73
JURNAL RESPIRASI
JR
Vol. 1 No. 3 September 2015
Pengaruh Jintan Hitam (Nigella Sativa) pada Konversi Sputum dan
IFN- γ Penderita Tuberkulosis Paru yang Mendapat OAT Kategori I
pada Akhir Minggu Kedua Fase Intensif
Ahmad Nurdin, Helmia Hasan
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo
abstract
Background. Primary resistance is the resistance that occurs in patients who have never received treatment OAT or had ever received
treatment OAT is less than 1 month. The incidence of primary MDR in Central Java in 2006 2.07%. Extrapulmonary TB about 15-20%
of all cases of TB, and TB lymphadenitis is the highest form (35% of all extrapulmonary TB). Patients with decreased immune systems
(SLE) can increase the incidence of TB. Research in Spain get 6x higher TB incidence in patients with SLE. Case. We present the case
of 19 year old woman SLE who received treatment for 11 months whose came with shortness of breath and chronic cough since 2 month
prior to admission. In physical examination we found right and left submandibula lymphonodi enlargement as solid, slightly mobile
nodule with diameter 3 cm. Chest X ray showed lung inflammation which suspicion of specific process and minimal left pleural effusion,
and concluded as pulmonary TB. FNAB confirmed lymphadenitis TB with granulomatous inflammation. One of AFB result is positive
and Gene Xpert is M.tb positive with rifampicin resistant that make this patient categorized as primary MDR TB with lymphadenitis
TB. This patient received Pirazinamid 1500 mg, Ethambutol 800 mg, Kanamicin 750 mg, Levofloxacin 750 mg, Ethionamide 500 mg,
Cicloserin 500 mg, and B6 100 mg. Conclusion. MDR TB in general occur in patients with a history of OAT previous TB (MDR TB
secondary). Primary MDR TB with lymphadenitis tb is a rare case, but can occur on the condition that decreases the immune system,
one of SLE. This involves multiple immune disorders caused by the use of long-term immunosuppressive therapy.
Key words: primary resistance, lymphadenitis TB, SLE
Correspondence: Ahmad Nurdin, Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/
RSUD Dr. Soetomo. Jl. Mayjen. Prof. Dr. Moestopo 6-8 Surabaya 60286. E-mail: ahmad.nurdin@gmail.com
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penting di dunia saat ini. Diperkirakan
sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh kuman
Micobakterium tuberculosis (M.tb). Pada tahun 1992,
World Health Organization (WHO) telah mencanangkan
TB sebagai Global Emergency. Dari hasil data WHO tahun
2012, Indonesia menempati peringkat keempat negara di
dunia dengan jumlah 0,4-0,5 juta penderita tuberkulosis
setelah India (2-2,5 juta penderita), Cina (0,9-1,1 juta
penderita) dan Afrika Selatan (0,4-0,6 juta penderita).1,2
TB Paru BTA positif adalah bentuk TB yang infeksius
dan penyebab utama penyebaran penyakit. Penderita yang
tidak diobati akan menularkan kepada 10-15 orang lain tiap
tahun. Penularan ini tergantung dari bacillary load, adanya
kontak dengan pasien dan lamanya waktu pengobatan
OAT.3 Beberapa peneliti mendapatkan penurunan jumlah
kuman BTA yang cepat setelah mendapat terapi OAT
selama lebih kurang 2 minggu.4 Mitchison dkk melaporkan
bahwa 80-85% penderita TB paru menjadi tidak infeksius
setelah sekitar 2 minggu pengobatan OAT, sedangkan Wang
dkk memperkirakan lebih dari 50% penderita tuberkulosis
masih infeksius setelah 2 minggu pengobatan.5,6 Hutapea
T dikutip dari Chrisdiono di BP4 tahun 1998 melaporkan
tingkat konversi sputum dengan kombinasi 4 macam
obat setelah pengobatan 2 bulan sebesar 68%, sedangkan
penelitian Indah Nur di Poli Paru RSUD dr Soetomo tahun
2000 sebesar 64%.7
Micobacterium tuberculosis merupakan bakteri
fakultatif intraseluler. Dalam menghadapi mikroorganisme
intraseluler, respons imun yang terjadi adalah respons
74
imun seluler. Sel T helper-1 (Th1) sangat berperan pada
sistem pertahanan tubuh terutama dalam menghadapi
infeksi bakteri intraselular. Salah satu ciri mikroorganisme
intraseluler adalah kemampuannya untuk dapat hidup bahkan
berkembangbiak dalam fagosit.8 Pada sistem imun seluler,
sel T yang terstimulasi oleh antigen akan mengaktivasi
makrofag untuk menghancurkan mikroorganisme yang
difagosit.8 Makrofag melaksanakan sebagian besar fungsi
efektornya hanya setelah sel itu diaktivasi oleh macrophage
activating factors (MAF). Aktivasi tersebut dapat
mengkonversi oksigen molekul menjadi reactive oxygen
intermediate (ROI) dan memproduksi Nitric Oxide (NO)
yang berperan penting sebagai mediator sitotoksik terhadap
sel tumor dan mikroorganisme intraseluler. 8,9,10
Micobacterium tuberculosis dapat menginduksi produksi
ROS (Reactive Oxygen Species). Hal ini akan memberikan
kontribusi terhadap kondisi immunosupresi, terutama
pada mereka dengan gangguan kapasitas antioksidan.
Selain itu kondisi malnutrisi yang umumnya terdapat pada
pasien dengan TB dapat menambah gangguan kapasitas
antioksidan. Pasien TB tidak dapat menghasilkan jumlah
antioksidan yang cukup untuk mengatasi stres oksidatif
yang meningkat di dalamnya. Oleh karena itu, dianjurkan
pemberian suplemen antioksidan untuk melindungi mereka
dari serangan radikal bebas.9,10
Penggunaan imunomodulator menarik perhatian untuk
menbantu mengatasi TB, terutama karena peningkatan
persentase penderita yang resisten terhadap OAT.
Imunomodulator diharapkan dapat digunakan untuk
memperbaiki atau membangun kembali sistem imun yang
kurang sempurna atau mengalami disfungsi. 11 Nigella
sativa atau yang dikenal sebagai jintan hitam telah lama
digunakan untuk meningkatkan kesehatan dan melawan
penyakit. Kandungan kimia Nigella sativa terdiri atas
bermacam zat tapi yang telah diketahui memiliki peran
secara farmakologis adalah thymoquinone dan asam
linoleat.12 El-Kadi dan Kandil membuktikan bahwa
Nigella sativa dapat meningkatkan populasi sel T helper
(Th) serta rasio sel Thelper terhadap sel T suppressor
(Ts) yang rendah.13 Nigella sativa juga dilaporkan dapat
meningkatkan produksi IL-3 dan IL-1ß.15 Penelitian yang
dilakukan oleh Randhawa secara in vitro melaporkan bahwa
thymoquinone memiliki aktifitas yang layak sebagai anti
tuberkulosis dengan MIC 20 mikrogram/ml. 16 Berbagai
penelitian yang telah membuktikan efek Nigella sativa
dalam menstimulasi sitokin MAF mengindikasikan potensi
Nigella sativa dalam meningkatkan fungsi makrofag yang
berperan dalam sistem imun seluler. 17
Berdasarkan data-data tersebut, maka pada penelitian
ini akan dilakukan pemberian jintan hitam (Nigella
sativa) sebagai suplemen pada penderita TB Paru
guna mengoptimalkan hasil pengobatan. Penambahan
jintan hitam sebagai antioksidan, antimikroba dan
imunomodulator alami pada penderita TB Paru BTA
positif diharapkan dapat membantu terjadinya konversi
Jurnal Respirasi (JR), Vol. 1. No. 3 September 2015: 73-80
sputum dan meningkatkan kadar IFN-γ sehingga dapat
mempercepat respons kesembuhan dan mengurangi risiko
penularan terhadap orang lain.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental
dengan desain penelitian Randomized Controlled Trial Pre
Test-Post Test Control Group Design yang teknik dalam
pengambilan sampel yaitu dengan cara random sampling,
yakni pemilihan secara acak dari sampel yang telah ada,
jenisnya adalah secara acak sederhana (simple random
sampling). Sampel penelitiannya adalah pasien TB Paru
BTA positif kasus baru di ruang rawat jalan maupun rawat
inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang memenuhi kriteria
inklusi. Kriteria inklusi adalah pasien TB Paru BTA positif
kasus baru, bersedia menjadi subyek penelitian dengan
menandatangani surat persetujuan, berjenis kelamin lakilaki dan perempuan, usia diatas 15 tahun, sedangkan kriteria
eksklusi adalah penderita dengan HIV/AIDS, IMT sangat
kurus (<17 kg/m2), penderita dengan DM, penderita hamil
dan kondisi imunosupresi (penyakit autoimun, keganasan,
terapi steroid dosis tinggi).
Instrumen yang digunakan adalah Penelitian ini
menggunakan spuit 10 cc, elastic band, tabung vaculab,
pot sputum, ELISA kit IFN-γ, Jintan hitam kapsul minyak
dosis 2 500 mg/hari, lembar pengumpul data, alat timbang
berat badan dan tinggi badan. Sistem kerja penelitian
yang pertama adalah; masukkan jarum ke dalam vena,
sambungkan jarum dengan tube dan diisi dengan darah
sanple, lepaskan elastic band dari lengan, letakkan kapas
pada bekas suntikan, kedua; pemeriksaan kadar IFN-γ.
Kadar IFN-γ diukur dengan menggunakan ELISA (Enzymlinked immunosorbent assay) yang dinyatakan dalam satuan
pg/ml dan yang ketiga adalah; pemeriksaan hapusan sputum
BTA dilakukan pada awal penegakan diagnosis dan minggu
kedua fase intensif.
Pasien diminta membatukkan sputum secara spontan
ke dalam 3 pot sputum. Bila penderita tidak mampu
membatukkan akan dilakukan induksi sputum. Sputum
yang diambil untuk pemeriksaan adalah sewaktu, pagi
hari dan sewaktu. Sputum dari batuk spontan diberi label
nama, umur, nomer register, tanggal pengambilan spesimen
lalu dikirim ke Bagian Mikrobiologi untuk dilakukan
pemeriksaan pengecatan sputum dengan metode Ziehl
Nielsen. Hasil pengecatan Ziehl Nielsen dibaca dengan
skala IUALTD.
Analisis data menggunakan SPSS 15.0 untuk
membuktikan pengaruh pemberian jintan hitam (Nigella
sativa) terhadap konversi sputum BTA dan peningkatan
kadar IFN-γ jika ditambahkan pada terapi OAT standar.
Analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis dilakukan
uji t-berpasangan (paired T-test).
Nurdin dan Hasan: Pengaruh Jintan Hitam pada Konversi Sputum dan IFN-γ Penderita Tuberkulosis Paru
HASIL
Subyek pada penelitian ini adalah pasien TB Paru BTA
positif yang diterapi OAT kategori 1 dan suplemen Jintan
Hitam (Nigella sativa) sebagai kelompok perlakuan dan
pasien TB Paru BTA positif yang diterapi OAT kategori 1
saja tanpa suplemen Jintan Hitam (Nigella sativa) sebagai
kelompok kontrol, dengan jumlah sampel masing-masing
sebanyak 28 pasien. Berikut adalah karakteristik pasien TB
Paru BTA positif subyek penelitian pada kelompok perlakuan
dan kelompok control dapat dilihat pada tabel 1.
Pada kelompok kontrol terdapat 19 (67,9%) pasien
laki-laki dan 9 (32,1%) pasien perempuan. Pada kelompok
perlakuan Jintan Hitam terdapat 17 (60,7%) pasien laki-laki
dan 11 (39,3%) pasien perempuan. Hasil chi-square test
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna
proporsi jenis kelamin antara kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan Jintan Hitam dengan nilai p sebesar
0,781 > 0,05. Rerata usia pada kelompok kontrol adalah
37,9 tahun, dengan umur termuda 19 tahun dan umur
tertua 57 tahun, kelompok usia terbanyak adalah 21-30
tahun yaitu 9 (32,1%) pasien. Rerata usia pada kelompok
perlakuan Jintan Hitam adalah 33,4 tahun, dengan umur
termuda 18 tahun dan umur tertua 57 tahun, kelompok usia
terbanyak adalah 21-30 tahun yaitu 10 (35,7%) pasien.
Hasil independent t test menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang bermakna antara usia kelompok kontrol
dan usia kelompok perlakuan Jintan Hitam dengan nilai p
sebesar 0,144 > 0,05. Rerata IMT pada kelompok kontrol
adalah 18,7, dengan nilai IMT terendah 17,1 dan nilai
IMT tertinggi 21,3, terdapat 14 (50%) pasien termasuk
BB kurang dan 14 (50%) pasien termasuk BB normal.
Rerata IMT pada kelompok perlakuan Jintan Hitam
Tabel 1.
Karakteristik Pasien TB Paru BTA Positif Subjek
Penelitian
Karakteristik
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Usia (mean ± SD)
16-20 tahun
21-30 tahun
31-40 tahun
41-50 tahun
51-60 tahun
IMT (mean ± SD)
BB kurang
BB normal
Kelebihan BB
Kelompok
Perlakuan
Kontrol
Jintan Hitam
19 (67,9%)
9 (32,1%)
37,9 ± 11,8
1 (3,6%)
9 (32,1%)
6 (21,4%)
6 (21,4%)
6 (21,4%)
18,7 ± 1,2
14 (50,0%)
14 (50,0%)
0 (0,0%)
adalah 18,6, dengan nilai IMT terendah 17,1 dan nilai
IMT tertinggi 21,2, terdapat 15 (53,6%) pasien termasuk
BB kurang dan 13 (46,4%) pasien termasuk BB normal.
Hasil independent t test menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang bermakna antara IMT kelompok kontrol
dan IMT kelompok perlakuan Jintan Hitam dengan nilai p
sebesar 0,643 > 0,05.
Berdasarkan hasil uji normalitas data variabel penelitian
dengan kolmogorov smirnov test (lihat tabel 2) didapatkan
semua data variabel penelitian berdistribusi normal dengan
nilai p > 0,05. Berdasarkan perbandingan kadar IFN-γ
antara sebelum terapi dan setelah terapi pada kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan Jintan Hitam (lihat
tabel 3) disimpulkan bahwa pada kelompok kontrol
rerata kadar IFN-γ sebelum terapi adalah 54,7 pg/mL,
dengan nilai terendah 34,3 pg/mL dan nilai tertinggi 87,1
pg/mL. Sedangkan rerata kadar IFN-γ setelah terapi adalah
57,3 pg/mL, dengan nilai terendah 34 pg/mL dan nilai
tertinggi 87,9 pg/mL. Hasil paired t test pada kelompok
kontrol menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna
antara kadar IFN-γ sebelum terapi dan setelah terapi dengan
nilai p sebesar 0,015 < 0,05. Disimpulkan pasien TB Paru
BTA positif yang diterapi OAT kategori 1 tanpa pemberian
suplemen Jintan Hitam (Nigella sativa), setelah dilakukan
terapi mempunyai kadar IFN-γ yang lebih tinggi.
Pada kelompok perlakuan Jintan Hitam rerata kadar
IFN-γ sebelum terapi adalah 56,7 pg/mL, dengan nilai
terendah 23,8 pg/mL dan nilai tertinggi 92,6 pg/mL.
Sedangkan rerata kadar IFN-γ setelah terapi adalah
65,7 pg/mL, dengan nilai terendah 37,5 pg/mL dan nilai
tertinggi 99,9 pg/mL. Hasil paired t test pada kelompok
perlakuan menunjukkan bahwa ada perbedaan yang
bermakna antara kadar IFN-γ sebelum terapi dan setelah
terapi dengan nilai p sebesar 0,000 < 0,05. Disimpulkan
pasien TB Paru BTA positif yang diterapi OAT kategori 1
dengan pemberian suplemen Jintan Hitam (Nigella sativa),
setelah dilakukan terapi mempunyai kadar IFN-γ yang
lebih tinggi.
Nilai p
Tabel 2. Kolmogorov Smirnov Test
17 (60,7%)
0,781
11 (39,3%)
33,4 ± 10,6
2 (7,1%)
0,144
10 (35,7%)
9 (32,1%)
4 (14,3%)
3 (10,7%)
18,6 ± 1,1
15 (53,6%)
13 (46,4%)
0 (0,0%)
75
Variabel
Usia (tahun)
IMT
Kadar IFN-γ Sebelum Terapi
(pg/mL)
Kadar IFN-γ Setelah Terapi
0,643
(pg/mL)
Perubahan Kadar IFN-γ (pg/
mL)
Kontrol
Nilai p
Perlakuan Jintan
Hitam
0,877
0,618
0,289
0,814
0,941
0,530
0,507
0,888
0,374
0,126
Jurnal Respirasi (JR), Vol. 1. No. 3 September 2015: 73-80
76
Tabel 3. Perbandingan kadar IFN-γ antara sebelum terapi dan setelah terapi
Kelompok
Kadar IFN-γ (pg/mL)
Kontrol
mean ± SD
54,7 ± 15,2
57,3 ± 15,9
Sebelum Terapi
Setelah Terapi
Perlakuan Jintan Hitam
mean ± SD
Nilai p
56,7 ± 18,3
0,000
65,7 ± 17,4
Nilai p
0,015
Tabel 4. Perbandingan sputum BTA sebelum dan setelah terapi pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan Jintan Hitam
Kelompok
Sputum BTA
Positif
28 (100,0%)
9 (32,1%)
Sebelum Terapi
Setelah Terapi
Kontrol
Negatif
0 (0,0%)
19 (67,9%)
Nilai p
0,000
Perlakuan Jintan Hitam
Positif
Negatif
Nilai p
28 (100,0%)
0 (0,0%)
0,000
3 (10,7%)
25 (89,3%)
Tabel 5. Perbandingan perubahan kadar IFN-γ antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan Jintan Hitam
Perubahan Kadar IFN-γ (pg/mL)
Kelompok
mean ± SD
2,5 ± 5,1
9,0 ± 7,5
Kontrol
Perlakuan Jintan Hitam
Nilai p
0,000
Tabel 6. Perbandingan perubahan sputum BTA antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan Jintan Hitam
Sputum BTA
Kontrol
Perlakuan Jintan Hitam
Tidak Terjadi Konversi Sputum
9 (32,1%)
3 (10,7%)
Perubahan Sputum BTA
Terjadi Konversi Sputum
19 (67,9%)
25 (89,3%)
Nilai p
0,101
Tabel 7. Hubungan perubahan kadar IFN-γ dengan jenis kelamin, usia dan IMT
Perubahan Kadar IFN-γ
Chi-Square Test
Pearson Correlation
Jenis Kelamin
Usia
IMT
Berdasarkan perbandingan sputum BTA sebelum
dan setelah terapi pada kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan Jintan Hitam (lihat tabel 4) didapatkan bahwa
pada kelompok kontrol, sebelum dilakukan terapi semuanya
yaitu 28 (100%) pasien memiliki sputum BTA positif.
Setelah dilakukan terapi terdapat 9 (32,1%) pasien yang
memiliki suptum BTA positif, sedangkan 19 (67,9%)
memiliki suptum BTA negatif. Hasil mcnemar test pada
kelompok kontrol menunjukkan bahwa ada perbedaan yang
bermakna antara sputum BTA sebelum terapi dan setelah
terapi dengan nilai p sebesar 0,000 < 0,05. Disimpulkan
pasien TB Paru BTA positif yang diterapi OAT kategori 1
tanpa pemberian suplemen Jintan Hitam (Nigella sativa),
setelah dilakukan terapi lebih banyak yang lebih banyak
terjadi konversi sputum.
Pada kelompok perlakuan Jintan Hitam, sebelum
dilakukan terapi semuanya yaitu 28 (100%) pasien memiliki
Kontrol
1,000
0,004
0,881
Nilai p
Perlakuan Jintan Hitam
1,000
0,463
0,745
sputum BTA positif. Setelah dilakukan terapi terdapat
3 (10,7%) pasien yang memiliki suptum BTA positif,
sedangkan 25 (89,3%) memiliki suptum BTA negatif.
Hasil mcnemar test pada kelompok perlakuan menunjukkan
bahwa ada perbedaan yang bermakna antara sputum BTA
sebelum terapi dan sesudah terapi dengan nilai p sebesar
0,000 < 0,05. Disimpulkan pasien TB Paru BTA positif
yang diterapi OAT kategori 1 dengan pemberian suplemen
Jintan Hitam (Nigella sativa), setelah dilakukan terapi lebih
banyak terjadi konversi sputum.
Sedangkan berdasarkan tabel 5 bahwa rerata perubahan
kadar IFN-γ pada kelompok kontrol sebesar 2,5 pg/mL,
dengan perubahan terkecil -5,5 pg/mL dan perubahan
terbesar 18,1 pg/mL dan rerata perubahan kadar IFN-γ pada
kelompok perlakuan Jintan Hitam sebesar 9 pg/mL, dengan
perubahan terkecil 1,6 pg/mL dan perubahan terbesar 36,7
pg/mL. Hasil independent t test menunjukkan bahwa ada
Nurdin dan Hasan: Pengaruh Jintan Hitam pada Konversi Sputum dan IFN-γ Penderita Tuberkulosis Paru
perbedaan yang bermakna antara perubahan kadar IFN-γ
kelompok kontrol dan perubahan kadar IFN-γ kelompok
perlakuan Jintan Hitam dengan nilai p sebesar 0,000 < 0,05.
Disimpulkan pasien TB Paru BTA positif yang diterapi
OAT kategori 1 dengan pemberian suplemen Jintan Hitam
(Nigella sativa) mempunyai perubahan kadar IFN- γ yang
lebih tinggi daripada pasien TB Paru BTA positif yang
diterapi OAT kategori 1 tanpa pemberian suplemen Jintan
Hitam (Nigella sativa).
Berdasarkan perbandingan perubahan sputum BTA
antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan Jintan
Hitam (lihat tabel 6) disimpulkan bahwa pada kelompok
kontrol terdapat 19 (67,9%) pasien yang mengalami
konversi sputum BTA dari positif menjadi negatif.
Sedangkan pada kelompok perlakuan Jintan Hitam terdapat
25 (89,3%) pasien yang mengalami konversi sputum
BTA dari positif menjadi negatif. Hasil chi-square test
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna
antara perubahan sputum BTA kelompok kontrol dan
perubahan sputum BTA kelompok perlakuan Jintan
Hitam dengan nilai p sebesar 0,101 > 0,05. Disimpulkan
pasien TB Paru BTA positif yang diterapi OAT kategori 1
dengan pemberian suplemen Jintan Hitam (Nigella sativa)
mempunyai perubahan sputum BTA yang tidak berbeda
nyata dengan pasien TB Paru BTA positif yang diterapi
OAT kategori 1 tanpa pemberian suplemen Jintan Hitam
(Nigella sativa).
Berdasarkan hasil chi-square test dan pearson
correlation antara perubahan kadar IFN-γ dengan jenis
kelamin, usia dan IMT pasien TB Paru BTA positif subyek
penelitian dapat dilihat pada tabel 7 dengan hasil chi-square
test antara perubahan kadar IFN-γ dengan jenis kelamin
pada kelompok kontrol maupun pada kelompok perlakuan
Jintan Hitam menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara perubahan kadar IFN-γ dengan jenis
kelamin dengan nilai p > 0,05. Hal ini berarti jenis kelamin
tidak mempengaruhi perubahan kadar IFN-γ pasien TB
Paru BTA positif baik pada kelompok kontrol maupun
pada kelompok perlakuan Jintan Hitam.
Sedangkan hasil pearson correlation antara perubahan
kadar IFN-γ dengan usia pada kelompok kontrol
menyimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
perubahan kadar IFN-γ dengan usia dengan nilai p < 0,05.
Hal ini berarti usia bisa mempengaruhi perubahan kadar
IFN-γ pasien TB Paru BTA positif pada kelompok kontrol,
semakin tua usia maka perubahan kadar IFN-γ semakin
kecil ditunjukkan dengan nilai koefisien sebesar -0,521.
Hasil pearson correlation antara perubahan kadar IFN-γ
dengan usia pada kelompok perlakuan menyimpulkan
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara perubahan
kadar IFN-γ dengan usia dengan nilai p > 0,05. Hal ini
berarti usia tidak mempengaruhi perubahan kadar IFN-γ
pasien TB Paru BTA positif pada kelompok perlakuan
Jintan Hitam.
Hasil pearson correlation antara perubahan kadar
IFN-γ dengan IMT pada kelompok kontrol maupun pada
kelompok perlakuan Jintan Hitam menunjukkan bahwa
77
tidak ada hubungan yang bermakna antara perubahan kadar
IFN-γ dengan IMT dengan nilai p > 0,05. Hal ini berarti
IMT tidak mempengaruhi perubahan kadar IFN-γ pasien
TB Paru BTA positif baik pada kelompok kontrol maupun
pada kelompok perlakuan Jintan Hitam.
Berdasarkan hasil chi-square test antara perubahan
sputum BTA dengan jenis kelamin, usia dan IMT pasien TB
Paru BTA positif subyek penelitian pada kelompok kontrol
maupun pada kelompok perlakuan Jintan Hitam dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara perubahan sputum BTA dengan jenis kelamin, usia
dan IMT dengan nilai p > 0,05. Hal ini berarti jenis kelamin,
usia dan IMT tidak mempengaruhi perubahan sputum BTA
pasien TB Paru BTA positif baik pada kelompok kontrol
maupun pada kelompok perlakuan Jintan Hitam
PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pemberian suplemen jintan hitam (Nigella sativa)
bersama OAT kategori 1 pada konversi sputum BTA dan
peningkatan kadar IFN-γ pada penderita tuberkulosis
paru BTA positif di Rawat Jalan dan Rawat Inap RSUD
Dr. Soetomo pada akhir minggu kedua fase intensif.
Dari analisa data statistik untuk sebaran jenis kelamin
dengan menggunakan chi-square test menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan yang bermakna proporsi jenis kelamin
antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan Jintan
Hitam dengan nilai p sebesar 0,781 > 0,05 sebaran usia
dengan menggunakan independent t test menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara usia
kelompok kontrol dan usia kelompok perlakuan Jintan
Hitam dengan nilai p sebesar 0,144 > 0,05 (tabel 1),
dengan demikian sampel kedua kelompok tersebut adalah
homogen.
Data karakteristik subyek penelitian pada tabel 1
menunjukkan jumlah penderita TB Paru BTA positif
terbanyak adalah laki-laki yaitu pada kelompok kontrol
sebanyak 19 orang (67,9%) dan kelompok perlakuan
sebanyak 17 orang (60,7%). Untuk kelompok usia
terbanyak adalah kelompok usia 21-30 tahun yaitu sebanyak
9 orang (32,1%) pada kelompok kontrol dan 10 orang
(35,7%) pada kelompok perlakuan, hal ini sesuai dengan
WHO Global Tuberculosis Report 2012 yaitu rasio laki-laki :
perempuan sebesar 1.9.1
Hal ini menunjukkan bahwa kelompok usia yang
rentan terkena TB adalah kelompok usia produktif dan
berjenis kelamin laki-laki yang sebagian besar mempunyai
kebiasaan merokok dan lebih banyak beraktifitas di luar
rumah sehingga mudah untuk tertular TB. Seorang penderita
TB dewasa diperkirakan akan kehilangan rata-rata waktu
kerjanya 3-4 bulan sehingga berakibat pada kehilangan
pendapatan rumah tangganya yaitu sekitar 20-30%. Hasil
uji normalitas data penelitian dengan kolmogorov smirnov
test didapatkan semua data variabel penelitian berdistribusi
normal (tabel 2).
78
Micobacterium tuberculosis merupakan bakteri
fakultatif intraseluler. Dalam menghadapi mikroorganisme
intraseluler, respons imun yang terjadi adalah respons
imun seluler. Sel T helper-1 (Th1) sangat berperan pada
sistem pertahanan tubuh terutama dalam menghadapi
infeksi bakteri intraselular. Salah satu sitokin yang
diproduksi sel Th1 adalah IFN-γ yang berperan penting
dalam mengeliminasi bakteri M.tb. Pada penderita TB
terjadi depresi dari Th1 yang ditandai dengan rendahnya
IFN-γ. Pada penelitian yang dilakukan oleh Widjaja dkk,
didapatkan bahwa pada penderita tuberkulosis paru terjadi
penurunan kadar IFN-γ yang secara statistik bermakna.
Beberapa studi juga memperlihatkan bahwa terjadi
penurunan kadar IFN-γ pada penderita TB aktif.35
Kandungan Thymoquinone yang terdapat pada jintan
hitam memiliki aktifitas sebagai imunomodulator yang
berfungsi untuk memperbaiki atau membangun kembali
sistem imun yang kurang sempurna atau mengalami
disfungsi.13 Pada penelitian ini didapatkan hasil rerata
rerata kadar IFN-γ pada kelompok kontrol sebelum terapi
adalah 54,7 pg/mL, dengan nilai terendah 34,3 pg/mL dan
nilai tertinggi 87,1 pg/mL. Sedangkan rerata kadar IFN-γ
setelah terapi adalah 57,3 pg/mL, dengan nilai terendah 34
pg/mL dan nilai tertinggi 87,9 pg/mL. Hasil paired t test
pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa ada perbedaan
yang bermakna antara kadar IFN- γ sebelum terapi dan
setelah terapi dengan nilai p sebesar 0,015 < 0,05. Pada
kelompok perlakuan Jintan Hitam rerata kadar IFN-γ
pre terapi adalah 56,7 pg/mL, dengan nilai terendah 23,8
pg/mL dan nilai tertinggi 92,6 pg/mL. Sedangkan rerata
kadar IFN-γ post terapi adalah 65,7 pg/mL, dengan nilai
terendah 37,5 pg/mL dan nilai tertinggi 99,9 pg/mL. Hasil
paired t test pada kelompok perlakuan menunjukkan bahwa
ada perbedaan yang bermakna antara kadar IFN-γ pre
terapi dan post terapi dengan nilai p sebesar 0,000 < 0,05.
Disimpulkan pasien TB Paru BTA positif yang diterapi
OAT kategori 1 dengan pemberian suplemen Jintan Hitam
(Nigella sativa), setelah dilakukan terapi mempunyai kadar
IFN-γ yang lebih tinggi (tabel 3).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar IFN-γ yaitu
genetik, status gizi, jenis kelamin dan usia penjamu.34 Hasil
pearson correlation antara perubahan kadar IFN-γ dengan
IMT pada kelompok kontrol maupun pada kelompok
perlakuan Jintan Hitam menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara perubahan kadar IFN-γ
dengan IMT dengan nilai p > 0,05. Pada penelitian ini IMT
tidak mempengaruhi perubahan kadar IFN-γ pasien TB Paru
BTA positif baik pada kelompok kontrol maupun pada
kelompok perlakuan Jintan Hitam.
Hasil chi-square test antara perubahan sputum BTA
dengan jenis kelamin, usia dan IMT pada kelompok
kontrol maupun pada kelompok perlakuan Jintan Hitam
menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara perubahan sputum BTA dengan jenis kelamin, usia
dan IMT dengan nilai p > 0,05. Hal ini berarti jenis kelamin,
usia dan IMT tidak mempengaruhi perubahan sputum BTA
Jurnal Respirasi (JR), Vol. 1. No. 3 September 2015: 73-80
pasien TB Paru BTA positif baik pada kelompok kontrol
maupun pada kelompok perlakuan Jintan Hitam. Hasil ini
sesuai dengan penelitian multivarian terhadap penderita
tuberkulosis paru yang dilakukan oleh Maderuelo et al.,
yang menyimpulkan bahwa kadar IFN-γ tidak mutlak
dipengaruhi oleh jenis kelamin.43
Usia turut berpengaruh terhadap respons imun. Vasto et
al., melakukan penelitian mengenai hubungan usia dengan
imunitas dan menyatakan bahwa pada usia yang lebih tua
terjadi penurunan sistem imun. Jumlah sel T relatif tetap
namun fungsinya menurun seiring bertambahnya usia.
Penurunan sel T disebabkan oleh adanya perubahan pada
lipid membran sel yang menyebabkan lambatnya proses
penghantaran sinyal pada sel T CD4.44 Pada penelitian ini
di dapatkan pada kelompok kontrol ada hubungan yang
bermakna antara perubahan kadar IFN-γ dengan usia dengan
nilai p < 0,05. Hal ini berarti usia bisa mempengaruhi
perubahan kadar IFN-γ pasien TB Paru BTA positif pada
kelompok kontrol, semakin tua usia maka perubahan kadar
IFN-γ semakin kecil ditunjukkan dengan nilai koefisien
sebesar -0,521. Sedangkan pada kelompok perlakuan
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara perubahan kadar IFN-γ dengan usia dengan nilai
p > 0,05. Hal ini berarti usia tidak mempengaruhi perubahan
kadar IFN-γ pasien TB Paru BTA positif pada kelompok
perlakuan Jintan Hitam. Hasil penelitian ini lebih sesuai
dengan kesimpulan Maderuelo et al., yang mengatakan
bahwa kadar IFN-γ tidak dipengaruhi oleh usia.43
Jintan hitam bekerja menstimulasi sel T CD4 untuk
mensekresi IFN-γ yang berguna untuk mengaktifkan
respons imun seluler. Pemberian jintan hitam terbukti
meningkatkan level IFN-γ sehingga mengurangi kerusakan
paru. Thymoquinone dilaporkan dapat meningkatkan
aktifitas sel T CD4 dan IFN-γ serta peningkatan fungsi
sel NK.13
Sputum BTA merupakan satu hal penting yang harus
dievaluasi pada penderita tuberkulosis paru BTA positif.
Pada penelitian ini didapatkan hasil hapusan sputum BTA
yang menurun secara kuantitatif dan kualitatif pada akhir
minggu kedua fase intensif. Pada kelompok kontrol, setelah
dilakukan terapi terdapat 9 (32,1%) pasien yang memiliki
suptum BTA positif ( 2 subyek dari ++ menjadi +, 6
subyek dari + tetap + dan 2 subyek ++ sebelum dan setelah
terapi), sedangkan 19 (67,9%) terjadi konversi suptum.
Hasil mcnemar test pada kelompok kontrol menunjukkan
bahwa ada perbedaan yang bermakna antara sputum BTA
sebelum terapi dan setelah terapi dengan nilai p sebesar
0,000 < 0,05. Pada kelompok perlakuan Jintan Hitam,
setelah dilakukan terapi terdapat 3 (10,7%) pasien yang
memiliki suptum BTA positif (satu subyek +++ menjadi
++, satu subyek ++ tetap + dan satu subyek + tetap +),
sedangkan 25 (89,3%) terjadi konversi suptum. Hasil
mcnemar test pada kelompok perlakuan menunjukkan
bahwa ada perbedaan yang bermakna antara sputum BTA
sebelum terapi dan sesudah terapi dengan nilai p sebesar
0,000 < 0,05. Disimpulkan pasien TB Paru BTA positif
Nurdin dan Hasan: Pengaruh Jintan Hitam pada Konversi Sputum dan IFN-γ Penderita Tuberkulosis Paru
yang diterapi OAT kategori 1 dengan pemberian suplemen
Jintan Hitam (Nigella sativa), setelah dilakukan terapi lebih
banyak terjadi konversi sputum.
Mitchison dkk melaporkan jumlah kuman BTA menurun
dengan cepat setelah dimulai pengobatan OAT, 80-85%
penderita tuberkulosis paru menjadi tidak infeksius setelah
sekitar 2 minggu pengobatan.5 Sedangkan menurut A. van
Deun besarnya konversi sputum setelah empat minggu
pengobatan sebesar 52% pada konversi hapusan sputum.28
Pada penelitian ini didapatkan tingkat konversi pada akhir
minggu kedua fase intensif pada kelompok kontrol sebesar
67,9% dan kelompok perlakuan sebesar 89,3%. Pada fase
intensif kuman mikobakterium terbunuh dengan cepat
dalam waktu 2 minggu sehingga penderita yang infeksius
menjadi tidak infeksius dan terjadi perbaikan klinis. Hasil
hapusan sputum BTA penderita dipengaruhi oleh berbagai
hal misalnya kemampuan penderita untuk batuk yang
adekuat, volume dahak yang sedikit (jumlah ideal untuk
pemeriksaan 5-10 ml), konsistensi sputum (mukoid atau
purulen). Konversi sputum BTA sangat dipengaruhi oleh
paduan obat yang tepat, dosis yang tepat, keteraturan
minum obat, status gizi dan status imun penderita. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pemberian suplemen jintan hitam (Nigella sativa) bersama
OAT kategori 1 pada konversi sputum dan peningkatan
kadar IFN-γ penderita TB Paru BTA positif.
Rerata perubahan kadar IFN-γ pada kelompok kontrol
sebesar 2,5 pg/mL, dengan perubahan terkecil -5,5 pg/
mL dan perubahan terbesar 18,1 pg/mL. Sedangkan
rerata perubahan kadar IFN-γ pada kelompok perlakuan
Jintan Hitam sebesar 9 pg/mL, dengan perubahan terkecil
1,6 pg/mL dan perubahan terbesar 36,7 pg/mL. Hasil
independent t test menunjukkan bahwa ada perbedaan yang
bermakna antara perubahan kadar IFN-γ kelompok kontrol
dan perubahan kadar IFN-γ kelompok perlakuan Jintan
Hitam dengan nilai p sebesar 0,000 < 0,05. Disimpulkan
pasien TB Paru BTA positif yang diterapi OAT kategori 1
dengan pemberian suplemen Jintan Hitam (Nigella sativa)
mempunyai perubahan kadar IFN- γ yang lebih tinggi
daripada pasien TB Paru BTA positif yang diterapi OAT
kategori 1 tanpa pemberian suplemen Jintan Hitam (tabel
5). Pada kelompok kontrol terdapat 19 (67,9%) pasien yang
mengalami konversi sputum. Sedangkan pada kelompok
perlakuan Jintan Hitam terdapat 25 (89,3%) pasien yang
mengalami konversi sputum.
Hasil penelitian ini menunjang hipotesis bahwa
suplemen jintan hitam (Nigella sativa) bersama OAT
kategori 1 dapat membantu terjadinya konversi sputum
dan meningkatkan kadar IFN-γ penderita TB Paru BTA
positif. Selama penelitian berlangsung tidak didapatkan
efek samping dari suplemen jintan hitam (Nigella sativa)
seperti rasa tidak enak pada perut, mual dan konstipasi,
akan tetapi pada penelitian ini tidak dilakukan kultur untuk
diagnosis dan menyingkirkan kuman MOTT dan tidak pula
dilakukan pemeriksaan khusus terhadap faktor-faktor lain
yang dapat mempengaruhi kadar IFN-γ seperti penyakit
autoimun dan keganasan.
79
KESIMPULAN
Pemberian suplemen Jintan Hitam (Nigella sativa)
bersama OAT kategori 1 secara bermakna dapat
meningkatkan kadar IFN-γ penderita TB Paru BTA
positif pada akhir minggu kedua fase intensif serta dapat
meningkatkan konversi sputum penderita TB Paru BTA
positif pada akhir minggu kedua fase intensif, dan pada
penelitian ini terdapat peningkatan kadar IFN- γ dan tingkat
konversi yang lebih tinggi pada penderita TB Paru BTA
positif yang diberikan suplemen Jintan Hitam (Nigella
sativa) bersama OAT kategori 1 dibandingkan yang tidak
diberikan suplemen Jintan Hitam (Nigella sativa) pada akhir
minggu kedua fase intensif .
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Global Tuberculosis Report 2012.
Genewa, Swiss.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis. Dalam:
Tuberkulosis, Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2011; h. 1-64.
3. Pajankar S, Khandekar R, Al Amri M, Al Lawati MR, Factor
influencing sputum smear conversion of one and two month of
Tuberculosis treatment. Oman Medical Journal 2008: Vol. 23.
4. Soedarsono. Evaluasi terapi tuberkulosis: klinis dan program. Dalam
TB Update-II. Simposium Nasional, Lab/SMF Ilmu Penyakit Paru FK
Unair/RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 2003. 49-68.
5. Mitchison DA. Infectivity of patients with pulmonary tuberculosis
during chemotherapy. Eur Respir J. 1990; 3: 385-6.
6. Wang JY, Lee LN, Yu CJ, Chien YJ, Yang PC, Tami Group. Factors
influencing time to smears conversion in patients with smear positive
pulmonary tuberculosis. Respirol. 2009;14:1012-9.
7. Chrisdiono H. Konversi sputum BTA pada penderita TB Paru kasus
baru yang mendapat terapi OAT kategori 1 dan Phyllantus Niruri L.
Penelitian karya akhir Bagian Paru UNAIR. 2003.
8. Bhatt K, Salgem P. Host innate immune response to Mycobacterium
tuberculosis. J Clin Immunol. 2007; 27 (4): 347-62.
9. Reddy YN, Muthy SV. Role of free radicals and antioxidants in
tuberculosis patients. Indian J Tuberc. 2004; 51: 213-18.
10. Mohod K, Dhok A, Kumar S. status of oxidants and antioxidants
in pulmonary tuberculosis with varying bacillary load. Journal of
Experimental Sciences 2011; 2 (6): 35-7.
11. Djauzi S. Perkembangan obat imunomodulator. Med J Ked 2003; 4
(2): 13-5.
12. Salem M. L. Immunomodulatory and Therapeutic Properties of The
Nigella sativa L. Seed. International Immunopharmacology 2005; 5:
1749-70.
13. ElKadi A, Kandil O. Effect of Nigella sativa (the black seed) on
immunity. Proceeding of 4th International Conference on Islamic
Medicine, Kuwait. Bull Islamic Med 1986; 4: 344-8.
14. Mansour MA, Ginwai OT, El-Hadiya T, ElKhatib AS. Effects of
volantile oil constituents of Nigella sativa on carbon tetrachloridainduced Hepatotoxicity in mice: evidence for antioxidant effect of
thymoquinone. Res Commun Mol Pathol Pharmacol. 2001; 110:
239-51.
15. Swamy SM, Tan BK. Cytotoxic and imunopotentiating effects of
ethanolic extract of Nigella sativa L Seeds. J Ethnopharmacol 2000;
70: 1-7.
16. Randhawa MA. In Vitro Antituberculous activity of thymoquinone,
An active principle of Nigella sativa. Journal Ayub Med Coll
Abbottabad 2011; 23 (2):78-1.
17. Haq A, Abdullatif M, Lobo PI, Khabar KS, Sheth KV, Al-Sedairy ST.
Nigella sativa : Effect on Human Lymphocytes and Polymorphonuclear
Leucocyte Phagocytic Activity. Immunopharmacology 1995; 30 (2):
147-155.
80
18. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Paru RSU
Dr. Soetomo Surabaya, 2005.
19. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2008), Pedoman
Penanggulangan Tuberkulosis, edisi ke-2, Editor Aditama TY dkk,
Balai Pustaka, Jakarta, hal. 3-4.
20. Schlossberg D. Tuberculosis and Non tuberculosis Mycobacterium
Infection, 5nd ed. McGraw-Hill company, Philadelphia 2006, p.94103.
21. Baratawidjaya KG. Imunologi Dasar. edisi 7, Penerbit FKUI, Jakarta.
2006; hal. 411-7.
22. Abbas AK, Litchtman AH, Puber JS. Immunity to microbes. In:
cellular and molecular immunology, 2nd ed. WE Saunders Company
Philadelphia. 1994: p. 320-33.
23. Parslow TG, Bainton DF. Innate immunity. In: Parslow TG, Stites
DP, Terr AL, Imboden JB, (Eds). Medical Immunology, 10th ed. New
York The McGraw-Hill Companies 2001; 19-40.
24. Iseman MD. Immunity and pathogenesis. In: Iseman MD, A
clinician’s Guide to Tuberculosis. Lippincott Williams and Wilkins.
Philadelphia. 2000: p. 63-96.
25. Mattheas L, Steinmuller C, Ulliman GF. Pulmonary macrophage.
Eur Respir J. 1994; 7: 1683-4.
26. Hashmi MA, Ahsan B, Shah SI. Antioxidant capacity and lipid
peroxidation product in pulmonary tuberculosis. Al Ameen J Med
Sci. 2012; 5 (3): 313-19.
27. Cohen K, Nyska A. Oxidation of biological system : Oxidative stress
phenomena. Antioxidants, redox reaction and methods for their
quantifications. Toxicologic part. 2002; 30 (6): 620-50.
28. Warren JR, Bhattacharya M, De Almeida KN, Trakas K, Peterson
LR. A minimum 5.0 ml of sputum improves the sensitivity of acid fast
smears for Mycobacterium tuberculosis. Am J Respir Crit Care Med.
2000 May; 161 (5): 1559-62.
29. Parikh R, Nataraj G, Kanade S, Khatri V, Mehta P. Time to sputum
conversion in smear positive pulmonary TB patients on category I
DOTS and factors delaying it. Journal Association of Physicians
India. 2012: 60: 22-6.
30. A. van Deun. What is the role of mycobacterial culture in diagnosis
and case definition? Toman’s Tuberculosis. Case detection, treatment,
and monitoring-question Second edition. WHO, 2004; p 122-3.
31. Barnes PF, Wizel B. Type 1 cytokines and the pathogenesis of
tuberculosis. A, J Respir Crit care Med. 2000; 161: 1773-4.
Jurnal Respirasi (JR), Vol. 1. No. 3 September 2015: 73-80
32. Dannenberg AM, Rook GAW. Pathogenesis of pulmonary
tuberculosis: Interplay of tissue-and answers. Second edition. World
Health Organization. Geneva. 2004.
33. Toman, K. What is the purpose of the initial intensive phase of twophase treatment In: Toman’s Tuberculosis case detection, treatment
and monitoring question and aswers. Eddamaging and macrophageactivating immune response, dual mechanism that control bacillary
multiplication. In : Bloom BR, editor. ASM Press. Washington. 1994:
p. 459-84.
34. Widjaja JT, Jasaputra DK. Analisis kadar interferon gamma pada
penderita tuberkulosis paru dan orang sehat. J Respir Indo. 2010;
30 (2): 119-24.
35. Gilani A, Jabeen Q, Khan M. A Review of medicinal uses and
pharmacological Activities of Nigella sativa . Pakistan Journal of
Biological Sciences 7 (4): 441-51.
36. Nickavara B, Mojaba F, Javidniab K, Amolia MAR. Chemical
composition of the fixed and volatile oils of Nigella sativa L. From
Iran. Z. Naturforsch 2003; 58c, 629-1.
37. Farid BA, Aoumeur B, Brahim MY, Farid C. Chemical composition
of seed essential oils from Algerian Nigella sativa extracted by
microwave and hydrodistillation. Flavour and Fragrance journal 2007;
22 (2): 148-3.
38. Hutapea JR. Inventaris tanaman obat indonesia (III), Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, Depkes RI. 1994: 163-5.
39. Randhawa MA. An update on antimicrobial effect of Nigella sativa
and experience at King faisal University, Dammam, Saudi Arabia. J
Saudi Society Dermatol Dermatologic Surg 2008; 12: 37-44.
40. Farrakh KM, Atoji Y, Shimizu Farrakh KM, Atoji Y, Shimizu
Y, Takewaki T. Isulinotropic properties of Nigella sativa oil in
streptozotocin plus nicotinamide diabetic hamster. Res Vet Sci 2002;
73: 279-82.
41. El-Gazzar M, El-Mezayen R, Marecki JC, Nicolls MR, Canastar. Anti
Inflammatory effect of thymoquinone in mouse model of allergic
lung Inflammation. International immunopharmacology 2006; 6:
1135-42.
42. Maderuelo DL, Arnalich F, Serantes R, Gonzales A, Codoceo R,
IFN-γ and IL-10 gene polymorphisms in pulmonary tuberculosis.
Am J Respir Crit Care Med. 2003; 167: 970-5.
43. Vasto S, Malavolta M, Pawelec G. Age and immunity. Immunity &
Ageing. 2006; 3 (2). 1-5.