekonomis dan efektif (Tzoupanos, 2008).
Limbah cair karet dengan kandungan nitrogen lebih dari 4.000 ppm dan unsur
lainnya merupakan modal dasar yang dapat dijadikan sebagai media kultur dan
media limbah cair industri karet remah dari outlet kolam Fakultatif II + NaCl
biomassa Tetraselmis sp. yaitu sebesar 105% dengan perolehan biomassa kering
Tetraselmis sp. sebesar 0.6250 g/L dan tingkat kepadatan sel Tetraselmis sp.
paling tinggi yaitu mencapai 120 x 104 sel/mL serta mampu menurunkan
kandungan N-total sebesar 72,2% dan P-PO4 sebesar 87,6%. Berdasarkan hasil
nitrogen, limbah cair dari kolam fakultatif 2 sudah sesuai untuk pertumbuhan
mikroalga. Limbah cair industri karet mempunyai salinitas yang rendah (nol),
mikroalga.
34
Beberapa jenis mikroalga yang sudah berhasil dikultivasi pada limbah cair
(Zulfarina et al., 2013), Botryococcus braunii, Spirulina sp., Tetraselmis sp. dan
et al., (2013) dan Sriharti (2004) menunjukkan bahwa jenis mikroalga Chlorella
pyrenoidosa dan Chlorella sp. dapat menurunkan kadar pencemar (COD) 52,6
dan 96,7 % pada limbah cair karet setelah dikultivasi selama 15 hari. Chlorella
vulgaris yang dikultivasi pada media limbah cair karet selama 7 hari pada
bioreaktor closed pond dengan penambahan pupuk NPK dapat menurunkan beban
N-NH3 99,3%, COD 40%, Fe 75,5%, Ca 93,4% dan Mg 36,6%, (Yulita, 2014).
biomassa sebagai sumber protein pada media limbah cair karet remah serta dapat
menurunkan cemaran adalah Spirulina sp. Kepadatan sel setelah 7 hari kultivasi
dengan kadar protein 12,13 %, serta mampu menurunkan beban cemaran N-NH3
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2018 di Green House, Rumput
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu reaktor terbuka yang terbuat
dengan selang aerasi dan lampu TL 40 Watt, dan seperangkat alat untuk analisis
vial HACH, derigen, gelas ukur, erlenmeyer, labu Kjeldahl, labu takar, buret
pyrex, statif, klem, rubber bulb, cuvet, cawan porselin, pipet mikro, pipet tetes,
pengaduk, spatula, oven, desikator, neraca analitik, alumunium foil, dan kain
plankton net.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair karet yang diambil
36
dari IPAL PTPN VII Unit Usaha Way Berulu berupa air limbah dari outlet kolam
Fakultatif II, kultur alga murni Spirulina sp., Nannochloropsis sp. yang diperoleh
dari koleksi Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung dan
Chlorella sp. yang diperoleh dari koleksi Balai Besar Perikanan Budidaya Laut
larutan H3PO4, larutan asam sulfat (H2SO4), NH4Cl, NaOH, SnCl2, ammonium
molibdat, K2Cr2O7, HgSO4, pupuk conwy, dan natrium klorida (NaCl) merk
rafina.
Penelitian ini dilakukan dengan 3 perlakuan jenis mikroalga yaitu Spirulina sp.,
Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp. yang dikultivasikan kedalam media limbah
cair karet dari outlet kolam Fakultatif II yang telah di atur salinitasnya 30 ppt
selama 7 hari dalam reaktor terbuka volume 5 liter. Tahap kultivasi dilakukan
dengan mempersiapkan bibit mikroalga sebanyak 25% v/v kerja pada media
limbah cair karet (Kawaroe et al., 2012). Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga
yang dilakukan setiap hari yaitu pengamatan kepadatan sel mikroalga, sedangkan
pengamatan COD, DO, pH, P-PO4, N-total, salinitas, dilakukan diawal dan
diakhir kultivasi serta pengamatan biomassa kering dan kadar proksimat (kadar
protein, kadar abu, kadar air, dan kadar lemak) dilakukan diakhir kultivasi. Data
yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik serta dianalisis secara
deskriptif.
37
Pengamatan :
Kultivasi pada limbah cair karet fakultatif II 3750 mL dengan
Kepadatan sel
penambahan 1250 mL (25%) alga v/v selama 7 hari
Analisis:
COD Penyaringan dengan kain plankton net
DO
pH
Pengamatan:
P-PO4
N-total Berat Kering
Filtrat Biomassa
Salinitas Kadar Proksimat
Pembiakan kultur dilakukan secara bertahap dari volume kecil ke volume yang
lebih besar (Amini dan Susilowati, 2010). Kultur awal dikultivasikan secara
indoor pada media kultur dengan penambahan pupuk Conwy sebanyak 1 mL/1 L
air laut steril. Pembiakan indoor dilakukan dengan memasukkan 1/3 bagian bibit
mikroalga kedalam erlenmeyer dengan volume media kultur 100 – 300 mL.
dipindahkan dalam media dengan volume lebih besar (500–1000 mL). Setelah
satu minggu kultur dapat dipindahkan ke volume yang lebih besar lagi (6000 mL).
Media yang digunakan untuk kultivasi mikroalga adalah limbah cair industri karet
remah berbahan baku lateks kebun dari outlet kolam Fakultatif II PTPN VII
(Persero) UnitWay Berulu yang dimasukan kedalam reaktor terbuka volume kerja
5 liter yang dilengkapi aerator. Aerator berfungsi untuk menjamin pasokan CO2
dalam media, mencegah pengendapan sel supaya mikroalga tetap tersuspensi dan
mikroalga limbah cair karet dianalisis untuk mengetahui nilai awal dari, N-total,
P-PO4, pH, kandungan Chemical Oxygen Demand (COD), dan Dissolved Oxygen
metode Karawoe et al.,(2012) dengan sistem kolam terbuka atau Open pond
39
mikroalga hasil dari perbanyakan dengan konsentrasi mikroalga 25% % v/v (1250
mL) dimasukan dalam media limbah cair karet sebanyak 3750 mL. Kultivasi
sebagai sumber O2/CO2 dan sekaligus berfungsi sebagai pengaduk (sirkulasi) air
sel dilakukan setiap hari. Setelah 7 hari kultivasi, mikroalga dipanen untuk
tertampung pada plankton net, yeild dikeringkan menggunakan oven pada suhu
40
105oC hingga berat konstan, selanjutnya akan dianalisis lebih lanjut meliputi
3.5. Pengamatan
PO4, N-total, dan salinitas dilakukan diawal dan diakhir kultivasi serta
pengamatan biomassa kering dan kadar proksimat (kadar protein, kadar lemak,
Pengamatan kepadatan sel mikroalga dilakukan setiap hari pada saat kultivasi
dengan metode numerik untuk menghitung jumlah sel mikroalga. Alat yang
tipe Neubauer Improved, sedgwick rafter dan hand counter. Kepadatan sel
bawah mikroskop dan dilakukan perhitungan jumlah sel pada setiap bidang kotak
dengan bantuan hand counter. Pada setiap penghitungan dilakukan dua kali
penghitungan dan jumlah tertinggi yang dijadikan data jumlah sel terhitung.
Kepadatan sel Spirulina sp. dihitung menggunakan sedgwick rafter dengan cara
dilakukan dengan menghitung jumlah unit yang terdapat dalam sedgwick rafter
41
dilakukan dua kali penghitungan dan jumlah tertinggi yang dijadikan data jumlah
sel terhitung.
Larutan 10,216 g K2Cr2O7 dikeringkan pada suhu 150oC selama 2 jam, dilarutkan
dengan 500 mL aquades ditambahkan 169 ml asam sulfat pekat dan 33,3 HgSO4,
didinginkan pada suhu kamar dan ditambahkan aquades sampai 1000 mL, dibuat
K2Cr2O7. Kemudian dibuat reagen asam sulfamat dan dibuat reagen PHP
ditambahkan reagen asam sulfat pekat kemudian ditutup, dan dikocok beberapa
Dimasukkan ampul ke dalam digester block suhu 150oC dan reflux selama 2 jam,
dinginkan pada suhu ruang dan jika setelah dipanaskan warna kuning berubah
dilakukan hal serupa dengan sampel. Didinginkan sampel setelah direflux dan
gelombang 420 nm atau 600 nm. Dalam pembuatan kurva standar yaitu dengan
meter menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang
mencelupkan alat DO meter tersebut ke dalam sampel air yang diukur dan catat
hasil pengukuran.
Analisis pH dilakukan di tahap awal sebelum kultivasi dan di tahap akhir setelah
4,0. Dikeringkan dengan tisu selanjutnya bilas elektroda dengan air suling.
bagian elektrodanya kedalam larutan sampel dan biarkan beberapa saat sampai pH
Analisis P-PO4 dilakukan di tahap awal sebelum kultivasi dan di tahap akhir
molibdat). Sampel limbah cair karet sebanyak 25 mL yang telah disaring dengan
senyawa N bukan protein misalnya urea, asam nukleat, amino, nitrat, nitrit, asam
amino, amida, purin, dan pirimidin. Hasil analisis yang didapat tersebut dikalikan
Analisis N-total limbah cair industri karet remah dilakukan dengan cara
30-40 mL. Destilat ditampung dengan HCl 0,1 N sebanyak 25 mL, proses destilasi
dihentikan apabila volume destilat sudah mencapai 150 mL. Setelah itu
larutan NaOH 0,1 N sampai berwarna merah muda. Selanjutnya dibuat larutan
3.5.7. Salinitas
Salinitas merupakan konsentrasi total dari semua ion yang larut dalam air, dan
dinyatakan dalam bagian perseribu (ppt) yang setara dengan gram per liter (Boyd,
salinitas sampel meneteskan sampel pada bagian kaca prisma hand refractometer
kemudian dilihat ditempat yang bercahaya. Nilai salinitas sampel dapat dilihat
3.5.8. Biomassa
Biomassa diukur dengan menghitung berat basah dan berat kering mikroalga.
Berat basah mikroalga diukur dengan menimbang biomassa basah yang diperoleh
dari penyaringan dengan kain satin dan kertas saring. Untuk memperoleh berat
kering mikroalga, maka dilakukan pengukuran kadar air pada biomassa basah
oven pada suhu 105-110ºC selama 4 jam atau sampai didapat berat yang konstan.
Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang
b−c
% Kadar air = × 100 %
b−a
Keterangan:
a = berat konstan cawan kosong
b = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan
45
Kadar air ditentukan dengan metode cawan kering (AOAC, 2005), yaitu analisis
menguapkan molekul air (H2O) bebas yang ada dalam sampel. Kemudian sampel
ditimbang sampai didapat bobot konstan yang diasumsikan semua air yang
terkandung dalam sampel sudah diuapkan. Selisih bobot sebelum dan sesudah
dalam desikator selama 15 menit untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A).
Ditimbang sampel sebanyak 5 gram dalam cawan yang sudah dikeringkan (B),
menit dan dilakukan penimbangan (C). Tahap ini diulangi hingga dicapai bobot
Keterangan :
A : berat cawan kosong dinyatakan dalam gram
B : berat cawan + sampel awal dinyatakan dalam gram
C : berat cawan + sampel kering dinyatakan dalam gram
46
Analisis kadar abu dilakukan menggunakan metode oven, yaitu pembakaran atau
karbondioksida (CO2) tetapi zat anorganik tidak terbakar. Zat anorganik ini
disebut abu. Prosedur analisis kadar abu sebagai berikut: cawan yang akan
digunakan dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 100 sampai 105ºC,
dikeringkan (B) kemudian dibakar di atas nyala pembakar sampai tidak berasap
dan ditimbang (C). Tahap pembakaran dalam tanur diulangi sampai didapat bobot
C−A
% Kadar abu = × 100 %
B−A
Keterangan :
A: berat cawan kosong dinyatakan dalam gram
B: berat cawan + sampel awal dinyatakan dalam gram
C: berat cawan + sampel kering dinyatakan dalam gram
7,5 g kalium sulfat dan 0,35 g raksa (II) oksida dan 15 mL asam sulfat pekat.
Dipanaskan semua bahan dalam labu Kjeldahl dalam lemari asam sampai berhenti
berasap dan pemanasan dilanjutkan sampai mendidih dan cairan sudah menjadi
47
Kjeldahl yang didinginkan dalam air es dan beberapa lempeng Zn, ditambahkan
lemari es. Labu kjeldahl dipasang dengan segera pada alat destilasi. Labu
yang telah diisi dengan larutan baku asam klorida 0,1N sebanyak 50 mL dan
indikator merah metil 0,1% b/v (dalam etanol 95%) sebanyak 5 tetes, ujung pipa
kaca destilator dipastikan masuk ke dalam larutan asam klorida 0,1N. Proses
destilasi selesai jika destilat yang ditampung lebih kurang 75 mL. Sisa larutan
asam klorida 0,1N yang tidak bereaksi dengan destilat dititrasi dengan larutan
baku natrium hidroksida 0,1N. Titik akhir titrasi tercapai jika terjadi perubahan
warna larutan dari merah menjadi kuning, kemudian dilakukan titrasi blanko.
–
Kadar = ( )
× N NaOH × 14,008 × 100% × Fk
Keterangan :
Fk : faktor koreksi
Fk N : 16
Analisis kadar lemak dilakukan dengan metode Soxhlet, yaitu lemak yang
terdapat dalam sampel diekstrak dengan menggunakan pelarut lemak non polar.
48
Prosedur analisis kadar lemak sebagai berikut: labu lemak yang akan digunakan
dioven selama 15 menit pada suhu 105ºC, kemudian didinginkan dalam desikator
untuk menghilangkan uap air selama 15 menit dan ditimbang (A). Sampel
ditimbang sebanyak 5 gram (B) lalu dibungkus dengan kertas timbel, ditutup
dengan kapas bebas lemak dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet yang
telah dihubungkan dengan labu lemak yang telah dioven dan diketahui bobotnya.
Pelarut heksan dituangkan sampai sampel terendam dan dilakukan refluks atau
ektraksi lemak selama 5-6 jam atau sampai palarut lemak yang turun ke labu
lemak berwarna jernih. Pelarut lemak yang telah digunakan, disuling dan
ditampung setelah itu ekstrak lemak yang ada dalam labu lemak dikeringkan
dalam oven bersuhu 100-105ºC selama 10 menit, lalu labu lemak didinginkan
dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang (C). Tahap pengeringan labu
lemak diulangi sampai diperoleh bobot yang konstan. Kadar lemak dihitung
dengan rumus:
C−A
% Lemak total = x 100 %
B
Keterangan :
A: berat labu alas bulat kosong dinyatakan dalam gram
B: berat sampel dinyatakan dalam gram
C: berat labu alas bulat dan lemak hasil ekstraksi dalam gram
V. KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Jenis mikroalga berprotein tinggi yang mampu beradaptasi pada media limbah
cair industri karet remah adalah Spirulina sp. dengan kepadatan 6.835 x 104
sel/mL, menghasilkan biomassa tertinggi yaitu 0,6866 g/L dan kadar protein
sebesar 16,80%, kemudian kadar lemak sebesar 2,13%, kadar air 15,65% dan
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, perlu dilakukan teknik pemanenan yang tepat
biomassa ketiga jenis mikroalga dan pemilihan bibit yang terbaik dengan indikasi
tidak terdapat protozoa sehingga dapat memperoleh kepadatan sel yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Adehoog and Simon, K.F. 2001. Marine Ecological Proceses. Great Britain.
London.
Adenan, N.S., Yusoff, F., Md. and Shariff, M. 2013. Effect of Salinity and
Temperature on the Growth of Diatoms and Green Algae. J. Fish. Aqua.
Sci. 8(2):397-404.
Adetola, T.G. 2011. Effect of Nitrogen, Iron and Temperature on Yield and
Composition of Microalgae (thesis). Stillwater:Oklahoma state University.
Amanatin, D.R., Rofidah, E., dan Rosady, S.D.N. 2013. Produksi Protein Sel
Tunggal (PST) Spirulina sp. Sebagai Super Food Dalam Upaya
Penanggulangan Gizi Buruk dan Kerawanan Pangan Di Indonesia. Jurusan
Biologi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Anon, Sen., M.A.T., Kocer, M.T., and Erbas, H. 2009. Studies on Growth Marine
Microalgae in Batch Cultures: Nannochloropsis oculata (Eustigmatophyta).
Asian J. of Plant Sciences. 4(6): 642-644.
APHA (American Public Health Association). 1989. Standard methods for the
examination of water and waste water. American Public Health Association
(APHA). American Water Works Association (AWWA) and Water
Pollution Control Federation (WPCF). 20th ed. Washington. 1193 hal.
Ariyati, S. 1998. Pengaruh Salinitas dan Dosis Pupuk Urea terhadap Pertumbuhan
83
Bold, H.C., and Wynne, M.J. 1985. Introduction to the Algae, Second Edition,
Prentice-Hall Mc. Engelwood Cliffs New York.
Borowitzka, A.M., and Borowitzka, L.J. 1988. Microalgae Biotechnology.
Cambridge University Press. Australia. 488 pp.
Borowitzka, M.A., and L. J. Borowtzka. 1998. Microalgal Biotechnology.
Cambridge University press. Cambridge. New York USA.
Boyd, C.E. 1988. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Fourth Printing.
Auburn University Agricultural Experiment Station, Alabama, USA.
Boyd, C.E. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Birmingham
Publishing Company. Alabama. 482 pp.
Brown, M.R., Jeffrey, S.W., Volkman, J.K., and Dunstan, G.A. 1997. Nutritional
Poperties of Microalgae for Marinculture. Aquaculture. 151: 315-331.
Chen, C.Y., Yeh, K.L., Aisyah, R., Lee, D.J, and Chang, J.S. 2011. Cultivation,
photobio-reactor design and harvesting of microalgae forbiodiesel
production: A critical review Biore-source Technology,102, hal 71–81.
Chrismadha, T., Lily, P., dan Yayah, M. 2006. Pengaruh Konsentrasi Nitrogen
dan Fosfor terhdap Pertumbuhan, Kandungan Protein, Karbohidrat dan
Fikosianin pada Kultur Spirulina fusiformis. Berita Biologi. 8 (3).
Colman, B., and Gehl, K.A. 1983. Effect of External pH on The Internal pH of
Chlorella saccharophila. J Plant Phsiol. 77 (4) : 917 – 921.
Coutteau P. 1996. Micro Algae. Dalam Manual on the Production and Use of Live
Food for Aquaculture, Laboratory of quaculture and Artemia Reference
Center University of Gent, Belgium, FAO, p : 7-30.
Dedi, F., Hendra, H., Maliana, Y., Ningsih, R.L., dan Hadi, R.P. 2010.
Pemanfaatan Limbah Cair Karet sebagai Media Alternatif Budidaya
Chlorella sp., Ilmiah Mahasiswa Universitas Tanjungpura. 1(1) : 81-90.
Dewi, E.R.S. 2015. Respon Penurunan Konsentrasi Logam Berat Kromium (Cr)
dan Pertumbuhan Mikroalga Chlorella Vulgaris Pada Media Kultur.
Seminar Konservasi dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam.
Djunaedi, A., Sunaryo, Suryono, C.A., dan Santosa, A. 2017. Kandungan Pigmen
Fikobiliprotein dan Biomassa Mikroalga Chlorella Vulgaris pada media
dengan Salinitas Berbeda. Jurnal Kelautan Tropis. 20(2):112–116. ISSN
0853-7291.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 249 hal.
Erlania. 2010. Penyimpanan Rotifera Instan (Branchionus rotundiformis) pada
Suhu yang Berbeda Dengan Pemberian Pakan Mikroalga Konsentrat. J. Ris.
Akuakultur. 5: 287-297.
Fulks, W., dan Main, K.L. 1991. Rotifer and microalgae culture system.
Proceeding of a U.S – Asia Workshop. Argent Laboratories.
Gardner, F.P., Pearce, R.B., dan Mitchell, R.L. 1991. Fisiologi Tanaman
Budidaya. Diterjemahkan oleh: SUSILO, H. dan SUBIYANTO. Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta. 428 hlm.
Guedes, A.C., Amaro, H.M., dan Malcata, F.X. 2011. Microalgaee as Sources of
Carotenoids.Mar Drugs. (9), 625-644 Best, Ben. Phytochemicals as
Nutraceuticals.
http://www.benbest.com/nutrceut/phytochemicals.html#carotenoids
Hadi, R.P., Setyawati, T.R., dan Mukarlina. 2015. Kandungan Protein dan
Kepadatan Sel Nannochloropsis Oculata pada Media Kultur Limbah Cair
Karet. Jurnal Protobiont. 4 (1) : 120-127.
Handayani, 2011. Mikroalga Sumber Pangan dan Energi Masa Depan. UPT
UNDIP Press. Semarang. ISBN: 978-602-097-298-3.
Hariyadi, S. 2001. Teknik Sampling Kualitas Air, Makalah Pendidikan dan
Latihan Teknis Sampling Kelautan Angkatan I. Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan Daerah Pemerintah Propinsi DKI Jakarta. Jakarta.
Hariyati, R. 2008. Pertumbuhan dan Biomasa Spirulina sp dalam Skala
Laboratoris. BIOMA. 10 : 19-22.
Harun, R., Singh, M., Forde, G.M., and Danquah, M.K. 2010. Bioprocess
engineering of microalgae to produce a variety of consumer products,
Renewable and Sustainable Energy Reviews, 14, hal 1037–1047.
Healey, F.P. 1973, Inorganic nutrient uptake and deficiency in algae. CRC Critical
Review in Microbiology, 69-113.
Hermanto, M. B., Sumardi, L. C. Hawa dan Fiqtinovri, S. M. 2011. Perancangan
bioreaktor untuk pembudidayaan mikroalga. Jurnal Teknologi Pertanian.
Vol 12 (3): 153-162.
Hidayati, S., Nawansih, O., dan Febiana, V. 2015. Teknik Pemanenan Mikroalga
Nannochloropsis sp. yang Dikultivasi Dalam Media Limbah Cair Karet
Remah Dengan Flokulan Alumunium Sulfat. Jurnal Teknologi Industri dan
Hasil Pertanian. 20 (2).
Hien, N. dan Thao, T. 2012. Situation of wastewater treatment of natural rubber
latex processing in the Southeastern region, Vietnam. J. Vietnamese
Environ. 2, 58–64.
87
Hoshida, H., Ohira, T., Minematsu, A., Akada, R., and Nishizawa, Y. 2005.
Accumulation of Eicosapentaenoic Acid in Nannochloropsis sp. In
Response to Elevated CO2 Concentrations. Applied Phycology, 17, pp.29-
34.
Hu Q. 2004. Environmental effects on cell composition. Di dalam: Richmond A
(Ed). Handbook of Microalgal Culture: Biotechnology and Applied Science.
Oxford: Blackwell Science Publishing. Hal 83-93.
Hu, Q. 2004. Environmental Effect on Cell Composition. Di dalam Richmond,
A.E. (editor). Handbook of Microalgal Culture, Biotechtology and Applied
Phycology. Blackwell Publ Ltd., Iowa, USA. hlm: 84.
Indarmawan, T., Mubarak, A.S., dan Mahasri, G.2012. Pengaruh Konsentrasi
Pupuk Azolla pinnata Terhadap Populasi Chaetoceros sp. Journal Of
Marine and Coastal Science. 1(1):61-70.
Isnansetyo, A dan Kurniastuti. 1995. Teknik Kultur Fitoplankton dan
Zooplankton. Pakan Alami Untuk Pembenihan Organisme Laut. Kanisius.
Yogyakarta.
Istiyanie, D. 2011. Pemanfaatan emisi CO2 dari PLTU batubara dalam pengolahan
limbah cair domestik berbasis mikroalga. (Tesis). Universitas Indonesia.
Jakarta. 192 hlm.
Jati, F., Hutabarat, J., dan Herawati, E.V. 2012. Pengaruh Penggunaan Dua Jenis
Media Kultur Teknis yang Berbeda Terhadap Pola Petumbuhan, Kandungan
Protein dan Asam Lemak Omega 3 EPA (Chaetoceros gracilis). Journal of
Aqualculture Management and Technology. vol.1, hal. 221-235.
Kabinawa, I., dan Nyoman, K. 2006. Spirulina : Ganggang Penggempur Aneka
Penyakit. PT. Agro Media Pustaka. Depok.
Komala, P.S., Helard, D., dan Delimas, D. 2012. Identifikasi Mikroba Anaerob
Dominan padaPengolahan Limbah Cair Pabrik Karet dengan Sistem Multi
Soil Layering (MSL). Jurnal Teknik Lingkungan UNAND. 9 (1) : 74-88.
Komalasari, A. 2015. Studi Kemampuan Pertumbuhan Mikroalga Pada Media
Limbah Cair Karet Remah dengan Open Ponds System. (Skripsi). Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian,Universitas Lampung. Lampung.
Koru, E. 2012. Food Additive in Earth Food Spirulina (Arthrospira): Production
and Quality Standarts, 191-202. INTECH.
Kulpys, J., Paulauskas, E., Pilipaviclus, V., dan Stankevicius, R. 2009. Influence
ofcyanobacteria Arthospira (Spirulina Platensis) biomass additives towards
the body condition of lactation cows and biochemial milk indexes.
Agronomy Research .7 (2),823-835.
Kusuma W. 2014. Kandungan Nitrogen (N), Fospor (P), Kalium (K) Limbah
Jamur Tiram (Rleurotusostreatus) dan Jamur Kuping (Auricularia
auricular) Guna Pemanfaatannya sebagai Pupuk. Skripsi, Fakultas
Peternakan, Universitas Hasanuddin.
Lapu, P. 1994. Analisis Beberapa Kualitas Sumber Air di Maranak, Kabupaten
Maros, Sulawesi Selatan. Universitas Hasanudin. Sulawesi. 46 p.
Loehr, R.C. 1974. Agriculture Waste Management: Proplem, Process and
Approach. Academic Press. New York. 576p.
Lubis, D.F. 2014. The Identification of Potential Microalga as Degradable Agent
in the Rubber Waste PT. Ricry, Pekanbaru. Jurnal. Universita Riau.
Pekanbaru.
Mahreni dan Suhenry, S. 2011. Kinetika Pertumbuhan Sel Sacharomyces
Cerevisiae Dalam Media Tepung Kulit Pisang. Prodi Teknik Kimia.
Fakultas Teknologi Industri, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Yogyakarta. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. ISSN: 1411-4216.
Mara, D.D., Mills, S.W., Pearson, H.W., and Alabaster, G.P. 1992. Waste
Stabilization Pond: Viable Alternative for Small Communty Treatment
Systems. J. Inst. Environt. Manag.6(1):72-78.
Mara, D., Mills, S. W., Pearson, H. W,. dan Alabaster, G.P. 2007. Waste
Stabilization Ponds : a Viable Alternative for Small Community Treatment
Systems. Water and Environment Journal, 74.
Mata, T. M., Martins,A.A., and Caetano, N.S. 2010. Microalgae for biodiesel
production and other application. A review, Renewable and Sustainable
Energy Reviews. 14: 217-232.
Merizawati. 2008. Analisis Sinar Merah, Hijau, dan Biru (RGB) untuk Mengukur
Kelimpahan Fitiplanktonn (Chlorella sp.). Skripsi Prodram Studi Ilmu dan
Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor. 87 hal.
Nurdiana, S., Sarwono, dan Nikhlani, A., 2017. Kepadatan Sel Chlorella sp.
Yang Dikultur Dengan Periodisitas Cahaya Berbeda. J. Aquawarman. Vol.
3 (2) : 35-41. ISSN : 2460-9226.
Nurlita, H., dan Utomo, S. 2011. Potensi Nitrikasi Oleh Bakteri yang Terdapat di
Laut Aliran Kali Plumbon, Laut Aliran Kali Banjir Kanal Barat dan Laut
Aliran Kali Banjir Kanal Timur. Jurnal Presipitasi. VIII (1):187-198.
Olaizola, M., Bridges, T., Flores, S., Griswold, L., Morency, J., dan Nakamura, T.
2004. Microalga Removal of CO2 from Flue Gases : CO2 Capture from a
Coal Combuster, Biotech. Bioproc. Eng., 8, pp. 360- 367.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air
Limbah.
Phang, 2002. Spirulina Culture in Digested Sago Strech Factory Waste Water. J
Appl. Phycol.
Prabowo, D.A. 2009. Optimasi Pengembangan Media untuk Pertumbuhan
Chlorella sp. pada Skala Laboratorium. Skripsi. Program Studi Ilmu dan
90
Salvado, H., Meritxell, M.A.S., Sergi, M., and Ma, P.G. 2001, Effect of Shock
Loads of Salt on Protozoan Communities on Activated Sludge, Acta
Protozool, (40) : 177-185.
Santosa, V., dan Limantara, L. 2007. Kultivasi Spirulina. BioS. 1(2) : 18.
Santosa, V., dan Leenawaty, L. 2007. Majalah Biologi Populer. Pascasarjana
Magister Biologi Universitas Kristen Satya Wacana. 1(2).
Sasmita, P.G., Wenten, I.G., dan Suantika, G. 2004. Pengembangan Teknologi
91
Sleigh, M.A. 1989. Protista and Other Protist. Edward Arnold. London.
Spolaore, P., Cassan, C.J., Duran, C., and Isamabert, A. 2006. Commercial
application of microalgae. Journal of Bioscience and Bioengineering,
101(2), pp. 87-96.
Sriharti. 2004. Pengaruh species Clorella dalam menetralisir limbah cair karet.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2004. ISSN : 1411
– 4216.
Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suhardi. 2007. Analisis Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Sugiharto, 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. UI Press. Jakarta.
Suharyanto, Tri-Panji, Shinta, P., dan Khaswar, S. 2014. Produksi Spirulina
Plantesis dalam Fotobioreaktor Kontinyu Menggunakan Media Limbah Cair
Pabrik Kelapa Sawit. Menara Perkebunan. 82(1):1-9.
Sumardianto, 1995. Struktur Komunitas Fitoplankton di Perairan Teluk Pelabuhan
Ratu, Jawa Barat. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.
Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. 57p.
Susilaningsih, D., Djohan, A.C., Widyaningrum, D.N., dan Anam, K. 2009.
Biodiesel from Indigenous Indonesian Marine Microalgae Nannochloropsis
sp. Journal of biotechnology. 2(2) Oct. 2009 ISSN: 1979-9756.
Sylvester, B., Nelvy, D.D., dan Sudjiharno. 2002. Persyaratan Budidaya
Fitoplankton. Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton. Prosiding Proyek
Pengembangan Perekayasaan Teknologi Balai Budidaya Laut Lampung.
hal. 24-36.
Takagi, M., Watanabe, K., Yamaberi, K., and Yoshida, T. 2000. Limited feeding
of Potassium Nitrate for IntracellularLlipid and Triglyceride Accumulation
of Nannochlorpopsis sp. UTEX LB1999. Appl Microbiol Biotechnol.
54:112–117.
Taw Nyan, D.R. 1990. Petunjuk Pemeliharaan Kultur Murni dan Massal
Mikromikroalga. Proyek Pengembangan Budidaya Udang : United Nations
Development Programme Food dan Agriculture Organization Of The
United Nations. US. 34 hal (diterjemahkan oleh : Budiono M dan Indah W).