Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan p-ISSN: 2407-1935, e-ISSN: 2502-1508. Vol. 8 No. 3
Mei 2021: 318-326; DOI: 10.20473/vol8iss20213pp318-326
LIQUIDITY MANAGEMENT OF A NON-DEPOSIT TAKING MICRO
FINANCIAL INSTITUTION
MANAJEMEN LIKUIDITAS SEBUAH LEMBAGA KEUANGAN MIKRO NON
DEPOSIT TAKING
Satrio Hadibowono, Noven Suprayogi
Departemen Ekonomi Syariah - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Airlangga
satriohadibowono@gmail.com*, noven.suprayogi@feb.unair.ac.id
ABSTRAK
Lembaga keuangan mikro adalah lembaga keuangan yang beroperasi
karena berfungsi sebagai perantara keuangan dalam skala yang lebih kecil.
Tetapi ada lembaga keuangan mikro yang tidak bekerja dengan cara itu,
khususnya lembaga keuangan mikro ini tidak mengambil simpanan dari orangorang. Karena mereka berfungsi sebagai lembaga keuangan mikro - sosial.
Mereka beroperasi dengan sumber modal dari Lembaga Amil Zakat Indonesia,
dan memberi orang-orang di sekitar sekolah asrama Islam suatu pemberdayaan
dengan memberikan pinjaman dengan berbagai akd, tetapi dengan upah kecil
atau rasio bagi hasil (hanya 3%). Lembaga keuangan mikro disebut sebagai
Bank Wakaf Mikro. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan penjelasan
tentang bagaimana Bank Wakaf Mikro mengelola likuiditasnya tanpa deposit
dari debitur. Dengan hanya satu sumber modal, bagaimana Bank Wakaf Mikro
dapat mengoperasikan pembiayaan atau operasi peminjaman mereka?.
Kata Kunci: Manajemen likuiditas, lembaga keuangan mikro, risiko likuiditas,
risiko kredit, biaya operasional, strategi keuangan.
Informasi artikel
Diterima: 16-10-2020
Direview: 04-05-2021
Diterbitkan: 30-05-2021
*)
Korespondensi (Correspondence):
Satrio Hadibowono
Open access under Creative Commons
Attribution-Non Commercial-Share A
like 4.0 International Licence
(CC-BY-NC-SA)
ABSTRACT
Microfinance is a financial institution who operates as it function as a
financial intermediaries on a smaller scale. But there is a microfinance institution
who don’t works with that way, specifically this microfinance institution does not
take any deposit from the people. Because they’re functioned as a microfinance–
social institution. They operates with the capital source from Indonesian Amil
Zakat Institution, and giving people around islamic boarding school an
empowerment by giving a lending with various akd, but with a small wage or
profit sharing ratio (only 3%). The microfinance institution is called as Bank
Wakaf Mikro. This research goals is to give an explanation about how Bank
Wakaf Mikro manage their liquidity without any deposit from debtor. With only
one source of capital, how could Bank Wakaf Mikro operates their financing or
lending operation?.
Keywords: Liquidity management, microfinancing institution, liquidity risk,
financing risk, operational cost, stategy.
I.
PENDAHULUAN
Bank Wakaf Mikro merupakan Lembaga keuangan Syariah yang diharapkan mampu
untuk menjangkau masyarakat kalangan bawah untuk mendapatkan pinjaman dan/atau
pembiayaan. Bank Wakaf Mikro (berdasarkan berita dan hasil wawancara langsung kepada
masyarakat sekitar) menyediakan pinjaman, pembiayaan dengan maksimal nominal sebesar Rp
3.000.000, dan mengedepankan aspek pembinaan terhadap nasabahnya. Bank Wakaf Mikro
mengenakan biaya administrasi sebesar 3% dari total pinjaman yang harus dibayarkan oleh
nasabah kreditur.
Pada skema bisnis Bank Wakaf Mikro, dana masuk diperoleh dari hasil bekerja sama
dengan Lembaga Amil Zakat yang menerima dana langsung dari seluruh masyarakat Indonesia.
Dana masuk khususnya berasal dari, para pengusaha dan/atau perusahaan besar yang memiliki
kepedulian kepada program pemberdayaan masyarakat miskin dan pengentasan ketimpangan di
Indonesia. Bank Wakaf Mikro menggunakan system non – deposit taking, dimana Bank Wakaf
318
Hadibowono, et al/Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan Vol. 8 No. 3 Mei 2021: 318-326
Mikro tidak menghimpun dana dari masyarakat. Hal ini disebabkan oleh, Bank Wakaf Mikro
memiliki sumber pendapatan dari Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan dana tersebut akan langsung
diberikan kepada masyarakat.
Bank Wakaf Mikro yang memiliki sifat non deposit taking akan menyebabkan sebuah
risiko likuiditas, dimana Bank Wakaf Mikro akan mengalami kesulitan dalam penyaluran dana
kepada masyarakat apabila sumber dana dari LAZ mengalami keterlambatan atau masalah
eksternal lainnya. Hal tersebut akan mengakibatkan keterlambatan penyaluran dana kepada
nasabah kreditur, karena Bank Wakaf Mikro tidak memiliki deposit atau himpunan dana dari
nasabah. Tentunya secara likuiditas Bank Wakaf Mikro akan memiliki masalah untuk menutupi
biaya operasional jika tidak memiliki deposit dana dari nasabah, sedangkan bank wakaf mikro
sendiri bersifat non – deposit taking..
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah sebuah Lembaga Keuangan Mikro Syariah Bank Wakaf Mikro mengelola
keuangan yang tidak menghimpun dana dari masyarakat?
2. Bagaimanakah sebuah Lembaga Keuangan Mikro Syariah Bank Wakaf Mikro yang
memberikan pembiayaan tanpa jaminan kepada nasabahnya memitigasi risiko kreditnya?
II.
LANDASAN TEORI
Manajemen Likuiditas
Ismal (2010: 39) menyatakan bahwa manajemen risiko likuiditas di bank didefinisikan
sebagai risiko tidak bisa baik memenuhi kewajiban mereka kepada deposan atau untuk mendanai
peningkatan aset saat jatuh tempo tanpa menimbulkan biaya atau kerugian yang tidak dapat
diterima (Ismail, 2010: 230). Risiko ini terjadi ketika deposan secara kolektif memutuskan untuk
menarik lebih banyak dana daripada bank segera tangan (Hubbard, 2002: 323), atau ketika
peminjam gagal memenuhi kewajiban finansial mereka ke bank. Dengan kata lain, risiko likuiditas
terjadi dalam dua kasus:
1. Muncul secara simetris kepada peminjam dalam hubungan mereka dengan bank, misalnya
ketika bank memutuskan untuk mengakhiri pinjaman tetapi para peminjam tidak mampu.
2. Muncul dalam konteks hubungan bank dengan bank mereka deposan, misalnya, ketika
deposan memutuskan untuk menebus deposito mereka tetapi bank tidak mampu membelinya
(Greenbaum dan Thakor, 1995: 137).
Dalam prakteknya, bank secara teratur menemukan ketidakseimbangan (kesenjangan)
antara aset dan sisi kewajiban yang perlu disetarakan karena, secara alami, bank menerima
liabilitas likuid tetapi berinvestasi dalam aset yang tidak likuid (Zhu, 2001: 1). Jika bank gagal
menyeimbangkan celah itu, risiko likuiditas dapat terjadi, diikuti oleh beberapa konsekuensi yang
tidak diinginkan seperti risiko insolvensi, risiko bailout pemerintah, dan risiko reputasi. Kegagalan
atau ketidakefisienan likuiditas manajemen disebabkan oleh kekuatan tekanan likuiditas, persiapan
bank instrumen cair, kondisi bank pada saat tekanan likuiditas, dan ketidakmampuan bank untuk
menemukan sumber cairan internal atau eksternal.
Hani (2015: 121) menyatakan bahwa faktor – faktor yang dapat mempengaruhi likuiditas
adalah unsur pembentuk likuiditas itu sendiri yakni bagian dari aktiva lancar dan kewajiban lancar,
termasuk perputaran kas, dan arus kas operasi, ukuran perusahaan, kesempatan bertumbuh (growth
opportunities), keragaman arus kas operasi, rasio utang atau struktur utang.
Islam mengatur kewajiban perusahaan untuk menjaga likuiditasnya. Rasulullah SAW
bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah yang berbunyi:
ِ
َّ َجَرهُ قَ ْب َل أَ ْن ََِي
ُف َعَرقُه
ْ أ َْعطُوا األَج َري أ
Artinya: “Berikanlah pekerja upahnya sebelum keringatnya kering” (HR. Ibnu Majah No.
2434).
Hadits tersebut menjelaskan kepada para pengusaha muslim bahwa upah seseorang tidak
boleh terlambat dibayarkan. Rasulullah SAW secara jelas menjelaskan bahwa sebuah perusahaan
319
Hadibowono, et al/Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan Vol. 8 No. 3 Mei 2021: 318-326
harus mampu untuk memenuhi kewajiban untuk membayarkan upah bagi para pekerjanya, dan
merujuk kepada perusahaan harus mampu menjaga likuiditas mereka.
Sebuah lembaga keuangan syariah akan membutuhkan untuk membangun program
manajemen likuiditas yang sesuai dengan karakteristik mereka dan profil risiko (Ismal, 2010).
Aspek yang paling penting adalah kepatuhan pada prinsip-prinsip Syariah.
Konsep Bisnis LKMS Bank Wakaf Mikro
Becchetti dan Pisani (2008) menyatakan bahwa sebuah lembaga keuangan mikro atau
microfinance didirikan dengan fungsi untuk mengisi sebuah gap antara supply dana kredit dari
bank, dengan demand akan pinjaman dari masyarakat. Keberhasilan keuangan mikro mewakili
sesuatu yang baru dalam kerangka ini. Padahal fenomena itu terutama didirikan di negara kurang
maju, itu namun menampilkan teknik baru (sering didukung oleh modal swasta daripada subsidi
publik) hal tersebut memungkinkan pinjaman untuk terpinggirkan dan miskin, kecil pengusaha di
kedua industri dan non-industri negara tanpa membutuhkan jaminan jaminan.
LKMS Bank Wakaf Mikro didirikan dengan tujuan untuk meningkatkan akses keuangan
bagi masyarakat luas, dalam rangka mendukung program pemerintah untuk mengatasi masalah
kemiskinan dan ketimpangan pendapatan, maka dari itu OJK memfasilitasi pembuatan model
bisnis Bank Wakaf Mikro dengan platform Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Dengan badan
hukum yang berbentuk koperasi jasa, serta izin usaha yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan
yang berbentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah, bank wakaf mikro memiliki akses untuk
memberikan penyaluran pembiayaan kepada masyarakat sekitar pesantern.
LKMS Bank wakaf mikro memiliki karakteristik khusus sesuai dengan tujuan
pendiriannya sebagai lembaga keuangan mikro yang membantu masyarakat miskin, yaitu:
1. Menyediakan pembiayaan dan pendampingan
2. Non – Deposit Taking, yaitu tidak memiliki hak untuk menghimpun dana dari masyarakat
serta lembaga lain
3. Bagi hasil yang diharapkan dari pembiayaan adalah sebesar 3% per tahun
4. Berbasis kelompok jamaah
5. Tidak memerlukan agunan atau jaminan
Sumber: Bahan Sosialisasi Bank Wakaf Mikro
Gambar 1.
Konsep Bisnis LKMS Bank Wakaf Mikro
Adapun konsep bisnis dari bank wakaf mikro adalah bank wakaf mikro tidak menghimpun
dana dari pihak manapun (bersifat non – deposit taking) memberikan pembiayaan kepada
kelompok masyarakat yang akan ditanggung oleh kelompok tersebut secara kolektif. Hal ini
diharapkan bank wakaf mikro kepada kelompok pembiayaan tersebut untuk saling mengingatkan
terhadap pembiayaan yang diterima dan harus dibayarkan kepada bank wakaf mikro, karena bank
wakafmikro tidak meminta agunan atau jaminan kepada jamaah calon kreditur. Bank wakaf mikro
320
Hadibowono, et al/Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan Vol. 8 No. 3 Mei 2021: 318-326
memiliki plafond pembiayaan kepada kreditur sebesar Rp. 3.000.000 dengan imbal hasil senilai
3% per tahun. Sumber dana dari bank wakaf mikro berasal dari Lembaga Amil Zakat (LAZ) berupa
modal pendirian dan modal kerja bagi bank wakaf mikro. Bank wakaf mikro menggunakan dana
donatur kepada LAZ yang memiliki kriteria “Seluruh masyarakat Indonesia yang memiliki
kelebihan dana, khususnya para pengusaha dan/atau perusahaan besar yang memiliki kepedulian
kepada program pemberdayaan masyarakat miskin dan pengentasan ketimpangan di Indonesia”.
Bank wakaf mikro adalah lembaga keuangan mikro syariah yang memberikan
pendampingan langsung kepada kreditur penerima pembiayaan. Mulai dari survey calon nasabah
di sekitar pesantren, seleksi calon nasabah melalui Pelatihan Wajib Kelompok (PWK) selama 5
(lima) hari dengan materi kedisiplinan, kekompakan, solidaritas dan keberanian untuk berusaha.
Hal ini merupakan tahap awal proses pendampingan. Terpilih 1 (satu) Kelompok Nasabah yang
telah lulus PWK dengan nama Kelompok Usaha Masyarakat Sekitar Pesantren Indonesia
(KUMPI) yang terdiri dari 5 orang. Dibentuk Kelompok dengan nama Halaqoh Mingguan
(HALMI) yang terdiri dari 3 – 5 KUMPI. Pertemuan pertama HALMI akan dilakukan Pencairan
pembiayaan. Selanjutnya dilakukan pertemuan HALMI mingguan dengan aktifitas sebagai
berikut:
1. Pembayaran angsuran mingguan.
2. Penyampaian materi antara lain Tausyiah keagamaan,
3. Pengembangan Usaha dan Ekonomi Rumah Tangga.
Monitoring dan Pengawasan BWM dilakukan oleh OJK yang berkoordinasi dengan
Kemenkop, Pesantren, dan Tokoh Masyarakat yang Amanah. Hal ini ditujukan untuk adanya
sistem pengawasan yang terintegrasi antara pemerintah, pesantren dan peran serta dari masyarakat
Penerapan prinsip syariah dipasar modal tentunya bersumberkan pada Al-Qur’an sebagai sumber
hukum tertinggi dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya, dari kedua sumber hukum
tersebut, para ulama melakukan penafsiran yang kemudian disebut ilmu fiqih. Salah satu
pembahasan dalam ilmu fiqih adalah pembahasan tentang muamalah, yaitu hubungan diantara
sesama manusia terkait perniagaan. Berdasarkan itulah kegiatan pasar modal syariah
dikembangkan dengan basis fiqih muamalah. Terdapat kaidah fiqih muamalah yang menyatakan
bahwa pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya. Konsep inilah yang menjadi prinsip pasar modal syariah di Indonesia.
III.
METODE PENELITIAN
Pendekatan penelitian yang peneliti gunakan untuk penelitian ini adalah dengan
menggunakan pendekatan kualitatif eksplanatory. Dengan sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer yaitu menggunakan subjek, dimana data dapat diperoleh dan
untuk memudahkan peneliti dalam mengidentifikasi sumber data, peneliti telah menggunakan
rumus 3P, yaitu: Person (orang), Paper (kertas), dan Place (tempat), yaitu tempat berlangsungnya
kegiatan yang berkaitan dengan penelitian. Dalam hal penelitian ini adalah bank wakaf mikro
pondok pesantren Al Fithrah, Jl. Kedinding Lor No. 99, Surabaya. Penelitian dilakukan pada
tempat berlangsungnya kegiatan yang berkaitan dengan penelitian. Dalam hal penelitian ini adalah
bank wakaf mikro pondok pesantren Al Fithrah, Jl. Kedinding Lor No. 99, Surabaya. Penelitian
ini berlangsung pada 17 Oktober sampai dengan 7 November 2018 pada waktu dhuha (pukul 08:00
– 11:00 WIB).
Penelitian ini menggunakan strategi studi kasus eksplanatori dan dengan cara
pengumpulan data informan dengan purposive sampling yang bertujuan untuk menjelaskan dan
menggambarkan tentang proses manajemen likuiditas dari bank wakaf mikro untuk menjaga going
concern usaha. Umar (1999, 36) penelitian eksplanatori (explanatory research) adalah penelitian
yang bertujuan untuk menganalisis hubungan-hubungan antara satu variabel dengan variabel
lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya. Pendekatan penelitian yang
peneliti gunakan untuk penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif
eksplanatory. Pendekatan kualitatif berbasis eksplanatory sangat sesuai dengan penelitian ini. Yin
(2018, 2), pendekatan penelitian kualitatif eksplanatory merupakan sebuah strategi penelitian yang
321
Hadibowono, et al/Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan Vol. 8 No. 3 Mei 2021: 318-326
cocok apabila berkenan dengan rumusan masalah how atau why, apabila peneliti yang hanya
memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa – peristiwa yang akan diselidiki.
Data dikumpulkan menggunakan wawancara semi-terstruktur. Seperti Qu dan Dumay
(2011, 9) amati, “wawancara semi-terstruktur melibatkan pertanyaan yang dipandu oleh
teridentifikasi tema dengan cara yang konsisten dan sistimatis dengan probe untuk memperoleh
lebih banyak tanggapan yang rumit ”. Miles dan Huberman (1994) menegaskan bahwa pendekatan
ini memungkinkan generasi deskripsi yang didasarkan pada kenyataan. Selain itu, sensitivitas dari
Topik diskusi (masalah keuangan) membuat wawancara menjadi pilihan yang lebih baik. Panduan
wawancara dikembangkan setelah tinjauan komprehensif literatur dengan manajemen rasa hormat
aspek (yaitu perencanaan, pemantauan dan kontrol) mengenai pengelolaan permodalan,
pendapatan, biaya operasional, serta risiko kredit tanpa jaminan. Dengan izin dari responden,
semua wawancara dilakukan rekaman audio, terjemahan kata demi kata dan memo ditulis untuk
meringkas informasi yang diperoleh. Wawancara berlangsung antara 45 menit dan satu jam.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil LKMS Bank Wakaf Mikro
Lembaga Keuangan Mikro Syariah Bank Wakaf Mikro Al Wava Mandiri atau yang biasa
disebut oleh para pengurus dan pengelola sebagai BWM, merupakan sebuah Koperasi Lembaga
Keuangan Mikro Syariah (KLKMS) yang didirikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
berdasarkan keputusan dewan komisioner otoritas jasa keuangan Nomor: KEP–31/KR.04/2018
sebagai nomor izin usaha dan memiliki dasar hukum pendirian dengan Nomor Hukum:
007121/BH/M.KUKM.2/1/2018.
Bank Wakaf Mikro (Nama Branding) dengan NPWP 83.872.107.4–619.000 memiliki
nama lembaga Koperasi LKM Syariah memiliki alamat yang berbeda secara riil dan formal,
perbedaan alamat ini diakibatkan oleh alasan akta pendirian yang harus menjadi satu dengan
pondok pesantren yang terafiliasi. Alamat Bank Wakaf Mikro Al WAva Mandiri berada di Gg.
Kemuning No. 8, Jl. Kedinding Lor, Surabaya namun memiliki alamat formal di Jl. Kedinding Lor
No. 99, Surabaya.
Karakteristik Informan
Informan 1 (I1) bernama Suroso atau yang biasa dipanggil dengan Ustaz Suroso. Informan
merupakan Manajer pengelolaan dan Sekretaris kepengurusan dari Bank Wakaf Mikro. Peran
beliau sebagai manajer pengelolaan dan sekretaris kepengurusan yang bertanggung jawab kepada
direktur dari Bank Wakaf Mikro memiliki job description meliputi pengelolaan operasional yang
meliputi salah satu perancang struktur keuangan, pengadaan rekrutmen sumber daya manusia,
koordinasi dengan pembukuan dalam menjaga stabilitas keuangan, koordinasi dengan teller dalam
proses pendampingan serta pencatatan angsuran pokok dan ujroh, mencatat segala jenis surat
masuk dan keluar, mencatat dan membuat laporan mengenai keuangan, serta mengikuti kegiatan
dari Direktur didalam perancangan struktur dan sistem yang diadakan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Informan 2 (I2) bernama Nurdina Amalia. Informan 2 merupakan bagian teller dari Bank
Wakaf Mikro. Peran beliau sebagai teller yang bertanggung jawab kepada manajer pengelolaan
memiliki job description meliputi bekerja sama dengan supervisor dalam pembimbingan,
penarikan serta pencatatan angsuran pokok dan ujroh dari nasabah, bekerja sama dengan bagian
pembukuan didalam mencatat pemasukan yang berasal dari nasabah, serta membantu
kepengurusan pendaftaran nasabah baru dari Bank Wakaf Mikro.
Informan 3 (I3) yang bernama Nisrina Kusuma Ningtyas merupakan bagian Pembukuan
dari Bank Wakaf Mikro yang bertanggung jawab kepada manajer operasional memiliki job
description meliputi dari membukukan transaksi uang keluar dan masuk yang ada di Bank Wakaf
Mikro dari teller, manajer operasional, supervisor, dan para pengurus dari Bank Wakaf Mikro
Informan 4 (I4) bernama Ali Sofwan Muzani atau yang biasa dipanggil dengan Ustaz Ali
atau Ustaz Ali Sofwan. Peran beliau di Bank Wakaf Mikro adalah sebagai Direktur yang
bertanggung jawab kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pondok Pesantren assalafi Al Fithrah,
dan dalam Rapat Anggota memiliki job description meliputi berkoordinasi dengan Dewan
322
Hadibowono, et al/Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan Vol. 8 No. 3 Mei 2021: 318-326
Pengawas Syariah dan Dewan Pengawas dari Bank Wakaf Mikro, berkoordinasi dengan manajer
pengelolaan dari Bank Wakaf Mikro mengenai kegiatan operasional, dan mengikuti kegiatan
perumusan struktur usaha serta keuangan dari Bank Wakaf Mikro seluruh Indonesia yang diadakan
oleh Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia.
Hasil Penelitian
Bank Wakaf Mikro memiliki sumber permodalan yang berasal dari Laznas sebesar Rp. 4
Miliar yang disalurkan kepada dana deposito dan dana lending dijelaskan oleh Informan 1 (I1)
yang menyatakan bahwa:
“Delapan em (M/Miliar) tapi ternyata ee kenyataan yang ada yang dicairkan hanya empat
em (M/Miliar) modal untuk pembiayaan dari 4 m yang 3 m nya untuk dimasukkan di depositokan
di BSM dan yang ininya dimasukkan di ee untuk pembiayaan yang 1 m nya untuk pembiayaan”
Modal awal yang dialokasikan menjadi dana deposito abadi adalah sebesar Rp. 3 miliar
sedangkan dana lending sebesar Rp. 1 miliar yang hanya akan diambil setiap Rp. 100 juta. Sesuai
dengan pernyataan dari Informan 3 (I3) yang menyatakan bahwa:
“dari 4M kan yang 100 jutakan sudah dicairkan buat pencairan lendingnya nah itu jadi
tinggal 3.9 tapi kalau sekarang sudah 200 nasabah jadi depositonya tinggal 3.8 M”
Pernyataan dari Informan 3 (I3) yang mengartikan dana lending akan diambil setiap nilai
lending baru sudah sebesar Rp.100 juta, dan sudah memiliki nasabah sebanyak 200 orang.
Diperkuat oleh pernyataan Informan 1 (I1):
“Dari 1 m itu deposito 1 m itu diambilnya per 100 juta tidak boleh langsung diambil
semua”
Berdasarkan dokumen company profile yang menyatakan bahwa modal awal dari Bank
Wakaf Mikro adalah sebesar Rp. 4 Miliar dengan rincian dan hasil in-depth interview yang
memperkuat peneliti dapat menyatakan bahwa Bank Wakaf Mikro Al Wava Mandiri mendapatkan
modal awal sebesar Rp. 4 Miliar, dengan rincian Rp. 3 Miliar dijadikan sebagai deposito,
sedangkan dana Rp. 1 Miliar dijadikan sebagai deposito tambahan sebelum diberikan sebagai
lending pembiayaan kepada masyarakat yang diambil per Rp. 100 juta. Dalam pengelolaan
likuiditas Bank Wakaf Mikro yang telah berjalan 8 bulan mengalami berbagai rintangan, hal ini
disebabkan oleh ketidakadaan pendapatan diantara bulan Januari sampai dengan April 2018.
Bahkan Bank Wakaf Mikro memiliki defisit yang cukup besar, sesuai dengan pernyataan Informan
4 (I4) yang menyatakan bahwa:
“defisit yang awal termasuk ketika ada launching jokowi disini itukan sekitar 25 juta”
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Bank Wakaf Mikro memiliki defisit yang
mengakibatkan utang kepada pihak eksternal, dan akan diangsur melalui pendapatan perbulan
setelah mulai menerima pendapatan bagi hasil deposito. Sebagaimana pernyataan Informan 4 (I4)
yang menyatakan bahwa:
“Iya non deposit taking”
Karena sistem keuangan yang bersifat non deposit taking, Bank Wakaf Mikro memiliki
defisit anggaran pada awal operasional. Sesuai dengan penjelasan dari Informan 1 (I1) yang
menyatakan bahwa:
“nah makanya itu tadi kira kira sekitar 40an juta sudah ada dana 20 juta jadi kurang
lebih 25 juta untuk minusnya di tahun tahun pertama”
Maka dapat dinyatakan bahwa Bank Wakaf Mikro memiliki tanggung jawab untuk
melunasi utang kepada pihak eksternal yang diakibatkan oleh defisit operasional Bank Wakaf
Mikro menggunakan sebagian pendapatan.
Biaya operasional yang dimiliki oleh Bank Wakaf Mikro tersusun atas biaya gaji,
pelunasan utang defisit dimasa lalu, renovasi kantor, operasional kantor, serta biaya pembimbingan
nasabah. Informan 4 (I4) menjelaskan bahwa biaya operasional terdiri atas:
“bahwa 13 juta itu sebenarnya setiap bulan itu ada kelebihan-kelebihan itu adalah untuk
ngangsur defisit yang sudah lewat”
323
Hadibowono, et al/Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan Vol. 8 No. 3 Mei 2021: 318-326
“iya gitu termasuk juga ada kekurangan dari dana yang dialokasikan untuk sarana
prasarana nilainya 10 termasuk AC dan kita kan praktiknya lebih dari itu kalau operasional yang
13 juta bisa dikoreksi ini tapi ini yang saya pahami kan gitu ya”
Dengan Biaya operasional senilai Rp. 13 juta ditambah dengan pengangsuran utang defisit
dimasa lalu membuat Bank Wakaf Mikro harus memangkas biaya operasional mereka. Hal ini
dikonfirmasi oleh Informan 3 (I3) yang menyatakan bahwa :
“iya kaya kalau mau makan atau renovasi pager depan kan belum bisa, jadi jangan dulu”
Meskipun renovasi pagar (renovasi kantor) belum dijadikan sebagai prioritas, Bank Wakaf
Mikro masih memiliki beban gaji. Ketika dikonfirmasi mengenai komponen biaya gaji, Informan
1 (I1) menyatakan bahwa:
“Untuk gaji kurang lebih 7 juta 7 ratus, 8 jutalah untuk 4 orang”
Total pegawai Bank Wakaf Mikro yang tertera di company profile berjumlah 8 orang
memiliki biaya operasional sebesar Rp. 13 juta dengan rincian Rp. 8 juta untuk biaya gaji, dan Rp.
5 juta untuk keperluan kantor. Namun kejanggalan terjadi akibat biaya gaji yang hanya bernilai
Rp. 8 juta apakah cukup untuk menggaji 8 orang karyawan? Hal tersebut ditambahi beban dari
Bank Wakaf Mikro yang memiliki defisit anggaran yang disebabkan penerimaan bagi hasil yang
baru dimulai pada bulan April.
Pengelolaan pendapatan dari Bank Wakaf Mikro berasal dari ujroh dana lending, dan dana
deposito sebesar Rp. 3 Miliar ditambah dengan Rp. 1 miliar didalam deposito yang berbeda. Hal
ini membuat pendapatan dari Bank Wakaf Mikro mengalami fluktuasi, sesuai dengan pernyataan
Informan 1 (I1) yang menyatakan bahwa:
“Deposito itu ada bagi hasil kurang lebih sekitar 10 sampe 15 juta ini gamesti juga bagi
hasilnya kadang dapetnya sekian kadang dapetnya sekian dapet 10 kadang 12 kadang juga kadang
15”
Ditengah fluktuasi nilai pendapatan, Bank Wakaf Mikro sudah mulai mengalami
kestabilan pendapatan. Sesuai dengan pernyataan dari Informan 3 (I3) yang menyatakan bahwa:
“maksimal ya segitu cuman sekarang kan sudah 14 lebih alhamdulillah cukup insyaAllah”
Berdasarkan sumber data dari company profile data hasil in depth interview maka dapat
dinyatakan bahwa bank wakaf mikro mengelola pendapatan tambahan diluar dari dana ujroh yang
bernilai rendah dengan pendapatan bagi hasil deposito. Menanggapi hal tersebut, Informan 1 (I1)
menyatakan bahwa,
“kalaupun dengan dana yang seadanya seperti itu makanya ini kami mohon maaf dengan
pengurus dan ee pengawas belum bisa memberikan apa apa iya untung beliau dan pengawasnya
beliaunya baik baik kan akhirya wes gapopo yang penting jalan dulu sampe akhir taun”
Manajemen Likuiditas dari Bank Wakaf Mikro mewajibkan untuk menutupi defisit yang
terjadi di awal tahun yang disebabkan oleh tidak adanya pemasukan dari bagi hasil, adalah dengan
meminimalisir biaya yang keluar setiap bulan. Bahkan Bank Wakaf Mikro harus memangkas biaya
gaji dari para pengurus, dewan pengawas, dan dewan pengawas syariah.
Diketahuinya mitigasi risiko likuiditas dari Bank Wakaf Mikro tentu akan sangat berat jika
hanya memiliki pendapatan yang berasal dari bagi hasil. Bersumber dari company profile dan bukti
transaksi ujroh nasabah, Bank Wakaf Mikro memiliki pendapatan lain berupa ujroh dari nasabah
yang tergabung kedalam kelompok – kelompok halmi. Namun, hal tersebut sangat beresiko, karena
secara konsep bisnis, Bank Wakaf Mikro tidak meminta jaminan apapun kepada nasabah.
Bagaimana kebijakan mitigasi risiko kredit dari Bank Wakaf Mikro untuk mencegah
keterlambatan pembayaran? Informan 1 (I1) ketika ditanyakan mengenai sistem penjaminan
menyatakan bahwa:
“Ya ga ada jaminan jaminannya ya kelompok itu karena inikan berkelompok namanya
tanggung renteng”
Diperkuat oleh pernyataan dari Informan 2 (I2) ketika ditanyakan mengenai denda
keterlambatan membayar menyatakan bahwa:
“tanggung renteng”
324
Hadibowono, et al/Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan Vol. 8 No. 3 Mei 2021: 318-326
Informan 3 (I3) mengonfirmasi mengenai apakah Bank Wakaf Mikro menggunakan sistem
tanggung renteng daripada ddenda keterlambatan membayar menyatakan bahwa:
“iya tanggung renteng juga jadi gak sampe gitu(terlambat bayar) sih iurannya”
Berdasarkan hasil in depth interview maka dapat dinyatakan bahwa mitigasi risiko kredit
berupa sistem penjaminan pembiayaan dari Bank Wakaf Mikro terhadap pembayaran angsuran
pokok maupun ujroh dari nasabah dilakukan secara tanggung renteng oleh kelompok halmi atau
ditanggung oleh anggota kelompok halmi lain.
Maka berdasarkan dari analisis, manajemen likuiditas dari Bank Wakaf Mikro dimulai saat
pengelolaan permodalan yang dibatasi sebesar Rp. 4 miliar yang digunakan untuk menjadi dana
lending dan dana deposito dengan persentase komposisi untuk deposito 75%:25% untuk lending.
Bank Wakaf Mikro yang tidak diperbolehkan untuk menghimpun dana dari masyarakat memiliki
sebuah risiko likuiditas yang diakibatkan dari minimnya sumber pendapatan, dan besarnya utang
defisit pada awal operasional dari BankWakaf Mikro. Risiko tersebut dimitigasi dengan cara
menyimpan sebagian dana lending kedalam deposito yang berbeda dengan dana deposito awal.
Dana Tersebut akan diambil pada saat kebutuhan akan dana lending adalah setiap sebesar Rp.
100.000.000. Namun, hal tersebut tidak menutup fakta bahwa masih ada utang defisit yang harus
dilunasi oleh Bank Wakaf Mikro. Dengan pendapatan yang bergantung kepada pendapatan bagi
hasil deposito yang fluktuatif, Bank Wakaf Mikro harus memangkas pengeluaran untuk biaya
operasional, salah satunya adalah dengan menahan hak beberapa karyawan yang berposisi sebagai
pengurus, dewan pengawas, dan dewan pengawas syariah.
V.
SIMPULAN
Kesimpulan
Bank Wakaf Mikro yang memiliki konsep bisnis yang unique membutuhkan manajemen
likuiditas yang unique pula. Pola manajemen likuiditas dari Bank Wakaf Mikro dimulai saat
planning keuangan dengan pengalokasian modal kedalam deposito untuk menjaga ketersediaan
likuiditas setiap bulan, dan mengontrol likuiditas melalui jumlah pemberdayaan dalam bentuk
halmi yang akan menggunakan dana lending yang didepositokan. Maka secara eksplisit, Bank
Wakaf Mikro menjalankan manajemen likuiditas dengan asumsi tidak akan disediakan modal
lainnya, sehingga harus membuat pola likuiditas demikian.
Saran
Berdasarkan pada kesimpulan diatas, dapat memberikan saran sebagai berikut:
1. Penelitian lanjutan disarankan menggunakan sampel yang memiliki laporan keuangan yang
bisa diteliti.
2. Penelitian lanjutan dapat menambahkan beberapa variabel untuk memperkuat atau
memperbaiki pola manajemen likuiditas dari sebuah lembaga keuangan bersifat non deposit
taking.
3. Penelitian lanjutan dapat menambahkan sampel penelitian dari sebuah lembaga keuangan
mikro syariah
DAFTAR PUSTAKA
Ekanem, I. (2010). Liquidity management in small firms: A learning perspective. Journal of Small
Business and Enterprise Development, 17(1), 123-138. https://doi.org/10.1108/QRAM02-2012-0008
Hempel, G. H., Alan B. C. & Donal G. S. (1986). Bank management. Text and case. New York:
Johan Wiley dan Sons.
Husein, U. (1999). Riset strategi perusahaan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Ismal, R. (2010). Strengthening and improving the liquidity management in Islamic banking.
Humanomics, 26(1), 18 – 35. https://doi.org/10.1108/08288661011024977
Ismal, R. (2010). The management of liquidity risk in Islamic banks: The case of Indonesia.
Durham theses. Durham: Durham University.
325
Hadibowono, et al/Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan Vol. 8 No. 3 Mei 2021: 318-326
Kementerian Agama RI. (2010. Alqur’an al-karim dan terjemahannya. Jakarta: Kemenag RI.
Moleong, L. J. (2017). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
Munawir. (2007). Analisa laporan keuangan. Yogyakarta: Liberty.
Orobia, L. A., Byabashaija, W., Munene, J. C., Sejjaaka, S. K., & Musinguzi, D. (2013). How do
small business owners manage working capital in an emerging economy? A qualitative
inquiry. Qualitative Research in Accounting & Management, 10(2), 127-143.
https://doi.org/10.1108/QRAM-02-2012-0008
Pramudiono, I. (2007). Pengantar data mining: Menambang permata pengetahuan di gunung
data. Kuliah Umum Ilmu Kmputer. Surabaya: Intitut Teknologi Sepuluh Nopember.
Sugiyono. (2017). Metode penelitian kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.
Bank Indonesia. (1993). Surat edaran Bank Indonesia NO.26/1/BPPP Tanggal 29 Mei 1993.
Jakarta: Bank Indonesia.
Yin, R. K. (2018). Studi kasus: Desain dan metode. Depok: Rajawali Pers.
326