[go: up one dir, main page]

0% found this document useful (0 votes)
176 views14 pages

Problem Based Learning (PBL) Terhadap Kemampuan Berpikir

The document compares the effects of the Group Investigation (GI) and Problem Based Learning (PBL) models on the critical thinking skills of 11th grade students in Kediri, Indonesia. A quasi-experimental study was conducted with two groups of students receiving either the GI or PBL treatment. Results showed that students who received the GI model had significantly higher average critical thinking gains compared to the PBL group. The GI model was found to be more effective at improving critical thinking skills.
Copyright
© Attribution Non-Commercial (BY-NC)
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
176 views14 pages

Problem Based Learning (PBL) Terhadap Kemampuan Berpikir

The document compares the effects of the Group Investigation (GI) and Problem Based Learning (PBL) models on the critical thinking skills of 11th grade students in Kediri, Indonesia. A quasi-experimental study was conducted with two groups of students receiving either the GI or PBL treatment. Results showed that students who received the GI model had significantly higher average critical thinking gains compared to the PBL group. The GI model was found to be more effective at improving critical thinking skills.
Copyright
© Attribution Non-Commercial (BY-NC)
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 14

PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION (GI) DAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

SISWA KELAS XI SMA NEGERI 4 KEDIRI Melina Oktaviani1, Dwiyono Hari Utomo2, J. P. Buranda3, Universitas Negeri Malang Jalan Semarang 5 Malang

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan Model Pembelajaran Group Investigation (GI) dan Problem Based Learning (PBL) terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Quasi Experiment with Pre-test Post-test Group Design dengan dua kelompok subyek penelitian yang memiliki kemampuan sama (homogen). Obyek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS SMA Negeri 4 Kediri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI antara menggunakan model pembelajaran Group Investigation dengan model pembelajaran Problem Based Learning pada mata pelajaran Geografi dimana model pembelajaran Group Investigation lebih unggul dibandingkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning. Hal tersebut terbukti dari rata-rata gain score yang menunjukkan kelas model pembelajaran Group Investigation lebih tinggi yaitu 84,03 dibandingkan dengan kelas model pembelajaran Problem Based Learning sebesar 79,90. Kata kunci: Group Investigation, Problem Based Learning, berpikir kritis Abstract: This research was conducted with the aim to compare the learning model Group Investigation and Problem Based Learning on students critical thinking skills. This research uses a research design Quasi-Experiment with Pre-test Post-test group design with two groups of study subjects who have the same capabilities (homogeneous). Object of this study was the students of class XI IPS SMA Negeri 4 Kediri. This study reveals that that there are differences in students critical thinking skills by using a model of learning Group Investigation and teaching models Problem Based Learning. Learning by using Group Investigation learning model is superior to the learning model of Problem Based Learning. This is evident from the average gain score that indicates the class of Group Investigation model of learning that is 84,03, higher than the class learning model of Problem Based Learning for 79,90. Key Words: Group Investigation, Problem Based Learning, critical thinking

PENDAHULUAN Belajar merupakan aktifitas yang dilakukan siswa yang bersifat kompleks sehingga menghasilkan suatu perubahan sikap dan penambahan pengetahuan. Belajar dapat dilakukan dengan berbagai metode dan media, namun tingkat penyerapan hasil belajar bervariasi tergantung dari tingkat kemampuan siswa dalam menyerap informasi baik disampaikan oleh
1 2

Sarjana Universitas Negeri Malang (UM) Dosen Jurusan Geografi Universitas Negeri Malang (UM) 3 Dosen Jurusan Geografi Universitas Negeri Malang (UM)

guru maupun dari pengalaman nyata yang mereka peroleh. Pembelajaran Geografi tidak hanya menekankan aspek hafalan-hafalan tempat, ruang, penduduk dan interaksinya, tetapi juga menyiapkan peserta didik yang cakap berpikir dalam pemecahan masalah (skills), dan memiliki sikap dan nilai-nilai positif (attitudes and values) terhadap aspek-aspek manusia dan lingkungannya untuk mendukung kehidupannya kini maupun akan datang.

Pengaplikasian ilmu Geografi banyak terkait dengan masalah lingkungan karena pada dasarnya Geografi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan. Oleh karena itu, siswa dituntut untuk memiliki kemampuan yang berkenaan dengan proses berpikir secara kritis yang penting untuk pengkajian masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Kompetensi dasar yang dipilih dalam penelitian ini yaitu menganalisis pelestarian lingkungan hidup dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan. Pada kompetensi dasar tersebut, siswa dituntut untuk dapat menguraikan unsur-unsur yang terdapat dalam suatu permasalahan serta menganalisis keterkaitan antar unsur tersebut sehingga siswa dapat menemukan pemecahan masalahnya. Oleh karena itu, peneliti memilih model pembelajaran Group Investigation karena model ini tidak hanya sekedar model pembelajaran secara

diskusi pada umumnya, namun juga menuntut siswa untuk terlibat langsung dan aktif dalam proses pembelajaran mulai dari perencanaan sampai cara mempelajari suatu topik melalui investigasi. Dengan demikian, maka siswa dapat lebih bebas dalam bereksplorasi. Model ini memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan, menekankan pengalaman belajar di lapangan secara aktif dan kooperatif sehingga akan merangsang kemampuan berpikir siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Slavin (2008:215-216) yang menyatakan bahwa model Group Investigation merupakan model pembelajaran kooperatif yang sesuai untuk proyekproyek studi yang terintregasi yang berhubungan dengan hal-hal semacam penguasaan, analisis dan mensintesakan informasi sehubungan dengan upaya menyelesaikan masalah yang bersifat multi aspek. Dalam penelitian ini, peneliti membandingkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yaitu pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar yang beragam pada siswa seperti kerjasama dan interaksi dalam kelompok, di samping

pengalaman belajar yang berhubungan dengan

pemecahan masalah seperti membuat

hipotesis, melakukan penyelidikan, mengumpulkan data, menginterpretasikan data, membuat kesimpulan, mempresentasikan, berdiskusi, dan membuat laporan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa model PBL dapat memberikan pengalaman yang kaya pada siswa. Pada dasarnya karakteristik model pembelajaran Group Investigation dan Problem Based Learning hampir sama. Yakni pembelajaran kooperatif dimana siswa bekerja dalam sebuah kelompok kecil untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah. Perbedaan dari model pembelajaran Group Investigation dan Problem Based Learning adalah penentuan permasalahan yang akan dipelajari pada model pembelajaran Group Investigation ditentukan oleh siswa, sedangkan pada model pembelajaran Problem Based Learning siswa harus memberikan solusi terkait permasalahan yang diberikan oleh guru. Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih luas permasalahan, yaitu dengan penelitian yang berjudul Perbandingan Model Pembelajaran Group Investigation (GI) dan Problem Based Learning (PBL) terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI SMA Negeri 4 Kediri.

METODE PENELITIAN Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi experiment (eksperimen semu). Subjek penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen 1 dan eksperimen 2. Kelompok eksperimen 1 adalah kelompok yang mendapatkan perlakuan menggunakan model pembelajaran Group Investigation, sedangkan kelompok eksperimen 2 adalah kelompok yang mendapatkan perlakuan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning. Desain penelitian quasi experiment ini adalah pretest post-test control group design. Penelitian eksperimen ini mengukur apakah ada perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa menggunakan model pembelajaran Group Investigation dan Problem Based Learning dalam pembelajarannya. Desain penelitian pre-test post-test control group design dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Rancangan Penelitian Eksperimen 1 (GI) O1 Eksperimen 2 (PBL) O1 Sumber: Arikunto (2002:86) X1 X2 O2 O2

Keterangan: X1 : Model pembelajaran Group Investigation X2 : Model pembelajaran Problem Based Learning O1 : Hasil nilai pre-test O2 : Hasil nilai post-test

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS SMA Negeri 4 Kediri semester genap tahun ajaran 2012-2013 pada kompetensi dasar menganalisis pelestarian lingkungan hidup dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan. Subjek terdiri dari lima kelas yang dipilih secara acak yang akademisnya homogen yaitu dua kelas dengan nilai rata-rata UAS geografi yang relatif sama yaitu kelas XI IPS 1 dengan nilai rata-rata 79,02 dan XI IPS 3 dengan nilai rata-rata 79,29. Dikarenakan kedua kelas homogen, maka penentuan kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 yang mendapat perlakuan model pembelajaran Group Investigation dan Problem Based Learning dilakukan secara acak dengan teknik undian. Dari kelas eksperimen 1 yaitu kelas XI IPS 1 mendapat perlakuan menggunakan model pembelajaran Group Investigation, sedangkan kelas eksperimen 2 yaitu kelas XI IPS 3 mendapat perlakuan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning. Instrumen penelitian ini yaitu tes dengan menggunakan soal essai. Tes dilakukan untuk memperoleh skor siswa dalam kemampuan berpikir kritis. Pembuatan instrumen tes dikembangkan dari kisi-kisi soal tes. Soal tersebut akan diberikan pada saat pre-tes dan postes. Soal dibuat sama untuk kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Sebelum instrumen digunakan sebagai alat pengumpul data, maka instrumen tersebut harus diuji cobakan terlebih dahulu. Uji coba instrumen yang dilakukan meliputi validitas dan reliabilitas. Metode analisis data dari bentuk penelitian quasi eksperiment (eksperimen semu) ini adalah dengan menggunakan metode statistik inferensial. Dalam metode statistik inferensial terdapat statistik parametrik dan non parametric, maka dalam analisisnya, terlebih dahulu harus dilakukan: 1. Uji Prasyarat Sebelum dilakukan uji hipotesis pengujian persyaratan analisis dilakukan apabila menggunakan analisis parametrik, maka harus dilakukan pengujian persyaratan analisis terhadap asumsi-asumsinya seperti homogenitas dan uji normalitas. Adapun uji homogenitas dan uji normalitas dilakukan dengan bantuan SPSS 16.0 for Windows. 2. Uji Hipotesis Pengujian hipotesis merupakan langkah atau prosedur untuk menentukan apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak. Pengujian hipotesis didasarkan pada pada hasil penghitungan menggunakan SPSS 16.00 for windows dengan perumusan hipotesis nol, dan hipotesis kerjanya adalah sebagai berikut. Ha = Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI antara menggunakan model pembelajaran Group Investigation dengan model pembelajaran Problem Based Learning pada mata pelajaran Geografi

Ho = Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI antara menggunakan model pembelajaran Group Investigation dengan model pembelajaran Problem Based Learning pada mata pelajaran Geografi

Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: Ho diterima Ho ditolak : bila sig. (2-tailed) > 0,05 : bila sig. (2-tailed) < 0,05

Pengujian hipotesis untuk mengetahui model pembelajaran yang lebih unggul dapat diukur melalui rata-rata gain-score tiap kelas eksperimen dengan perumusan hipotesis nol dan hipotesis kerjanya adalah sebagai berikut. Ha = Model pembelajaran Group Investigation lebih unggul jika dibandingkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI SMA Negeri 4 Kediri Ho = Model pembelajaran Group Investigation tidak lebih unggul jika dibandingkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI SMA Negeri 4 Kediri Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: Ho diterima : bila mean gain score kelas GI mean gain score kelas PBL Ho ditolak : bila mean gain score kelas GI > mean gain score kelas PBL

HASIL PENELITIAN Sesuai dengan kriteria dari suatu tes yang baik maka soal pre-test dan post-test untuk mengukur kemampuan berpikir kritis sudah memenuhi validitas dan reliabilitas yang tergolong tinggi. Dengan demikian soal pre-test dan post-test yang diberikan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis tergolong soal yang baik.

A. Paparan Data Kemampuan Berpikir Kritis Penelitian ini menggunakan data primer yang dikumpulkan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa. Kemampuan berpikir kritis diperoleh dari hasil nilai pada kemampuan awal siswa yang berupa pre-test dan kemampuan akhir siswa yang berupa posttest, yang diberikan sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran.

1. Kemampuan Awal Pada sub bab ini akan diuraikan hasil penelitian berupa kemampuan awal kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 yang belum mendapat perlakuan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa. Data dari kedua kelompok tersebut dinyatakan dalam bentuk interval untuk mengetahui persebaran kemampuan awal berdasarkan nilai yang diperoleh, dengan lima kriteria yaitu: sangat baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang. Data kemampuan awal kedua kelas dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Deskripsi Nilai Hasil kemampuan Awal
Kelas Eksperimen 1 (Model Group Investigation) Eksperimen 2 (Model Problem Based Learning) Nilai Minimal 54,17 50,00 Nilai Mean Maksimal 87,50 69,68 83,33 69,12

a. Kemampuan Awal Kelas Model Group Investigation Berdasarkan data hasil pre-test kelas model Group Investigation maka dapat diperoleh data distribusi frekuensi berdasarkan tes kemampuan awal kelas model Group Investigation dapat dilihat pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kemampuan Awal Kelas Model Group Investigation
Nilai 75-90 60-74 40-59 < 40 Kualifikasi Sangat baik Baik Cukup kurang Sangat kurang Frekuensi 0 14 18 4 0 0.00 38.89 50.00 11.11 0.00 %

Jumlah

36

100

Dari data yang diperoleh diketahui bahwa nilai terendah adalah 54,17 sedangkan nilai tertinggi adalah 87,50 dengan nilai rata-rata 69,68. Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa 38,89% siswa termasuk dalam kategori baik, 50% siswa termasuk dalam kategori cukup, 11,11% siswa termasuk dalam kategori kurang, serta tidak satupun (0%) siswa termasuk dalam kategori sangat baik dan sangat kurang. b. Kemampuan Awal Kelas Model Problem Based Learning Berdasarkan data hasil pre-test kelas model Problem Based Learning maka dapat diperoleh data distribusi frekuensi berdasarkan tes kemampuan awal kelas model Problem Based Learning dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Kemampuan Awal Kelas Model Problem Based Learning
Nilai 75-90 60-74 40-59 < 40 Kualifikasi Sangat baik Baik Cukup kurang Sangat kurang frekuensi 0 11 20 3 0 0.00 32.35 58.82 8.82 0.00 %

Jumlah

34

100

Dari data yang diperoleh diketahui bahwa nilai terendah adalah 50,00 sedangkan nilai tertinggi adalah 83,33 dengan nilai rata-rata 69,12. Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa 32,35% siswa termasuk dalam kategori baik, lebih dari separuh (58,82%) siswa termasuk dalam kategori cukup, sebagian kecil (8%) siswa termasuk dalam kategori kurang, serta tidak satupun (0%) siswa termasuk dalam kategori sangat baik dan sangat kurang. 2. Kemampuan Akhir Pada sub bab ini akan diuraikan hasil penelitian berupa kemampuan akhir kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 yang sudah mendapat perlakuan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa. Data dari kedua kelompok tersebut dinyatakan dalam bentuk interval untuk mengetahui persebaran kemampuan akhir berdasarkan nilai yang diperoleh, dengan lima kriteria yaitu: sangat baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang. Data kemampuan akhir kedua kelas dapat dilihat pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Deskripsi Nilai Hasil kemampuan Akhir
Kelas Eksperimen 1 (Model Group Investigation) Eksperimen 2 (Model Problem Based Learning) Nilai Minimal 75,00 66,67 Nilai Mean Maksimal 95,83 84,03 87,50 79,90

a. Kemampuan Akhir Kelas Model Group Investigation Berdasarkan data hasil post-test kelas model Group Investigation maka dapat diperoleh data distribusi frekuensi berdasarkan tes kemampuan akhir kelas model Group Investigation dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Kemampuan Akhir Kelas Model Group Investigation


Nilai 75-90 60-74 40-59 < 40 Kualifikasi Sangat baik Baik Cukup kurang Sangat kurang Frekuensi 8 28 0 0 0 22.22 77.78 0.00 0.00 0.00 %

Jumlah 36 100 Dari data yang diperoleh diketahui bahwa nilai terendah adalah 75,00 sedangkan nilai tertinggi adalah 95,83 dengan nilai rata-rata 84,03. Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa sebagian kecil siswa (22,22%) termasuk dalam kategori sangat baik, sebagian besar (77,78%) siswa termasuk dalam kategori baik, serta tidak satupun (0%) siswa termasuk dalam kategori cukup, kurang, dan sangat kurang.

b. Kemampuan Akhir Kelas Model Problem Based Learning Berdasarkan data hasil post-test kelas model Problem Based Learning maka dapat diperoleh data distribusi frekuensi berdasarkan tes kemampuan akhir kelas model Problem Based Learning dapat dilihat pada Tabel 7 berikut. Tabel 7. Distribusi Frekuensi Kemampuan Akhir Kelas Model Problem Based Learning
Nilai 75-90 60-74 40-59 < 40 Kualifikasi Sangat baik Baik Cukup kurang Sangat kurang frekuensi 0 30 4 0 0 0.00 88.24 11.76 0.00 0.00 %

Jumlah

34

100

Dari data yang diperoleh diketahui bahwa nilai terendah adalah 66,67 sedangkan nilai tertinggi adalah 87,50 dengan nilai rata-rata 79,90. Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa sebagian besar (88,24%) siswa termasuk dalam kategori baik, sebagian kecil (4%) siswa termasuk dalam kategori cukup, serta tidak satupun (0%) siswa termasuk dalam kategori sangat baik, kurang, dan sangat kurang.

B. Analisis Data Analisis data dilakukan setelah data kemampuan awal, dan akhir siswa terkumpul. Analisis data dalam bab ini meliputi:

1. Uji Prasyarat Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji beda atau t-test, terlebih dahulu harus dilakukan uji prasyarat yang meliputi uji normalitas dan homogenitas. Adapun data yang digunakan dalam analisis ini adalah gain score. Berdasarkan hasil uji

normalitas pada taraf signifikansi 95% ,diperoleh nilai signifikansi 0,066 untuk kelas eksperimen 1 dan 0,121 untuk kelas eksperimen 2. Hasil uji normalitas kedua kelas eksperimen tersebut menunjukkan nilai signifikansi > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data gain score baik pada kelas eksperimen 1 maupun kelas eksperimen 2 berdistribusi normal. Berdasarkan hasil uji homogenitas dapat diketahui bahwa semua nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, sehingga dapat dinyatakan bahwa data penelitian berasal dari populasi bervarian homogen.

2. Pengujian Hipotesis Berdasarkan uji prasyarat diketahui bahwa kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 berdistribusi normal dan mempunyai varians homogen, dengan demikian pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan menggunakan uji-t. Uji-t digunakan untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Perumusan hipotesis untuk penelitian ini adalah Ha = Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI antara menggunakan model pembelajaran Group Investigation dengan model pembelajaran Problem Based Learning pada mata pelajaran Geografi Ho = Tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI antara menggunakan model pembelajaran Group Investigation dengan model pembelajaran Problem Based Learning pada mata pelajaran Geografi Pedoman dalam pengambilan keputusan untuk independent sampel t test adalah: Jika nilai signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak Jika nilai signifikansi > 0,05 maka H0 diterima

Berdasarkan data hasil uji-t diketahui bahwa nilai signifikansi (0,03) lebih kecil dari 0,05 dan rata-rata kelas eksperimen 1 (84,03) lebih besar dari rata-rata kelas eksperimen 2 (79,90), maka H0 ditolak dan Ha diterima. Jadi kesimpulannya hipotesis yang berbunyi Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI

antara menggunakan model pembelajaran Group Investigation dengan model pembelajaran Problem Based Learning pada mata pelajaran Geografi dinyatakan diterima. Untuk mengetahui model pembelajaran yang lebih unggul antara Group Investigation dan Problem Based Learning, maka dapat dilihat berdasarkan mean gain score masingmasing kelas eksperimen. Perumusan hipotesisnya adalah Ha = Model pembelajaran Group Investigation lebih unggul jika dibandingkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI SMA Negeri 4 Kediri Ho = Model pembelajaran Group Investigation tidak lebih unggul jika dibandingkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI SMA Negeri 4 Kediri Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: Ho diterima : bila mean gain score kelas GI mean gain score kelas PBL Ho ditolak : bila mean gain score kelas GI > mean gain score kelas PBL Berdasarkan hasil analisis gain score pada masing-masing kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2, diketahui bahwa mean gain score pada kelas eksperimen 1 (14,35) lebih besar dari mean gain score pada kelas eksperimen 2 (10,78), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi kesimpulannya hipotesis yang berbunyi Model pembelajaran Group Investigation lebih unggul jika dibandingkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI SMA Negeri 4 Kediri dinyatakan diterima.

PEMBAHASAN Berdasarkan hasil perhitungan uji-t diketahui bahwa terdapat pengaruh yang signifikan kemampuan berpikir kritis siswa antara yang mendapat perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran Group Investigation dengan yang mendapat perlakuan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning. Dimana kemampuan berpikir kritis siswa yang mendapat perlakuan menggunakan model pembelajaran Grroup Investigation lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mendapat perlakuan model pembelajaran Problem Based Learning. Pada dasarnya, kedua model pembelajaran baik Group Investigation maupun Problem Based Learning sama-sama merupakan model pembelajaran kooperatif yang berbasis penelitian/ proyek yang dapat mendukung kemampuan berpikir kritis siswa. Dimana model

pembelajaran kooperatif dapat

mendorong peningkatan kemampuan siswa dalam

memecahkan berbagai permasalahan yang ditemui selama pembelajaran, karena siswa dapat bekerja sama dengan siswa lain dalam menemukan dan merumuskan alternatif pemecahan terhadap masalah yang dihadapi. Disamping itu, dalam pembelajaran berbasis penelitian, siswa didorong untuk terutama belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsepkonsep dan prinsip-prinsip, sedangkan guru mendorong siswa mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip bagi diri sendiri (Bergstrom & OBrien, 2001; Wilcox, 1993 (dalam Slavin, 2009). Model pembelajaran Group Investigation dan Problem Based Learning mempunyai keunggulan masing-masing sehingga dapat mempengaruhi kemampuan berpikir kritis siswa. Pada model pembelajaran Problem Based Learning, siswa dituntut untuk mampu menyelesaikan permasalahan yang diberikan guru melalui kerja kelompok. Melalui tahapantahapan model pembelajaran ini, siswa akan mendapatkan pengalaman dalam menganalisis permasalahan yang disajikan melalui proses diskusi kelompok, sampai menemukan solusi atas permasalahan tersebut. Model pembelajaran berbasis masalah menggunakan pendekatan masalah yang autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi dari inkuiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri. Keunggulan model pembelajaran Group Investigation yang mempengaruhi

kemampuan berpikir kritis siswa adalah karena dalam tahapan-tahapan pembelajaran Group Investigation terdapat adanya proses-proses kognitif yang saling mempengaruhi. Prosesproses kognitif merupakan aksi-aksi intelektual yang mentransfer informasi dari satu penyimpanan informasi ke penyimpanan informasi lainnya. Proses-proses kognitif yang mempengaruhi kemampuan berpikir kritis siswa tersebut antara lain adalah attention (perhatian), perception, rehearsal (pengulangan), encoding, dan retrieval (Hipiteuw, 2009: 69) Proses attention (perhatian) merupakan proses untuk memfokuskan diri pada stimuli tertentu dan sementara itu memilah yang tidak penting untuk dikeluarkan (Hipiteuw, 2009: 78). Proses attention pada model pembelajaran Group Investigation terlihat pada tahap penentuan topik/ tema permasalahan. Dimana pada model pembelajaran ini siswa bebas menentukan topik permasalahan yang dianggap menarik bagi mereka dan disesuaikan dengan kesepakan antara siswa dengan guru. Hipiteuw (2009) menyatakan bahwa kemampuan pemikiran kritis paling baik dipelajari menurut topik-topik yang sudah tidak asing lagi bagi siswa. Siswa akan lebih dapat menerapkan pengetahuan berdasarkan pengalaman dan

mengembangkan pemikiran mereka sendiri terhadap permasalahan lingkungan hidup yang terjadi di sekitarnya dibandingkan dengan permasalahan yang asing baginya. Pada Model Problem Based Learning tidak terjadi proses attention (perhatian) dikarenakan pemilihan topik/ tema permasalahan ditentukan oleh guru. Hal tersebut akan mempengaruhi motivasi dan minat siswa untuk menyelesaikan permasalahn yang diberikan secara kritis, dikarenakan terdapat kemungkinan siswa kurang tertarik dengan tema permasalahan yang diberikan oleh guru. Selain itu, belum tentu siswa memiliki pengetahuan yang luas terhadap permasalahan yang diberikan, sehingga siswa tidak dapat memaksimalkan kemampuan berpikir kritisnya. Ketertarikan serta motivasi siswa terhadap suatu masalah yang akan dipelajari merupakan hal yang penting karena akan dapat mempengaruhi pembelajaran mandiri bagi siswa. Pembelajaran mandiri berasal dari pemikiran dan perilaku yang dihasilkan sendiri oleh siswa yang secara sistematis diarahkan ke sasaran pembelajaran mereka (Schunk & Zimmerman, dalam Slavin, 2009: 115). Para pembelajar mandiri cenderung mempunyai sasaran yang jelas terhadap apa yang ingin dicapainya, sehingga ia bebas mengembangkan pemikirannya demi mencapai sasaran tersebut, bukan hanya dengan menaati perintah guru. Lebih jauh, pembelajar yang mandiri termotivasi oleh pembelajaran itu sendiri, bukan hanya oleh nilai atau persetujuan orang lain, dan mereka mampu bertahan pada tugas jangka panjang hingga tugas tersebut terselesaikan. Apabila siswa mempunyai strategi pembelajaran yang efektif maupun motivasi serta kegigihan sampai suatu tugas terselesaikan hingga memuaskan mereka, kemungkinan mereka akan menjadi pelajar yang efektif dan mempunyai motivasi sepanjang hidup untuk belajar (Slavin, 2009: 13). Proses rehearsal (pengulangan) pada model pembelajaran Group Investigation terlihat pada tahap perencanaan, investigasi, dan laporan akhir. Rehearsal merupakan pengulangan-pengulangan guna membantu informasi yang dipelajari tersimpan ke dalam long-term memory sehingga menjadi pengetahuan individu tersebut. Wade & Travis (2007: 102) menyatakan bahwa mengulang-ulang suatu informasi menyebabkan informasi tersebut menetap lebih lama dalam memory jangka pendek dan memperbesar kemungkinan informasi tersebut akan tersimpan pada memory jangka panjang. Semakin sering informasi diproses dalam proses rehearsal, maka otomatis memory tersebut akan tersimpan dalam long-term memory (memory jangka panjang) dan sulit dilupakan (forgotten/ lost). Tahapan-tahapan dalam Group Investigation juga berkaitan dengan proses encoding, yaitu proses merepresentasikan informasi ke dalam long-term memory secara bermakna. Pemahaman dan pengetahuan yang baru disimpan dalam long-term memory dikaitkan dengan

apa yang sudah tersimpan dalam long-term memory sebelumnya agar informasi yang dipelajari tidak berdiri sendiri tetapi berkaitan dengan pengetahuan sebelumnya yang telah dimiliki individu tersebut. Melalui tahapan-tahapan planning, investigation, dan organizing pada model pembelajaran Group Investigation, maka pengetahuan baru akan mudah terkoneksi dengan pengetahuan sebelumnya yang telah ada pada long-term memory tersebut karena semakin sering proses rehearsal terjadi, maka background knowledge (pengetahuan sebelumnya) akan menjadi semakin luas sehingga mudah terkait dengan pengetahuan baru. Hal inilah yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Melalui tahap-tahap dalam pembelajaran model Group Investigation dan Problem Based Learning siswa juga akan melakukan proses retrieval (pelacakan) yang dilakukan untuk mendapatkan informasi tambahan yang diperlukan untuk memahami apa yang sedang dipelajari. Hal ini dikarenakan semakin siswa menuju pemikiran tingkat tinggi, maka semakin banyak pula informasi-informasi dan pengetahuan yang harus ia dapatkan untuk menunjang kemampuannya dalam berpikir kritis. Disamping keunggulannya, model pembelajaran Group Investigation dan Problem Based Learning juga mempunyai beberapa kelemahan yang turut menghambat penelitian, antara lain kedua model pembelajaran ini memerlukan waktu yang lama dalam pelaksanaanya. Selain itu, guru juga dituntut untuk lebih matang dalam pembuatan perencanaan pembelajarannya. Siswa yang kurang aktif dalam mengemukakan pendapatnya juga turut menghambat dalam pelaksanaan model pembelajaran ini.

KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI antara menggunakan model pembelajaran Group Investigation dengan model pembelajaran Problem Based Learning pada mata pelajaran Geografi. Dimana model pembelajaran Group Investigation lebih unggul jika dibandingkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI SMA Negeri 4 Kediri. Dengan demikian, saran yang diberikan adalah guru Geografi perlu menerapkan model pembelajaran Group Investigation (GI) sebagai salah satu alternatif dalam kegitan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Namun perlu diperhatikan dalam penyusunan RPP, disarankan agar alokasi waktu disusun dengan cermat karena memerlukan alokasi waktu yang relatif lama.

DAFTAR RUJUKAN Arikunto, S. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Hipiteuw, Dr. Imanuel. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Malang: Universitas Negeri Malang Slavin, R. E. 2008. Cooperative Learning. Teori Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media. Slavin, R.E. 2009. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Jakarta: Indeks Wade Carol & Carol Travis. 2007. Psikologi. Jakarta: Erlangga

You might also like