Tafse: Journal of Qur'anic Studies
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/tafse
Vol. 7, No. 1, pp. 153-168, January-June 2022
Analisis Lafaz Tanshurullaha dalam Tafsir Fi Zilal Al-Qur’an dan Tafsir Al-Kabir
Agusni Yahya
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry
Syukran Abu Bakar
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry
Masrul Rahman
Pesantren Mush‟ab bin Umair Tahfidz Al-Quran
Email: agusniyahya@ar-raniry.ac.id
Abstract: Helping others is mandatory in certain ways that one's fellow human beings
can understand. But in the Qur'an Allah not only commands people to help their
neighbors, Allah also commands us to help Him, there are different interpretations
among ulama regarding the sentence nashrullah. In this study, the author will express
the thoughts of Sayyid Qutb in his interpretation of Fi Zhilâl al-Qur'an and al-Râzi in
Tafsîr al-Kabîr against lafaz nashrullah. The goal is to find out how different
interpretations of lafaz nashrullah according to Sayyid Qutb and al-Râzi. The results
showed that in sayyid Qutb's view, nashrullah is done by purifying the values of
godliness and reviving His manhaj and shari'a. Meanwhile, according to al-Râzi
nashrullah is to fight against the infidels as the Messenger of Allah did to defend Allah t
and this religion of Islam from their insults and slurs.
Keywords: Tanshrulullaha, Interpretation, Helping Each Other
Abstrak: Tolong-menolong terhadap sesama merupakan hal wajib dilaksanakan dengan
cara-cara tertentu yang dapat dipahami sesama manusia. Namun dalam al-Qur‟an Allah
tidak hanya memerintahkan manusia untuk tolong-menolong antar sesama mereka,
Allah juga memerintahkan kita untuk menolong-Nya, di sini muncul perbedaan para
ualam dalam menafsirkan makna kalimat nashrullah. Dalam penelitian ini penulis akan
mengungkapkan pemikiran Sayyid Qutb dalam tafsirnya Fi Zhilâl al-Qur’an dan alRâzi dalam Tafsîr al-Kabîr terhadap lafaz Nashrullah. Tujuannya adalah untuk
mengetahui bagaimana perbedaan penafsiran lafaz nashrullah menurut Sayyid Qutb dan
al-Râzi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pandangan Sayyid Qutb,
nashrullah dilakukan dengan cara memurnikan kembali nilai-nilai ketauhidan dan
menghidupkan kembali manhaj dan syariat-syariat-Nya. Sedangkan menurut al-Râzi
nashrullah adalah melakukan peperangan melawan kaum kafir sebagaimana dilakukan
Rasulullah untuk membela Allah t dan agama Islam ini dari hinaan dan cercaan mereka.
Kata Kunci: Tanshrulullaha, Tafsir, Tolong-Menolong
Pendahuluan
Al-Quran memberikan petunjuk dalam persoalan-persoalan akidah, syariah,
akhlak, dengan jalan meletakkan dasar-dasar prinsipil mengenai persoaln-persoalan
tersebut; dan Allah Swt menugaskan Rasulullah Saw untuk memberikan keterangan
153
Agusni Yahya, Syukran Abu Bakar, Masrur Rahman: Analisis Lafaz Tanshurullaha
dalam Tafsir Fi Zilal Al-Qur’an dan Tafsir Al-Kabir
yang lengkap mengenai dasar-dasar tersebut.1 Pada masa itu, Rasulullah Saw sendirilah
yang menjadi mubayyin (penjelas) bagi al-Quran melalui sabda-sabda beliau, agar
manusia dibumi mampu untuk memahami kandungan isi al-Quran dalam bahasa
manusia dan kemudian mengamalkannya.
Allah Swt melalui firman-Nya yang terdapat di dalam al-Quran sangat
menganjurkan setiap umat manusia untuk tolong-menolong. Siapapun itu, maka kita
berkewajiban menolongnya, bahkan binatang sekalipun. Di dalam al-Quran, kata
“tolong” disebut dengan beberapa bentuk kata. Diantaranya kata2 نصرdan kata 3تعاون.
Firman Allah Swt dalam surat al-Maidah ayat 2:
ِ
ِ دد الْعِ َق
ِْ َوتَ َع َاونُوا َعلَى الِْ ِِّب َوالتَّ ْقوى َوََل تَ َع َاونُوا َعلَى
ِا
ُ اْل ِْْث َوالْ ُع ْد َو ِان َواتَّ ُقوا اللَّوَ إِ َّن اللَّوَ َشد
َ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
Menurut „Ali al-Shābūni, ayat diatas menganjurkan manusia untuk tolongmenolong pada perbuatan yang baik dan meninggalkan kemungkaran serta tolongmenolong pada setiap perbuatan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah Swt.4
Tolong-menolong sesama makhluk, lazimnya setiap manusia sudah tentu paham
apa yang mesti dilakukan. Yaitu saling membantu apabila yang lain sedang berada
dalam kesusahan dan kesulitan, saling tolong-menolong yang dapat mengarahkan
kepada kebaikan dan ketaqwaan serta menambah keimanan serta saling menasehati
dalam kebenaran dan kesabaran. Bukan malah tolong-menolong dalam bebuat dosa dan
permusuhan. Tolong menolong dapat dilakukan kepada siapa saja, bahkan non muslim
sekalipun selama tolong-menolong tersebut tidak menyangkut aspek ibadah dan akidah.
Dari sekian banyak ayat-ayat yang membahas dengan tolong-menolong,
bahwasanya Allah Swt tidak hanya memerintahkan manusia untuk tolong-menolong
sesama makhluk. Namun, Allah Swt juga memerintahkan manusia untuk menolongNya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat Muhammad ayat 7;
1
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran; Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam Masyarakat, I
(Bandung: Mizan, 1994), 33.
2
Terdapat lebih dari 60 ayat yang menggunakan lafaz نصر. Lihat Muhammad Fuad „Abd alBaqi,‟ Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Alfāz Al-Qurān Al-Karīm (Beirut: Dār al-Fikr, 1992), 874-876.
3
Kata تعاونdisebutkan sebanyak sembilan kali. Lihat: Muhammad Fuad „Abd al-Baqi.‟
4
Muhammad „Ali Al-Shābūni, Shafwah Al-Tafāsīr, I (Beirut: Dār al-Qurān al-Karīm, 1981),
326.
Tafse: Journal of Qur'anic Studies, Vol. 7, No. 1, January-June 2022
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/tafse
154
Agusni Yahya, Syukran Abu Bakar, Masrur Rahman: Analisis Lafaz Tanshurullaha
dalam Tafsir Fi Zilal Al-Qur’an dan Tafsir Al-Kabir
ِ َّ
ت أَقْ َد َام ُك ْم
ْ ِّص ْرُك ْم َودُثَب
ُ ص ُروا اللَّوَ دَْن
ُ دن َآمنُوا إِ ْن تَْن
َ دَا أَدُّ َها الذ
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan
menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”
Juga di dalam surat al-Hajj ayat 40 Allah Swt berfirman:
ِ َّ
ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ْ الَّ ِذدن أ
َّ
َِّ
ٍ ض ُه ْم بِبَ ْع
ت
ْ ِّم
َ َّاس بَ ْع
َ ض ََلُد
َ
َ ُخر ُجوا م ْن ددَارى ْم بغَ ْْي َح ٍّق إَل أَ ْن دَ ُقولُوا َربُّنَا اللوُ َولَ ْوََل َدفْ ُع اللو الن
ِ
ِ
ِ
ِ
ِ
ي َع ِز ٌدز
ٌّ ص ُرهُ إِ َّن اللَّوَ لََق ِو
ٌ صلَ َو
ْ ات َوَم َساج ُد دُ ْذ َك ُر ف َيها
ُ صَر َّن اللَّوُ َم ْن دَْن
ُ اس ُم اللَّو َكث ًْيا َولَيَ ْن
َ ص َوام ُع َوبِيَ ٌع َو
َ
“(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang
benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". Dan sekiranya
Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah
telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi
dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah
pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar
Maha Kuat lagi Maha Perkasa.”
Para mufassir berbeda pendapat dalam menafsirkan lafaz tanshurullah pada
surat Muhammad ayat ke-tujuh. Ibnu Jarir al-Thabari mengatakan maksud daripada
tanshrullaha pada ayat diatas adalah jika kalian menolong agama Allah Swt dan
menolong rasul-Nya untuk melawan musuh-musuhnya dari kalangan kafir, dan
memerangi mereka bersama beliau agar persatuan kalian unggul, niscaya Allah Swt
menolong kalian mengalahkan mereka dan memenangkan kalian, karena Dia penolong
agama dan para wali-Nya.5 Maksud menolong agama Allah Swt adalah orang yang
menyandang pedang dengan niat untuk menolong Allah Swt dan para rasul-Nya. Dia
akan memberikan pertolongan kepada siapapun
yang menolong-Nya, tanpa
membutuhkan bantuan dari manusia.6
Pernyataan tersebut memberikan gambaran bahwa tanshrullaha (nashrullah)
pada ayat diatas bermakna menolong agama Allah Swt dengan jalan berjihad atau
berperang di jalan-Nya dengan tujuan menegakkan kalimat Allah Swt (i’lāi
kalamatillah). Perang yang dimaksud disini adalah perang dalam konteks fisik. Hal
tersebut dikarenakan ayat tersebut diturunkan pada masa perang Badar berlangsung.
Tentu pada masa itu Islam baru saja muncul ke atas permukaan dan untuk menegakkan
syari‟at-syari‟atnya, maka kaum muslimin pada waktu itu harus membela dan menolong
agama Allah Swt, yaitu dengan cara memerangi kaum kafir Quraisy.
Ibnu Jarir al-Ṭabari, Jami’ Al-Bayan an Ta’wil Āy Al-Qur’an (Beirut: Dar Al-Fikr, 2005).
„Imaduddīn Abi al-Fida‟ Isma‟il bin Katsir al-Dimisyqi, Tafsīr Al-Qur’ān Al-Adhīm, Jilid-4,
Juz-8 (Kairo: Maktabah Taufiqiyyah, n.d.).
5
6
Tafse: Journal of Qur'anic Studies, Vol. 7, No. 1, January-June 2022
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/tafse
155
Agusni Yahya, Syukran Abu Bakar, Masrur Rahman: Analisis Lafaz Tanshurullaha
dalam Tafsir Fi Zilal Al-Qur’an dan Tafsir Al-Kabir
Namun, penafsiran tersebut berbeda dengan penafsiran dimasa modern yang
mengatakan makna nashrullah (menolong Allah Swt) adalah menjadikan Allah Swt itu
berada dalam ingatan selalu. Kita tajarrud, artinya menelanjangi diri daripada pengaruh
yang lain dan menunjukkan diri kepada Yang Satu saja, kepada Tuhan. Kita tidak
mempersekutukannya dengan yang lain, baik lahir atau pun batin.7 Syarat kemenangan
adalah membela agama Allah SWT, mengimplementasikan syari‟at-Nya, mematuhi
segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.8 Itulah maksud dari menolong
agama Allah Swt.
Dari penjelasan tersebut, penulis melihat bahwa pemaknaan nashrullah
(menolong agama Allah Swt) lebih mengedepankan aspek menjunjung tinggi nilai-nilai
ibadah atau memperkuat kembali ajaran-ajaran Islam di masa sekarang yang mana
perkara tersebut dapat dicapai dengan melaksanakan perintah-perintah Allah Swt yang
telah tertuang dalam firman-Nya (al-Quran) seperti mendirikan shalat, membayar zakat,
membantu saudara yang sedang berada dalam kesusahan dan lain sebagainya. Dan juga
meninggalkan perkara-perkara yang telah diharamkan oleh Allah Swt, seperti
menyekutukannya, durhaka terhadap orang tua, berzina minum khamar dan lain
sebagainya. begitulah makna menolong Allah dalam konteks masa kini.
Meski demikian, tidak sedikit dari umat Islam di era-sekarang (modern) yang
memaknai nashrullah (menolong agama Allah Swt) itu dengan melakukan perang
secara fisik sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Saw dan para sahabat masa
lampau. Mereka menjadikan teks al-Quran dan Hadits sebagai landasan bagi mereka
untuk berjihad dengan senjata tanpa memahami lebih dalam apa maksud daripada ayat
tersebut. Sehingga pada kemudian hari pemahaman yang dangkal tersebut mengarah
kepada bentuk radikalisme yang berujung pada aksi terorisme seperti bom bunuh diri.9
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan penafsiran lafaz nashrullah
menurut Tafsir Fi Zhilāl al-Qurân dan Tafsīr al-Kabīr. Sedangkan manfaat dari
penelitian ini adalah, diharapkan dapat memberikan pemahaman yang benar dan sesuai
7
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz 26 (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), 70.
Wahbah al-Zuhayli, Al-Tafsīr Al-Munir Fī Al-Aqidah Wa Al-Syariah Wa Al-Manhaj,
(Damaskus: Dar al-Fikr, 2009), 414.
9
Arif Muzayin Shofwan, “Pandangan Hizbut Tahrir Terhadap Radikalisme Gerakan Isis Dalam
Menegakkan Daulah Khilafiyyah, (, Vol. 10, No. 1, Februari, Universitas Muhammadiyah Malang: Jawa
Timur,), Hlm. 146,” ADDIN 10, no. 1 (2016), 146.
8
Tafse: Journal of Qur'anic Studies, Vol. 7, No. 1, January-June 2022
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/tafse
156
Agusni Yahya, Syukran Abu Bakar, Masrur Rahman: Analisis Lafaz Tanshurullaha
dalam Tafsir Fi Zilal Al-Qur’an dan Tafsir Al-Kabir
terkait nashrullah (menolong agama Allah Swt) bagi masyarakat muslim dimasa
sekarang.
Analisis Ayat-ayat Tanshrullaha
Nashrullah adalah pertolongan hamba kepada Allah Swt selaku Tuhan semesta
alam. Namun pada hakikatnya, Allah Swt tidak sedikitpun membutuhkan pertolongan
dari hamba-Nya melainkan hamba-Nyalah yang amat sangat membutuhkan kepada
Allah.
ِ َّ
ت أَقْ َد َام ُك ْم
ْ ِّص ْرُك ْم َودُثَب
ُ ص ُروا اللَّوَ دَْن
ُ دن َآمنُوا إِ ْن تَْن
َ دَا أَدُّ َها الذ
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan
menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”
Secara zahir, ayat tersebut menerangkan jika kita menolong agama Allah Swt,
maka Allah Swt kelak akan menolong kita karena kita telah menolong-Nya. Jika benar
seperti itu maknanya, tentu saja hal tersebut telah menistakan salah satu sifat Allah Swt
yang kita ketahui bahwa Allah Swt qiyamuhu binafsih (berdiri sendiri). Maksudnya
adalah Allah Swt mampu melakukan segala sesuatu dengan kehendak-Nya tanpa perlu
bantuan dari makhluk-Nya.
Ayat diatas tidak memiliki asbāb al-nuzûl secara khusus. Akan tetapi para
mufassir melihat ayat tersebut berada dalam urutan penjelasan peperangan yang terdapat
surat Muhammad. Selain itu, surat Muhammad juga memiliki nama lain yaitu Surat
Perang. Dinamakan dengan Surat Perang karena menjelaskan hukum-hukum
peperangan. Surat tersebut diawali dengan pemberitahuan untuk memerangi orangorang kafir yang memusuhi Allah Swt dan Rasul-Nya dan berusaha menghancurkan
Islam. Maka orang-orang mukmin diperintahkan untuk memerangi orang-orang kafir
tersebut dan membunuh mereka dengan pedang-pedang supaya bumi ini bersih dari
segala perbuatan kotor mereka.10 Bahkan disebutkan pula bahwa seluruh ayat yang
terdapat dalam surat Muhammad diturunkan pada masa peperangan.11
Allah Swt berfirman dalam ayat karimah diatas dengan menyebutkan bahwa jika
orang-orang mukmin menolong Tuhan mereka yaitu Allah Swt, maka Allah Swt akan
menolong mereka pula dari musuh-musuh mereka dan mengokohkan kaki-kaki mereka.
10
Al-Shābūni, Shafwah Al-Tafāsīr Jilid 3, 204.
Abu Thahir Muhammad bin Ya‟qub al-Fairuz Abbadi Al-Syāfi‟i, Tanwīr Al-Miqbās Min
Tafsīr Ibn Abbās (Beirut: Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1992), 537.
11
Tafse: Journal of Qur'anic Studies, Vol. 7, No. 1, January-June 2022
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/tafse
157
Agusni Yahya, Syukran Abu Bakar, Masrur Rahman: Analisis Lafaz Tanshurullaha
dalam Tafsir Fi Zilal Al-Qur’an dan Tafsir Al-Kabir
Maksudnya adalah menjaga mereka agar tidak melarikan diri dari peperangan dan
menjaga mereka dari kekalahan. Dan penjelasan terhadap ayat diatas telah banyak pula
dijelaskan pada ayat-ayat yang lain seperti pada surat al-Hajj ayat 40, al-Rūm ayat 47,
al-Ghāfir ayat 51, al-Shāffāt ayat 171-173 dan ayat-ayat lain yang serupa dengan ayat
diatas.12
Kemudian bagi orang-orang yang mengerjakan banyak maksiat, lalu mereka
berkata, „Sungguh Allah akan menolong kami‟. Sungguh mereka sangat angkuh,
padahal mereka bukanlah golongan orang-orang yang dijanjikan Allah SWT dengan
pertolongan-Nya.13 Orang-orang yang mampu dan bisa menolong Allah merupakan
orang-orang pilihan, mereka itu adalah orang-orang yang melaksanakan segala perintah
Allah dan menaati-Nya serta menjauhi apapun yang dilarang Allah. Dan bukanlah
orang-orang yang bermaksiat kepada Allah SWT dan kemudia mereka mengharapkan
pertolongan dari-Nya yang mana tersebut mustahil untuk mereka dapatkan.
Pada surat al-Hajj Allah juga menjanjikan pertolongan bagi mereka yang mau
menolong-Nya.
ِ َّ
ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ْ الَّ ِذدن أ
َّ
َِّ
ٍ ض ُه ْم بِبَ ْع
ت
ْ ِّم
َ َّاس بَ ْع
َ ض ََلُد
َ
َ ُخر ُجوا م ْن ددَارى ْم بغَ ْْي َح ٍّق إَل أَ ْن دَ ُقولُوا َربُّنَا اللوُ َولَ ْوََل َدفْ ُع اللو الن
ِ
ِ
ِ
ِ
ِ
ي َع ِز ٌدز
ٌّ ص ُرهُ إِ َّن اللَّوَ لََق ِو
ٌ صلَ َو
ْ ات َوَم َساج ُد دُ ْذ َك ُر ف َيها
ُ صَر َّن اللَّوُ َم ْن دَْن
ُ اس ُم اللَّو َكث ًْيا َولَيَ ْن
َ ص َوام ُع َوبِيَ ٌع َو
َ
“(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang
benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". Dan sekiranya
Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah
telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi
dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah
pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar
Maha Kuat lagi Maha Perkasa.”
Asbâb al-nuzûl ayat diatas menjelaskan bahwa awal mula dibolehkannya perang.
Sungguh orang-orang musyrik Makkah ketika itu telah menyakiti dan menzalimi para
sahabat Rasulullah SAW dan orang-orang mukmin. Kemudian mereka datang melapor
kepada Rasulullah dalam keadaan habis dipukuli dan terluka kepala mereka. Mereka
mengadukan nasib yang menimpa mereka. Lalu Rasulullah SAW menyuruh mereka
untuk bersabar seraya berkata, “Sesungguhnya belum ada perintah bagiku untuk
Muhammad al-Amīn bin Muhammad Mukhtār al-Jukni al-Syinqitiy, Adhwā’u Al-Bayān Fi
Īdhāh Al-Quran Bi Al-Quran, Jilid-7 (Kairo: Dār al-Hadīts, 2006), 253.
13
Muhammad al-Amīn bin Muhammad Mukhtār al-Jukni al-Syinqitiy, Adhwā’u Al-Bayān Fi
Īdhāh Al-Quran Bi Al-Quran, Jilid-7, 253.
12
Tafse: Journal of Qur'anic Studies, Vol. 7, No. 1, January-June 2022
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/tafse
158
Agusni Yahya, Syukran Abu Bakar, Masrur Rahman: Analisis Lafaz Tanshurullaha
dalam Tafsir Fi Zilal Al-Qur’an dan Tafsir Al-Kabir
melakukan perlawanan terhadap mereka.” Setelah Rasulullah SAW berhijrah, maka
turunlah ayat ini.14
Ibnu Abbas juga berkata “Tatkala Rasulullah SAW pergi meninggalkan
Makkah, lalu Abu Bakar berkata, „Mereka telah mengusi Nabi mereka, Inna lillahi wa
inna ilaihi rajiun! Sungguh meraka akan binasa.‟ Lalu turunlah ayat tersebut (ayat 3940).”15
Allah menjelaskan di dalam ayat diatas bahwa Dia bersumpah akan menolong
siapa saja yang mau menolong-Nya. Dan sebagaimana yang telah diketahui bahwa
menolong Allah adalah dengan mengikuti syari‟at-syari‟at-Nya dengan cara
mengerjakan segala apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi apa yang dilarang,
menolong Rasul-Nya dan kemudian mengikutinya, menolong agama-Nya dan berjihad
melawan musuh-musuh-Nya dan kemudian mengalahkan mereka sehingga kalimat-Nya
( )إعإل كلمة اهللmenjadi tegak setinggi-tingginya dan kebatilan berada dibawah untuk
ditumpaskan.16
Dan ayat selanjutnya
ِ َّ
ِ الزَكاةَ وأَمروا بِالْمعر
َّ الص ََلةَ َوآتَ ُوا
ِ َّاى ْم ِِف ْاْل َْر
وف
َّ ض أَقَ ُاموا
ُ دن إِ ْن َم َّكن
َ الذ
ُْ َ َُ َ
َونَ َه ْوا َع ِن الْ ُمْن َك ِر َولِلَّ ِو َعاقِبَةُ ْاْل ُُمور, itu menjadi dalil bahwa Allah swt. tidak akan menolong
mereka melainkan bersamaan dengan mereka menolong Allah, mereka juga mendirikan
shalat, menunaikan zakat, mengajak kepada amal ma‟ruf dan mencegah kepada yang
mungkar. Dan orang-orang yang Allah beri tempat bagi mereka di dunia dan mereka
menolong Allah SWT, namun disaat yang sama mereka justru meninggalkan shalat,
tidak menunaikan zakat, dan tidak mengajak kepada perbuatan yang ma‟ruf serta tidak
mencegah kemungkaran, maka mereka bukanlah orang-orang yang dijanjikan
pertolongan oleh Allah karena mereka bukanlah golongan-Nya dan juga bukan dari
bagian orang-orang yang Allah janjikan pertolongan-Nya kepada mereka, melainkan
mereka adalah golongan syaitan dan teman-temanya.17
Al-Imām Abi al-Hasan „Ali bin Ahmad al-Wāhidi, Asbāb Nuzūl Al-Quran, (Beirut: Dār alKutub al-„Ilmiyyah, 1991), 318.
15
Al-Imām Abi al-Hasan „Ali bin Ahmad al-Wāhidi, Asbāb Nuzūl Al-Quran, 318.
16
Muhammad al-Amīn bin Muhammad Mukhtār al-Jukni al-Syinqitiy, Adhwā’u Al-Bayān Fi
Īdhāh Al-Quran Bi Al-Quran, Jilid-5, 440.
17
Muhammad al-Amīn bin Muhammad Mukhtār al-Jukni al-Syinqitiy, Adhwā’u Al-Bayān Fi
Īdhāh Al-Quran Bi Al-Quran, Jilid-5, 440.
14
Tafse: Journal of Qur'anic Studies, Vol. 7, No. 1, January-June 2022
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/tafse
159
Agusni Yahya, Syukran Abu Bakar, Masrur Rahman: Analisis Lafaz Tanshurullaha
dalam Tafsir Fi Zilal Al-Qur’an dan Tafsir Al-Kabir
Dengan demikian, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi ketika orang-orang
yang telah menolong Allah Swt kemudian menginginkan pertolongan dari Allah Swt.
Begitu pula yang terjadi dengan para Khulafā al-Rasyiddīn dan para sahabat Rasulullah
Saw dimana mereka menolong agama Allah Swt dengan melaksanakan segala perintah
dan menjauhi segala apa yang dilarang oleh Allah Swt, dan kemudian Allah Swt
menolong mereka dalam peperangan melawan musuh-musuh-Nya.
Penafsiran Tanshrulullaha dalam Tafsīr Fi Zhilāl Al-Qur’an
Dalam surat Muhammad ayat 7 Allah Swt berfirman:
ِ َّ
ت أَقْ َد َام ُك ْم
ْ ِّص ْرُك ْم َودُثَب
ُ ص ُروا اللَّوَ دَْن
ُ دن َآمنُوا إِ ْن تَْن
َ دَا أَدُّ َها الذ
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan
menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”
Dalam menafsirkan surat Muhammad ayat 7, Sayyid Qutb mengatakan bahwa
Allah Swt berada dalam diri mereka, hendaklah dia mempersembahkan dirinya baginyaNya, tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun, baik secara terang-terangan ataupun
sembunyi-sembunyi; tidak menyisakan dan menyertakan siapa pun atau apa pun dalam
dirinya bersama Allah Swt, menjadikan Allah Swt lebih dicintai daripada diri dan segala
sesuatu yang disukai dan dicintainya, dan berhukum kepada-Nya dalam aneka perkara
yang berkenaan dengan segala kesenangan, kecenderungan, seluruh aktivitas, dan segala
pikirannya.18
Sayyid Qutb mengatakan pertolongan bukanlah akhir dari pergulatan antara
kekafiran dan keimanan atau antara hak dan kebatilan, karena pertolongan itu
mengandung aneka beban bagi diri dan realitas kehidupan. Pertolongan mengandung
beban untuk tidak sombong dan congkak dan tidak lalai serta lengah setelah
mendapatkannya. Banyak orang yang tahan dalam menghadapi ujian dan cobaan, tapi
sedikit sekali yang tahan tatkala meraih kemenangan dan nikmat.19 Dalam upaya
menolong Allah Swt, dapat dilakukan dengan cara menegakkan kembali nilai-nilai dan
prinsip ketauhidan yang sesuai dengan syari‟at Allah Swt, menghadirkan Allah Swt
kembali dalam benak sanubari dan menghilangkan segala bentu sesuatu dari selain-Nya.
18
19
Sayyid Qutb, Fi Zhilāl Al-Quran, Jilid 6, (Kairo: Dār al-Syurūq, 2003), 3288 .
Qutb, Fi Zhilāl Al-Quran, Jilid 6,3289.
Tafse: Journal of Qur'anic Studies, Vol. 7, No. 1, January-June 2022
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/tafse
160
Agusni Yahya, Syukran Abu Bakar, Masrur Rahman: Analisis Lafaz Tanshurullaha
dalam Tafsir Fi Zilal Al-Qur’an dan Tafsir Al-Kabir
Maka pertolongan Allah Swt akan datang dengan kita menghidupkan kembali manhaj
dan syari‟at-syari‟at-Nya.
Dalam surat al-Hajj ayat 40, Sayyid Qutb memberikan gambaran bahwa
siapapun yang menolong Allah Swt, pasti berhak atas pertolongan dari Allah Yang
Maha Kuat dan Maha Perkasa, dimana orang-orang yang ditolong-Nya tidak mungkin
terkalahkan. Jadi siapa mereka? Mereka adalah orang-orang yang mendirikan shalat,
mereka melakukan ibadah dan menguatkan hubungannya dengan Allah Swt serta
mereka mengarahkan diri mereka kepada-Nya dengan ketaatan, ketundukan, dan
penyerahan total. Mereka menunaikan zakat yaitu mereka menunaikan kewajiban harta
yang dibebankan kepada mereka. Mereka dapat menguasai sifat bakhil mereka. Mereka
berhasil menghalau godaan dan bisikan setan. Mereka menambal kelemahan-kelemahan
jamaah dan mereka menjamin kehidupan para dhuafa dan orang-orang yang
membutuhkan.20
Mereka itulah orang-orang yang menolong Agama Allah Swt, karena mereka
menolong manhaj-Nya yang dikehendaki Allah Swt bagi manusia dalam kehidupan ini.
Mereka hanya berbangga dengan Allah Swt semata-mata dan tidak dengan selain-Nya.
Mereka itulah orang-orang yang dijanjikan oleh Allah Swt akan
ditolong dan
dimenangkan.21
Corak adābi al-ijtma’i (sosial kemasyarakatan) yang digunakan Sayyid Qutb
dalam menafsirkan ayat Alquran tampak terlihat jelas. Menurutnya umat muslim pada
masa ini harus menolong dan membantu Allah Swt dengan mengembalikan ajaranajaran Islam yang sesuai dengan Alquran dan sunnah Nabi, memurnikan kembali nilainilai ketauhidan yang ada di dalam dada umat muslimin sehingga dengan begitu Allah
Swt kelak akan menolong orang yang telah menolong-Nya.
Aspek pemurnian kembali nilai-nilai dan ajaran Islam itu dapat dilakukan
dengan melaksanakan shalat, menunaikan zakat, mengajak kepada amal ma‟ruf nahi
mungkar serta memompa kembali semangat jihad di dalam diri setiap umat muslim
dengan melawan hawa nafsu. Itu semua merupakan wujud dari orang-orang yang
sedang membela dan menolong agama Allah Swt. Baginya, keadaan umat pada masa itu
berada dalam kertepurukan dan suka menzhalimi sesama manusia apalagi mereka yang
20
21
Qutb, Fi Zhilāl Al-Quran, Jilid 4, 2427.
Qutb, Fi Zhilāl Al-Quran, Jilid 6, 2428.
Tafse: Journal of Qur'anic Studies, Vol. 7, No. 1, January-June 2022
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/tafse
161
Agusni Yahya, Syukran Abu Bakar, Masrur Rahman: Analisis Lafaz Tanshurullaha
dalam Tafsir Fi Zilal Al-Qur’an dan Tafsir Al-Kabir
berada di kasta bawah (orang-orang miskin) selalu merasa berada dalam penindasan
orang-orang kaya.
Berbeda halnya dengan keadaan serta konteks masa lampau dimana yang
dimaksud Nashrullah (menolong Allah Swt) dengan peperangan dan kontak senjata,
jusru pada masa kini menolong Allah Swt lebih kepada bentuk pemurnian kembali
ajaran-ajaran dan nilai keislaman yang ada pada diri manusia.
Hal ini dapat didasari dengan sabda Rasulullah Saw:
ِ
َ َم ْن َج،الْ ُم َجاى ُد
ُاى َد نَ ْف َسو
22
“Mujahid (pejuang) adalah orang yang memerangi hawa nafsunya.”
Maksud hadis diatas adalah melawan hawa nafsu yang selalu berusaha
mendorong manusia untuk berbuat kejahatan demi menggapai ridha Allah Swt dengan
cara berbuat kebaikan dan menjauhakan diri dari perbuatan maksiat. Itulah sebenarbenarnya Nashrullah dari segala macam bentuk usaha. Karena jika memang seseorang
tidak mampu untuk berjuang melawan nafsunya, maka bagaimana mungkin ia dapat
berjuang melawan musuh dalam peperangan nyata.
Nashrullah dengan melawan nafsu juga merupakan bentuk upaya melawan
musuh. Musuhnya
yaitu: setan dan nafsu. Hal ini disebabkan karena nafsu selalu
mengundang kepada keburukan dan kemudian mengarahkan pada perbuatan haram
yang tidak disukai Allah; syaitan dalam perkara ini membantu nafsu untuk menjatuhkan
manusia ke dalam perbuatan haram. Jika seseorang dapat menahan nafsunya, dia telah
berhasil mengalahkan syaitan tersebut. Memerangi hawa nafsu berarti menundukkan
diri pada perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Jika seorang hamba mampu
melakukan hal seperti itu, ia akan dengan mudah untuk menolong Allah dalam melawan
musuh-musuh agama ini.
Selain itu, jihad melawan setan yaitu dengan menghilangkan keragu-raguan dan
perasaan was-was yang dibisikkannya, mengusir jauh-jauh pakerjaan yang haram yang
dibuat indah oleh setan, dan meminimalkan perkara mubah yang dapat menjatuhkan ke
dalam syubhat. Sebagai sarana pelengkap dalam perjuangan menolong agama Allah Swt
(Nashrullah), hendaklah selalu mengoreksi diri sendiri dalam segala keadaan. Karena
jika lalai, setan dan hawa nafsu akan membawa kita kepada yang haram. Dan hanya
Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah, Sunan Al-Tirmidzi; Kitab Fadhāil Al-Jihād, Juz-3,
(Beirut: Dār al-Fikr, 2003), 232.
22
Tafse: Journal of Qur'anic Studies, Vol. 7, No. 1, January-June 2022
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/tafse
162
Agusni Yahya, Syukran Abu Bakar, Masrur Rahman: Analisis Lafaz Tanshurullaha
dalam Tafsir Fi Zilal Al-Qur’an dan Tafsir Al-Kabir
Allah Swt sajalah yang berhak untuk memberikan hidayah kepada siapa saja yang
dikehendaki-Nya.
Sebagaimana perkataan Ibnu Baththal, “Perjuangan seseorang dalam melawan
hawa nafsunya adalah jihad yang paling sempurna. Allah Swt berfirman dalam surah alNāzi‟at ayat 40
ِ
س َع ِن ا َْلََوى
َ َوأ ََّما َم ْن َخ
َ اف َم َق َام َربِّو َونَ َهى النَّ ْف
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari
keinginan hawa nafsunya.”
Dengan kata lain, orang yang mampu melawan hawa nafsunya akan menerima
banyak pahala di kehidupan mendatang karena telah berusaha menghindari syahwat dan
kemaksiatan dari menuruti hawa nafsu.23
Dalam upaya mewujudkan Nashrullah, jihad melawan hawa nafsu tentu lebih
sulit daripada jihad melawan orang-orang di luar sana yang memusuhi Islam.
Nashrullah dengan jihad melawan hawa nafsu merupakan sesuatu yang tidak akan
berhenti dan harus terus-menerus dilakukan. Tidak ada yang lebih sulit dari perkara ini
jika harus menyingkirkan kesenangan nafsu dan menjauhinya, di satu sisi, dan
mengikuti perintah syari'at dan menjauhi larangannya. Luka di tubuh para syuhada
seperti luka di tangan yang tidak pernah sakit. Sedangkan bagi mereka yang bertobat
dari nafsu dan dosa, kematian layaknya seperti seteguk air dingin bagi mereka yang
kehausan.
Perintah Allah kepada manusia adalah bentuk pertolongan terbesar-Nya untuk
memerangi musuh-musuh mereka. Allah Swt memberitakan bahwa jika mereka mau
menolong Allah (Nashrullah) dalam menaati perintah-Nya, maka mereka akan selalu
dapat mengalahkan musuh mereka dan musuh Allah Swt. Namun, jika musuh mereka
yang menang, itu karena sikap mereka terhadap meninggalkan beberapa perintah dan
ketidaktaatan mereka kepada Allah Swt.
Apabila orang-orang beriman dari waktu ke waktu dengan niat dan perbuatannya
membantu agama Allah Swt, menjelaskan sifat dan bukti kebenarannya atau menolak
segala bentuk larangan-Nya, maka niscaya Allah Swt akan membantu hamba-hambaNya menghadapi berbagai kesulitan dan menyelesaikannya. Dan menguatkan posisi
Imām al-Hāfiz Ahmad „Ali bin Hajar al-„Asqalāni, Fath Al-Bāri Syarh Shahīh Al-Bukhāri,
Jilid 12 (Beirut: Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2017).
23
Tafse: Journal of Qur'anic Studies, Vol. 7, No. 1, January-June 2022
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/tafse
163
Agusni Yahya, Syukran Abu Bakar, Masrur Rahman: Analisis Lafaz Tanshurullaha
dalam Tafsir Fi Zilal Al-Qur’an dan Tafsir Al-Kabir
mereka agar semangat juang mereka tidak pernah luntur, ketenangan jiwa selalu
menghiasi diri mereka, dan rasa percaya diri selalu besar.
Hakikat menolong Allah Swt (nasrullah) harus dirujuk kembali dalam koridor
keagamaan, berupa permunian cinta kepada Allah Swt di hati, memperhatikan dan
menghargai nilai-nilai kemanusiaan, perdamaian dan persatuan. Nahsrullah harus
disesuaikan dengan perkembangan zaman, jika pada periode sebelumnya nahsrullah
diartikan sebagai perang yang bertujuan membunuh musuh (musuh agama Allah Swt),
maka kita harus melihat seperti apa musuh agama Allah Swt saat ini. Misalnya hawa
nafsu yang ada dalam diri manusia yang harus diperangi, pikiran-pikiran yang bersifat
radikalis dan provokatif, dan masih banyak lagi.
Penafsiran Tanshrulullaha dalam Tafsīr Al-Kabīr
Menurut al-Rāzi, lafaz nashrullah ditafsirkan dengan melakukan peperangan
senjata secara fisik sebagaimana yang dilakukan oleh Rasullah Saw dan para sahabatnya
ketika berperang melawan kaum kafir guna menolong dan membela agama Allah Swt.
Pada surat Muhammad ayat 7, al-Rāzi menjelaskan bahwa nashrullah dibagi kepada
beberapa macam, 1). Menolong agama Allah dan jalan-Nya, 2). Menolong agama Allah
dan firqah-firqah-Nya, 3). Menolong Allah secara hakikat.24
Lebih lanjut lagi al-Rāzi menjelaskan orang-orang mukmin menolong Allah Swt
(nashrullah) dengan cara keluar berperang dengan gagah dan berani. Maka Allah Swt
akan menolong mereka dengan menguatkan posisi mereka dan mengokohkan kaki-kaki
mereka di medan perang serta mengirim malaikat-malaikat penjaga bagi mereka dari
segala arah.25
Di dalam surat al-Hajj ayat 40 al-Rāzi menyatakan bahwa maksud menolong
Allah adalah menolong agama-Nya seperti terjadinya perseteruan atau pertengkaran di
bumi Allah Swt. Dan Allah Swt berjanji akan menolong orang-orang yang menolongNya dengan memperkuat hamba-Nya atas musuh-musuh mereka sehingga mereka
memperoleh kemenangan.26 Selain itu, menolong Allah Swt juga diartikan dengan
24
Imām Muhammad Al-Rāzi, Tafsīr Al-Fakhr Al-Rāzi, Juz 28 (Beirut: Dar Al-Fikr, 1981), 48-
25
Al-Rāzi, Tafsīr Al-Fakhr Al-Rāzi, Juz 28, 48-49.
Al-Rāzi, Tafsīr Al-Fakhr Al-Rāzi, Juz 23, 42.
49.
26
Tafse: Journal of Qur'anic Studies, Vol. 7, No. 1, January-June 2022
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/tafse
164
Agusni Yahya, Syukran Abu Bakar, Masrur Rahman: Analisis Lafaz Tanshurullaha
dalam Tafsir Fi Zilal Al-Qur’an dan Tafsir Al-Kabir
menolong Rasul-Nya dengan menggunakan pedang, tombak, dan senjata-senjata
lainnya ketika melawan musuh-musuh agama Islam dalam peperangan.27
Pendapat ini sama dengan yang dikemukan oleh Ibnu Abbas yang mana
perjuangan menolong agama Allah Swt mesti dilakukan dengan memerangi kaum kafir
yang menjelek-jelekkan, menghina, dan bahkan mencaci Allah Swt, Nabi-Nya dan
agama Islam maka mereka wajib diperangi dengan pedang dan senjata-sejata lainnya
hingga mereka sadar bahwa hanya Allah Swt Tuhan Yang Esa yang wajib disembah.
Menurut al-Zamakhsyari, jika orang-orang beriman tidak berperang, orangorang musyrik akan memerintah setiap umat Islam selama beberapa generasi. Mereka
juga akan mengambil alih dan merobohkan tempat ibadah mereka. Mereka tidak akan
membiarkan gereja untuk orang Kristen, altar untuk rahib, sinagog untuk orang Yahudi
dan masjid untuk orang Muslim. Ia menambahkan bahwa jika Nabi Saw tidak diizinkan
untuk berperang, kaum musyrik akan mendominasi orang-orang Muslim dan Ahli Kitab
serta bekerja sama dengan Islam (ahlu al-dzimmah) dan akan menghancurkan tempattempat ibadah keagamaan tersebut.28
Pada posisi mazlum (teraniaya), siapapun orang tersebut dan dimanapun ia
berada, mestinya ia akan memunculkan kecenderungan untuk membela dirinya dari
penindasan dan keteraniayaan.29 Oleh karena itu perinsip Islam untuk melakukan
perlawanan terhadap orang-orang kafir yang menghina dan menjelekkan Allah Swt dan
Rasul-Nya pada masa itu tidak saja berdimensi keagamaan tapi juga berdimensi
kemanusiaan.
Dalam menolong Allah Swt (Nashrullah) dengan upaya melakukan peperangan
menggunakan senjata, ada dua hal yang mesti diperhatikan. 1). Allah Swt
memerintahkan untuk melakukan perang melawan orang-orang musyrik yang telah
memerangi orang-orang beriman sebagai bentuk pembalasan. 2). perang hanya
diperbolehkan terhadap mereka yang berperang melawan orang-orang Muslim. Oleh
sebab itu, tidak diperbolehkan untuk menyerang orang-orang yang tidak ikut berperang
di antara mereka sendiri. Namun, perang yang diperintahkan kepada umat Islam harus
Al-Rāzi, Tafsīr Al-Fakhr Al-Rāzi, Juz 28, 244.
Abu al- Qāsim Mahmūd bin „Umar al-Zamakhsyari, Al-Kasysyāf ‘an Haqāiq Ghawāmidh AlTanzīl Wa ‘Uyūn Al-Aqāwīl Fi Wujūh Al-Ta’Wīl, Jilid 4 (Riyadh: al-Maktabah al-„Abīkah, 1998), 199.
29
Andika Andika, “Aliran-Aliran Dalam Agama Yahudi,” Abrahamic Religions: Jurnal Studi
Agama-Agama 2, no. 1 (2022): 52, https://doi.org/10.22373/arj.v2i1.12133.
27
28
Tafse: Journal of Qur'anic Studies, Vol. 7, No. 1, January-June 2022
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/tafse
165
Agusni Yahya, Syukran Abu Bakar, Masrur Rahman: Analisis Lafaz Tanshurullaha
dalam Tafsir Fi Zilal Al-Qur’an dan Tafsir Al-Kabir
dilakukan sesuai dengan kaidah yang telah ditetapkan. kaidah yang dimaksud termaktub
pada akhir ayat 190 Surat al-Baqarah.
Al-Thabari menjelaskan, bahwa umat Islam dilarang memerangi wanita, anakanak, orang tua dan mereka yang menyatakan perdamaian. Jika larangan ini masih
berlanjut, berarti umat Islam telah melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh Allah
Swt.30 Demikian pula komentar Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa wanita, anak
kecil, pria tua, biksu dan mereka yang berdamai dengan kaum Muslim tidak boleh
diserang atau diperangi.
Pada akhirnya, al-Razi memutuskan bahwa Allah Swt memerintahkan untuk
memerangi kaum musyrik secara mutlak. Hal ini wajar menurutnya, karena masyarakat
muslim pada masa awal munculnya Islam masih minoritas, maka langkah damai dan
komunikasi yang santun menjadi pilihan pada waktu itu. Namun, setelah kaum
Muslimin mulai memperoleh kekuatan dari segi kualitas dan kuantitas, Allah Swt
memerintahkan Nabi-Nya dan kaum Muslimin untuk menyerang mereka (kaum
musyrik).31
Ini artinya umat Islam diperbolehkan memperjuangkan eksistensi agamanya
sebagai wujud menolong Allah Swt (nashrullah). Izin ini diberikan oleh Allah Swt
karena mereka (Muslim) dianiaya, disiksa, ditahan dan dirampas kesempatannya untuk
mengamalkan ajaran agama Allah Swt. Sejarah Islam menggambarkan kebiadaban dan
ketidakadilan yang dilakukan oleh kaum musyrik Mekah sedemikian rupa sehingga
Allah menurunkan ayat yang memerintahkan untuk melawannya.
Perang melawan orang-orang kafir sebenarnya terjadi bukan karena kekafiran
atau penolakan mereka untuk menerima Islam, tetapi karena penganiayaan mereka
terhadap hak asasi manusia untuk menerima agama yang mereka yakini. Perang pada
dasarnya tidak diinginkan bagi Islam. Perang dalam Islam adalah upaya membela diri.
Peperangan fisik atau kontak senjata merupakan langkah terakhir yang harus
ditempuh jika kaum kafir enggan untuk diajak berdamai dan bahkan mereka semakin
menjadi-jadi dalam mencemooh, menyiksa, menzhalimi umat Islam, maka pada saat
itulah izin untuk memerangi orang kafir dibolehkan. Islam memiliki qanun-qanun yang
sangat ketat dalam membolehkan peperangan, sehingga etika dan moralitas dapat
terjaga meskipun hal tersebut dalam peperangan sekalipun. Karena Islam sangat
30
31
Ibnu Jarir al-Ṭabari, Jami’ Al-Bayan an Ta’wil Al-Qur’an, Jilid 2, 197.
Al-Rāzi, Tafsīr Al-Fakhr Al-Rāzi, Juz 15, 233.
Tafse: Journal of Qur'anic Studies, Vol. 7, No. 1, January-June 2022
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/tafse
166
Agusni Yahya, Syukran Abu Bakar, Masrur Rahman: Analisis Lafaz Tanshurullaha
dalam Tafsir Fi Zilal Al-Qur’an dan Tafsir Al-Kabir
menjunjung tinggi kedamaian dan sangat toleran dalam memberikan hak bagi setiap
manusia untuk mengikuti apa yang diyakini.
Kesimpulan
Dalam pandangan Sayyid Qutb, Nashrullah adalah upaya menolong atau
membantu agama Allah Swt syari‟at serta manhaj-Nya dengan cara tidak
menyekutukan-Nya dengan apapun baik secara terang-terangan ataupun sembunyisembunyi, menjadikan Allah Swt sebagai prioritas dari segala keinginan yang terbenak
dalam hatinya. Selain itu, mereka tidak pernah meninggalkan shalat sebagai bentuk
penghambaan terhadap Allah Swt dan juga bentuk rasa syukur terhadap apa yang telah
Allah Swt limpahkan kepada mereka, menunaikan zakat terhadap mereka yang
kekurangan seperti dhuafa, fakir, dan miskin serta selalu mengajak kepada amal ma‟ruf
nahi mungkar kepada sesama saudaranya. Jika nashrullah hanya diartikan sebagai
peperangan fisik dan extern untuk membela atau menolong Allah, maka hal akan sangat
berbahaya, sebab akan mudah dimanfaatkan sebagai jalan untuk memecahbelahkan
persatuan antar-umat beragama.
Sedangkan menurut al-Rāzi, nashrullah ditafsirkan sebagai upaya membela
agama Allah Swt dengan cara berperang secara fisik (ofensif). Menurutnya, peperangan
tersebut merupakan jalan yang mesti ditempuh oleh umat Islam sebab mereka berada
dalam masa penindasan, orang-orang kafir tidak hanya menghina Allah, Rasul-Nya, dan
agama Islam namun mereka juga mencemo‟ohkan dan menyiksa orang-orang muslim,
bahkan sampai mengancam akan membunuh mereka. Oleh sebab itu, pada masa itu
tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh melainkan hanya dengan kontak senjata. Maka
menjadi sebuah keharusan bagi umat Islam untuk mengangkat pedang, tombak, dan
panah untuk melawan orang-orang kafir guna menolong Allah Swt dan Rasul-Nya.
Maka dengan begitu, Allah Swt akan menolong mereka dengan membuat hati mereka
teguh dan tidak ada rasa takut sama sekali ketika menghadapi musuh, mengokohkan
kaki mereka di medan peperangan sehingga mereka tidak akan melarikan diri serta
mengirimkan bala bantuan dengan diutusnya para malaikat untuk melindungi mereka
dimana pun mereka berada.
Tafse: Journal of Qur'anic Studies, Vol. 7, No. 1, January-June 2022
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/tafse
167
Agusni Yahya, Syukran Abu Bakar, Masrur Rahman: Analisis Lafaz Tanshurullaha
dalam Tafsir Fi Zilal Al-Qur’an dan Tafsir Al-Kabir
Daftar Pustaka
Abu „Isa Muhammad bin „Isa bin Saurah. Sunan Al-Tirmidzi; Kitab Fadhāil Al-Jihād,
Juz-3,. Beirut: Dār al-Fikr, 2003.
Abu al- Qāsim Mahmūd bin „Umar al-Zamakhsyari. Al-Kasysyāf ‘an Haqāiq
Ghawāmidh Al-Tanzīl Wa ‘Uyūn Al-Aqāwīl Fi Wujūh Al-Ta’Wīl, Jilid 4. Riyadh:
al-Maktabah al-„Abīkah, 1998.
Al-Imām Abi al-Hasan „Ali bin Ahmad al-Wāhidi. Asbāb Nuzūl Al-Quran,. Beirut: Dār
al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1991.
Al-Rāzi, Imām Muhammad. Tafsīr Al-Fakhr Al-Rāzi, Juz 28. Beirut: Dar Al-Fikr, 1981.
Al-Shābūni, Muhammad „Ali. Shafwah Al-Tafāsīr. I. Beirut: Dār al-Qurān al-Karīm,
1981.
Al-Syāfi‟i, Abu Thahir Muhammad bin Ya‟qub al-Fairuz Abbadi. Tanwīr Al-Miqbās
Min Tafsīr Ibn Abbās. Beirut: Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1992.
Andika, Andika. “Aliran-Aliran Dalam Agama Yahudi.” Abrahamic Religions: Jurnal
Studi
Agama-Agama
2,
no.
1
(2022):
52.
https://doi.org/10.22373/arj.v2i1.12133.
Arif Muzayin Shofwan. “Pandangan Hizbut Tahrir Terhadap Radikalisme Gerakan Isis
Dalam Menegakkan Daulah Khilafiyyah, (, Vol. 10, No. 1, Februari, Universitas
Muhammadiyah Malang: Jawa Timur,), Hlm. 146.” ADDIN 10, no. 1 (2016):
146.
Hamka. Tafsir Al-Azhar, Juz 26. Jakarta: Pustaka Panjimas, n.d.
Ibnu Jarir al-Ṭabari. Jami’ Al-Bayan an Ta’wil Āy Al-Qur’an. Beirut: Dar Al-Fikr,
2005.
„Imaduddīn Abi al-Fida‟ Isma‟il bin Katsir al-Dimisyqi. Tafsīr Al-Qur’ān Al-Adhīm,
Jilid-4, Juz-8. Kairo: Maktabah Taufiqiyyah, n.d.
Imām al-Hāfiz Ahmad „Ali bin Hajar al-„Asqalāni. Fath Al-Bāri Syarh Shahīh AlBukhāri, Jilid 12. Beirut: Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2017.
M. Quraish Shihab. Membumikan Al-Quran; Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam
Masyarakat. I. Bandung: Mizan, 1994.
Muhammad al-Amīn bin Muhammad Mukhtār al-Jukni al-Syinqitiy. Adhwā’u Al-Bayān
Fi Īdhāh Al-Quran Bi Al-Quran, Jilid-7. Kairo: Dār al-Hadīts, 2006.
Muhammad Fuad „Abd al-Baqi.‟ Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Alfāz Al-Qurān Al-Karīm.
Beirut: Dār al-Fikr, 1992.
Qutb, Sayyid. Fi Zhilāl Al-Quran, Jilid 6,. Kairo: Dār al-Syurūq, 2003.
Wahbah al-Zuhayli. Al-Tafsīr Al-Munir Fī Al-Aqidah Wa Al-Syariah Wa Al-Minhaj, (),
Jilid 27, 290. Lebanon: Dar al-Fikr al-Muaṣir, 2001.
Tafse: Journal of Qur'anic Studies, Vol. 7, No. 1, January-June 2022
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/tafse
168