[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

Hadis Sahih dan Hadis Hasan

Hadis Sahih dan Hadis Hasan

HADIST SHAHIH DAN HASAN KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim, Assalamualaikum wr. Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta Alam yang Maha pengasih lagi Maha penyayang. Shalawat serta salam mudah-mudahan selalu tercurah kepada junjungan kita,Nabi besar Muhammad Saw. Kepada keluarga, sahabat, kerabat, serta pengikut beliau hingga akhir zaman. Alhamdulillahirabbil alamin makalah ini berhasil kami buat walaupun dengan penuh kesadaran bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Namun, kami berharap kepada dosen pembimbing untuk bersedia menerima & mengoreksi makalah ini agar kiranya akan lebih baik lagi kedepannya dalam pembuatan makalah ini. Akhirnya, semoga makalah ini memberikan manfaat kepada siapa saja yang membacanya dan menambah wawasan ilmu pengetahuan Penyusun DAFTAR ISI  KATA PENGANTAR i  DAFTAR ISI ii  BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan  BAB II PEMBAHASAN 2 Hadits Shahih 2 Macam-macam Hadits Shahih 6 Kehujjahan Hadits Shahih 7 Kitab-kitab Hadits Shahih 8 Hadits Hasan 9 Kriteria Hadits Hasan 11 Macam-macam Hadits Hasan 12 Kehujjahan Hadits Hasan 14 Istilah-istilah yang digunakan dalam Hadits Hasan 14 Kedudukan Hadits Hasan 15 Kitab-kitab yang mengandung Hadits Hasan 15 BAB III PENUTUP Simpulan 16 Pertanyaan......................................................................................................17 DAFTAR PUSTAKA 19 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Secara struktural hadits merupakan sumber ajaran islam setelah Al-Qur’an yang bersifat global. Artinya, jika kita tidak menemukan penjelasan tentang berbagai problematika kehidupan di dalam Al-Qur’an, maka kita harus dan wajib merujuk pada hadits. Oleh karena itu, hadits merupakan hal terpenting dan memiliki kewenangan dalam menetapkan suatu hukum yang tidak termaktub dalam Al-Qur’an. Ditinjau dari segi kualitasnya, hadits terbagi menjadi dua yaitu, hadits Maqbul (hadits yang dapat diterima sebagai dalil) dan haditst Mardud (hadits yang tertolak sebagai dalil). Hadits Maqbul terbagi menjadi dua yaitu hadits Shahih dan Hasan, sedangkan yang termasuk dalam hadits Mardud salah satunya adalah hadits Dha’if. Semuanya memiliki ciri dan keriteria yang berbeda. Kualitas keshahihan suatu hadits merupakan hal yang sangat penting, terutama hadits-hadits yang bertentangan dengan hadits, atau dalil lain yang lebih kuat. Dalam hal ini, maka kajian makalah ini diperlukan untuk mengetahui apakah suatu hadits dapat dijadikan hujjah syar’iyyah atau tidak. Rumusan Masalah Apakah pengertian dari hadist shahi dan hasan? Bagaiman klasifikasi dari hadist shahih dan hasan? Bagaimana kehujjahan dari hadist shahih dan hasan? Apa saja kitab-kitab yang mengandung hadist shahih dan hasan Tujuan Mengetahui pengertian dari hadist shahih dan hasan? Mengetahui klasifikasi dari hadist shahih dan hasan? Mengetahui kehujjahan dari hadist shahih dan hasan? Mengetahui kitab-kitab yang mengandung hadist shahih dan hasan BAB II PEMBAHASAN Pengertian Hadist Shahih Kata sahih berasal dari bahasa Arab as-shahih, bentuk pluralnya ashihha, dan berakar kata sahhah. Dari segi bahasa, kata ini memilki beberapa arti, diantranya: Selamat dari penyakit, bebas dari aib / cacat. Dari segi istilah para ulama berpendapat bahwa hadist shahih adalah hadist yang sanadnya bersambung (sampai kepada nabi Muhammad), diriwayatkan oleh periwayat yang ‘adil dan dhabith sampai akhir sanad, (di dalam hadist itu tidak terdapat kejanggalan atau (syadz) dan cacat (‘illat). Menurut Ibn as-Shalah oleh an-Nawawi dikemukakan bahwa hadist shahih adalah hadist yang sanadnya bersambung sampai nabi dan diriwayatkan oleh orang-orang yang adil dan dhabith serta tidak terdapt dalam hadist it kejanggalan (syadz) dan cacat (‘illat). Dr. M. Alfatih Suryadilaga, dkk, Ulumul Hadist, (Depok Sleman Yogyakarta: Kalimedia.2015), hlm 244-245 Mahmūd Ṭaḥḥān dalam buku “Taisīr fī musṭalaḥi al-ḥadīṡ” mendefinisikan hadist shahih sebagai: Hadis yang sambung sanadnya diriwayatkan oleh orang yang adil dan sempurna ke-ḍābiṭ-annya di semua tingkatan sanad, tidak syaż dan tidak ‘illah. Nurrobiah, Habib Masduki, Hadist Ilmu Hadist, (Direktorat Pendidikan Madrasah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI. 2015) hlm 94 Yang dimaksud dengan hadist shahih menurut Muhaddisin, ialah: ما نقله عذ ل تام الضبط متصل السند غير معلل ولا شاذ “Hadist yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber’illat dan tidak janggal” Drs. Fathur Rahman, Ikhtisar Mushlahatul Hadit, (Bandung: Al Ma’arif. 1981) hlm 95 Jadi dapat disimpulkan bahwa hadist shahih adalah hadist yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh seorang yang adil dan memiliki daya ingat yang kuat, serta terhindar dari syadz dan cacat/ illat. Macam-macam hadist shahih Hadist Shahih li Zatihi Hadist Shahih li Zatihi adalah hadist yang sanadnya bersambung diriwayatkan oleh rijal al-hadist yang adil dan sempurna kedhabitannya di setiap tingkatan sanad, tidak terdapat syaz, dan tidak ber-‘illat. Contohnya حَدَّ ثَنَا عَبْدُ اللِه بْنِ يُوْسُفَ قَا لَ أَخْبَرَنَا مَا لِكٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ مُحَمَّدٍ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ عَنِ أَبِيْهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ االلّهِ صَلَّىاللُّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَرَأَ فِي المَغْرِبِ بِالطُّوْرِِ. (رواه البخاري :723) Hadist tersebut dinamakan hadist shahih karena: Sanadnya muttasil, maksudnya semua periwayatnya mendengar hadist tersebut secara langsung dari gurunya, adapun ‘an’anah-nya Malik dari Ibnu Syihab dan Ibnu Jabir termasuk muttasil karena mereka bukan orang yang me-mudallas-kan (menyamarkan cacatnya) sanad. Para periwayatnya semua adil, sempurna dhabit-nya, dan menjaga muru’ah. Hadistnya tidak bertentangan dengan hadist yang diriwayatkan oleh rijal yang lebih siqah. Tidak terdapat cacat yang mengurangi derajat ke-shahi-an hadist. Contoh kedua: حَدَثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَثَنَا مُعْتَمِرٌ، قال: سَمِعْتُ أَبِي قَالَ: : سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِي الله عَنْهُمْ، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ يَقُوْلُ: الّلهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بكَ مِنْ العَجْزِ، وَالكَسل، وَالجُبْنِ، وَالهَرَم، وَأَعُوْذُ بكَ مِنْ فِتْنَةِ المَحْيَا والمَمَاتِ، وَأَعُوْذُ بكَ مِنْ عَذَاب القَبْر Musaddad telah menceritakan kepada kami, telah menceritakan kepada kami Mu’tamir, dia berkata, aku mendengar ayahku berkata, aku mendengar Anas bin Malik r.a berkata, Rasulullah SAW berdoa, “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu perlindungan dari kelemahan, kemalasan, sifat pengecut dan dari kepikunan, dan aku memohon kepada-Mu perlindungan dari fitnah (ujian) di masa hidup dan mati, dan memohon kepada-Mu perlindungan dari adzab kubur.” Hadist ini telah memenuhi persyaratan sebagai hadist Shahih, sebab; Sanad-nya bersambung dari awal hingga akhirnya. Para perawi yang meriwayatkan hadist semuanya ‘adil dan dhabit, mulai dari sahabat, yaitu Anas bin Malik r.a hingga orang yang mengeluarkan Hadist, yaitu Imam Bukhari. Penjelasan singkat sebagai berikut: Anas bin Malik r.a, beliau termasuk salah seorang sahabat Nabi SAW, dan semua sahabat dinilai ‘adil. Sulaiman bin Tharkhan (ayah Mu’tamir), dia tsiqah’ abid(terpercaya lagi ahli ibada). Mu’tamir, dia tsiqah Musadda vin Masruhad, dia tsiqah hafidz. Al-Bukhari, dia dinilai sebagai jaba; al-hifdzi (gunungnya hafalan), dan amir al-Mu’minin fi al-Hadist. Hadist ini tidak syadz (bertentangan dengan riwayat lain yang lebih kuat). Hadist ini ytidak ada i’illah-nya Dengan demikian jelaslah bahwa Hadist tersebut telah memenuhi syarat-syarat Hadist Shahih, sehingga disebut dengan Hadist shahih li dzatihi. Muhammad Gufron, M.pd dan Rahmawati, MA, Ulumul Hadist Praktis Dan Mudah, (Sleman: Teras, 2013) hlm 124-125 Hadist Shahih li Gairihi صحيح لذاته هو الذى اشتمل علي اعلى صفات القبول "Shahih lidzatih ialah hadist yang telah memenuhi syarat-syarat hadist maqbul secara sempurnya. " Jika kualitas daya ingat perawi kurang sempurna, hadist shahih lidzatih turun kualitas menjadi hasan lidzatih. Namun, jika kekurangan tersebut dapat ditutupi oleh adanya hadist lain, dari sanad lain dengan perawi yang kualitas daya ingatnya lebih kuat, naiklah hadist hasan lidzatih menjadi shahih lighairih. M. Ma’shum Zein, Ilmu Memahami Hadist nabi, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren. 2012) hlm 113 Menurut jumhur ulama ahli hadist, defenisi hadist shahih li gairihi adalah hadist hasan jika ada hadist yang sama dengan sanad yang berbeda yang bisa menguatkan dengan syarat derajat hadistnya sama atau lebih Siqah. Dinamakan hadist shahih li gairihi karena hadist ini sebenarnya tidak shahih tapi naik derajat menjadi shahih karena ada hadist yang menguatkannya Mukarom Faisal Fosidin, Ngatiman, Menelaah Ilmu Hadist, (Jakarta, Tiga Serangkai Pustaka Madiri) hlm . Contohnya لولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة Hadits ini dikeluarkan oleh at-Tirmidzi dalam kitab ath-Thaharah bab Maa Jaa-a fii as-Siwak no. 22. Al-Bukhari meriwayatkannya melalui jalur Abi az-Zinad dari al-A’raj dari Abi Hurairah. Ibn as-Shalah berkata: Muhammad ibn ‘Amr ibn ‘Alqamah termasuk orang yang masyhur karena kejujuran dan pemeliharaan dirinya, tapi ia tidak termasuk seorang yang mutqin. Sehingga sebagian orang mendhaifkannya, karena buruk hafalannya, sedangkan sebagian yang lain mentsiqahkannya karena kejujuran dan keagungannya. Haditsnya dari sisi ini bernilai hasan. Ketika kemudian datang jalan periwayatan lain, kekhawatiran kita akan hadits ini karena buruk hafalannya menjadi hilang, dan sedikit kekurangan yang ada menjadi tidak ada lagi, sehingga sanadnya menjadi shahih, dan ia dimasukkan ke derajat shahih. حَدَثَنَا أَبُو كُرْيب، حَدَثَنَا عَبْدَةُ بْنَ سُلَيْمَانَ، عَنْ مُحَمّدِ بنِ عَمْر، وَعَنْ أَبِي سَلَمَة، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ اللَه صَلَّى اللّه عَلَيْهِ وَسَلَمَ لَوْلَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لأَمَرْتُهُمْ بِالسَوَاكِ عِنْدَ كُلّ صَلاَةِز (رؤاه الترميذى) Imam Ibnu Shalah mengatakan bahwa Muhammad bin Umar bin Alqamah terkenal dengan kejujurannya, akan tetapi ridak termasuk dalam kategori perawi yang ahli al-itqan (tingkatan kedhabitannya tinggi), sehingga sebagian ulama memandang lemah hafalannya, dan sebagian yang lain men-tsiqahkannya karena memandang kejujuran dan keagungannya. Dengan demikian Hadist ini dikatakan sebagai Hadist hasan li dzatihi. Kemudian jika hadist tersebut diriwayatkan dari jalur yang lain, sehingga Hadist tersebut menjadi Hadist Shahih Kriteria Hadist Shahih Berkenaan dengan sanad Hadistnya musnad. Maksudnya yaitu hadist tersebut di sandarkan kepada nabi Muhammad SAW disertai dengan sanad. Sanadnya bersambung. Maksudnya antara rawi dari sanad tersebut pernah bertemu langsung dengan gurunya dan disampaikan secara bersambung. Seluruh rawinya adil dan ‘dhabit Syarat rawi yang adil adalah: Selalu taat kepada Allah dan Rasulnya, serta menjauhi perbuatan maksiat seperti syirik, fasik, dan bid’ah Mampu menjaga kehormatan dirinya Menjauhi dosa kecil yang dapat merendahkan harga atau martabat dirinya Tidak melakukan perbuatan yang menyebabkan penyesalan Adapun yang dimaksud dengan dhabit adalah kemapuan seorang rawi dalam menghafal hadist sehingga dapat mampu mengingat ingat hadist dengan baik dan benar, serta dengan cermat mencatat atau membukukan hadist-hadist sehingga tidak tercampur dengan catatan lain. Dhabit dibagi menjadi dua macam, yaitu: Dhabit Shadri, yaitu ingatan perawi benar-benar kuat yang tersimpan dalam dadanya ( pikirannya) dari apa yang dia dengar dari gurunya, serta dapat disampaikan kapan dan dimana saja sesuai dengan apa yang dia dengar dari gurunya. Dhabit kitabi, yaitu terjaga buku catatan hadist yang dia tulis, sejak dia menerima Hadist dari gurunya hingga menyampaikannya masih tetap terjaga dari kesalahan. Muhammad Gufron, M.pd dan Rahmawati, MA, Ulumul Hadist Praktis Dan Mudah, (Sleman: Teras, 2013) hlm 123 Tidak ada syadz Maksudnya hadist tersebut tidak bertentangan dengan hadist dari rawi lain yang lebih kuat darinya dan jumlah perawi tersebut tidak boleh kurang dar dua orang perawi. Tidak ada ‘illah Maksudnya dalam hadist tersebut tidak ditemukan cacat yang merusak kesahihan hadist. Seperti pemalsuan rawi, dan sebagainya. Mukarom Faisal Rosidin dan Ngatiman, Menelaah Ilmu Hadist, (Solo: Aqila.2015), hlm. 90-91 Berkenaan dengan Matan Hadist dikatakan shahih apabila matannya memenuhi sebagai berikut: Pengertian-pengertian yang terkandung dalam matan tidak boleh bertentangan dengan ayat Al-Qur’an atau hadist mutawatir Pengertiannya tidak bertentangan dengan pendapat yang disepakati (ijma') ulama, dan tidak bertentangan dengan keterangan ilmiah yang sebenarnya dapat dipastikan secara sepakat oleh para ilmuan. Tidak ada kejanggalan lainnya, jika di bandingkan dengan matan hadist yang lebih tinggi tingkatan dan kedudukannya. Imam Bukhori dan Imam Muslim membuat kriteria hadis ṣaḥīḥ sebagai berikut: Rangkaian periwayat dalam sanad itu harus bersambung mulai dari periwayat pertama sampai periwayat terakhir. Para periwayatnya harus terdiri dari orang-orang yang ṭiqat, dalam arti adil dan ḍābiṭ, Hadīṡnya terhindar dari ‘ilat (cacat) Hadisnya tidak syadz, yakni tidak lebih lemah dibanding dengan riwayat lain yang bertentangan. Para periwayat yang terdekat dalam sanad harus sejaman Muhamad Zunin, Moh Soir, Ngatiman, Hadist-Ilmu Hadist, (Jakarta: Kemenag, 2015) hlm 59 Kehujjahan Hadist Shahih Hadist shahih, wajib diamalkan sesuai dengan ijma’ ahli Hadist dan segolongan ahli ushul dan para fuqaha’, maka ia merupakan salah satu dasar dari dasar-dasar syarat seorang muslim tidak ada lapangan untuk meninggalkan mengamalkannya. Hadis shahih sebagai sumber ajaran islam lebih tinggi kedudukannya dari hadist hasan dan dha’if. Semua ulama sepakat menerima hadist shahih sebagai sumber ajaran islam atau hujjah yang dapat di terima untuk menetukan masalah akidah, hukum, dan akhlak. Mukarom Faisal Rosidin dan Ngatiman Op.cit, hlm 92 Hukum memakai hadist hasan sama dengan hadist shahih, walaupun dari sisi kekuatannya hadist hasan berada di bawah level hadist shahih. Demikian menurut ahli fikih (fukaha’) dan mayoritas ahli hadist juga memakai hadist hasan sebagai hujjah, seperti al-Hakim, Ibnu hibban, dan Ibnu khuzaimah. Namun pengelompokan hadist hasan ke hadist shahih itu disertai pendapat bahwa hadist hasan itu di bawah kualitas hadist shahih. Tingkatan Hadist Shahih tingkatan yang paling tinggi adalah yang diriwayatkan dengan sanad yang termasuk paling shahihnya sanad, seperti Imam Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar. dan tingkatan yang paling rendah dari itu adalah hadist yang diriwayatkan dari jalan rawi-rawi sanad mereka yag lebih rendah dari rawi-rawi sanad yang pertawa, seperti riwayat Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas. dan tingkatan yang lebih rendah lagi adalah hadist yang diriwayatkan oleh orang yang ternyata mempunnyai sifat tsiqat yang lebih rendah, seperti riwayat Suhail bin Abi Shalih dari bapaknya dari Abu Hurairah. Berikut ini adalah perincian pembagian hadist shahih kepada tujuh tingkatan yaitu: Yang dispakati oleh Bukhari dan Muslim (tingkatan tertinggi) Yang khusus diriwayatkan oleh Bukhari Yang khusus diriwayatkan oleh muslim Yang sesuai dengan persyaratan Bukhari dan Muslim sementara mereka tidak mengeluarkaannya. Kemudian yang sesuai dengan persyaratan Bukhari saja sementara ia tidak mengeluarkannya Kemudian yang sesuai dengan persyaratan Muslim saja sementara ia tidak mengeluarkannya Kemudian yang shahih menurut imam-imam yang selain keduanya seperti Ibnu Huzaimah dan Ibnu Hibban sementara hadist tersebut tidak terdapat syarat keduanya. Pengertian Hadist Hasan Kata hasan berasal dari kata al-husnu yang berarti al-jamalu, yang artinya kecantikan dan keindahan. Adapun tentang defnisi hadis hasan, ada perbedaan pendapat di kalangan para muhaddisin. Menurut pendapat al-Khitabi, hadist hasan adalah hadistnyang diketahui sumbernya, periwayat-periwayatnya diterima oleh kebanyakan ulama dan matan hadisnya digunakan umumnya oleh ahli fikih. Menurut pendapat At-Tirmizi, hadis hasan adalah semua riwayat hadist yang rijal sanadnya tidak ada yang di anggap bohong, hadisnya tidak syaz. Dan diriwayatkan bukan hanya satu sanad. Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani, hadist hasan yaitu hadist ahad yang diriwayatkan oleh orang adil dan lebih ringan ke-dhabit-an rijal-nya jika dibandingkan dengan rijal al-hadist shahih, sanadnya bersambung, tidak cacat, dan tidak syaz. Mukarom Faisal Rosidin, Hj. Siti Mahfudhoh, H. Dudung Basori Alwi, Ilmu Hadist,( Jakarta: KemenAg 2014), hlm 96 Abu Isa at-Tirmizi tentang hadis hasan. Hadis yang dalam sanadnya tidak terdapat orang yang tertuduh bohong, hadisnya tidak janggal, serta diriwayatkan tidak hanya dalam satu jalur rawian. Defnisi hadis hasan yang dikemukakan oleh at-Tirmizi ini masih umum dan hampir sama denan defnisi hadis sahih. Sebab, hadis sahih juga mensyaratkan sanadnya tidak tertuduh dusta, hadisnya tidak janggal, dan tidak hanya terdapat satu jalur rawi saja. Defnisi yang lebih jelas dan detail adalah yang dikemukakan oleh kebanyakan ulama hadis, yaitu: Hadis yang dinukil oleh seorang yang adil tetapi tidak begitu kuat ingatannya, bersambung sanadnya, dan tidak terdapat cacat serta kejanggalan pada matannya. Ibid, hlm 120 Dari beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa yang membedakan hadist sahih dengan hadist hasan adalah dari segi ke dhabit-annya. Hadist shahih mensyaratkan kuat atau sempurna hafalan, sedangkan hadist hasan kurang atau lemah hafalan. Kriteria hadist hasan Sanadnya bersambung Para periwayat bersifat ‘adil (tidak ada yang tertuduh berdusta) Di antara periwayatnya terdapat orang yang kurang dhabit Sanad dan matan hadist terhindar dari syudzudz (kejanggalan) dan illat. Dr. M. Alfatih Suryadilaga, dkk, Ulumul Hadist, (Depok Sleman Yogyakarta: Kalimedia.2015), hlm 262 Macam-macam Hadist Hasam Hadist Hasan li Zatihi Beberapa pendapat tentang pengertian hadist hasan li zatihi: Ibrahim as-Sauqi as-Syahawiy, hadist hasan li zatihi adalah hadist yang sanadnya bersambung, dinukil oleh periwayat yang adil dan dhabit, namun kedhab’itannya tidak sempurna, meski tidak terdapat syadz dan ‘illat padanya. Hadist Hasan li Zatihi adalah hadist yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rijal al-hadist yang adil, tetapi kurang sempurna ke-dhabit-annya, tidak bertentangan dengan hadist yang diriwayatkan oleh rijal yang lebih siqah, serta tidak ada cacat yang samar yang menyebabkan turunnya derajat hadist. Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hadist hasan li zatihi adalah hadist yang mencapai derajat hasan dengan sendirinya, sedikitpun tidak ada hadist lain. Dan kalu hanya disebutka hadist hasan maka yang dimaksud adalah hasan li zatihi. Hadist Hasan li Gairihi Ada beberapa pendapat tentang pengertian hadist shahih li gairihi: Menurut Ibrahim as-Sauqiy as-Syahawiy, hadist hasan li gairihi adalah hadist yang diriwayatkan oleh periwayat yang dhai’if, namun kedha’ifannya tidak karena banyaknya kesalahan, tidak bersifat fasik, dan hadist tersebut diriwayatkan oleh periwayat yang lain dari si periwayat yang dhai’if tadi atau yang lebih tinggi darinya Menurut Ibnu Shalah, hadist hasan li gairihi adalah hadist yang pada sanadnya terdapat rawi yang mastur (rawi yang tak diketahui), tidak nyata keahliannya tapi bukan pelupa yang banyak berbuat kesalahan atas apa yang diriwayatkannya, juga tidak pula karena sebab lain seperti musfiq, serta tidak bertentangan dengan riwayat yang muktabar yang mutabi dan syahid. Secara umum Hadist hasan li Gairihi adalah hadist dha’if yang ringan ke- dha’if-annya. Jika ada hadist yang semakna dengan sanad yang berbeda, maka hadist dha’if tersebut naik derajat menjadi hasan li gairihi Ibid. Hlm 263 Dari defenisi di atas dapat diketahui bahwa hadist hasan li gairihi adalah hadist yang pada dasarnya adalah hadist dha’if yang kemudian meningkat derajatnya menjadi hasan karena ada periwayat lain yang mengangkatnya. Syarat-syarat hadis ḥasan lighairihi adalah: 1. Ada sanad lain satu atau lebih yang sederajat atau lebih kuat. 2. Sebab keḍa’īf annya adalah bukan karena sebagai berikut; a. al-Każibu: bohong, b. Muttahammun bi al-Każibi : dianggap bohong, c. Munkaru al-ḥadīṡ : bertentangan dengan riwayat yang lebih ṡiqah, d. Faḥsyu al-galāṭ : sering melakukan kesalahan yang fatal dalam meriwayatkan hadis. 3. Sebab keḍa’īf annya adalah disebabkan karena berikut: Sū’u al-ḥifżi : buruk hafalannya Mastur, Majhūl, mubham: diantara rijāl al-ḥadīṡ nya yang meriwayatkan tidak dikenal identitasnya Mudallis : terdapat rijāl al- ḥadīṡ yang menyamarkan sanad. Seperti menyamarkan nama gurunya atau membuang rijāl al- ḥadīṡ yang ḍa’īf diantara dua ṭabaqah rijāl yang ṡiqah. Munqaṭi’: rentetan rijāl al- ḥadīṡ nya ada yang putus. Muhamad Zunin, Moh Soir, Ngatiman, Ilmu Hadist,(Jakarta: Kementrian Agama, 2015) hlm 66 Kehujjahan Hadist Hasan Hadist hasan, hukumnya sama dengan hadist shahih untuk dijadikan hujjah, sekalipun tidak sama kekuatannya, karena itulah maka semua ahli fiqih berhujjah dengannya, dan mengamalkannya, begitu pula mayoritas ulama ahli hadist dan usul, kecuali mereka yang berpendidikan keras. Disamping itu ada sebagian ulama yang tidak berpendirian keras. Dr. Mahmud Thahhan, Ulumul Hadist, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press) hlm 51-56 Tingktan Hadist Hasan Adz- Dzahabih telah membagi kepada dua tingkatan, lalu beliau mengatakan: Tingkatan tertinggi: adalah Bahzu bin Hakim dari bapaknya dari kakekya, dan Amru bin Syu’ib dari bapaknya, dari kakeknya, dan Ibnu Ishak dari At-Taimy, dan contoh-contoh tersebut adalah termasuk sanad hadis yang dikatakan shahih, dan dia merupakan paling rendahnya tingkatan hadist shahih. Kemudian sesudah itu adalah yang diperselisihkan tentang kehasanannya dan kedla’ifannya; seperti hadis al-Haris bin Abdillah dan A’shim bin Dlamrah dan Hajjaj bin Artah dan yang selain mereka. Hadis yang dikatakan ṣaḥīḥ dan ada yang mengatakan ḥasan. Yaitu yang diriwayatkan oleh : Bahz bin hakim dari ayahnya dari kakeknya. Amru bin Syuaib0 dari ayahnya dari kakeknya Ibnu Ishaq dari at-Taimi. Kedua : hadis yang dikatakan ḥasan dan ada yang mengatakan ḍa'īf. Yaitu yang diriwayatkan oleh : Al-Haris bin Abdullah Ashim bin Dlamrah Hajjaj bin Arthah. Jika ada ucapan هذاحديث صحيح الإسناد artinya sanadnya muttaṣil, diriwayatkan oleh orang yang adil dan sempurna ke-ḍābiṭ-anya. Jika ada ucapan هذا حديث حسن الإسناد artinya sanadnya muttaṣil, diriwayatkan oleh orang yang adil dan ringan keḍābiṭannya. Jika Tirmiżi mengatakan هذا حديث حسن صحيح artinya ada dua kemungkinan: • Jika hanya satu sanadnya : maka artinya ṣaḥīḥ menurut satu kaum dan ḥasan menurut kaum yang lain. • Jika sanadnya banyak maka artinya sanad satunya ṣaḥīḥ dan sanad yang satunya ḥasan. • Hadis tersebut dinilai hadis ḥasan liżātihi dan ṣaḥīḥ ligairihi. Muhamad Zunin, Moh Soir, Ngatiman, Ilmu Hadist,(Jakarta: Kementrian Agama, 2015) hlm 68 BAB III PENUTUP A.Kesimpulan Dari segi istilah para ulama berpendapat bahwa hadist shahih adalah hadist yang sanadnya bersambung (sampai kepada nabi Muhammad), diriwayatkan oleh periwayat yang ‘adil dan dhabith sampai akhir sanad, (di dalam hadist itu tidak terdapat kejanggalan atau (syadz) dan cacat (‘illat). Hadist Shahih li Zatihi adalah hadist yang sanadnya bersambung diriwayatkan oleh rijal al-hadist yang adil dan sempurna kedhabitannya di setiap tingkatan sanad, tidak terdapat syaz, dan tidak ber-‘illat. Syarat-syarat hadist shahih -Hadistnya musnad -Sanadnya bersambung -Seluruh perawinya adil dan dhabit -Tidak ada syadz -Tidak ada ‘illah Tingkatan hasdist Shahih -Tingkatan yang paling tinggi diriwayatkan dengan sanad termasuk paling shahih sanadnya seperti Imam Malik dari Nafi’dari Ibn Umar -Tingkatan paling rendah adalah hadist yang diriwayatkan dari jalan rawi-rawi sanad mereka lebih rendah dari rawi sanad yang pertama seperti riwayat Hammad bin Salamah dari Tsabit bin Anas - Tingkatan lebih rendah lagi adalah hadist yang diriwayatkan oleh orang ternyata mempunyai sifat tsiqat yang lebih rendah seperti riwayat Suhail bin Abi Shahih dari bapaknya Abu Hanifah Hadist Hasan adalah hadis yang dinukil oleh seorang yang adil tetapi tidak begitu kuat ingatannya, bersambung sanadnya, dan tidak terdapat cacat serta kejanggalan pada matannya. Macam-macan hadist hasan -hadist hasan li zatihi -hadist hasan lighairihi Kehujjahan hadist hasan Hadist hasan, hukumnya sama dengan hadist shahih untuk dijadikan hujjah, sekalipun tidak sama kekuatannya, karena itulah maka semua ahli fiqih berhujjah dengannya, dan mengamalkannya, begitu pula mayoritas ulama ahli hadist dan usul, kecuali mereka yang berpendidikan keras. Disamping itu ada sebagian ulama yang tidak berpendirian keras. Tingkatan hadist hasan -Tingkatan tertinggi: adalah Bahzu bin Hakim dari bapaknya dari kakekya, dan Amru bin Syu’ib dari bapaknya, dari kakeknya, dan Ibnu Ishak dari At-Taimy, dan contoh-contoh tersebut adalah termasuk sanad hadis yang dikatakan shahih, dan dia merupakan paling rendahnya tingkatan hadist shahih. -Kemudian sesudah itu adalah yang diperselisihkan tentang kehasanannya dan kedla’ifannya; seperti hadis al-Haris bin Abdillah dan A’shim bin Dlamrah dan Hajjaj bin Artah dan yang selain mereka. B.Pertanyaan 1.Kriteria hadist yang dikatakan sahih menurut Imam Al-Bukhori dan Imam Muslim, Kecuali.......... a. rangkaian periwayat dalam sanad itu harus bersambung mulai dari periwayat pertama sampai akhir b. para periwayat harus adil dan dhabit c. hadistnya tidak syadz d.para periwayatnya bertentangan dengan riwayat yang lebih shiqah 2. sahabat nabi dalam mengeluarkan hadist yang dinilai terpercaya lagi ahli dalam ibadah adalah....... a. Anas Bin Malik b. Sulaiman bin Tharkan c. Mu’tamar d. Al-Bukhari 3. yang dimaksud dengan dhabit khitabi adalah........ perawi yang mempunyai ikatan yang kuat yang tersimpan didalam dadanya dan dari apa yang didengarkan dari gurunya perawi yang mampu menghafal hadist dengan baik dan benar perawi yang cermat mencatat dan membukukan hadist perawi yang terjaga buku catatan yang dia tulis dari kesalahan sejak dia menerima hadist dari gurunya 4. tingkatan hadist yang tertinggi diantara periwayat hadist adalah..... Bukhari dan Muslim yang khusus diriwayatkan Bukhari yang khusus diriwayatkan Muslim yang sesuai dengan persyaratan Bukhari dan Muslim sementara mereka tidak mengeluarkan 5. Hadist hasan adalah semua riwayat hadist yang rijal sanadnya, tidak ada yang dianggap bohong hadistnya tidak syadz dan diriwayatkan bukan hanya satu sanad..... a. Al-Khitabi b. At-Tirmizi c. Ibnu Hajar al-Asqalari d. Abu Isa at-Tirmizi DAFTAR PUSTAKA 1. Dr.M. Alfatih. 2015. Ulumul Hadist. Depok,Sleman: Kalimedia 2. Hurrobiah, Habib masduki. 2015. Hadis-Ilmu Hadist. Direktorat pendidikan Madrasah Direktorat jendral Pendidikan Islam Kementrian Agama. 3. Drs Fathur Rahman. 1981. Ikhtisar Marshlatul Hadist. Bandung : Al-Ma’arif 4. Muhammad Gufron dkk. 2013. Ulumul Praktis dan Mudah. Sleman: Teras 5. M.Ma’syum Zein. 2012. Ilmu Memahami Hadist Nabi. Yogyakarta: Pustaka Pesantren 6. Mukoron Faisal Rosidin, Ngatiman. Menelaah Ilmu Hadist. Jakarta: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri 7. Muhammad Zunin dkk. 2015. Hadist-Ilmu Hadist. Jakarta: Kemenag 8. Mukoron Faisal Rasidin, Hj Siti Mahfudhoh. 2014. Ilmu Hadist. Jakarta: Kemenag 9. Dr Mahmud Thahhan.Ulumul Hadist. Yogyakarta: Titian Ilahi Pres Hadis Sahih dan Hasan 22