Pengaruh Teknik Ekstubasi Terhadap Kejadian Spasme Laring Pada Operasi Tonsilektomi
Pengaruh Teknik Ekstubasi Terhadap Kejadian Spasme Laring Pada Operasi Tonsilektomi
Pengaruh Teknik Ekstubasi Terhadap Kejadian Spasme Laring Pada Operasi Tonsilektomi
7
HALAMAN PENGESAHAN
Nama :Aria Windy Mahardhika N I M :G2A 003 025 Fakultas : Kedokteran Universitas :Diponegoro Bagian: Anestesiologi Judul :Pengaruh Teknik Ekstubasi terhadap Kejadian Spasme Laring pada Operasi Tonsilektomi Pembimbing :dr. H. Heru Dwi Jatmiko, SpAn (K) Diajukan tanggal :25 Juli 2007 Karya Tulis Ilmiah ini telah diuji dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Karya Tulis Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang pada tanggal 25 Juli 2007 dan telah diperbaiki sesuai saran-saran yang diberikan Penguji,Pembimbing .TIM PENGUJI Ketua Penguji,
,Prof. dr. H. Marwoto, SpAn KIC NIP. 130 516 880 dr . H. Heru Dwi Jatmiko, SpAn (K) NIP. 140 241 328
ABSTRACT THE EFFECT OF EXTUBATION TECHNIQUE ON THE INCIDENCE OF 1LARYNGEAL SPASM IN TONSILLECTOMY OPERATION Aria Windy Mahardhika , Heru Dwi J 2 ABSTRACT Background: Laryngeal spasm is the most common cause of airway obstruction after extubation in general anesthesia, particularly on airway surgery such as tonsillectomy and adenoidectomy, the incidence rates 21-28%. Many studies have been performed to prevent the occurrence of laryngeal spasm, especially by using medications. Nevertheless, very few studies have been focused on extubation techniques to prevent laryngeal spasm besides deep extubation technique, but this technique carries the risk of aspiration because airway incompetence and ventilation inadequacy. Objective: To assess the effect of no-touch awake extubation technique (treatment group) on the incidence of laryngeal spasm in tonsillectomy with or without adenoidectomy compared to deep extubation technique (control group). Method: Double-blind, randomized clinical study on 60 children with physical states of ASA I-II, meeting the inclusion criteria, who underwent tonsillectomy elective with or without adenoidectomy in Dr. Kariadi Hospital. The parent of each children was given information about the procedure and gave written informed consent on their childrens participation in the study. 30 children underwent no-touch awake extubation technique, and the remaining 30 underwent deep extubation technique. The degree of laryngeal spasm was assessed using 4 point scale. Statistical analysis was performed using SPSS (Statistical Package for Social Sciences) with Chi square test (level of significance, p < 0.05). Result: There was no significant difference in demographic characteristics between groups (treatment and control). No children (0%) of the no-touch awake extubation group and 4 children (13,33%) of the deep extubation group (control) had laryngeal spasm, respectively. Conclusion: no-touch awake extubation technique has lower incidence of laryngeal spasm compared with deep extubation technique in tonsillectomy with or without adenoidectomy. Keywords: no touch awake extubation, deep extubation, laryngeal spasm, tonsillectomy, adenoidectomy 21 Student of Medical Faculty of Diponegoro University Lecturer staff of Anesthesiology of Medical Faculty of Diponegoro Universit
y ABSTRAK PENGARUH TEKNIK EKSTUBASI TERHADAP KEJADIAN SPASME 1LARING PADA OPERASI TONSILEKTOMI Aria Windy Mahardhika , Heru Dwi J 2 Latar Belakang : Spasme laring adalah penyebab tersering sumbatan jalan napas setelah ekstubasi pada general anestesi, terutama pada operasi di sekitar jalan napas seperti tonsilektomi dan adenoidektomi, kejadiannya mencapai 21-28%. Banyak penelitian dilakukan untuk mencegah kejadian spasme laring terutama dengan pemberian obat-obatan. Di sisi lain, masih sangat sedikit penelitian yang menitikberatkan pada teknik ekstubasi untuk mencegah spasme laring selain dengan teknik ekstubasi dalam, tetapi teknik ini berisiko terjadi aspirasi karena inkompetensi jalan napas dan gangguan keadekuatan ventilasi. Tujuan : menilai pengaruh teknik ekstubasi sadar tanpa sentuh (kelompok perlakuan) terhadap kejadian spasme laring pada operasi tonsilektomi dengan atau tanpa adenoidektomi dibanding teknik ekstubasi dalam (kelompok kontrol) Metode : Uji klinik tersamar acak ganda dilakukan pada 60 anak dengan status fisik ASA I-II , memenuhi kriteria inklusi yang menjalani bedah elektif tonsilektomi dengan atau tanpa adenoidektomi di RS Dr Kariadi. Orang tua penderita sebelumnya diberikan penjelasan mengenai prosedur yang akan dijalani dan membuat pernyataan tertulis mengenai kesediaannya diikutsertakan penelitian dalam lembar informed consent. Pada 30 anak dilakukan teknik ekstubasi sadar tanpa sentuh, 30 anak yang lain dengan ekstubasi dalam. Derajat spasme laring dinilai menggunakan skala 4 poin. Uji statistik dilakukan menggunakan program SPSS (Statistical Package for Social Sciences) dengan uji Chi square (derajat kemaknaan, p < 0,05). Hasil : Data demografi tidak menunjukkan perbedaan bermakna pada kedua kelompok (perlakuan dan kontrol). Kejadian spasme laring tidak terjadi pada teknik ekstubasi sadar tanpa sentuh (0%), dan terjadi pada 4 anak (13,33%) pada kelompok ekstubasi dalam (kelompok kontrol). Kesimpulan : teknik ekstubasi sadar tanpa sentuh menurunkan angka kejadian spasme laring dibanding teknik ekstubasi dalam pada operasi tonsilektomi dengan atau tanpa adenoidektomi. Kata kunci : ekstubasi sadar tanpa sentuh, ekstubasi dalam, spasme laring, tonsilektomi, adenektomi
1 2
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Staf Pengajar Bagian Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegor
PENDAHULUAN Spasme laring adalah penyebab tersering sumbatan jalan napas setelah ekstubasi pada anestesi umum, 1,2 terutama pada operasi di sekitar jalan napas seperti tonsilektomi dan adenoidektomi, 1,3 dimana kejadiannya mencapai 21-28%.1 Pada penelitian lain dikatakan,pada operasi dengan gas desfluran tanpa premedikasi, tingkat kejadian 60%. spasme laringnya 80% dan desaturasi (Sp O 2 < 92%) mencapai 4 Edema parumencapai sebagai akibat dari kejadian spasme laring dilaporkan terjadi pada dewasa dan anak-anak. 5,6,7,8 . Secara umum spasme laring dapat diatasi dengan pemberian oksigen 100% tekanan positif dengan sungkup muka, 5,6 dan sekitar 0,19% memerlukan tindakan reintubasi .5,7 Banyak penelitian yang sudah dilaporkan untuk mencegah kejadian spasme laring terutama dengan pemberian obat-obatan seperti lidokain topikal, lidokain intra vena, 7,8,9,10,11 dan magnesium intra vena,9 yang pada orang-orang tertentu perlu dipertimbangkan risikonya.9,10 Di sisi lain, masih sangat sedikit penelitian yang menitikberatkan pada teknik ekstubasi untuk mencegah spasme laring1,7,8,9 selain dengan teknik ekstubasi dalam. 7,8,9 Risiko teknik ekstubasi dalam adalah aspirasi karena inkompetensi jalan napas dan gangguan keadekuatan ventilasi.7,8 Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya untuk mengurangi kejadian spasme laring yang berhubungan dengan penelitian ini adalah :
Pra penelitian Tsui, 2004 menggunakan teknik ekstubasi sadar tanpa sentuhtanpa pembanding mendapatkan spasme laring sebesar 0 % . Penelitian ini bertujuan melanjutkan penelitian Tsui, 2004 dan memodifikasi penelitian tersebut dengan pembanding ekstubasi dalam serta memperbaiki teknik penelitian dengan randomisasi yang tidak dilakukan sebelumnya.
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinik tahap 2 (subyek manusia) fase 3 (bertujuan mengevaluasi obat atau cara pengobatan baru dibandingkan dengan pengobatan yang telah ada) dengan cara randomized control trial. Populasi pada penelitian ini adalah pasien yang akan menjalani operasi elektif Tonsilektomi dengan atau tanpa Adenoidektomi di RSUP Dr. Kariadi, Semarang. Mengingat keterbatasan waktu dan jumlah populasi, pemilihan sampel penelitian menggunakan cara consecutive random sampling, dimana setiap pasien yang memenuhi kriteria inklusi dimasukkan dalam sampel penelitian sampai jumlah yang dibutuhkan terpenuhi11. Sampel diambil dengan kriteria sebagai berikut : Kriteria inklusi - Pasien RSUP Dr. Kariadi yang akan menjalani operasi elektif tonsilektomi dengan atau tanpa adenoidektomi.
- Umur 5-14 tahun. - Telah mendapat persetujuan keluarga. - IMT ( Indek Masa Tubuh) 16-25 kg/m2. IMT diukur dengan : berat badan (kg) / tinggi badan (m)2 - Status fisik ASA I-II. Kriteria status fisik pasien sebelum operasi menurut ASA (American Society of Anesthesiologist) : * ASA I : pasien sehat, tanpa kelainan sistemik * ASA II : pasien dengan kelainan sistemik ringan atau sedang * ASA III : pasien dengan kelainan sistemik berat * ASA IV : pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung mengancam hidup dan membutuhkan obat-obatan untuk mempertahankan hidup. * ASA V : pasien yang tidak dapat diharapkan hidup dalam 24 jam dengan atau tanpa operasi Kriteria eksklusi - Riwayat penyakit asma. - Didapatkan infeksi saluran napas akut . - Diprediksi ada kesulitan intubasi ( dinilai dgn hukum LEMON
) Kriteria drop out - Pasien mengalami batuk-batuk yang persisten sehingga gelisah sebelum dilakukan ekstubasi - Tidak dilakukan ekstubasi sesuai prosedur yang telah ditetapkan pada definisi operasional Derajad Spasme Laring Derajad dari beratnya spasme laring ini dibagi dalam skala 4 poin : Skala 0 Skala 1 Skala 2 = tidak ada spasme laring, tidak ada penurunan SpO 2 = terjadi stridor inspirasi, terjadi penurunan SpO2 = penutupan pita suara total, tidak terdengar suara napas pada
auskultasi, terjadi penurunan SpO 2 dibawah 92%, tidak ada sianosis. Skala 3 = penutupan pita suara total, tidak terdengar suara napas pada auskultasi, terjadi penurunan SpO sianosis.2 dibawah 92% , terjadi Uji statistik dilakukan menggunakan program SPSS (Statistical Package for Social Sciences) dengan uji Chi square (derajat kemaknaan, p < 0,05).
HASIL PENELITIAN Telah dilakukan penelitian terhadap seluruh sampel (60 pasien) yang dibagi menjadi 2 kelompok, masing-masing 30 pasien pada kelompok I (perlakuan) yang
menggunakan teknik ekstubasi sadar tanpa sentuh dan 30 pasien pada kelompok II ( kontrol) yang menggunakan teknik ekstubasi dalam. Data dasar pasien dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1. Data demografi
NO DATA DASAR KELOMPOK I KELOMPOK II UJI STATISTIK P 1 Jenis kelamin Chi-Square 0,555 *laki-laki 16 17 * perempuan 14 13 2 Umur (tahun) 9,572,76 9,392,95 t-test 0,837 3 BMI (kg) 20,951,21 20,901,16 t-test 0,755 4 Jenis operasi Chi-Square 0,768 * TE 16 14 * ATE 14 16 5 ASA I (100%) I (100%) -
Data disajikan dalam bentuk mean SD kecuali jenis kelamin, jenis operasi dan ASA, dengan derajat kemaknaan P< 0,05. Uji homogenitas data dengan : kurtosis index, skewness index, Kolmogorov- Smirnov normality test, normal QQ plot, detrended normal Q-Q plot, histogram & box plot.
Dari data pada tabel 1 tampak bahwa data pasien berbeda tak bermakna pada kedua kelompok dalam hal : jenis kelamin, umur, BMI, jenis operasi dan ASA sehingga kedua kelompok penelitian dapat diperbandingkan. Kejadian spasme laring pada kelompok I dan kelompok II adalah sebagai berikut
Klasifikasi derajat spasme laring : Skala 0 Skala 1 Skala 2 = tidak ada spasme laring, tidak ada penurunan SpO 2 = terjadi stridor inspirasi, terjadi penurunan SpO 2 = penutupan pita suara total, tidak terdengar suara napas pada auskultasi, terjadi penurunan SpO 2 dibawah 92%, tidak ada sianosis. Skala 3 = penutupan pita suara total, tidak terdengar suara napas pada auskultasi, terjadi penurunan SpO 2 dibawah 92% , terjadi sianosis.
Dari data di atas didapatkan hasil kejadian spasme laring secara statistik berbeda bermakna ( p = 0,021 dengan derajat kemaknaan p < 0,05). Data ini juga bermakna secara klinik dimana kejadian spasme laring 0% pada kelompok I dibandingkan dengan 13,33% pada kelompok II. Kejadian batuk, desaturasi dan lama bangun adalah sebagai berikut
: Tabel 3. Perbandingan kejadian batuk, desaturasi dan lama bangun pada 2 kelompok penelitian
KELOMPOK BATUK DESATURASI LAMA BANGUN BATUK tdk adaBATUK AdaP ChiSquareSATURASI (%)P T-testMENIT P T-tes tKELOMPOK I (66,70%)5 (16,7%) 2 11,951,200,00 KELOMPOK II25 96,434 10 (33,33%)0,139 14,182 (83,3%) 20 ,590,01 98,771,74 ,24 0Dari data di atas tampak bahwa kejadian batuk kelompok I dan II tidak
berbeda bermakna secara statistik (p = 0,139 dengan derajad kemaknan p< 0,05 ). Kejadian desaturasi berbeda bermakna menurut statistik ( p = 0,012 , dengan derajat kemaknaan p< 0,005 ). Lama bangun berbeda bermakna secara statistik ( p= 0,000) dengan derajad kemaknaan (p< 0,001).
PEMBAHASAN Spasme laring adalah penyebab tersering sumbatan jalan napas setelah ekstubasi pada anestesi umum , 1,2 terutama pada operasi di sekitar jalan napas seperti tonsilektomi dan adenoidektomi, 1,3 dimana kejadiannya mencapai 21-28%.1 Pada penelitian lain dikatakan, operasi dengan gas desfluran tanpa premedikasi, tingkat kejadian spasme laringnya mencapai 80% dan kejadian desaturasi (Sp O 2 < 92%)
mencapai 60%.4 Untuk mengurangi kejadian spasme laring , beberapa penelitian menyarankan untuk melakukan ekstubasi pasien pada saat pasien masih teranestesi dalam atau saat pasien sudah benar-benar sadar. Pada penelitian ini perbandingan kejadian spasme laring antara kelompok I (ekstubasi sadar tanpa sentuh) dan kelompok II ( ekstubasi dalam) secara klinis berbeda, dimana pada kelompok II 4 pasien (13,33%) dan kelompok I tidak terjadi spasme laring (0%). Uji statistik mendukung data klinik dengan hasil berbeda bermakna ( p = 0,021) dengan derajat kemaknaan p<0,05. Hasil ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan Tsui dimana teknik ekstubasi sadar tanpa sentuh tidak menimbulkan spasme laring pada 20 pasien yang menjalani operasi tonsilektomi dengan atau tanpa adenoidektomi dengan gas anestesi inhalasi desfluran. Hal ini mungkin disebabkan teknik ekstubasi sadar tanpa sentuh dilakukan saat pasien sudah benar-benar bangun yang ditandai pasien membuka mata. Ekstubasi yang dilakukan pada saat reflek menelan timbul lebih berisiko terjadi spasme laring karena reflek menelan lebih merupakan tanda kembalinya reflek fisiologi tubuh, bukan merupakan tanda pulihnya kesadaran.1,2 Manipulasi terhadap jalan napas diminimalkan oleh teknik ekstubasi ini, yaitu dengan membersihkan sekret jalan napas hanya pada saat pasien masih teranestesi dalam. Pasien dibiarkan bangun sendiri ( tidak dilakukan manipulasi untuk membangunkan pasien). Hal ini dilakukan untuk menghindari pasien seolah-olah sudah bangun karena rangsangan yang kita berikan, sehingga pasien diekstubasi pada tingkat kesadaran yang belum cukup.
Komplikasi batuk pada kelompok I dan II menunjukkan perbedaan tidak bermakna secara klinis ( 16,7% pada kelompok I dan 33,33% pada kelompok II) dan secara statistik ( p= 0,139, dengan derajat kemaknaan p< 0,05). Ini mendukung penelitian sebelumnya dimana kejadian batuk pasca operasi berkisar antara 7-30 % tergantung teknik ekstubasi yang digunakan. Batuk sebenarnya bukan merupakan komplikasi karena merupakan respon fisiologi untuk memproteksi jalan napas dari aspirasi, tetapi batuk dapat meningkatkan tekanan darah, frekwensi jantung, meningkatkan tekanan intra okuli dan intra kranial. Batuk yang persisten dapat merangsang spasme laring, menimbulkan perdarahan di tempat operasi dan meningkatkan tekanan intra torak yang dapat menurunkan venous return .6 Kejadian desaturasi berbeda bermakna secara statistik (p = 0,012 ,dengan derajat kemaknaan p < 0,05), tetapi tidak secara klinik. Hal ini mungkin disebabkan pasien yang mengalami spasme laring dapat segera diatasi sehingga tidak sampai terjadi desaturasi yang berat. Lama bangun pasien pada 2 kelompok penelitian berbeda bermakna secara statistik (p= 0,000 ,dengan derajat kemaknaan p< 0,001) tetapi secara klinis kurang bermakna karena rerata waktu ekstubasi pada 2 kelompok tidak jauh berbeda ( 14,723,30 menit pada kelompok I dan 11,160,94 menit pada kelompok II).
KESIMPULAN Insiden spasme laring pasca ekstubasi pipa endotrakea lebih kecil pada penggunaan teknik ekstubasi sadar tanpa sentuh dibandingkan teknik ekstubasi dalam .
SARAN 1. Teknik ekstubasi sadar tanpa sentuh dapat digunakan terutama untuk operasi yang diperkirakan risiko spasme laringnya meningkat. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan alat ukur yang lebih baik untuk menentukan adanya spasme laring. 3. Teknik ekstubasi sadar tanpa sentuh dapat digunakan untuk operasi dimana kejadian batuk harus dicegah.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan artikel ini. 2. Bapak dan Ibu tercinta serta seluruh keluarga atas semangat dan dukungannya selama ini. 3. Kepala Bagian dan seluruh staf Bagian Anestesi FK UNDIP
.
4. Dr.
H. Heru Dwi Jatmiko, SpAn (K) selaku dosen pembimbing atas waktu,
bimbingan dan bantuannya dalam keseluruhan penyusunan dan pelaksanaan KTI ini.
5. Dr.
penguji artikel penelitian. 6. Prof. Dr. H. Marwoto, SpAn KIC selaku penguji dalam artikel penelitian 7. Dr. Danu Soesilowati, atas data-data yang telah diberikan
. DAFTAR PUSTAKA
C H, Wagner A, Cave D, et al.The Incidence of Laringospasm with a No Touch Extubation Technique after Tonsillectomy and Adenoidectomy. Anesthesia Analgesia 2004 ; 98 :327-29. 2. Asai T, Koga K, Vaughan R S. Respiratory Complication Associated with Tracheal Intubation and Ekstubation. Br J Anaesth 1998; 80: 767-75. 3. Langton J A. Effect of Anaesthetic Gasts on the Airway.[cited 2001 April 8]. Available from : URL : http://www euroanesthesia.org/education/rc_gothenburg/9rci.HTML. 4. Ebert T J, Muzi M. Sympathetic Hyperactivity during Desflurane Anesthesia in Healthy Volunteers : a Comparison with Isoflurane. Anesthesiology 1993;79 :444-53. 5. Visvanathan T, Kluger M T, Webb R K, Westhorpe R N.Crisis Management during Anaesthesia : Laryngospasm.Qual Saf Health Care 2005;14:e3. Available from : URL :http://qhc.bmjjournals.com/cgi/content/full/14/3/e3#T1. 6. Miller K A, Harkin C P, Bailey P L. Post Operative Tracheal Extubation. Anesth Analg 1995; 80: 149-72. 7. Koc C, Kocaman F, Aygenc E, et al. The Use of Preoperative Lidocain to Prevent Stridor and Laryngospasm after Tonsillectomy and Adenoidectomy. Otolaryngol Head Neck Surg 1998; 118:880-2. ed8. Gal T J. Airway Management. In : Miller R D. Millers Anesthesia.6.Philadelphia : Churchill Livingstone ;2005 , 1617-51. 9. Gulhas N, Durmus M, Demirbilek S, et al. The Used of Magnesium to Prevent Laryngospasm after Tonsillectomy and Adenoidectomy. : a Preliminary Study. Paediatr Anaesth 2003; 13:43-7. 10.Takakura K, Sugiura Y, Takeuchi K. Endotracheal Administration of Lidocaine Inhibits isoflurane Induced Tachycardia. Can J Anesth 1998; 45: 1181-5. 11.Madiyono B, Moeslichan S M, Sastroasmoro S, dkk . Perkiraan Besar Sampel. Dalam : Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinik. Ed 2. Jakarta: Sagung Seto; 2002, 259-87.
1. Tsui B
LAMPIRAN
Frequencies
SystemMissing Total16 perlakuan Percent Cumulative 26.7 53.3 53.3 14 23.3 46.7 100.0 30 Percent Frequency Percent Valid laki-laki wanita Tota 50.0 100.0 30 50.0 60 100.0kelamin
Controlkelamin perlakuan
Valid Frequency Percent Valid Percent One-Sample StatisticsCumulative Percent
UMUR
kontro l
One-Sample Statistics
Kasus
nlaki-laki wanita TotalNPar
30 N Mean Std. Deviatio 9.57 2.861 .522 umur perlakuan N Mean Std. Deviation 30 9.57 2.861 .522 umur perlakuan
Negative60 60 9,55 1,50 2,764 ,504 ,146 ,339 ,096 , 339 -,146 -,339 1,128 2,628 Normal , Parametersa,bN 157 ,000One-Sample Mean Std. Deviatio Kolmogorov-Smirnov Test
Std. Error Mean30 20.9533 1.21449 .22173 bmi perlakuan N Mean Std. Deviation
k o n tro l
One-Sample Statistics Std. Error Mean30 20.9000 1.15818 .21145 bmi perlakuan N Mean Std. Deviatio
n One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test bmi perlakuan Perlakua nNormal Parametersa,bN Mean Std. Deviation60 60 20,9267 1,50 1,17688 ,504 Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. Negative,101 ,339 ,101 ,339 -,062 (2-tailed)Absolute Positive -,339 ,783 2,628 ,571 ,00 0Test distribution is Normal. a. Calculated from data. b. JENIS OPERAS
INPar Tests
Controloperasi perlakuan
Valid Frequency Percent Valid PercentCumulative Percent Cumulative Percen Valid Frequency Percent Valid Percent
operasi perlaku an tate te TotalPerlakuan 46.7 16 53.3 53.3 100.0 30 100.0 100.0 14 46.7 46.7 46.7 16 53.3 53.3 100.0 30 100.0 100.
0 Ranks Perlakuan Perlakuanoperasi perlakuan N Mean Rank Sum of Rank skontrol Total operasi perlakuan30 31.00 930.00 30 30.00 900.00 6
aTest
Statistics 0Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-.257 .79 tailed)435.000 900.000 7Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2tailed)Absolute Positive Negative60 60 1,55 1,50 , 502 ,504 ,365 ,339 ,314 ,339 -,365 -,339 2,828 2,628 , 000 ,000Grouping Variable: Perlakuan a.
OneSample Kolmogo rovSmirnov Test Perlakuan Normal Parametersa,bN Mean Std. Deviatio
Valid
SystemMissing Total
100.0desaturasi perlakuan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent 94 95 97 98 99 100 Tota
lOne-Sample Statistics N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Perlakuana.000 desaturasi perlakuan30 98.77 1.736 .317 30 1.00 .000 t cannot be computed because the standard deviation is 0. a.
KONTROL
One-Sample Statistics N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Perlakuana.000 desaturasi perlakuan30 96.43 4.591 .838 30 2.00 .000 Group Statistic t cannot be computed because the standard deviation is 0. a. sPerlakuan Perlakuankontrol desaturasi perlakuanN 30 98.77 1.736 .317 30 96.43 4.591 .83 Mean Std. Deviation Std. Error Mean
8
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variancest-test for Equality of Mean sdesaturasi perlakuan F Sig.Equal variances assumedt df Sig. Difference Lower Uppe 95% Confidence Interval of the DifferenceStd. Error (2-tailed) Mean Difference rEqual variances not assumed27.036 .000 2.604 58 .012 2.33 .896 .539 4.127
Ranks
skontrol Total
aTest
Statistics 0Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2tailed)375.000 840.000 1Grouping Variable: Perlakuan a.
-2.316 .02
T-Tes
t
Perlakuan Perlakuankontrol lama bangun perlakuanGroup Statistics
tLevene's Test for Equality of Variances
N Mean Std. Deviation Std. Error Mean 30 14.1767 2.24245 .40941 30 11.9450 1.20031 .21915
Independent Samples Tes
Lbatuk perlakuan
ttidak batuk batuk Total
0 Valid
SystemMissing Total
kontrol Total25 41.7 83.3 83.3 5 8.3 16.7 100.0 30 50.0 100.0 30 50.0 60 100.0
batuk perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks30 28.00 840.00 30 33.00 990.00 60batuk perlakuan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent tidak batuk batuk Tota R a n k s
Perlakuan Perlakuan
laTest Statistics batuk perlakua nMann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2tailed)375.000 840.000 9Grouping Variable: Perlakuan a. batuk perlakuan t20 66.7 66.7 66.7 10 33.3 33.3 100.0 30 100.0 100.0
-1.478 .13 tidak batuk batuk TotalValid Frequency Percent Valid PercentCumulative Percen
Valid
SystemMissing Total25 perlakuan 41.7 83.3 83.3 5 8.3 16.7 100.0 30 50.0 100.0 30 50.0 60 100.0batuk
Frequency Percent