BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sindroma Koroner Akut (SKA)
2.1.1 Definisi Sindroma Koroner Akut (SKA)
Merupakan spektrum manifestasi akut dan berat yang merupakan keadaan
kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan
oksigen miokardium dan aliran darah (Kumar, 2007).
2.1.2. Faktor resiko Sindroma koroner akut
Faktor risiko dibagi menjadi menjadi dua kelompok besar yaitu faktor risiko
konvensional dan faktor risiko yang baru diketahui berhubungan dengan proses
aterotrombosis (Braunwald, 2007).
Faktor risiko yang sudah kita kenal antara lain merokok, hipertensi,
hiperlipidemia, diabetes melitus, aktifitas fisik, dan obesitas. Termasuk di
dalamnya bukti keterlibatan tekanan mental, depresi. Sedangkan beberapa faktor
yang baru antara lain CRP, Homocystein dan Lipoprotein(a) (Santoso, 2005).
Di antara faktor risiko konvensional, ada empat faktor risiko biologis yang
tak dapat diubah, yaitu: usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Hubungan
antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lebih
panjangnya lama paparan terhadap faktor-faktor aterogenik (Valenti, 2007).
Wanita relatif lebih sulit mengidap penyakit jantung koroner sampai masa
menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal ini diduga
oleh karena adanya efek perlindungan estrogen (Verheugt, 2008).
Faktor-faktor risiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat
memperlambat proses aterogenik. Faktor-faktor tersebut adalah peningkatan kadar
lipid serum, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa dan diet tinggi
lemak jenuh, kolesterol, dan kalori .
Universitas Sumatera Utara
SKA umumnya terjadi pada pasien dengan usia diatas 40 tahun. Walaupun
begitu, usia yang lebih muda dari 40 tahun dapat juga menderita penyakit tersebut.
Banyak penelitian yang telah menggunakan batasan usia 40-45 tahun untuk
mendefenisikan “pasien usia muda” dengan penyakit jantung koroner atau infark
miokard akut (IMA). IMA mempunyai insidensi yang rendah pada usia muda
(Wiliam, 2007).
2.1.3 Penyakit Yang Termasuk Dalam SKA
Yang termasuk kedalam Sindroma koroner akut adalah angina tak stabil, miokard
infark akut dengan elevasi segmen ST (STEMI), dan miokard infark akut tanpa
elevasi segmen ST (NSTEMI) (Bassand, 2007).
2.2 Angina Pektoris Tak Stabil
2.2.1 Definisi Angina Pektoris Tak Stabil
Angina pektoris adalah nyeri dada intermitten yang disebabkan oleh iskemia
miokardium yang reversibel dan sementara. Diketahui terbagi atas tiga varian
utama angina pektoris: angina pektoris tipikal (stabil), angina pektoris prinzmetal
(varian), dan angina pektoris tak stabil. Pada pembahasan ini akan lebih
difokuskan kepada angina pektoris tidak stabil (Kumar, 2007).
Angina pektoris tak stabil ditandai dengan nyeri angina yang frekuensi nya
meningkat. Serangan cenderung di picu oleh olahraga yang ringan, dan serangan
menjadi lebih intens dan berlangsung lebih lama dari angina pektoris stabil.
Angina tak stabil merupakan tanda awal iskemia miokardium yang lebih serius
dan mungkin ireversibel sehingga kadang-kadang disebut angina pra infark. Pada
sebagian besar pasien, angina ini di picu oleh perubahan akut pada plak di sertai
trombosis parsial, embolisasi distal trombus dan/ atau vasospasme. Perubahan
morfologik pada jantung adalah arterosklerosis koroner dan lesi terkaitnya
(Kumar, 2007).
2.2.2 Epidemiologi Angina Pektoris Tak Stabil
Di Amerika serikat setiap tahun, 1 juta pasien di rawat di rumah sakit karena
angina pek toris tak stabil; dimana 6 sampai 8 persen kemudian mendapat
serangan infark jantung yang tidak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah
diagnosis di tegak kan (Trisnohadi, 2006).
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Patogenesis Penyakit
1. Ruptur plak
Ruptur plak arterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pektoris tak
stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner
yang sebelunya mempunyai penyempitan yang mininal.
Dua pertiga dari pembuluh yang mengalami ruptur sebelumnya
mempunyai penyempitan 50% atau kurang, dan pada 97% pasien dengan angina
tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70%. Plak arterosklerotik terdiri
dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotic (fibrotic
cap).Plak tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya
infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan
dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-kadang
keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim
protease yang di hasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding
plak (fibrous cap).
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan
menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh
darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila
trombus tidak menyumbat 100% dan hanya menimbulkan stenosis yang berat
akan terjadi angina tak stabil (Trisnohadi, 2006).
2. Trombosis dan agregasi trombosit
Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar
terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu di
sebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos dan sel busa
(foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan
dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan
berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang
menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin (Trisnohadi, 2006).
Universitas Sumatera Utara
3. Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil.
Di perkirakan ada disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh
platelet
berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah dan
menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angina prinzmetal
juga menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme sering kali terjadi pada plak
yang tak stabil dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus (Trisnohadi,
2006).
4. Erosi pada plak tanpa ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat di sebabkan karena terjadinya proliferasi dan
migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya
perubahan bentuk dari lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat
menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemia
(Trisnohadi, 2006).
2.2.4 Diagnosis Dan Pemeriksaan Penunjang
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina
yang bertambah dari biasa. Nyeri dada pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih
lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang
minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak nafas, mual sampai muntah,
kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan fisik sering kali tidak
ada yang khas.
Pemeriksaan penunjang
•
•
Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksan laboratorium
Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah di terima
sebagai pertanda paling penting.
2.2.5 Penatalaksanaan Angina Pektoris Tak Stabil
Tindakan umum
Pasien perlu perawatan di rumah sakit sebaiknya di unit intensif koroner, pasien
perlu di istirahatkan (bed rest), di beri penenang dan oksigen; pemberian morfin
Universitas Sumatera Utara
atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan nyeri dada walaupun sudah
mendapat nitrogliserin (Trisnohadi, 2006).
Terapi medikamentosa
•
•
Obat anti iskemia
•
Nitrat, penyekat beta, antagonis kalsium.
•
Aspirin, tiklodipin, klopidogrel, inhibitor glikoprotein IIb/ IIIa
•
Obat anti agregasi trombosit
•
Obat anti trombin
•
Unfractionnated Heparin , low molecular weight heparin
Direct trombin inhibitors
Tindakan revaskularisasi pembuluh darah
Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan iskemia
berat, dan refrakter dengan terapi medikamentosa.
Pada pasien dengan penyempitan di left main atau penyempitan pada 3
pembuluh darah, bila di sertai faal ventrikel kiri yang kurang, tindakan operasi
bypass (CABG) dapat memperbaiki harapan, kualitas hidup dan mengurangi
resiko kembalinya ke rumah sakit. Pada tindakan bedah darurat mortalitas dan
morbiditas lebih buruk daripada bedah elektif.
Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan penyempitan
pada satu atau dua pembuluh darah atau bila ada kontra indikasi pembedahan, PCI
merupakan pilihan utama.
Pada angina tak stabil perlunya dilakukan tindakan invasif dini atau
konservatif tergantung dari stratifikasi risiko pasien; pada resiko tinggi, seperti
angina terus-menerus, adanya depresi segmen ST, kadar troponin meningkat, faal
ventrikel yang buruk, adanya gangguan irama jantung seperti takikardi ventrikel,
perlu tindakan invasif dini (Trisnohadi, 2006).
Universitas Sumatera Utara
2.3 Infark Miokard Dengan Elevasi ST (STEMI)
Infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis miokardium
akibat iskemia total. MI akut yang dikenal sebagai “serangan jantung”, merupakan
penyebab tunggal tersering kematian diindustri dan merupakan salah satu
diagnosis rawat inap tersering di negara maju (Kumar, 2007).
2.3.1 Epidemiologi STEMI
Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara
maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari
separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Angka kejadian
NSTEMI lebih sering di bandingkan dengan STEMI (Bassand, 2007).
2.3.2 Patofisiologi STEMI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada sebelumnya.
Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak
memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injury
vaskular,
dimana
injury
ini
di
cetuskan
oleh
faktor-faktor
seperti
merokok,hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis
mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu
trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak
koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan
inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri
dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI
memberikan respon terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP,
efinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan
memproduksi dan melepaskan tromboxan A2 (vasokontriktor lokal yang poten).
Selain aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein
IIb/IIIa.
Universitas Sumatera Utara
Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi
terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti
faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul
multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan,
menghasilkan ikatan silang platelets dan agregasi.
Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel
yang rusak. Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin
menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri
koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri
agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga
disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan
berbagai penyakit inflamasi sistemik (Alwi, 2006).
2.3.3 Diagnosis Dan Pemeriksaan
Pada anamnesis perlu ditanyakan dengan lengkap bagaimana kriteria nyeri dada
yang di alami pasien, sifat nyeri dada pada pasien STEMI merupakan nyeri dada
tipikal (angina). Faktor resiko seperti hipertensi,diabetes melitus, dislipidemia,
merokok, serta riwayat penyakit jantung koroner di keluarga (Alwi, 2006).
Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi
STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stress, emosi, atau penyakit medis lain yang
menyertai. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, tetapi
variasi sirkadian di laporkan dapat terjadi pada pagi hari dalam beberapa jam
setelah bangun tidur.
Pada pemeriksaan fisik di dapati pasien gelisah dan tidak bisa istirahat.
Seringkali ektremitas pucat di sertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada
substernal > 30 menit dan banyak keringat di curigai kuat adanya STEMI. Tanda
fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas
jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan
murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara (Alwi, 2006).
Selain itu diagnosis STEMI ditegakan melalui gambaran EKG adanya
elevasi ST kurang lebih 2mm, minimal pada dua sadapan prekordial yang
berdampingan atau kurang lebih 1mm pada 2 sadapan ektremitas. Pemeriksaan
Universitas Sumatera Utara
enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis
(Alwi, 2006).
2.3.4 Penatalaksanaan STEMI
Tatalaksana di rumah sakit
ICCU; Aktivitas, Pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama. Diet, karena resiko
muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard, pasien harus puasa atau hanya
minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam pertama. Diet mencakup lemak < 30%
kalori total dan kandungan kolesterol <300mg/hari. Menu harus diperkaya serat,
kalium, magnesium, dan rendah natrium.
Bowels, istirahat di tempat tidur. Penggunaan narkotik sering menyebabkan efek
konstipasi sehingga di anjurkan penggunaan pencahar ringan secara rutin.
Sedasi, pasien memerlukan sedasi selama perawatan, untuk mempertahankan
periode inaktivasi dengan penenang (Alwi, 2006).
Terapi farmakologis
•
•
Fibrinolitik
•
Inhibitor ACE
•
Antitrombotik
Beta-Blocker
2.4 Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST (NSTEMI)
2.4.1 Epidemiologi NSTEMI
Gejala yang paling sering di keluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah satu
gejala yang paling sering di dapatkan pada pasien yang datang ke IGD , di
perkirakan 5,3 juta kunjungan / tahun. Kira-kira 1/3 darinya di sebabkan oleh
unstable angina / NSTEMI, dan merupakan penyebab tersering kunjungan ke
rumah sakit pada penyakit jantung. Angka kunjungan untuk pasien unstable
angina / NSTEMI semakin meningkat sementara angka STEMI menurun
(Sjaharuddin, 2006).
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Patofisiologi
NSTEMI dapat di sebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI
terjadi karena trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut
pada arteri koroner di awali dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang
tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang
rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti
lemak yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan
proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat di
jumpai sel makrofag dan limfosit T yang menunjukan adanya proses inflamasi.
Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF α, dan IL-6.
selanjutnya IL-6 kan merangsang pengeluaran hsCRP di hati (Sjaharuddin, 2006).
2.4.3 Diagnosis Dan Pemeriksaan NSTEMI
Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang kala di epigastrium dengan
ciri seperti di peras, perasaan seperti di ikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul,rasa
penuh, berat atau tertekan, menjadi persentasi gejala yang sering di temukan pada
penderita NSTEMI. Gejala tidak khas seperti dispnea, mual, diaforesis, sinkop
atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga terjadi dalam
kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.
Gambaran EKG, secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal
penting yang menentukan resiko pada pasien.
Troponin T atau Troponin I merupakan pertanda nekrosis miokard yang lebih di
sukai, karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan
CK-MB. Pada pasien dengan infark miokard akut, peningkatan awal troponin
pada daerah perifer setelah 3-4 jamdan dapat menetap sampai 2 minggu
(Sjaharuddin, 2006).
2.4.4 Penatalaksanaan NSTEMI
Pasien NSTEMI harus istirahat ditempat tidur dengan pemantauan EKG untuk
deviasi segmen ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi harus
dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu:
•
Terapi antiiskemia
Universitas Sumatera Utara
•
•
•
Terapi anti platelet/antikoagulan
Terapi invasif (kateterisasi dini/ revaskularisasi)
Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS.
2.5. Komplikasi Sindroma Koroner Akut
1. Syok Kardiogenik
2. Aritmia Malignant
3. Gagal Jantung
4. Mechanical ruptur, MR akut, VSD
5. Gangguan Hantaran
2.6. Jenis-Jenis Obat Sindroma Koroner Akut
2.6.1 Antiiskemik
NITRAT; Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pmbuluh vena dan arteriol
perifer, dengan efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat
mengurangi wall stress dan kebutruhan oksigen. Nitrat juga menambah oksigen
suplai dengan vasodilatasi pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah
kolateral (Tjay, 2005).
Nitrogliserin; gliseriltrinitrat, trinitrit,nitrostat, nitrodermTTS (plester).
Trinitrat dari gliserol ini (1952),sebagaimana juga nitrat lainya berkhasiat
relaksasi otot pembuluh, bronchia, saluran empedu, lambung-usus, dan kemih.
Berkhasiat vasodilatasi berdasarkan terbentuknya nitrogenoksida (NO) dari nitrat
di sel-sel pembuluh. NO ini bekerja merelaksasi sel-sel ototnya, sehingga
pembuluh, terutama vena mendilatasi dengan langsung. Akibatnya, Tekanan darah
turun dengan pesat dan aliran darah vena yang kembali ke jantung (preload)
berkurang. Penggunaan oksigen jantung menurun dan bebanya dikurangi. Arteri
koroner juga di perlebar, tetapi tanpa efek langsung terhadap miokard.
Nitrat organik diabsorbsi dengan baik lewat kulit, mukosa sublingual, dan
oral. Penggunaanya per oral untuk menangulangi serangan angina akut secara
efektif, begitu pula sebagai profilaksis jangka pendek, misalnya langsung sebelum
melakukan aktivitas bertenaga atau menghadapi situasi lain yang dapat
Universitas Sumatera Utara
menginduksi serangan. Secara intravena di gunakan pada dekompensasi tertentu
stelah infark jantung, jika digoksin dan diuretika kurang memberikan hasil.
Resorpsi nya dari usus baik, tetapi mengalami FPE (first pass effect) amat
tinggi hingga hanya sedikit obat mencapai sirkulasi besar. protein plasma kurang
lebih 60%, waktu paruh 1-4 menit. Di dalam hati dan eritrosit, zat ini cepat di
rombak menjadi metabolit kurang aktif dengan hasil akhir gliserol dan co2.
Sebaliknya, absorbsi sublingual atau oromukosal cepat sekali karena menghindari
fisrt pass effect. Efek nya sesudah 2 menit dan bertahan selam 30 menit.
Absorbsinya dari kulit (transkutan) juga baik, maka di gunakan pula dalam bentuk
salep dan plester dengan pelepasan teratur (Tjay, 2005).
Toleransi untuk efek anginanya dapat terjadi pesat pada penggunaan oral,
transkutan dan intra vena secara kontiniu, serta pada dosis lebih tinggi. Guna
menghindarkanya, hendaknya diadakan masa bebas nitrat selama kurang lebih 10
jam/hari. Terapi sebainya jangan di hentikan secara mendadak, melainkan
berangsur-angsur guna mencegah reaksi penarikan.
Dosis pada serangan akut angina pektoris di berikan secara sublingual (di
bawah lidah) 0,4 – 1 mg sebagai tablet, spay atau kapsul (harus digigit), jika perlu
dapat di ulang sesudah 3 – 5 menit. Bila efek sudah dicapai obat harus di
keluarkan dari mulut (Tjay, 2005).
Isorbida-dinitrat: isordil, sorbidin, cedocard. Derivat-nitrat siklis ini
(1946) sama kerjanya dengan nitrogliserin, tetapi bersifat long-acting. Di dinding
pembuluh zat ini di ubah menjadi nitogenoksida (NO) yang mengaktivasi enzim
guanilsiklase
dan
menyebabkan
peningkatan
kadar
cGMP
(cyclo-
guanilmonophospate) di sel otot polos dan menimbulkan vasodilatasi. Secara
sublingual kerjanya dalam 3 menit dan bertahan sampai 2 jam, secara spray
masing-masing 1 menit dan 1 jam, sedangkan oral masing-masing 20 menit dan 4
jam.
Resorpsinya juga baik, tetapi karena first pass effect besar, bioavaibilitas
nya hanya kurang lebih 29%, protein plasma kurang lebih 30%, waktu paruh 3060 menit. Di dalam hati zat ini di rombak pesat menjadi 2 metabolit aktif :
Universitas Sumatera Utara
isorbida-5-monoinitrat dan isorbida -2-minonitrat dalam perbandingan kurang
lebih 4:1 dan waktu paruh masing-masing lebih kurang 5,2 dan 2 jam.
Dosis : pada serangan akut atau profilaksis, sublingual tablet 5mg, bila
perlu di ulang sesudah beberapa menit. Interval: 3 tablet perhari 20mg atau tablet
/kapsul retard maksimal 1-2 tablet perhari 80mg. Spay 1,25-3,75 mg (1-3
semprotan) (Tjay, 2005).
Indikasi pada penderita SKA
Pada pasien penderita Angina tak stabil dalam keadaan akut nitrogliserin atau
isorbid dinitrat di berikan secara sublingual atau melalui infus intravena; yang ada
di Indonesia terutama isorbid dinitrat, yang dapat di berikan secara intravena
dengan dosis 1-4mg per jam. Kekurangan cara ini adalah toleransi yang cepat (2448 jam setelah pemberian). Untuk itu dosis dapat di tinggikan dari waktu ke
waktu. Bila keluhan sudah terkendali dan pasien bebas angina selama 24 jam,
maka pemberian obat dapat di ganti dengan pemberian oral (Trisnohadi, 2006).
Pada penderita STEMI diruang gawat darurat dapat di berikan nitrogliserin
dengan dosis 0,4mg dan dapat di berikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit
(Alwi, 2006).
Pada pasien NSTEMI Nitrat pertama kali harus diberikan sublingual atau
spray bukal jika pasien mengalami nyeri dada iskemia. Jika nyeri menetap setelah
di berikan nitrat sublingual 3 kali dengan interval 5 menit, direkomendasikan
pemberian nitrogliserin intravena (mulai 5-10 Ug/menit). Laju infus dapat di
tingkatkan 10 Ug/menit tiap 3-5 menit sampai keluhan menghilang atau tekanan
darah sistolik <100 mmHg. Setelah nyeri dada hilang dapat di gantikan dengan
nitrat oral atau dapat menggantikan nitrogliserin intravena jika pasien sudah bebas
nyeri selama 12-24 jam (Sjaharuddin, 2006).
BETA-BLOCKER; Zat-zat ini yang juga di sebut penghambat
adrenoseptor beta (Tjay, 2005). Beta blockers menurunkan kebutuhan oksigen
otot jantung dengan cara menurunkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah dan
kontraktilitas. Suplai oksigen meningkat karena penurunan frekuensi denyut
jantung sehingga perfusi koroner membaik saat diastol. Semua β-bloker harus
Universitas Sumatera Utara
dihindari oleh penderita sama karena dapat memprovokasi bronchospasm (kejang
cabang tenggorok) (Suryatna, 2007).
Sifat farmakologi
Beta-blockers dibedakan atas beberapa karakteristik seperti jenis subtipe
reseptor yang di hambat, kelarutan dalam lemak, metabolisme, farmakodinamik
dan adanya aktivitas simpatomimetik intrinsik.
Walaupun suatu β-bloker diklasifikasikan sebagai kardioselektif, kardio
selektivitas ini relatif dan menghilang jika dosis ditinggikan. Sifat larut lemak
menetukan tempat metabolisme (hati) dan waktu paruh (memendek).Penghentian
terapi angina dengan β-bloker (terutama waktu paruh pendek) harus dilakukan
secar bertahap untuk mencegah kambuhnya serangan angina.
Β-bloker yang mempunyai aktivitas simpatomimetik intrinsik yang kurang
menimbulkan brakikardia atau penekanan kontraksi jantung, tetapi mungkin
sedikit kurang efektif dibandingkan β-bloker tanpa aktivitas simpatomimetik
dalam mencegah serangan angina (Suryatna, 2007).
Penggunaan klinis
β-bloker digunakan dalam pengobatan serangan angina, angina tidak stabil
dan infark jantung. Penggunaan β-bloker jangka panjang (tanpa aktivitas
simpatomimetik intrinsik) dapat menurunkan mortalitas setelah infark jantung
(Suryatna, 2007).
Pada semua pasien angina tidak stabil harus di b eri β-bloker kecuali ada
kontra indikasi. Berbagai macam β-bloker seperti propanolol,metroprolol,atenolol,
telah di teliti pada pasien dengan angina tak stabil, yang menunjukan efektivitas
yang sama (Trisnohadi, 2006).
Pada penderita STEMI ketika berada di ruang emergensi, jika morfin tidak
berhasil mengurangi nyeri dada pemberian β-bloker secara intravena mungkin
efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5mg setiap 2-5 menit
sampai total 3 dosis, dengan syarat, frekuensi jantung >60 menit, tekanan darh
sistolik >100mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10cm dari
diagfragma. 15menit setelah dosis intravena terakhir di lanjutkan dengan
Universitas Sumatera Utara
metoprolol oral dengan dosis 50mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan
100mg tiap 12 jam (Alwi, 2006).
Pada penderita NSTEMI β-bloker di berikan dengan target frekuensi
jantung 50-60 kali/menit. Di berikan metoprolol sampai 3 dosis masing-masing
5mg intravena dalam 15 menit pertama, dilanjutkan 200mg per oral (Tjay, 2005).
Antagonis Kalsium; Banyak digunakan dalam terapi angina dan memiliki
lebih sedikit efek samping serius di bandingkan dengan β-bloker. Zat-zat ini
memblokir calcium-channels di otot polos arterial dan menimbulkan relaksasi dan
vasodilatasi perifer. Tekanan darah arteri dan frekuensi jantung menurun, begitu
pula dengan pengunaan oksigen pada saat mengeluarkan tenaga. Selain itu,
pemasukan darah di perbesar karena vasodilatasi miokard (Tjay, 2005).
Senyawa
antagonis
kalsium
terbagi
atas
dua
kelompok
besar:
dihidropiridin (nifedipin) dan nondihidropiridin (veramil,diltiazem). Derivat
dihidropiridin mempunyai efek yang lebih kuat terhadap otot polos daripada otot
jantung atau sistem konduksi (Suryatna, 2007).
Farmakokinetik
Absorbsi per oral hampir sempurna, tetapi bioavaibilitasnya berkurang
karena metabolisme lintas pertama di dalam hati. Efek obat tampak setelah 30-60
menit pemberian, kecuali pada derivat yang mempunyai waktu paruh panjang
seperti amlodipin, isredipin, dan felodipin. Pemberian ulang meningkatkan
bioavaibilitas obat karena enzim metabolisme di hati menjadi jenuh. Pemberian
nifedipin kerja singkat karena mula kerja yang cepat dapat menyebabkan
terjadinya penurunan tekanan darah yang berlebihan. Obat-obat ini sebagian besar
terikat pada protein plasma (70%-98%) (Tjay, 2005).
Indikasi pemberian pada pasien SKA
Pada angina tak stabil antagonis kalsium dapat di gunakan sebagai
tambahan, karena efek relaksasi terhadap vasospasme pembuluh darah pada
angina tak stabil (Tjay, 2005).
Pada penderita NSTEMI antagonis kalsium dapat menghilangkan keluhan
pada pasien yang sudah mendapat nitrat dan β-bloker; juga berguna pada pasien
dengan kontra indikasi β-bloker (Alwi, 2008).
Universitas Sumatera Utara
2.6.2 Antikoagulan
HEPARIN;
Farmakodinamik
Efek antikoagulansia heparin timbul karena ikatanya dengan AT-III. ATIII berfungsi menghambat protease faktor pembekuan termasuk faktor IIa
(trombin), Xa dan IXa, dengan cara membentuk kompleks yang stabil dengan
protease faktor pembekuan. Heparin yang terikat dengan AT-III mempercepat
pembentukan kompleks tersebut sampai 1000 kali. Bila kompleks AT-III protease
sudah terbentuk heparin di lepaskan untuk selanjutnya membentuk ikatan baru
dengan antitrombin (Dewoto, 2007).
Hanya sekitar 1/3 molekul heparin yang dapat terikat kuat dengan AT-III.
Heparin berat molekul tinggi (5.000-30.000) memiliki afinitas kuat dengan
antitrombin dan menghambat dengan nyata pembekuan darah. Heparin molekul
rendah efek koagulanya terutama melalui penghambatan faktor Xa oleh
antitrombin, karena umumnya
molekulnya
tidak cukup panjang untuk
mengkatalisis penghambatan trombin.
Terhadap lemak darah, heparin bersifat lipotropik yaitu memperlancar
transfer lemak darah ke dalam depot lemak. Aksi penjernihan ini terjadi karena
heparin membebaskan enzim-enzim yang menghidrolisis lemak, salah satu
diantaranya ialah lipase lipoprotein ke dalam sirkulasi serta menstabilkan
aktivitasnya. Efek lipotropik ini dapat dihambat oleh protamin (Dewoto, 2007).
Farmakokinetik
Heparin tidak diabsorbsi secara oral, karena itu diberikan secara subkutan
atau intravena. Pemberian secara subkutan bioavailabilitasnya bervariasi, mula
kerjanya lambat 1-2 jam tetapi masa kerjanya lebih lama. Heparin cepat di
metabolisme terutama di hati. Waktu paruhnya tergantung dosis yang digunakan,
suntikan intravena 100, 400, dan 800 unit/kgBB memperlihatkan masa paruh
masing-masing kira-kira 1, 2, dan 5 jam. Heparin berat molekul rendah
mempunyai waktu paruh yang lebih panjang daripada heparin standar. Metabolit
inaktif dieksresikan melalui urin. Heparin di eksresikan secara utuh melalui urin
Universitas Sumatera Utara
hanya bila digunakan dosis besar intravena. Heparin tidak melalui placenta dan
tidak terdapat dalam airsusu ibu (Dewoto, 2007).
Indikasi pada pasien SKA
Pada penderita angina tak stabil dan NSTEMI dapat di berikan
unfractionated heparin untuk dosis awal 60 U per kg (maksimum 4000-5000 U)
dilanjutkan dengan infus awal 12-15 U per kg per jam (maksimum 1000 U/JAM).
Target normogram terapi adalah aPTT adalah1,5 – 2,5 kali nilai aPTT normal atau
tingkat optimal 50-75 detik. Sangat dibutuhkan pencapaian target terapi ini.
pengukuran dilakukan berulang jika terdapat perubahan dosis UFH, biasanya
setelah 6 jam pemberuan UFH dengan dosis baru. Selama pemeberian UFH
sebainya dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk pengawasan terjadinya
anemia dan trombositopenia. Salah satu kontra indikasi obat ini adalah bila ada
riwayat heparin induced thrombocytopenia (Sjaharuddin, 2008).
Selain UFH, pada pasien angina tak stabil dan NSTEMI dapat di berikan
low-molecular-weight heparin (LMWH). Dosis yang biasa di berikan 0,6-1,0
U/ml dengan resiko pendarahan yang meningkat pada dosis 1,8-2 U/ml.
Pada penderita STEMI dapat di berikan UFH dengan dosis awal intravena
60 U/kg (maksimum 4000 U) di lanjutkan infus intravena 12 U/kg/jam
(maksimum 1000 U) dan mencapai target 1,5-2 nilai kontrol aPTT.
Dapat juga di berikan enoxaparin (serum kreatinin <2,5mg/dl pada lakilaki dan <2,0 mg/dl pada prempuan) pada pasien berusia <75 tahun, dosis awal
30mg intravena dilanjutkan subkutan 1mg/kg setiap 12 jam. Untuk pasien di atas
75 tahun dosis ruwatan subkutan 0,75 mg/kg setiap 12 jam. Bila CCT
<30mL/menit maka dosis ruwatan menjadi 1 mg untuk 24 jam subkutan. Dosis
ruwatan di berikan sampai 8 hari (Sjaharuddin, 2008).
Penghambat Faktor Xa;
Penghambat faktor Xa uang tersedia sekarang adalah fondaparinux. Obat
ini bekerja dengan menghambat secara selektif antithrombin-mediated faktor Xa,
menghambat pembentukan trombin tanpa menganggu molekul trombin yang
sudah ada. Diberikan secara subkutan dengan waktu paruh yang mencapai 17 jam
sehingga dapat di berikan sekali sehari. Obat ini di eksresikan lewat ginjal
Universitas Sumatera Utara
sehingga sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan CCT <30mL/menit.
Karena tidak menimbulkan trombositopenia dan sangat sedikit menimbulkan
pendarahan maka tidak perlu juga pemeriksaan hemostasis yang berulang.
Pada penderita angina tidak stabil dan NSTEMI penggunaan fondaparinux
sudah di uji melalui OASIS-5 dengan membandingkan bersama enoxaparin. Hasil
yang di dapat adalah pemberian fondaparinux 2,5mg sehari akan menurunkan
resiko pendarahan di bandingkan dengan enoxaparin. Fondaparinux diberikan
selam 5 hari atau sampai keluar dari perawatan dan tidak di gunakan sebagai
antikoagulan pada pelaksanaan PCL (Sjaharuddin, 2008).
Sedangkan pada penderita STEMI dapat di berikan fondaparinux (serum
kreatin <3mg/dl) dosis awal 2,5 mg intravena di lanjutkan dengan subkutan 2,5mg
per hari. Dosis ruwatan di berikan sampai 8 hari (Alwi, 2008).
2.6.3 Anti Antiagregasi Trombosit
ASPIRIN;
Aspirin menghambat sintesis tromboxan A2 (TXA2) di dalam trombosit
dan protasiklin (PGI2) di pembuluh darah dengan menghambat secara ireversibel
enzim siklooksigenase (akan tetapi sikoloogsigenase dapat di bentuk kembali oleh
sel endotel). Penghambatan enzim siklooksigenase terjadi karena aspirin
mengasetilasi enzim tersebut. Aspirin dosis kecil hanya dapat menekan
pembentukan tromboxan A2, sebagai akibatnya terjadi pengurangan agregasi
trombosit. Sebagai antitrombotik dosis efektif aspirin 80-320 mg per hari. Dosis
lebih tinggi selain meningkatkan toksisitas (terutama pendarahan), juga menjadi
kurang efrektif karena selain menghambat tromboxan A2 juga menghambat
pembentukan protasiklin (Dewoto, 2007).
Pada infark miokard akut aspirin bermanfaat untuk mencegah kambuhnya
miokard infark yang fatal maupun nonfatal.
Indikasi pada pasien SKA
Pada penderita angina pektoris tak stabil, banyak sekali studi yang
membuktikan bahwa aspirin dapat mengurangi kematian jantung dan mengurangi
infark fatal maupun non fatal dari 51% sampai 72% pada pasien angina tak stabil.
Oleh karena itu aspirin di anjurkan untuk di berikan seumur hidup, dengan dosis
Universitas Sumatera Utara
awal 160 mg/hari dan dosis selanjutnya 80 sampai325 mg /hari (Trisnohadi,
2006).
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pasien yang di curigai STEMI dan
efektif pada spektrum sindrome koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang di lanjutkan reduksi kadar tromboxan A2 di capai dengan absorbsi
aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin
di berikan oral dengan dosis 75-162 mg (Alwi, 2006).
Aspirin di rekomendasikan pada semua pasien NSTEMI tanpa
kontraindikasi dengan dosis awal 160-325mg (non-enteric) dan dengan dosis
pemeliharaan 75-100 mg jangka panjang (Alwi, 2006).
TIKLODIPIN;
Tiklodipin menghambat agregasi trombosit yang di induksi oleh ADP.
Inhibisi maksimal agregasi trombosit baru terlihat setelah 8-11 hari terapi, berbeda
dari aspirin, tiklodipin tidak mempengaruhi metabolisme prostaglandin. Dari uji
klinis secara acak di laporkan adanya manfaat dari tiklodipin untuk pencegahan
kejadian vaskular pada pasien TIA, stroke dan angina pektoris tidak stabil.
Resorpsinya dari usus sekitar 80%, protein plasma kurang lebih 98%,
waktu paruh nya kurang lebih 8 jam (setelah 1 dosis) dan 96jam setelah di
gunakan 14 hari.
Dosis tiklodipin umumnya 250mg 2 kali sehari. Agar mula kerja lebih
cepat ada yang mengunakan dosis muat 500 mg. Tiklodipin terutama bermanfaat
untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi aspirin. Karena tiklodipin mempunyai
kerja yang berbeda dari aspirin, maka kombinasi kedua obat di harapkan dapat
memberikan efek aditif atau sinergistik (Tjay, 2005).
KLOPIDOGREL;
Derivat-piridin ini adalah pro-drug, yang di dalam hati di ubah untuk kurang lebih
15% menjadi metabolit thiolnya yang aktif. Zat aktif ini setelah diresopsi
meningkat dengan pesat dan irreversibel dengan reseptor trombosit dan
menghambat penggumpalanya, yang di induksi oleh adenosindifosfate (ADP).
Resorpsinya minimal 50%, Protein plasmanya 98%. Eksresi melalui kemih dan
tinja (Tjay, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Indikasi pada pasien SKA
Pada pasien angina tak stabil klopidogrel dianjurkan untuk pasien yang
tidak tahan aspirin. Tapi dalam pedoman american college of cardiology (ACC)
dan america heart association (AHA) klopidogrel juga diberikan bersama aspirin
paling sedikit 1 bulan sampai 9 bulan. Dosis klopidogrel dimulai 300mg per hari
dan selanjutnya 75 mg per hari (Trisnohadi, 2006).
Klopidogrel 75mg/hari per oral harus diberikan bersama aspirin pada
pasien STEMI tanpa melihat apakah pasien tersebut menjalani reperfusi dengan
terapi fibrinolitik atau tidak. Terapi di lanjutkan sekurang-kurangnya 14 hari
(Alwi, 2008).
Pada semua pasien NSTEMI, direkomendasikan klopidogrel dosis loading
30 mg/hari, di lanjutkan klopidogrel 75 mg/hari. Klopidogrel di lanjutkan sampai
12 bulan kecuali ada resiko pendarahan hebat (Alwi, 2008).
PENGHAMBAT GLIKOPROTEIN IIb/IIIa;
Glikoprotein IIb/IIIa merupakan integrin permukaan trombosit, yang merupakan
reseptor untuk fibrinogen dan faktor von willebrand, yang menyebabkan
melekatnya trombosit pada permukaan asing dan antar trombosit, sehingga terjadi
agregasi trombosit (Tjay, 2005).
INTEGRILIN;
Merupakan suatu peptida sintetik yang mempunyai afinitas tinggi terhadap
reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Integrilin digunakan untuk pengobatan angina tidak
stabil dan untuk angioplasti koroner. Dosis diberikan secara bolus 135-180
Ug/kgBB diikuti dengan 0,5-3,0 g/kgBB/menit untuk sampai 72 jam. Efek
samping antara lain pendarahan dan trombositopenia (Tjay, 2005).
2.6.4 Trombolitik / Fibrinolitika
Berkhasiat melarutkan trombus dengan cara mengubah plasminogen menjadi
plasmin, suatu enzim yang dapat menguraikan fibrin. Fibrin ini merupakan zat
pengikat dari gumpalan darah. Terutama digunakan pada infark jantung akut
untuk melarutkan trombi yang telah menyubat arteri koroner. Bila di berikan tepat
pada waktunya, yakni dalam jam pertama setelah timbulnya gejala, obat-obat ini
Universitas Sumatera Utara
dapat membatasi luasnya infark dan kerusakan otot jantung, sehingga
memperbaiki prognosa penyakit.
Efek samping yang serius dari obat ini adalah meningkat nya
kecendrungan perdarahan, terutama perdarahan otak, khususnya pada manula.
Juga harus waspada pada pasien yang condong mengalami perdarahan.
•
Dapat digolongkan menjadi 2 kelompok trombolitika yakni:
fibrinolysin (plasmin) adalah enzim protease (fibrinolitis) yang langsung
merombak jaringan fibrin dari trombus dan protein plasma lainya, seperti
fibrinogen, faktor beku 5 dan 8. Penggunaan secara dermal untuk melarutkan
•
jaringan mati di bekas luka.
Zat-zat aktivator plasminogen: streptokinase, alteplase, urokinase, dan
reteplase. Obat-obat ini bekerja tak langsung dengan jalan menstimulir
pengubahan plasminogen menjadi plasmin (Tjay, 2005).
STREPTOKINASE;
Streptokinase adalah protein yang di buat dari filtrat kultur Streptococus βhemoliticus (1962). Berdaya fibrinolitis dengan jalan membentuk kompleks
dengan plasminogen yang mengubahnya menjadi plasmin. Digunakan pada
gangguan trombo-emboli. Keberatanya adalah resiko pendarahan akibat aktivasi
plasminogen berlebihan, sehingga tidak saja gumpalan fibrin di larutkan,
melainkan juga fibrinogen bebas. Dosis : secara intravena untuk dewasa
dianjurkan 1,5 juta IU secara infus selama 1 jam (Dewoto, 2008).
UROKINASE;
Adalah enzim yang dihasilkan dari biakan jaringan sel ginjal manusia (1962).
Waktu paruhnya 10-20menit. Digunakan pad trombus vena dan arteril, juga pada
emboli paru. Dosis: infus permula 250.000UI dalam larutan NACL /glukosa
selama 15 menit, lalu 100-250.000UI/jam selam 8-12 jam (Tjay, 2005).
Tabel 2.1 obat-obatan Sindroma Koroner Akut
Universitas Sumatera Utara
No
1.
Jenis
penyakit
Angina
tak stabil
Golongan Obat
Jenis Obat
Dosis
Sediaan
Nitrat
Isorbida
dinitrat
Metoprolol
1-4mg per jam
Injeksi
50-200 mg 2
kali sehari
Intravena
dan Oral
AntagonisKalsium
Nifedipin
Antiagregasi
Trombosit
Aspirin
10-20mg
diberikan 3kali
sehari
Dosis awal
160mg per hari
dan dosis
selanjutnya 80325 mg per hari
250mg 2 kali
sehari
dosis awal 60 U
per kg
dilanjutkan
dengan infus
awal 12-15 U
per kg per jam.
2,5mg sehari
Injeksi
dan
Tablet
Tablet
Tablet
Oral
Tablet
Oral
Injeksi
Intravena
Injeksi
Intravena
dan
Subkutan
Oral
Beta-Blocker
Tiklodipin
Antikoagulan
Heparin
(UFH)
Fondafarinux
2.
Klopidogrel
300mg per hari
Tablet
Cara
Pemberian
Intravena
Oral
dan selanjutnya
75 mg per hari.
STEMI
Nitrat
Nitroglisein
Beta-Blocker
Metoprolol
Antikoagulan
Heparin
(UFH)
Fondafarinux
Enoxaparin
0,4mg dan
dapat di berikan
sampai 3 dosis
5mg setiap 2-5
menit sampai
total 3 dosis
dengan dosis
awal intravena
60 U/kg di
lanjutkan infus
intravena 12
U/kg/jam.
dosis awal 2,5
mg intravena di
lanjutkan
dengan
subkutan 2,5mg
per hari
awal30mg
intravena
dilanjutkan
subkutan
Injeksi
dan
tablet
Injeksi
dan
Tablet
Injeksi
Intravena
dan Oral
Injeksi
Intravena
dan
Subkutan
Injeksi
Intravena
dan
Subkutan
Intravena
dan oral
Intravena
Universitas Sumatera Utara
Klopidogrel
Fibrinolitik
1mg/kg setiap
12 jam
75mg/hari
diberikan
bersama Aspirin
Aktivator
plasminogen
Tablet
Oral
Injeksi
Intravena
Injeksi
Intravena
Tablet
Oral
permulaan 10mg
dalam 1-2
menit, lalu
50mg selama
jam pertama
dam 10 mg
dalam 30 menit,
sampai
maksimal
100mg dalam 3
jam.
Streptokinase
Dosis awal
250.000UI
diikuti dengan
dosis
pemeliharaan
100.000UI/jam
3.
Antiagregasi
Trombosit
Aspirin
dosis 160-325
mg di ruang
emergensi.
Selanjutnya
aspirin di
beriakan oral
dengan dosis
75-162 mg.
NSTEMI
Nitrat
Isorbida
dinitrat
30-160 mg
sehari, dibagi
dalam 3-4 kali
pemberian.
Tablet
Oral dan
Sublingual
Nitrogliserin
5-10 Ug/menit).
Laju infus dapat
di tingkatkan 10
Ug/menit tiap 3-
Injeksi
Intavena
Universitas Sumatera Utara
5.
Metoprolol
Beta-Blocker
Injeksi
dan
Tablet
Intarvena
dan Oral
240-480mg/hari
di bagi dalam 34 dosis
pemberian
Kaplet
Oral
90mg diberikan
2kali sehari
dapat di
tingkatkan
sampai
360mg/hari
Kapsul
Oral
Dosis awal 60
U per kg.
dilanjutkan
dengan infus
awal 12-15 U
per kg per jam.
0,6-1,0 U/ml
2,5mg sehari
Injeksi
Intravena
Injeksi
Injeksi
Tablet
Intravena
Intravena
Oral
Tablet
Oral
5mg intravena
dalam 15 menit
pertama,
dilanjutkan
200mg per oral.
KalsiumAntagonis
Verapamil
Diltiazem
Antikoagulan
Antiagregasi
Trombosit
Heparin (UFH)
Enoksaparin
Fondaparinux
Aspirin
dosis awal 160325mg (nonenteric) dan
dengan dosis
pemeliharan 75100 mg
Klopidogrel
Dosis loading
30 mg/hari, di
lanjutkan
Universitas Sumatera Utara
klopidogrel 75
mg/hari
Tabel 2.2 Harga obat Sindroma Koroner Akut
SKA
Jenis obat
Isorbida dinitrat
Cara pemberian
Intravena dan oral
Biaya obat
Angina tak stabil
Metoprolol
Nifedipin
Aspirin
Tiklodipin
Heparin (UFH)
Fondafarinux
Klopidogrel
STEMI
Nitrogliserin
Metoprolol
Heparin (UFH)
Enoxaparin
Fondaparinux
Aspirin
Klopidogrel
Aktivator
plasminogen
NSTEMI
Intravena dan oral
Oral
Oral
Oral
Intravena
Intravena dan
subkutan
Oral
Intravena
Intravena dan oral
Intravena
Intravena dan
subkutan
Intravena dan
subkutan
Oral
Oral
Intravena
Streptokinase
Isorbida dinitrat
Intravena
Sublingual dan oral
Nitrogliserin
Metoprolol
Verapamil
Diltiazem
Heparin (UFH)
Intravena
Intravena dan oral
Oral
Oral
Intravena
Enoksaparin
Intravena
Intravena dan
subkutan
Oral
Oral
Fondaparinux
Aspirin
Klopidogrel
Rp. 615,00/ 1 tab 5mg
IV: Rp. 60.500/ 10 ml
Rp.23.400/ 1 tab 50mg
Rp.500/ 1 tab 10mg
Rp.264,00/ 1 tab 500mg
Rp.4.850/ 1 tab 50mg
Rp. 50.600,00/ injeksi
Rp.220.000/ prefilled
syringe 2,5ml
Rp.875,00/ 1 tab 75mg
Rp39.975/ I ampul
10mg
Rp. 23.400/ 1 tab 50mg
Rp. 50.600,00/ injeksi
Rp. 68.535/ 1 prefilled
syringe2000/0,2ml
Rp.220.000/ prefilled
syringe 2,5ml
Rp.264,00/ 1 tab 500mg
Rp.875,00/ 1 tab 75mg
Rp.9.901.430/ 1 vial
50mg
Rp.2.900.000/ 1 vial
1,5juta UI
Rp.615,00/ 1 tab 5mg
Rp39.975/ I ampul
10mg
Rp. 23.400/ 1 tab 50mg
Rp.5.050/ 1 tab 80mg
Rp. 1.210/ 1 tab 60mg
Rp. 50.600,00/ injeksi
Rp. 68.535/ 1 prefilled
syringe2000/0,2ml
Rp.220.000/ prefilled
syringe 2,5ml
Rp.264,00/ 1 tab 500mg
Rp.875,00/ 1 tab 75mg
BAB III
Universitas Sumatera Utara