[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL PENGEMBANGAN KERAJINAN KERAMIK GERABAH TRADISIONAL GORONTALO MELALUI KREASI DESAIN BARU DAN PERBAIKAN PROSES PRODUKSI UNTUK MENDUKUNG INDUSTRI KREATIF Tahun ke -2 dari rencana 2 tahun Ketua/Anggota Tim Peneliti: I WAYAN SUDANA, S.Sn, M.Sn (Ketua) NIDN: 0006077202 I WAYAN SERIYOGA PARTA, S.Sn., M.Sn. (Anggota) NIDN: 0009078002 RAHMATIAH, S.Pd, M.Si. (Anggota) NIDN: 0011117503 UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO NOPEMBER 2013 i LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL PENGEMBANGAN KERAJINAN KERAMIK GERABAH TRADISIONAL GORONTALO MELALUI KREASI DESAIN BARU DAN PERBAIKAN PROSES PRODUKSI UNTUK MENDUKUNG INDUSTRI KREATIF Tahun ke -2 dari rencana 2 tahun Ketua/Anggota Tim Peneliti: I WAYAN SUDANA, S.Sn, M.Sn (Ketua) NIDN: 0006077202 I WAYAN SERIYOGA PARTA, S.Sn., M.Sn. (Anggota) NIDN: 0009078002 RAHMATIAH, S.Pd, M.Si. (Anggota) NIDN: 0011117503 UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO NOPEMBER 2013 i ii RINGKASAN Tujuan khusus dari penelitian tahap II ini adalah mewujudkan kreasi desaindesain gerabah baru yang inovatif ke dalam produk nyata (prototipe) dengan memanfaatkan bahan baku (tanah liat) lokal Gorontalo dan metode produksi yang sistematis. Untuk mencapai tujuan tersebut, langkah yang dilakukan adalah: 1) pengolahan bahan baku (tanah liat) guna menghasilkan olahan tanah liat yang berkwalitas; 2) pembentukan yaitu mewujudkan bentuk dasar gerabah dan motifmotif hias sesuai desain dengan penerapan beragam teknik produksi; 3) pengeringan untuk menurunkan kadar air; 4) pembakaran guna menguatkan body gerabah; 5) finishing yaitu penerapan warna-warni sesuai dengan desain; 6) pembuatan kemasan untuk keamanan dan memperindah tampilan produk; dan 7) evaluasi untuk mengukur kwalitas produk. Semua prototipe gerabah yang dibuat diupayakan agar langsung bisa direproduksi secara massal oleh perajin tradisional, guna mendukung pengembangan industri kreatif khususnya subsektor kerajinan keramik gerabah. Hasil dari penelitian ini adalah: 1) tanah liat lokal berhasil diolah menjadi bahan baku gerabah yang berkwalitas dengan penerapan teknik ”basah” dan teknik ”kering” serta diformulasi dengan bubuk batu-bata. Perbandingan ideal yang ditemukan untuk formulasi tanah liat lokal adalah 10 : 1, yaitu 10 tanah liat lokal dicampur 1 bubuk batu-bata halus; 2) pada tahap pembentukan berhasil dibentuk 21 prototipe gerabah baru yang inovatif sesuai dengan desain. Beragam teknik produksi yang terapkan pada pembentukan adalah: teknik pincing, teknik pilin, teknik seleb, teknik cetak, dan teknik ekspresif. 3) untuk menurunkan kadar air, ke-20 bentuk gerabah itu dikeringkan dalam ruang tertutup hingga siap dibakar. Susut kering tergolong normal yaitu rata-rata 5-8 %; 4) tahap pembakaran dilakukan dengan tungku bak yang dibuat secara khusus. Prototipe gerabah yang telah melalui pembakaran menunjukkan kwalitas baik, dicirikan dengan suara nyaring jika dipukul, warna permukaan cerah, dan tidak luntur; 5) tahap finishing, formulasi bahan finishing menggunakan beragam figmen warna, yaitu crayon, pastel oil, pensil warna, cat air, warna emas, bahan antik, dan bahan pelapis untuk menguatkan warna. Finishing menghasilkan beragam karakter warna, yaitu karakter warna cerah (plakat), warna transfaran, karakter warna antik, dan finishing kreasi tempel (collage) serat alami; 6) tahap pembuatan kemasan berhasil dibuat 5 jenis kemasan sesuai bentuk dan ukuran prorotipe, yaitu kemasan eksklusif, kemasan konvensional, kemasan grafis, kemasan transfaran, dan kemasan terbuka ; 6) hasil evaluasi terhadap ke-21 prototipe itu yang melibatkan berbagai kalangan menunjukkan, 65 % dari informan (tim evaluator) menyukai prototipe karena warnanya, terutama yang berwarna cerah dan kontras, kesukaan karena bentuknya yang unik dan kaya hiasan 15%, kesukaan karena tampilan kemasan 10%, dan terakhir kesukaan karena nilai fungsional juga 10%. Hal ini berarti, bahwa produsen gerabah mesti mengutamakan kwalitas pewarnaan, terutama komposisi warna cerah dan kontras, sebab ketertarikan utama konsumen adalah pada warna, yaitu warna yang cerah dan kontras. Dengan hasil-hasil yang diperoleh itu, maka tujuan dan target-target yang ditetapkan pada penelitian ini telah dapat dicapai secara maksimal. Penelitian lanjutan masih diperlukan yaitu untuk meningkatkan kwalitas kerajinan tersebut dari keramik gerabah menjadi keramik glasir, agar mampu bersaing dengan produk keramik manca negara, seperti keramik glasir Cina yang kini mendominasi pasar. Kata-kata kunci: Gerabah tradisional Gorontalo, pengembangan, industri kreatif iii PRAKATA Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas segala berkat dan rahmatNya sehingga kegiatan penelitian dan laporan hasil penelitian Strategis Nasional yang berjudul ”Pengembangan Kerajinan Keramik Gerabah Tradisional Gorontalo Melalui Kreasi Desain Baru dan Perbaikan Proses Produkdi Untuk Mendukung Industri Kreatif” ini bisa diselesaikan. Terselenggaranya penelitian dan terselesaikannya laporan hasil ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, tim peneliti dalam kesempatan mengucapkan terima kepada: 1. Pihak Dit.Litabmas (Dikti) selaku penyandang dana untuk biaya penelitian ini. 2. Rektor Universitas Negeri Gorontalo yang telah memberi kesempatan untuk melakukan penelitian. 3. Ketua Lembaga Penelitian Universitas Negeri Gorontalo bersama staf, yang telah mengarahkan dan memfasilitasi kelancaran kegiatan penelitian ini. 4. Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo bersama staf, yang telah memberi kesempatan kepada tim untuk melaksanakan penelitian. 5. Ketua Jurusan Teknik Kriya bersama staf yang telah mendukung dan memberi kesempatan untuk melaksanakan penelitian 6. Mahasiswa Jurusan Teknik Kriya yang terlibat dalam membantu pelaksanaan penelitian ini. 7. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah mendukung dan membantu hingga terselesaikannya penelitian ini. Disadari bahwa pelaksanaan penelitian dan laporan hasil penelitian ini mungkin masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh Karena itu, masukan yang berupa kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan guna perbaikan penelitian yang dilakukan di waktu-waktu berikutnya. Gorontalo, 29 Nopember 2013 Tim Peneliti iv DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ............................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... ii RINGKASAN ............................................................................................................ iii PRAKATA ................................................................................................................. iv DAFTAR ISI ................................................................................................................v DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. ix BAB I. PENDAHULUAN ...........................................................................................1 1.1 Latar Belakang ..............................................................................................1 1.2. Perumusan Masalah .....................................................................................3 1.3. Signifikasi Penelitian ...................................................................................4 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................9 2.1. Penelitian Sebelumnya yang Relevan ..........................................................9 2.2. Studi tentang Seni Budaya Gorontalo ........................................................12 2.3. Studi tentang Industri Kreatif ....................................................................13 2.4. Peta Jalan Penelitian ..................................................................................15 BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ................................................18 3.1. Tujuan Penelitian .......................................................................................18 3.2. Manfaat Penelitian .....................................................................................19 BAB IV. METODE PENELITIAN ...........................................................................20 4.1. Lokasi Penelitian ........................................................................................20 4.2. Prosedur Penelitian ....................................................................................20 4.3. Alur Kerja Penelitian Keseluruah ...............................................................24 4.4. Alur Kerja Penelitian Tahap II ...................................................................25 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................26 5.1. Pengolahan Bahan Baku (Tanah Liat) ........................................................26 5.2. Pembentukan ..............................................................................................33 5.3. Pengeringan dan Pembakaran ....................................................................65 5.4. Finishing ....................................................................................................68 5.5. Pembuatan Kemasan ...................................................................................75 5.6. Evaluasi ......................................................................................................81 5.7. Deskripsi Tiap Prototipe ............................................................................83 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................114 6.1. Kesimpulan ..............................................................................................114 6.2. Saran ........................................................................................................116 DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................118 LAMPIRAN .............................................................................................................119 v DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Bagan Roadmap Penelitian .......................................................................17 Gambar 2. Skema Alur Kegiatan Penelitian keseluruhan ...........................................24 Gambar 3. Skema Alur Kegiatan Penelitian tahap II..................................................25 Gambar 4. Mixer Tanah Liat .....................................................................................28 Gambar 5. Pengolahan tanah liat dengan teknik “basah” ...........................................29 Gambar 6. Bagan proses pengolahan tanah liat dengan teknik ”basah” .....................30 Gambar 7. Bagan proses pengolahan tanah liat dengan Teknik ”Kering” ................31 Gambar 8. Pengolahan tanah liat dengan teknik “kering” ..........................................32 Gambar 9. Hasil pembentukan gerabah model Revitalisasi Bulongo .........................34 Gambar 10. Hasil pembentukan gerabah model Revitalisasi Polutube ......................35 Gambar 11. Hasil pembentukan gerabah model Revitalisasi Bulongo .......................36 Gambar 12. Hasil pembentukan gerabah model Revitalisasi Bilenga ........................37 Gambar 13. Hasil pembentukan gerabah model Revitalisasi Guci Tradisional .........38 Gambar 14. Hasil pembentukan gerabah model Kreasi Alat Musik Polopalo ...........39 Gambar 15. Bentuk prototipe model Kreasi Alat Musik Trad. Tonggobi ..................40 Gambar 16. Pembuatan cetakan seleb dan proses seleb .............................................41 Gambar 17. Proses perakitan lempengan tanah hasil seleb ........................................42 Gambar 18. Bentuk dasar gerabah model Kreasi Ele’e ..............................................42 Gambar 19. Perakitan bentuk dasar gerabah model Kreasi Ele’e...............................43 Gambar 20. Bentuk dasar gerabah model Kreasi Ele’e ..............................................43 Gambar 21. Bentuk dasar gerabah model Kreasi Payunga Tilabataila .....................44 Gambar 22. Bentuk detail gerabah model Kreasi Payunga Tilabataila .....................44 Gambar 23. Sketsa motif & pola ukir pada model Kreasi Payunga Tilabataila ........45 Gambar 24. Hasil pembentukan gerabah model Kreasi Payunga Tilabataila ...........45 Gambar 25. Bentuk dasar Prototipe gerabah model Kreasi Makuta...........................46 Gambar 26. Proporsi bentuk dasar Prototipe gerabah model Kreasi Makuta .............46 Gambar 27. Prototipe gerabah model Kreasi Kreasi Makuta siap diukir ...................47 Gambar 28. Bentuk prototipe gerabah model Kreasi Makuta ....................................47 Gambar 29. Bentuk dasar gerabah Ekspresi Otanaha Bentuk Gerabah Fungsional ...48 Gambar 30. Gerabah model Ekspresi Otanaha Bentuk Gerabah Fungsional .............48 Gambar 31. Bentuk gerabah model Ekspresi Otanaha Bentuk Gerabah Seni ............49 vi Gambar 32. Bentuk dasar gerabah model Kreasi Maleo Bentuk Tunggal .................50 Gambar 33. Bentuk gerabah model Kreasi Maleo Bentuk Tunggal ...........................50 Gambar 34. Bentuk gerabah model Kreasi Maleo Bentuk Berpasangan ...................51 Gambar 35. Bentuk Kreasi Maleo Berpasangan pada proses pengukiran ..................52 Gambar 36. Bentuk gerabah model Kreasi Maleo Berpasangan ................................52 Gambar 37. Bentuk dasar gerabah model Kreasi Maleo Stilisasi...............................53 Gambar 38. Bentuk gerabah model Kreasi Maleo Stilisasi siap diukir ......................54 Gambar 39. Bentuk gerabah model Kreasi Maleo Stilisasi dari berbagai arah ..........54 Gambar 40. Bentuk dasar gerabah model Kreasi Tarsius Bentuk Tunggal ................55 Gambar 41. Bentuk detail gerabah model Kreasi Tarsius Tunggal ............................56 Gambar 42. Bentuk gerabah model Kreasi Tarsius Tunggal dari berbagai arah ........56 Gambar 43. Bentuk dasar gerabah model Kreasi Tarsius Berpasangan .....................57 Gambar 44. Proporsi bentuk gerabah model Kreasi Tarsius Berpasangan .................58 Gambar 45. Bentuk gerabah model Kreasi Tarsius Berpasangan ..............................58 Gambar 46. Bentuk dasar gerabah Ekspresi Perahu Danau Limboto Masa Lalu .......59 Gambar 47. Bentuk gerabah model Ekspresi Perahu Danau Limboto Masa Lalu .....59 Gambar 48. Bentuk dasar model Ekspresi Perahu Danau Limboto Masa Kini ..........60 Gambar 49. Model Ekspresi Perahu Danau Limboto Masa Kini siap diukir .............60 Gambar 50. Bentuk prototipe model Ekspresi Perahu Danau Limboto Masa Kini ....61 Gambar 51. Perakitan lempengan tanah hasil seleban ................................................61 Gambar 52. Bentuk dasar gerabah model Tembikar Kontemporer ............................62 Gambar 53. Bentuk dasar gerabah model Tembikar Kontemporer siap diukir ..........62 Gambar 54. Bentuk gerabah model Kreasi Tembikar Kontemporer ..........................63 Gambar 55. Proses pengeringan gerabah hasil pembentukan.....................................65 Gambar 56. Tungku tempat pembakaran gerabah yang dibuat peneliti ....................66 Gambar 57. Prototipe-prototipe gerabah hasil pembakaran .......................................68 Gambar 58. Finishing gerabah dengan karakter warna cerah ....................................71 Gambar 59. Finishing dengan karakter warna transfaran ...........................................72 Gambar 60. Finishing gerabah dengan karakter antik ................................................73 Gambar 61. Finishing gerabah kreatif ........................................................................74 Gambar 62. Model kemasan eksklusif ........................................................................76 Gambar 63. Model kemasan konvensional .................................................................77 vii Gambar 64. Model Kemasan grafis ............................................................................78 Gambar 65. Model kemasan transfaran ......................................................................79 Gambar 66. Model Kemasan terbuka .........................................................................80 Gambar 67. Prototipe Revitalisasi Gerabah Tradisional Bulongo ..............................84 Gambar 68. Prototipe Revitalisasi Gerabah Tradisional Polutube .............................85 Gambar 69. Prototipe Revitalisasi Gerabah Tradisional Botu Pongi,ilo ....................87 Gambar 70. Prototipe gerabah Revitalisasi Gerabah Tradisional Bilenga .................88 Gambar 71. Prototipe Gerabah Revitalisasi GuciTradisional .....................................90 Gambar 72. Prototipe Kreasi Alat Musik Tradisional Polopalo ................................91 Gambar 73. Prototipe Kreasi Motif Alat Musik Tradisional Tonggobi ......................93 Gambar 74. Prototipe Gerabah Kreasi Alat Musik Tradisional Tolimelo ..................94 Gambar 75. Prototipe gerabah Kreasi motif Alat Musik Trad. Ele’e .........................96 Gambar 76. Prototipe Gerabah Kreasi Pakaian Adat Payunga Tilabataila ...............97 Gambar 77. Prototipe gerabah Kreasi Mahkota Pakaian Adat Makuta ......................99 Gambar 78. Kreasi Benteng Otanaha Bentuk Gerabah Fungsional ..........................100 Gambar 79. Kreasi Benteng Otanaha Bentuk Gerabah Seni ....................................101 Gambar 80. Prototipe model gerabah Kreasi Maleo Bentuk Tunggal ......................103 Gambar 81. Prototipe gerabah Kreasi Maleo Bentuk Berpasangan .........................104 Gambar 82. Prototipe gerabah model Kreasi Maleo Bentuk Stilisasi ......................105 Gambar 83. Prototipe gerabah Kreasi Tarsius Bentuk Tunggal ...............................107 Gambar 84. Prototipe gerabah Kreasi Tarsius Bentuk Berpasangan ........................108 Gambar 85. Prototipe gerabah Ekspresi Perahu Danau Limboto Masa Lalu ...........110 Gambar 86. Prototipe gerabah Ekspresi Perahu Danau Limboto Masa Kini ...........111 Gambar 87. Prototipe gerabah model Kreasi Tembikar Kontemporer .....................112 viii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Instrumen Penelitian .............................................................................119 Lampiran 2. Personalia tenaga peneliti beserta kualifikasinya .................................121 Lampiran 3. Bukti fisik pengusulan HKI (Hak Cipta)..............................................130 Lampiran 4. Bukti Artikel (lolos penyuntingan) siap terbit pada Jurnal Seni Budaya MUDRA (Terakreditasi Nasional) ................................131 Lampiran 5. Bukti sebagai pemakalah pada Seminar Internasional .........................132 ix BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu (Kompas, 19 Desember 2008), bahwa industri kreatif telah memberi kontribusi besar bagi perekonomian secara nasional, yakni 6,3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan penciptakan lapangan kerja mencapai 5,9% (5,4 juta jiwa). Industri ini dianggap berpeluang besar untuk dikembangkan, sehingga tahun 2009 pemerintah mencanangkan sebagai tahun industri kreatif dan menetetapkan 14 sektor industri kreatif. Dari ke-14 sektor ini terdapat tiga sektor besar yang menjadi andalan, yakni fesyen, kerajinan, dan desain. Ketiga sektor itu dianggap sebagai nomenklatur industri kreatif yang padat karya sehingga mampu menyerap tenaga kerja sangat besar dari berbagai kalangan dan tingkat pendidikan. Perintisan usaha dari ketiga sektor itu juga tidak memerlukan model besar atau teknologi tinggi sehingga berpeluang dikembangkan untuk masyarakat kecil dan menengah. Dalam buku Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025, yang diterbitkan Departemen Perdagangan RI (2008:10-14) disebutkan bahwa, dibandingkan dengan subsektor industri kreatif lainnya, subsektor kerajinan, termasuk di dalamnya kerajinan keramik-gerabah, mendominasi prosentase kontribusi PDB, yakni 25,51% atau Rp. 26,7 triliun. Penyerapan tenaga kerja mencapai 1,5 juta pekerja, dengan jumlah perusahan kerajinan tercatat 722,75 ribu perusahan. Namun demikian, keberadaan dan perkembangan industri-industri kerajinan itu tidak tersebar merata di tiap daerah, bahkan hanya terpusat di beberapa kota saja seperti Jakarta, Bandung, Yoyakarta, Surabaya, dan Bali. Di kawasan timur Indonesia, meskipun memiliki potensi yang sangat besar, akan tetapi sektor kerajinan tidak banyak mengalami perkembangan sehingga kurang berkontribusi bagi pembangunan. Di Gorontalo misalnya, sektor kerajinan, terutama kerajinan keramik gerabah tradisional, belum mampu berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, meskipun potensi yang berupa ketersediaan tenaga kerja dan bahan baku yang berupa tanah liat cukup melimpah. Hal itu disebabkan karena produk-produk gerabah yang 1 dihasilkan para perajin tradisional Gorontalo tergolong berkwalitas rendah dengan desain yang kurang variatif (monotone), sehingga tidak mampu bersaing dengan produk sejenis dalam memenuhi selera konsumen. Akibatnya produk gerabah tradisional secara berangsur ditinggalkan konsumen sehingga wilayah pemasaran makin terdesak. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk menjembatani kontradiksi antara hasil-hasil produk kerajinan keramik gerabah tradisional yang berkwalitas rendah dan kurang variatif tersebut dengan tuntutan konsumen masa kini yang sangat dinamis dan kritis. Salah satu langkah strategis yang mendesak dilakukan dalam upaya pengembangan kerajinan keramik gerabah tradisional Gorontalo adalah dengan memperbaiki mutu produksi dan menciptakan model-model desain yang inovatif, spesifik, dan prospektif sesuai tuntutan konsumen. Perbaikan mutu produksi untuk meningkatkan kwalitas hasil produk dapat dilakukan dengan peningkatan kwalitas bahan baku melalui proses dan teknologi pengolahan yang tepat, penerapan variasi teknik produksi, variasi finishing, hingga pengemasan produk yang menarik. Sementara itu, penciptaan model-model desain baru yang inovatif untuk menghasilkan produk-produk gerabah yang khas, unik dan bervariasi dapat dilakukan dengan merevitalisasi produk gerabah tradisional, menggali kekhasan seni budaya lokal Gorontalo sebagai konsep-konsep penciptaan, dan pengolahan secara kreatif bentuk-bentuk plora dan fauna unik yang hidup di bumi Gorontalo. Keberhasilan upaya ini tidak saja berguna dalam pengembangan kerajinan gerabah tradisional yang berpengaruh pada peningkatan ekonomi lokal, akan tetapi juga sangat efektif dalam melakukan pelestarian seni budaya dan kerajinan tradisional yang kini kurang diminati oleh generasi muda. Dengan demikian, produk yang dihasilkan dengan cara tersebut nantinya tidak semata-mata dipandang sebagai barang dagangan yang hanya bernilai ekonomi, akan tetapi juga merupakan produk identitas yang merepresentasikan ikon-ikon dan nilai-nilai lokal budaya Gorontalo. Dari hal yang disebutkan terakhir itulah akan muncul model-model gerabah inovatif dan khas yang akan menjadi pembeda dengan produk-produk gerabah yang dihasilkan oleh para perajin dari daerah-daerah lainnya. Produk yang demikian tentu tidak sulit untuk bersaing merebut pasar dan berpeluang mendapat KHI (hak cipta) karena kekhasan dan originalitasnya. 2 1.2. PERUMUSAN MASALAH Permasalahan umum yang hendak dicarikan solusinya dalam penelitian ini adalah ”bagaimana cara mengembangkan kerajinan keramik gerabah tradisional Gorontalo melalui penciptaan desain-desain kreatif dan perbaikan proses produksi guna mendukung industri kreatif”. Dari permasalahan umum tersebut dapat dirinci ke dalam permasalahan khusus sebagai berikut: 1. Bagaimana mengeksplorasi atau menggali sumber-sumber ide desain keramik gerabah baru guna menemukan konsep-konsep penciptaan desain keramik gerabah kreatif yang unik dan original dengan asal-usul dan sumber data yang jelas serta dapat dipertanggungjawabkan. 2. Bagaimana menciptakan atau merancang beragam jenis desain keramik gerabah yang kreatif berdasarkan konsep-konsep verbal yang jelas guna menghasilkan desain gerabah baru yang unik, original, dan prospektif. 3. Bagaimana cara memperbaiki proses dan teknik produksi kerajinan gerabah tradisional agar dapat diaplikasikan dalam pembuatan berbagai jenis keramik gerabah baru yang berkwalitas. 4. Bagaimana mewujudkan desain keramik gerabah kreatif yang berhasil dibuat ke dalam karya nyata baik dalam bentuk prototipe maupun karya yang sebenarnya melalui teknik dan proses tertentu yang bersifat sistematis. 5. Bagaimana merancang model-model kemasan yang unik sesuai dengan bentuk dan ukuran produk gerabah yang berhasil dibuat guna menampilkan hasil produk yang lebih eksklusif dan menarik, serta mencegah kerusakan. Dari kelima permasalahan itu, permasalahan pertama, kedua, dan ketiga telah terpecahkan melalui penelitian tahap I, yakni berhasil ditemukan sejumlah konsep desain keramik gerabah baru yang berasal dari berbagai sumber ide. Konsep-konsep tersebut telah berhasil juga divisualisasikan ke dalam bentuk desain (gambar) yang bersifat dua dimensional. Untuk perbaikan proses produksi yang menyangkut pengolahan bahan baku berhasil dibuat sebuah peralatan mixer tanah yang tepat guna dan ditentukan metode pengolahan tanah liat yang tepat. Untuk perbaikan metode produksi berhasil ditentukan metode produksi yang sistematis dengan beragam teknik kerja, yaitu teknik seleb, teknik cetak, teknik pilin, teknik pijat (piching), teknik putas dan teknik ekspresif. Sementara untuk 3 permasalahan keempat dan kelima yang menyangkut perwujudan desain ke dalam produk nyata (prototipe) hingga siap direproduksi dan pembuatan kemasan sesuai dengan bentuk dan ukuran prototipe berhasil dilakukan pada penelitian tahap II ini. Dengan demikian semua permasalahan dalam penelitian ini telah berhasil dipecahkan sesuai dengan tujuan atau target yang hendak dicapai. 2.3. Signifikasi Penelitian Seni kerajinan atau kriya (craft) merupakan salah satu nomenklatur dalam ekonomi kreatif, karena dari semua nomenklatur ekonomi kreatif yang ada, seni kerajinan tidak tergantung pada teknologi tinggi, baik perangkat lunak maupun perangkat keras yang berharga mahal, serta sangat berpotensi untuk dikembangkan. Namun demikian terdapat beberapa masalah yang menyangkut daya saing seni kriya Indonesia, yakni: masalah desain, hak kekayaan intelektual (HKI), dan pemasaran (Wibowo, 2007: 66-67). Dari ketiga permasalahan yang dikemukakan itu, nampaknya desain merupakan permasalahan utama dan mendesak untuk dipecahkan, menyangkut daya saing, spesifikasi, dan keunikannya. Tanpa desain yang unik dan spesifik tidak mungkin akan mendapat HKI dan apresiasi pasar yang baik. Desain merupakan faktor kunci yang sangat menentukan dalam pengembangan produk kriya tradisional menuju ke arah yang lebih modern, guna menjawab tuntutan industri kreatif. Permasalahan kurangnya desain-desain inovatif berkwalitas yang spesifik, unik dan memiliki daya saing merupakan permasalahan nasional yang menjadi kendala dalam pengembangan beragam jenis kerajinan tradisional. Masalah serupa juga nampak nyata dalam pengembangan seni kerajinan gerabah keramik tradisional Gorontalo. Dari penelitian awal yang telah dilakukan ditemukan, bahwa ketersediaan bahan baku tanah liat (lempung) sangat melimpah, terbentang di sekitar kaki pegunungan Tenlow daerah Kota Barat Gorontalo. Demikian juga jumlah dan keterampilan perajin tradisional dalam berproduksi cukup memadai. Namum berkebalikan dengan hal itu, produk-produk gerabah keramik yang dihasilkan justru sangat terbatas, hanya berupa belanga untuk memasak air, tempat membakar kemenyan atau ramuan tradisional, perapian tempat membakar ikan, 4 anglo (tungku dapur), dan jenis-jenis guci konvesional yang dibuat secara turun-temurun (Sudana & Dangkua, 2010/2011: 49). Produk-produk yang demikian itu tentu sudah tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat kekinian. Bentuk dan fungsi produk-produk gerabah yang dihasilkan oleh para perajin tradisional Gorontalo itu terkesan tidak memiliki keterkaitan dengan selera konsumen masa kini. Oleh karena itu penelitian ini menjadi sangat urgen dalam memecahkan permasalahan desain, yakni dengan menciptakan model-model desain keramik gerabah yang berkwalitas, unik, spesifik, dan prospektif. Penciptaan model-model desain gerabah yang unik dan spesifik itu sangat mungkin dilakukan dengan merevitalisasi produk-produk gerabah tradisional itu, serta dengan menggali dan memanfaatkan kekhasan seni budaya lokal-tradisional Gorontalo sebagai sumber ide atau konsep, baik yang berupa artefak-artefak, peristiwa budaya, maupun nilai-nilai (local wisdom). Upaya yang dilakukan itu tidak saja penting untuk memunculkan spesifikasi dan kekhasan model-model produk gerabah dalam menarik minat konsumen yang lebih ekstensif, tetapi juga penting bagi kelestarian seni budaya tradisional Gorontalo. Sebab, suatu seni budaya tradisional akan eksis dan lestari jika padanya terdapat nilai atau bentuk yang bermanfaat bagi masyarakat pendukungnya. Dalam konteks itu, penelitian ini akan bermanfaat ganda, yakni terciptanya model-model desain keramik gerabah yang inovatif dan mendukung pelestarian seni budaya tradisional. Terkait dengan upaya penciptaan desain-desain gerabah baru yang unik dan spesifik, telah berhasil dilakukan pada penelitian tahap I, yaitu berhasil dibuat tidak kurang dari 21 desain gerabah baru. Desain-desain tersebut merupakan visualisasi dari beberapa konsep yaitu, konsep revitaliasai produk gerabah tradisional, konsep kreasi alat musik tradisional Gorontalo, konsep kreasi pakaian adat Gorontalo, konsep kreasi artefak sejarah, konsep kreasi bentuk-bentuk binatang endemik Sulawesi, konsep kreasi lingkungan alam Gorontalo, dan konsep timbikar kontemporer. Ke-21 desain itu juga telah berhasil dibuat dalam bentuk gambar kerja, yang terdiri dari gambar tampak (atas, depan, samping kanan-kiri, belakang), gambar potongan, detail konstruksi, dan gambar perspektif. Penelitian tahap II diperlukan untuk mewujudkan desain-desain yang masih berupa gambar itu ke dalam produk nyata (prototipe) sehingga siap 5 dipreproduksi atau ditiru oleh perajin gerabah tradisional, baik untuk produksi massal atau dalam jumlah yang terbatas. Dalam proses perwujudan itu, selain diperlukan penyelarasan bentuk, juga masih diperlukan rangkaian eksperimen finishing untuk berbagai variasi warna yang tepat. Oleh karena itu, tanpa realiasasi pada produk nyata dikhawatirkan para perajin tidak mampu mewujudkan desaindesain itu secara tepat, sebab tipikal umum perajin adalah pengganda produk, mereka akan sulit menerjemahkan desain tanpa model-model nyata yang bisa diikuti (ditiru). Dalam hal itulah penelitian tahap II menjadi urgen dilakukan. Perwujudan desain-desain yang inovatif dan variatif itu pada produk nyata memerlukan dukungan bahan baku yang berkwalitas dan proses atau teknologi produksi yang memadai. Selama ini, para perajin tradisional memanfaatkan secara langsung tanah liat (alami) yang diambil dari kaki pegunungan Tenlow di Kota Barat Gorontalo, tanpa pengolahan lebih lanjut, sehingga kwalitasnya masih sangat kasar dan kurang plastis. Demikian juga variasi teknik produksi yang diterapkan tergolong kurang variatif untuk mendukung perwujudan kreasi desain yang akan dibuat. Oleh karena itu, penciptaan model-model desain yang akan dilakukan melalui penelitian ini, mesti disertai juga dengan perbaikan proses pengolahan bahan baku dan perbaikan proses atau teknologi produksi. Untuk menigkatkan kwalitas bahan baku tanah liat, pada penelitian tahap I dicobakan penerapan metode pengolahan penahapan dengan teknik basah, yaitu mulai dari penghancuran, pengayakan (disaring), perendaman, dan penegendapan dalam waktu tertentu (Suwardono, 2002a: 32-36). Untuk penghancuran (pengulekan) tanah liat telah berupaya dirancang suatu alat modifikasi pengolahan bahan baku sederhana dengan menginspirasi cara kerja alat pengaduk tepung kue (mixer) dengan memanfaatkan bor listrik. Mengingat pembuatan gerabah sangat mirip dengan pembuatan kue tepung. Sementara perbaikan proses produksi dilakukan menerapkan teknik-teknik produksi yang bervariasi, seperti teknik seleb, pilin, teknik cetak (gips dan kayu), teknik tempel, dan teknik ekspresi (Sambudi, 2004), untuk melengkapi teknik tradisionl (teknik pijit) yang selama ini diterapkan para perajin gerabah tradisional Gorontalo. Dalam konteks itu, penelitian yang dilakukan secara utuh menjadi semakin urgen karena bukan hanya melahirkan model-model (prototipe) gerabah inovatif 6 yang berbasis budaya lokal, tetapi juga menawarkan metode atau teknologi produksi untuk memperbaiki teknik-teknik pembuatan tradisional guna meningkatkan kwalitas hasil produk para perajin tradisional yang tentu saja akan berdampak dalam peningkatan nilai permasalahan kerajinan gerabah jual. tradisional Dengan begitu penyelesaian Gorontalo menjadi lebih komprehensip sehingga menjamin terjadinya perkembangan secara berkelanjutan. Pemerintah Daerah Gorontalo sangat optimis terhadap kerajian keramik gerabah tradisional ini untuk mampu berkonstribusi lebih besar terhadap pengembangan ekonomi daerah. Mengingat sektor kerajinan lokal secara umum memberi nilai tambah Rp. 2,4 Milyar dengan 1.465 unit usaha dan penyerapan tenaga kerja lokal sebanyak 6.249 orang (Direktori IKM Gorontalo, 2010). Khusus untuk kerajinan gerabah keramik, pemerintah daerah Gorontalo telah melakukan upaya-upaya pembinaan dan pemberian bantuan. Misalnya, tahun 1997 dan 1999, perajin difasilitasi melakukan studi banding ke sentra kerajinan keramik gerabah di daerah Minahasa Manado, tahun 2002 ke Balai Besar Keramik (BBK) Bandung, dan tahun 2004 ke sentra keramik Kasongan Yogyakarta. Sementara bantuan alat produksi yang pernah diberikan berupa peralatan meja putar kaki. Namun pada kenyataannya, fasilitas dan bantuan yang telah dikucurkan itu tidak berdampak signifikan pada perkembangan kerajinan tersebut. Hal itu menandakan bahwa bantuan yang diberikan oleh pemerintah tidak sesuai dengan permasalahan yang dihadapi para perajin, yakni kurangnya model-model desain yang bisa diikuti dan pengolahan bahan baku yang kurang mendukung proses produksi. Solusi yang ditawarkan melalui penelitian ini diyakini mampu menjembatani kesenjangan antara harapan pemerintah dengan kondisi nyata yang dihadapi perajin gerabah tradisional dalam mengembangkan usahanya. Dengan begitu, bantuan atau fasilitas yang dikucurkan pemerintah nantinya akan lebih tepat sasaran dan tidak bersifat spekulatif, bahkan kerap hanya menjadi proyek yang hanya sukses penyelenggaraan, namun tidak berdampak signifikan bagi pengembangan kerajinan gerabah tradisional tersebut. Keberhasilan dalam pembuatan produk-produk gerabah baru yang unik, berkwalitas, dan prospektif mesti dibarengi dengan teknik penyajian atau kemasan 7 yang tepat guna menarik minat konsumen. Sebab, orang atau konsumen, sebelum membeli produknya ia terlebih dahulu tertarik dari cara penyajian dan kemasannya. Ditengerai bahwa salah satu kelemahan dan murahnya produk kerajinan Indonesia untuk bersaing di pasar Global adalah kurangnya perhatian perajin terhadap kemasan produk-produknya (Sudana, dkk, 2010: 5). Pembuatan kemasan merupakan bagian tahap akhir dari serangkaian kegiatan produksi sebelum suatu produk dipersaingkan dengan produk-produk sejenis di pasaran. Melalui penelitian tahap II ini juga dirancang beberapa model kemasan sesuai dengan bentuk dan ukuran gerabah yang dikemas. Kemasan itu tidak saja dimaksudkan untuk menarik minat konsumen, akan tetapi yang lebih penting adalah melindungi produk dari kerusakan mengingat produk gerabah termasuk benda pecah-belah dan rawan rusak. Dalam penelitian ini, rancangan kemasan dianggap sebagai bagian penting dan tidak terpisahkan dari rangkaian kegiatan produksi lainnya, yang juga sangat menentukan kesuksesan produk dalam menggait minat konsumen secara ekstensif di tengah-tengah persaingan pasar komoditas produk-produk industri kreatif. Dengan demikian, upaya pengembangan kerajinan keramik gerabah tradisional Gorontalo yang dilakukan melalui penelitian secara utuh (tahap I dan tahap II) menjadi strategis, karena dapat memberi solusi terhadap beberapa permasalahan, yakni 1) mengatasi langkanya muncul desain atau model-model gerabah baru yang merupakan faktor kunci bagi pengembangan sektor kerajinan gerabah tradisional; 2) mendukung pelestarian seni budaya tradisional Gorontalo karena kebermanfaatanya sebagi konsep desain dan dipublikasikan secara luas; 3) memperbaiki proses atau teknologi kerajinan gerabah tradisional baik teknologi pengolahan bahan baku maupun teknologi produksi bentuk-bentuk gerabah; 4) mengarahkan bantuan dan pembinaan yang dilakukan pemerintah agar lebih tepat sasaran dan berdampak signifikan bagi pengembangan kerajinan yang menjadi sasarannya; 5) memperbaiki cara penyajian produk dengan cara menampilkannya dalam berbagai variasi kemasan agar lebih menarik dan utuh, sehingga mampu bersaing dengan produk-produk sejenis di pasar produk industri kreatif. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya yang relevan Penelitian sebelumnya yang relevan dengan topik yang diusulkan ini dan telah dilakukan pengusul berjudul” Potensi Seni Budaya Gorontalo dan Limbah Kayu sebagai Karya Seni Kriya” tahun 2009. Penelitian tersebut berhasil menemukan beberapa unsur seni budaya tradisional khas Gorontalo yang berpotensi sebagai sumber-sumber ide pembuatan karya seni kriya berbahan limbah sisa kayu. Jenis seni budaya tradisional itu meliputi: alat-alat musik tradisional, kisah atau cerita bersejarah, artefak budaya, tari-tarian dan ornamen tardisional Gorontalo (Sudana & Hasdiana, 2009: 31-37). Terkait dengan usulan ini, temuan-temuan dari penelitian tersebut bermanfaat dalam menggali dan menemukan konsep-konsep penciptaan desain keramik gerabah yang khas, original, unik, dan prosfektif, baik untuk model-model fungsional praktis maupun model dekorasi (keramik hias). Penelitian lainnya tentang gerabah yang relevan dengan topik usulan ini, dilakukan Mertanadi (2009) di Bali. Penelitian ini berhasil menemukan berbagai peralatan tradisional yang dimanfaatkan para perajin gerabah Bali, seperti penumbuk, ayakan, kayu pengulek untuk mengolah bahan baku tanah liat, dan roda putar, kain penghalus, tempat air pembasuh, dan pengusik. Kini peralatan tersebut telah banyak tergantikan dan disesuaikan dengan peralatan modern. Meskipun lokasi dan latar belakang sosiokultural perajin yang diteliti itu sangat berbeda, namun hasil penelitian ini cukup bermanfaat, terutama dalam melihat jenis peralatan yang digunakan para perajin keramik gerabah tradisional di Gorontalo, untuk menentukan langkah perbaikan yang akan dilakukan melalui penelitian ini. Di Desa Bentangan Klaten Jawa Tengah, penelitian gerabah pernah dilakukan oleh Windarnanto (2008). Temuan penting dari penelitian ini menunjukkan bahwa, tidak berkembangnya industri kerajinan gerabah (Jateng) yang menjadi lokasi penelitiannya, disebabkan oleh langkanya bahan baku, kurangnya peralatan modern, dan lemahnya keterampilan perajin dalam membuat variasi produk. Perajin yang rata-rata tamatan SMP dan hanya melakukan rutinitas 9 kerja tanpa melakukan inovasi-inovasi. Akhirnya, produk yang dihasilkan tidak dapat bersaing dan ditinggalkan konsumen. Namun demikian kerajinan gerabah di desa tersebut tetap eksis karena merupakan sumber penghasilan keluarga. Hasil penelitian tersebut sangat inspiratif dalam mencermati kondisi kerajinan gerabah di Gorontalo. Dari hasil penelitian ini tercermin bahwa permasalahan inovasi desain ternyata dialami para perajin gerabah di berbagai daerah di Indonesia. Karena itu, upaya untuk merancang model-model desain gerabah yang kreatif dan kompetitif mendesak dilakukan untuk menjamin kontinuitas dan perkembangan sektor kerajinan tersebut dalam merebut konsumen yang lebih ekstensif. Mudra (2008), memublikasikan hasil penelitiannya tentang Eksistensi Gerabah Tradisional sebagai Warisan Budaya Bali. Dilaporkan bahwa eksistensi kerajinan gerabah tradisional di Bali disebabkan oleh faktor agama (Hindu) yang senantiasi memerlukan benda gerabah sebagai peralatan ritual dan kemampuan perajin Bali dalam memanfaatkan kemajuan pariwisata dengan membuat gerabah sebagai souvenir. Penelitian ini memberi petunjuk tentang pentingnya menyesuaikan produk gerabah dengan kebutuhan konsumen. Hal ini semakin meyakinkan keberhasilan langkah-langkah yang dilakukan dalam pengembangan kerajinan gerabah di Gorontalo yang dilakukan melalui penciptaan desain-desain kreatif sesuai kebutuhan masyarakat. Sementara itu, Suwardono (2002a), memublikasikan beragam jenis kerajinan gerabah yang diproduksi oleh para perajin di Yogyakarta, Purwakarta, Malang, Bali, Bnajarnegara, Sumatera, dan Bandung. Model-model produk kerajinan gerabah yang dipublikasikan itu, bermanfaat sebagai pengontrol dari model-model kreasi desain gerabah keramik yang akan diciptakan melalui usulan ini, sehingga terjamin originalitasnya dan bebas dari peniruan yang tanpa disadari karena kurangnya referensi visual. Widarto (2005) memublikasikan tentang cara-cara pembuatan gerabah dari para perajin gerabah di Kasongan (Yogyakarta) dan perajin gerabah di Desa Pleret (Jawa Barat), mulai dari pembuatan dan penyiapan peralatan kerja, persiapan bahan baku, teknik-teknik pembentukan, pemberian hiasan, finishing, hingga pewarnaan dan teknik pembakaran, yang semuanya dilakukan secara tradisional. 10 Proses kerja pembuatan keramik gerabah tradisional yang dikemukan itu, merupakan standar-standar minimal dari teknologi pembuatan gerabah yang mesti dikuasai oleh para perajin tradisional. Terkait dengan penelitian yang dilakukan ini, beberapa teknologi pembuatan gerabah yang diinformasikan oleh Widarto itu menjadi acuan pembanding dalam mencermati teknik-teknik dan keterampilan dasar pembuatan keramik gerabah yang diaplikasikan oleh para perajin Gorontalo dalam melakukan kegiatan produksi. Informasi ini juga bisa menjadi titik tolak dalam menemukan metode pembuatan kerajinan keramik gerabah yang lebih unggul, baik dalam merealisasikan desain-desain inovatif yang akan diciptakan maupun ditawarkan pada perajin gerabah tradisional Gorontalo dalam memperbaiki mutu produksi. Sementara itu, Agus Mulyadi Utomo (2007: 22-23), menginformasikan tentang suhu pembakaran ideal benda-benda keramik, yakni keramik gerabah dengan suhu pembakaran di bawah 1000c disebut gerabah lunak, dibakar pada suhu 1000c disebut gerabah keras, dan yang dibakar dengan suhu 1200c disebut gerabah padat. pembakaran 1000c merupakan suhu ideal bagi produk gerabah, sementara suhu di bawah 1000c menghasilkan gerabah berkwalitas rendah. Ciri kwalitas hasil bakaran yang baik dan tidak baik dapat dikenali melalui bunyi gerabah setelah dibakar (nyaring atau tidak), warna (mengkilap atau kusam muda) struktur dan tekstur gerabah itu (kasar, rapuh, berpori sehingga tidak kedap air atau sebaliknya). Informasi ini berguna dalam menentukan kwalitas hasil pembakaran dari model-model keramik gerabah inovatif yang dibuat melalui penelitian yang dilakukan ini. Kwalitas pembakaran benda keramik dengan suhu tertentu sangat dipengaruhi oleh jenis tungku yang digunakan. Suwardono (2002b: 97-104) mengemukakan ada 4 tipe tungku pembakaran keramik, yakni tungku ladang, tungku bak, tungku botol, dan tungku terbalik. Masing-masing tipe tungku tersebut menghasilkan suhu dan kwalitas hasil pembakaran berbeda-beda yang dipengaruhi oleh kondisi tungku, jenis bahan bakar yang digunakan, jenis keramik yang dibakar, perlengkapan pembakaran, dan keahlian yang diperlukan oleh seseorang dalam melakukan pembakaran. Teori ini berguna dalam menentukan 11 kelayakan jenis tungku yang akan digunakan dalam pembakaran semua prototipe yang berhasil dibuat. Terkait dengan peralatan, cara pengolahan bahan baku, dan berbagai teknik pembuatan keramik gerabah diungkap Sambudi (2004). Pengolahan bahan baku dilakukan melalui penumbukan atau penggilingan, perendaman, dan penyaringan. Untuk menghasilkan hasil olahan tanah liat yang baik, perajin minimal memiki alat pengghancur yang bisa dibuat secara sederhana atau modifikasi. Sementara proses pembuatan gerabah dan sejumlah teknologi atau cara pembuatan keramik gerabah yang lazim dilakukan oleh para perajin gerabah berpengalaman, yaitu: teknik pilin, teknik seleb atau lempengan, teknik putar (manual/mesin), dan teknik cetak. Teknik-teknik pembuatan gerabah yang diungkapkan itu menjadi acuan dalam memperbaiki proses atau teknik-teknik diaplikasikan perajin tradisional Gorontalo, dalam mewujudkan model-model kreasi desain yang dibuat dan nantinya bisa dikuti oleh para perajin tradisional untuk meningkatkatkan variasi dan kwalitas produknya. 2.2. Studi tentang Seni Budaya Gorontalo Studi tentang seni budaya tradisional Gorontalo untuk menemukan konsep-konsep desain inovatif yang berbasis budaya lokal dilakukan melalui penelusuran terhadap berbagai unsur budaya, seperti musik dan tarian taradisiona, pakaian adat, adat-istiadat, dan sebabainya. Dalam bidang musik, termuat dalam buku berjudul Alat Musik Tradisional Daerah Gorontalo, yang disusun Suwardi dan Farha Daulima disebutkan, bahwa Gorontalo memiliki beragam alat musik tradisional yang menjadi simbol masyarakat Gorontalo. Selain penjelasan secara verbal, buku tersebut juga dilengkapi gambar-gambar alat musik tradisional. Buku ini bermanfaat terutama dalam melihat kesesuaian antara desain, perwujudannya, dengan karakter asli alat-alat musik tradisional. Terkait dengan upacara-upacara tradisional Gorontalo terungkap dalam buku Ragam Upacara Tradisional Daerah Gorontalo, yang disusun oleh Farha Daulima (2006). Selain menyajikan tata cara dan jenis-jenis upacara tradisional Gorontalo, buku ini juga membahas tentang makna atau nilai-nilai dari berbagai atribut adat yang terdapat pada upacara tersebut. Buku tentang Busana Adat 12 Gorontalo oleh Farha Daulima (1999), yang mengungkap tentang jenis-jenis pakaian adat Gorontalo beserta atirbut-atribut penghias dan maknanya. Selanjutnya, buku berjudul Abad Besar Gorontalo oleh Niode dan Elnino (2003), yang mengungkap tentang masa keemasan Islam dan kebangkitan indentitas kultural Gorontalo, dan buku berjudul Limo Lo Pohalaa: Sejarah Kerajaan Gorontalo, ditulis oleh Juwono dan Hutagalung, mengungkap tentang sejarah perkembangan kerajaan-kerajaan yang ada di Gorontalo, zaman penjajahan, termasuk kehidupan sosial budaya masyarakat pada masa kerajaan hingga kini. Kedua buku di atas sangat bernilai dalam mencermati kehidupan sosial kultural masyarakat Gorontalo yang nantinya berguna sebagai inspirasi dalam penciptaan desain gerabah. Buku-buku yang disebutkan itu terutama berguna dalam menafsirkan nilai-nilai filosofi bagi produk gerabah yang berhasil diwujudkan. 2.3. Industri Kreatif Informasi tentang industri kreatif diperlukan dalam penelitian ini guna mendorong, mengarahkan, dan menentukan karakteristik atau kriteria desain yang dibuat agar bisa diterima masyarakat industri baru ini. Industri kreatif suatu industri yang berasal dari pemanfaatan kreatifitas, keterampilan, serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan dan lapangan kerja dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu. Industri kreatif lahir dari usaha untuk mengekspresikan potensi kreatif yang dimiliki seseorang. Oleh karena itu, pekerja industri kreatif cenderung memilih lokasi yang mendukung kemunculan ide-ide dan kreatifitasnya untuk bekerja, dan mereka tidak dapat dikekang dengan rutinitas kantor yang monoton (Kompas, 19 Juli 2009: 22). Kelebihan industri kreatif adalah tidak dibutuhkan modal besar dan bisa dilakukan di mana saja, tidak seperti industri umumnya yang harus dilakukan di sebuah pabrik atau tempat usaha luas yang memerlukan investasi besar. Industri yang berbasis kreatifitas tersebut merupakan gelombang keempat penggerak sistem ekonomi dunia, setelah industri pertanian, manufatur, dan teknologi mekanik. Ratna Megawangi (2008 : 32) menyebutkan, bahwa kelahiran indutri kreatif bermula dari upaya negara-negara maju dalam mencari sektorsektor lain yang sulit ditiru untuk mempertahankan keunggulannya, setelah jaman 13 keemasan teknologi informasi yang mudah ditiru telah lewat. Dari situlah kemudian berkembanglah wacana baru tentang era creative economy, dan creative industry, ada juga yang menyebut dengan istilah creative capitalism. Sektor ini akan sulit ditiru negara lain, karena memerlukan kemampuan spesifik manuisa yang melibatkan kreativitas, keahlian, dan bakat. Negara-negara yang mempunyai keunggulam komperatif pada industri kreatif diperkirakan akan menguasai perekonomian global di masa depan. Industri kreatif, menurut Presiden Susilo Bambang Yudoyono (Suara Karya, 3 Januari 2009), selain mampu menggerakkan roda perekonomian, juga sekaligus bisa mengenalkan seni budaya Indonesia ke manca negara, terutama produk-produk kreatif yang memanfaatkan nilai budaya, warisan pusaka, dan nilai-nilai lokal. Pandangan ini menguatkan keyakinan akan pentingnya mengangkat seni budaya lokal-tradisional sebagai sumber ide atau tema-tema produk indutri kreatif, agar bisa bertahan hidup dan bahkan berkembang, di tengah pergaulan seni budaya global. Pangsa pasar ekonomi kreatif masih terbuka lebar, terutama dari kelas menengah yang senantiasa memiliki daya beli untuk kesenangan dan hobi (leisure) meskipun ekonomi global dilanda krisis. Demikian juga sumber daya manusia (SDM) kreatif juga sangat besar, yakni sebesar 47 % dari total penduduk Indonesia atau sebesar 143,8 juta yang usianya di bawah 29 tahun (Pransiska, Kompas, 9 Januari 2009). Pandangan ini menunjukan, bahwa industri kreatif berpeluang besar untuk dikembangkan, karena ketersediaan SDM yang memadai dan prospek pasar atau konsumen yang sangat besar. Industri kreatif merupakan industri yang paling merakyat dan cenderung kebal terhadap krisis. Berbagai informasi yang terkait pengembangan industri kreatif merupakan peluang sekaligus tantangan bagi produk-produk kerajinan, khususnya gerabah keramik. Untuk mengubah tantangan menjadi peluang itulah diperlukan langkahlangkah inovatif, yang diantaranya bisa dilakukan penciptaan desain-desain keramik gerabah inovatif, memperbaiki teknologi produksi secara terus-menerus, serta merancang tampilan produk yang lebih menarik melalui penciptaan modelmodel kemasan yang eksklusif. 14 2.4. Peta Jalan Penelitian Tahun 2009 telah dilakukan penelitian berjudul” Potensi Seni Budaya Gorontalo dan Limbah Kayu sebagai Karya Seni Kriya Guna Mendukung Industri Kreatif”. Penelitian yang merupakan Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional dari DP2M Dikti itu, mengkaji berbagai unsur seni budaya tradisional Gorontalo yang berpotensi untuk dikreasi menjadi karya seni kriya. Produk dari penelitian ini adalah 1) potensi limbah kayu sebagai bahan baku seni kriya teridentifikasi; 2) konsep-konsep penciptaan seni kriya yang bersumber dari khasanah seni budaya tradisional seperti oranamen, alat musik, tarian, artefakartefak adat. Temuan dari penelitian berkontribusi dalam menentukan konsepkonsep kreasi desain keramik gerabah yang akan dilakukan dalam usulan ini. Tahun 2010 penelitian tersebut mendapat persetujuan untuk dilanjutkan dalam Hibah Strategis Nasional Lanjutan. Temuan atau produk dari penelitian lanjutan tersebut berupa: 1) desain seni kriya cenderamata kreatif 2) prototipeprototipe seni kriya cenderamata khas Gorontalo dengan bahan baku limbah kayu sisa yang siap direproduksi oleh perajin; 3) model-model kemasan sesuai dengan bentuk dan ukuran prototipe. Produk yang terkait atau berkontribusi terhadap penelitian yang diusulkan ini adalah pada pengembangan model-model kemasan yang bisa disesuaikan dengan karakteristik produk gerabah. Tahun 2011, dilakukan penelitian tentang ”Potensi dan Permasalahan Kerajinan Keramik Gerabah di Desa Tenilo Kota Barat Gorontalo” yang dibiayai dari dana PNBP Universitas Negeri Gorontalo. Penelitian ini berusaha menemukan berbagai potensi dan permalahan pada kerajinan gerabah, menyangkut bahan baku, kondisi perajin, dan teknologi produksi. Temuan dari penelitian ini yang berupa potensi adalah: 1) ketersedian bahan baku tanah liat sangat melimpah terbentang di tepi sungai kaki pegunungan Tenlow Kota Barat Gorontalo, namun karekteristik bahan yang menyangkut kandungan meneral (kuarsa, feldspar, kaolin) dan lainnya belum teridentifikasi karena harus dilakukan uji lab.; 2) jumlah perajin cukup besar (98 orang) terorganisir dalam tiga kelompok; 3) kondisi perajin rata-rata berpendidikan SD dan SMP yang mengalami putus sekolah dan menekuni profesi sebagai perajin gerabah secara konsisten turun-temurun; 4) penguasaan keterampilan memadai untuk membuat 15 jenis-jenis gerabah tradisional tetapi kurang variatif; 3) peralatan produksi yang digunakan masih sangat tradisional. Temuan-temuan dari penelitian tersebut merupakan potensi dan permasalahan mendasar yang terjadi pada kerajinan keramik gerabah tradisional Gorontalo. Penelitian yang dilakukan ini akan berusaha untuk: 1) mengidentifikasi karateristik tanah liat guna menentukan kwalitas bahan baku dan menentukan komposisi campurannya untuk meningkatkan kwalitas bahan baku; 2) menemukan konsep-konsep penciptaan desain inovatif melalui revitaliasi produk gerabah tradisional, eksplorasi seni budaya tradisional Gorontalo dan bentukbentuk flora-fauna unik yang hidup di bumi Gorontalo; 3) merancang kreasikreasi desain keramik gerabah baru yang inovatif sesuai dengan konsep-konsep penciptaan yang ditemukan; 4) memperbaiki proses atau teknologi pembuatan gerabah tradisional mulai dari teknologi pengolahan bahan baku, beragam teknik kerja, pengeringan, pembakaran, dan finishing untuk mendukung perwujudan desain-desain ke dalam produk nyata menjadi model atau prototipe yang siap direproduksi massal oleh para perajin gerabah tradisional; 5) merancang modelmodel kemasan menarik sesuai dengan bentuk dan karakteristik desain. Setelah kegiatan yang diusulkan ini selesai (berhasil), maka penelitian selanjutnya akan diarahkan untuk meningkatkan kwalitas dan variasi produkproduk kerajinan gerabah Gorontalo, yaitu dari jenis gerabah biskuit menjadi produk-produk keramik halus dengan penerapan teknik glasir, agar dapat meraih peluang pasar yang lebih ekstensif, terutama peluang pasar ekspor. Untuk rencana ini, pengusul berencana akan meminta bantuan pemerintah daerah melalui instansi terkait, terutama dalam penyediaan tungku pembakaran suhu tinggi yang layak digunakan untuk proses pembakaran keramik glasir. 16 Bagan Roadmap penelitian sebagai berikut. Penelitian th. 2009 Produk dari penelitian ini adalah 1) potensi limbah kayu sebagai bahan baku seni kriya teridentifikasi; 2) konsepkonsep penciptaan seni kriya yang bersumber dari khasanah seni budaya tradisional seperti oranamen, alat musik, tarian, artefak adat. Penelitian th. 2010 1) desain seni kriya cenderamata kreatif 2) prototipe-prototipe seni kriya cenderamata khas Gorontalo bahan baku limbah kayu sisa yang siap direproduksi oleh perajin; 3) model-model kemasan sesuai bentuk dan ukuran prototipe. Penelitian th. 2011 Temuan: 1) ketersedian bahan baku tanah liat sangat melimpah di kaki pegunungan Tenlow Gorontalo, namun karekteristik bahan yang menyangkut kandungan meneral belum teridentifikasi karena harus dilakukan uji lab.; 2) jumlah perajin cukup besar sebagai potensi SDM; 3) perajin rata-rata berpididikan SD dan SMP yang putus sekolah dan menekuni profesi sebagai perajin gerabah secara konsisten turuntemurun; 4) penguasaan keterampilan cukup memadai untuk membuat jenis-jenis gerabah tradisional tetapi kurang variatif; 3) peralatan produksi yang digunakan tergolong masih sangat tradisional sehingga kurang mendukung hasil produksi yang berkwalitas. Penelitian yang diusulkan 1) mengidentifikasi karateristik tanah liat meliputi: daya kembang-susut, kandungan mineral dan zat-zat lainnya guna menentukan kwalitas bahan baku dan komposisi campurannya untuk meningkatkan kwalitasnya; 2) menemukan konsep-konsep penciptaan desain yang bersumber dari seni budaya tradisional Gorontalo; 3) merancang kreasi-kreasi desain gerabah inovatif, memanfaat seni budaya tradisional Gorontalo sebagai konsep; 4) memperbaiki proses atau teknologi pembuatan gerabah tradisional untuk mendukung perwujudan desain-desain ke dalam karya nyata; 5) merancang model-model kemasan menarik sesuai dengan bentuk dan karakteristik desain. Rencama setelah kegiatan yang diusulkan selesai Meningkatkan kwalitas dan variasi produk-produk kerajinan tersebut, dari gerabah biskuit menjadi produk-produk keramik halus dengan penerapan teknik glasir untuk menjangkau peluang pasar yang lebih ekstensif, terutama peluang pasar ekspor. Untuk rencana ini, pengusul akan meminta bantuan pemerintah daerah dalam penyediaan tungku pembakaran suhu tinggi yang layak untuk proses pengglasiran. Gb. 1. Bagan Roadmap Penelitian 17 BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1 Tujuan Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan kerajinan keramik gerabah tradisional Gorontalo melalui penciptaan desain-desain kreatif dan perbaikan proses produksi guna mendukung industri kreatif. Secara khusus tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tahap II ini adalah: 1. Mewujudkan kreasi-kreasi desain ke dalam produk nyata, yakni menjadi model atau prototipe-prototipe produk kerajinan keramik gerabah etnik yang berkwalitas, khas, dan prospektif, baik dalam bentuk prototipe maupun karya yang sebenarnya. Keberhasilan pencapaian tujuan ini mampu menyediakan model-model (prototipe) produk keramik gerabah yang khas, unik, dan propektif bagi para perajin gerabah tradisional untuk direproduksi secara massal. Selain itu, model-model gerabah baru yang berhasil dibuat juga bisa menjadi inspirasi bagi para desainer atau para perajin yang kreatif guna membuat produk gerabah baru yang sejenis, sehingga setiap saat akan muncul model-model gerabah baru sesuai selera zaman. 2. Menemukan formula bahan dan teknik aplikasi finishing yang tepat untuk produk-produk gerabah, guna menampilkan produk dalam berbagai variasi corak dan warna finishing. Dari keberhasilan tujuan ini, maka akan tersedia formulasi bahan dan metode aplikasi finishing yang tepat untuk penyelesaian akhir produk-produk gerabah. Formula bahan dan metode aplikasi finishing tersebut nantinya dapat digunakan secara berkelanjutan oleh para perajin gerabah, terutama untuk gerabah yang ingin diproduksi secara massal. 3. Merancang model-model kemasan yang eksklusif untuk menampilkan produkproduk gerabah baru yang berhasil diwujudkan, agar tidak mudah rusak (pecah), sekaligus menambah daya tarik para konsumen barang industri kreatif. Model-model kemasan yang berhasil dibuat itu, nantinya juga bisa ditiru atau diikuti oleh para perajin gerabah tradisional untuk mengemas hasilhasil produknya agar lebih menarik. 18 3.2. Manfaat Penelitian Manfaat yang akan diproleh dari hasil penelitian ini adalah: 1. Penyediaan desain dan prototipe-prototipe produk keramik gerabah inovatif yang berkwalitas, khas, unik, dan propektif untuk memenuhi selera konsumen. Model-model yang berhasil dibuat itu nantinya bisa direproduksi atau ditiru secara oleh para perajin tradisional untuk dipasarkan secara luas. 2. Memberikan alternatif solusi dalam pengolahan bahan baku tanah liat melalui metode penahapan (teknik basah) dan modifikasi alat penghancur, guna meningkatkan kwalitas bahan baku sebagai jaminan dari kwalitas produk. 3. Perbaikan terhadap mutu proses produksi perajin tradisional, dengan menawarkan berbagai variasi teknik produksi guna menghasilkan produk yang bervariasi guna memberikan ragam pilihan bagi konsumen. 4. Menyediakan model-model kemasan guna menampilkan produk yang lebih menarik dan eksklusif sehingga mampu merebut minat konsumen dan meningkatkan nilai jual. 5. Sebagai salah satu sumber referensi dalam pengembangan bahan ajar pada mata kuliah-mata kuliah di Jurusan Teknik Kriya, khusunya matakuliah seni kriya keramik, desain produk, seni patung, seni ornamen, dan seni kerajinan. 6. Mendukung pelestarian seni budaya tradisional lokal Gorontalo, karena akan dimanfaatkan sebagai konsep desain yang akan dipublikasikan secara luas. 7. Sebagai informasi bagi pemerintah dan pihak lain mengenai potensi-potensi lokal yang bernilai ekonomi, khususnya di bidang kerajinan untuk bisa dikembangkan dengan strategi yang lebih tepat. 19 BAB IV METODE PENELITIAN Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian tahap II masih dalam koridor/lanjutan dari metode penelitian tahap I, yakni metode eksperimen. Data-data digali dari proses dan hasil-hasil eksperimen, yang dikumpulkan dengan metode observasi, pengujian, wawancara (tanggapan/komentar), dan studi pustaka sebagai data sekunder. Data dianalisis secara interaktif mengikuti model analisis data Milles dan Huberman (Sugiyono, 2010: 246-253), yakni: reduksi data, display data, dan verifikasi. Reduksi data dilakukan dengan membuat kategorisasi data, mengambil serta merangkum data yang relevan, dan membuang data yang tidak relevan. Data hasil reduksi kemudian didisplay, yakni disusun dalam urutan sehingga strukturnya jelas dan mudah dipahami. Apabila data yang terdisplay telah cukup dan strukturnya jelas, kemudian dilakukan penarikan kesimpulan. 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di beberapa lokasi sesuai dengan kegiatan dan tujuan yang hendak dicapai. Untuk. proses perwujudan, terutama pada tahap pembentukan dan finishing dilakukan di tempat pribadi peneliti, Jl. Jakarta Perum Tirta Kencana Blok A No. 7 Kota Gorontalo dan di Laboratorium/studio Jurusan Teknik Kriya Universitas Negeri Gorontalo. Proses pembakaran dilakukan di tempat pembakaran para perajin keramik gerabah Desa Tenilo Kota Gorontalo. Tanah liat sebagai bahan baku diambil di kaki perbukitan Alanggaya Kelurahan Tenilo Kota Gorontalo, pada kedalaman 50 cm. Pertimbangannya adalah tempat tersebut merupakan sumber bahan baku tanah liat bagi para perajin dan pada kedalaman 50 cm dianggap tanah paling berkwalitas untuk bahan baku. 4.2 Prosedur Penelitian Penelitian tahap II ini difokuskan pada perwujudan desain-desain ke dalam produk nyata hingga siap direproduksi. Terkait dengan itu ada beberapa tahapan kegiatan yang dilakukan yaitu: pengolahan bahan baku (tanah liat), pembentukan, pengeringan, pembakaran, finishing, pembuatan kemasan, dan evaluasi. Masingmasing tahap tersebut dibagi dalam beberapa kegiatan sebagai berikut: 20 1. Pengolahan bahan baku (tanah liat) Kegiatan pada tahap ini adalah melakukan pengolahan tanah liat dengan penerapan teknik tertentu dan penggunaan mixer tanah liat. Proses yang dilalui meliputi: 1) Pengambilan tanah liat dari alam dan pembersihan primer yaitu membersihkan kotoran-kotoran humus; 2) penjemuran; 3) perendaman agar tanah liat mengembang menjadi slip (lumpur); 4) pengghancuran agar butiran-butiran tanah liat yang keras hancur; 5) pengadukan agar tanah liat tercampur secara homogen; 6) penghalusan agar tekstur tanah halus; 7) penyaringan menggunakan mesh 60 agar bebatuan tersaring untuk dibuang; 8) pengendapan 2-3 hari untuk memisahkan air dengan tanah; 9) pengentalan atau penguapan air dari tanah liat agar tanah menjadi kental; 10) pengulian yaitu agar tanah liat menjadi plastis; 11) pemeraman sekitar selama 7 hari dalam suhu lembab agar terjadi permentasi yang menyebabkan tanah liat menjadi makin plastis. Target atau indikator keberhasilan pada kegiatan ini adalah tersedia bahan baku (tanah liat) yang berkwalitas untuk mewujudkan desain-desain gerabah ke dalam produk nyata. 2. Pembentukan Kegiatan pada tahap ini adalah: 1) pembuatan bentuk-bentuk global dengan beragam teknik sesuai dengan teknik yang diisyaratkan pada desain, teknik putar, teknik pilin, teknik lempengan (slabing), teknik pijat (piching); teknik cetak, dan teknik ekspresif; 2) pembuatan bentuk-bentuk detail, penyesuaian proporsi, dan plastisitas anatomi guna menampilkan bentuk-bentuk yang ideal sesuai dengan desain; 3) proses pembuatan hiasan atau dekorasi yang dilakukan dengan teknik ukir, teknik toreh, dan teknik tempel sesuai jenis hiasan yang digambarkan pada desain. Kegiatan ini bertujuan untuk menambah nilai keindahan dan keunikan produk. Target atau indikator keberhasilan pada tahap ini adalah terbentuknya semua desain desain (21 desain) dari penelitian tahap I ke dalam produk nyata dengan tahapan proses secara sistematis dan mengaplikasikan metode atau teknik-teknik pembuatan gerabah yang telah ditentukan. 3. Pengeringan dan Pembakaran Proses pengeringan dilakukan secara alami pada tempat khusus yang terhindar dari sinar matahari langsung, agar kandungan air menguap perlahan 21 sehingga produk tidak mengalami keretakan akibat penyusutan mendadak. Kegiatan pengeringan bertujuan untuk menghilangkan kadar air pada produk sehingga pada saat pembakaran produk tidak mengalami kerusakan (retak atau pecah) akibat penurunan kadar air secara mendadak saat pembakaran. Sementara itu, proses pembakaran dilakukan pada tungku ladang dan tungku bak dengan bahan bakar berupa kayu api dan sekam padi. Pembakaran dilakukan pada suhu antara 500c- 700c. Kwalitas hasil pembakaran diuji dengan secara manual melalui kenyaringan suara produk ketika dipukul, kecerahan warna, ketidaklunturan ketika diusap dengan tangan, dan keutuhan bentuk produk yaitu pasca bakar produk tidak mengalami perubahan bentuk dan tidak terjadi kerusakan (retak atau belah). Terpenuhinya kriteria hasil uji tersebut sekaligus menjadi indikator dari keberhasilan pada tahap pengeringan dan pembakaran. 4. Finishing Kegiatan pada tahap ini adalah melakukan proses finishing pada semua produk gerabah setelah melalui proses pembakaran. Proses finishing dilakukan melalui beberapa tahap yaitu: 1) pengamplasan untuk menghaluskan permukaan produk agar mudah diterapkan bahan finishing; 2) pembuatan formula bahanbahan finishing termasuk bahan-bahan alternatif; 3) penerapan atau aplikasi bahan finishing yang telah terformulasi dengan teknik tertentu, seperti penguasan, semprot, tulis (coretan), dan teknik tempel (colage); 4) pelapisan dengan clear untuk menguatkan bahan-bahan finishing yang telah diterapkan. Target atau indikator keberhasilan pada tahap ini adalah ditemukan minimal 4 jenis finishing untuk produk-produk gerabah, yaitu finishing warna transfaran, finishing warna plakat, finishing warna antik, dan finishing kreasi tempel (colage). 5. Pembuatan kemasan Kemasan dibuat sesuai dengan bentuk dan ukuran produk. Tujuan pembuatan kemasan, selain untuk menjaga keamanan produk, juga agar modelmodel gerabah tersajikan lebih menarik dan elegan. Oleh karena itu, kemasan mesti dirancang secara serius dan bervariasi. Beberapa variasi kemasan yang dirancang yaitu: 1) kemasan ekskslusif dengan memanfaatkan bahan triplek yang 22 dilapisi dengan kain beludru dan hiasan pita; 2) kemasan ukir dengan memanfaatkan papan tipis yang dirakit dan diukir; 3) kemasan biasa dengan memanfaatkan karton tebal dan plastik kaca; 4) kemasan terbuka dengan menggunakan besi. Proses pembuatan kemasan diawali dengan pembuatan desain, perakitan, pelapisan, dan finishing. Target atau indikator keberhasilan pada tahap ini adalah tersajikannya model-model produk gerabah hasil perwujudan dalam berbagai variasi kemasan, meliputi: kemasan ekslusif, kemasan ukir, kemasan biasa, dan kemasan terbuka. 6. Evaluasi dan Publikasi Evaluasi bertujuan untuk mengetahui secara menyeluruh kesesuain antara gagasan (konsep) dan desain dengan hasil perwujudannya dan mengkritisi pencapaian kwalitas karya, menyangkut segi fisik atau tekstual dan segi makna atau aspek kontekstualnya. Kriteria yang digunakan dalam melakukan evaluasi adalah bentuk unik dan original (tidak meniru yang telah ada), ukuran proporsional, fungsional atau dekorasi, ergonomis, menyiratkan bentuk dan nilainilai seni budaya Gorontalo, dan memiliki propek pasar yang menjanjikan. Dalam melakukan evaluasi akan dilibatkan para perajin gerabah, pakar budaya, seniman, desainer, dan pengusaha atau pelaku pasar seni kerajinan. Hasil dari evaluasi tersebut adalah sebuah rekomendasi bersama tim penilai, yang menyatakan “apakah model-model (sampel) produk keramik gerabah yang diciptakan itu telah memenuhi syarat dan layak diproduksi dan dipasarkan atau tidak’. Jika dinyatakan tidak layak, maka tim peneliti akan meminta saran-saran perbaikan atas segi-segi kekurangan produk tersebut, untuk kemudian diperbaiki atau dengan cara dibuat ulang. Evaluasi dilaksanakan serangkaian dengan kegiatan publikasi yang dilakukan dalam suatu seminar atau pameran disertai dengan penyebaran katalogus. Dalam katalogus, selain memuat gambar-gambar produk hasil penelitian, pengantar dari tim peneliti, dan lembaga penelitian, juga akan dimuat tulisan dari pakar atau pengamat yang kompeten, untuk memberi tanggapan dan membangun wacana tentang potensi seni kerajinan gerabah keramik tradisional dan seni budaya lokal dalam pengembangan industri kreatif. 23 Alur Kerja Penelitian Keseluruhan (Tahap I dan II) Unsur-unsur seni budaya tradisional (etnik) Gorontalo Kerajinan keramik gerabah Gorontalo Eksplorasi (penggalian sumber ide/konsep) Data pustaka/wawancara Data visual Data material & peralatan Analisis data (secara interaktif) (Hasil: konsep-konsep) konsep penciptaan desain gerabah inovatif Eksperimen desain (desain alternatif) Karakteristik bahan baku tanah liat teridentifikasi Konsep dan hasil rancangan alat pengolah tanah liat Perancangan Alat pengolahan bahan baku & penentuan teknik produksi Desain terpilih Desain proyeksi (gambar kerja dan perspektif) Perwujudan Pengolahan bahan baku Pembentukan-pembakaran Finishing Evaluasi (seminar, pameran) Pembuatan kemasan Model-model keramik gerabah inovatif (siap diproduksi dan dipasarkan) Gb. 2. Skema Alur Kegiatan Penelitian keseluruhan 24 Alur Kerja Penelitian pada Tahap II (Perwujudan-Evaluasi) Desain proyeksi (gambar kerja & perspektif) Perwujudan Metode & Alat pengolahan bahan baku tanah liat Pengolahan bahan baku Pengambilanpenghancurkan tanah Pengendapan, pengulian, pemeraman, tanah liat Pengadukan, penghaluasan, penyaringan tanah liat Pembentukan Tek. picnhing Tek. putar Tek. slab Tek. pilin Tek. cetak Tek. ekspresif Penerapan motif hias: teknik ukir, teknik toreh/gores, teknik tempel (collage) Proses Pengeringan Proses Pembakaran Finishing Warna Transparan Warna Plakat Warna Antik Teknik Tempel Pembuatan model-model kemasan Kemasan eksklusif Kemasan ukir Kemasan biasa Kemasan terbuka Evaluasi (seminar, pameran) Model-model produk keramik gerabah inovatif (siap diproduksi dan dipasarkan) Gb. 3. Bagan alur kegiatan penelitian tahap kedua 25 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengolahan Bahan Baku (Tanah Liat) Bahan baku utama pembuatan gerabah adalah tanah liat (lempung). Akan tetapi tanah liat yang terdapat di alam tidak secara langsung bisa dimanfaatkan untuk pembuatan gerabah yang berkwalitas. Seperti halnya tanah liat lokal Gorontalo, meskipun secara alami sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku gerabah, namun tanah liat itu masih tercampur dengan berbagai kotoran (humus), kerikil, dan tidak plastis. Hasil pengolahan bahan baku (lempung) oleh para perajin tradisional yang dilakukan secara manual juga kurang mampu meningkatkan kwalitas alami tanah liat lokal Gorontalo, terutama untuk pembuatan jenis gerabah halus (gerabah hias). Karakteristik dari lempung lokal setelah dilakukan pengolahan dengan cara tradisional itu adalah: 1) tekstur tanah tergolong agak halus masih berpori masih dijumpai pasir kerikil yang berdiameter sekitar 0,2-0,5 cm; 2) keplastisan tanah tergolong “agak plastis”; 3) kadar air tergolong tinggi; dan campuran kurang homogen (Sudana, 2011: 41-42). Sementara itu, untuk pembuatan gerabah halus yang berkwalitas, tingkat keplastisan tanah yang baik adalah ”sangat plastis” sehingga memungkinkan dibuat bentuk dengan berbagai variasi artistik tanpa mengalami kerusakan pecah atau retak (Utomo, 2007: 198). Tekstur tanah yang baik mesti ”halus” yaitu rapat dan tidak berpori, agar bisa dibentuk dengan berbagai teknik tanpa adanya perubahan bentuk sehingga menghasilkan bentuk gerabah yang bervariasi (Utomo, 2007: 197). Mencermati kondisi tanah liat hasil olahan manual perajin tradisional itu, jelas kurang layak digunakan untuk mewujudkan desain-desain gerabah baru hasil penelitian tahap I, yang semuanya tergolong sebagai gerabah halus. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengolahan bahan baku (lempung) yang lebih intensif dan sistematis untuk meningkatkan kwalitas alami tanah liat lokal agar layak digunakan sebagai bahan baku gerabah halus. Sebab, nilai dan keunggulan suatu produk kerajinan diantaranya ditentukan oleh mutu bahan, menyangkut kwalitas bahan dasar yang dimanfaatkan perajin (Gustami, 1999: 8). Terkait dengan peningkatan kwalitas bahan baku kerajinan gerabah yang berupa tanah liat 26 (lempung), maka ditawarkan dua metode atau teknik pengolahan tanah liat yang dapat diimplementasikan guna menghasilkan olahan bahan baku (lempung) berkwalitas, yaitu metode pengolahan tanah liat dengan “teknik basah” dan metode pengolahan tanah dengan “teknik kering” sesuai dengan keadaan tanah yang di dapat dari alam dan kondisi cuaca pada saat pengolahan tanah. 5.1.1. Pengolahan Tanah Liat dengan Teknik “Basah” Secara sistematis pengolahan bahan baku (tanah liat) dengan metode teknik ”basah” dapat dilakukan secara manual dengan beberapa langkah yaitu: 1) Pengambilan tanah liat dari alam dan pembersihan primer yaitu membersihkan kotoran-kotoran humus; 2) perendaman agar tanah liat mengembang dan menjadi slip (lumpur); 3) pengghancuran agar butiran-butiran tanah liat yang keras hancur menjadi slip; 4) pengadukan agar tanah liat tercampur secara homogen; 5) penghalusan agar tekstur tanah halus; 6) penyaringan menggunakan mesh 60 agar bebatuan yang tidak hancur tersaring untuk dibuang; 7) pengendapan 2-3 hari untuk memisahkan air dengan tanah; 8) pengentalan atau penguapan air dari tanah liat agar tanah menjadi kental; 9) pengulian yaitu agar tanah liat menjadi plastis; 10) pemeraman sekitar selama 7 hari dalam suhu lembab agar terjadi permentasi yang menyebabkan tanah liat menjadi makin plastis. Pada tahap-tahap tertentu dari penerapan metode pengolahan tanah liat dengan teknik ”basah” mutlak diperlukan peralatan pendukung. Adapun tahapan yang memerlukan bantuan peralatan pendukung adalah tahap penghancuran tanah, tahap pengadukan/pencampuran, dan tahap penghalusan tanah liat. Pada tahaptahap tersebut, tanah liat masih dalam kondisi alami dengan butiran-butiran kasar yang tidak sama dan terkadang agak keras. Dalam keadaan tersebut, alat akan berfungsi untuk menghancurkan butiran tanah yang masih keras dan melarutkan campuran agar tanah tidak ada yang lebih keras atau lebih lembek. Alat juga berfungsi untuk menghaluskan tanah agar lolos dalam penyaringan dengan mesh 60-80 (saringan tepung kopi) sehingga menghasilkan tekstur tanah yang halus. Alat dengan kegunaan yang demikian itu, juga telah berhasil dibuat pada penelitian tahap I, yang berupa mixer tanah yang bersifat modifikatif dengan tiga mata pisau. Ketiga mata pisau itu berfungsi sebagai pemecah atau penghancur 27 tanah liat, mengaduk campuran tanah agar homogen, dan untuk menghaluskan tanah liat agar tekstur tanah lebih halus. Secara normal kapasitas atau kemampuan dari alat tersebut dalam mengolah tanah liat adalah 10 kg, baik untuk mata pisau I (memecah atau menghancurkan tanah), mata pisau II (mengaduk tanah), dan mata pisau III (menghaluskan tekstur tanah). mata pisau I Mata pisau III Mata pisau II Gb.4. Mixer Tanah Liat Sumber: Hasil penelitian tahap I, 2012 Penggunaan mixer tanah liat untuk menghacurkan dan menghaluskan tanah liat, sekaligus memisahkan tanah dengan pasir sehingga ketika disaring bitiran-butiran pasir dan kerikil tertinggal pada saringan. Akan tetapi, terpisahnya butiran-butiran pasir dari tanah mengakibatkan kekuatan tanah hilang dan tanah menjadi sangat lembek. Kondisi tanah yang demikian itu, ketika dibentuk menjadi gerabah mudah meleot dan body gerabah tidak kuat (mudah pecah). Untuk menyiasati hal itu, tanah liat dicampurkan dengan bubuk batu bata muda. Ide pencampuran tanah liat lokal dengan bubuk batu-bata muda ini muncul setelah dilakukan studi banding dengan perajin gerabah di Desa Pejaten Tabanan Bali, yang menggunakan batu padas lunak (paras gunang-bhs Bali) untuk campuran tanah liat. Dari hasil pengamatan terhadap fisik batu padas muda itu, ternyata sangat mirip dengan batu-bata dengan pembakaran muda yang terdapat pada bagian-bagian pinggir tungku pembakar batu-bata. 28 Setelah dilakukan beberapa kali eksperimen untuk menemukan perbandingan yang tepat, maka ditemukan perbandingan yang dianggap ideal untuk formulasi tanah liat lokal dan bubuk batu-bata 1 : 10, yaitu 1 bubuk batubata dicampur dengan 10 tanah liat lokal. Campuran dengan bubuk batu-bata ini bertujuan untuk memperkuat body gerabah saat pembentukan. Di sisi lain, apabila kandungan pasir tidak disaring maka tekstur tanah sangat kasar dan tidak bisa digunakan untuk gerabah halus terutama dalam penerapan motif-motif hias ukir. Metode dan formulasi yang diterapkan ini tidak pernah digunakan sebelumnya oleh para perajin gerabah tradisional Gorontalo meskipun mereka mengolah tanah liat basah. Karena itu, produk-produk gerabah yang dihasilkan tergolong kasar, mudah retak, dan tidak bisa diberi hiasan (diukir). Dalam penelitian ini, pengolahan tanah dilakukan secara bertahap maksimal hanya bisa mencukupi untuk pembuatan lima model gerabah, karena mempertimbangkan ketersedian tempat untuk menampung tanah. Dari penerapan ”teknik basah” diperoleh tanah liat hasil olahan yang layak digunakan sebagai bahan baku gerabah halus. Gb. 5. Pengolahan tanah liat dengan teknik “basah” Sumber: Dokumen penelitian 2013 29 Secara sistematis, dalam bentuk bagan, tahapan proses dari implementasi metode pengolahan tanah liat dengan “teknik basah” dan penggunaan alat pengolah bahan tanah liat (mixer tanah) hingga tersedia tanah hasil olahan yang layak adalah sebagai berikut. Pengambilan tanah liat & pembersihan primer Pembersihan tanah dari kotoran humus/sampah Perendaman/Penghancuran tanah Pengolahan batu-bata menjadi bubuk Pencampuran/formulasi tanah (tanah hitam, tanah putih, bubuk batu-bata) Penghalusan Penyaringan Pengendapan/pengentalan Pengulian Pemeraman Bahan baku (lempung) siap pakai Gb. 6. Bagan proses pengolahan tanah liat dengan teknik ”basah” Pengolahan tanah liat dengan ”teknik basah” cocok dilakukan apabila tanah yang diambil dari alam dalam keadaan basah dan keadaan cuaca mendukung (tidak hujan). Sebab, proses pengendapan tanah setelah dihancurkan memerlukan sinar matahari yang cukup untuk mempercepat penguapan hingga tanah menjadi slim atau pasta. 5.1.2. Pengolahan Tanah Liat Dengan ”Teknik Kering” Pengolahan tanah liat dengan teknik “basah” memiliki kelemahan, yaitu durasi waktu yang diperlukan untuk pengendapan guna memisahkan air dengan 30 tanah cukup lama, yakni sekitar 3-5 hari hari hingga tanah menjadi slim (lumpur) sebelum diuli hingga plastis dan siap dibentuk. Untuk mengatasi hal itu bisa dilakukan pengolahan bahan baku gerabah (tanah liat) dengan teknik “kering”. Pengolahan tanah liat dengan teknik “kering” tidak memerlukan pengendapan yang memakan waktu cukup lama. Perbedaan antara kedua teknik pengolahan tanah liat itu adalah, pada pengolahan tanah dengan teknik ”basah” tidak perlu dilakukan pengeringan atau penjemuran karena tanah langsung diolah dalam keadaan basah, akan tetapi diperlukan pengendapan pasca penyaringan agar tanah menjadi slim. Sementara itu, pada pengolahan tanah dengan teknik ”kering” diperlukan proses pengeringan sebelum tanah dihancurkan agar bisa disaring atau diayak, akan tetapi pada teknik ini tidak diperlukan pengendapan karena tanah hasil ayakan telah halus dan langsung bisa dibuat dalam bentuk slim untuk diformulasi dengan bubuk batubata. Selain kedua hal itu, tidak ada perbedaan dari kedua teknik pengolahan tanah liat tersebut. Dalam bentuk bagan, pengolahan tanah dengan teknik ”kering” adalah seperti berikut. Pengambilan tanah liat & pembersihan primer Penjemuran/pengeringan Penghancuran/penumbukan tanah Pengayaan (mes 60) Pencampuran/formulasi (bubuk bata & air) Penghalusan tekstur tanah (mixer) Pengadukan (homogen-mixer) Pengentalan Pengulian Pemeraman Bahan baku (tanah liat) siap pakai Gb. 7. Bagan proses pengolahan tanah liat dengan Teknik ”Kering” 31 Pengolahan tanah liat dengan teknik “kering” cocok dilakukan apabila tanah liat yang digali dari alam ada dalam keadaan kering atau gembur (kandungan air rendah). Untuk pembuatan campuran atau formula, baik dengan bubuk batu-bata maupun campuran air, jika dibandingkan dengan pengolahan tanah liat dengan teknik ”basah”, pengolahan tanah liat dengan teknik “kering” menghasilkan formulasi lebih valid, karena tanah dalam kondisi murni (kering). Namun demikain, kedua teknik atau metode ini mampu menghasilkan olahan tanah liat yang berkwalitas dan layak digunakan untuk pembuatan produk-produk gerabah halus. Penerapan kedua teknik tersebut merupakan pilihan dan efektifitas penerapannya tergantung dari kondisi tanah liat yang didapat atau digali dari alam dan kondisi cuaca saat dilakukan pengolahan. Gb. 8. Pengolahan tanah liat dengan teknik “kering” Sumber: Dokumen penelitian, 2013 Dengan penerapan dua metode pengolahan tanah liat yaitu teknik “basah” teknik “kering” serta pemanfaatan mixer tanah sebagai alat penghancur dan pengaduk, maka tanah liat lokal Gorontalo yang mulanya hanya bisa digunakan 32 untuk pembuatan gerabah kasar, akhirnya berhasil diolah dan diformulasi dengan bubuk batu-bata sehingga layak digunakan untuk pembuatan gerabah halus. Tanah liat lokal hasil olahan tersebut juga telah layak digunakan untuk pembuatan prototipe-prototipe gerabah yang dirancang pada penelitian ini. Dengan demikian, upaya penyediaan bahan baku (tanah liat) berkualitas yang menjadi target pada tahap ini bisa dicapai sesuai dengan yang direncanakan. Adapun metode pengolahan tanah liat yakni teknik “basah” dan teknik “kering” yang diadaptasi dari penelaahan terhadap sumber-sumber kepustakaan telah bisa diterapkan secara sistematis sehingga prosesnya bisa diulang dan ditiru oleh perajin tradisional guna menghasilkan jenis-jenis gerabah halus. Selain itu, dengan kedua metode tersebut, pengolahan tanah liat bisa dilakukan pada tanah dengan berbagai alami kondisi tanah yaitu tanah dalam keadaan basah atau kering, baik pada musim hujan maupun musim panas, sehingga menjamin ketersediaan bahan baku gerabah yang memadai guna mendukung kegiatan produksi secara kontinu untuk berbagai jenis gerabah. 5.2. Pembentukan Proses pembentukan bertujuan untuk mewujudkan desain-desain yang masih dalam bentuk gambar ke dalam bentuk nyata. Pembentukan dilakukan secara bertahap meliputi: pembuatan bentuk dasar, penyesuaian proporsi dan ukuran, pembatan detail dan hiasan serta fiksasi atau penyempurnaan bentuk. Keberhasilan pada tahap pembentukan dilihat dari tingkat kemiripan bentuk yang berhasil dibuat dengan desain, baik pada proporsi, detail, maupun ukuran. Sejumlah teknik produksi yang diterapkan pada pembentukan adalah: teknik pijat (pincing), teknik seleb, teknik pilin, teknik cetak, dan teknik ekspresif atau kombinasi dari beberapa teknik. Masing-masing teknik tersebut diaplikasikan sesuai dengan desain gerabah yang hendak diwujudkan. Namun demikian, untuk satu bentuk gerabah mungkin saja memerlukan aplikasi beberapa teknik sesuai dengan bentuk yang telah didesain. Guna mendapatkan hasil yang maksimal, maka pembentukan difokuskan pada tiap desain secara tuntas, kemudian dilanjutkan dengan pembentukan desain lainnya. Hasil-hasil dari tahap pembentukan secara rinci diuraikan berikut. 33 1. Pembentukan Prototipe Revitalisasi Gerabah Tradisional Bulongo Pembentukan prototipe gerabah model Revitalisasi Gerabah Tradisional Bulongo menggunakan teknik pinching (pijat). Proses pembentukan diawali dengan pembuatan bentuk dasar yaitu berbentuk oval sesuai dengan bentuk desain. Body gerabah yang telah terbentuk kemudian dipadatkan dengan dipukulpukul secara pelan menggunakan papan berukuran 2 x 5 x 40 cm. Untuk menghaluskan bagian luar digunakan penggaris baja dengan diserut, sedangkan pada bagian dalam dihaluskan dengan pahat hingga ketebalan dinding gerabah merata. Proses penghalusan dilakukan ketika gerabah telah dalam keadaan setengah kering. Gb. 9. Hasil pembentukan gerabah model Revitalisasi Bulongo Sumber: Hasil penelitian 2013 Ragam hias bagian atas yang berupa ornamen geometris sederhana, dimunculkan dengan penerapan teknik ukir relief datar, sedangkan pada sekeliling dinding dibiarkan halus meskipun didesain berhiaskan motif-motif geometris. Hiasan pada dinding itu nantinya akan dimunculkan dengan cara dilukis agar tekstur dinding gerabah tetap halus. Dari serangkaian proses yang dilakukan, baik untuk pembuatan bentuk dasar maupun pembuatan hiasan, prototipe gerabah model Revitalisasi Gerabah Tradisional Bulongo dapat diwujudkan sesuai dengan bentuk dan ukuran desain, dengan kemiripan mencapai 85 %. Bentuk tersebut telah dianggap final dan layak dilanjutkan pada proses berikutnya. 34 2. Pembentukan Prototipe Revitalisasi Gerabah Tradisional Polutube Pembentukan prototipe gerabah model Revitalisasi Gerabah Tradisional Polutube dilakukan dengan penerapan teknik pilin. Proses pembentukan diawali dengan pembuatan alas berdiameter 13 cm yang dikerjakan teknik putar. Dari bentuk alas tersebut kemudian disusun dengan pilinan-pilinan tanah dengan diameter rata-rata 0,5 cm. Penyusunan bentuk-bentuk pilinan tersebut dilakukan secara bertahap. Tiap penyusunan dikerjakan sampai maksimal 4 susunan, setelah itu dibiarkan selama 24 jam hingga pilinan yang tersusun itu agak kering sehingga bentuk yang tersusun tidak roboh. Tiap susunan pilin direkatkan dengan tanah liat slim yang berfungsi sebagai lem setelah pilinan dilukai dengan cara digoresgores agar tanah merekat lebih kuat. Gb. 10. Hasil pembentukan gerabah model Revitalisasi Polutube Sumber: Hasil penelitian 2013 Agar bentuk nampak lebih dinamis, pilinan disusun bergelombang. Karena penyusunan pilin dilakukan secara bertahap, maka pembentukan model ini memerlukan waktu yang cukup lama dan memerlukan kesabaran hingga terwujud bentuk seperti yang didinginkan. Model gerabah ini tidak diterapkan motif hias tertentu, karena susunan pilinan tersebut sekaligus berfungsi sebagai hiasan. Dari proses pembentukan yang dilakukan tahap demi tahap, model gerabah Revitalisasi Polutube berhasil diwujudkan sesuai dengan bentuk desain. Bentuk yang terwujud itu dianggap final dan merepresentasikan konsep dan desain yang telah ditemukan dalam penelitian sebelumnya. 35 3. Pembentukan Prototipe Revitalisasi Gerabah Tradisional Botupongi’ilo Prototipe gerabah gerabah model Revitalisasi Gerabah Tradisional Botupongi’ilo yang secara kebentukan merupakan komposisi tiga buah lingkaran besar dan kecil dibentuk dengan teknik pincing (pijat). Bentuk dasar untuk masing-masing lingkaran pertama-tama dibuat terpisah dan setelah agak kering dirakit dengan cara ditempel. Ketika bentuk dasar telah tertempel kuat, dilakukan penyesusaian proporsi dan ukuran sambil memadatkan body gerabah agar tidak mengalami keretakan dan penyusutan terlalu tinggi saat pengeringan. Lingkaran kecil yang terdapat di bagian tengah dibuat dalam bentuk lingkaran penuh berdiameter 7,5 cm dengan kedalaman 5 cm. Sementara itu, lingkaran besar pada bagian samping kiri-kanan dibuat lonjong dengan ukuran 9 x 11, 5 x 19,5 cm, sesuai ukuran desain dan memmpertimbangkan terjadinya penyusutan saat pengeringan dan pembakaran. Bentuk dasar Bentuk dasar Gb. 11. Hasil pembentukan gerabah model Revitalisasi Bulongo Sumber: Hasil penelitian 2013 Proses menghaluskan dilakukan dengan serutan penggaris baja dan pahatan. Pada model ini, motif-motif hias tidak dimunculkan dengan teknik ukir atau goresan, akan tetapi akan dibuat dengan teknik lukis setelah gerabah dibakar. Dengan cara itu, tekstur permukaan gerabah akan tetap halus. Dari tahap-tahap pembentukan yang dilakukan, akhirnya prototipe gerabah model Revitalisasi Gerabah Tradisional Botupongi’ilo dapat diwujudkan sesuai bentuk desain. 36 4. Pembentukan Prototipe Revitalisasi Gerabah Tradisional Bilenga Pembentukan prototipe gerabah model Revitalisasi Gerabah Tradisional Bilenga dilakukan dalam dua tahap, yaitu pembuatan bentuk dasar dan pembutan motif hias. Bentuk dasar diwujudkan dengan perpaduan antara teknik cetak dan teknik pijat. Teknik cetak diterapkan untuk mewujudkan bentuk luar prototipe, sedangkan teknik pijat dimanfaatkan untuk mewujudkan bagian dalam prototipe karena akan diterapkan motif-motif hias dengan ketebalan bervariasi. Setelah dipadatkan dengan pisau caping, bentuk dasar yang telah terwujud kemudian dihaluskan penggaris baja pada bagian atas dan bagian luar, serta dengan butsir dan pahat pada bagian dalam, untuk selanjutnya dilakukan proses ukir. Bentuk dasar Bentuk final Gb. 12. Hasil pembentukan gerabah model Revitalisasi Bilenga Sumber: Hasil penelitian 2013 Pembuatan motif hias dimunculkan dengan teknik ukir relief datar. Proses ukir diawali dengan pembagian bidang dan pembuatan sketsa tiap motif yang dilakukan secara langsung pada bentuk dasar gerabah untuk selanjutnya diukir. Proses dimulai dengan pembuatan pola global, kemudian pembutan detail motif, menghaluskan, pembuatan aksen atau cawean, dan penyempurnaan bentuk. Dari tahapan proses yang dilakukan, prototipe gerabah model Revitalisasi Gerabah Tradisional Bilenga dapat diwujudkan sesuai dengan bentuk dan ukuran desain. 37 5. Pembentukan Prototipe Revitalisasi Guci Tradisional Pembentukan prototipe gerabah model Revitalisasi Guci Tradisional secara umum dilakukan dalam tiga, yaitu pembuatan bentuk dasar bagian atas dan bagian bawah, serta pembuatan motif-motif hias. Pembuatan bentuk dasar dilakukan melalui perpaduan antara teknik putar manual dan teknik pijat. Tiap bagian bentuk dasar yang berhasil dibuat juga telah dibuat pola-pola motif ukir yang ditoreh. Setelah dalam keadaan setengah kering, bentuk dasar bagian atas dan bagian bawah dirakit menjadi satu dengan perekat tanah liat slim (lumpur) hingga terwujud bentuk utuh. Dalam jangka satu hari hasil rakitan telah kuat dan tidak terjadi penyusutan pada pengeleman, maka dilanjutkan dengan proses ukir. Gb. 13. Hasil pembentukan gerabah model Revitalisasi Guci Tradisional Sumber: Hasil penelitian 2013 Pengerjaan motif hias yang berupa motif-motif geometris di sekeliling body gerabah dilakukan dengan teknik toreh dan teknik ukir. Dari beberapa pola motif yang terdapat pada model ini, hanya sebagian motif yang dibuat secara detail, sedangkan pola-pola lainya dibiarkan karena akan diterapkan hiasan dari serat-serat alami yang dilakukan dengan teknik tempel (kolase). Kesulitan utama pembentukan model ini adalah karena bentuknya yang agak besar (32 x 32 x 83 cm) sehingga tiap saat harus dilihat dari jarak tertentu guna melihat kesesuaian proporsinya. Dari tahapan proses yang dilakukan, akhirnya prototipe gerabah model model Revitalisasi Guci Tradisional dapat dibentuk sesuai dengan desain 38 5. Pembentukan Prototipe Gerabah Model Kreasi Polopalo Prototipe gerabah model Kreasi Alat Musik Tradisional Polopalo dibuat series dengan tiga ukuran yaitu kecil, sedang, dan besar. Teknik utama yang digunakan untuk membuat bentuk dasar prototipe ini adalah teknik putar, sehingga tidak memerlukan waktu yang terlalu lama untuk terwujudnya bentuk dasar. Sementara itu, untuk pembuatan hiasan (dekorasi) diterapkan teknik ukir dan teknik tempel. Gb. 14. Hasil pembentukan gerabah model Kreasi Alat Musik Polopalo Sumber: Hasil penelitian 2013 Teknik diterapkan untuk pembuatan motif daun pada badan gerabah bagian bawah dan atas. Selain itu, motif yang tekstur-tekstur cekung juga dibuat dengan penerapan teknik ukir. Sementara itu, motif stilisasi tali yang melingkar pada bagian tengah badan gerabah dibuat dengan pililan kemudian ditempelkan pada badan gerabah. Pembentukan model gerabah ini diakhiri dengan menghaluskan seuruh permukaan gerabah dengan rautan pisau ukir. Jika dibandingkan dengan desain yang telah dibuat, ada sedikit penyesuaian bentuk motif, karena alasan harmonisasi bentuk, namun adanya penyesuaian itu tidak memengaruhi karakter desain yang hendak diwujudkan. Bisa dikatakan, prototipe yang berhasil dibentuk telah merepresentasikan desain, dengan kemiripan mencapai 85 %, sehingga dianggap sebagai bentuk final. 39 7. Pembentukan Prototipe Kreasi Alat Musik Tradisional Tonggobi Proses pembentukan prototipe gerabah model Kreasi Alat Musik Tradisional Tonggobi dilakukan dengan penerapan teknik putar dan teknik pijat secara kombinatif. Teknik putar terutama diterapkan dalam pembuatan bulatan agar simetris, sedangkan teknik pijat dimanfaatkan pada penyusunan tanah liat secara bertahap hingga terbentuk badan gerabah sesuai ukuran desain. Tiap tahap penyusunan, tanah liat dipijat agar tertempel dan secara kuat dengan susunan sebelumnya. Agar pori-pori tanah lebih rapat dan penyusutan kecil, badan gerabah yang telah terbentuk dipukul-pukul secara pelan dengan kayu sambil menyesuaikan proporsi. Dari proses itu, bentuk dasar prototipe gerabah yang berukuran 42 x 42 x 85 cm dapat diwujudkan untuk selanjunya dilakukan pembutan motif hias setelah gerabah dalam keadaan setengah kering. Gb. 15. Bentuk prototipe model Kreasi Alat Musik Trad. Tonggobi Sumber: Hasil eksperimen penelitian 2013 Motif-motif hias yang berupa motif geometris (komposisi gari-garis) dan motif stilisasi alat musik tradisional Tonggobi, dimunculkan dengan teknik ukir datar dan ukir relief rendah. Pembuatan motif hias ukir diawali dengan pembuatan pola dasar, bentuk detail, dan menghaluskan. Proses pembentukan diakhiri dengan menghaluskan seluruh badan gerabah. Bentuk gerabah yang berhasil diwujudkan telah sesuai dengan bentuk dan ukuran desain. 40 9. Pembentukan Prototipe Gerabah Kreasi Alat Musik Tradisional Ele’e Pembuatan bentuk dasar prototipe gerabah model Kreasi Alat Musik Tradisional Ele’e dilakukan dengan menerapkan teknik seleb, yaitu membuat tanah liat menjadi bentuk lempengan dengan ukuran tertentu, sedangkan pembuatan motif-motif hias dilakukan dengan menerapkan teknik ukir. Proses pembuatan bentuk dasar diawali dengan pembuatan cetakan seleb dari tripleks dan kayu. Tujuan pembuatan cetak seleb itu agar lempengan tanah liat yang diseleb memiliki ukuran tebal yang sama. Proses penyeleban dilakukan dengan menggunakan rolling (kayu bulat). Lempengan tanah liat hasil seleban dengan tebal 1 cm dibiarkan sampai agak kering, kemudian diiris atau dipotong sesuai dengan bentuk dan ukuran pola (mal) yang telah dibuat. Gb.16. Pembuatan cetakan seleb dan proses seleb Sumber: dokumen penelitian 2013 Setelah lempengan-lempengan tanah liat hasil seleb mencukupi untuk pembuatan dinding gerabah, kemudian dilakukan perakitan secara bertahap hingga terwujud bentuk dasar gerabah. Proses perakitan menggunakan slim tanah liat sebagai perekat. Agar hasil rakitan lebih kuat dan menyatu, maka tiap sisi yang akan dirakit digores dengan pisau sebelum dilumuri slim. Karena perbedaan kadar air antara lempengan tanah liat hasil seleban dengan tanah liat yang 41 digunakan sebagai perakat (slim), maka bentuk dasar gerabah yang telah berhasil dirakit perlu dikontrol setiap saat agar jika terjadi penyusutan secara tidak seimbang yang mengakibatkan keretakan atau perubahan bentuk bisa segera dilakukan perbaikan. Gb. 17. Proses perakitan lempengan tanah hasil seleb Sumber: Dokumen penelitian 2013 Setelah bentuk dasar gerabah hasil perakitan setengah kering dan bebas dari keretakan yang diakibatkan oleh penyusutan, kemudian dihaluskan (diserut) dengan menggunakan mistar baja agar seluruh permukaan dinding gerabah halus dan rata, sebelum diterapkan motif-motif hias ukir. Gb. 18. Bentuk dasar gerabah model Kreasi Ele’e Sumber: Dokumen penelitian 2013 Motif hias yang terdiri dari motif stilisasi bentuk Ele’e (alat musik tradisional Gorontalo) sebagai motif pokok dan motif geometris sebagai 42 pelengkap dimunculkan dengan teknik ukir. Proses pembuatan motif hias diawali dengan pembuatan pola pada kertas, pemindahan desain pada gerabah, dan pengukiran. Proses ukir dimulai dengan memahat pola-pola global, dilanjutkan dengan pembuatan detail bentuk, pembuatan aksen-aksen (cawean) dan menghaluskan dan penyempurnaan atau fiksasi keseluruhan bentuk. Gb. 19. Perakitan bentuk dasar gerabah model Kreasi Ele’e Sumber: Dokumen penelitian 2013 Dari serangkaian tahap pembentukan yang dilakukan, akhirnya prototipe gerabah model Kreasi Alat Musik Tradisional Gorontalo yang berupa gerabah fungsional berhasil diwujudkan sesuai dengan bentuk dan ukuran desain. Gb. 20. Bentuk dasar gerabah model Kreasi Ele’e Sumber: Dokumen penelitian 2013 43 10. Pembentukan Prototipe Gerabah Kreasi Mahkota Payunga Tilabatayila Pembentukan prototipe gerabah model Kreasi Mahkota Payunga Tilabataila memanfaakan teknik ekspresif, yaitu kombinasi dari beberapa teknik produksi. Proses pembentukan diawali dengan pembuatan bentuk dasar melalui penerapan teknik seleb dan teknik pijat. Teknik seleb dimanfaatkan dalam menghasilkan lempengan tanah untuk bagian depan, sedangkan teknik pijat diaplikasikan pada proses penempelan seleb dan pembuatan bentuk bulat hingga terjuwud pola dasar Mahkota Payunga Tilabataila. 1 2 3 Gb. 21. Bentuk dasar gerabah model Kreasi Payunga Tilabataila Sumber: Hasil ekperimen penelitian 2013 Proses selanjutnya setelah terwujud bentuk dasar adalah penyesuaian proporsi dan pembuatan bentuk detail yang dilakukan dengan menggunakan pisau pallet dan butsir. Proses ini bertujuan untuk memunculkan secara detail tiap elemen dari bagian-bagian bentuk Payunga Tilabaila serta penyesuaian proporsi dan ukuran sesuai dengan proposi bentuk dan ukuran desain. Gb. 22. Bentuk detail gerabah model Kreasi Payunga Tilabataila Sumber: Hasil eksperimen penelitian 2013 44 Setelah bentuk dasar prototipe terwujud sesuai dengan desain, dilanjutkan dengan pembuatan motif-motif hias yang diukir. Pembuatan motif hias diawali dengan pemindahan desain sketsa pola dasar motif pada bentuk dasar gerabah yang dilakukan secara langsung tanpa mal yang dilakukan setelah gerabah setengah kering. Dari sketsa-sketsa motif itu, dilanjutkan dengan pengerjaan polapola dasar bentuk tiap-tiap motif. Gb. 23. Sketsa motif & pola ukir pada model Kreasi Payunga Tilabataila Sumber: Hasil eksperimen penelitian 2013 Bentuk-bentuk motif ukiran dibuat bervariasi yaitu dengan jenis ukir cembung dan relef rendah. Pada saat Proses pembuatan motif hias ukir sekaligus juga dilakukan penghalusan terhadap keseluruhan bentuk, memberi aksen-aksen tertentu seperti kesan lipatan kain dan urat-urat moti, serta penyempurnaan bentuk secara keseluruhan. Dari serangkaian tahapan yang dilakukan, akhirnya prototipe gerabah model Kreasi Payunga Tibataila dapat diwujudkan sesuai desain. T. Samping T. Depan T. Belakang Gb. 24. Hasil pembentukan gerabah model Kreasi Payunga Tilabataila Sumber: Hasil penelitian 2013 45 11. Pembentukan Prototipe Gerabah Kreasi Mahkota Pakaian Adat Makuta Di antara desain-desain gerabah yang dibuat, desain gerabah model Kreasi Mahkota Pakaian Adat Makuta termasuk model yang rumit dan sulit. Oleh karena itu, pembentukan desain ini dilakukan secara hati-hati dan dikerjakan dalam beberapa tahap dengan mengaplikasikan ekspresi. Tahap pertama adalah pembuatan bentuk dasar dengan teknik seleb dan teknik pijat. Ketika bentuk dasar terwujud diperlukan penyangga pada bentuk tudung Makuta agar tidak patah, hingga tanah lita setengah kering dan bentuk tudung lebih kuat. Gb. 25. Bentuk dasar Prototipe gerabah model Kreasi Makuta Sumber: Hasil eksperimen penelitian 2013 Setelah bentuk dasar agak kering dan tiap sambungan lebih kuat, maka dilakukan penyesuaian proporsi dan ukuran sesuai dengan bentuk dan ukuran desain. Pada tahap ini juga dilakukan penyesuaian tebal-tipis dinding gerabah dengan mempertimbangkan kekuatan dan kerampingan bentuk. Gb. 26. Proporsi bentuk dasar Prototipe gerabah model Kreasi Makuta Sumber: Hasil eksperimen penelitian 2013 46 Tahap berikutnya adalah menghaluskan bentuk dasar dengan menggunakan pisau ukir, hingga bentuk dasar tersebut siap diberi beragam jenis motif hias. Tahap penghalusan terutama difocuskan pada bagian dalam agar tidak ada perbaikan lagi setelah motif-motif ukir dipahat. Gb. 27. Prototipe gerabah model Kreasi Kreasi Makuta siap diukir Sumber: Hasil penelitian 2013 Pemunculan motif-motif hias simbolik yang dilakukan dengan teknik ukir, diawali dari pemindahan sketsa secara langsung, dilanjutkan dengan pemahatan pola-pola motif. Pembuatan detail motif dilakukan sekaligus dengan penghalusan keseluruhan bentuk. Pada tahap ini, penguasaan teknik ukir secara baik sangat menentukan kwalitas keartistikan ukiran yang dihasilkan Tahap pembentukan prototipe ini diakhiri dengan pembuatan cawean pada motif-motif hias ukir. Gb. 28. Bentuk prototipe gerabah model Kreasi Makuta Sumber: Hasil eksperimen penelitian 2013 47 12. Pembentukan Prototipe Kreasi Otanaha Bentuk Gerabah Fungsional Prototipe gerabah model Kreasi Otanaha Bentuk Gerabah Fungsional termasuk model yang paling sederhana di antara model-model lainnya. Bentuk dasar bagian luar dari model ini dikerjakan dengan teknik cetak tekan, sedangkan pada bagian dalam dibuat dengan teknik pahat. Proses pembentukannya dimulai dengan pembuatan cetakan negatif sesuai bentuk garis luar model, kemudian dilakukan pencetakan hingga bentuk luar terwujud. Setelah itu, dilanjutkan dengan proses pemahatan untuk membuat bagian dalam hingga bentuk dasar terwujud secara utuh. Gb. 29. Bentuk dasar model Ekspresi Otanaha Bentuk Gerabah Fungsional Sumber: Hasil eksperimen penelitian 2013 Bentuk dasar yang telah terwujud dibiarkan selama satu hari hingga setengah kering. Setelah itu dilakukan penghalusan bentuk, penyesuaian proporsi dan ukuran, serta pembuatan variasi secara detail pada bagian dalam. Semua proses ini dikerjakan dengan pahat pahat ukir, kecuali pada bagian bawah yang lebar dihaluskan dengan mistar baja dengan cara diserut. Melalui proses yang sederhana itu, prototipe gerabah model Kreasi Otanaha Bentuk Gerabah Fungsional dapat diwujudkan sesuai dengan desain dan siap dilakukan proses pengeringan dan pembakaran. Gb. 30. Bentuk gerabah model Ekspresi Otanaha Bentuk Gerabah Fungsional Sumber: Hasil penelitian 2013 48 13. Pembentukan Prototipe Ekspresi Otanaha Bentuk Gerabah Seni Proses pembentukan prototipe gerabah model Ekspresi Otanaha Bentuk Gerabah Seni dilakukan dengan mengaplikasikan teknik pijat. Proses kerja dawalidengan pembuatan bentuk alas yang dibuat dengan tanah liat lempengan. Dari pola alas yang berbentuk angka delapan sebagai bentuk dasar yang diambil dari Benteng Otanaha itu, selanjutnya bahan baku tanah liat disusun secara bertahap dengan cara dipijat. Susunan dibuat makin ke atas makin besar namun tetap mengikuti bentuk alas. Agar pori-pori tanah lebih padat dan tidak terjadi penyusutan terlalu tinggi, maka tiap tahap penyusunan yang membentuk badan gerabah dilakukan pemadatan yaitu dipukul-pkul dari luar dengan kayu papan. Pukulan itu ditahan dari dalam juga dengan menggunakan papan. Dari proses itu, bentuk dasar prototipe gerabah model Ekspresi Otanaha Bentuk Gerabah Seni dapat diwujudkan sesuai dengan desain. Gb. 31. Bentuk gerabah model Ekspresi Otanaha Bentuk Gerabah Seni Sumber: Hasil penelitian 2013 Bentuk dasar yang telah terwujud dibiarkan hingga setengah kering, setelah itu dihaluskan dengan pisau caping. Sementara itu, motif-motif hias yang menyerupai tekstur-tekstur tembok benteng, tidak dimunculkan dengan teknik pahatan. Motif-motif tersebut akan dimunculkan dengan warna setelah proses pembakaran, sebagai bagian dari proses finishing. 49 14. Pembentukan Prototipe Gerabah Kreasi Burung Maleo Bentuk Tunggal Bentuk dasar prototipe gerabah model Kreasi Maleo Bentuk Tunggal dibuat dalam dua tahap, yaitu tahap pembuatan alas yang berbentuk bulat dikerjakan dengan teknik putar dan tahap pembuatan bentuk burung Maleo dikerjakan dengan teknik ekspresif. Dua bentuk tersebut kemudian digabungkan dengan cara ditempel dan dipijat hingga terwujud bentuk dasar prototipe secara utuh sesuai dengan desain. T. Depan T. Samping T. Belakang Gb. 32. Bentuk dasar gerabah model Kreasi Maleo Bentuk Tunggal Sumber: Hasil penelitian 2013 Bentuk dasar yang telah terwujud secara utuh itu dibiarkan hingga setengah kering, untuk kemudian dilakukan penyesuaian proporsa, ukuran, dan pembuatan detail anatomi dengan pahat ukir, pallet, dan butsir. Proses selanjutnya adalah pembuatan detail jari kaki dan bulu Maleo baik bulu sayap maupun bulu ekor. Demikian juga detail mata, mulut, dan mahkota yang menjadi kekhasan burung Maleo. Proses akhir dari pembentukan model ini adalah menghaluskan tiap bagian dan fiksasi secara menyeluruh. T. Depan T. Samping T. Belakang Gb. 33. Bentuk gerabah model Kreasi Maleo Bentuk Tunggal Sumber: Hasil penelitian 2013 50 15. Pembentukan Prototipe Kreasi Burung Maleo Bentuk Berpasangan Proses pembuatan bentuk dasar prototipe gerabah model Kreasi Maleo Bentuk Berpasangan dibuat secara terpisah menjadi tiga bagian, yaitu bagian alas yang berbentuk bulat telur, dan dua bagaian badan. Bagian alas yang berbentuk bulat telur itu dikerjakan dengan teknik putar, sedangkan badan dan kepala Maleo dibuat dengan teknik pijat. Setelah ketiga bentuk dasar tersebut berhasil dibuat, kemudian dilakukan perakitan dengan cara ditempel sambil ditekan-tekan agar hasil rakitan (tempelan) lebih kuat. Setelah hasil rakitan tersebut agak kering, dilanjutkan dengan pembuatan proprosi dan penyesuaian ukuran sekaliguas dilakukan penghalusan hingga terwujud bentuk dasar secara utuh sesuai dengan desain. Pada tahap ini, diterapkan teknik patung. Gb. 34. Bentuk gerabah model Kreasi Maleo Bentuk Berpasangan Sumber: Hasil penelitian 2013 Bentuk dasar yang telah halus dan proporsional itu, kemudian dilakukan pembuatan detail motif sisik dan motif bulu burung Maleo dengan menerapkan teknik ukir. Proses pengukiran diawali dengan pembuatan sketsa secara langsung pada bagian-bagian yang akan diukir. Setelah disketsa dianggap tepat, dilanjutkan dengan proses pengukiran secara bertahap menggunakan pahat ukir lengkap dan peralatan pendukung lainnya, seperti pisau raut dan butsir. Adapaun tahapan proses pengukiran yang dilakukan meliputi: tahap pemahatan pola motif secara global, pembuatan detail motif, pengalusan, dan pembuatan cawean agar bentuk burung Maleo nampak artistik dan natural. Pada tahap ini, keahlian seseorang 51 dalam pengusaan teknik ukir secara baik sangat menentukan kwalitas artistik dan keharmonisan dari tiap bagian yang ukir. Gb. 35. Bentuk Kreasi Maleo Berpasangan pada proses pengukiran Sumber: Hasil penelitian 2013 Penerapan teknik ukir juga dilakukan dalam pembuatan tekstur-tekstur cekung pada motif telur dan pembutan tulisan bagian (Maleo Gorontalo) dan tulisan bagaian belakang (Gorontalo). Dari rangkaian tahapan proses yang dilakukan, akhirnya prototipe gerabah model Kreasi Maleo Bentuk Berpasangan dapat dibentuk secara utuh sesuai dengan desain dengan kemiripan 90%. Gb. 36. Bentuk gerabah model Kreasi Maleo Berpasangan Sumber: Hasil penelitian 2013 52 16. Pembentukan Prototipe Gerabah Kreasi Burung Maleo Bentuk Stilisasi Di antara prototipe-prototipe gerabah yang berbentuk binatang, protiptipe gerabah model Kreasi Burung Maleo Bentuk Stilisasi tergolong yang paling sederhana. Konsep rancangan dari prototipe ini adalah penyederhanaan bentuk yang dilakukan secara stilistik dengan pengembangan bentuk bulat (lingkaran). Dari konsep tersebut terwujud bentuk burung Maleo dengan posisi duduk-sebuah posisi yang tidak wajar bagi seekor satwa. Dengan penyederhanaan bentuk itu, diharapkan prototipe ini lebih mudah untuk direproduksi dalam jumlah banyak. Proses pembentukan prototipe gerabah model Kreasi Burung Maleo Bentuk Stilisasi diawali dengan pembuatan bentuk dasar yang dilakukan dengan menerapkan teknik putar dan teknik pijat. Teknik putar diterapkan dalam pembuatan badan burung Maleo yang berbentuk bulat lonjong. Teknik pijat diaplikasikan dalam pembuatan bentuk kepala Maleo dan perakitan bentuk badan burung Maleo dengan kepala hingga terwujud bentuk dasar secara utuh. Gb. 37. Bentuk dasar gerabah model Kreasi Maleo Stilisasi Sumber: Hasil penelitian 2013 Setelah bentuk dasar yang terwujud itu agak kering dan sambingan kuat dilakukan penyesuaian-penyesuaian proporsi dan ukuran sesuai desain dengan penerapan teknik patung. Agar tidak mengalami penyusutan terlalu tinggi dan pori-pori tanah lebih rapat, bagian luar dari bentuk dasar yang telah terwujud itu dipadatkan dengan cara dipukul-pukul secara perlahan, sementara pada bagian dalam diratakan dengan cara ditekan-tekan dengan jari tangan. Ketika bentuk dasar telah padat dan setengah kering, kemudian dihaluskan secara bertahap dengan pahat dan butsir, sambil memunculkan pola-pola anatomi secara global, 53 hingga bentuk siap diukir guna memunculkan bagian-bagian prototipe secara detail dan plastis. Bentuk dasar setelah dipadatkan Bentuk dasar setelah dihaluskan Gb. 38. Bentuk gerabah model Kreasi Maleo Stilisasi siap diukir Sumber: Hasil penelitian 2013 Teknik ukir diterapkan terutama dalam pembuatan stilisasi bentuk ekor dengan ukiran cembung-cekung dan tepi garis bergelombang. Demikian juga dalam pembuatan detail kepala, mata, dan paruh Maleo. Proses pembentukan diakhiri dengan menghaluskan bentuk secara keseluruhan, baik bentuk bagian luar maupun bagian dalam (lubang) dengan menggunakan pecahan botol kaca untuk bagian yang datar dan pahat ukir untuk bagian-bagian lekukan yang rumit. Bentuk final yang berhasil dibuat siap dilakukan proses pengeringan dan pembakaran. Gb. 39. Bentuk gerabah model Kreasi Maleo Stilisasi dari berbagai arah Sumber: Hasil penelitian 2013 54 17. Pembentukan Prototipe Gerabah Model Tarsius Bentuk Tunggal Meskipun prototipe gerabah model Kreasi Tarsius Bentuk Tunggal tergolong model dengan ukuran terkecil di antara semua prototipe gerabah baru yang dibuat, akan tetapi termasuk model yang rumit dan bersifat tiga dimensional dengan anatomi plastis. Realisasi atau pembuatan model ini dari bentuk dasar hingga bentuk final menggunakan teknik patung. Oleh karena itu, pembentukan model ini secara perfeksionis sangat ditentukan oleh keahlian seseorang dalam penguasaan teknik patung secara profesional. Proses pembentukan model ini dimulai dengan membentuk tanah liat menjadi bentuk kubus seukuran volume desain ditambah 10% dengan mempertimbangkan terjadinya penyusutan maksimal. Dari tanah liat yang berbentuk kubus itu, kemudian dibuat pola dasar bentuk prototipe dengan cara ditekan-tekan dan atau dikeruk dengan pahat guna menghilangkan bagian tanah yang tidak perlu. Pada saat pembuatan pola dasar bentuk ini, sekaligus tanah dipadatkan guna mengurangi kadar air dan penyusutan drastis yang mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk atau pecah. Bentuk dasar yang berhasil diwujudkan dibiarkan selama satu hari hingga setengah kering dan dikontrol setiap saat guna mencegah secara dini jika terjadi keretakan atau perubahan bentuk akibat penyusutan. Apabila bentuk dasar tidak mengalami perubahan dan tanah liat agak kering dilanjutkan dengan pembuatan detail. Gb. 40. Bentuk dasar gerabah model Kreasi Tarsius Bentuk Tunggal Sumber: Hasil penelitian 2013 Pembuatan detail anatomi dimulai dengan penyesuaian proporsi dari proporsi bagian kepala Tarsius ke bagian-bagian lainnya. Jika proporsi telah dianggap ideal, maka dilanjutkan dengan pemahatan detail anatomi pada tiap 55 bagian, yaitu detail anatomi bagian kepala, badan, jari-jari keempat kaki semua sisi, kecuali bentuk alas yang berupa motif potongan kayu gelondongan. Bersamaan dengan pembuatan deatil anatomi juga dilakukan penyesuaian ukuran sesuai dengan ukuran desain. Gb. 41. Bentuk detail gerabah model Kreasi Tarsius Tunggal Sumber: Hasil penelitian 2013 Proses berikutnya adalah menghaluskan dan pembuatan detail tekstur pada pada alas Tarsius dengan pahatan-pahatan cekung, pembuatan motif tulisan :TARSIUS” yang dibuat timbul dan fiksasi keseluruhan bentuk. Dari serangkaian tahapan proses yang dilakukan, akhirnya prototipe gerabah model Kreasi Tarsius Bentuk Tunggal dapat diwujudkan sesuai dengan bentuk dan ukuran desain. T. Depan T. Belakang Perspektif Gb. 42. Bentuk gerabah model Kreasi Tarsius Tunggal dari berbagai arah Sumber: Hasil penelitian 2013 56 18. Pembentukan Prototipe Gerabah Kreasi Tarsius Bentuk Berpasangan Tidak berbeda dengan prototipe gerabah model Kreasi Tarsius Bentuk Tunggal, pembentukan prototipe gerabah model Kreasi Tarsius Bentuk Berpasangan juga menerapkan teknik patung. Kerumutian model ini karena memadukan dua bentuk Tarsius dengan tulisan yang dibuat pada motif kayu gelondongan. Meskipun berukuran kecil, akan tetapi karena kerumitannya itu, pembentukkan model ini memerlukan kesungguhan dan waktu yang cukup lama, di samping sangat diperlukan keahlian dalam bidang seni patung. Proses pembentukan dimulai dengan pengolahan dan pembuatan tanah liat berbentuk kubus sesuai ukuran desain dengan mempertimbangan penyusutan maksimal 10%. Dari bahan baku tanah liat yang berbentuk kubus itu, kemudian dibuat pola dasar bentuk secara global, dengan memanfaatkan beragam jenis teknik pahat hingga terwujud bentuk dasar secara proporsional. Gb. 43. Bentuk dasar gerabah model Kreasi Tarsius Berpasangan Sumber: Hasil penelitian 2013 Dari bentuk dasar yang telah proporsional itu, setelah dibiarkan selama sehari hingga setengah kering, selanjutkan dilakukan pemahatan guna memunculkan anatomi tiap bagian bentuk secara detail. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan bentuk detail adalah bagaimana memunculkan karakter muka Tarsius, agar terkesan sedih dan takut sehingga pesan yang hendak disampaikan lewat model ini, yaitu tentang kerusakan hutan bisa menyentuh perasaan orang yang mengamati. Untuk mencapai kesan itu, maka garis-garis muka Tarsius dipahat melengkung ke bawah, karena pemunculan garis yang demikian akan memberi kesan sedih dan murung. Selain itu, gerak badan dibuat 57 merapat ke motif kayu yang dipeluk guna menimbulkan kesan ketakutan. Melalui cara itu, karakter Tarsius dengan pesan yang hendak disampaikan bisa terwujud secara detail. Gb. 44. Proporsi bentuk gerabah model Kreasi Tarsius Berpasangan Sumber: Hasil penelitian 2013 proses selanjutnya setelah berhasil dibuat detail anaotomi bentuk Tarsius adalah menghaluskan dan pembuatan tekstur pada alas yang bermotif belahan kayu gelondongan. Karakter tekstur kayu ditampilkan dengan teknik pahat cekung yang halus, sedangkan kesan urat-urat kayu gelondongan yang menjadi alasan tulisan ditampilan dengan pahatan garis-garis bergelombang secara melingkar. Proses akhir setelah pemahatan tulisan berupa huruf-huruf timbul adalah penyempurnaan bentuk, yaitu menghaluskan keseluruhan bentuk dan pembuatan detail guratan mata serta jari Tarsisus. Dari serangkaian tahapan proses yang telah dilakukan itu, prototipe gerabah baru model Kreasi Tarsius Bentuk Berpasangan dapat diwujudkan sesuai dengan karater desain. Gb. 45. Bentuk gerabah model Kreasi Tarsius Berpasangan Sumber: Hasil penelitian 2013 58 19. Pembentukan Prototipe Ekspresi Perahu Danau Limboto Masa Lalu Pembentukan prototipe gerabah model Ekspresi Perahu Danau Limboto Masa Lalu dilakukan dengan mengaplikasikan teknik pijat dan teknik ukir. Teknik pijat diaplikasikan terutama dalam pembuatan bentuk dasar perahu, sedangkan teknik ukir diaplikasikan dalam pembuatan motif hias dan pada menghaluskan bentuk prototipe secara keseluruhan. Proses pembuatan bentuk dasar diawali dengan penyediaan tanah liat plastis sebagai alas. Dari alas tersebut kemudian tanah liat ditambah sedikit demi sedikit dengan cara tempel pijat mengikuti bentuk desain. Pada bagian dinding gerabah yang akan diterapkan motif hias, dibuat lebih tebal dari bagian lainnya. Dari proses tersebut bentuk dasar gerabah dapat diwujudkan sesuai dengan bentuk pola dasar desain yang telah dirancang. . Gb. 46. Bentuk dasar gerabah Ekspresi Perahu Danau Limboto Masa Lalu Sumber: Hasil penelitian 2013 Proses selanjutnya setelah terwujud bentuk dasar adalah pembuatan motif hias yang merupakan stilisasi dari bentuk riak-riak air bergelombang dilakukan dengan teknik pahat. Sebelum dipahat, pola-pola dasar motif disketsa langsung pada dinding gerabah untuk kemudian dipahat secara global, dan selanjutnya dihaluskan satu demi satu. Setelah motif hias halus, dilakukan fiksasi bentuk yaitu menghaluskan keseluruhan bagian gerabah hingga terwujud prototipe gerabah berbentuk perahu yang diselimuti motif riak air bergelombang secara utuh. Gb. 47. Bentuk gerabah model Ekspresi Perahu Danau Limboto Masa Lalu Sumber: Hasil penelitian 2013 59 20. Pembentukan Prototipe Ekspresi Perahu Danau Limboto Masa Kini Bentuk dasar prototipe gerabah model Ekspresi Perahu Danau Limboto Masa Kini dikerjakan secara bertahap dengan menerapkan teknik ekspresi. Proses kerja dimulai dengan pembuatan lempengan tanah liat sebagai alas bentuk perahu. Dari bentuk alas itu kemudian ditambah tanah liat sedikit demi sedikit sebagai dinding gerabah dengan cara tempel-pijat mengikuti bentuk desain. Setelah bentuk dasar terwujud lalu dipadatkan dengan cara dipukul-pukul pada bagian luar menggunakan kayu papan. Pukulan dari luar itu ditahan dari dalam dengan dengan kayu papan juga sehingga dinding gerabah semakin padat. Gb. 48. Bentuk dasar model Ekspresi Perahu Danau Limboto Masa Kini Sumber: Hasil penelitian 2013 Bentuk dasar prototipe yang telah terwujud dibiarkan sehari dalam ruang tertutup hingga setengah kering, untuk selanjutkan dihaluskan. Proses penghalusan dimulai dari bagian luar dinding gerabah menggunakan penggaris baja dengan cara diserut. Setelah keliling bagian luar halus, dilanjutkan dengan menghaluskan bagian dalam menggunakan pahat ukir cengkrong dengan cara dikeruk hingga ketebalan dinding gerabah rata tiap sisi. Perbedaan ketebalan dinding gerabah bisa mengakibatkan retak saat pengeringan karena perbedaan penguapan air dan terjadi penyusutan yang tidak seimbang. Dengan cara itu, bentuk dasar gerabah dapat dihaluskan hingga siap diukir. Gb. 49. Bentuk dasar model Ekspresi Perahu Danau Limboto Masa Kini siap diukir Sumber: Hasil penelitian 2013 60 Proses berikutnya adalah mengukir bagian-bagian bentuk dasar prototipe yang telah halus. Proses ukir dilakukan untuk memunculkan kesan retak atau borok guna menggambarkan kondisi perahu yang telah rusak dan usang. Pahatanpahatan tumpul pada bagian-bagian dinding gerabah yang nmenggambar kesan retak dan rusak itu sekaligus berfungsi sebagai motif hias, yang diharapkan akan menjadi keunikan dan daya tarik dari prototipe ini. Proses pembentukan diakhiri dengan fiksasi yaitu penyempurnaan pahatan dan menghaluskan keseluruhan bagian, sehingga prototipe siap dilakukan proses pengeringan dan pembakaran. Gb. 50. Bentuk prototipe model Ekspresi Perahu Danau Limboto Masa Kini Sumber: Hasil penelitian 2013 21. Pembentukan Prototipe Kreasi Timbikar Kontemporer Prototipe gerabah Kreasi Timbikar Kontemporer merupakan model yang dirancang terakhir. Pembuatan bentuk dasar model ini menggunakan teknik seleb. Proses kerja diawali dengan pembuatan cetakan seleb dilanjutkan dengan penyeleban hingga lempengan tanah hasil seleb mencukupi, setelah itu dilanjutkan dengan perakitan lempengan tanah hasil seleb guna mewujudkan bentuk dasar. Gb. 51. Perakitan lempengan tanah hasil seleban Sumber: Hasil penelitian 2013 61 Lempengan tanah liat yang telah dirakit dibiarkan selama sehari agar tanah liat slim yang dimanfaatkan sebagai perekat lebih kering dan hasil rakitan kuat. Perubahan-perubahan bentuk atau keretakan sambungan yang terjadi segera diperbaiki sebelum bentuk mencapai setengah kering. Bentuk dasar gerabah setelah setengah kering nampak seperti gambar berikut. Gb. 52. Bentuk dasar gerabah model Tembikar Kontemporer Sumber: Hasil penelitian 2013 Proses selanjutkan yang dilakukan setelah bentuk dasar gerabah setengah kering adalah penyesuaian ukuran dan menghaluskan. Untuk menghaluskan bagian luar dinding gerabah digunakan mistar baja dengan cara diserut atau dikeruk hingga rata dan halus. Pada bagian dalam dihaluskan dengan pahat. Saat dihaluskan, ketebalan dinding gerabah dibuat rata hingga siap dimunculkan motifmotif dengan cara diukir. T. Depan T. Belakang Gb. 53. Bentuk dasar gerabah model Tembikar Kontemporer siap diukir Sumber: Hasil penelitian 2013 Pembuatan ragam hias yang berupa motif geometris dan logo-logo akun jejaring sosial face book dan twitter itu dimunculkan teknik ukir timbul. Proses ukir diawali dengan pembuatan sketsa secara langsung pada bagian gerabah yang 62 akan diterapkan motif. Selanjutnya, dilakukan pemahatan pola-pola motif secara global. Pola-pola motif yang telah dipahat timbul itu kemudian dihalus, baik bentuk motif maupun bagian latar motif. Dari serangkaian proses yang dilakukan, akhirnya prototipe gerabah model Kreasi Timbikar Kontemporer dapat diwujudkan sesuai dengan bentuk dan ukuran desain dengan kemiripan 95%. Bentuk yang telah terwujud itu siap dilakukan proses pengeringan dan pembakaran sebelum dilakukan pewarnaan dan finishing. Tampak Depan Perspektif Gb. 54. Bentuk gerabah model Kreasi Tembikar Kontemporer Sumber: Hasil penelitian 2013 Dengan demikian, dari serangkaian tahapan proses pembentukkan yang telah dilakukan, akhirnya semua desain gerabah baru yang berjumlah 21 rancangan hasil penelitian tahap I, dapat direalisasikan ke dalam bentuk nyata Bentuk-bentuk gerabah yang terwujud itu memanfaatkan bahan baku tanah liat lokal Gorontalo yang diolah dengan menerapkan teknik ”basah” dan teknik ”kering” serta diformulasi dengan bubuk batu-bata. Semua prototipe yang berhasil diwujudkan telah sesuai dengan karakter, bentuk, dan ukuran desain dengan kemiripan rata-rata 90%. Andaipun ada beberapa penyesuaian, hal itu semata- 63 mata dilakukan karena alasan artistik dan penguatan fungsi, tanpa mengubah karakter dan ukuran desain secara ekstrim. Adapun variasi teknik produksi yang terapkan untuk pembentukan prototipe-prototipe gerabah itu terdiri dari beberapa jenis, yaitu: teknik pijat (pinching), teknik pilin, teknik putar, teknik cetak, dan ekspresif. Namun demikian tidak satu pun prototipe yang dikerjakan dengan menerapkan salah satu teknik produksi secara utuh, kecuali dalam pembuatan bentuk bangun dasar prototipe. Dari pembuatan bentuk dasar itulah dilihat perbedaan teknik produksi dari tiap prototipe. Kerena pembentukkan prototipe-prototipe gerabah ini memerlukan beragam teknik, jika prototipe-prototipe gerabah tersebut akan direproduksi dalam jumlah tertentu maka penguasaan seseorang (para perajin) terhadap teknik-teknik produksi itu secara baik sangat menentukan kwalitas dan keberhasilan dalam mereproduksi. Dilihat dari tingkat kerumitan dari semua prototipe itu, dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu bentuk sangat rumit, kerumitan sedang, dan bentuk sederhana. Pengategorian tingkat kerumitan ini penting, karena berkaitan dengan kemungkinan para pengrajin gerabah tradisional dalam mereproduksi secara langsung (tanpa bimbingan) di antara prototipe-prototipe itu, apabila dianggap memiliki prospek pasar yang menjanjikan. Secara dimensional, semua prototipe yang terwujud merupakan gerabah tiga dimensional. Sementara itu, dilihat dari fungsi atau kegunaan prototipe-prototipe gerabah itu, dapat digolongkan menjadi dua, yaitu prototipe gerabah yang berfungsi praktis sebanyak 10 model dan prototipe gerabah yang berfungsi sebagai hiasan (dekorasi) sebanyak 11 model. Dengan keberhasilan mewujudkan 21 prototipe gerabah berbagai model sesuai dengan desain itu, maka target atau indikator keberhasilan yang ditetapkan pada tahap pembentukan yaitu terwujudnya semua desain (21 desain) hasil dari penelitian tahap I ke dalam bentuk gerabah secara nyata dapat dicapai secara maksimal (100 %). Semua prototipe tersebut telah siap dilakukan proses selanjutnya, yaitu pengeringan untuk menurunkan kadar air, pembakaran untuk menguatkan gerabah, dan finishing guna memperkuat warna dan memperindah bentuk agar lebih menarik. 64 5.3. Pengeringan dan Pembakaran 5.3.1. Pengeringan Proses pengeringan yang bertujuan menurunkan kadar air pada gerabah hasil dari proses pembentukan dilakukan dilakukan pada ruang tertutup yang dibuat secara khusus tanpa kena sinar matahari secara langsung, agar gerabah kering secara perlahan sehingga tidak terhindar dari kerusakan (pecah, retak, dan berubah bentuk) akibat penurunan kadar air secara mendadak. Proses pengeringan dilakukan bertahap yaitu tiap selesai satu produk langsung dilakukan pengeringan dan dikontrol setiap saat guna mendeteksi secara dini apabila terjadinya kerusakan saat penyusutan untuk segera diperbaiki. Gb.55. Proses pengeringan gerabah hasil pembentukan Sumber: Dokumen hasil penelitian 2013 Waktu yang butuhkan untuk pengeringan hingga kadar air tetap rata-rata berkisar antara 3–5 hari. Lama waktu pengeringan tergantung dari tebal-tipisnya dinding gerabah. Dinding gerabah yang tebal memerlukan pengeringan lebih lama, demikian juga sebaliknya. Penentuan keringnya gerabah dilakukan dengan mencermati perubahan warna dan mengukur perbandingan berat gerabah saat belum dikeringkan dengan pasca pengeringan yaitu 3-5 hari. Apabila setelah itu berat gerabah tidak mengalami perubahan maka dianggap telah kering dan layak bakar. Dari hasil pengukuran itu, rata-rata gerabah mengalami susut kering antara 65 5-8%. Hal ini tergolong normal, sebab berdasarkan telaah pustaka, bahwa daya kembang susut kering bahan baku gerabah maksimal 10% (Utomo, 2007: 197204). Tinggi-rendah penyusutan, selain dipengaruhi kadar air awal, juga sangat tergantung dari tebal-tipis dinding gerabah. Gerabah dengan dinding tebal mengalami penyusutan lebih besar daripada gerabah dengan dinding tipis. 5.3.2. Pembakaran Di Gorontalo sampai saat ini belum tersedia tungku yang layak untuk pembakaran gerabah halus atau gerabah hias. Para perajin gerabah tradisional hanya memanfaatkan tungku ladang untuk pembakaran produk-produknya sehingga kwalitas hasil pembakaran sangat rendah, yang terindikasi warna gerabah kusam, jika dipukul tidak berbunyi nyaring, gerabah masih rapuh, dan tidak kedap air. Oleh karena itu, untuk pembakaran bentuk-bentuk gerabah baru hasil penelitian ini yang termasuk gerabah halus, maka peneliti membuat tungku bak yang bersifat temporer. Gb. 56. Tungku tempat pembakaran gerabah yang dibuat peneliti Sumber: Domkumen penelitian 2013 Tungku bak dibuat dari batu-bata sebagai dinding dan besi berdiameter 12 mm sebagai penyangga gerabah yang dirakit dengan cara las. Batu-bata disusun membentuk dinding dengan menggunakan tanah lumpur pasta sebagai perekat di 66 sela-sela tiap susunan. Ukuran tungku dibuat 60 x 80 x 100 cm, dengan memperhitungkan model gerabah ukuran paling besar. Jarak alas tungku dengan gerabah yang akan dibakar adalah 40 cm, sehingga nyala api bisa lebih besar dan suhu meningkat secara perlahan. Untuk bahan bakar dimanfaatkan limbah sisasisa kayu. Sementara itu, jerami diperlukan untuk menahan panas guna menghasilkan suhu tinggi. Jerami ditempatkan disela-sela gerabah yang dibakar sebelum tungku ditutup dengan besi plat dengan ketebalan sekitar 2 mm. Proses pembakaran dilakukan secara bertahap sesuai dengan besar-kecil ukuran gerabah dan kapasitas tunggku. Waktu yang diperlukan untuk pembakaran hingga gerabah matang dan nampak pijar adalah 2,5 jam sampai 3 jam. Proses pembakaran dilakukan secara perlahan yaitu dari api kecil yang dinyalakan pada mulut tungku hingga api besar dan membara yang kemudian didorong ke dalam tungku. Ciri gerabah yang telah matang pada proses pembakaran diamati dari lubang-lubang yang dibuat pada dinding tungku, yaitu ketika gerabah telah berwarna merah bara atau pijar, maka pembakaran dihentikan. Mulut tungku kemudian ditutup rapat agar suhu bertahan lebih lama dalam tungku sehingga gerabah menjadi lebih matang dan terjadi proses pendinginan secara perlahan. Untuk prototipe gerabah yang dibuat dengan banyak ukiran rumit dan dianggap rawan pecah, pembakaran dilakukan dengan sistem oven, yaitu di atas api ditempatkan besi plat sehingga gerabah tidak langsung kena jilatan api dan tungku ditutup rapat dengan tanah lumpur pasta. Pembongkaran gerabah hasil pembakaran dilakukan sehari setelah berlangsungnya proses pembakaran. Prototipe gerabah yang telah diangkat dari tungku kemudian dibersihkan dari abu sisa-sisa pembakaran. Gerabah hasil pembakaran kemudian diuji kwalitasnya dengan cara mencermati warna, keluntunturan, dan suara. Jika gerabah hasil pembakaran berwarna cerah, diusap tidak luntur, dan bersuara nyaring ketika dipukul maka hasil pembakaran dianggap matang dan berkwalitas. Jika sebaliknya, yaitu warna gerabah hasil pembakaran nampak kusan keabu-abuan, ketika diusap dengan tangan masih luntur, dan suara tidak nyaring jika dipuku, maka hasil pembakaran dianggap rendah. Untuk gerabah dengan hasil pembakaran tidak maksimal itu dilakukan proses pembakaran ulang. 67 Berikut contoh beberapa prototipe gerabah yang telah dibakar dan dianggap matang serta berkwalitas karena telah menunnjukkan warna cerah, suara nyaring ketika dipukul, dan tidak luntur apabila diusap dengan tangan. Gerabah hasil pembakaran ini telah siap dilakukan proses finishing. Gb. 57. Prototipe-prototipe gerabah hasil pembakaran Sumber: Hasil penelitian 2013 5.4. Finishing Berbeda dengan pembuatan keramik glasir yang mengakhiri proses produksinya pada pembakaran, untuk pembuatan keramik gerabah yang hanya dilakukan pembakaran biscuit seperti prototype-prototipe yang dibuat pada penelitian ini, tahap akhir dari proses produksi adalah melakukan finishing. Secara umum, tujuan dilakukan finishing, selain menambah keawetan gerabah, juga untuk menambah keindahan produk agar lebih artistik dan menarik bagi konsumen. Oleh karena itu, pelaksanaan dan kwalitas finishing menjadi perhatian penting bagi para kreator atau produsen gerabah agar produk yang dibuat mampu menarik minat konsumen yang lebih banyak untuk memiliki. Pelaksanaan proses finishing diawali dengan persiapan alat dan bahan. Jenis peralatan yang dibutuhkan terdiri dari: mesin amplas, gurinda, kuas lukis berbagai ukuran, pallet warna, gun spray (spuir-kompresor) dan peralatan 68 pendukung lainnya. Sementara itu, jenis bahan yang perlu disiapkan adalah: amplas kasar dan halus, berbagai jenis warna crayon, pastel oil, pensil warna, cat air (acyillic), warna geliter, serat-serat alami, cat emas, bubuk warna oker, seanding sealer, tinner, clear (gloss dan dorf), bubuk PK, dan bahan pendukung lainnya. Setelah persiapan peralatan dan bahan-bahan finishing mencukupi dilakukan proses finishing. Proses finishing diawali dengan pengamplasan untuk menghaluskan permukaan gerabah agar mudah diterapkan bahan finishing. Pengamplasan awal dilakukan dengan menggunakan mesin gurinda untuk lebih cepat meratakan permukaan gerabah. Selanjutnya, diamplas dengan amplas Norton menggunakan mesin amplas, terutama untuk permukaan gerabah yang lebar dan tidak berukir. Pengamplasan secara manual dilakukan pada bagian-bagian gerabah yang sempit dan terdapat motif hias ukir. Proses pengamplasan diakhiri dengan penerapan amplas halus, yaitu menggunakan kertas pasir nomor 500-1000. pasca pengamplasan seluruh badan gerabah dibersihkan dengan sikut ijuk, untuk selanjutnya dilakukan penerapan warna. Proses pewarnaan diawali dengan penentuan jenis bahan-bahan finishing warna yang memadukan warna krayon, pastel oil, pensil warna, bubuk oker, cat warna air, dan bahan-bahan alternatif lainnya. Untuk pewarnaan gerabah, penggunaan crayon, pastel, pensil warna, dan bubuk oker termasuk bahan yang baru dicobakan pada penelitian ini, dan menunjukkan hasil yang memuaskan. Ternyata bahan-bahan tersebut, selain memunculkan warna-warni sesuai keinginan, juga sekaligus berfungsi untuk menutupi pori-pori gerabah karena bukan merupakan bahan finishing cair, sehingga warna tidak terserap. Sementara itu, penggunaan cat air yang mudah terserat badan gerabah mesti diterapkan secara berulang-ulang atau dibuat agak kental. Dengan cara itu warna-warna baru muncul seperti yang diinginkan atau sesuai warna pada desain. Bahan-bahan finishing lainnya seperti bubuk PK yang diterapkan setelah selesai proses pewarnaan berfungsi untuk mematikan kecerahan warna sehingga timbul kesan antik. Sementara itu, penerapan bubuk warna geliter berfungsi untuk memunculkan warna bertekstur kasar, sedangkan cat emas dan prada plastik digunakan untuk memberi aksen pada bagian-bagian tertentu dan pada motif69 motif hias sehingga produk terkesan artistik dan menarik. Selain itu, beberapa bagian gerabah juga di-finishing menggunakan bahan-bahan alami, seperti serat pelapah pisang, serat pelapah pinang, serat pelepah kelapa dan sejenisnya, yang dilakukan dengan teknik tempel (kolase). Penerapan serat-serat alami sebagai bahan finishing dimaksudkan untuk menghasilkan corak finishing natural dan agar prototipe-prototipe gerabah nampak lebih variatif. Untuk proses finishing akhir digunakan clear (dorf atau gloss) sebagai pelapis. Penerapan clear yang didahului dengan penerapan seanding sealer, selain berfungsi melapisi warna guna mencegah kelunturan, juga untuk memeroleh kesan bersih dan mengkilat, tanpa mengurangi karakter finishing yang hendak ditampilkan. Aplikasi atau penerapan dari bahan-bahan finishing itu dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: teknik coretan (tulis) diterapkan untuk bahan finishing crayon, pastel oil, dan pensil warna. Teknik tabur diaplikasikan untuk bahan yang berupa bubuk warna. Teknik penguasan digunakan untuk bahan finishing yang berupa warna cat air dan cat emas. Teknik tempel (collage) dimanfaatkan untuk aplikasi bahan finishing prada plastik dan serat-serat alami, dan teknik semprot (spuit) dengan kompresor (gun spray) diaplukasikan untuk penerapan seanding sealer dan clear pelapis. Dengan penerapan beragam jenis bahan finishing dan teknik aplikasi bahan-bahan finishing itu, proses finishing menghasilkan 4 karakter finishing gerabah, yaitu: 1) finishing dengan karakter warna warna cerah; 2) finishing dengan karakter warna transfaran; 3) finishing karakter warna antic (usang); dan 4) karakter finishing kreatif yaitu dengan teknik tempel (collage) dengan unsurunsur serat alami dan kombinasi beberapa teknik finishing. keempat karakter finishing itu, telah dengan desain-desain konsep-konsep atau kesan yang hendak dimunculkan pada tiap prototipe. Dengan capaian 4 karater finishing itu, maka target atau indikator keberhasilan yang ditetapkan pada tahap finishing telah dapat dicapai secara maksimal sesuai dengan yang direncanakan. . Rincian uraian dan tampilan secara visual dari keempat karakter finishing yang berhasil dicapai itu, menyangkut segi keartistikan, kekhasan, dan segi-segi spesifik lainnya adalah sebagai berikut. 70 5.4.1. Karakter Finishing Warna Cerah Finishing dengan karakter warna cerah dicapai dengan komposisi warna kontras atau warna komplementer yang diterapkan dengan teknik pewarnaan plakat, gradasi warna, dan teknik gelap-terang. Karakter finishing ini berupaya menimbulkan kesan gairah hidup yang dinamis, namun tetap merepresentasikan subjek yang dikreasi dan kesesuai dengan warna-warna pada desain yang telah dibuat. Jenis finishing ini cenderung menutupi seluruh permukaan gerabah sehingga apresiator terkadang terkecoh dan tidak mengenali bahwa produk yang diapresiasi terbuat dari tanah liat. Gb. 58. Finishing gerabah dengan karakter warna cerah Sumber: Hasil penelitian 2013 5.4.2. Karakter Finishing Warna Transfaran Karakter finishing ini diperolah dari penerapan warna-warni secara tipis (transfaran) sehingga tidak menutupi secara penuh permukaan gerabah, karakeristik gerabah masih bisa dikenali. Finishing transfaran cenderung menerapkan komposisi warna mono khromatis atau warna analogus. Penerapan 71 warna emas hanya berfungsi untuk memberi aksen atau emphasis. Perbedaan atau variasi warna dimunculkan dengan teknik gelap-terang atau gradasi. Jenis finishing ini berupaya menimbulkan kesan tenang dan natural. Artinya, penerapan warna-warni tidak menghilangkan karakteristik produk sebagai benda yang terbuat dari tanah liat. Hal ini tentu akan menjadi pembeda dari model sejenis yang dibuat dari bahan baku lain seperti kayu atau batu (beton). Gb. 59. Finishing dengan karakter warna transfaran Sumber: Hasil eksperimen penelitian 2013 5.4.3. Finishing Karakter Warna Antik Finishing antik dihasilkan dari penerapan beberapa warna secara berulangulang dan tumpang tindih. Untuk memperkuat kesan antik, setelah proses pewarnaan dan penerapan prada plastik, produk dilumuri dengan cairan bubuk PK secara tipis dan diakhiri dengan penerapan clear dorf sebagai pelapis untuk 72 memperkuat warna agar tidak luntur. Karakter finishing ini berupaya menimbulkan kesan kuno (masa lalu) atau menggambarkan produk sebagai barang antik yang telah berusia lama. Gb. 60. Finishing gerabah dengan karakter antik Sumber: Hasil eksperimen penelitian 2013 5.4.4. Finishing Kreatif Jenis finishing lainnya yang berhasil diterapkan adalah finishing kreatif yaitu jenis finishing yang mengkombinasikan beberapa bahan dan teknik finishing. Bahan finishing yang dikombinasikan adalah bahan finishing buatan dengan bahan finishing serat alami, seperti serat pelapah pohon pisang, serat pelapah kelapa, dan serat pelapah pinang. Serat-serat alami dipilih yang memilik tekstur dan nilai dekoratif unik, sehingga tidak semua serat layak digunakan sebagai bahan finishing kreatif. Penerapan bahan-bahan itu menggunakan kombinasi beberapa teknik, yaitu teknik kuas dan semprot (spuit) untuk bahan finishing buatan dan teknik collage (tempel) untuk bahan-bahan finishing dari limbah serat-serat alami (serat pelapah pisang, pinang, dan serat pelapah pohon 73 kelapa). Jenis finishing ini berupaya menimbulkan kesan unik, natural, dan artistik. Pemanfaatan limbah-limbah serat alami pada finishing ini diharapkan menjadi inspirasi dan pemicu bagi perajin dalam memanfaatkan beragam jenis limbah untuk menambah nilai artistic bagi produk-produknya. Limbah Serat pelapah pisang Limbah Serat pelapah pinang Limbah Serat pelapah pohon kelapa Gb. 61. Finishing gerabah kreatif Sumber: Hasil eksperimen penelitian 2013 Dengan tampilan berbagai karakter finishing itu, maka prototipe-prototipe gerabah yang berhasil dibuat akan lebih variatif guna menawarkan berbagai alternatif pilihan bagi konsumen sesuai dengan karakter atau kesan yang diinginkan. Dengan cara itu diyakini semua prototipe gerabah yang berhasil dibuat pada penelitian ini jika direproduksi akan lebih mudah mendapat apresiasi secara luas, terutama apresiasi pasar. Selain itu, keempat karater finishing juga bisa ditiru secara langsung oleh para perajin gerabah tradisional guna memperindah dan menambah daya produk-produk gerabah tradisional yang diproduksi secara turuntemurun sehingga nilai jual gerabah tradisional makin meningkat. Dengan begitu, hadirnya produk-produk gerabah baru (modern) yang inovatif tidak akan menyisihkan produk-produk gerabah tradisional. 74 5.5. Pembuatan Model Kemasan Kemasan dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari rangkaian kegiatan produksi seni kerajinan, sebab salah satu penentu dari keberhasilan produk kerajinan dalam bersaing di pasar adalah tampilan produk dengan kemasan yang menarik. Kemasan merupakan hal pertama yang menarik minat konsumen dalam memilih produk-produk yang hendak dibeli. Salah satu faktor yang pertama-tama dapat menarik perhatian konsumen dan mempengaruhi secara langsung proses pembelian adalah kemasan. Sebab, sebagian besar pembeli membuat keputusan pembelian di depan rak di mana produk-produk dipajang. Bahkan, konsumen terkadang lebih mempercayai kualitas pengemasan dibandingkan harga murah atau faktor lainnya. Kemasan merupakan pemicu terjadinya transaksi jual-beli karena langsung berhadapan dengan konsumen. Kemasan merupakan pesona dari suatu produk, sebab kemasan yang berada di tingkat akhir suatu proses produksi, tidak saja dapat memikat mata tetapi juga dapat memengaruhi emosi konsumen dalam membuat keputusan terhadap produk yang ada didalamnya (dikemas). Kemasan kerap dianggap sebagai pembeda produk dari produk yang sejenis ketika masuk arena pasar. Karena itu kemasan menjadi sangat penting untuk menunjukkan identitas dari produk. Desain kemasan ikut menguatkan branding dan citra suatu produk sehingga menjadikan konsumen loyal bahkan fanatik pada produk bersangkutan. Secara umum, kemasan produk yang baik apabila mampu memerankan beragam fungsi, yaitu fungsi protektsi, fungsi praktis, fungsi informasi, fungsi promosi, dan fungsi emosi. Fungsi protektsi yaitu melindungi produk dari segala ancaman kerusakan akibat sentuhan, gesekan, termasuk pengawetan sehingga produk tetap terpelihara. Fungsi praktis yaitu kemasan mampu mempermudah konsumen dalam membawa, pengiriman, penyimpanan, dan keamanan sehingga konsumen tertarik untuk membeli produk dalam jumlah yang lebih banyak. Fungsi informasi, yaitu kemasan dapat memberi informasi kepada konsumen dari produk yang dikemas tanpa kehadiran produsen. Fungsi promosi, yaitu kemasan harus mampu menunjukkan kwalitas dari produk yang dikemas yang mendorong adanya komunikasi antarkonsumen yang mewakili ketidak hadiran pelayan dalam menunjukkan kualitas dan mempromosikan produk. Fungsi emosi yaitu kemasan 75 sebagai media pencitraan yang mampu meningkatkan gengsi dan sebagai penanda status sosial orang yang membeli produk bersangkutan. Demikian penting peran kemasan untuk meningkatkan nilai jual pada suatu produk, maka melalui penelitian ini juga dirancang beberapa model kemasan yang menarik untuk mengemas prototipe-prototipe gerabah yang telah dibuat sesuai dengan karakter, bentuk, dan ukuran prototipe gerabah yang hendak dikemas. Beberapa model kemasan yang berhasil dirancang itu terdiri dari: kemasan eksklusif, kemasan konvensional, kemasan grafis, kemasan transfaran, dan kemasan terbuka. 5.5.1. Kemasan Eksklusif Bentuk dasar kemasan eksklusif dibuat dari konstruksi kayu atau tripleks, sedangkan kulit pembungkusnya digunakan kain beludru dengan warna tertentu. Pada bagian dalam dilapisi gabus tipis yang dibungkus dengan kain satin silk dengan pilihan warna yang kontras dengan warna prototipe gerabah yang dikemas agar produk nampak lebih menonjol. Pelapisan dengan gabus tipis bertujuan agar gerabah terhindari dari lecet ketika bergesekan dengan dinding kemasan. Sementara itu, untuk menambah nilai artistik, kemasan dihiasi dengan pita yang ditempel keliling dekat tepi badan dan penutup kemasan. Gb. 62. Model kemasan eksklusif Sumber: Hasil penelitian 2013 76 Penggunaan kain belundru sebagai pembungkus dengan pemanfaatan pita warna-warni sebagai hiasan menjadikan model kemasan ini nampak mewah dan ekssklusif. Dengan tampilan yang demikain diharapkan akan mampun meningkatkan nilai jual produk yang dikemas dan memotivasi masyarakat (konsumen) untuk memeiliki (membeli) ketika prototipe-prototipe gerabah direproduksi oleh para perajin. 5.5.2. Kemasan Konvensional Bentuk dasar kemasan konvensional menggunakan bahan utama karton lebal (3 mm) yang dikonstruksi dengan memanfaatkan lem alteco. Pada bagian sisi depan dari rancang banggun tersebut dilubangi dengan ukuran sesuai dengan bagian prototipe yang hendak ditonjolkan. Bentuk dasar tersebut dibungkus dengan kertas kreft setelah dilumuri dengan lem kertas secara merata. Pada bagian yang dilubangi ditutup kembali dengan plastik mika agar tembus pandang, sehingga bagian produk yang ditonjolkan dapat terlihat dari luar. Dengan cara ini, konsumen tidak perlu lagi membuka untuk mengamati produk yang hendak dibeli, sehingga produk selalu aman dari sentuhan yang kerap mengakibatkan kotor. Gb. 63. Model kemasan konvensional Sumber: Hasil penelitian 2013 77 Jika dibandingkan dengan kemasan eksklusif, kemasan konvensional lebih mudah dibuat dan bahan lebih murah. Akan tetapi, jika dilihat dari kekuatan, kemasan ekslusif lebih kuat dari kemasan konvensional. Oleh karena itu, model kemasan konvensional cocok untuk mengemas produk-produk yang bernilai standar dan ukuran dan berat yang normal, seperti produk sovenir dan sejenisnya. 5.5.3. Kemasan Grafis Bahan dan teknik pembuatan kemasan grafis hampir sama dengan kemasan konvensional. Bedanya, kemasan grafis tidak ada bagian yang tembus pandang akan tetapi pada kemasan grafis produk yang dikemas ditampilkan gambarnya pada kemasan dan disertai informasi-informasi penting terkait dengan produk yang dikemas. Dengan kemasan grafis, konsumen juga tidak perlu membuka kemasan karena model dan informasi produk telah dapat dicermati pada kemasan. Tampilnya gambar produk pada kemasan diharapkan akan membantu konsumen dalam membuat keputusan dalam pembelian produk bersangkutan. Gb. 64. Model Kemasan grafis Sumber: Hasil penelitian 2013 Kemasan grafis yang dirancang pada penelitian ini hanya sebagai model alternatif, yang selanjutnya bisa ditiru atau diadaptasi oleh perajin tradisional sesuai dengan jenis produk yang hendak dikemas, baik menyangkut ukuran, gambar, dan informasi yang akan dimuat pada kemasan tersebut. 78 D. Kemasan Transfaran Kemasan transfaran dirancang dengan menggunakan bahan utama Mika Acryllic bening dengan ketebalan 3 mm dan kayu papan sebagai alas. Proses pembuatan model kemasan ini diawali dengan pembuatan desain sesuai dengan ukuran prototipe yang hendak dikemas. Selanjutnya dilakukan pembentukan untuk merealisasikan desain menjadi bentuk dasar nyata, diawali dengan pemotongan mika sesuai ukuran desain dilanjukan perakitan menggunakan lem efoxy hingga mika terbentuk menjadi bentuk kubus. Pada bagian alasnya dibiarkan tidak tertutup karena akan menggunakan alas kayu. Pembuatan alas menggunakan kayu papan dengan tebal 3 cm. Ukuran alas dibuat lebih besar 2 cm keliling dari ukuran bentuk mika. Kelebihan ukuran 2 cm keliling itu kemudian diprofil agar bentuk nampak lebih variatif. Proses akhir adalah finishing dan pengepasan hingga terwujud bentuk kemasan transfaran yang bersifat final. Gb. 65. Model kemasan transfaran Sumber: Hasil penelitian 2013 Kemasan transfaran cocok digunakan untuk mengemas produk-produk tiga dimensional yang ingin diperlihatkan secara utuh tanpa menyentuh produk bersangkutan. Pada penelitian ini, kemasan transfaran dibuat untuk mengemas prototipe gerabah model Kreasi Mahkota Pakaian adat Makuta dan model Kreasi Payunga Tilabaila, agar ketika kedua model tersebut dipublikasikan apresian bisa mengamati secara utuh, akan tetapi tidak bisa menyentuh karena dikhawatirkan banyaknya sentuhan akan mengikatkan kerusakan warna. 79 E. Kemasan Terbuka Kemasan terbuka dibuat dari besi, kayu, dan perpaduan dari keduanya. Jenis kemasan ini lebih tepat disebut sandaran penyangga karena fungsinya menyatu dengan produk yang diperlukan mutlak dan permanen dalam penyajian produk. Kemasan terbuka yang menggunakan besi sebagai bahan dasar, proses pembentukan atau konstruksi dilakukan dengan teknik las, sedangkan kemasan yang dibuat dari kayu pembuatan bentuk dasarnya dilakukan dengan konstruksi atau sambungan manual. Terkait dengan penelitian ini, kemasan terbuka terutama dirancang untuk prototipe-prototipe dengan ukuran besar. Gb. 66. Model Kemasan terbuka Sumber: Hasil penelitian 2013 Beberapa model kemasan yang berhasil dirancang seperti ditampilkan di atas, selain telah digunakan untuk mengemas prototipe-prototipe gerabah yang dibuat pada penelitian ini, juga bisa ditiru dan dimanfaatkan oleh para perajin gerabah tradisional untuk mengemas produk-produk kerajinannya dengan penyesuaian ukuran. Selain itu, para perajin juga bisa menyesuaikan atau memariasikan bentuk dan bahan yang dimanfaatkan agar lebih murah dan praktis sehingga tidak terlalu memengaruhi besaran harga jual produk. Dalam hal ini, model-model kemasan yang berhasil dirancang akan menjadi inspirasi bagi munculnya jenis dan model kemasan baru di waktu mendatang. 80 5.6. Evaluasi Evaluasi dilakukan guna mengetahui dan mengkritisi capaian kwalitas prototipe-prototipe gerabah secara menyeluruh menyangkut kesesuaian antara ide atau konsep dengan hasil perwujudannya, baik dari segi bentuk (tekstual) maupun non bentuk (kontekstual). Evaluasi dari segi bentuk meliputi: kwalitas garapan, warna (finishing), kemasan, dan nilai ergonomi. Evaluasi non bentuk (kontekstual) berkaitan dengan fungsi, pesan (makna), dan kemungkinan propek pasar yang bisa diraih. Dalam penelitian ini, evaluasi dilakukan dalam dua cara yaitu evaluasi proses dan evaluasi produk atau evaluasi akhir. Evaluasi proses telah dilakukan sejak pembuatan desain, proses pembentukan, proses finishing, pembuatan kemasan, hingga tampilan prototipe. Evaluasi pada proses perwujudan dilakukan tiap saat dengan mengundang pengrajin gerabah, seniman/desainer, dan teman sejawat. Evaluasi proses bertujuan untuk mengetahui dan mengkritisi mutu alat, mutu bahan baku, dan mutu proses (teknik produksi) sekaligus mengungkap kelemahan dan kelebihan tiap metode produksi yang diaplikasikan. Dengan cara itu, maka ketika suatu prototipe hendak direproduksi kelemahan-kelemahan itu bisa diatasi lebih dini. Sementara itu, evaluasi akhir dilakukan setelah semua prototipe terselesaikan secara utuh, baik kwalitas bentuk, jenis finishing, maupun model kemasan. Teknis pelaksanaan evaluasi dilakukan dengan mengundang atau mendatngi para informan yang dianggap relavan dan kompeten, seperti para perajin gerabah (10 orang), seniman/desainer (10 orang), pelaku pasar industri kerajinan (5 orang), teman sejawat (5 orang), dan masyarakat umum yang merepresentasikan konsumen (70 orang). Masing-masing kategori informan (evaluator) itu dikoordinir oleh 1 sebagai koordinator penyebar angket dan mengajukan pertanyaan lisan untuk konfirmasi yang telah dirancang peneliti. Para informan yang berjumlah 100 orang itu kemudian diminta mengamati tiap prototipe baik dalam bentuk nyata (prototipe sebenarnya) maupun dalam bentuk gambar (foto). Setelah itu diminta memberi komentar dan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh tim peneliti, baik pertanyaan lisan maupun tulisan (angket). Isi pertanyaan secara umum menyakut dua hal: 1) tingkat kesukaan informan terhadap masing-masing prototipe yang disajikan (paling disukai, 81 disukai, dan tidak disukai); dan 2) alasan kesukaan dan ketidak-sukaan karena (bentuk, warna, fungsi, dan kemasan). Untuk informan yang berprofesi sebagai perajin gerabah, ditambahkan satu pertanyaan, yaitu menyangkut kemampuan mereke untuk mereproduksi secara langsung (tanpa bimbingan) di antara 21 prototipe yang diawarkan. Dari kegiatan evaluasi itu diperoleh hasil, bahwa secara umum kesukaan informan pada suatu prototipe (produk gerabah) pertama-tama dari segi warna (65%), kemudian diikuti kesukaan karena bentuk 15%, kesukaan karena kemasan 10%, dan terakhir kesukaan karena fungsi atau kegunaannya 10%. Hal ini merupakan isyarat, bahwa pembuatan produk-produk gerabah mesti memerhatikan kwalitas finishing dan pewarnaan secara serius, sebab ketertarikan utama konsumen adalah pada kwalitas warna. Hal ini, mematahkan pandangan umum yang menganggap ketertarikan utama konsumen pada fungsi produk. Secara umum, hasil evaluasi menunjukkan bahwa hampir semua protoipe yang disajikan mendapat apresiasi positif dari tiap informan. Namun, komentar pertama yang dilontarkan oleh hampir semua informan adalah mereka tidak percaya bahwa produk-produk yang diamati dibuat dari tanah liat. Mereka mengira semua produk dibuat dari kayu. Akan tetapi setelah ditunjukan dengan cara memukul, mereka percaya semua produk dibuat dari tanah. Dari segi warna, 75 % informan menyukai prototipe dengan warna-warni cerah dan kontras. Prototipe yang paling disukai di antara 21 prototipe yang disajikan adalah prototipe gerabah model Kreasi Alat Musik Tradisional Polopalo dan model Kreasi Pakaian Adat Payunga Tilabataila. Kedua prototipe itu memang diwarnai dengan komposisi warna kontras dan cerah. Hasil evaluasi itu menjadi indikasi, bahwa selera zaman masa kini cenderung menggandrungi produk-produk dengan warna cerah. Fenomena ini berbeda dengan era 1990-an, dimana produk-produk seni dan kerajinan dengan karater warna antik, kusan, dan klasik sangat diminati dan mendominasi pasar. Hal ini patut menjadi pertimbangan bagi para perajin gerabah dalam mewarnai hasil-hasil produknya agar relevan dengan selera masyarakat masa kini.. Dari segi bentuk, sebagian besar informan (40%) menyukai prototipe dengan bentuk rumit penuh hiasan dan dianggap sebagai bentuk yang unik. 82 Informan lainya, 15 % menyukai bentuk-bentuk yang aneh (baru dan unik), informan lainnya (30 %) menyukai bentuk-bentuk alami dan familiar, yaitu bentuk-bentuk yang sering mereka liat dalam kehidupan sehari-hari (benda atau binatang), dan hanya 10% dari informan yang menyukai bentuk-bentuk sederhana. Dari data ini bisa dianalisis, bahwa penerapan motif-motif hias pada suatu produk gerabah ternyata menjadi daya tarik signifikan bagi para konsumen. Terkait dengan kemasan, para informan cenderung memberi apresiasi yang sama pada semua jenis kemsan. Artinya, tidak ada satu jenis kemasan dominan disukai dari kemsan lainnya meskipun menurut peneliti jenis kemasan dibuat bervariasi dari kemasan sederhana hingga eksklusif. Rata-rata informan menggangga bahwa, jenis kemasan sangat tergantung dari kecocokan dengan karakter gerabah yang dikemas. Kemasan yang dibuat mewah dan eksklusif belum tentu cocok jika digunakan untuk mengemas prototipe dengan bentuk sederhana, demikian juga sebaliknya. Dengan demikian perancangan model kemasan mesti disesuaikan dengan jenis dan karakter produk yang akan dikemas, menyangkut fungsi produk, warna produk, dan bentuk produk. Menyangkut kemungkinan dan kemudahan untuk direproduksi secara langsung, para perajin gerabah yang dipilih sebgai informan, hanya menjanjikan 5 prototipe (25%) yang bisa direproduksi secara langsung tanpa bimbingan dan pelatihan. Ketiga prototipe itu adalah: 1) model Ekspresi Benteng Otanaha Bentuk Gerabah Fungsional (asbak); 2) Revitalisasi Boto Pongi’ilo; dan 3) Revitalisasi Bulongo; 4) Kreasi Polopalo; 5) Kreasi Maleo dalam Bentuk Stilisasi. Beberapa prototipe lainnya kemungkinan hanya mampu dibuat bentuk dasarnya, sedangkan untuk motif-motif hias ukir mereka mengaku kesulitan karena tidak menguasai teknik dasar ukir. Demikian juga dengan warna-warni finishing, rata-rata perajin menyatakan tidak mampu karena tidak berpengalaman dalam finishing warna. Dengan demikian, dari hasil evaluasi tersebut bisa ditegaskan, bahwa warna finishing, terutama warna-warna kontras dan cerah, merupakan daya tarik utama kesukaan seseorang terhadap suatu produk gerabah, dikuti oleh bentukbentuk yang artistik dan unik. Nilai fungsional ternyata hal terakhir yang mendorong seseorang membuat keputusan untuk memilih produk gerabah. Hal ini patut menjadi perhatian bagi para produsen gerabah. 83 5.7. Deskripsi Prototipe Agar tiap prototipe gerabah bisa diapresiasi secara lebih komprehensip, maka tiap-tiap prototipe perlu dideskripsikan dari berbagai segi, meliputi: berbagai keunggulan dan kelemahan tiap prototipe, kwalitas kebentukkan, fungsi, prospek pasar, serta kemungkinan suatu prototipe untuk direproduksi oleh perajin gerabah tardisional. Bahasan juga dirangkaikan dengan hasil evaluasi tiap prototipe menyangkut tanggapan informan dari berbagai kalangan. 1. Prototipe Gerabah Revitalisasi Gerabah Tradisional Bulongo Konsep dasar dari prototipe gerabah ini adalah revitalisasi tekstual (bentuk) dan revitalisasi kontekstual terhadap gerabah tradisional yang disebut Bulonggo. Revitalisasi secara tekstual dilakukan melalui perubahan bentuk dan penambahan elemen hiasan yang berupa motif-motif geometris, agar produk nampak lebih menarik dan sesuai dengan selera konsumen masa kini. Motif-motif pada bagaian atas diwujudkan dengan teknik ukir, sedangkan motif bagian sisi keliling dimunculkan dengan pewarnaan plakat. Gb. 67. Prototipe Revitalisasi Gerabah Tradisional Bulongo Ukuran: 36 x 19 x 10 cm Foto: I Wayan Sudana, 2013 Sementara itu revitalisasi kontekstual dilakukan dengan perubahan fungsi yaitu, Bulongo yang mulanya dimanfaatkan sebagai tempat membakar ikan, diubah menjadi tempat untuk menaruh buah-buahan atau kebutuhan rumah tangga lainnya. Perubahan fungsi itu dimaksudkan agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat masa kini. Dengan revitalisasi tekstual dan kontekstual yang dilakukan itu, apabila prototipe ini diproduksi, diyakini mampu menarik minat konsumen untuk memiliki. Terbukti, dari hasil evaluasi yang dilakukan, rata-rata informan memberi apresiasi positif terhadap prototipe ini. Model ini juga sangat mungkin bisa direproduksi secara mandiri oleh perajin gerabah tradisional. 84 Meskipun terdapat beberapa kritik dan saran agar dalam reproduksi dinding gerabah dibuat lebih tipis supaya lebih ringan dan ramping, namun secara utuh prototipe ini dianggap layak untuk direproduksi. Dari segi kemudahan reproduksi, prototipe ini tergolong mudah direproduksi, karena memiliki kemiripan dengan bentuk-bentuk gerabah tradisional, yang telah biasa dikerjakan oleh para perajin tradisional. Untuk menjaga keamanan, menambah daya tarik, dan memperindah tampilan, prototipe gerabah ini disajikan dalam kemasan grafis. Tampilnya produk dengan kemasan itu, akan memudahkan konsumen dalam membawa sekaligus akan meningkatkan nilai jual. 2. Prototipe Gerabah Revitalisasi Gerabah Tradisional Polutube Revitalisasi tekstual dan kontekstual terhadap Polutube yang menjadi konsep dasar dari prototipe ini dalam visualisasinya berhasil diwujudkan model gerabah baru yang bersifat fungsinal praktis, yaitu sebagai tempat buah. Permen, atau makanan camilan lainnya. Fungsi itu memperluas fungsi Polutube yang biasanya hanya digunakan sebagai tempat bara apa dalam ritual tradisional. Tampilan kemasan Gb. 68. Prototipe Revitalisasi Gerabah Tradisional Polutube Ukuran: 24 x 24 x 21 cm Foto: Pipin, 2013 Secara tekstual, revitalisasi dilakukan dengan perubahan bentuk dan warna yang diperoleh dari perubahan teknik produksi. Polutube yang secara tradisional 85 diproduksi dengan teknik pijat, ternyata menjadi sangat menarik ketika diproduksi dengan teknik pilin, walaupun pola dasar bentuknya tidak diubah secara ekstrim. Bentuk tersebut makin eksotis setelah diterapkan finishing dengan warna-warni cerah bergradasi. Oleh karena itu, prototipe gerabah ini mendapat apresiasi positif dan dominan disukai ketika dilakukan evaluasi. Meskipun berdasarkan hasil evaluasi itu prototipe ini direkomendasi layak diproduksi dalam jumlah banyak karena memiliki prospek pasar yang menjanjikan, akan tetapi dari kalangan perajin gerabah tradisional mengaku tidak sanggup memproduksi secara langsung, kecuali didahului dengan bimbingan dan pelatihan. Diakui oleh hampir semua perajin gerabah tradisional Gororntalo yang menjadi informan saat evaluasi, bahwa mereka kurang memahami proses dan aplikasi teknik pilin dalam pembuatan gerabah. Selama ini, mereka hanya mengaplikasikan teknik pijat secara turun-temurun dalam menghasilkan produk. Dari pengakuan para perajin gerabah tradisional itu bisa ditegaskan, bahwa agar prototipe ini bermanfaat dalam pengambangan kerajinan gerabah tradisional Gorontalo, maka para perajin perlu diberikan pelatihan aplikasi teknik pilin. 3. Prototipe Gerabah Revitalisasi Gerabah Tradisional Botu Pongi’ilo Tidak berbeda dengan dua protitpe gerabah yang telah dideskripsikan sebelumnya, prototipe gerabah model Revitalisasi Gerabah Tradisional Botu Pongi’ilo merupakan visualisasi dari konsep verbal revitalisasi tekstual dan kontekstual terhadap gerabah tradisional Gorontalo yang disebut Botu Pongi’ilo. Jenis gerabah ini berfungsi sebagai pengulek ramuan obat-obatan tradisional, yang keberadaannya telah tersisih, karena tidak relevan lagi dengan selera dan kebutuhan masyarakat modern. Dengan revitalisasi tekstual (bentuk), Botu Pongi’ilo yang berbentuk dua lingkaran (lingkaran besar dan kecil tumpang tindih), direvitalisasi menjadi tiga bentuk lingkaran yang dikomposisikan berjejer. Bentuk tersebut diperindah dengan lukisan motif-motif hias geometri gradasi warna hijau pada bagaian luar dinding gerabah yang berwarna transfaran. Sementara itu, perubahan fungsi yang merupakan realisasi dari revitalisasi kontekstual, dilakukan dengan menjadikan Botu Pongi’ilo baru itu sebagai tempat makanan kecil dalam rumah tangga atau 86 hidangan pesta bagi masyarakat modern. Agar tampilanya lebih menarik, mudah dibawa, dan terhindar dari kerusakan, prototipe ini disajikan dalam kemasan eksklusif. Tentu saja pembuatan kemasan tersebut akan menambah biaya produksi, akan tetapi dengan kemasan itu akan menarik minat konsumen dan meningkatkan nilai jual Tampilan pada Kemasan Gb. 69. Prototipe Revitalisasi Gerabah Tradisional Botu Pongi,ilo Ukuran: 51 x 14 x 10 cm Foto: Pipin, 2013 Dari hasil evaluasi yang dilakukan, meskipun bukan termasuk model yang dominan disukai, akan tetapi rata-rata informan mengapresiasi baik prototipe ini, terutama dari segi bentuk dan fungsi sehingga layak direproduksi. Saran dan kritik datang dari sebagaian informan, terutama dari pelaku pasar produks seni kerajinan, yaitu pada kemasan. Para pelaku pasar produk kerajinan mengganggap, bahwa jenis kemasan (bahan baku-kain beludru) yang ditawarkan untuk mengemas prototipe ini terlalu mahal dan membebani biaya produksi. Oleh karena itu, disarankan agar kemasan dibuat dari bahan yang lebih murah. Sementara itu, para perajin gerabah yang terlibat sebagai informan dalam pelaksanaan evaluasi menyatakan sanggup untuk mereproduksi prototipe ini secara langsung tanpa diawali bimbingan dan pelatihan, karena teknik pengerjaannya sangat mirip dengan pengerjaan gerabah-gerabah tradisional. Hasil evaluasi ini memberi isyarat, bahawa prototipe ini layak dan dapat segera direproduksi. 87 4. Prototipe Gerabah Revitalisasi Gerabah Tradisional Bilenga Dari konsep verbal Revitalisasi Gerabah Tradisional Bilenga, secara kontekstual berhasil diwujudkan prototipe gerabah dekorasi berupa sio Pisces beserta simbolnya, sebagai upaya merelevankan fungsi Bilenga (tempat sengarai kopi) dengan kebutuhan masyarakat masa kini. Revitalisasi dari aspek bentuk (tekstual), dilakukan melalui menerapkan motif-motif hias geometris dan motif simbolik dengan pewarnaan yang cerah. Selain itu, inovasi juga dlakukan dalam hal penampilan produk dengan pemajangan pada sandaran kayu berukir. Melalui cara ini, diharapkan tampilan gerabah lebih dan utuh. Prototipe ini ditujukan untuk konsumen-konsumen khusus, misalnya sebagai hadiah. Gb. 70. Prototipe Revitalisasi Gerabah Tradisional Bilenga Ukuran : 48 x 16 x 40 cm Fotografer : Rosyid, 2013 Setelah dilakukan evaluasi, meskipun tim peneliti telah berupaya mewujudkan secaran maksimal, ternyata prototipe ini termasuk dari salah satu model yang tidak disukai, dengan beragam argumentasi. Para pelaku pasar produk kerajinan mengganggap prototipe ini memiliki segmen pasar yang sangat terbatas. Bahkan, para desainer dan teman sejawat menganggap prototipe ini terlalu konvensional dan bersifat kekanak-kanakan. Sementara itu, para perajin gerabah, 88 beralasan bahwa prototipe ini terlalu rumit dan memerlukan banyak tahapan. Beberapa masyarakat umum yang dianggap sebagai representasi konsumen kurang-lebih berkomentar sama. Beberapa diantaranya beralasan bahwa Pisces bukan bintangnya. Hanya satu-dua orang memberi apresiasi positif, yang kebetulan memiliki sio Pisces atau memiliki teman dekat berbintang Pisces. Dari hasil evaluasi itu bisa dianalisis, bahwa ketidak-sukaan para informan terhadap prototipe tersebut lebih didasarkan pada kepentingan, bukan karena kwalitasnya yang kurang bagus. Namun apapun alasannya, karena prototipe ini merupakan barang komoditas, hasil evaluasi itu menjadi pertimbangan penting dari kekurang-layakan prototipe ini direproduksi secara massal. Tim peneliti menyarankan agar model ini direproduksi secara terbatas atau sesuai pesanan dari konsumen-konsumen yang bersifat khusus. 5. Prototipe Gerabah Revitalisasi Guci Tradisional Konsep revitalisasi tekatual (bentuk) pada prototipe ini diwujudkan dengan pemanjangan bentuk guci tradisional secara ekstrim dan penerapan motifmotif hias yang diwujudkan dengan beragam teknik. Selain itu, aplikasi serat-serat alami, seperti serat pelapah pisang, serat pelapah pinang, dan serat pelapah kepala juga merupakan bagian dari upaya revitalisasi terhadap bentuk guci tradisional itu..Demikian juga penerapan beragam warna yang dilakukan dengan teknik gelap-terang dan teknik plakat menjadikan bentuk guci lebih variatif. Dari upayaupaya itu muncul bentuk gerabah baru yang inovatif dan unik guna memikat para konsumen untuk memiliki. Sementara itu, revitalisasi kontekstual (fungsi) dilakukan dengan perluasan dan penyesuaian aspek fungsi. Guci tradisional yang mulanya hanya digunakan untuk menyimpan air bagi keluarga-keluarga tradisional, disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat modern yaitu menjadi tempat pot bunga kering untuk hiasan interior keluarga atau perkantoran. Mengingat masyarakat modern saat ini sangat jarang menggunakan guci untuk menyimpan air. Dengan kalimat lain, fungsi untuk menyimpan air telah tergantikan dengan produk lain yang oleh masyarakat modern dianggap lebih higienis dan praktis, sehingga menyisihkan fungsi guci tradisional. 89 Dengan tampilan bentuk yang unik dan artistik serta fungsi yang sejalan dengan kebutuhan masyarakat modern (sebagai pembeli potensial), serta penyajian dengan kemasan terbuka sangat mendukung fungsi, maka diyakini prototipe gerabah model Revitalisasi Guci Tradisional akan mendapat apresiasi pasar yang lebih ebih ekstensif. Gb. 71. Prototipe Gerabah Revitalisasi GuciTradisional Ukuran : 32 x 32 x 83 cm Fotografer : Pipin, 2013 Dari hasil evaluasi diketahui, ternyata prototipe ini termasuk model yang sangat disukai oleh semua informan yang merepresentasikan berbagai kalangan. Alasan utama kesukaan para informan itu, bukan pada nilai fungsionalnya akan tetapi pada bentuk, terutama finishing yang dianggap unik dan natural. Selain itu, para perajin gerabah yang diminta tanggapannya juga menyatakan mampu mereproduksi secara langsung dengan mencontoh prototipe ini. Dengan kwalitas bentuk, relevansi fungsi, dan hasil evaluasi itu bisa ditegaskan, bahwa prototipe ini layak direproduksi secara massal dan dipasarkan secara luas, guna mendukung eksistensi dan pengembangan kerajinan gerabah tradisional Gorontalo. 90 6. Prototipe Gerabah Kreasi Motif Alat Musik Tradisional Polopalo Prototipe gerabah yang berfungsi sebagai pot bunga meja, merupakan realisasi dari konsep kreasi terhadap alat musik tradisional Gorontalo yang disebut Polopalo-sebuah alat musik bambu yang paling populer di Gorontalo. Perwujduan prototipe ini menerapakan kombinasi teknik putar dan teknik ekspresif (ukir). Teknik putar diterapakan dalam pembuatan bentuk dasar gerabah yang merupakan gubahan dari bentuk Polopalo. Teknik ukir diaplikasikan dalam pembuatan hiasan yang berupa motif daun, tali, dan tekstur. Untuk pewarnaan digunakan crayon yang diterapkan dengan komposisi kontras. Agar temapilan pajangan lebih menarik dan mencegah terjadinya kerusakan, prototipe ini disajikan dalam kemasan semi transfaran. Model Kemasan Gb. 72. Prototipe Kreasi Alat Musik Tradisional Polopalo Ukuran : 8 x 8 x 24 cm (kiri) & 13 x 13 x 30 (kanan) Fotografer : Rosyid, 2013 Meskipun prototipe ini menurut tim peneliti tergolong sederhana, akan tetapi setelah dilakukan evaluasi, ternyata prototipe ini termasik model yang paling disukai di antara 21 model gerabah baru yang berhasil dibuat. Menurut para evaluator, hal pertama yang menjadikan prototipe ini paling pavorit adalah karena komposisi warnanya yang sangat menarik. Evaluator (informan) yang berprofesi 91 sebagai desainer dan teman sejawat (dosen) menyebut komposisi warna yang diterapkan pada prototipe ini termasuk komposisi warna kontemporer. Komposisi warna yang demikian itu kini sedang menjadi tren dan digandrungi oleh masyarakat. Bahkan, beberapa informan yang tergolong masyarakat umum, telah melakukan penawaran untuk segera ingin memiliki prototipe ini. Berbarengan dengan itu, para perajin gerabah juga memberi pernyataan, bahwa prototipe ini sangat mudah mereka produksi, kecuali pada bagian tekstur yang masih memerlukan peralatan ukir dan bimbingan singkat. Dari hasil evaluasi itu bisa dianalisis, bahwa prototipe ini sangat layak diproduksi secara massal. Di samping prospek pasar menjanjikan yang terindikasi dari kesukaan semua kalangan terhadap prototipe ini, juga ketersediaan tenaga perajin tradisional yang memiliki kemampuan relevan dengan kebutuhan teknik yang diperlukan untuk membuat model ini, sehingga secara langsung bisa dilakukan kegiatan produksi. Dengan demikian, keberhasilan dalam membuat prototipe ini akan sangat berkontribusi bagi pengembangan kerajinan gerabah tradisional Gorontalo yang kini sepi peminat (pembeli). 7. Prototipe Gerabah Kreasi Motif Alat Musik Tradisional Tonggobi Prototipe gerabah model Kreasi Motif Alat Musik Tradisional Tonggobi, merupakan gerabah fungsional yang diwujudkan dengan teknik pijat untuk bentuk dasar dan teknik ukir untuk pengerjaan motif-motif hiasnya. Nilai artistik dari prototipe ini, yang diharapkan akan menimbulkan daya tarik bagi konsumen, dimunculkan melalui penerapan motif-motif hias, hasil pengolahan secara kreatif dari bentuk alat musik Tonggobi Motif hias tersebut diterapkan di sekeliling badan gerabah yang berbentuk bulat lonjong dipadukan dengan motif geometris pada bagian bawah gerabah. Untuk finishing, digunakan warna crayon dengan karakter warna cerah. Pada bagian-bagian tertentu diterapkan warna emas guna memberi penekanan. Dengan cara dan tahap yang demikian, terwujud protoipe gerabah yang artistik sekaligus fungsional. Nilai fungsional atau kegunaan dari prototipe ini adalah sebagai tempat sampah untuk ruangan (interior). Karena fungsinya itu, maka prototipe ini dipajang dalam kemasan terbuka yang terbuat dari konstruksi besi. Kemasan itu 92 sekaligus berfungsi sebagai tempat penyangga agar gerabah berdiri lebih kokoh dan seimbang. Dengan demikian produk bisa menjalankan fungsi secara maksimal tanpa kekhawatiran dari pengguna. Gb. 73. Prototipe Kreasi Motif Alat Musik Tradisional Tonggobi Ukuran : 42 x 42 x 85 cm Fotografer : Rosyid, 2013 Ketika dilakukan evaluasi, prototipe ini juga termasuk dominan disukai dan diapresiasi positif, walaupun bukan termasuk yang paling disukai oleh semua kalangan yang terlibat sebagai evaluator. Beberapa informan menyayangkan fungsinya, karena terlalu bagus sebagai tempat sampah, dan disarankan agar digunakan sebagai pot bungan kering. Terhadap saran itu, peneliti berargumen, memang sengaja diniatkan sebagai tempat sampah dan dibuat bagus agar orangorang tertarik mendekati untuk membuang sampah. Selama ini tempat sampah sering diidentikkan dengan tempat kotor dan tidak artistik. Pandangan itulah yang ingin dihilangkan dengan prototipe ini. Namun demikian, difungsikan untuk apapun nantinya oleh pengguna tidak menjadi persoalan. Hal terpenting bagi 93 peneliti adalah prototipe ini mendapat apresiasi positif dari berbagai kalangan. Sebab, hal itu menjadi indikator dalam memprediksi prospek pasar dan menjadi indikator juga bagi keberhasilan peneliti dalam merancang tiap prototipe. 8. Prototipe Gerabah Kreasi Motif Alat Musik Tradisional Tolimelo Prototipe gerabah model Kreasi Alat Musik Tradisional Tolimelo dibuat dalam komposisi tiga bentuk berjejer dengan komposisi simetris. Ketiga bentuk tersebut disatukan dengan kemasan terbuka yang sekaligus berfungsi sebagai penyangga. Pada prototipe ini, bentuk alat musik tradisional Tolimelo dikreasi sebagai motif hias luar dipadukan dengan motif-motif geometris yang dibuat menyerupai susunan batu-bata. Untuk finishing diterapkan warna monokromatis yaitu jingga dan diterapkan secara plakat dan gelap-terang. Guna menguatkan warna agar tidak luntur dan menambah kesan bersih (mengkilap), finishing diakhiri dengan penerapan clear gloss secara tranfaran. Gb. 74. Prototipe Gerabah Kreasi Alat Musik Tradisional Tolimelo Ukuran : 40 x 13 x 51 cm Fotografer : Rosyid, 2013 Nilai gunaan dari prototipe ini adalah sebagai tempat lilin hias, terutama dalam kegiatan pesta atau lilin untuk keperluan ritual tertentu. Dengan bentuk dan 94 fungsi yang demikian, diharapkan prototipe ini akan mendapat apresiasi positif dari berbagai kalangan, sehingga layak untuk direproduksi oleh perajin gerabah tradisional, baik secara massal maupun dalam jumlah tertentu. Namun demikian, dari hasil evaluasi yang dilakukan, ternyata prototipe ini termasuk salah satu prototipe yang tidak disukai oleh para informan, kecuali beberapa desainer yang menyebut bagus. Pelaku pasar industri kerajinan menganggap prototipe ini memiliki segmen pasar sangat terbatas dan hanya dibutuhkan sewaktu-waktu. Prototipe ini, menurut mereka hanya layak diproduksi dalam jumlah terbatas atau sesuai pesanan. Sementara itu, para perajin gerabah tradisional, meskipun mampu dengan mudah mereproduksi model ini, akan tetapi mereka tidak menyukai. Tidak ada argumen rasional yang diberikan, kecuali pernyataan tidak suka itu. Dari hasil evaluasi itu, peneliti berkesimpulan, meskipun alasan ketidak-sukaan perajin bersifat subjektif, akan tetapi mempertimbangkan pandangan informan yang lain, maka disarankan model ini untuk disosialisasikan lebih jauh guna menentukan kelayakannya untuk direproduksi atau hanya akan menjadi dokumen artefak hasil penelitian. 9. Prototipe Gerabah Kreasi Motif Alat Musik Tradisional Ele’e Konsep dasar yang melandasi hadirnya prototipe ini adalah kreasi alat musik tradisional Gorontalo yang disebut Ele’e. Alat musik yang terbuat dari tiga bilah bambu tersebut kini telah punah dan hanya tersisa sebagai dokumen artefak pada gedung budaya Universitas Negeri Gorontalo. Namun demikian, alat musik ini memiliki bentuk unik dan penting diketahui oleh masyarakat sebagai warisan budaya leluhur, bukti kejayaan kesnian Gorontalo di masa lalu. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah mengkreasi alat musik tersebut menjadi motif hias dan menerapkannya pada produk. Dalam hal ini diterapkan pada produk gerabah, yang juga mengalami masalah dalam pengembangannya. Saat ini, peneliti telah mengajukan motif kreasi Ele’e itu untuk mendapat hak cipta. Dalam konteks produk gerabah, visualisasi dari kreasi motif tersebut dimanfaatkan sebagai ragam hias utama untuk prototipe gerabah yang bersifat fungsional, yaitu sebagai tempat majalah atau map. Bentuk dasar prototipe gerabah ini dikerjakan teknik seleb, sedangkan motif kreasi Ele’e dimunculkan 95 dengan teknik ukir timbul. Untuk finishing diterapkan komposisi warna-warna analogus yang diaplikasikan dengan teknik gradasi warna. Pada bagian dalam diterapkan warna merah sehingga kontras dengan bagian luar. Hal itu menjadikan motif hias nampak menonjol, namun tetap mencerminkan kesan kesatuan. Prototipe ini dikemas dengan kemasan tertutup yang bersifat konvensioanal. Model kemasan Gb. 75. Prototipe gerabah Kreasi motif Alat Musik Trad. Ele’e Ukuran : 26 x 13 x 40 cm Fotografer : Rosyid, 2013 Dari evaluasi diperoleh hasil, prototipe gerabah ini mendapat apresiasi sedang, yaitu tidak termasuk sebagai prototipe yang disukai atau tidak disukai. Namun rata-rata informan memberi harapan positif terhadap prospek pasar dari prototipe ini. Kecuali motif yang unik, model ini dianggap biasa-biasa saja. Masih diperlukan promosi maksimal agar prototipe ini mendapat apresiasi pasar lebih ekspensif. Di sisi lain, para perajin menyatakan tidak siap untuk mereproduksi, karena dianggap sulit dan rawan retak, terutama dalam penyambungan lempengan-lempengan seleh hingga menjadi bentuk dasar. Untuk motif, para 96 perajin sangat tertarik dan meminta dibuatkan cetakannya agar bisa diterapkan pada jenis produk gerabah lainnya. Mengikuti saran para evaluator, maka tim peneliti akan berupaya melakukan sosialisasi dan promosi terhadap prototipe ini dan merencanakan membuat cetak negatif dalam beberapa ukuran sesuai permintaan perajin gerabah tradisional. Dengan cara itu, kehadiran prototipe ini akan berdampak pada pengembangan kerajinan gerabah tradisional Gorontalo 10. Prototipe Gerabah Kreasi Mahkota Pakaian Adat Payunga Tilabataila Prototipe gerabah model Kreasi Mahkota Pakaian Adat Payunga Tilabataila merupakan penyederhaan dari bentuk salah satu pakaian adat pria Gorontalo yang disbut Payunga Tilabataila, baik dari segi bentuk maupun motifmotif yang bersifat simbolik. Pengerjaan prototipe ini mengaplikasikan tekni ekspresif, yaitu kombinasi dari beberapa teknik produksi gerabah. Motif-motif hias dibuat dengan ukir timbul. Untuk finishing, diterapkan komposisi warna komplementer sesuai dengan warna-warna asli Payunga Tilabataila yang merupakan warna simbolik adat Gorontalo, yaitu merah, kuning, hijau, dan ungu. Gb. 76. Prototipe Gerabah Kreasi Pakaian Adat Payunga Tilabataila Ukuran : 20 x 21 x 20 cm Fotografer : Pipin, 2013 Untuk menambah nilai eksklusifitas dan menjaga keamanan, prototipe ini dikemas dengan model kemasan transfaran. Dengan model kemasan itu, para apresian dapat mengamati prototipe ini tanpa harus menyentuhnya, sehingga 97 selalu terpelihara dan awet. Prototipe ini tidak mempuyai kegunaan paktis (tidak bisa dipakai), tetapi hanya sebagai benda seni (dekorasi) untuk pajangan. Dengan bentuk, warna, dan tampilan yang eksklusif itu, diyakini prototipe ini mendapat apresiasi positif dari berbagai kalangan. Dari hasil evaluasi diketahui, bahwa prototipe ini termasuk model kedua yang paling disukai. Kesukaan para informan (evaluator) pertama-tama adalah pada komposisi warna yang cerah dan sangat dinamis. Para informan, terutama yang termasuk kategori masyarakat umum, bahkan ada yang telah mengajukan pesanan. Akan tetapi berkebalikan dengan itu, ternyata para perajin gerabah dengan tegas mengatakan tidak mampu untuk mereproduksi prototipe ini. Mereka menganggap kemampuannya belum mencukupi untuk membuat gerabah yang kaya variasi dan penuh dengan motif-motif hias rumit. Akan tetapi, beberapa di antaranya siap mereproduksi apabila dilatih dan dibimbing secara intensif, serta disediakan peralatan yang cukup untuk digunakan. Dari hasil evaluasi itu bisa dianalisis, bahwa prototipe yang bagus dan memiliki prospek pasar cerah belum tentu memiliki dampak langsung bagi pengembangan kerajinan tradisional. Sebab, prototipe yang bagus memerlukan kesiapan dan kemampuan teknis dari perajin tradisional untuk mereproduksi. Tanpa itu, sebagus apapun prototipe hasil penelitian hanya akan menjadi dokumen mati. Terhadap hal itu, diperlukan pelatihan-pelatihan bagi para perajin agar selalu siap dalam memproduksi model-model gerabah baru yang inovatif. 11. Prototipe Gerabah Kreasi Mahkota Pakaian Adat Makuta Mirip dengan prototipe yang dibahas sebelumnya, prototipe gerabah model Kreasi Mahkota pakaian adat Makuta juga merupakan perwujudan dari konsep kreasi bentuk dari pakaian pengantin pria Gorontalo yang disebut Makuta atau Paluala. Pakaian adat ini biasanya dipakai pada puncak acara pesta perkawinan. Prototipe ini juga diwujdukan dengan teknik ekspresif. Di antara motif-motif hias timbul yang dikerjakan dengan teknik ukir itu, didominsi oleh motif stilisasi daun sukun (Gorontalao-Bitila), yang merupakan motif utama pada pakaian ada Makuta. Dari segi pewarnaan, bentuk dasar pprotitpe di warnai secara transfaran dengan warna jingga, sedangkan bagian motif diberi warna hijau yang 98 diterapkan dengan teknik gradasi. Beberapa motif, seperti motif naga dan komposisi motif lingkaran diterapkan warna emas. Prototipe ini disajikan dengan model kemasan transfaran. Gb. 77. Prototipe gerabah Kreasi Mahkota Pakaian Adat Makuta Ukuran : 25 x 24 x 25 cm Fotografer : Pipin, 2013 Setelah dilakukan evaluasi terhadap prototipe ini, diperoleh hasil, bahwa prototipe ini juga termasuk salah satu dari model gerabah yang disukai dari berbagai kalangan. Kesukaan para informan terutama karena kemiripan bentuknya dengan mahkota Makuta yang asli. Meskipun prototipe ini hanya sebagai benda pajangan, tetapi seorang informan dari kategori masyarakat umum bahkan mengira prototipe bisa dipakai pada acara pernikahan. Akan tetapi para perajin gerabah tradisional juga menyatakan tidak sanggup mereproduksinya secara langsung, kecuali didahului dengan bimbingan dan pelatihan. Dengan demikian, dilihat dari prospek pasar yang menjanjikan, maka prototipe ini juga layak untuk direproduksi oleh para perajin tradisional melalui pelatihan yang intensif. 12. Prototipe Gerabah Kreasi Benteng Otanaha Bentuk Gerabah Fungsional Prototipe gerabah model Kreasi Benteng Otanaha Bentuk Gerabah Fungsional, merupakan kreasi dari bentuk dasar benteng Otanaha yang dilihat (tampak) dari atas. Prototipe ini dikerjakan dengan teknik putar, teknik pijat, dan 99 teknik pahat untuk membuat variasi pada bagian dalam gerabah. Di antara 21 prototipe yang berhasil dibuat, prototipe ini termasuk model yang memilki bentuk paling sederhana. Untuk finishing, pada bagian dalam diterapkan warna coklat mirip warna tanah dan pada luar diwarnai dengan bintik-bintik warna emas dari prada plastik. Dengan penerapan finishing itu mampu menimbulkan kesan natural dan antik. Prototipe ini dikemas dengan model kemasan grafis yang simpel. Model kemasan Gb. 78. Kreasi Benteng Otanaha Bentuk Gerabah Fungsional Ukuran : 25 x 16 x 4 cm Fotografer : Pipin, 2013 Dari hasil evaluasi, tingkat kesukaan para informan terhadap prototipe ini termasuk sedang (tidak terlalu disukai pun tidak terlalu tidak disukai). Prototipe ini dianggap biasa. Namun setelah dijelaskan ide dasar terbentuknya yang berasal salah satu benteng peninggalan kerajan Gorontalo, para informan banyak yang menyatakan ketertarikannya. Alasan ketertarikan mereka itu karena sebagai benda kenangan sejarah. Dari situ mereka juga mulai menyukai warnanya yang antik tapi bukan karena fungsinya. Sementara itu, para perajin gerabah juga menyatakan mampu mereproduksi secara langsung dengan jumlah yang tidak terbatas, selama masih ada yang meminati. Teman sejawat menyarankan agar prototipe ini direproduksi sebagai souvenir tetap di objek wisata Benteng Otanaha Gorontalo. Hasil evaluasi itu menunjukkan, betapa penting wacana promosi untuk menjelaskan asal-usul suatu produk, sehingga menimbulkan ketertarikan seseorang untuk memiliki produk tersebut. Kemampuan seperti itu tentu tidak dimiliki oleh para perajin tradisional. karena itu mereka perlu dibimbing dan 100 dilatih, bukan saja pada tataran teknis, tetapi juga strategi promosi melalui kemampuan dalam menjelaskan hasil-hasil produknya.. 13. Prototipe Gerabah Model Ekspresi Otanaha dalam Bentuk Gerabah Seni Prototipe gerabah Ekspresi Otanaha dalam Bentuk Gerabah Seni berasal dari sumber ide yang sama dengan prototipe gerabah Kreasi Benteng Otanaha Bentuk Gerabah Fungsional. Bedanya, prototipe ini dibuat hanya sebagai pajangan (gerabah hias) yang menggambarkan keadaan Benteng Otanaha dalam keadaan kurang terawat. Bentuk dasar prototipe ini dominan dikerjakan dengan teknik pijat yang dilakukan secara bertahap. Motif-motif hias yang merepresentasi pasangan bebatuan pada dinding-dinding benteng, dimunculkan dengan variasi warna. Karakter finishing yang hendak dimunculkan adalah karakter warna antik dan usang guna merepresentasikan kondisi benteng yang tak terawat itu. Gb. 79. Kreasi Benteng Otanaha Bentuk Gerabah Seni Ukuran : 37 x 26 x 55 cm Fotografer : Rosyid, 2013 Dari hasil evaluasi yang dilakukan terhadap prototipe ini, ternyata secara komulatif para informan (evaluator) dari semua kalangan menempatkan prototipe pada urutan ketiga sebagai model yang paling disukai. Rata-rata kesukaanya itu 101 karena keunikan bentuknya, dikuti oleh maknanya sebagai representasi artefak bersejarah (benteng). Kesan warna antik yang diniatkan oleh peneliti, meskipun menjadi salah satu aspek yang menimbulkan rasa suka, akan tetapi tidak semua informan menerima, bahwa prototipe ini berwarna antik. Kesukaan sebagian informan terhadap warna justru karena variasinya. Terkait dengan kemudahan reproduksi, beberapa perajin menyatakan mampu mereproduksi secara langsung prototipe ini dan sebagaian lainnya menyatakan tidak mampu karena tidak memiliki tungku yang memadai. Hasil evaluasi tersebut memberi isyarat, bahwa fungsi praktis ternyata tidak banyak memengaruhi konsumen dalam membuat keputusan untuk membeli suatu produk kerajinan. Sebaliknya, nilai kontekstual justru mampu memengaruhi konsumen (informan) untuk menentukan pilihan terhadap suatu produk kerajinan (gerabah). Selain itu, ide desainer tidak selalu sejalan dengan tanggapan konsumen. Dengan kalimat lain, kesukaan konsumen (informan) pada suatu produk cenderung bersifat subjektif. Untuk menyelaraskan hal tersebut, konsumen perlu dididik melalu pameran-pameran yang bersifat kontinu atau periodik agar mereka lebih sensitif terhadap kwalitas suatu produk kerajinan. Di sisi lain, para desainer perlu selalu mempelajari selera-selara konsumen yang selalu berubah sebelum menciptakan suatu produk baru. 14. Prototipe Gerabah Kreasi Maleo dalam Bentuk Tunggal Prototipe yang berhasil diwujudkan ini, merupakan realisasi dari konsep Kreasi Maleo dalam Bentuk Tunggal. Prototipe ini menonjolkan sosok Maleo sebagai burung yang mampu menghasilkan telor sangat besar hampir setera dengan ukuran tubuhnya. Kemampuan alami burung Maleo dalam menghasilkan telor dengan ukuran besar itu, mengundang banyak kekaguman dan secara kontradiktif menjadi ancaman bagi kelestarian burung Maleo. Sebab, telornya yang besar dan bergizi itu banyak diburu predator, termasuk oleh manusia. Popularitas burung Maleo, selain karena keunikan bentuk dan sifatnya, juga tidak lepas dari ukuran telornya yang besar dan bermanfaat. Prototipe ini dikerjakan dengan teknik patung bergaya natural. Finishing dibuat dari komposisi warna analogus yang diterapkan dengan teknik gelap-terang 102 dan teknik gradasi. Untuk memperkuat warna dan menambah kesan bersih serta mengkilap, finishing diakhiri dengan penerapan clear gloss secara transfaran. Untuk memudahkan dalam membawa dan terhindar dari kerusakan akibat berbagai gesekan, prototipe ini dipajang dalam kemasan eksklusif dari beludru. Kemasan Gb. 80. Prototipe model gerabah Kreasi Maleo Bentuk Tunggal Ukuran : 18 x 14 x 19 cm Fotografer : Rosyid, 2013 Hasil evaluasi terhadap prototipe ini menunjukkan, rata-rata informan memberi apresiasi positif terhadap masa depan prototipe ini jika direproduksi. Secara komulatif tingkat kesukaan para informan terhadap prototipe ini tergolong sedang. Beberapa informan yang dikonfirmasi, alasan kesukaan mereka terhadap model ini, cenderung karena simpati. Posisi Maleo yang digambarkan di atas toler, dibayangkan oleh para informan sedang menjaga telor dengan sikap siaga. Kesukaan kedua justru bukan karena bentuk Maleo, tetapi karena kesan retakretak yang gambarkan pada motif telor yang seolah-olah akan menetas. Terkait dengan kemungkinan direproduksi secara mandiri, semua perajin menyatakan tidak mampu karena dianggap rumit dan memerlukan keahlian khusus yang sama skali tidak mereka kuasai. Meskipun para gerabah tradisional menyatakan tidak mampu mereproduksi secara mandiri, akan tetapi dilihat dari prospek pasar, prototipe ini layak menjadi materi reproduksi dalam pengembangan kerajinan gerabah tradisional Gorontalo. 103 15. Prototipe Gerabah Kreasi Maleo dalam Bentuk Berpasangan Pada prototipe ini, burung Maleo digambarkan mendekati bentuk aslinya, dengan posisi berhadapan sebagai penanda keakraban. Pasangan Maleo tersebut berada di atas alas berbentuk telor yang bertuliskan “Maleo Gorontalo” untuk menunjukkan bahwa burung tersebut merupakan satwa kesayangan masyarakat Gorontalo. Alas berbentuk telor itu, dihiasi tebaran tekstur pahatan kasar sehingga tulisan nampak makin menonjol dan terkesan sangat unik. Prototipe ini diwujudkan dengan teknik patung. Pewarnaan untuk finishing diterapkan dengan karater warna antik. Kesan antik itu, selain diperoleh dari penerapan warna secara tumpang tindih, juga karena penerapan cairan bubuk PK setelah pewarnaan. Sementara itu, tulisan “Maleo Gorontalo” pada bagian depan dan tulisan “Gorontalo” pada bagian belakang diwarnai dengan warna emas sehingga nampak semakin menonjol. Gb. 81. Prototipe gerabah Kreasi Maleo Bentuk Berpasangan Ukuran : 42 x 13 x 32 cm Fotografer : Pipin, 2013 Dari evaluasi terhadap prototipe ini diperoleh hasil, secara komulatif kesukaan para informan pada model ini juga tergolong sedang. Akan tetapi apresiasi tinggi datang dari informan yang termasuk kategori pelaku pasar seni kerajinan. Mereka memprediksi prototipe ini akan mendapat apresiasi pasar yang 104 menjanjikan, terutama karena munculnya tulisan “Maleo Gorontalo”. Tulisan itu menurut mereka akan menjadi penanda bagi sesorang yang pernah berkunjung ke Gorontalo. Oleh karena itu, segment pasar dari prototipe ini adalah para wisatawan yang berkunjung ke Gorontalo. Namun, para pelaku pasar ini khawatir akan jatuhnya harga tinggi, karena prototipe ini tergolong rumit dan berukuran besar. Mereka menyarankan agar prototipe ini direproduksi dalam ukuran lebih kecil dan series yaitu besar, sedang, dan kecil. Dengan demikian, dilihat dari prospek pasar prototipe ini juga layak direproduksi. 16. Prototipe Gerabah Kreasi Burung Maleo Bentuk Stilisasi Jika dua prototipe gerabah yang dibahas sebelum mengkreasi burung Maleo dalam bentuk yang natural dan rumit, maka pada prototipe ini Maleo dikreasi dengan cara stilisasi melalui penyederhanaan bentuk. dan proporsi tubuh yang tidak lazim (tidak alami). Wujud burung Maleo hanya diambil pada bagian khusus yang menjadi karakteristik bentuknya, yaitu pada kepala yang terdapat tonjolan menyerupai bentuk mahkota. Model kemasan Gb. 82. Prototipe gerabah model Kreasi Maleo Bentuk Stilisasi Ukuran : 10 x 16 x 17 cm Fotografer : Pipin, 2013 105 Nilai kompleksitas dan kesan dinamis dari kesederhanaan bentuk kreasi Maleo itu, dimunculkan dengan irama pahatan yang merupakan stilisasi dari bentuk ekor burung dan pahatan detail pada bagian kepala. Kesan unik dan artistik juga nampak dari penarapan finishing yang berkarakter antik. Kesan antik kuasi perunggu tersebut dimunculkan dengan penerapan prada plastik secara acak. Prototipe ini, ditampilkan dengan kemasan kemasan eksklusif dari kain beludru. Dengan bentuk yang sederhana, unik, dan antik itu, diyakini prototipe mendapat apresiasi pasar yang luas dan mudah direproduksi dalam jumlah banyak. Secara komulatif, hasil evaluasi terhadap prototipe ini menunjukkan tingkat kesukaan masyarakat tergolong sedang. Beberapa informan menempatkan prototipe ini sebagai model yang paling tidak disukai, akan tetapi beberapa informan lainnya menempatkan prototipe sebagai prototipe yang paling disukai. Hal menggambarkan kepanatikan selera sesoerang terhadap suatu produk. Sebagian informan yang merupakan perajin gerabah tradisional juga menyatakan sanggup mereproduksi prototipe ini secara mandiri. Dari hasil evaluasi tersebut, nampaknya prototipe ini akan segera berkontribusi dalam pengembangan kerajinan gerabah tradisional Gorontalo. 17. Prototipe Gerabah Model Kreasi Primata Tarsius Bentuk Tunggal Tarsius merupakan salah satu primata endemik Sulewesi dengan bentuk tubuh kecil dan unik. Primata ini termasuk satwa langka dan dilindungi karena keberadaannya terancam punah yang diakibatkan oleh penebangan hutan secara liar. Posisi Tarsius yang demikian itu memunculkan konsep desain gerabah baru yaitu Kreasi Primata Tarsius Bentuk Tunggal. Realisasi dari konsep tersebut melahir prototipe gerabah tiga dimensional yang berfungsi sebagai benda dekorasi (gerabah hias) dengan menempatkan Tarsius sebagai subjek utama. Sosok Tarsius pada prototipe ini digambar secara natural dengan anatomi plastis, agar lebih komunikatif sehingga mudah diapresiasi oleh semua lapisan masyarakat. Bentuk alas tempat Tarsius bertengger dibuat menyerupai kayu gelondongan dengan tekstur pahatan yang padat sehingga nampak sangat unik dan natural guna menggambarkan tempat hidup Tarsius yang selalu lekat dengan pohon-pohon besar. Prototipe ini di-finishing dengan warna monokromatis yang 106 diterapkan secara transfaran. Prototipe ini termasuk yang terkecil di antara semua prototipe yang berhasil diwujudkan, sehingga sangat cocok dimanfaatkan sebagai benda souvenir. Oleh karena itu, kemasan untuk prototipe ini dibuat semi transfaran yang sederhana dan mungil. Model kemasan Gb. 83. Prototipe gerabah Kreasi Tarsius Bentuk Tunggal Ukuran : 15 x 8 x 12 cm Fotografer : Pipin, 2013 Prototipe ini termasuk mendapat apresiasi tinggi. Hal ini terindikasi dari tingkat kesukaan komulatif dari para informan yang menempatkan prottotipe ini sebagai prototipe yang disukai. Bahkan, ketika masih dalam bentuk desain (gambar), beberapa masyarakat telah mengajukan pesanan, akan tetapi belum bisa dilayani. Namun demikian, para perajin ternyata menyatakan tidak mampu untuk mereproduksi prototipe ini secara mandiri, karena mereka tidak menguasai teknik dasar patung. Meskipun demikian, sebagai model inovatif, prototipe ini termasuk berhasil dan layak untuk direproduksi. 18. Prototipe Gerabah Model Kreasi Tarsius Berpasangan Keberadaan Tarsius yang semakin langka karena tempat hidupnya makin sempit itu juga menimbulkan empati untuk memublikasikan secara visual keadaan primata tersebut kepada orang lain. Dar situ timbul ide untuk mengomunikasikan keadaannya dalam bentuk seni kerajinan gerabah. Dari situlah ikhwal munculnya konsep Kreasi Tarsius Berpasangan, dengan menempatkan sepasangan Tarsius 107 sebagai subjek matter karya. Realisasi dari konsep tersebut ke dalam produk nyata dilakukan dengan menerapkan teknik patung hingga lahir prototipe gerabah baru, yang siap direproduksi dan dipasarkan Nampak pada prototipe ini, pasangan Tarsius ditampilakan dengan posisi duduk menyamping di atas motif potongan belahan kayu gelondongan. Masingmasing kepalanya menghadap ke depan dan tangannya dibuat sedang memeluk potongan pohon besar bekas tebangan. Pasangan Tarsius itu digambarkan secara natural dengan ekspresi sedih dan ketakutan, akan tetapi kontradiktif dengan tatapan matanya yang sangat tajam dan terkesan marah. Model kemasan Gb. 84. Prototipe gerabah Kreasi Tarsius Bentuk Berpasangan Ukuran : 15 x 7 x 12,5 cm Fotografer : Pipin, 2013 Kesan ekspresi Tarsius yang demikian itu (takut, sedih, dan marah) bermaksud untuk menunjukkan posisi dan kehidupan primata tersebut yang makin terdesak akibat perusakan hutan yang menjadi tempat hidupnya. Kerusakan itu, ditandai dengan penggambaran motif kayu gelondongan yang dipeluknya dan motif kayu dengan kulit bertekstur kasar yang sekaligus berfungsi sebagai alas duduk Tarsius. Untuk menguatkan kesan tersebut maka pada bentuk kayu gelondongan dituliskan ”Our Forests are Our Lives” (hutan kami adalah hidup kami). Tulisan itu bermaksud menyampaikan pesan, bahwa hutan bukan hanya untuk kemakmuran manusia akan tetapi juga untuk kelangsungan habitan yang hidup di dalamnya, termasuk Tarsius sebagai habitat hutan yang makin langka. 108 Dengan kwalitas dan keunikan bentuknya serta ikon-ikon simbolik yang divisualisasikan itu, maka prototipe gerabah ini tidak saja menarik secara tekstual (bentuk) akan tetapi secara kontekstual juga berfungsi untuk menyampaikan pesan tentang kerusakan lingkungan yang merupakan masalah global. Dengan dua keunggulan itu, diyakini prototipe ini akan mendapat apresiasi pasar yang menjanjikan ketika direproduksi. Terlebih ukurannya yang relatif kecil dan dikemas dengan rapi, tentu akan memudahkan konsumen dalam membawa dalam jumlah banyak karena ringan dan tidak terlalu memerlukan banyak tempat. Setelah dilakukan evaluasi, ternyata memang prototipe ini mendapar apresiasi yang baik dari semua kalangan. Para pelaku pasar industri kerajinan bahkan memprediksi prototipe ini akan menjadi cenderamata unggulan, mengingat bentuk dan pesan yang disampaikan sangat relevan dengan kondisi lingkungan hutan terkini. Berkebalikan dengan itu, para informan dari kalangan perajin gerabah tradisional menyatakan tidak mampu mereproduksi prototipe ini secara mandiri dengan alasan tidak menguasai teknik dasar patung. Oleh karena itu, disarankan agar prototipe ini dibuatkan cetakannya agar para perajin lebih mudah mereproduksi. Dari hasil evaluasi dan komentar para informan itu bisa dianalisis, betapa terbatasnya kemampuan teknik-teknik produksi yang dikuasai oleh para perajin gerabah tradisional. Terbukti hanya sebagian kecil dari prototipe-prototipe yang ditawarkan sanggup direproduksi, meskipun prototipe tersebut diprediksi memiliki prospek pasar yang menjanjikan. Oleh karena itu, tawaran model-model gerabah baru agar bisa direproduksi oleh para perajin tradisional mesti dibarengi dengan pelatihan-pelatihan teknik produksi. 19. Ekspresi Perahu Danau Limboto Masa Lalu Prototipe ini merupakan realisasi dari konsep Ekspresi Perahu Danau Limbaoto Masa Lalu. Inti dari konsep ini adalah penggambaran kondisi danau Limboto pada masa lalu yang dibayangkan masih indah dan lestari. Kondisi itu direpresentasikan melalui keindahan bentuk perahu dan motif riak air yang bersih. Pada prototipe ini, bentuk perahu tradisional dibuat utuh dengan warna coklat bergradasi. Posisi perahu berada di atas motif riak air yang dibentuk dari 109 komposisi garis bergelombang dan diwarnai dengan gradasi warna biru cerah. Prototipe ini dianggap sebagai simbol untuk merepresentasikan kondisi danau Limboto di masa lalu yang dibayangkan sangat asri dan eksotik. Gb. 85. Prototipe gerabah Ekspresi Perahu Danau Limboto Masa Lalu Ukuran : 46 x 13 x 15 cm Foto (edit) : I Wayan Sudana, 2013 Prototipe ini dirancang untuk model gerabah fungsional praktis yaitu tempat untuk menyajikan ragam jenis makanan kecil, baik untuk keperluan keluarga maupun antarkeluarga atau kelompok masyarakat pada acara tertentu. Model kemasan dibuat eksklusif guna memperindah tampilan dan menarik minat konsumen ketika dipasarkan. Dengan bentuk, fungsi, pesan, dan tampilan tersebut, diyakini prototipe akan mampu bersaing dalam merebut minat pasar. Hasil evaluasi menunjukkan prototipe ini termasuk yang disukai, meskipun secara komulatif tidak termasuk dalam kategori paling diminati. Para informan dari kelompok perajin gerabah juga menyatakan sanggup untuk mereproduksi, kecuali model kemasannya yang dianggap terlalu memerlukan banyak biaya. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa prototipe ini layak menjadi salah satu materi reproduksi bagi perajin gerabah tradisional. 20. Ekspresi Perahu Danau Limboto Masa Kini Berkebalikan dengan prototipe gerabah berbentuk perahu pada dideskripsi sebelumnya yang merepresentasikan kondisi danau limboto secara eksotis, pada 110 prototipe ini, kondisi danau Limboto direpresentasikan dalam keadaan rusak. Kondisi kerusakan danau tersebut divisualisasikan dengan bentuk perahu tradisional yang telah rusak dan terparkir dalam sanggaan dayung. Kondisi kerusakan itu digambarkan dengan motif-motif kayu usang, banyak lubang, dan berbagai keretakan tanpa mengabaikan nilai keindahan. Gb. 86. Prototipe gerabah Ekspresi Perahu Danau Limboto Masa Kini Ukuran : 52 x 18 x 20 cm Fotografer : Pipin, 2013 Secara tekstual (kebentukan) penggambaran kerusakan perahu itu dilakukan melalui tekstur pahatan yang variatif dan dinamis dengan warna-warni kusam, sehingga bentuk perahu nampak unik dan artistik. Penggunaan bantuan penyangga dari kayu dengan posisi diagonal menyilang, nampak kontras dengan bentuk perahu yang berposisi horinsotal. Hal itu mengakibatkan bentuk perahu menjadi semakin mennonjol. Prototipe ini dirancang untuk gerabah seni yang berguna sebagai dekorasi interior atau benda koleksi. Dari hasil evaluasi terhadap prototipe ini diketahui, ternyata prototipe ini termasuk dalam kategori prototipe yang paling tidak disukai. Ketika dikonfirmasi alasan ketidak-sukaanya, para informan, terutama dari masyarakat umum, cuma menyebut karena tidak tertarik. Hanya informan (evaluator) dari kelompok desainer dan teman sejawat yang memberi apresiasi positif terhadap prototipe ini, karena bentuknya dianggap mampu merepresentasikan kondisi danau Limboto terkini yang telah tercemar. Karena itu, prototipe ini hanya layak direproduksi secara terbatas dengan sasaran konsumen khusus, misalnya kolektor seni.. 111 21. Prototipe Gerabah Model Kreasi Tembikar Kontemporer Konsep Kreasi Tembikar Kontemporer yang terwujud pada prototipe ini, merupakan hasil dari eksplorasi terhadap keberadaan amplop sebagai produk budaya modern yang mampu eksis meskipun muncul budaya baru yang lebih canggih untuk menggantikan fungsinya. Budaya baru yang lebih canggih itu dihadirkan logo face book dan logo Twitter yang merupakan media jejaring sosial dengan fungsi yang kurang lebih sama dengan amplop yaitu untuk menyampaikan pesan. Akan tetapi, media ini jauh lebih praktis daripada amplop. Dalam persaingan peran dengan media yang lebih canggih itu, amplop mampu berevitalisasi dengan mengambil peran lain, salah satunya menjadi alat pembungkus uang baik untuk hadiah atau bantuan agar terkesan lebih sopan. Akan tetapi, ketika amplop berhasil dalam memperluas perannya, pada saat itu, amplop mendapat stigma negatif. Dimana amplop kerap diidentiknya dengan suap atau sogokan yang sangat dekat dengan praktek korupsi. Dari situlah ikhwal lahirnya konsep Kreasi Tembika Kontemporer. Gb. 87. Prototipe gerabah model Kreasi Tembika Kontemporer Ukuran : 29 x 8 x 15 cm Fotografer : Pipin, 2013 Realisasi dari konsep tersebut, terwujud prototipe gerabah fungsonal berbentuk amplop yang dibuat sangat mirip dengan bentuk aslinya. Prototipe ini dikerjakan dengan aplikasi teknik seleb. Pada bentuk amplop itu dipahat logologo akun jejaring sosial yaitu logo face book dan logo Twitter, yang merupakan 112 pesaing dari keberadaan amplop dalam menjalankan fungsinya. Warna-warni finishing dibuat kotor dan kusam untuk memberikan kesan keletihan amplop dalam perjuangan memepertahankan eksistensi. Meskipun secara konseptual prototipe ini dianggap sangat menarik, akan tetapi berdasarkan hasil evaluasi, ternyata semua informan menempatkan prototipe ini sebagai model yang paling tidak disukai di antara 21 prototipe gerabah yang berhasil dibuat, baik dari bentuk, warna, maupun fungsi. Dari segi bentuk, prototipe ini dianggap sebagai jiplakan langsung dari bentuk amplop, sehingga tidak unik dan tidak kreatif. Dari segi warna, terkesan tidak bersih dan cenderung terkesan sebagai produk kotor tidak terawat. Dari segi fungsi, para informan berkomentar bahwa, masih banyak produk dari bahan lain dengan fungsi sama yang lebih praktis dan pasti lebih murah. Terhadap hasil evaluasi tersebut, tim peneliti berkesimpulan prototipe ini belum layak direproduksi dan akan dilakukan perbaikan terutama dari segi finishing. Selain itu, juga akan dilakukan sosialisasi terhadap pesan makna yang terkandung pada prototipe ini. Berdasarkan deskripsi dan analisis hasil-hasil evaluasi terhadap semua prototipe gerabah baru yang berhasil dibuat, bisa ditegaskan bahwa sekitar 90 % dari prototipe-prototipe itu telah layak direproduksi secara langsung. Dengan demikian, target penelitian untuk menghasilkan prototipe-prototipe yang secara langsung dapat direproduksi oleh perajin gerabah guna pengembangan subsektor kerajinan gerabah tradisional Gorontalo bisa tercapai sesuai rencana. Terhadap prototipe yang disimpulkan tidak layak reproduksi akan dilakukan perbaikan pada aspek-aspek tertentu sesuai saran dari para informan (tim evaluator). 113 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6. 1. Kesimpulan Dari tujuan yang hendak dicapai serta hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan berikut: Untuk penyediaan bahan baku (tanah liat) yang berkualitas dan layak digunakan untuk pembuatan gerabah halus (gerabah hias) sesuai dengan rancangan, maka tanah liat lokal Gorontalo dapat olah dengan teknik ”basah” dan teknik ”kering” sesuai dengan kondisi tanah yang didapat dari alam (basah atau kering) serta keadaan cuaca saat pengolahan. Untuk memperkuat body gerabah saat pembentukan, tanah liat yang telah disaring bisa dicampur bubuk batu-bata halus dengan formulasi ideal 10 : 1, yaitu 10 tanah liat lokal dicampur dengan 1 bubuk batu-bata halus. Agar hasil campuran homogen dan tekstur tanah lebih halus perlu didukung dengan alat pengaduk berupa mixer tanah liat yang bisa dibuat secara modifikatif. Dengan bahan baku tanah liat lokal hasil pengolahan itu, berhasil dibentuk 21 prototipe gerabah baru yang inovatif, sesuai dengan bentuk dan ukuran desain yang telah dibuat. Metode atau teknik produksi yang diterapkan dalam pembentukan ke-21 prototipe gerabah tersebut adalah: teknik pincing, teknik pilin, teknik seleb, teknik cetak, dan teknik ekspresif. Sementara itu, pembuatan motifmotif hiasan dilakukan dengan teknik ukir, teknik tempel, teknik toreh dan teknik cetak. Metode atau teknik produksi yang diterapkan untuk membentuk ke-21 prototipe gerabah tersebut bersifat sistematis sehingga bisa diulang atau ditiru oleh perajin tradisional apabila prototipe-protipe gerabah tersebut akan produksi secara massal atau dalam jumlah tertentu untuk dipasarkan secara luas. Untuk mengurangi kadar air agar tidak pecah pada saat pembakaran, ke-21 prototipe gerabah itu telah dilakukan pengeringan, yang dilakukan secara alami di ruang tertutup, tanpa kena sinar matahari secara langsung. Tujuannya, agar gerabah kering secara perlahan sehingga terhindar dari kerusakan akibat susut mendadak. Susut gerabah akibat pengeringan (susut-kering) tergolong normal yaitu berkisar antara 5-8 %, tergantung dari tebal-tipisnya dinding gerabah. 114 Proses pembakaran yang bertujuan untuk mengeraskan atau memperkuat body gerabah dilakukan pada tungku bak berukuran 60 x 80 x 100 cm. Pembakaran menggunakan bahan bakar limbah sisa kayu, dilakukan selama 2,5 jam - 3 jam hingga gerabah matang atau pijar. Hasil dari proses pembakaran ke-21 prototipe gerabah itu menunjukkan kualitas baik, yang diindikasikan dengan: warna cerah, bersuara nyaring jika dipukul, dan tidak luntur apabila diraba atau digosok dengan tangan. Untuk proses finishing, ditemukan formula baru bahan finishing gerabah, yaitu penerapan warna crayon atau pastel yang dikombinasikan dengan cat air dan bahan pendukung lainnya seperti bubuk PK, verf emas, prada, dan pelapis (clear). Diketahui bahwa, bahan crayon atau pastel, selain memunculkan warna-warni sesuai keinginan juga sekaligus berfungsi untuk menutupi pori-pori gerabah sehingga warna tidak terserap. Hal ini belum pernah dilakukan sebelumnya oleh para perajin gerabah. Tahap finishing telah berhasil mencapai target maksimal, yaitu menghasilkan 4 karakter finishing. Keempat karakter finishing itu adalah: 1) finishing dengan karakter warna transfaran; 2) finishing karakter warna cerah (plakat); 3) finishing karakter warna antik; 4) karakter finishing kreatif yaitu dengan teknik tempel (collage) dengan unsur-unsur serat alami atau kombinasi beberapa teknik finishing. Pembuatan kemasan yang bertujuan menjaga keamanan produk dari kerusakan dan menambah daya tarik konsumen, berhasil dibuat 5 jenis kemasan sesuai dengan bentuk dan ukuran prototipe. Lima jenis kemasan dimaksud adalah: kemasan eksklusif, kemasan konvensional, kemasan grafis, kemasan transfaran, dan kemasan terbuka mengunakan besi. Beragam jenis kemasan ini dibuat secara sistematis sehingga secara langsung bisa ditiru oleh para perajin tradisional untuk mengemas gerabah hasil-hasil produksinya agar lebih menarik dan memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Dari hasil evaluasi terhadap ke-21 prototipe yang melibatkan 100 orang informan (evaluator) dari berbagai kalangan diketahui, bahwa prototipe yang mendapat apresiasi tinggi atau paling disukai (65 %) adalah dari segi warna, yaitu prototipe-prototipe yang berwarna cerah dan kontras. Selanjutnya, diikuti oleh kesukaan karena bentuk yang unik dan kaya hiasan 15%, kesukaan karena 115 tampilan kemasan 10%, dan terakhir kesukaan karena nilai fungsi juga 10%. Hal ini merupakan isyarat penting bagi produsen gerabah, bahwa pembuatan produkproduk gerabah mesti memperhatikan kwalitas finishing dan pewarnaan secara sungguh-sungguh, sebab ketertarikan utama konsumen pada produk-produk gerabah adalah pada variasi dan komposisi warna yang diterapkan, terutama warna-warna cerah dan kontras yang kini sedang menjadi selera zaman. 6.2. Saran 1. Dari hasil atau temuan yang diperoleh dari penelitian ini, disarankan kepada para perajin gerabah tradisional agar dalam penyiapan bahan baku (tanah liat) untuk gerabah yang berkwalitas dilakukan pengolahan secara bertahap dengan penerapan teknik “basah” atau teknik “kering” dan memformulasi tanah liat lokal dengan bubuk batu-bata halus melalui perbandingan 10 : 1, yaitu 10 tanah liat lokal dan 1 bubuk batu bata halus. Selain itu, disarankan juga pada perajin atau peneliti lain untuk mencoba campuran tanah liat lokal dengan bahan lain seperti bubuk batu kapur atau batu padas dengan perbandingan tertentu, agar kualitas tanah liat lokal makin meningkat dan bisa digunakan untuk pembuatan berbagai jenis gerabah halus. 2. Untuk pembakaran, perajin gerabah tradisional yang selama ini menggunakan tungku ladang, disarankan agar minimal menggunakan tungku bak. Sebab, pembakaran dengan tungku ladang hanya menghasilkan suhu sangat rendah sehingga gerabah yang dibakar kurang berkwalitas yaitu mudah rapuh, warna kusam, tidak kedap air, dan tidak kuat (mudah pecah). 3. Para produsen gerabah juga diharapkan melakukan finishing akhir secara serius dengan menerapkan warna-warni yang bervariasi, terutama komposisi warna cerah dan kontras. Sebab, berdasarkan hasil evaluasi ternyata kesukaan pertama konsumen pada produk gerabah adalah dari segi warna, yaitu warnawarna yang cerah dan kontras. Meskipun aspek bentuk, dan fungsi tidak bisa diabaikan dalam menarik minat konsumen. 4. Selain itu, kemasan juga merupakan salah satu faktor penting yang menimbulkan ketertarikan konsumen untuk memilih suatu produk kerjinan, termasuk kerajinan gerabah. Oleh karena itu, disarankan kepada para produsen 116 gerabah untuk menampilkan produk-produknya dalam berbagai bentuk kemasan, sesuai dengan bentuk, ukuran, dan karakteristik gerabah yang dibuat. Untuk hal itu, para perajin boleh mengukuti jenis-jenis kemasan yang ditawarkan dari hasil penelitian ini, dengan penyesuaian-penyesuaian ukuran. 5. Meskipun prototipe-prototipe keramik gerabah baru yang dihasilkan melalui penelitian ini memiliki bagus dan mendapat apresiasi positif dari masyarakat (konsumen), akan tetapi masih perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menigkatkan dan menambah daya saing kerajinan gerabah tradisisonal, yaitu dari keramik gerabah menjadi keramik glasir, sehingga produk keramik hias Indonesia mampu bersaing dengan produk keramik manca negara, seperti keramik hias glasir Cina yang kini sedang menguasai pasar. Dalam hal ini, penelitian lanjutan akan memusatkan perhatian pada pengolahan tanah liat lokal agar layak digunakan sebagai bahan baku keramik glasir, perancangan model tungku suhu tinggi, dan penyediaan bahan-bahan glasir dengan berbagai warna. 117 DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009, ”Indonesia Kreatif Jadi Andalan Perekonomian di Tengah Krisi”, Suara Karya, Sabtu 3 Januari 2009. Daulima, Farha, 1999, Busana Adat Gorontalo, Dinas Pariwisata Kota Gorontalo. Gustami, SP. 1999, ”Format Pemberdayaan Kegiatan Kerajinan” Prosiding Semiloka Seni Kriya dan Pariwisata, Yogyakarta, 26 Maret 1999 di Hotel Ambarrukmo. Juwono, Harto dan Yosephine Hutagalung. 2005, Limo Lo Pohalaa: Sejarah Kerajaan Gorontalo, Ombak, Yogyakarta. Megawangi, Ratna. 2008, ”Menyongsong Era Creative Economy” dalam Kriya Indonesian Craft, Edisi No. 11-2008, Dekranas, Jakarta. Mertanadi, I Made. (2009). “Bahan Baku, Peralatan, dan Proses Pembuatan Gerabah di Bali, Hasil Penelitian, Institut Seni Indonesia Denpasar, Denpasar. Mudra, I Wayan. (2008), Eksistensi Gerabah Tradisional sebagai Warisan Budaya Bali, http://forum.isi-dps.ac.id akses 30/11/2010 Mulyadi Utomo, Agus. (2007). Wawasan & Tinjauan Seni Keramik, Paramitha, Denpasar. Niode, Alim S. dan Elnino, (2003), Abad Besar Gorontalo, Presnas Publising, Gorontalo. Pangestu, Mari Elka, 19 Desember 2008, ”2009 Tahun Industri Kreatif”, Kompas. Pransiska, Lucky. (2009), ”Peluang Pasar Industri Kreatif Masih Terbuka”, Kompas, 9 Januari 2009. Sambudi. (2004). Membuat Keramik Biskuit, Absolut, Yogyakarta. Soedarso Sp. (2002), “Merevitalisasi Seni Kriya Tradisional Menuju Aspirasi dan Kebutuhan Masyarakat Masa Kini dengan Prioritas “Beyond The Java Sea”, Makalah pada Seminar Internasional Seni Rupa, Sabtu & Minggu 21-22 September 2002, PPs ISI Yogyakarta, Yogyakarta. Sudana, I Wayan & Hasdiana (2010). ”Potensi Seni Budaya Gorontalo dan Limbah Kayu sebagai Karya Seni Kriya Guna Mendukung Industri” MUDRA: Jurnal Seni Budaya, Volume 25 Nomor 1, Januari 2010. UPT ISI Denpasar Suwardi dan Farha Daulima, 2006, Mengenal Alat Musik Tradisional Daerah Gorontalo, Forum Suara Perempuan LSM Mbu’i Bungale, Gorontalo. Suwardono. (2002a). Berkreasi dengan Lempung, CV. Yrama Widya, Bandung. Suwardono. (2002b). Mengenal Keramik Hias, CV. Yrama Widya, Bandung. Tim Studi. (2008). Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025, Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Jakarta. Wibowo, Hastjarjo B. (2007), “Sebuah Opini Mengenai Seni Kriya Indonesia”, dalam Kriya Indonesian Craft, Edisi 05-2007, Dekranas, Jakarta. Widarto, L. Ir. (2005). Membuat Gerabah, cetakan-9, Kanisius, Yogyakarta. Windarnanto, Ilham Tri. (2008). “Usaha Industri Gerabah dan Sumbangannya Terhadap Pendapatan Keluarga di Desa Bentangan Klaten” Hasil Penelitian, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Solo. 118 Lampiran I: Instrumen (Angket) Evaluasi Prototipe-Prototipe Gerabah Baru Hasil Penelitian Nama1 :…………………………………….. Pekerjaan : ......................................................... Setelah Anda mengamati prototype-prototipe gerabah yang disajikan, baik secara langsung maupun melalui gambar (foto), berikan komentar2 Anda dan jawab pertanyaan-pertanyaan berikut. 1. Di antara 21 prototipe yang telah atau sedangn Anda amati, prototype gerabah yang mana paling Anda sukai? (boleh pilih lebih dari satu, maksimal 5 prototipe, urutkan sesuai tingkat kesukaan Anda) Prototipe Nomor: 2. Di antara 21 prototipe yang telah atau sedang Anda amati, prototype gerabah yang mana paling tidak Anda sukai? (boleh pilih lebih dari satu maksimal 5 prototipe urutkan sesuai tingkat ketidak-sukaan Anda) Prototipe Nomor: 3. Kesukaan Anda pada prototipe yang Anda pilih pertama-tama disebabkan karena ....................................... a. Bentuknya. b. Warnanya. c. Fungsinya. d. Kemasannya 4. Ketidak-sukaan Anda pada prototipe yang tidak Anda pilih pertama-tama disebabkan karena ....................................... a. Bentuknya. b. Warnanya. c. Fungsinya. d. Kemasannya 5. Prototipe-prototipe gerabah yang Anda amati memiliki beragam corak warna. Prototipa gerabah yang Anda sukai adalah gerabah dengan corak warna .......... a. Antik atau klasik. b. Cerah kontras. c. Cerah tranfaran. d. Alami 6. Warna prototipe gerabah yang paling tidak Anda sukai adalah prototipe gerabah dengan corak warna ............................... a. Antik atau klasik. b. Cerah kontras. c. Cerah tranfaran. d. Alami 7. Bentuk gerabah yang paling Anda sukai adalah gerabah berbentuk................... a. Abstrak/aneh b. Sederhana. c. Kaya hiasan/ukiran. d. Alami sehari-hari 8. Model kemasan gerabah yang paling Anda sukai adalah model kemasan ......... 1 Tim Peneliti sangat berterima kasih atas kesediaan Anda memberi komentar dan menjawab dengan tulus pertanyaa-pertanyaan yang diajukan. 2 Komentar atau tanggapan ditanyakan secara lisan oleh peneliti/koodinator tim penilai 119 a. Kain beludru b. Karton. c. Mika/transfaran. d. Besi/terbuka 9. Model kemasan yang paling tidak Anda sukai adalah model kemasan .............. a. Kain beludru b. Karton. c. Mika/transfaran. d. Besi/terbuka 10. Alasan Anda tidak menyukai di antara model-model kemasan itu adalah ......... a. Biaya mahal b. Sulit dibuat. c. Bahan baku sulit didapat. d. Tidak cocok3 Pertanyaan khusus untuk para perajin gerabah atau yang memahami proses dan teknik pembuatan gerabah 11. Di antara 21 prototipe gerabah yang Anda amati, prototipe yang mana paling mudah dan mampu Anda kerjakan. (boleh pilih lebih dari satu dan urutkan dari yang paling mudah Anda kerjakan) Prototipe nomor 12. Di antara 21 prototipe gerabah yang Anda amati, prototipe yang mana paling sulit dan tidak mampu Anda kerjakan. (boleh pilih lebih dari satu dan urutkan dari yang paling sulit Anda kerjakan) Prototipe nomor 13. Jika ada prototipe gerabah yang tidak mampu anda buat di antara 21 prototipe itu, apa kendalanya? (boleh pilih lebih dari satu) a. Bahan baku b. Kemampuan teknik c. Peralatan d. Sulit dijual 14. Agar Anda mampu mengerjakan kembali (mereproduksi) ke- 21 prototipe gerabah yang Anda amati, apa yang paling Anda butuhkan? a. Bahan baku b. Pelatihan c. Peralatan d. Tempat produksi Gorontalo, .................................2013 Koodinator Tim Evaluator (.........................................................) 3 Maksudnya, kemasan tidak cocok atau tidak sesuai dengan gerabah yang dikemas mungkin karena ukuran, terlalu mewah, terlalu sederhana dan lain-lain. 120 Lampiran 2: Personalia tenaga peneliti beserta kualifikasinya I. Ketua Peneliti 1.1 Nama Lenkap (dengan gelar) I Wayan Sudana, S.Sn, MSn. (L) 1.2 Jabatan Fungsional Lektor 1.3 NIP 19720706 2002121002 1.4 NIDN 0006077202 1.5 Tempat dan Tanggal Lahir Padpadan Petak Gianyar, 6 Juli 1972 1.6 Alamat Rumah 1.7 Nomor HP Jl. Jakarta, Perum Tirta Kencana Blok A, No.7, Kota Gorontalo. Prov. Gorontalo 081340226525 1.8 Alamat Kantor 1.9 Nomor Telepon/Faks Jurusan Kriya Fakultas Teknik UNG, Jl. Jend. Sudirman No. 6 Kota Gorontalo (0435) 821125 1.10 Alamat e-mail Litar_rona@rocketmail.com 1.11 Lulusan yang Dihasilkan S-1 = 40 1.12 Mata Kuliah yang Diampu 1. Seni Kriya Ukir 2. Ornamen II dan II 3. Desain Produk 4.Seni Kriya Keramik 5. Estetika 6.Sejarah Seni Rupa I dan II II. RIWAYAT PENDIDIKAN 2.1 Program: 2.2 Nama PT STSI (ISI) Denpasar 2.3 Bidang Ilmu Seni Rupa/Seni Kriya 2.4 Tahun Masuk 1993 Institut S eni Indonesia (ISI) Yogyakarta Penciptaan dan Pengkajian Seni Rupa/Seni Kriya 2006 2.5 Tahun Lulus 2000 2008 2.6 Judul Skripsi/Tesis I Made Sutedja dan Karya Seninya 2.7 Nama Pembimbing Kresna Awatara sebagai Sumber Inspirasi Penciptaan Karya seni Kriya Drs I Wayan Suardana Drs I Nengah Suardita S1 S2 Prof. Drs. Gustami SP, SU III. PENGALAMAN PENELITIAN (Bukan Skripsi atau Tesis) 121 No Tahun 1 2009 2 2010 3 2006 Judul Penelitian Potensi Seni Budaya Gorontalo dan Limbah Kayu sebagai Karya Seni Kriya Guna Mendukung Industri Kreatif (tahap I) Potensi Seni Budaya Gorontalo dan Limbah Kayu sebagai Karya Seni Kriya Guna Mendukung Industri Kreatif (Lanjutan) Identifikasi Kwalitas Kayu Lokal Gorontalo Berdasakan Sifat-Sifat Fisiknya Pendanaan Sumber Jml (juta Rp) Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional (DP2M Dikti) Rp. 62.500.000,- Penelitian Strategis Nasional Lanjutan 2010 (DP2M Dikti) Rp. 85.000.000,- Mandiri - IV. PENGALAMAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT No Tahun 1 2009 2 2009 3 2007 Pendanaan Judul Pengabdian pada Masyarakat Sumber Jml (juta Rp) Pelatihan Pembuatan Produk Seni Penerapan Kriya dari Bahan Tempurung Rp. 7.500.000,IPTEKS Kelapa di Kelurahan Dulalowo DP2M Dikti Kec. Kota Tengah Kota Gorontalo Optimaslisasi Potensi Kulit Jagung PNBP Melalui Pelatihan Pengolahan Universitas Limbah menjadi Benda Interior Rp. 3.000.000,Negeri dengan Teknik Patchwork di Gorontalo Kelurahan Moodu, Kota Gorontalo Pelatihan Keterampilan Penerapan Pembuatan Cenderamata dengan IPTEKS Rp. 5.000.000,Memanfaatkan Limbah Kayu DP2M Dikti sebagai Bahan Utama V. PENGALAMAN PENULISAN ARTIKEL ILMIAH DALAM JURNAL No Tahun Judul Artikel Volume/Nomor Nama Jurnal 1 2010 Volume 25 Nomor 1, Januari 2010. Hal. 27-40 MUDRA: Jurnal Seni Budaya, UPT ISI Denpasar 2 2009 Volume 7, Nomor 2, Agustus 2009. IMAJI: Jurnal Seni dan Pendidikan Seni. FBS Univ. Potensi Seni Budaya Gorontalo dan Limbah Kayu sebagai Karya Seni Kriya Guna Mendukung Industri Kreatif Eksistensi Rerajahan sebagai Manifestasi Manunggalnya Seni 122 3 2008 4 2007 dengan Religi Seni Kriya dalam Kebudayaan Hindu Bali Pelatihan Keterampilan Pembuatan Cenderamata dengan Memanfaatkan Limbah Kayu Hal. 141-158 Volume 7. Nomor 1 September 2008, Hal.56-76 Volume 3, Nomor 1, September 2007. Hal. 38-55 Negeri Yogyakarta RUPA: Jurnal Ilmiah Seni Rupa. FSRD ISI Denpasar BULETIN SIBERMAS: Sinergi Pemberdayaan Masyarakat, LPM. UNG VI. PENGALAMAN PENULISAN BUKU No Tahun Judul Buku Jumlah Halaman Penerbit VII. PENGALAMAN PEROLEHAN HKI No Tahun Judul Buku Jumlah Halaman Penerbit VIII. PENGALAMAN MERUMUSKAN KEBIJAKAN PUBLIK/ REKAYASA SOSIAL LAINNYA No Tahun Judul Rekayasa Sosial Lainnya Jumlah yang Telah Diterapkan Halaman Penerbit Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima resikonya. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pelaporan Hibah Penelitian Strategis Nasional. Gorontalo, 30 Nopember 2013 Ketua Pengusul (I Wayan Sudana, S.Sn. M.Sn.) 123 2. ANGGOTA PENELITI 1.1 Nama Lenkap (dengan gelar) I Wayan Seriyoga Parta, S.Sn, MSn. (L) 1.2 Jabatan Fungsional Lektor 1.3 NIP 19800709 200604 1001 1.4 Tempat dan Tanggal Lahir Dakdakan, Bali/ 09 Juli 1980 1.5 Alamat Rumah 1.6 Nomor Telepon/Faks Jl. Kenangan, Perum Kaputi Indah Blok D-2 No 8, Kota Gorontalo - 1.7 Nomor HP 081943446447 1.8 Alamat Kantor 1.9 Nomor Telepon/Faks Jurusan Kriya Fakultas Teknik UNG, Jl. Jend. Sudirman No. 6 Kota Gorontalo (0435) 821125 1.10 Alamat e-mail yogaparta@yahoo.com, 1.11 Mata Kuliah yang Diampu 1. Apresiasi Seni 2. Kritik Seni 3. Nirmana 4. Ornamen 5. Seni Patung 6. Pengetahuan Alat dan Bahan II. RIWAYAT PENDIDIKAN 2.1 Program: 2.2 Nama PT STSI (ISI) Denpasar 2.3 2.4 Bidang Ilmu Tahun Masuk Seni Kriya 1998 Program Magister FSRD ITB Bandung. Kajian Seni Rupa 2008 2.5 Tahun Lulus 2003 2010 2.6 Judul Skripsi/Tesis 2.7 Nama Pembimbing Transformasi Figur Perempuan ke dalam Karya Seni Kriya Drs. I Ketut Murdana, M.Sn Drs I Wayan Suardana Kajian Karya-karya I Nyoman Erawan, Antara Tradisi dan Modernitas. Dr. Yustiono Dr. Nuning Y. Damayanti, Dilp. Art S1 S2 124 III. PENGALAMAN PENELITIAN (Bukan Skripsi, Tesis) No Tahun 1 2009 2 2007 Judul Penelitian Posisi Strategis Seni Rupa Bandung Sebagai Aset Industri Kreatif Potensial Dalam Sektor Ekonomi Makro Indonesia (anggota) Pemanfaatan Batok Kelapa Untuk Karya Seni Kriya Pendanaan Sumber Jml (juta Rp) Riset Unggulan ITB 2009 Rp. 40.000.000,- Mandiri - IV. PENGALAMAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT No Tahun 1 2009 Pendanaan Judul Pengabdian pada Masyarakat Sumber Jml (juta Rp) Pelatihan Pembuatan Produk Kriya Penerapan dari Bahan Tempurung Kelapa, di IPTEKS Rp. 7.500.000,Kelurahan Dulalowo Kecamatan DP2M Dikti Kota Tengah Kota Gorontalo V. PENGALAMAN PENULISAN ARTIKEL ILMIAH DALAM JURNAL No Tahun Judul Artikel 1 2009 2 2008 3 2008 4 2010 5 2011 Volume/Nomor Nama Jurnal Jurnal ”Imaji”, FSR Universitas Maranatha Bandung Dinamika Perkembangan Nomor: 08 Mei- Jurnal ”ARS” Fak. Seni Patung (Tiga Agustus 2008 Seni Rupa Dan Dimensional) Bali Desain Institut Seni Indonesia Yogyakarta Karya Kriya dari Batok Volume I, Buletin Sibermas, Kelapa, Sebuah Upaya Nomor 2, LPPM Universitas Untuk Mengolah Limbah Januari, Negeri Gorontalo Menjadi Benda yang Bernilai Transformasi Seni Tiga Vol. 6, No. 11 PRASI: Jurnal Dimensional Bali Januari-Juni Bahasa, Seni, dan 2010 Pengajaran. FBS Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja Kajian Karya I Wayan Vol. 8 No 4 Jurnal ”Imaji”, FSR Sujana ”Suklu” Dengan Februari 2011 Universitas Pengkoleksian Karya Seni Vol. 4 No 2 Rupa Sebagai Gaya Hidup Februari 2009 125 Pendekatan Psikoanalisis Maranatha Bandung VI. PENGALAMAN PENULISAN BUKU No Tahun Judul Buku 1 2009 2 2011 Jumlah Halaman Real[i] ti : Realitas, Indentitas dan Teknologi Arie Smit a Living Legend 190 120 Penerbit Penerbit: Vanessa Art Link Jakarta Penerbit: Rudolf Studio Jakarta VII. PENGALAMAN PEROLEHAN HKI No Tahun Judul Buku Jumlah Halaman Penerbit VIII. PENGALAMAN MERUMUSKAN KEBIJAKAN PUBLIK/ REKAYASA SOSIAL LAINNYA No Tahun Judul Rekayasa Sosial Lainnya Jumlah yang Telah Diterapkan Halaman Penerbit Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima resikonya. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pelaporan Hibah Penelitian Strategis Nasional. Gorontalo, 30 Nopember 2013 Anggota Pengusul (I Wayan Seriyoga Parta, S.Sn. M.Sn.) 126 3. Anggota Peneliti I. IDENTITAS DIRI 1.1 Nama Lenkap (dengan gelar) Rahmatiah, S.Pd, M.Si. (P) 1.2 Jabatan Fungsional Lektor 1.3 NIP 19751111 200501 2 001 1.4 Tempat dan Tanggal Lahir Bottae, 11 Nopember 1975 1.5 Alamat Rumah 1.6 Nomor Telepon/Faks Jl. Taman Hiburan I, Komplek Perum Taman Indah Blok C No. 3, Kota Gorontalo. - 1.7 Nomor HP 085240403576 1.8 Alamat Kantor 1.9 Nomor Telepon/Faks Jurusan Kriya Fakultas Teknik UNG, Jl. Jend. Sudirman No. 6 Kota Gorontalo (0435) 821125 1.10 Alamat e-mail Tiapinrang@yahoo.co.id 1.11 Mata Kuliah yang Diampu 1. Sosiologi Seni 2. Finishing dan Packajing 3. Seni Kerajinan 4.Seni Kriya Keramik 5. Filsafat Ilmu II. RIWAYAT PENDIDIKAN 2.1 Program: 2.2 Nama PT 2.3 2.4 S1 S2 Bidang Ilmu Tahun Masuk IKIP Negeri Ujung Pandang Tata Busana 1993 Universitas Hasanuddin Makassar Sosiologi 1999 2.5 Tahun Lulus 1998 2001 2.6 Judul Skripsi/Tesis 2.7 Nama Pembimbing Minat Membuka Lapangan Kerja Bagi Siswa SMK Negeri 3 Pare-Pare Dra Nurmi Idrus Dra Norma Siantang Pergeseran Bentuk Kerja Perempuan: Studi Kasus Pekerja Bangunan di Kota Makassar Prof. Dr. H. Tahir Kasnawi, SU Prof. Dr. Maria E. Pandu, M.Si III. PENGALAMAN PENELITIAN (Bukan Skripsi atau Tesis) 127 No Tahun 1 2010 2 2007 Pendanaan Sumber Jml (juta Rp) Penelitian Strategis Rp. Nasional 85.000.000,Lanjutan 2010 (DP2M Dikti) Judul Penelitian Potensi Seni Budaya Gorontalo dan Limbah Kayu sebagai Karya Seni Kriya Guna Mendukung Industri Kreatif (sebagai anggota tim) Pemanfaatan Tempurung Kelapa untuk Produk-Produk Kriya Mandiri IV. PENGALAMAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT No Tahun 1 2009 2 2009 Judul Pengabdian pada Masyarakat Daur Ulang Limbah Rumah Tangga Berupa Tekstil sebagai Bahan Baku Bantal Kursi dengan Teknik Jumputan di Kec, Kota Timur Kota Gorontalo Pembuatan Jahe Instan Di Desa Kai Dundu Kabupaten Bone Bolango (sbg anggota) Pendanaan Sumber Jml (juta Rp) Penerapan IPTEKS DP2M Dikti Rp. 7.500.000,- Penerapan IPTEKS DP2M Dikti Rp. 7.500.000,- 3 V. PENGALAMAN PENULISAN ARTIKEL ILMIAH DALAM JURNAL No Tahun Judul Artikel Volume/Nomor Nama Jurnal 1 2006 Pembuatan Children’s Wear dari Kain Perca 2 2008 3 2009 Pengaruh Perkembangan Fashion Terhadap Gaya Berbusana Mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo Kreasi Sulaman Pita pada Bahan Tekstil Vol. 4, No 2, Desember 2006, hal. 45-58. Vol. 2, No 2, Mei 2008, hal. 60-75. Jurnal Teknik Universitas Negeri Gorontalo Buletin SIBERMAS LPPM Univ. Negeri Gorontalo Vol. 4, No. 1, Jurnal SAINTEK Maret 2009, hal. Univ. Negeri 38-52. Gorontalo 4 128 VI. PENGALAMAN PENULISAN BUKU No Tahun Judul Buku Jumlah Halaman Penerbit VII. PENGALAMAN PEROLEHAN HKI No Tahun Judul Buku Jumlah Halaman Penerbit VIII. PENGALAMAN MERUMUSKAN KEBIJAKAN PUBLIK/ REKAYASA SOSIAL LAINNYA No Tahun Judul Rekayasa Sosial Lainnya Jumlah yang Telah Diterapkan Halaman Penerbit Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima resikonya. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pelaporan Hibah Penelitian Strategis Nasional. Gorontalo, 30 Nopember 2013 Anggotan Pengusul (Rahmatiah, S.Pd. M.Si.) 129 Lampiran 3. Bukti Usulan HKI (hak Cipta) 130 Lampiran 4. Bukti Terterima Artikel Hasil Penelitian pada Jurnal Ilmiah Terakreditasi Nasional 131 Lampiran 5. Bukti sebagai Pemakalah pada Seminar Internasioanl PANITIA SEMINAR INTERNASIONAL FAKULTAS BAHASA DAN SENI - UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG Kampus Unnes Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229. Telp.: (024) 8508010 E-mail: warisan_nusantara2@yahoo.com Nomor Lampiran Hal Semarang, 15 November 2012 : 013/pan.seminar/Pend.Seni/V/2012 : 1 lembar : Penerimaan Abstrak dan Undangan Yth. I Wayan Sudana, M.Sn. Jurusan Teknik Kriya Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo Dengan hormat, Telah kami terima dan periksa abstrak makalah (kertas kerja) Saudara yang berjudul: POTENSI DAN PERMASALAHAN DALAM PELESTARIAN SENI KERAJINAN GERABAH TRADISIONAL GORONTALO (THE POTENTIAL AND PROBLEM IN THE PRESERVATION OF GORONTALO ARTIFICIAL HANDYCRAFT OF TRADITIONAL POTTERY) Berdasarkan itu, kami mengundang Saudara untuk memaparkan (membentangkan) makalah dalam Seminar Internasional “Warisan Nusantara 2012”. Kelengkapan makalah dapat dikirimkan selambat-lambatnya pada tanggal 4 Desember 2012, untuk dimuat dalam proceeding seminar. Makalah penuh dapat dikirimkan melalui e-mail: warisan_nusantara2@yahoo.com lengkap dengan lampiran biodata (curriculum vitae) penulis. Pemaparan makalah seminar akan dilaksanakan pada tanggal 18 Desember 2012 di Fakultas Bahasa dan Seni (FBS), Universitas Negeri Semarang (Unnes). Jadwal pemaparan akan diinformasikan lebih lanjut setelah makalah lengkap dikirimkan. Demikian penerimaan abstrak dan undangan dari kami, atas perhatian Saudara kami mengucapkan terima kasih. Hormat Kami, Ketua Panitia Seminar Prof. Dr. Tjetjep Rohendi Rohidi, MA NIP 194809151979031001 132 133