[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI Ditulis oleh : Shinta Ayu Rahmawati, Dosen Pembimbing : Dr. Isa Anshori Program Studi PG PAUD, Fak. Psikologi dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo ABSTRAK Pancasila merupakan dasar pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 Bab 2 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dikaji secara keseluruhan sila-sila pancasila, maka pancasila memiliki beberapa peranan dalam pendidikan diantaranya Sebagai dasar dan tujuan pendidikan serta sebagai dasar kurikulum. Mulai dari sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, sila kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab, sila ke tiga Persatuan Indonesia, sila ke empat Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmad kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan sila ke lima Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indoneia. Berdasarkan hasil penelitian dihasilkan kesimpulan bahwa pendidikan pancasila menjadi materi wajib pada muatan pembelajaran secara formal, non formal dan informal. Kata Kunci : Pendidikan Pancasila, Pendidikan Anak Usia Dini, Implementasi Pancasila, Pendidikan Nasional PENDAHULUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi pancasila dalam dunia pendidikan anak usia dini. Penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari sangat dibutuhkan, terutama pada pendidikan anak usia dini. Seperti yang sudah dijelaskan pada perundang-undanganpun No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidika Nasional. Bukan hal yang tabu bahwa masa sekarang anak-anak lebih mengindahkan gadget daripada mengindahkan nasihat orang tua akan norma-norma pancasila, dari sana kita sadar akan pentingnya pendidikan Pancasila dalam penerapan pendidikan anak usia dini. Nilai Pancasila sangat tepat bila ditanamkan pada anak sejak masih usia dini. Hal ini dimaksudkan agar saaat mereka dewasa, mereka akan terbiasa dengan perbuatan dan tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Anak sangat membutuhkan bimbingan dari orang lain terutama orangtua untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila tersebut. Hal tersebut bisa dilakukan dengan permainan, lagu, rekreasi serta cara-cara lain yang menyenangkan bagi anak. Namun, anak usia dini juga perlu untuk diberikan pendidikan di sekolah, agar penanaman nilai Pancasila tertanam lebih mendalam dalam jiwanya. Serta pembiasaan – pembiasaan yang dilakukan agar secara natural pendidikan pancasila masuk dalam diri anak, dengan tidak sadar nilai- nilai pancasila akan tertanam dalam diri anak tersebut. Dengan demikian, anak bisa mengembangkan sikap dan perilaku yang didasari oleh nilai-nilai Pancasila, agar dia tumbuh menjadi anak yang mempunyai akhlak mulia yang mempunyai moral sesuai harapan bangsa. Karena pada tahap anak usia dini inilah yang akan menjadi pondasi tumbuh kembang anak selanjutnya di waktu yang mendatang, jika pondasinya kuat dan bagus maka dalam tumbuh kembangnya akan berjalan maksimal dan sesuai dengan yang diharapkan, berbeda dengan jika anak tersebut tidak memilikipondasi penanaman nilai nilai pancasila yang kuat maka akan berdampak kurang baik di masa mendatang. Bisa jadi anak tersebut akan tumbuh dan berkembang kurang sesuai dengan harapan. Pendidikan di Indonesiapun dari sejak dulu sudah menenmkan anak untuk membentuk anak yang berjiwa patriotis, menanamkan sikap- sikap manusia yang berkepribadian pancasila. Anak usia dini sangat membutuhkan bimbingan dari orang lain, terutama orangtua. Orangtualah yang paling utama memberikan bimbingan pada anak. Untuk itu, orangtua dalam membimbing anaknya harus benar-benar memperhatikan anaknya. Bimbingan dari orangtua sangat besar pengaruhnya pada anak. Bimbingan dari orangtua akan meresap dan tertanam lebih dalam pada diri anak. Usia dini merupakan waktu yang tepat untuk menanamkan nilai- nilai Pancasila. Anak usia dini biasanya cenderung bertindak sesuai dengan keinginannya sendiri tanpa mempedulikan konsekuensi yang akan diterimanya. Selain itu, anak usia dini mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, sehingga mereka sering bertanya yang kadangkadang membuat orang kesal. Pada saat seperti ini, orang tua harus menjawab dengan sabar serta dilandasi nilai-nilai Pancasila pada jawaban atas pertanyaan tersebut. Dalam setiap tingkah laku dan perbuatannya juga perlu diberi bimbingan agar sedikit demi sedikit perilakunya sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Pembentukan moral pada anak sejak usia dini juga sangat dibutuhkan. Hal ini dimaksudkan agar perilaku anak tidak menyimpang dari nilai-nilai Pancasila. Pembentukan moral perlu dilakukan sedikit demi sedikit. Dengan dilakukan sedikit demi sedikit anak bisa mengerti dan meresapinya yang kemudian bisa diterapkan dalam tingkah laku dan perbuatannya. Menanamkan nilai-nilai Pancasila pada anak usia dini bisa dilakukan dengan berbagai cara. Cara itu bisa dimulai dari hal-hal yang kecil yang mudah ditangkap, dipahami dan dilakukan oleh anak tersebut. Hal ini dimaksudkan agar anak pun bisa dan mudah untuk melakukannya. Dengan demikian, anak merasa nyaman dan senang melakukannya tanpa merasa terbebani. Berdasarkan paparan di atas, ada beberapa permasalahan yang harus dijawab. Bagaimana menanamkan nilai-nilai Pancasila pada anak usia dini? Apa tujuan pembentukan moral yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang perlu ditanamkan pada anak sejak usia dini? METODE PENELITIAN Kali ini dalam penelitian penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif, dimana prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek dalam penelitian dapat berupa orang, lembaga, masyarakat dan yang lainnya yang pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau apa adanya.serta menggunakan pendekatan fenomenologi yang mana pada pendekatan fenomenologi adalah studi tentang pengalaman kita, apa yang kita alami. Disini akan dikaji bagaimana pengalaman dalam dunia pendidikan anak tentang penanaman pancasila dalam penerapan atau implemetasi dalam suatu lembaga sekolah anak usia dini, apakah sudah sesuai dengan paraturan perundang – undangan ataukah terdapat suatu hal yang kurang tepat sehingga dalam penelitian ini dapat diketaui, terutama sekolah- sekolah yang berbasis agama yang fanatik, apakah didalamnya masih mengandung penanaman sikap sikap yang dijiwai oleh pancasila, pro dan kontra di masyarakat tentang pelabelan radikal dan sebagainya akan terjawab juga dengan penelitian ini. Diharapkan pendidikan di era industri 4.0 yang semakin bergengsi ini seharusnya pendidikan pancasila semakin ditanamkan dengan kuat, gadget yang tidak memungkinakan seorang anak dirumah akan bisa menjelajah dunia dengan sekali klik, dengan hanya pada genggamannya. Sekalipun berbeda, namun kenyataan dilapangan, saling terkait, penjelasan terhadap fenomenologi diperlukan dari perspektif ontologi, epistimologi, logika dan etika. “Dalam perspektif ontologi,fenomenologi mempelajari alam kesadaran, yang menjadikajian sentral ontologi, yang salah satunya berperan terhadap permasalahan tradisional mind – body ( Isa Anshori, 2018 ). Objek penelitian yakni Anak Usia Dini Usia 4 hingga 6 tahun pada lembaga Taman Kanak- Kanak Aisyiyah Bustanul Athfal 7 Kalidawir Tanggulangin Sidoarjo, Taman Kanak- Kanak Dharma Wanita Kalidawir Tanggulangin Sidoarjo, Taman Kanak- kanak Pusaka Indonesia Kalidawir Tanggulangin Sidoarjo, Taman Kanak- kanak Tunas Mulia Kalidawir tanggulangin Sidoarjo, serta Taman Kanak- Kanak Al Hikmah Kalidawir Tanggulangin Sidoarjo, Roudlotul Athfal Ar Rohmah Wonokoyo Gedangan Sidoarjo, Taman Kanak- kanak Istam Terpadu Gempol Pasuruan, Roudlotul Athfal Muslimat Ar Rahmah Tenggulunan Candi. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara secara langsung kepada pendidik di Taman Kanak- Kanak yang menjadi Objek Penelitian, serta kunjungan langsung ke beberapa lembaga yang berada di Kelurahan Kalidawir Kecamatan Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis data kualitatif, dimana informasi dari 8 lembaga dengan 8 guru serta beberapa kelas yang dikunjungi, menunjukkan rata- rata model pembelajaran di lembaga tersebut sudah tepat dan sesuai dengan perundang undangan yang tercantum pada Undang-Undang No. 20 tahun 2003 Bab 2 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dikaji secara keseluruhan sila-sila pancasila, maka pancasila memiliki beberapa peranan dalam pendidikan diantaranya Sebagai dasar dan tujuan pendidikan serta sebagai dasar kurikulum. Mulai dari sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, sila kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab, sila ke tiga Persatuan Indonesia, sila ke empat Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmad kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan sila ke lima Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indoneia. Dan sesuai pula dengan alur proses pembelajran Pendidikan Anak Usia Dini kurikulum 2013, dengan Standart Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak, Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang akan dipakai sebagai acuan dalam membuat materi pembelajaran yang akan diajarkan anak melalui bebrapa program wajib yakni Program Tahunan atau disingkat Prota yang berisikan program- program lembaga yang akan dikerjakan selama satu periode tahun ajaran, Program Semester atau Prosem yang berisikan pula kegiatan- kegiatan serta tema- tema apa sajakah yang nantinya akan diberikan kepada anak, disini pendidik harus lihai memilih tema yang tepat agar anak didik tidak bosan dengan apa yang diberikan, tetapi tetap dalam koridor KI ( Kompetensi Inti ) serta tahapan usianya. Selanjutnya ada RPPM atau disebut Rencana Program Pembelajaran Mingguan berisikan tentang penjabran suatu tema dan kegiatan inti apa saja yang akan dilakukan anak selama satu minggu, pendidik harus kreatif dan memahami kegiatan- kegiatan yang memicu semangat, memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan aspek- aspek perkembangan anak yaitu Nilai dan Moral Agama, Sosial Emosional, Fisik Motorik, Perkembangan Bahasa, Kognitif serta kreativitas ( seni ) dengan beberapa kegiatan dan beberapa model pembelajaran sesuai dengan kesepakatan yang ada pada lembaga tersebut, misal saja ada yang menggunakan model kelompok, sudut, sentra, kelas alam dan lain- lain, sesuai dengan keadaan dan situasi pada lembaga pula. Data yang didapat adalah data yang yang langsung dikumpulkan oleh penliti melalui sumber pertama. Adaun yang menjadi sumber data primer adalah guru pengajar dikelas yang diteliti. Sehingga peneliti mendapatkan informsi valid dari narasumber. PEMBAHASAN Pada pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini hal yang terpenting adalah proses belajar yang menumbuhkan anak senang belajar, senang melakukan proses saintik, bukan menekankan pada penguasaan materi karena penilaian atau assessment pada program anak usia dini merujuk pada tahap perkembangan. Sehingga pendidik harus tahu dan mampu, tidak boleh asal- asalan memberi materi maupun dalam penilaian. Karena pada penilaianpun. Dalam hal ini pendidik anak usia dini harus selalu meningkatkan kualitas diri dengan mengikuti diklat atau pelatiha- peltihan serta pendidikan sesuai standart agar pemberian stimulasi kepada anak dapat dilakukan dengan benar dan tepat. Karena pada tahap usia dini ini awal mula akar pertumbuhan dan perkembangan anak. Inilah keunikan kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini. Namun demikian proses pembelajaran pada anak usia dini yang dilakukan melalui kegiatan bermain juga memberikan penambahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan anak yang sesuai dengan Kompetensi Dasar dengan memperhatikan kemampuan yang sesuai tahap perkembangan anak pada usia tertentu pada umumnya, yang mana harus meliputi penanaman Norma Moral dan Agama, dalam penanaman aspek ini tidak lepas dari implementasi pancasila yang berkaitan langsung dengan sila pertama yakni Ketuhanan yang Maha Esa, selanjutnya Nilai Sosial Emosional yang mana ini berkalitan juga dengan Pancasila sila kedua yang berbunyi Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indoesia, bisa pula dikaitkan dengan sila ketiga yakni Persatuan Indonesia, selanjtnya ada perkembangan Bahasa, perkembangan kognitif anak, perkembangan fisik motorik yang meliputi motorik kasar dan otorik halus, dan Seni yang menonjolkan kreativitas. Oleh karena itu pendidik juga harus mampu menurunkan materi yang sesuai dengan Kompetensi Dasar, serta pembuatan materi- materi yang menarik dan menunjang stimulasi perkembangan peserta didik agar maksimal dan selalu mengindahkan norma- normaPancasila dalam pelaksanaan dan dalam materinya. Pancasila adalah dasar Negara Indonesia tetapi banyak masyarakat yang tidak menerapkan dasar Negara kita ini baik dari kalangan bawah hingga kalangan tinggi. Ada tradisi disetiap sekolah dari mulai Taman Kanak- Kanak hingga Sekolah Menengah Atas yaitu upacara bendera yang salah satunya pembacaan teks pancasila.Dulu Walaupun dari Sekolah Dasar hingga SMA melakukan upacara tetapi hanya sedikit orang yang menerapkan pancasila tersebut karena dari usia dini belum diajarkan padahal memori anak usia dini paling mudah merekamnya. Cara ini bisa jadi menjadi salah satu jalan keluar untuk membuat anak-anak mulai mengenali sila demi sila dalam Pancasila dan mulai diajari nilai-nilai yang tercermin dari tiap sila itu. Sebagaimana kita lihat bahwa rentang usia 4 - 6 th disebut dengan masa usia dini, yang merupakan masa keemasan bagi seseorang karena masa inilah seluruh informasi dapat diserap dengan mudah dan cepat oleh anak melalui seluruh panca indranya. Sebagai analoginya bahwa anak ibarat spons yang mampu menyerap air tanpa peduli apakah air itu bersih atau kotor, oleh karena itu masa ini sering disebut dengan masa kritis untuk memperkenalkan dan menanamkan segala hal yang positif dan berguna bagi perkembangan anak dimasa selanjutnya. Dengan pembelajaran terpadu anak diajak untuk bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain. Contohnya Penanaman nilai-nilai luhur yang tercermin dalam Pancasila diajarkan kepada anak-anak melalui sikap dan perilaku mereka. Misalnya, nilai ketuhanan dikenalkan kepada anak-anak melalui kegiatan sembahyang bersama. Nilai kebersamaan yang merupakan penjabaran nilai persatuan dikenalkan kepada anak-anak melalui permainan yang menonjolkan pentingnya kerja sama di antara mereka. Itulah contoh penerapan pacasila dalam usia dini. Jika diterapkan dan diperkenalkan terus menerus tentang isi pancasila maka anak tersebut akan mudah menghafal ini cara efektif agar anak dapat menerapkan pancasila di kehidupannya. Karena kurangnya penerapan nilai-nilai pancasila yang terjadi harus mulai kita perbaiki. Namun, pada masa pendidikan sekarang ini lembaga Taman Kanak- Kanak bahkan Kelompok Bermain saja sudah dikenalkan Pancasila, bahkan masuk dalam pembiasaan pagi. Dengan pendidikan pancasila di usia dini anak diperkenalkan tentang apa itu pancasila dan cara mengamalkan pancasila. Namun, pengenalan dan penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari anak usia dini tersebut juga tidak hanya menjadi tanggung jawab guru di sekolah. Orangtua pun seharusnya ikut memberikan perhatian serius terhadap pentingnya pengenalan Pancasila maupun penerapan nilai-nilai Pancasila di rumah. Namun, pengalaman baik yang telah ditanamkan kepada anak usia dini sebaiknya jangan sampai terputus saat anak memasuki sekolah dasar. Penanaman nilai dalam sikap hidup sehari-hari anak didik di sekolah maupun di rumah harus terus berlanjut. Mata rantai pendidikan moral yang telah dilakukan di lembaga pendidikan usia dini seharusnya diteruskan kalangan pendidik di sekolah dasar. Ini penting dilanjutkan sesuai bobot pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga tidak putus di Pendidikan Anak Usia Dini. Karena jika di usia dini sudah diasah dengan sedemikian bainya, apaila dalam jenjang pendidikan selanjutnyatidak diasah maka akan percuma saja, serta penerapan dirumah juga perlu diupayakan pembiasaan- pembiasaan ini. Sehingga pendidikan disekolah dan dirumah bisa sinkron dan serasi agar anak tidak bingung. Menurut penelitian ada pula anak yang bingung karena apa yang sudah ditanamkan disekolah tidak diindahkan apalagi dilakukan dirumah. Sebab itu buku penghubung yang salah satu fungsinya adalah agar pendidikan disekolah bisa sesuai dengan pendidikan dirumah bisa baik. Dan buku penghubung tersebut hanya ada di pendidikan anak usia dini, di Sekolah Dasar dan jenjang diatasnya tidak ada. Karena memang pendidikan usia dini adalah akar yang memang harus diperkuat. Pembelajaran Anak Usia Dini tidak dapat dipandang sebelah mata, tidak dipungkiri bahwa masyarakat semakin sadar akan pentingnya pendidikan PAUD khususnya dimasyarakat pedesaaan, tidak dipungkiri 2 tahun lalu saya yang notabene berada di pedesaan dengan 1 kelurahan ada 5 lembaga Taman Kanak- kanak sangat kesulitan dalam mencari murid dikarenakan kesadaran akan masyarakatnya yang belum mengerti akan pentingnya anak pendidikan pada anak usia dini, anak usia dini jaman dulu dan anak usia dini jaman sekarang tidak bisa disamakan karena memang jamannya sudah berbeda di era industri 4.0 ini teknologi semakin canggih, dunia berasa dalam genggaman meski anak 2 tahun dia sudah tahu dan bisa mengoprasikan gadget. Jadi, sudah sepantasnya kita menyadarkan masyarakat akan kejamnya teknologi jika generasi usia dini tidak mendapat pendidikan yang tepat. Karena jika anak usia dini mendapatkan pendidikan sejak dini maka teknologi akan menjadi tombak dan membantu dalam kehidupan karena anak akan tahu fungsi dan kegunaan gadget yang semestinya. Dalam hal ini peran pancasila tidak lepas dari kehidupan anak usia dini yang semakin modern. Pada Pendidikan Anak Usia Dini tidak dapat dipisahkan dari Dasar Negara yakni Pancasila, ini dibuktikan bahwa pada tahapan Kelompok Bermain yang mana siswanya berusia 2 hingga 4 tahun ini sudah dikenalkan Pancasila. Pada PAUD ini sudah dibiasakan setiap pagi setelah berdoa, selalu mengikrarkan Pancasila. Secara tidak langsung anak-anak mengetahui apa itu Pancasila. Selain pembiasaan dipagi hari, pengamalan pancasila dalam dunia pendidikan anak usia dini ini dibuktikan dalam Kegiatan Belajar Mengajar bahwa materi Pendidikan Pancasila wajib dimasukkan dalam muatan pembelajaran. Misal : Sikap saling menghormati antar teman, sikap saling tolong menolong, belajar sholat bersama, dan lain-lain. Selain itu pembelajaran tematik juga dimasukkan pendidikan pancasila, ini dibuktikan pada tema Negaraku dan Tanah Air yang mana didalam tema tersebut sangat kental dengan seluk beluk pancasila. Contohnya Mengenal lambang negara, mwearnai lambang negara, kolase burung garuda, finger painting bendera Merah Putih, dan lain-lain. Selain itu pendidikan Pancasila diberikan untuk membentuk karakter anak yang baik pada usia dini, dimana pada tahap usia dini ini sebagai pondasi utnuk perkembangannya nanti di jenjang atau untuk kesiapan di tahapan berikutnya. Dalam implmentasi pancasila di dalam lingkup Pendidikan Anak Usia Dini yang notebene anak- anak adalah eniru ulung dan perekam ulung, apa yang mereka lihat, meraka dengar dan mereka rasa itulah yang akan diterimanya, entah itu baik atau buruk mereka belum bisa membedakannya, sehingga penanaman pada karakter anak lebih mudah tetapi juga ada beberapa hal yang menjadikan susah, misalnya saja saat kita menanamkan jiwa pancasila kepada anak didik haruslah sabar dan harus kreatif agar anak merasa senang dan tidak merasa tertekan atau merasa punya tanggung jawab pada dirinya. Karena memang tugas guru yang senantiasa membantu pendidikan orang tua kepada anaknya. Misalnya pada lembaga yang saya teliti bahwa sejak awal anak masuk mulai hari pertama guru sudah menanamkan jiwa- jiwa pancasila dalam diri anak, misal saja budaya salim dan hormat kepada yang lebih tua itu juga termasuk cerminan dari pancasila. Berdoa saat sebelum belajar, saling berbagi bersama teman, saling menyayangi antar temannya, bagaimana cara berkawan dengan baik, bagaimana cara bermain dengan berkelompok yang baik, bagaimana cara adil kepada teman, entah itu dalam permainan, dalam membagi apa yang dia punya seperti makanan atau minuman, dan lain-lain. Tapi jika pada masa anak-anak memang wajar jika sedikit-sedikit masih suka marah pada temannya. Karena anak-anak masih labil dalam segi emosi atau jiwanya. Tapi kemarahan itu tidak berlangsung lama karena anak kecil itu mudah bosan dan mereka akan mencari kegiatan baru yang membuat mereka lupa dengan masalah yang mereka hadapi. Di situlah peranan guru Pendidikan Anak Usia Dini dalam membantu anak-anak usia dini dalam mengontrol emosi mereka, meredakan amarah dan sebagainnya. Itu kenapa guru Pendidikan Anak Usia Dini haruslah mempunyai kesabaran yang tinggi untuk mendidik mereka menjadi pribadi yang baik dan bertanggungjawab. Ketika anak-anak mulai masuk sekolah, saya menjumpai peserta didik baru yang sama-sama sedang beradaptasi dengan lingkungan dan teman baru. Awalnya memang sulit untuk bersosialisasi dengan teman baru karena mungkin anak-anak sama-sama malu untuk mengajak berbicara dan lain sebagainnya.  Namun, itu tidak berlangsung lama dan mereka sudah mulai akrab dengan satu sama lain. Sebagian dari mereka merasa tidak kesulitan untuk bersosialisasi dengan teman-teman karena bantuan dari para guru. Mereka bisa berkawan baik dengan teman-teman, mereka berani untuk mengikuti kegiatan yang sudah dipilihkan untuk saya seperti ketika ada acara perpisahan, maulid nabi, dan acara yang lainnya. Tak lupa juga akhlak dan perilaku baik tetap saya jalankan. Karena saya yakin bahwa jika seseorang memiliki perilaku dan akhlak yang baik, maka semua orang akan menghormati kita. Jadi semua ini juga sejalan dengan beberapa aspek- aspek perkembangan pada pendidikan anak usia dini yaitu yang meliputi Norma, Agama dan Moral, Sosial dan Emosional, Perkembangan bahasa, kreaivitas atau seni, kognitif serta fisik motorik. Semua aspek sudah bisa mencakup semua yang dibutuhkan oleh perkembangan anak usia dini. Pada Aspek yang pertama yakni Norma, Agam dan Moral ini sudah terlihat erat kaitannya dengan pancasila terutama sila kesatu yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa, dalam satu aspek akan mencakup beberapa kompetensi. Pada aspek Norma, agama dan Moral dapat dijabarkan diantaranya mengenali agama yang dianut, mengerjakan ibadah pada kegiatan ini biasanya di setiap TK UMUM yang mayoritas Islam atau di lembaga TK Islam akan ada praktek ibadah yang didampingi oleh pendidik, dengan bacaan, tata cara serta gerakan yang benar sehingga pada masa selanjutnya anak diharapkan sudah punya bekal dan ilmu dalam beribadah, berperilaku jujur dalam hal ini anak seharusnya selalu diarahan agar selalu berkata jujur dan beri reward kepada anak yang sudah berkata jujur, karena dengan begitu caranya akan lebih efektif dibanding hanya menyuruh- menyuruh saja tanpa ada action dari pendamping. Penolong, sopan, hormat, sportif, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, mengetahui hari besar agama, dan menghormati (toleransi) agama orang lain sehingga pada tahap ini anak harus sudah ditanamkan jiwa tolerasi agar kedepannya anak mengerti dan tidak bertanya- tanya pada diri atau mungkin bisa mendapat informasi yang kurang tepat. Sehingga apa saja yang belum pernah dilakukan anak dan ketika anak itu melakukan untuk pertama kali dan kebetulan kurang tepat maka sikap kita sebagai pendidik harus bisa memberi penjelasan dengan bahasa ringan atau yang mudah dipahami oleh anak agar anak mudah mengerti dan diingat oleh anak. Setelah itu ada fisik motorik dalam hal ini penanaman karakter pancasila juga bisa ditanamkan, dengan berbagai kegiatan yang menyenangkan, karena pada saat anak sedang senang maka apa yang diberikan kepada anak akan mudah diserap. Selanjutnya ada aspek kognitif yang mana disini anak akan belajar memcahkan suatu masalah, berpikir logis misalnya mengenal beberapa pebedaan, klasifikasi, pola, berinisiatif, berencana serta mengenal sebab akibat. Anak juga dapat berpikir simbolik misal mengenal lambang urung garuda misalnya, mengenal bilangan misal jumlah ekor burung garuda, jumlah lambang pancaasila dan lain sebagainya. Dilanjutkan pada aspek sosial emosional yang dapat mengembangkan kesadaran diri, rasa tanggung jawab terhadap siri dan orang lain, mengenali perasaan diri, mengendalikan diri, dan mampu menyesuaikan diri dengan orang lain dan lingkungan. Dalam hal mentaati peraturan, dapat belajar menghargai hak dan pendapat orang lain, bersikap kooperatif, toleran dan berperilaku sopan dan santun. Kemudian perkembangan bahasa, pada aspek ini anak didik diharapkan memahami reseptif bahasa yang meliputi dapat memahami cerita, perintah, aturan. Diharpkan juga anak didik dapat mengekspresikan bahasa yang meliputi dapat bertanya, menjawab pertanyaan dengan baik. Serta tidak lupa pada keaksaraan, karena memang penting dalam mengenal huruf karena akan berguna sekali untuk menunjang ke jenjang yang selanjutnya. Terakhir adalah aspek seni dimana disini anak akan beba bereksplorasi dan mengekspresikan dirinya, berimajinasi dengan goresan yang dituangkan dalam sebuah karya gambar atau warna, dengan musik, tarian, drama, dan mebuah suatu hasil karya lain yang mempunyai nilai kepandaian jamak. Sehingga apa yang dihasilkan dalam suatu karya memunyai makna dan manfaat , sehingga sebelum anak didik membuat suatu karya pendidik harus merencanakan, apalagi untuk mengaitkan dengan pancasila. Sehingga dalam aspek aapun anak akan bisa mengenali pancasila.    Pentingnya penanaman nilai-nilai Pancasila pada anak usia dini ini tidak lain agar karakter anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi dan kemampuan anak secara optimal. Selain itu juga untuk menumbuhkan sikap dan perilaku positif bagi anak. Dalam pendidikan Pancasila ini tidak terlepas dari sikap dan kepribadian, sehingga di dalamnya tidak hanya terbatas pada pengembangan kemampuan intelektualnya saja tetapi lebih kepada pengembangan karakter, sikap, dan perilaku anak.    Setidaknya agar karakter anak dapat terbentuk maka dibutuhkan peran keluarga sebagai tempat pertama kalinya anak mendapatkan sebuah pendidikan. Di sinilahlah orang tua berperan penting dalam menumbuhkan karakter anak. Salah satunya adalah melalui nilai-nilai Pancasila. Lantas, nilai-nilai apa saja yang ada di dalam Pancasila, yang dapat digunakan orang tua untuk mengoptimalisasikan penumbuhan karakter anak? ssPertama, menumbuhkan karakter anak melalui nilai ketuhanan. Karakter ini dapat ditumbuhkan dengan mengajarkan pengetahuan agama sejak dini. Selain itu juga perlu adanya praktik ibadah dalam kehidupan sehari-hari. Seperti membiasakan anak untuk berdoa sebelum dan sesudah belajar, berdoa sebelum dan setelah makan, maupun berdoa saat hendak berpergian. Sehingga karakter religius anak akan tumbuh dan saat dewasa nanti dapat terbentuk dengan baik. Kedua, menumbuhkan karakter anak melalui nilai kemanusiaan. Agar karakter maupun keterampilan sosial anak tumbuh secara optimal, di sini orang tua bisa mengajarkan anak untuk saling menghormati satu sama lain, peduli antar sesama, dan saling tolong menolong. Ketiga, menumbuhkan karakter anak melalui nilai persatuan dan kesatuan. Untuk mewujudkan ini bisa dilakukan melalui pembiasaan saling bekerja sama, bahu membahu, gotong royong dalam menyelesaikan suatu kegiatan. Misalnya di lingkungan keluarga anak dibiasakan untuk bekerja sama membereskan mainan untuk dikembalikan pada tempatnya. Keempat, menumbuhkan karakter anak melalui nilai permusyawaratan. Untuk menumbuhkan karakter ini orang tua dapat melatih anak untuk terbiasa makan bersama keluarga atau bisa juga dengan melibatkan anak untuk berdiskusi kecil saat menentukan aturan keseharian dalam keluarga. Kelima, menumbuhkan karakter anak melalui nilai keadilan sosial. Dalam menumbuhkan karakter ini orang tua perlu mengajari bagimana anak harus berterima kasih dan saling membantu antar sesama sehingga tercipta hubungan timbal balik yang positif.    Dengan menanamkan kelima nilai yang ada di dalam pancasila ini maka akan terbentuk suatu konsep kebaikan dalam diri anak untuk membentuk dan menumbuhkan budi pekerti luhur, akhlak mulia dan perilaku yang positif. Salah satu sarana bagi anak dalam mendapatkan pendidikan tersebut adalah keluarga. Keluarga merupakan komponen utama dan terpenting dalam mendukung pendidikan anak. Karena keluarga merupakan tempat awal bagi anak dalam mengenal dan mempelajari banyak hal dari orang tuanya. Orang tua memiliki peranan yang fital dalam mendidik anak di dalam keluarga. Karena orang tua yakni ayah dan ibu akan menjadi tempat belajar, bertanya, bahkan bermain bagi anak. Oleh karena itu saat masa keemasaan anak yakni usia 0 sampai 5 tahun, orang tua harus memberikan pendampingan yang intens kepada anak agar memiliki karakter yang baik serta terhindar dari pengaruh buruk. Faktanya dalam penerapan di kehidupan bermasyarakat orang tua hanya membebankan pendidikan anak kepada lembaga sekolah, anak pandai atau tidak diukur dari anak tersebu sekolah dimana dan siapa yang mengajarnya, sehingga apa yang terjadi terhadap anak adalah sepenuhnya tanggung jawab guru. Padahal anak hanyalah beberapa jam saja berada disekolahan bersama guru, tidak hanya guru yang harus bertanggung jawab, melainkan orang tua dan tetangga atau masyarakat juga memiliki andil dalam menjaga anak agar tidak berperilaku yang tidak semestinya. Sehingga semua yang ada disekitar anak dapat bersinergi serta menjadikan anak yang berkualitas secara moral dan intelektual baik dilingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Pendidikan anak itu tanggung jawab orangtua. Tidak ada yang menyangkal pandangan ini. Lalu, apa peran sekolah? Sekolah, sekolah hanyalah institusi yang membantu setiap orang tua dalam mendidik anak. Peran orang tua tetap yang utama. Jangan sampai terbalik, seolah sekolah memegang peran utama, sehingga orangtua bisa lepas tangan kalau sudah memasukkan anak ke sekolah. Artinya, bila tidak ada sekolah yang baik, atau sekolah yang ada tidak memuaskan, orangtua sebenarnya harus mengisi kekurangan itu dengan peran mereka. Dengan prinsip itu maka ada sejumlah oran tua yang memilih untuk tidak menyekolahkan anak ke sekolah formal, cukup menempuh pendidikan dengan cara homeschooling. Sebagai pendidik yang menempatkan diri sebagai pemeran utama pendidikan anak. Dalam hal pelajaran akademik, guru terlibat langsung mengajari anak-anak berbagai pelajaran yang mereka terima di sekolah. Guru membantu anak-anak untuk memahami dengan lebih baik, ketika mereka masih kesulitan memahami materi yang diajarkan di sekolah. Ada bagian yang diluruskan, ketika konsep yang diajarkan guru-guru keliru. Ada pula bagian yang di tambahkan, untuk pengayaan terhadap materi yang sudah diajarkan. Itulah yang harus dilakukan oleh orangtua. Bila sekolah sudah cukup memenuhi kebutuhan anak kita, maka kita tinggal memperkayanya. Tapi ketika sekolah kita anggap tidak memadai, maka kita harus melengkapinya. Bila diperlukan, kita harus mengambil peran utama dalam pengajaran materi-materi akademik itu. Pendidikan tentu bukan hanya soal materi akademik. Materi pelajaran itu sesungguhnya hanya bagian yang sangat kecil dari seluruh komponen pendidikan anak-anak kita. Yang lebih penting dari itu adalah pembentukan karakter, seperti gigih dan tangguh, tertib, bersih, hormat dan menghargai orang lain, dan sebagainya, seperti yang tertera pada intisari Pancasila. Sebagian dari kebutuhan itu tentu saja bisa kita harapkan dipenuhi oleh sekolah. Tapi sekali lagi, peran terbesar dalam pembentukannya harus ada pada orangtua. Porsi terbesar dalam pendidikan anak sebenarnya tidak melalui proses pengajaran, tapi melalui interaksi. Guru berinteraksi dengan anak setiap hari, dari situ guru menanamkan nilai-nilai. Interaksi itu dimulai dari sapaan, sentuhan, dan berbagai aktivitas yang kita lakukan bersama. Pembangunan karakter tadi tidak bisa hanya melalui nasihat verbal saja. Karena itu, interaksi adalah pusat dalam pendidikan anak kita. Nah, ketika anak-anak justru kita jauhkan dari kita, bukankah itu menghilangkan komponen terbesar tadi? Banyak orangtua berdalih bahwa mereka tidak mampu melakukan itu semua. Dalam banyak kasus, para orangtua itu bukan tidak mampu, tapi tidak tahu atau tidak sadar. Mereka mengira pendidikan identik dengan sekolah. Yang sudah tahu, tidak punya cukup keinginan untuk melaksanakannya. Yang tidak mampu, tidak punya keinginan belajar, agar menjadi mampu. Setiap orang perlu belajar untuk menjadi orangtua. Menjadi orangtua bukan sekadar memenuhi hasrat seksual, yang akibat biologisnya adalah punya anak. Juga bukan sekadar untuk memenuhi kebutuhan psikologis, menikmati interaksi dengan anak hanya pada bagian yang kita sukai saja. Juga bukan untuk memenuhi kebutuhan sosial, punya anak karena orang lain punya anak. Saat anak sudah hadir di kandungan, pasangan orang tua harus tahu bagaimana ia harus diperlakukan. Salah perlakuan bisa membuat bayi tadi terancam jiwanya, atau lahir cacat. Saat bayi sudah lahir, maka orangtua harus tahu bagaimana cara merawatnya. Perawatan diperlukan tidak hanya untuk fisik saja, tapi juga untuk kebutuhan psikisnya. Demikian pula seterusnya. Orangtua tidak boleh berhenti belajar, guna memenuhi kebutuhan untuk mendidik anak-anaknya. Banyak orangtua enggan melakukan itu. Makin besar anak tumbuh, makin kompleks kebutuhan pendidikannya. Artinya, makin kompleks hal-hal yang harus dipelajari. Guna mendorong anak agar tertarik belajar program komputer,berarti harus belajar ulang tentang dasar-dasar pemrograman, misalnya. Kita harus terus belajar, karena kebutuhan anak kita yang sangat dinamis. Sehingga dalam hal ini kebutuhan akan pemupukkan jiwa- jiwa nasionalis juga harus selalu dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman. Jadi, sebenarnya tidak ada istilah tidak bisa dalam mendidik anak sendiri. Yang ada hanyalah tidak mau. KESIMPULAN Pendidikan Anak Usia Dini merupakan pondasi, sehingga harus dibangun secara kuat. Kuat dalam akhlak, norma, kogniif dan Sosial. Pancasila sebagai dasar negara tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pendidikan. Implementasi pancasila dalam pendidikan formal, non formal maupun informal. Pancasila adalah dasar Negara Indonesia tetapi banyak masyarakat yang tidak menerapkan dasar Negara kita ini baik dari kalangan bawah hingga kalangan tinggi. Ada tradisi disetiap sekolah dari mulai Pendidikan Anak Usia Dini hingga Sekolah Menengah yaitu upacara bendera yaitu yang salah satunya pembacaan teks pancasila. Walaupun dari Pendidikan Dini melakukan upacara tetapi hanya sedikit orang yang menerapkan pancasila tersebut karena dari usia dini belum diajarkan padahal Memori anak usia dini paling mudah merekamnya. Cara ini bias jadi menjadi salah satu jalan keluar untuk membuat anak-anak mulai mengenali sila demi sila dalam Pancasila dan mulai diajari nilai-nilai yang tercermin dari tiap sila itu. Sebagaimana kita lihat bahwa rentang usia 4 - 6 tahun disebut dengan masa usia dini, yang merupakan masa keemasan bagi seseorang karena masa inilah seluruh informasi dapat diserap dengan mudah dan cepat oleh anak melalui seluruh panca indranya. Sebagai analoginya bahwa anak ibarat spons yang mampu menyerap air tanpa peduli apakah air itu bersih atau kotor, oleh karena itu masa ini sering disebut dengan masa kritis untuk memperkenalkan dan menanamkan segala hal yang positif dan berguna bagi perkembangan anak dimasa selanjutnya. Dengan pembelajaran terpadu anak diajak untuk bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain. Contohnya Penanaman nilai-nilai luhur yang tercermin dalam Pancasila diajarkan kepada anak-anak melalui sikap dan perilaku mereka. Misalnya, nilai ketuhanan dikenalkan kepada anak-anak melalui kegiatan sembahyang bersama. Nilai kebersamaan yang merupakan penjabaran nilai persatuan dikenalkan kepada anak-anak melalui permainan yang menonjolkan pentingnya kerja sama di antara mereka. Itulah contoh penerapan pacasila dalam usia dini. Jika diterapkan dan diperkenalkan terus menerus tentang isi pancasila maka anak tersebut akan mudah menghafal ini cara efektif agar anak dapat menerapkan pancasila di kehidupannya. Karena kurangnya penerapan nilai-nilai pancasila yang terjadi sekarang ini harus mulai kita perbaiki. Dengan pendidikan pancasila di usia dini anak diperkenalkan tentang apa itu pancasila dan cara mengamalkan pancasila. Namun, pengenalan dan penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari anak usia dini tersebut juga tidak hanya menjadi tanggung jawab guru di sekolah. Orangtua pun seharusnya ikut memberikan perhatian serius terhadap pentingnya pengenalan Pancasila maupun penerapan nilai-nilai Pancasila di rumah. Namun, pengalaman baik yang telah ditanamkan kepada anak usia dini sebaiknya jangan sampai terputus saat anak memasuki sekolah dasar. Penanaman nilai dalam sikap hidup sehari-hari anak didik di sekolah maupun di rumah harus terus berlanjut. Mata rantai pendidikan moral yang telah dilakukan di lembaga pendidikan usia dini seharusnya diteruskan kalangan pendidik di sekolah dasar. Ini penting dilanjutkan sesuai bobot pertumbuhan dan perkembangan anak. DAFTAR PUSTAKA Mulyana, Aina. Juni 1, 2018. Pendidikan Kewarganegaraan. Dikuip : Oktober 21, 2019.Dari : https://ainamulyana.blogspot.com/2018/06/undang-undang-uu-nomor-20-tahun-2003.html