[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
APA ITU ISLAMIC CORPORATE GOVERNANCE (ICG) ? Susy Andriani*1, Mohammad Djasuli2 1STIE PGRI Dewantara Jombang, 2Universitas Trunojoyo Madura E-Mail : *1susyandriani2229@gmail.com 2mdjasuli@gmail.com Abstrak Tata kelola perusahaan merupakan isu yang tidak pernah usang untuk terus dipelajari oleh para pelaku bisnis, akademisi, pembuat kebijakan dan lain sebagainya. Pemahaman tentang praktik tata kelola perusahaan terus berkembang dari waktu ke waktu. Kajian tentang corporate governance mulai disinggung pertama kali oleh Berle and Means pada tahun 1932 ketika membuat buku yang menganalisis pemisahan kepemilikan dan pengendalian. Prinsip Tata Kelola Perusahaan Konvensional sebenarnya tercakup dalam prinsip Tata Kelola Perusahaan Islam. Transparansi mengacu pada shiddiq, akuntabilitas mengacu pada shiddiq dan amanah, tanggung jawab mengacu pada amanah, tabliq, dan fathanah, keadilan mengacu pada shiddiq dan amanah. Kata kunci : Tata kelola perusahaan, Siddiq, Amanah, ICG Abstract Corporate governance is an issue that never gets old to be studied by business people, academics, policy makers and so on. The understanding of corporate governance practices continues to evolve over time. The study of corporate governance was first mentioned by Berle and Means in 1932 when they wrote a book analyzing the separation of ownership and control. Conventional Corporate Governance principles are actually included in Islamic Corporate Governance principles. Transparency refers to shiddiq, accountability refers to shiddiq and amanah, responsibility refers to amanah, tabliq, and fathanah, justice refers to shiddiq and amanah. Keywords: Corporate governance, Siddiq, Amanah, ICG PENDAHULUAN Penelusuran secara historis yang dilakukan mengungkapkan bahwa masyarakat sejak zaman Rasulullah Saw dan para sahabatnya telah mengenal konsep-konsep pengelolaan bisnis yang sehat dan berdimensi keilahian sekaligus kemanusiaan. Hal tersebut dapat ditelusuri melalui kententuan syariah yang ada dan usaha untuk mendirikan berbagai institusi maupun lembaga yang dapat mendukung tata kelola perusahaan yang baik serta tidak melanggar ketentuan-kentuan syariah. Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, haruslah memahami dan mengetahui prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam konteks keIslaman yang dikenal dengan sebutan Islamic Corporate Governance. Islam sebagai way of life selalu menyuarakan tentang pentingnya etika bisnis, nilai-nilai integritas dan kejujuran yang tak tergoyahkan. Entitas syariah di Indonesia saat ini semakin berkembang ditandai dengan munculnya berbagai jenis lembaga keuangan syariah. Bisnis syariah yang semakin berkembang saat ini tentu saja haruslah berpegang teguh terhadap prinsip-prinsip syariah. Entitas syariah tentunya memiliki perspektif tersendiri terhadap Corporate Governance yang merupakan cerminan perspektif Islam. Tata kelola persuhaan konvensional dan syariah memiliki banyak perbedaan sudut pandang. Hal yang paling utama adalah peletakan ideologi tauhid dalam perspektif syariah terhadap ideologi rasionalisme dalam perspektif konvensional (Nugroho, 2015). Selain itu, tujuan dari sebuah usaha dalam perspektif konvensional pada umumnya adalah maksimalisasi keuntungan, sementara pada perspektif syariah lebih terfokus pada kesejahteraan ummat. Prinsip Islamic Corporate Governance mengacu pada Al-Quran dan Al-Hadits yang menjadikannya unik dan berbeda dengan konsep Good Corporate Governance dalam pandangan dunia barat. Dalam pandangan Islam, corporate governance harus mengintegrasikan apsek peraturan yang didasarkan pada syariah dan ajaran moral Islam sebagai intinya. Dalam konteks membicarakan corporate governance dalam lembaga keuangan Islam, beberapa prinsip etika Islam yang relevan diantaranya adalah : larangan riba, maysir dan gharar, melaksanakan prilaku hidup yang beretika dengan menjunjung tinggi kesopanan, keadilan, giat mencari ilmu pengetahuan, rajin, kompeten di bidangnya, menjunjung tinggi kepentingan stakeholders, persaingan yang sehat, keterbukaan, kerahasiaan, hafrga dan upah yang adil. Selain Al Qur’an dan Hadits, Ijtihad juga memiliki peranan penting yang digunakan untuk menjelaskan peraturan-peraturan yang secara implisit diutarakan didalam Al -Qur ’an maupun As-Sunnah. Prinsip Good Corporate Governance dalam Islam mengacu pada al-Quran dan al- Hadits yang menjadikannya unik dan berbeda dengan konsep Good Corporate Governance dalam pandangan dunia barat. Prinsip Good Corporate Governance secara umum adalah transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), responsibilitas (responsibility), independensi (indenpendency), kewajaran dan kesetaraan (fairness). Sedangkan prinsip Good Corporate Governance dalam Islam menurut Muqorobin meliputi tauhid, taqwa dan ridha, ekuilibrium (keseimbangan dan keadilan), dan kemaslahatan. Menurut Abu-Tapanjeh, prinsip- prinsip Corporate Governance dalam perspektif Islam diwujudkan melalui kerangka syariah dalam pelaksanaan bisnis, keadilan dan kesetaraan demi kemaslahatan serta berorientasi pada Allah SWT sebagai pemilik dan otoritas tunggal di dunia (Abu-Tapanjeh, 2009). Berangkat dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, penulis kemudian berkeinginan untuk menyusun tulisan dengan judul Konsep Islamic Corporate Governance. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan (field risearch). Penelitian lapangan adalah penelitian yang bertujuan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang, keadaan sekarang dan interaksi lingkungan sesuai unit sosial, kelompok, individu, lembaga atau masyarakat. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berisi kutipan kutipan data untuk memberi gambaran penyajian. Penelitian kualitatif adalah sebuah penelitian yang berusaha mengungkap fenomena secara holistik dengan cara mendeskripsikanya melalui bahasa non-numerik dalam kontes dan paragdima alamiah. PEMBAHASAN ISLAMIC CORPORATE GOVERNANCE “Islamic corporate governance (ICG) seeks to devise ways in which economic agent, the legal system, and corporate governance can be directed by moral and social values based on Shari’ah laws. Its supportees believe that all economic, corporate, and business activities should be based on ethareligious paradigm, with the sole aim being the welfare of individuals and society as a whole. In many ways, ICG pursues the same objectives as conventional corporate governance, but within the religious based moral codes of Islam. A model of ICG may be proposed by reconciling the objectives of Shari’ah laws with the stakeholder model of corporate governance”. Apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kurang lebih adalah “ICG berusaha untuk merancang cara di mana agen ekonomi, sistem hukum, dan tata kelola perusahaan dapat diarahkan oleh nilai-nilai moral dan sosial berdasarkan hukum syariah. Pendukungnya percaya bahwa semua kegiatan ekonomi, perusahaan, dan bisnis harus didasarkan pada paradigma ethareligius, dengan satu-satunya tujuan untuk menjadi kesejahteraan individu dan masyarakat secara keseluruhan. Dalam banyak hal, ICG mengejar tujuan yang sama seperti tata kelola perusahaan konvensional, namun dalam kode moral berbasis agama Islam. Model ICG dapat diusulkan dengan mendamaikan tujuan hukum syariah dengan model stakeholder dari corporate governance.” Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Islamic corporate governance merupakan turunan konsep dari good corporate governance dan mempunyai tujuan yang sama dengan GCG konvensional. Tetapi yang membedakan adalah bahwa Islamic corporate governance dilandasi dengan hukum-hukum Islam. Sedangkan menurut Najmudin yang dikutip oleh Endraswati (2018) corporate governance dalam Islam adalah sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan untuk memenuhi tujuan perusahaan dengan melindungi kepentingan dan hak semua stakeholder dengan menggunakan konsep dasar pengambilan keputusan berdasarkan epistemologi sosial-ilmiah Islam yang didasarkan pada ketauhidan Allah. Perbankan syariah, lembaga keuangan mikro syariah, dan lembaga keuangan syariah nonbank merupakan contoh perusahaan yang mengaplikasikan konsep corporate governance dalam Islam. Hal yang membedakan corporate governance di perbankan syariah dibandingkan dengan perbankan konvensional adalah hadirnya Dewan Pengawas Syariah dalam struktur corporate governance-nya. Menurut PBI No. 11/33/2009 tentang pelaksanaan good corporate governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, Dewan Pengawas Syariah memiliki fungsi untuk memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah. Hal ini tercantum pada pasal 1 ayat 1. Corporate governance tidak hanya berkaitan dengan struktur, tetapi juga dengan mekanisme corporate governance. Mekanisme yang membedakan antara perusahaan konvensional dan syariah adalah pada mekanisme pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dalam perusahaan syariah didasarkan pada hukum Islam yaitu Al Qur’an dan Sunah Rasullullah saw, sedangkan perusahaan dengan corporate governance konvensional lebih menekankan kesesuaian dengan undang-undang dan peraturan pemerintah. Prinsip-prinsip dalam Corporate Governance konvensional sebenarnya telah tercakup dalam prinsip-prinsip Islamic Corporate Governance. Seperti yang kita ketahui bahwa dalam Corporate Governance konvensional memiliki beberapa prinsip antara lain transparansi, responsibility, akuntabilitas, dan fairness. Transparansi merujuk pada shiddiq, akuntabilitas merujuk pada shiddiq dan amanah, responsibility merujuk pada amanah, tablig, dan fathanah, fairness merujuk pada shiddiq dan amanah. Hal yang perlu digaris bawahi adalah meskipun prinsip-prinsip Corporate Governance konvensional tercakup dalam prinsip-prinsip Islamic Corporate Governance bukan berarti keduanya adalah hal yang sama. Karena dasar hukum yang digunakan berbeda maka pelaksanaan dan aplikasinyapun akan berbeda. Berdasarkan perbandingan prinsip-prinsip tersebut, prinsip-prinsip yang digunakan dalam Islamic Corporate Governance lebih lengkap apabila dibandingkan dengan Corporate Governance konvensional. Di dalam perspektif Islamic Corporate Governance yang dimaksudkan adalah perusahaan dan manusia yang menjadi penggeraknya memililki peran yang berbeda dari konsepsi perusahaan dalam perspektif kapitalis. Perusahaan bukan saja alat untuk mengakumulasi kekayaan (a place of wealth), tapi juga menjadi tempat untuk menghambakan diri kepada Allah (a place of worship) dan tempat berjuang meninggikan kalimat tauhid (a place of warfare). Nilai-nilai spiritualitas dalam perusahaan akan menempatkan karyawan pada posisi yang tepat sebagai manusia. Demikian pula karyawan mampu memaknai kerja sebagai ibadah dan perwujudan pertanggungjawaban kepada the ultimate stakeholder (Allah). Hal ini akan berdampak pada komitmen organisasi yang tinggi. Gozhali menemukan bukti bahwa konstruk religiusitas dimensi belief, dimensi komitmen, dimensi behaviour berhubungan positif terhadap komitmen organisasi dan keterlibatan kerja. Selanjutnya juga ditemukan bukti bahwa komitmen organisasi dan terlibatan kerja berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Konstruk religiusitas yang digunakan ini lebih mengarah pada kualitas penghayatan dan sikap hidup seseorang berdasarkan nilai-nilai keagamaan yang diyakini. Jadi lebih menekankan pada substansi nilai-nilai luhur keagamaan dan cenderung memalingkan diri dari formalisme keagamaan. Islam mempunyai konsep yang jauh lebih lengkap dan lebih komprehensif serta akhlaqul karimah dan ketaqwaan pada Allah SWT yang menjadi tembok kokoh untuk tidak terperosok pada praktek ilegal dan tidak jujur dalam menerima amanah. Tata kelola perusahaan yang baik, yang dalam terminologi modern disebut sebagai Good Corporate Governance berkaitan dengan hadits Rasulullah SAW yang berbunyi: Dari Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang hamba yang apabila ia mengerjakan sesuatu, ia mengerjakannya dengan itqan.” (HR. Thabrani). 1. Prinsip-prinsip Islamic Corporate Governance Muqorobin menyatakan bahwa Good Corporate Governance dalam Islam harus mengacu pada prinsip-prinsip berikut ini : a. Tauhid Tauhid merupakan fondasi utama seluruh ajaran Islam. Tauhid menjadi dasar seluruh konsep dan seluruh aktifitas umat Islam, baik di bidang ekonomi, politik, sosial maupun budaya. Dalam Alquran disebutkan bahwa tauhid merupakan filsafat fundamental dari Ekonomi Islam, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Az-Zumar [39]: 38 yang artinya: Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah". Katakanlah: "Maka Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaKu, Apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaKu, Apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku". kepada- Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri. Hakikat tauhid juga berarti penyerahan diri yang bulat kepada kehendak Ilahi. Baik menyangkut ibadah maupun muamalah. Sehingga semua aktivitas yang dilakukan adalah dalam rangka menciptakan pola kehidupan yang sesuai kehendak Allah. Apabila seseorang ingin melakukan bisnis, terlebih dahulu ia harus mengetahui dengan baik hukum agama yang mengatur perdagangan agar ia tidak melakukan aktivitas yang haram dan merugikan masyarakat. Dalam bermuamalah yang harus diperhatikan adalah bagaimana seharusnya menciptakan suasana dan kondisi bermuamalah yang tertuntun oleh nilai-nilai ketuhanan. b. Taqwa dan ridha Prinsip atau azas taqwa dan ridha menjadi prinsip utama tegaknya sebuah institusi Islam dalam bentuk apapun azas taqwa kepada Allah dan ridha-Nya. Tata kelola bisnis dalam Islam juga harus ditegakkan di atas pondasi taqwa kepada Allah dan ridha-Nya dalam Q.S. At-Taubah [9]: 109 yang artinya: Maka Apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar taqwa kepada Allah dan keridhaan-(Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan Dia ke dalam neraka Jahannam. dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang- orang yang zalim. Dalam melakukan suatu bisnis hendaklah atas dasar suka sama suka atau sukarela. Tidaklah dibenarkan bahwa suatu perbuatan muamalah, misalnya perdagangan, dilakukan dengan pemaksaan ataupun penipuan. Jika hal ini terjadi, dapat membatalkan perbuatan tersebut. Prinsip ridha ini menunjukkan keikhlasan dan iktikad baik dari para pihak. c. Ekuilibrium (keseimbangan dan keadilan) Tawazun atau mizan (keseimbangan) dan al-‘adalah (keadilan) adalah dua buah konsep tentang ekuilibrium dalam Islam. Tawazun lebih banyak digunakan dalam menjelaskan fenomena fisik, sekalipun memiliki implikasi sosial, yang kemudian sering menjadi wilayah al-‘adalah atau keadilan sebagai manifestasi tauhid khususnya dalam konteks sosial kemasyarakatan, termasuk keadilan ekonomi dan bisnis. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Ar-Rahman [55]: 7-9 yang artinya: Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan Tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. Dalam konteks keadilan (sosial), para pihak yang melakukan perikatan dituntut untuk berlaku benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan, memenuhi perjanjian yang telah mereka buat, dan memenuhi segala kewajibannya. d. Kemaslahatan Secara umum, mashlahat diartikan sebagai kebaikan (kesejahteraan) dunia dan akhirat. Para ahli ushul fiqh mendefinisikannya sebagai segala sesuatu yang mengandung manfaat, kebaikan dan menghindarkan diri dari mudharat, kerusakan dan mufsadah. Imam al Ghazali menyimpulkan bahwa mashlahat adalah upaya untuk mewujudkan dan memelihara lima kebutuhan dasar, yakni : 1. Pemeliharaan agama (hifdzud-din, yang terkait pula dengan pemeliharaan sarana dan prasarana ibadah dan ketentuan lainnya dalam ajaran Islam. 2. Pemeliharaan jiwa (hifhzun-nafs), yang berimplikasi pada aspek kesehatan. 3. Pemeliharaan akal (hifhzul-‘aql), melalui pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan. 4. Pemeliharaan keturunan (hifhzun-nasl), melalui pemeliharaan kesehatan 5. Pemeliharaan harta benda (hifhzul-maal), termasuk dalam hal pengembangan ekonomi dan bisnis. Penyampaian wahyu Allah swt pada umatnya, para rasul telah dibekali dengan beberapa sifat wajib yaitu shiddiq, amanah, tabligh, fathanah dan ‘adalah. Sifat wajib rasul tersebut menjadi sifat kepemimpinan yang dianjurkan dalam Islam. Karena itu pula, sifat wajib rasul tersebut dijabarkan dalam aplikasi Islamic Corporate Governance yang didasarkan pada hukum Al Qur’an dan Hadist. sidiq Amanah tabligh Fatanah Kejujuran Tanggung jawab Komunikasi Kecerdasan Hormat Percaya Informasi Profesional Terbuka Prinsip Melayani Toleransi a. Shiddiq Shiddiq berarti jujur artinya apa yang disampaikan adalah keadaan yang sebenarnya. Orang dengan karakteristik seperti ini merasa bahwa Allah selalu ada untuk mengawasi perilakunya, sehingga ia menjadi takut untuk melakukan dusta. Kejujuran merupakan salah satu pilar utama dalam Islam corporate governance. Beberapa dasar hukum tentang sifat shiddiq ini adalah: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang- orang yang benar” (QS AITaubah:[9]: 119). Selain itu, dalam sebuah hadis Rasulullah Saw bersabda: “Hendaklah kalian jujur (benar) karena kejujuran mengantarkan kepada kebaikan. Dan kebaikan akan mengantarkan ke dalam surga. Seseorang yang selalu berusaha untuk jujur akan dicatat oleh Allah sebagai orang jujur. Dan jauhilah oleh kamu sekalian dusta (kidzib), karena dusta itu akan mengantarkan kepada kejahatan. Dan kejahatan akan mengantarkan ke dalam neraka. Seseorang yang selalu berdusta akan dicatat oleh Allah sebagai pendusta” (HR AI-Bukhari). Islamic Corporate governance menekankan kejujuran dalam ucapan dan tindakan yang merupakan satu kesatuan. Tidak ada lagi korupsi apabila sifat shiddiq ini dimiliki dan diaplikasikan. Perusahaan akan berkembang lebih baik karena bisnis menjadi lebih bersih, fair, tidak ada penipuan serta kedzaliman. b. Amanah Amanah berarti dapat dipercaya, tidak ingkar janji dan bertanggung jawab. Apa yang telah disepakati akan ditunaikan dengan sebaik-baiknya. Sikap ini memberikan trustworthiness (kepercayaan) dari pihak eksternal dan internal perusahaan. Kepercayaan pihak lain terhadap perusahaan memberikan implikasi seperti investasi, pembiayaan, dan image atau reputasi. Dasar hukum sifat amanah yang digunakan dalam corporate governance secara Islam adalah: “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat dan janji janjinya” (QS AI- Mu’minun [23]: 8). Amanah berarti pula menjaga komitmen. Menciptakan komitmen lebih mudah daripada memeliharanya, karena komitmen membutuhkan niat tulus dan integritas serta loyalitas. Sikap amanah akan mendatangkan rezeki karena stakeholder menjadi percaya pada perusahaan. c. Tablig Tablig berarti menyampaikan. Hal ini berarti menyampaikan kebenaran. Kalau dahulu rasul menyampaikan wahyu Allah swt, maka sekarang umat muslim wajib pula menyampaikan kebenaran. Allah swt memerintahkan menegakkan yang makruf dan mencegah yang munkar serta berlaku bijaksana pada kedua urusan tersebut. Hal ini tercantum dalam QS Ali Imran (110) dan QS An Nahl (90). Allah swt berfirman:”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS.Ali Imran: 110). Dengan sikap tablig diharapkan dapat menjadi pimpinan yang bijaksana sehingga mengerti mana yang benar dan mana yang salah sehingga dapat mengajak yang lain ke arah kebenaran. Allah swt berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar (qaulan sadidan), niscaya Allah memperbaiki bagimu amal- amalmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa mentaati Allah dan Rasul- Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapatkan kemenangan yanq besar” (QS.AI-Ahzab [33] 70- 71). d. Fathanah Fathanah berarti cerdas. Penelitian-penelitian tentang corporate governance yang dikaitkan dengan kecerdasan atau kompetensi dapat dilihat dari prestasi kerja, pengalaman, pendidikan, masa kerja, dan pelatihan yang diikuti. Perusahaan membutuhkan orang yang cerdas sebagai SDM-nya. Dengan kecerdasan yang dimiliki, maka permasalahan perusahaan akan teratasi, sehingga kinerja dan nilai perusahaan akan meningkat. Pada masa rasul, kecerdasan diperlukan untuk menyampaikan wahyu Allah swt kepada umatnya. Tidak semua umat menerima apa yang diajarkan dan disampaikan rasul. Karena itulah, diperlukan kecerdasan untuk menghadapi kaum tersebut. Hal ini tercantum dalam QS. Al An’am (83) yang artinya: “Dan itulah hujah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya”. Kecerdasan yang diberikan Allah swt kepada umatnya harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan bersama. Allah swt tidak menyukai kaum yang malas dan tidak mau berpikir dengan menggunakan akalnya. Sifat fathanah akan mendukung ketiga sifat lain dalam Islamic Corporate Governance. Karena dengan sifat fathanah, maka pemimpin akan menjadi bijaksana, terbuka wawasan berpikirnya, mampu menghadapi perubahan jaman, mampu menggunakan peluang untuk kemajuan perusahaan, mampu menghadapi tantangan, memperbaiki kelemahan dan mempertahankan kelebihan yang dimiliki perusahaan. Kecerdasan yang dimaksud meliputi kecerdasan intelektual dan spiritual. e. Adil Ajaran Islam senantiasa mendorong ummatnya untuk bersikap adil dalam setiap hal, baik dalam masalah aqidah, syariah, maupun akhlak sebagai konsekuensi atas keimanan dan untuk mencapai derajat ketakwaan. Sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam surah Al-Maidah ayat 8: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. 5:8). Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat integrasi dan interkoneksi antara prinsip-prinsip Islamic Corporate Governance dengan prinsip-prinsip Good Corporate Governance, karena prinsip-prinsip yang terdapat pada Good Corporate Governance juga terkandung di dalam nash-nash al-qur’an sebagaimana prinsip-prinsip di dalam Islamic Corporate Governance, sehingga dapat digambarkan sebagai berikut. SIMPULAN Islamic Corporate Governance adalah konsep tata kelola perusahaan yang merupakan perkembangan lanjut dari Good Corporate Governance. Hal ini dapat dibuktikan dengan (transparansi), accountability (akuntabilitas), responsibility (responsibilitas), independency (independensi), dan fairness (keadilan) yang sejalan dengan nilai-nilai Islam di dalam Al-qur’an dan as-sunnah. Sedangkan penyampaian wahyu Allah swt pada umatnya, para rasul telah dibekali dengan beberapa sifat wajib yaitu shiddiq, amanah, tabligh, fathanah dan ‘adalah. Sifat wajib rasul tersebut menjadi sifat kepemimpinan yang dianjurkan dalam Islam. Karena itu pula, sifat wajib rasul tersebut dijabarkan dalam aplikasi Islamic Corporate Governance yang didasarkan pada hukum Al Qur’an dan Hadist. DAFTAR PUSTAKA http://dx.doi.org/10.30656/jak.v6i2.1411 https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33304/1/TAUFIK%20AKBAR.pdf http://e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1786/ https://e-jurnal.lppmunsera.org/index.php/Akuntansi/article/view/1411 file:///C:/Users/Windows%2010/Downloads/1595-Article%20Text-3104-2-10-20200417.pdf file:///D:/CAMPUS/Akuntan7/GCG%20(Pak%20Djasuli)/REFERENSI%20MATERI%207/materi%20tabliq%20amanah.pdf