BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini secara luas diakui bahwa zat pengatur tumbuh (ZPT) memiliki
peran pengendalian yang sangat penting dalam dunia tumbuhan. Saat ini, ZPT
tanaman dipergunakan secara luas di dunia pertanian dengan berbagai tujuan, di
antaranya penundaan atau percepatan pematangan buah, perangsangan perakaran,
peningkatan peluruhan daun atau pentil buah, pengendalian perkembangan buah,
pemberantasan gulma, pengendalian ukuran organ, dan lain-lain.
Pada pertengahan 1800-an, ahli fisiologi tumbuhan bangsa Jerman yang
terkenal, Julius von Sachs menduga bahwa bentuk tumbuhan disebabkan oleh adanya
kegiatan senyawa-senyawa ”pembentuk organ” yang bersifat spesifik, seperti
senyawa ”pembentuk daun”,”pembentuk bunga”, dan lain-lain (Heddy,1996). Namun
usaha untuk mengisolasi senyawa-senyawa semacam ini belum berhasil. Penelitian
baru-baru ini menunjukkan bahwa tumbuhan mengandung senyawa-senyawa yang
mendorong inisiasi proses-proses biokimia yang akhirnya menyebabkan pembentukan
organ dan aspekaspek tumbuhan lainnya. Secara keseluruhan senyawa-senyawa
tersebut disebut fitohormon, yang mendorong inisiasi reaksi-reaksi biokimia dan
perubahan –perubahan komposisi kimia dalam tumbuhan. Faktor lingkungan seperti
cahaya dan suhu berinteraksi dengan fitohormon dan beberapa proses biokimia selama
tumbuh dan diferensiasi berlangsung.
Istilah hormon tumbuhan (fitohormon) diimbas oleh diketahuinya hormon
pada hewan dan manusia, yaitu suatu senyawa yang disintesis pada bagian tubuh
tertentu, dan dapat ditranspor melalui sistem aliran darah ke bagian tubuh yang lain
untuk mengatur respon fisiologis di tempat itu. Hormon tumbuhan adalah senyawa
organik yang disintesis di salah satu bagian tumbuhan dan dipindahkan ke bagian lain ,
dan pada konsentrasi yang sangat rendah mampu menimbulkan suatu respon fisiologis.
Orang pertama yang memperkenalkan istilah hormon dalam fisiologi tumbuhan yaitu
Fitting pada tahun 1910, dan sejak itu istilah hormon terus digunakan untuk memberi
batasan senyawa organik khusus yang terdapat secara alami dengan fungsi pengaturan
dalam tumbuhan.
Sampai sekarang ada lima kelompok hormon yang paling dikenal, walaupun
masih banyak lagi yang sudah pasti akan ditemukan. Kelima kelompok yang sudah
dikenal itu meliputi auksin,berbagai macam giberelin, beberapa sitokinin, asam
absisatdan etilen. Ketika semakin banyak hormon yang dapat dicirikan dan efek serta
konsentrasi endogennya dikaji dua hal menjadi jelas. Yang pertama, setiap hormon
mempengaruhi respon pada banyak bagian tumbuhan. Kedua, respon itu bergantung
pada spesies, bagian tumbuhan, fase perkembangan,konsentrasi hormon, interaksi
antar hormon yang diketahui,dan berbagai faktor lingkungan.
Istilah zat tumbuh mencakup hormon tumbuhan (alami) dan senyawa-senyawa
buatan yang dapat mengubah tumbuh dan perkembangan tumbuhan. Nama senyawa
tersebut dapat juga menyatakan kegiatan fisiologisnya, misalnya zat tumbuh daun, zat
tumbuh akar, dan sebagainya.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan fitohormon?
2. Bagaimana awal mula ditemukannya auksin?
3. Bagaimana struktur kimia dan apa saja macam-macam auksin?
4. Bagaimana biosintesis IAA pada hormon auksin?
5. Bagaimana deaktivasi IAA pada hormon auksin?
6. Bagaimana pengangkutan pada auksin?
7. Apa saja perananan auksin pada tumbuhan?
8. Bagaimana penggunaan auksin sinetis?
9. Bagaimana awal mula ditemukannya giberelin?
10. Apa saja bentuk-bentuk giberelin pada tanaman?
11. Bagaimana pengaruh fisiologis dari giberelin?
12. Bagaimana biosintesis dan pengangkutan giberelin?
13. Bagaimana awal mula ditemukannya sitokinin?
14. Bagaimana struktur kimia sitokinin?
15. Bagaimana metabolisme pada sitokinin?
16. Bagaimana tapak sintesis dan pengangkutan sitokinin?
17. Bagaimana peran hormon sitokinin pada tumbuhan?
18. Bagaimana mekanisme kerja sitokinin?
19. Bagaimana sejarah ditemukannya asam abisat ?
20. Bagaimana pengaruh fisiologis dari asam abisat?
21. Apa saja fungsi asam abisat?
22. Bagaimana persepsi asam abisat dan transduksi sinyal?
23. Apakah yang dimaksud hormon etilen?
24. Bagaimana struktur kimia dan karakteristik hormon etilen ?
25. Bagaimana awal ditemukannya etilen? \
26. Bagaimana biosintesis dan metabolisme hormon etilen?
27. Apa saja faktor yang mempengaruhi biosintesis protein ?
28. Apa saja peranan hormon etilen bagi tumbuhan?
29. Apa saja aplikasi hormon etilen dalam kehidupan sehari-hari?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan fitohormon.
2. Untuk mengetahui awal mula ditemukannya auksin.
3. Untuk mengetahui struktur kimia dan apa saja macam-macam auksin.
4. Untuk mengetahui biosintesis IAA pada hormon auksin.
5. Untuk mengetahui deaktivasi IAA pada hormon auksin.
6. Untuk mengetahui pengangkutan pada auksin.
7. Untuk mengetahui perananan auksin pada tumbuhan.
8. Untuk mengetahui penggunaan auksin sinetis.
9. Untuk mengetahui awal mula ditemukannya giberelin.
10. Untuk mengetahui bentuk-bentuk giberelin pada tanaman.
11. Untuk mengetahui pengaruh fisiologis dari giberelin.
12. Untuk mengetahui biosintesis dan pengangkutan giberelin.
13. Untuk mengetahui awal mula ditemukannya sitokinin.
2
14. Untuk mengetahui struktur kimia sitokinin.
15. Untuk mengetahui metabolisme pada sitokinin.
16. Untuk mengetahui tapak sintesis dan pengangkutan sitokinin.
17. Untuk mengetahui peran hormon sitokinin pada tumbuhan.
18. Untuk mengetahui mekanisme kerja sitokinin.
19. Untuk mengetahui sejarah ditemukannya asam abisat .
20. Untuk mengetahui pengaruh fisiologis dari asam abisat.
21. Untuk mengetahui fungsi asam abisat .
22. Untuk mengetahui persepsi asam abisat dan transduksi sinyal.
23. Untuk mengetahui yang dimaksud hormon etilen.
24. Untuk mengetahui struktur kimia dan karakteristik hormon etilen.
25. Untuk mengetahui awal ditemukannya etilen.
26. Untuk mengetahui biosintesis dan metabolisme hormon etilen.
27. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi biosintesis protein.
28. Untuk mengetahui peranan hormon etilen bagi tumbuhan.
29. Untuk mengetahui aplikasi hormon etilen dalam kehidupan sehari-hari.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Fitohormon
Konsep zat pengatur tumbuh diawali dengan konsep hormon tanaman. Hormon
tanaman adalah senyawa-senyawa organik tanaman yang dalam konsentrasi yang rendah
mempengaruhi proses-proses fisiologis. Proses-proses fisiologis ini terutama tentang
proses pertumbuhan, differensiasi dan perkembangan tanaman. Proses-proses lain seperti
pengenalan tanaman, pembukaan stomata, translokasi dan serapan hara dipengaruhi oleh
hormon tanaman. Hormon tanaman kadang-kadang juga disebut fitohormon, tetapi istilah
ini lebih jarang digunakan.
Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan berfungsi
sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon tumbuhan. Bila
konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah gen yang semula tidak aktif
akan mulai ekspresi. Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian
dari proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup jenisnya, diantaranya jenis hormon tumbuhan yaitu auksin, giberelin,
sitokinin asam absisat/ABA, dan etilen .Dengan berkembangnya pengetahuan biokimia
dan dengan majunya industri kimia maka ditemukan banyak senyawa-senya-wa yang
mempunyai pengaruh fisiologis yang serupa dengan hormon tanaman. Senyawa-senyawa
sintetik ini pada umumnya dikenal dengan nama zat pengatur tumbuh tanaman (ZPT =
Plant Growth Regulator).
B. Auksin
a. Awal Mula Ditemukan Auksin
Pada akhir abad-19 Carles Darwin bersama putranya mempelajari tentang
gerak tropisme pada tumbuhan. Salah satu minat mereka adalah arah tumbuh tanaman
yang megikuti arah sumber cahaya, yang disebut fototropisme. Pada beberapa
percobaanya, Darwin menggunakan rumput kenari (Phalaris cnariensis), seperti rumpu
pada umumnya, daun muda rumpu ini diseubungi oleh organ pelindung yang disebut
koleoptil.
Koleoptil sangat sensitif terhadap cahaya, khususnya pada cahaya biru. Jika
salah satu sisinya disinari oleh cahaya biru, maka tananman akan tumbuh menuju
sumber cahaya dalam satu jam. Darwin menemukan bahwa ujung koleoptil dapat
merasakan cahaya. Saat mereka menutupi ujung daun dengan foil, daun tidak
membengkok kearah cahaya. Dari sini didapai daerah koeopi yang bertanggung jawab
untuk membengkok kan arah tumbuh anaman meuju cahaya yang disebut daerah
tumbuh, berada beberapa milimeter dibawah ujung.
Oleh karea itu, mereka menyimpulkan bahwa ada semacam sinyal diujung
daun yang berjalan menuju daerah tumbuh dan menyebabkan sisi berbayang tumbuh
4
lebih cepat dari pada yang disinari cahaya. Hasil dari percobaan mereka telah
ipublikasikan tahun 1881 dalam buku berjudul The Power of Movement in Plant.1
Setelah publikasi buku The Power of Movement in Plant, . pada tahun 1910,
Boysen-Jensen mendemonstrasikan stimulus melewati blok agar. Pada tahun 1918,
Paal menunjukkan jika apex dipotong dan ditempatkan kembali secara asimetris,
kelengkungan akan terjadi bahkan dalam gelap.
Zat aktif pertaka kali berhasil diisolasi oleh F. W. Went pada tahun
1928.seorang mahasiswa pascasarjana yang bekerja di laboratorium milik ayahnya di
Belanda. Menindak lanjui karya sebelumnya dari Boysen-Jensen dan Paal, Went
memotong ujung koleoptil oat (Avena sativa) dan meletakkan potongan apikal diatas
agar-agar kecil. Memberikan beberapa saat agar substrat berdifusi dari jaringan
menuju agar-agar, dia kemudian meletakkan agar-agar tersebut secara asimetris diatas
koleoptil yang baru dipotong. Zat tersebut kemudian menyebar dari blok ke dalam
koleoptil, hal ini merangsan pemanjangan sel-sel yang berada disisi koleoptil dibawah
agar-agar. Pembengkokan terjadi perbedaan panjang pada kedua sisi. Terlebih lagi,
kelengkungan yang terjadi sebanding dengan konsenrasi zat aktif dalam agar-agar.
Apa yang dilaukan Went sangat penting dalam 2 hal: pertama, ia menegaskan
keberadaan zat pengatur pada pucuk koleoptil, dan kedua, dia mengembangkan sarana
untuk isolasidananalisis kuantutitaif za aktif. Karena Went menggunakan koleoptil
dari bibit avena, uji kuantitatifnya disebut dengan Avena curvature test. Zat aktif pada
tes ini disebut auxin,, berasal dari bahasa Yunani auxein (tumbuh).2
b. Struktur Kimia dan Macam-Macam Auksin
Pada pertengahan 1930, ditemukan bahwa auksin mengandung senyawa
indole-3-acidic acid (IAA). IAA merupakan senyawa dengan strukur yang sederhana,
sehingga banyak laboratorium yang mencoba untuk menyintesis. beberapa hasil
sintesis digunakan dalam bidang holikultur dan agrikulutur.3
Penemuan IAA menstimulasi pencarian senyawa lain dengan aktivias serupa.
Hasilnya ditemukan berbagai bahan kimias intetis yang berkerja layaknya auksin.
Salah satu bahan kimia tersebut adalah indole-3-butyric acid (IBA), bahan kimia IBA
dapat diisolasi dari biji dan daun jagung dan beberapa spesies lain. IAA yang
terklorinasi (4-chloroindoleacetic acid, atau 4-chloroIAA) juga dilaporkan dapat
diekstrak dari biji polong dan memiliki strukur yang irip dengan IAA, dasecara alami
asam aromatik phenyl acetic acid (PAA) dilaporkan memiiki akivitas seperi auksin.
Karena IBA, 4-chloroIAA, dan PAA dapat diisolasi dari tanaman, memiliki struktur
yang mirip dengan IAA dan menyebabkan respon yang sama seperti auksin , ada
argumen kuat yang menyatakan IBA, 4-chloroIAA, dan PAA termasuk hormonn alami.
Namun, belum diketahui apakah mereka akif secara otomatis atau harus dikonversi
1
Lincoln Taiz dan Eduardo Zeiger, Plant Physiology Tirth Editions, (USA: Sinauer Assosiation, 2002)., hlm.
424
2
William G. Hopskin dan Norman P. A., Introduction to Plan Physiology fourth edition, (USA: The Univesity
of Western Ontario, 2008)., hlm. 307
3
Lincoln Taiz dan Eduardo Zeiger, Plant Physiology Tirth Editions,.........., hlm. 424
5
menjadi IAA. Secara kimiawi, salah satu ciri dari auksin yang terlihat adalah rantai
samping yang bersifat asasm pada sebuah cicncin aromatik.
Kadar IAA pada tanaman teregantung pada beberapa faktor seperti tipe dan
usia jaringan dan keadan tumbuh. Dalam jaringan vegetatif misalnya, jumlah IAA
berkurang antara 1 μg hingga 100 μg/kg berat tanaman, tetapi pada biji terdapat jauh
lebih tinggi. Dalam satu studi, diperkirakan bahwa endosperm jagung pada hari
keempat setelah perkecambahan mengandung 308 picomol (pmole=10-12 mol) IAA.
Pada saat yang bersamaan, pucuk jagung mengandung 27 picomol dan diperlukan
input sebesar 10 pmole IAA/jam unuk mendukung pertumbuhan. Banyaknya jumlah
IAA pada benih/biji berfungsi untuk mendukung pertumbuhan cepat bibit muda saat
berkecambah.4
Gambar: Struktur Senyawa Auksin Alami (Sumber: Introduction to Plant Physiology, 2008)
Gambar: Struktur Auksin Sisntetis (Sumber, Introduction to Plant Physiology, 2008)
4
William G. Hopskin dan Norman P. A., Introduction to Plan Physiology fourth edition,.........., hlm. 308
6
c. Biosintesis IAA
IAA secara struktural berhubungan dengan asam amino triptofan, dan studi
awal tentang biosinesis auksin berfokus pada triptofan sebagai prekursor. Namun,
penggabungan tryptophan berlabel eksogen (misal., [3H] tryptophan) ke IAA oleh
jaringan tanaman telah terbukti sulit untuk ditunjukkan. Namun demikian, tidak sedikit
bukti yang menunjukkan bahwa tanaman mengubah triptofan menjadi IAA melalui
beberapa jalur, yaitu.
1. IPA pathway.
Jalur indole-3-pyruvic acid (IPA), mungkin yang paling umum dari jalur
yang bergantung pada triptofan. Jalur melibatkan reaksi deaminasi untuk
membentuk IPA, diikuti oleh reaksi dekarboksilasi untuk membentuk indole-3asetaldehida (IAld). Indole-3-asetaldehida kemudian dioksidasi menjadi IAA oleh
dehidrogenase spesifik.
2. Jalur TAM.
Jalur tryptamine (TAM) mirip dengan IPApathway, kecuali urutan reaksi
deaminasi dan dekarboksilasi terbalik, dan enzim terlibat berbeda. Spesies yang
tidak memanfaatkan IPApathway memiliki jalur TAM. Setidaknya dalam satu
kasus (tomat), ada bukti memiliki IPA dan jalur TAM
3. Jalur IAN.
Pada jalur indole-3-asetonitril (IAN), triptofan pertama-tama dikonversi
menjadi indol-3-asetadoxime dan kemudian menjadi indol-3-asetonitril. Enzim
yang mengubah IAN menjadi IAA disebut nitrilase. Jalur IAN mungkin penting
dalam hanya tiga famili tumbuhan yakni : Brassicaceae (keluarga mustard),
Poaceae (famili rumput), dan Musaceae (famili pisang). Namun demikian, gen
atau aktivitas seperti nitrilase baru-baru ini telah diidentifikasi di Cucurbitaceae
(keluarga squash), Solanaceae (keluarga tembakau), Fabaceae (polong-polongan),
dan Rosaceae (rose family).
Empat gen (NIT1 hingga NIT4) yang mengkode enzim nitrilase kini telah
dikloning dari Arabidopsis. Ketika NIT2 diekspresikan dalam tembakau transgenik,
tanaman yang dihasilkan memperoleh kemampuan untuk menanggapi IAN sebagai
auksin dengan menghidrolisisnya menjadi IAA.
Jalur biosintesis lain yang bergantung pada triptofan—jalur yang
menggunakan indole-3-acetamide (IAM) sebagai perantara—digunakan oleh
berbagai bakteri patogen, seperti Pseudomonas savastanoi dan Agrobacterium
tumefaciens. Jalur ini melibatkan dua enzim tryptophan monooxygenase dan IAM
hydrolase. Auksin yang diproduksi oleh bakteri ini sering menimbulkan perubahan
morfologi pada inang tanamannya.
Selain jalur yang bergantung pada triptofan, studi genetik baru-baru ini telah
memberikan bukti bahwa tanaman dapat mensintesis IAA melaui satu atau lebih
jalur independen triptofhan. Keberadaan beberapa jalur untuk biosintesis IAA
membuat hampir mustahil bagi tanaman untuk kehabisan auksin dan mungkin
7
merupakan cerminan dari peran penting hormon ini dalam perkembangan
tanaman.5
Gambar: Berbagai Macam Jalur Biosintesis Auksin (Sumber: Plant Physiology, 2002)
Bukti untuk biosintesis IAA melalui jalur tryptophan-independen telah
diperoleh dari mutan jagung dan Arabidopsis. Bibit mutan pericarp oranye (orp) dari
Zea mays kekurangan enzim tryptophan synthase, yang mengkatalisasi langkah
terakhir dalam sintesis triptofan.. Meskipun biji yang membawa mutasi orp
berkecambah secara normal, mereka tidak dapat bertahan dengan kapasitas yang sama
dengan sintesis tryptophan yang sudah selesai. Kandungan IAA dari bibit mutan,
bagaimanapun, adalah sebanyak 50 kali lipat lebih tinggi dari bibit jenis liar. Beberapa
mutan yang memerlukan triptofan juga telah diisolasi dari Arabidopsis. Dua dari
mutan ini, trp2 dan trp3, juga kekurangan tryptophan synthase dan tidak dapat
mengubah indole-3-gliserol fosfat menjadi tryptophan. Bibit trp2 dan trp3, tidak
seperti orp, tidak mengakumulasi IAA bebas tetapi mereka mengandung kadar IAA
terkonjugasi yang meningkat. Rupanya, trp2 dan trp3 menyimpan kelebihan IAA
dalam bentuk terkonjugasi. Eksperimen pelabelan radioisotop pada jagung dan
Arabidopsis telah mengkonfirmasi bahwa IAA disintesis dari beberapa prekursor
selain triptofan.
5
Lincoln Taiz dan Eduardo Zeiger, Plant Physiology Tirth Editions,.........., hlm. 428
8
Jalur yang tepat untuk sintesis IAA bebas triptofan tidak diketahui. Namun,
mutan trp2 dan trp3 Arabidopsis tidak mengakumulasikan indole-3-asetonitril.
Arabidopsis juga mengandung enzim triitrilase yang diperlukan untuk mengubah
indole-3-asetonitril menjadi IAA, sehingga melibatkan indol-3-asetonitril sebagai zat
antara. Sumber indole-3-asetonitril tidak diketahui, meskipun akumulasinya dalam
mutan triptofan menunjukkan jalur independen triptofan untuk biosintesis indol-3asetonitril juga. Diketahui bahwa indole-3-asetonitril dapat diturunkan dari
glukobrassisin, glukosinolat utama yang ada pada anggota famili Cruciferae. Rincian
jalur tryptophan-indole-3-asetonitril independen untuk biosintesis auksin dan apakah
itu terbatas pada Arabidopsis atau brassica, atau lebih luas, masih harus ditentukan.6
d. Deaktivasi IAA
IAA dalam larutan berair relatif tidak stabil dan mudah terdegradasi oleh
berbagai agen, termasuk asam, radiasi ultraviolet dan pengion, dan cahaya tampak,
yang terakhir terutama di hadapan pigmen peka seperti riboflin. Namun, degradasi
IAA in situ muncul terutama karena oksigen dan peroksida, baik secara terpisah atau
kombinasi, dengan adanya sistem redoks yang sesuai.
Inaktivasi zat pemacu pertumbuhan Avena oleh ekstrak daun berair pertama
kali dilaporkan pada 1930-an, bahkan sebelum prinsip aktif diidentifikasi sebagai IAA.
Enzim yang bertanggung jawab untuk menonaktifkan IAA pertama kali diisolasi dari
ekstrak tanaman pada tahun 1940-an dan disebut IAA oksidase. Kemudian, enzim
peroksidase, bersamaan dengan flopoprotein, ditunjukkan untuk mengkatalisasi
oksidasi IAA dan pada saat yang sama melepaskan CO2. Dekarboksilasi oksidatif IAA
oleh peroksidase sekarang diketahui identik dengan IAA oksidase. Dekarboksilasi
oksidatif in vitro IAA telah dipelajari secara luas dengan puriadish peroxidase lobak.
Karena produk akhir oksidasi IAA secara fisiologis tidak aktif, oksidasi IAA adalah
cara yang efektif untuk mengeluarkan molekul hormon begitu telah mencapai
tujuannya. Penelitian yang lebih baru dengan buah tomat hijau, Vicia faba, dan spesies
lain telah menunjukkan bahwa konjugasi IAA dengan asam amino seperti alanin atau
asam aspartat juga menyebabkan deaktivasi yang tidak dapat diubah.7
e. Pengangkutan Auksin
Poros utama pucuk dan akar, bersama dengan cabangnya, menunjukkan
perbedaan struktural antara dasar dengan pucuk, dan perbedaan struktural ini berawal
pada perbedaan transportasi auksin. Segera setelah Went mengembangkan tes
kelengkungan koleoptil untuk auksin, ditemukan bahwa IAA bergerak terutama dari
apikal ke ujung basal (secara basipetal) pada bagian-bagian oat koleoptil yang
dipotong. Jenis pengangkutan searah ini disebut pengangkutan kutub. Auksin adalah
satu-satunya hormon pertumbuhan tanaman yang diketahui diangkut secara polar.
Karena apeks pucuk berfungsi sebagai sumber utama auksin untuk seluruh
tanaman, transportasi kutub telah lama diyakini sebagai penyebab utama gradien
6
7
Ibid.,
William G. Hopskin dan Norman P. A., Introduction to Plan Physiology fourth edition,........., hlm. 311
9
auksin yang memanjang dari ujung pucuk ke ujung akar. Gradien auksin longitudinal
dari pucuk ke akar mempengaruhi berbagai proses perkembangan, termasuk
pemanjangan batang, dominasi apikal, penyembuhan luka, dan penuaan daun.
Baru-baru ini telah diketahui bahwa sejumlah besar transportasi auksin juga
terjadi di floem, dan floem mungkin merupakan rute utama di mana auksin diangkut
secara akropetal (yaitu, menuju ujung) di akar. Dengan demikian, lebih dari satu jalur
bertanggung jawab atas distribusi auksin pada tanaman.
a. Pengangkutan polar
Untuk mempelajari pengangkuan polar, para peneliti telah menggunakan
metode blok agar-agar donor-penerima: Sebuah blok agar-agar yang mengandung
auksin berlabel radioisotop (blok donor) ditempatkan pada salah satu ujung
segmen jaringan, dan blok penerima ditempatkan di ujung yang lain. Pergerakan
auksin melalui jaringan ke dalam blok penerima dapat ditentukan dari waktu ke
waktu dengan mengukur radioaktivitas dalam blok penerima.
Dari banyak penelitian semacam itu, sifat umum dari pengangkutan polar
IAA telah diketahui. Jaringan berbeda dalam tingkat polaritas pengangkutan IAA.
Pada koleoptil, batang vegetatif, dan tangkai daun, transportasi basipetal
mendominasi. Transportasi kutub tidak dipengaruhi oleh orientasi jaringan
(setidaknya dalam periode waktu yang singkat), sehingga tidak tergantung pada
gravitasi.
Demonstrasi sederhana dari kurangnya efek gravitasi pada transportasi
kutub ditunjukkan pada. Ketika stek batang (dalam hal ini bambu) ditempatkan di
ruang lembab, akar adventif selalu terbentuk di ujung basal stek, bahkan ketika
stek terbalik. Karena diferensiasi akar dirangsang oleh peningkatan konsentrasi
auksin, auksin harus diangkut secara basipetal di batang bahkan ketika
pemotongan berorientasi terbalik.
Gambar: Metode untuk Menguji Pengakuan Polar Auksin (Sumber: Plant Physioloy,
2002)
10
Pengangkutan polar berlangsung dengan cara sel ke sel, bukan melalui
symplast. Yaitu, auksin keluar sel melalui membran plasma, berdifusi melintasi
senyawa tengah lamella, dan memasuki sel di bawahnya melalui membran plasma.
Hilangnya auksin dari sel disebut auksin eflux; masuknya auksin ke dalam sel
disebut serapan auksin atau influx. Proses keseluruhan membutuhkan energi
metabolisme, yang dibuktikan dengan sensitivitas transportasi kutub terhadap
kekurangan O2 dan inhibitor metabolik.
Kecepatan pengangkutan polar auksin adalah 5 hingga 20 cm jam -1 - lebih
cepat dari laju difusi, tetapi lebih lambat daripada tingkat translokasi floem.
Transportasi kutub juga spesifik untuk auksin aktif, baik yang alami maupun
sintetis. Baik analog auksin yang tidak aktif maupun metabolit auksin tidak
diangkut secara polar, menunjukkan bahwa transpor polar melibatkan pembawa
protein spesifik pada membran plasma yang dapat mengenali hormon dan analog
aktifnya.
Situs utama transportasi auksin kutub basipetal pada batang dan daun adalah
jaringan parenkim vaskular. Coleoptiles tampaknya menjadi pengecualian dalam
transpor kutub basipetal yang terjadi terutama pada jaringan nonvaskular.
Transportasi kutub acropetal dalam akar secara khusus dikaitkan dengan parenkim
xilem dari prasasti. Namun, seperti yang akan kita lihat nanti dalam bab ini,
sebagian besar auksin yang mencapai ujung akar ditranslokasi melalui floem.8
f. Perananan Auksin
a. Pemanjangan sel
Menurut hipotesis pertumbuhan asam, pompa yang terleta didalam
membran plasma memainkkan peranan dalam respon pertumbuhan dari sel-sel
terhadap auksin. Pada daerah pemanjangan suatu tunas, auksin merangasang
pompa proton, yaiu sau indakan yag menurunkan pH pada dinding sel.
Pengsaman dinding inimengakifkan enim-ezim yang memecahkan ikatan silang
(ikatan hidrogen) yang terdapat antara mikrofibril-mikrofibril selulosa, sehingga
meonggarkan serat-serat dinding sel. Karena dindingnya sekarang lebih plastis ,
sebebas mengambil airmealui osmosis dan berambah panjang. Namun agar bisa
tumbuh terus setelah perubahan awal ini, sel-sel harus membuat lebih banyak
sitoplasma dan bahan-bahan dinding.9
8
Lincoln Taiz dan Eduardo Zeiger, Plant Physiology Tirth Editions,.........., hlm. 432
Neil A. Cambell. dkk, Biologi Jilid 2 edisi 5. (Jakarta, Penerbit Erlangga,2003)., hlm. 382
9
11
Gambar : Pemanjangan Sel Sebagai Respon Terhadap Auksin (Sumber: Biologi, 2003)
b. Gerak fototropisme
Gerakan fotoropisme diperngaruhi oleh photropin, yaiu protein kinase
autofosforilasi yang aktivitasnya dirangsang oleh cahaya biru. Phototropin
mengakibatkan gradien lateral dalam fosforilasi selama paparan cahaya biru
unilateral dengan fasih rendah. Menurut hipotesis saat ini, gradien dalam
fosforilasi fototropin menginduksi pergerakan auksin ke sisi teduh dari koleoptil.
Setelah auksin mencapai sisi yang teduh dari ujung, itu diangkut secara basipetal
ke zona perpanjangan, di mana ia merangsang pemanjangan sel. Akselerasi
pertumbuhan pada sisi yang teduh dan perlambatan pertumbuhan pada sisi yang
diterangi (pertumbuhan diferensial) memunculkan kelengkungan ke arah cahaya.
g. Penggunaan auksin sinetis
Hormon dan bahan kimia pengatur lainnya sekarang digunakan dalam berbagai
aplikasi yang diinginkan untuk alasan komersial untuk mengendalikan beberapa aspek
pengembangan pabrik.
Auksin sintetis digunakan dalam aplikasi komersial sebagian besar karena
mereka tahan terhadap oksidasi oleh enzim yang menurunkan IAA. Selain
stabilitasnya yang lebih besar, auksin sintetis seringkali lebih efektif daripada IAA
dalam aplikasi spesifik. Salah satu penggunaan auksin yang paling luas ditemui oleh
konsumen adalah penggunaan 2,4-D dalam pengendalian gulma. 2,4-D dan senyawa
sintetis lainnya, seperti 2,4,5-T dan dicamba, mengekspresikan aktivitas auksin pada
konsentrasi rendah, tetapi pada konsentrasi yang lebih tinggi adalah herbisida yang
efektif.
Pengenalan 2,4-D dan 4-chlorophenoxyacetic acid (4-CPA) sebagai herbisida
pada tahun 1946 merevolusi pendekatan kami dalam pertanian. Untuk alasan yang
tidak jelas, asam fenoksiasetat terklorinasi secara selektif beracun bagi spesies berdaun
lebar. 2,4-D tetap menjadi komponen utama campuran ‘gulma-dan-pakan’ untuk
perawatan di halaman rumah serta untuk mengendalikan gulma daun lebar dalam
12
tanaman sereal. Auxin sintetik disukai dalam aplikasi komersial karena biayanya yang
rendah dan stabilitas kimianya yang lebih besar.
Asam indolebutirat dan asam naftalenaasetat keduanya banyak digunakan
dalam perbanyakan vegetatif — perbanyakan tanaman dari stek batang dan daun.
Aplikasi ini dapat ditelusuri ke kecenderungan auksin untuk merangsang pembentukan
akar adventif. Umumnya dipasarkan sebagai preparasi 'hormon rooting', auksin,
biasanya asintetik sintetis, DNAA atau IBA, dicampur dengan bahan lembam seperti
bedak. Stek batang dicelupkan ke dalam bubuk sebelum ditanam di hamparan pasir
basah untuk mendorong pembentukan akar.
4-CPA dapat disemprotkan pada tomat untuk meningkatkan bunga dan set
buah, sementara NAA umumnya digunakan untuk menginduksi bunga pada pohonpohon apel. Efek samping ini secara otomatis disebabkan oleh produksi etilen yang
diinduksi auksin. NAA juga digunakan baik untuk menipiskan buah maupun
mencegah buah-buah dan buah pir preharvest pra panen. Ini melihat efek yang
berlawanan tergantung pada waktu aplikasi auksin dengan tahap yang tepat dari bunga
dan pengembangan buah. Membayar dalam buah-buahan awal, pendek setelah bunga
berbunga, meningkatkan absorpsi buah-buahan muda. (lagi, duetoauxininducedethylenproduksi) .Peningkatan diperlukan untuk mengurangi jumlah buah dan
mencegah terlalu banyak buah-buahan kecil berkembang. Berbunyi ketika buah
matang memiliki efek sebaliknya, mencegah jatuhnya buah prematur dan menjaga
buah di pohon sampai sepenuhnya matang dan siap panen.
Penggunaan auksin sintetik, terutama bentuk yang diklorinasi, digunakan
sebagai pendamping untuk disingkirkan oleh kelompok-kelompok pemerhati
lingkungan hidup karena potensi bahaya kesehatan. 2,4,5-T, misalnya, telah dilarang
secara hukum karena mengandung tingkat yang lebih tinggi dari insulin, bahan kimia
yang sangat karsinogenik.10
C. Giberelin
Zat pengatur tumbuh (ZPT) lain yang sering ditambahkan kedalam medium
adalah Giberellin, ZPT yang dalam bentuk larutan pada temperatur tinggi mudah
kehilangan sifatnya sebagai ZPT. Giberellin (asam Giberellate) dalam dosis tinggi
menyebabkan gigantisme, sesuai dari penemuan awal yang menunjukkan bahwa ZPT ini
berefek meningkatkan pertumbuhan sampai beberapa kali. Giberellin berpengaruh
terhadap pembesaran dan pembelahan sel, pengaruh Giberellin ini mirip dengan auksin
yaitu antara lain pada pembentukan akar. Giberellin dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan jumlah auksin endogen.11
a. Sejarah
Giberelin pertama kali ditemukan di Jepang pada tahun 1930an oleh oleh
Kurosawa yang mempelajari gejala penyakit padi "bakanaebyo" atau penyakit bibit
10
11
William G. Hopskin dan Norman P. A., Introduction to Plan Physiology fourth edition,.........., hlm. 314
Fauziyah Harahap, Fisiologi Tumbuhan: Suatu Pengantar, (Medan: UNIMED, 2012)., hlm. 82.
13
bodoh.12 Kajian dilakukan pada tanaman padi yang sakit, yang tumbuh terlalu tinggi.
Tanaman tersebut sering tak mampu menopang dirinya sendiri dan akhirnya
matiakibat kelemahan ini dan kerusakan oleh parasit. Penyakit bakanaebyo disebabkan
oleh cendawan Gibberella fujikuroi (fase aseksualnya atau fase tak sempurnanya
adalah Fusarium moniliforme). Pada tahun 1926, beberapa ahli patologi tumbuhan
mendapatkan bahwa ekstrak cendawan tersebut yang disemprotkan ke tanaman padi
menimbulkan gejala yang sama dengan cendawan itu sendiri; hal itu menunjukkan
bahwa bahan kimia tertentu dapat menimbulkan penyakit tersebut.13
Penyelidikan orang-orang Jepang ini tidak banyak menarik perhatian orang di
luar Jepang. Sampai pada akhir perang dunia II beberapa team ahli dari Inggris dan
Amerika Serikat mengunjungi Jepang dan menyadari akan penelitian-penelitian
mengenai giberelin ini. Sesudah studi yang mendalam di tiga Negara tersebut
diketahui bahwa giberelin terdiri dari sekurangkurangnya 6 macam giberelin yang
disebut GA1, GA2, GA3, GA4, GA7, dan GA9.14 Giberelin yang umumnya tersedia di
pasaran adalah GA3 yang dikenal juga dengan nama asam giberelat15 dimana giberelin
ini yang banyak dipergunakan pada penelitian-penelitian fisiologi tumbuhan. Di dalam
diskusi giberelin atau GA dipakai untuk giberelin yang telah diketahui struktur
kimianya (GA1, GA3, GA7 dan seterusnya) sedangkan zat-zat yang aktivitas
biologisnya seperti GA tetapi belurn diketahui struktur kimianya disebut Gibberellin
Like Compounds (GAL).16
b. Bentuk-bentuk Giberelin pada Tanaman
Telah diketahui bahwa lebih dari 50 jenis GA telah diisolasi dan
diidentifikasikan. Tiap-tiap jenis tanaman mempunyai beberapa jenis GA tertentu.
Metzger dan Zeev Vart (1980) mendapatkan 6 macam GA pada akar bayam Amerika
(spinach) yaitu: GA17, GA19, GA20, GA29, GA44 dan GA53. Jenis-jenis GA yang sama
juga terdapat pada biji muda dari Vicia faba. Pada biji kacang kapri yang sedang
mengalami proses pematangan terdapat 7 jenis GA yaitu: GA9, GA17, GA20, GA29,
GA44 dan GA51. Pada waktu biji tersebut matang tidak terdapat GA-GA yang bebas
lagi, hanya terdapat "gibberellin like" yang tidak mempunyai aktivitas biologis lagi.
Selain GA bebas, di dalam tanamanpun telah ditemukan berbagai bentuk GA
yang terikat. Contoh: glukosa yang mengikat GA bebas, yang satu melalui gugus
hidroksil (GA1-glukosida) dan yang lain melalui gugus karboksil (GA4-glukosil ester).
Belum begitu jelas apakah bentuk terikat ini berfungsi sebagai GA cadangan atau GA
untuk ditranslokasikan atau kedua-duanya.
12
Mohammad Pessarakli, Handbook of Plant and Crop Physiology, second eidtion, (New York: Marcel Dekker,
Inc, 2001)., hml. 508.
13
Frank B Salisbury dan Cleon W Ross, Fisiologi Tumbuhan Jilid 3: Perkembangan Tumbuhan dan Fisiologi
Lingkungan, (Bandung: ITB Bandung, 1995)., hlm. 51.
14
Ibid., hlm. 83.
15
Revis Asra, Pengaruh Hormon Giberelin (GA3) Terhadap Daya Kecambah dan Vigoritas Calopogonium
caeruleum, Universitas Jambi: Biospecies Vol. 7 No.1, Januari 2014, hal. 30.
16
Ibid., hlm. 83.
14
Gambar: contoh GA3 (asam giberalat) yang dijual di pasaran. (Sumber: www.alibaba.com)
Sampai saat ini belum bisa dipahami mengapa tumbuh-tumbuhan mempunyai
begitu banyak GA. Apakah itu bukan suatu “artifac” (tetjadi selama prosedur ekstrak).
Mungkin tidak semua GA yang terdapat dalam tanaman itu aktif. Perlu penelitian
lanjutan mengenai aktivitas dari jenis-jenis GA yang bebas itu, juga terhadap bentukbentuk terikat dari GA-GA tersebut.17
Gambar: struktur kimia GA1, GA3, GA12, ent-Kaurene dan ent-Gibberellane.
(Sumber: Plant Physiology, 2002)
Asetil-CoA, yang berperan penting pada proses respirasi berfungsi sebagai
prekursor pada sintesis GA. Kemampuannya untuk meningkatkan pertumbuhan pada
tanaman lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh auxin
apabila diberikan secara tunggal. Namun demikian auxin dalam jumlah yang sangat
sedikit tetap dibutuhkan agar GA dapat memberikan efek yang maksimal.
Sebagian besar tumbuhan dikotil dan sebagian kecil tumbuhan monokotil akan
tumbuh cepat jika diberi GA, tetapi tidak demikian halnya pada tumbuhan konifer
misalnya pinus. Jika GA diberikan pada tanaman kubis tinggi tanamannya bisa
mencapai 2 m. Banyak tanaman yang secara genetik kerdil akan tumbuh normal
setelah diberi GA.
17
Ibid., hlm. 85
15
Efek giberelin tidak hanya mendorong perpanjangan batang, tetapi juga terlibat
dalam proses regulasi perkembangan tumbuhan seperti halnya auxin. Pada beberapa
tanaman pemberian GA bisa memacu pembungaan dan mematahkan dormansi tunastunas serta biji.
Disintesis pada ujung batang dan akar, giberelin menghasilkan pengaruh yang
cukup luas. Salah satu efek utamanya adalah mendorong pemanjangan batang dan
daun. Pengaruh GA umumnya meningkatkan kerja auxin, walaupun mekanisme
interaksi kedua ZPT tersebut belum diketahui secara pasti. Demikian juga jika
dikombinasikan dengan auxin, giberelin akan mempengaruhi perkembangan buah
misalnya menyebabkan tanaman apel, anggur, dan terong menghasilkan buah
walaupun tanpa fertilisasi. Diketahui juga bahwa giberelin digunakan secara luas
untuk menghasilkan buah 7 anggur tanpa biji pada varietas Thompson. Giberelin
menyebabkan ukuran buah anggur lebih besar dengan jarak antar buah yang lebih
renggang di dalam satu gerombol. Giberelin juga berperan penting dalam
perkecambahan biji pada banyak tanaman. Biji-biji yang membutuhkan kondisi
lingkungan khusus untuk berkecambah seperti suhu rendah akan segera berkecambah
apabila disemprot dengan giberelin. Diduga giberelin yang terdapat di dalam biji
merupakan penghubung antara isyarat lingkungan dan proses metabolik yang
menyebabkan pertumbuhan embrio. Sebagai contoh, air yang tersedia dalam jumlah
cukup akan menyebabkan embrio pada biji rumputrumputan mengeluarkan giberelin
yang mendorong perkecambahan dengan memanfaatkan cadangan makanan yang
terdapat di dalam biji. Pada beberapa tanaman, giberelin menunjukkan interaksi
antagonis dengan ZPT lainnya misalnya dengan asam absisat yang menyebabkan
dormansi biji.
Giberelin (GAs) merupakan senyawa diterpenoid tetrasiklik dengan rangka entgibberalene yang disebut ent-kaurene. Ada 2 tipe utama GAs yaitu yang
mempertahankan kerangka entkaurene disebut C20-GAs atau punya atom carbon
penuh yaitu 20 C dan yang kehilangan C20 disebut ent20 non-gibberelane (C19-GAs)
atau atom carbon yang ke 20 hilang dalam metabolism. Saat ini telah ditemukan 89
jenis GAs, diberi nomor dari GA1-GA89. Menurut Weaver (1972), perbedaan utama
pada gibereline adalah: (a) pada beberapa gibereline mempunyai 19 buah atom karbon
dan yang lainnya mempunyai 20 buah atom karbon; (b) Grup hidroksil berada dalam
posisi 3 dan 13 (ent-gibberellene numbering system). Semua gibereline dengan 19
atom karbon adalah monocarboxylic acid yang mengandung COOH grup pada posisi 7
dan mempunyai sebuah lactonering. Di alam, dijumpai pula beberapa senyawa yang di
ekstrak dari tanaman. 8 Senyawa tersebut tidak mengandung gibereline atau
gibberellane structure tetapi termasuk ke dalam gibereline. Tetapi ada pula senyawa
lain yang ditemukan tanpa gibban skeleton yaitu "Steviol", namun aktivitasnya seperti
gibereline.
Macam-macam giberelin ada yang endogen mulai dari: GA1 sampai dengan
GA58 misalnya GA1 pada jagung, kacang tanah, pisang, tebu dan GA7 pada biji muda
mentimun. Disamping itu ada pula sintetik umumnya adalah GA3, tetapi ada juga GA4,
GA7, GA9 sintettik.
Sifat-sifat struktur yang diperlukan untuk aktivitas kimia giberelin adalah:
16
a.
b.
c.
Untuk aktivitas yang tinggi diperlukan adanya cincin A, B, C, D yang utuh dari
ent-giberelin
Gugus karboksil (COOH) pada C7 diperlukan untuk aktivitas yang tinggi
Gas yang paling atif adalah Gas yang mempunya ikatan lakton (CO-- O--C/CO
pada C19 dan C pada C10) pada cicin A.
Perbedaan GAs satu terhadap yang lain biasanya terletak pada:
1.
2.
c.
d.
Ada atau tidak adanya C20. C19-GAs pada GA1 smpai dengan GA11, dan C20-Gas
pada GA12 sampai dengan GA14.
Jumlah dan letak dari gugusan karboksil
a. 1 gugus karboksil → pada C7
b. Lebih dari 1 gugus karboksil → C7, C18, C19 dan C20
Letak ikatan tidak jenuh pada cincin A dan ini hanya untuk C19-GAS. Ikatan tak
jenuh dapat terletak pada ∆ 1,2; ∆ 2,3; ∆ 1,10.
Jumlah dan letak dari gugus hidroksil:
a. 1 gugus umumnya pada C3
b. > 1 gugus – C3 dan C13, C3 dan C1, C3 dan C16, C3 dan C218
c. Pengaruh Fisiologis dari Giberelin
Giberelin sebagai hormon tumbuh pada tanaman sangat berpengaruh pada sifat
genetik (genetic dwarfism), pembuangan, penyinaran, partohenocarpy, mobilisasi
karbohidrat selama perkecambahan (germination) dan aspek fisiologi lainnya.
Giberelin mempunyai peranan dalam mendukung perpanjangan sel (cell elongation),
aktivitas kambium dan mendukung pembentukan RNA baru serta sintesa protein.
1. Genetic dwarfism
Giberelin dapat mengatasi gejala genetic dwarfism karena fungsi giberelin
dalam pemanjangan sel, sehingga tanaman yang kerdil bisa menjadi lebih tinggi.
Genetic dwarfism adalah suatu gejala kerdil yang disebabkan oleh adanya mutasi.
Gejala ini terlihat dari memendeknya internodus (ruas batang). Terhadap Genetic
dwarfism ini, Giberelin mampu merubah tanaman yang kerdil menjadi tinggi. Hal
ini telah dibuktikan oleh Brian dan Hemming (1955). Dalam eksperimennya
dilakukan penyemprotan gibberellic acid pada berbagai varietas kacang. Hasil dari
eksperimen ini menunjukan bahwa gibberellic acid berpengaruh terhadap tanaman
kacang yang kerdil menjadi tinggi. Mengenai hubungannya dengan cell elengation,
dikemukakan bahwa giberelin mendukung pengembangan dinding sel.
Penggunaan giberelin akan mendukung pembentukan enzym protolictic yang akan
membebaskan tryptophan sebagai asal bentuk dari auxin. Hal ini berarti bahwa
kehadiran giberelin tersebut akan meningkatkan kandungan auxin. Mekanisme
lain menerangkan bahwa giberelin akan menstimulasi cell elengation, karena
adanya hidrolisa pati yang dihasilkan dari giberelin, akan mendukung
terbentuknya aamilase. Sebagai akibat dari proses tersebut, maka konsentrasi gula
18
I Wayan Wiraatmaja, Zat Pengatur Tumbuh Giberelin dan Sitokinin, (Denpasar: Universitas Udayana, 2017).,
hlm. 6-9.
17
meningkat yang mengakibatkan tekanan osmotik di dalam sel menjadi naik,
sehingga ada kecenderungan sel tersebut berkembang.19
a
b
Gambar: a. Efek GA1 eksogen pada jagung normal dan kerdil (d1). Gibberelin menstimulasi
elemen pemanjangan batang pada tanaman kerdil tetapi menghasilkan sedikit atau tidak sama sekali
pengaruh pada jenis tanaman liar tinggi. b. Kubis, dapat diinduksi untuk bunga dengan aplikasi
giberelin. Dalam kasus diilustrasikan, batang berbunga raksasa diproduksi. (Sumber: Plant Physiology,
2017)
2. Pembungaan (flowering)
Gibberelin sebagai salah satu hormon tumbuh pada tanaman, mempunyai
peranan dalam pembungaan. Umumnya giberelin tinggi menyebabkan tanaman
terhambat berbunga, sebaliknya tenaman terinduksi berbunga apabila kandungan
giberelinnya menurun. Namun demikian, hal tersebut tidak berlaku umum untuk
semua tanaman karena pada berbagai tanaman pembungaanya justru memerlukan
kandungan giberelin tinggi.
3.
19
Parthenocarpy dan fruit-set
Giberelin dapat Merangsang terbentuknya buah partenokarpi seperti anggur
dan tomat, sebab GA dapat merangsang pembuahan tanpa melelui penyerbukan.
Seperti auxin, giberelinpun berpengaruh terhadap parthenocarpy. Hasil penelitian
menunjukan bahwa gibberellic acid (GA3) lebih efektif dalam terjadinya
parthenocarpy dibanding dengan auxin yang dilakukan pada blueberry. Hasil
eksperimen lain menunjukan pula bahwa GA3 dapat meningkatkan tandan buah
(fruit set) dan hasil.
Ibid., hlm. 9
18
4.
Peranan Giberelin dalam pematangan buah (fruit ripening)
Pematangan (ripening) adalah suatu proses fisiologis, yaitu terjadinya
perubahan dari kondisi yang tidak menguntungkan ke suatu kondisi yang
menguntungkan, ditandai dengan perubahan tekstur, warna, rasa dan aroma.
Dalam proses pematangan ini, giberelin mempunyai peran penting yaitu mampu
mengundurkan pematangan (repening) dan pemasakan (maturing) suatu jenis
buah. Dari hasil penelitian menunjukan aplikasi giberelin pada buah tomat dapat
memperlambat pematangan buah, sedangkan gibberellic acid yang diterapkan
pada buah pisang matang, pemasakannya dapat ditunda. 20
5.
Mobilisasi bahan makanan selama fase perkecambahan (germination)
Biji cerealia terdiri dari embrio dan endosperm. Didalam endosperm
terdapat masa pati (starch) yang dikelilingi oleh suatu lapisan "aleuron".
Sedangkan embrio itu sendiri merupakan suatu bagian hidup yang suatu saat akan
menjadi dewasa. Pertumbuhan embrio selama perkecambahan bergantung pada
persiapan bahan makanan yang berada di dalam endosperm. Untuk keperluan
kelangsungan hidup embrio maka terjadilah penguraian secara enzimatik yaitu
terjadi perubahan pati menjadi gula yang selanjutnya ditranslokasikan ke embrio
sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya. Dari hasil penelitian menunjukan
bahwa giberelin berperan penting dalam proses aktivitas amilase. Hal ini telah
dibuktikan dengan menggunakan GA yang mengakibatkan aktivitas amilase
miningkat. Aktivitas enzym α-amilase dan protease di dalam endosperm juga
didukung oleh GA melalui de-novo synthesis. Hal ini ada hubungannya dengan
terbentuknya DNA baru yang kemudian menghasilkan RNA.
Gambar: perkembangan tanduk rusa pada jagung yang kekurangan giberelin (Zea mays). (Bawah)
Telinga yang tidak dibuahi dari kurcaci mutan dan, menunjukkan kepala sari yang mencolok.
(Atas) jagung yang telah dirawat dengan giberelin. Sumber: Plant Physiology, 2017.
6.
20
21
Stimulasi aktivitas kambium dan perkembangn xylem
Giberelin mempunyai peranan dalam aktivitas kambium dan perkembangn
xylem. Aplikasi GA3 dengan konsentrasi 100, 250, dan 500 ppm mendukung
terjadinya diferensiasi xylem pada pucuk olive. Begitu pula dengan mengadakan
aplikasi GA3+IAA dengan konsentrasi masing-masing 250 dan 500 ppm, maka
terjadi pengaruh sinergis pada xylem. Sedangkan aplikasi auxin saja tidak
memberi pengaruh pada tanaman.21
Ibid., hlm. 10.
Ibid., hlm. 12
19
7.
Pemecahan Dormansi
Fungsi penting giberelin yang lain adalah dalam hal mematahkan
dormansi/mempercepat perkecambahan, dengan cara GA yang dihasilkan di
embrio masuk ke lapisan aleuron dan disana menghasilkan enzim amylase. Enzim
ini kemudian masuk ke endosperm, disana merubah pati menjadi gula dan energi.
Selain itu GA juga dapat menyebabkan kulit lebih permeabel terhadap air dan
udara. Dormansi adalah masa istirahat bagi suatu organ tanaman atau biji. Bisa
juga diartikan sebagai adalah kemampuan biji untuk mengundurkan fase
perkecambahannya hingga saat dan tempat itu menguntungkan untuk tumbuh.
Secara umum terjadinya dormansi adalah disebabkan oleh faktor luar dan faktor
dalam.
Faktor yang menyebabkan dormansi pada biji adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
Tidak sempurnanya embrio (rudimentery embriyo);
Embrio yang belum matang secara fisikologis (physiological immature
embrio);
Kulit biji yang tebal (tahan terhadap gerakan mekanis);
Kulit biji impermeable (impermeable seed coat); dan
Adanya zat penghambat (inhibitor) untuk perkecambahan (presence of
germination inhibitors). GA3 dapat memecahkan dormani karena
menstimulasi terbentuknya -amilase dan enzim hidrolitik. Prosesnya adalah
GAs di transfer ke aleuron, disana menstimulir terbentuknya amilase dan
enzim hidrolitik. Enzim itu disekresikan ke endosperm mendorong hidrolisis
cadangan makanan (pati menjadi gula). Jadi GAs mendorong pertumbuhan
biji dengan meningkatkan plastisitas dinding sel diikuti hidrolisis pati
menjadi gula. Proses-proses tersebut menyebakan potensial air sel turun, air
masuk ke sel dan akhirnya sel memanjang.22
d. Biosintesis dan Pengangkutan Giberelin
Giberelin adalah zat kimia yang dikelompokan kedalam terpinoid. Semua
kelompok terpinoid terbentuk dari unit isoprene yang terdiri dari 5 atom karbon.
Gambar: Unit Isoprene (5-C) (Sumber: Zat Pengatur Tumbuh Giberelin dan Sitokinin, 2017)
Unit-unit isoprene ini dapat bergabung sehingga menghasilkan monoterpene
(C-10), sesqueterpene (C-15), diterpene (C-20) dan triterpene (C-30). Biosintesis
gibereline yang terdapat dalam jamur Gibberella Fujikuroi berproses dari Mevalonic
acid sampai menjadi giberelin.
Tempat sintesis adalah pada semua jaringan yang sedang tumbuh dan jaringan
yang berdiferensiasi serta pada biji dan buah yang sedang berkembang.
22
Ibid., hlm. 13.
20
Pengangkutan polar rupanya tidak berlaku untuk giberelin, sitokinin dan asam
absisik. Fitohormon-fitohormon ini bergerak melalui jaringan-jaringan pembuluh
floem dan xylem dan juga melalui system apoplas dan simplas. Banyak kenyataan
yang menunjukkan bahwa giberelin dan sitokinin ditranslokasikan bukan dalam
bentuk bebas. Eksudat-eksudat dari jaringan fluem bunga matahari, kacang kapri,
anggur dan tanaman lainnya semuanya mengndung GA-glukosida. Bentuk GAglukosida ini adalah bentuk GA cadangan maupun GA yang ditranslokasikan.
Kenyataan-kenyataan yang samapun didapat untuk sitokinin dan asam absisik.
Eksudat-eksudat dari xylem maupun floem mengandung kedua fitohormon ini dalam
keadaan yang terikat.23
Gambar: giberelin menyebabkan perpanjangan selubung daun bibit padi, dan respons ini
digunakan dalam daun padi kerdil. Pada percobaan diatas padi berumur 4 hari dan bibit
diperlakukan dengan pemberian jumlah GA yang berbeda. (Sumber: Plant Physiology, 2017)
Jalur biosintesis giberelin terdiri atas 4 lintasan, yaitu:
a. Jalur dari mevalonic acid (MVA) ke geranil-geranil pyrofosfat (GGPP)
b. Siklisasi GGPP menjadi Ent-kaurene
c. Ent-kaurene menjadi GA12-aldehida
d. Jalur dai GA12-aldehida ke GAs
23
Ibid., hlm. 15.
21
Gambar: Tiga tahap biosintesis giberelin. Tahap 1, geranylgeranyl diphosphate (GGPP) dikonversi menjadi entkaurene via copalyl diphosphate (CPP) dalam plastid. Tahap 2, yang terjadi pada retikulum endoplasma, entkaurene dikonversi ke GA12 atau GA53, tergantung pada apakah GA dihidroksilasi pada karbon 13. Sebagian
besar menanam jalur 13-hidroksilasi mendominasi di Arabidopsis dan beberapa yang lain jalur non-13-OH
adalah jalur utama. Tahap 3 di sitosol, GA12 atau GA53 dikonversi GAS lainnya. Konversi ini dilanjutkan dengan
serangkaian oksidasi pada karbon 20. Dalam 13-hidroksilasi jalur ini mengarah ke produksi GA20. GA20 saat itu
dioksidasi menjadi giberelin aktif, GA1, oleh 3β-hidroksila-Reaksi (yang setara dengan non-13-OH adalah GA4).
Akhirnya, hidroksilasi pada karbon 2 mengubah GA20 dan GA1 menjadi masing-masing bentuk tidak aktif GA29
dan GA8 (Sumber: Plant Physiology, 2017)
Jalur dari mevalonic acid ke geranil-geranil pyrofosfat (GGPP) sampai
menjadi GA12-aldehida (jalur nomor 1-3) sama untuk semua tanaman tingkat tinggi.
Karena begitu banyak GAs maka tidak ada satu jalur khusus baik bagi GAs yang
terdapat pada fungi maupun yang terdapat pada tanaman. Walaupun demikian
sebagian dari jalur biosintesa itu yaitu mulai dari MVA (C6) → ent-Kaurene → GA12
aldehida adalah sama untuk fungi maupun tanaman.
Jalur dari MVA ke GPP ada beberapa langkah yaitu aktivasi dari MVA
menjadi MVA-PP dengan enzim MVA Kinase, memerlukan ATP, MG++ atau MN++,
dilanjutkan dengan pembentukan GGPP dari IPP dan DMAP, enzimnya GGPP
22
sintetase. Setelah itu terjadi pembentukan cincin (cyclization) ent-Kaurene dari GGPP.
Pada tahap perubahan ant-kaurene menjadi GA12-aldehida tidak terdapat hasil antara
(intermediate) diantara kedua senyawa tersebut. Para ahli berpendapat bahwa proses
itu terjadi dari kontraksi cincin B. Cincin B yang mula-mula terdiri dari 6 C
berkontraksi menjadi cincin B dengan 5 C + C7 diluar cincin tersebut. Pada jalur
sesudah GA12-aldehida menjadi Gas (GA4) melalui langkah-langkah berikut yaitu:
a. Oksidasi dari gugus 7 Beta aldehida
b. Hilangnya gugus 10 alpametil
c. Pebentukan ikatan lakton antara C19 dan C10.24
Kemudian dari GA4 ada 4 jalur untuk membentuk GA16, GA17, GA1 dan GA7
dengan proses sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
GA4 → hidroksilasi pada C1 → GA16
GA4 → hidroksilasi pada C2 → GA17
GA4 → hidroksilasi pada C13 → GA1
GA4 → membentuk ikatan rangkap antara C1 dan C2 (∆ 1,2) → GA7
GA7 → hidroksilasi → GA3 pada C13.25
Bentuk-bentuk GAs alamiah terdiri dari:
a.
b.
c.
d.
24
25
GAs bebas (free GAs) yaitu GAs yang tidak terikat pada glukosa dan larut dalam
methanol, terdiri dari C19-GAs atau C20-GAs mono, di atau tri karboksilat.
GAS yang larut dalam air atau “bound GAs” (Water soluble GAS).
Senyawa menyerupai GA, sangat polar dan larut dalam air. Terdapat pada buah,
biji, umbi kentang, umbi tulip, kecambah tomat, ujung-ujung tunas tembakau.
Bentuknya bermacam-macam terdiri dari sekurang-kurangnya dua atau lebih
senyawa. Salah satu GAs yang sangat polar ini adalah GA bebas yang telah
ditentukan struktur kimianya. GA ini dikenal dengan nama GA32 yang terdapat
pada biji muda dari Prunus armeniaca.
Conjugated GAs.
Pada conjugated GA, GAs ini terikat pada glukosa dalam bentuk glukosida dan
glukosil ester. Glukosida merupakan pengikatan glukosa dengan GAs melalui
gugus hidroksil dari GA (GA--O--glukosa). Sedangkan ester glukosil merupakan
pengikatan glukosa dengan GAs melalui gugus karboksilat (COOH) dari GA
(GA--COO--glukosa).
Inter Konversi
GAs berbeda di dalam palensinya dan GAs yang terdapat pada fase perkembangan
tertentu dari tanaman atau organ tidak terdapat pada fase perkembangan
berikutnya. Di dalam organ/tanaman terjadi interkonversi seperti:
1. Antara Free GA (GA6–GA3 dan GA8)
2. Conjugated GAs → Free GAs
3. Bound GAS → Free GAs.
Ibid., hlm. 16.
Ibid., hlm. 16-17.
23
Terdapat perbedaan antara GAs conjugated dengan auxin conjugated, karena
pada GAs hanya terdapat dalam glukosida dan glukosil ester, sedangkan pada auxin
terdapat dalam bentuk glukosida, glukosil ester dan peptida. Pada auxin istilah bound
auxin adalah sinonim dengan conjugated auxin sedangkan pada pada GA tidak. 26
Pada GA yang disebut bound Giberelin adalah senyawa menyerupai GA (GA like
substance) yang lebih polar dari GA bebas.
Metode yang digunakan untuk melacak tempat biosintesa dari GAS antara lain :
a. Pemotongan organ diikuti pemberian GAS eksogen. Dalam hal ini organ dipotong
lalu diberi GAS eksogen, kemudian dibandingkan dengan tanaman yang tidak
dipotong organnya.
b. Ekstraksi lalu dilakukan determinasi.
c. Difusi
Mula-mula dipergunakan untuk auxin tetapi dapat digunakan juga untuk GAs.
Perbedaan antara ekstraksi dan difusi adalah bahwa pada ekstraksi diketahui kadar
GA pada satu waktu tertentu. Sedangkan pada difusi mengetahui pembentukan
kadar
GA pada suatu selang waktu (periode).
d. Penggunaan inhibitor pada GA biosintesa.
Penggunaan inhibitor dilakukan pada potongan organ kemudian dilanjutkan
dengan mengukur jumlah GAs yang terbentuk pada suatu periode waktu dengan
metode difusi. Berdasarkan metode-metode tersebut didapatkan bahwa GAs
dibuat: (1) di daun muda dari pucuk tunas, (2) ujung-ujung akar (3-4 mm), dan (3)
biji yang sedang berkembang.
Pengaturan kadar GA dalam tubuh tanaman dilakukan melalui mekanisme:
a. Pengaturan sintesis in situ
b. Pembentukan Bound GAs atau Conjugated GAs. Bound GAs dianggap sebagai
GAs cadangan atau GAs simpanan, atau GAs dalam bentuk dapat ditransport.
Dari bound GAs dapat dilepas GAs. Contohnya GA3-glukosida.27
c. Dengan interkonversi. Adanya interkonversi menyebabkan kadar GAs pada
jaringan atau organ pada suatu waktu tidak konstan.
Di dalam proses biosintesis telah diketemukan zat penghambat (growth retardant)
di dalam aktivitas ini. Beberapa contoh growth retardant yang menghambat
biosintesis gibereline pada tanaman antara lain Amo-1618 (2-isopropil-4-dimetilkamine-5 metil phenil-4pipendine karboksilatmetil klorida) menghambat
biosintesis gibereline pada tanaman mentimun liar (Exhmocytis macrocarpa).
Amo-1618 menghambat dalam proses perubahan dari Geranylgeranyl
pyrophosphat ke Kaurene. Begitu pula growth retardant CCC (2-chloroethyl)
trimethyl (-amonium chloride) memperlihatkan aktivitas yang sama dengan Amo1618. Biosintesis GAs dapat dihambat dengan menggunakan inhibitor sintetik,
yaiutu:
1. AMO-1618 dan cyclosel, memblok biosintesis pada reaksi yang enzimnya
ent-kaurene synthase.
26
27
Ibid., hlm. 23.
Ibid., hlm. 24.
24
2.
Paklobutrazol, anzimidol dan uniconazole,
menjadi ent-kaurenol.28
memblok reaksi ent-kaurene
Gambar: penghambatan growth reterdant dalam biosintesis. (Sumber: Zat Pengatur Tumbuh Giberelin
dan Sitokinin, 2017)
D. Sitokinin
a. Pengertian Sitokinin
Sitokinin berperan penting dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis.
Sitokinin yang pertama sekali ditemukan adalah kinetin. Kinetin bersama-sama
dengan auksin memberikan pengaruh interaksi terhadap diferensiasi jaringan. Pada
pemberian auksin dengan konsentrasi relatif tinggi, diferensiasi kalus cenderung ke
arah pembentukan primordia akar, sedangkan pada pemberian kinetin yang relatif
tinggi, diferensiasi kalus cenderung ke arah pembentukan primordia batang atau
tunas. 29 Selain kinetin dari berbagai macam sitokinin terdapat secara alamiah yang
paling umum ditemukan adalah zeatin.30
Pada sekitar tahun 1913 Gottlieb Haberlandt di Austria menemukan suatu
senyawa tak dikenal yang mengacu pembelahan sel yang menghasilkan kambium
gabus ndan memulihkan luka pada umbi kentang yang terpotong. Senyawa tersebut
28
Ibid., hlm. 27.
Fauziyah Harahap, Fisiologi Tumbuhan Suatu Pengantar,.........., hlm. 86
30
Neil A. Campbell, Jane B. Reece, dan Lewrence G. Mitchell, Biologi Edisi kelima, (Jakarta: Erlangga, 2003).,
hlm. 383
29
25
terdapat di jaringan pembuluh berbagai jenis tumbuhan. Temuan ini merupakan
ungkapan pertama tentang senyawa yang dikandung tumbuhan, yang sekarang
dinamakan senyawa sitokinin, yang memacu sitokinesis. Pada tahun 1940 Johanes
Van overbeek menemukan bahwa endosperma cair buah kelapa yang belum matang
juga kaya akan senyawa yang dapat memacu sitokinesis. Pada tahun 1950-an Folke
Skoog dan beberapa kawannya yang tertarik pada auksin yang ternyata mampu
memacu pertumbuhan biakan jaringan tumbuhan, mendapati bahwa sel potongan
empulur batang tembakau membelah jauh lebih cepat bila sepotong jaringan pembuluh
diletakkan di atasnya, hal itu mempertegas hasil yang didapatkan Haberlandt.
Skoog dan para rekannya mencoba mengenali faktor kimia jaringan pembuluh
itu dengan menggunakan pertumbuhan sel empulur tembakau sebagai sistem uji. Sel
dibiakkan dalam medium agar yang mengandung gula, garam, mineral, vitamin, asam
amino, dan IAA jumlahnya diketahui. IAA sendiri cepat meningkatkan pertumbuhan,
dengan mendorong terbentuknya sejumlah sel yang cukup banyak, tetapi sel itu tidak
membelah sehingga banyak diantaranya poliploid dengan beberapa inti.
Dalam upaya mencari senyawa yang bisa memacu pembelahan sel, mereka
menemukan senyawa lir-adenin yang sangat aktif dari ekstrak khamir. Hal itu
mengarahkan penelitian kepada kemampuan DNA dalam memacu sitokinesis (sebab
DNA mengandung adenin). Salah satu yang tlah dilakukan pada tahun 1954 oleh
Carlos Miller yang menemukan senyawa sangat aktif yang terbentuk dari hasil
penguraian sebagian DNA tua sperma ikan herring atau DNA yang di autoklaf.
Mereka menamakan senyawa tersebut kinetin.
Kinetin sendiri memang belum ditemukan pada tumbuhan dan bukan
merupakan bahan aktif yang ditemukan Haberlandt dari jaringan floem, namun
kerabat sitokinin ditemukan ada di dalam tumbuhan. FC Steward, dengan
menggunakan teknik biakan jaringan, juga pada tahun 1950-an menemukan berbagai
jenis sitokinin dalam air kelapa, yang mampu mendorong pembelahan sel pada
jaringan akar wortel.dan yang paling aktif berdasarkan Hasil pengujian Letham 1974,
adalah senyawa yang sebelumnya diberi nama umum zeatin dan zeatin ribosida. Pada
tahun 1964 untuk pertama kalinya zeatin dicirikan pada saat yang hampir bersamaan
oleh Letham dan Carlos, keduanya menggunakan endosperma cair jagung sebagai
sumbernya. Sejak itu sitokinin lain, yang strukturnya lir-adenin, mirip dengan kinetin
dan zeatin berhasil dikenali di berbagai bagian tumbuhan berbiji. Tak satupun
sitokinin terdapat dalam DNA atau produk pecahan DNA, tapi beberapa terdapat
dalam molekul RNA pemindah tumbuhan berbiji, khamir, bakteri, dan bahkan primata
dan lebih dari 30 jenis terdapat sebagai sitokinin bebas. 31
b. Struktur Kimia
Sitokinin yang terjadi secara alami adalah semua turunan adenin dengan rantai
samping terkait isoprena atau rantai samping aromatik (siklik). Yang pertama disebut
isokrenoid sitokinin dan yang terakhir disebut sitokinin aromatik. Meskipun ada
31
Frank B Salisbury dan Cleon W Ross, Fisiologi Tumbuhan: Perkembangan Tumbuhan dan Fisiologi
Lingkungan,...........,hlm. 64
26
beberapa variasi tergantung pada spesies dan tahap perkembangan, sitokinin
isoprenoid yang paling umum adalah isopentil adenin dan dihidrozeatin. Sitokinin
aromatik, seperti benzyladenine kurang umum dan hanya ditemukan pada beberapa
spesies.32
Gambar: Struktur sitokinin alami dan sitokinin tiruan (Sumber: Fisiologi Tumbuhan Jilid 3, 1995)
Kinetin tidak dibentuk oleh tumbuhan namun kedua laporan menyatakan
bahwa benzilanin atau ribosidanya didapati pada tumbuhan. Semua sitokinin
mempunyai rantai samping yang kaya akan karbon dann hidrogen, yang menempel
pada nitrogen yang menonjol dari puncak cincin purin. Setiap sitokinin bisa ditemukan
dalam bentuk basa bebas atau nukleosida yang gugus ribosanya melekat pada atom
nitrogen pada kedudukan 9 zeatin. Contohnya adalah zeatin ribosida, yaitu sitokinin
yang cukup banyak terdapat pada banyak jenis tumbuhan. Selanjutnya nukleosida
dapat diubah menjadi nukleotida yang fosfatnya diesterifikasi menjadi ribosa 5 karbon
seperti pada adenosin 5 fosfat (AMP). Pada beberapa kasus, diperoleh bukti adanya
pembentukan nukleosida difosfat dan trifosfat yang mirip dengan ADP dan ATP,
namun semua nukleotoida ini tampaknya kurang banyak dibandingkan dengan
jumlahnya dalam bentuk basa bebas atau nukleosida33
c.
Metabolisme Sitokinin
Dalam pengetahuan kita tentang biosistesis datang dari Chong-Maw dan DK
Melitz (1979) yang mengemukakan bahwa jaringan tumbuhan mengandung enzim
yang dinamakan isopentenil AMP sintase (sebelumnya ditemukan pada cendawan
lendir) yang membentuk isopentenil adenosine-5-fosfat (isopentenil AMP) dari AMP
dan salah atu isomer isopentenil piroposfat. (senyawa terakhir ini merupakan hasil
32
William G. Hopskin and Norman P. A. Horner, Introduction to Plant Physiology Fourth Edition,.........., hlm. 339
33
Frank B Salisbury dan Cleon W Ross, Fisiologi Tumbuhan : Perkembangan Tumbuhan dan Fisiologi
Lingkungan,.........., hlm. 64-65
27
lintasan mevalonat dan prazat penting bago sterol, giberilin, karotenoid, dan senyawa
isoprenoid lain). Isomer tersebut meliputi 2- isopentenil piroposfat, yang awalan -nya
berarti bahwa molekul tersebut memiliki ikatan rangkap antara karbon 2 dan 3.Reaksi
yang terjadi dijaringan tembakau bahwa piroposfat (PPi) dilepaskan dari gugus
isopentenil dan kemudian gugus ini bergabung dengan nitrogen amino yang melekat
pada karbon 6 dari cincin purin.
Isopentenil AMP yang terbentuk dalam reaksi ini kemudian dapat diubah
menjadi isopentenil adenosine melalui hidrolisis oleh enzim fosfatase, yang
melepaskan gugus posfat; selanjutnya isopenteniladenosin dapat berubah menjadi
isopentenil adenine dengan melepaskan gugus ribose melalui hidrolisis. Lalu,
isopentenil adenine dioksidasi menjadi zeatin dengan mengganti satu hydrogen gugus
metilnya pada cincin samping isopentenil dengan –OH. Kemudian, dihidrozeatin
terbentuk darizeatin melalui reduksi (dengan NADPH) ikatan rangkap pada cincin
samping isopentenil (Martin dkk, 1989). Sejumlah reaksi ini mungkin bertanggung
jawab dalam pembentukan ketiga bahan dasar utama sitokinin, namun masih terdapat
kemungkinan lain untuk biosintesis ini.
Gambar: Pembentukan isopentil AMP, prazat bagi isopentil adenin (Sumber: Fisiologi Tumbuhan Jilid
3, 1995)
Sitokinin ditingkat sel juga ditentukan oleh perusakannya dan mungkin oleh
perubahannya menjadi berbagai turunan yang bersifat tidak aktif, selain nukleosida
dan nukleotida. Perusakan sebagian terjadi oleh sitokinin oksidase, yaitu sistem enzim
yang merenggut cincin samping 5 karbon dan menghasilkan adenine-bebas (atau bila
zeatin ribosida yang dioksidasi, akan dihasilkan adenosine-bebas). Pembentukan
turunan sitokinin lebih rumit, sebab dapat terbentuk banyak konjugat. Konjugat yang
paling lazim ditemui mengandung glukosa atau alanin; yang mengandung glukosa
disebut sitokinin glukosida.
Pada salah satu jenis glukosida, karbon 1 dari glukosa melekat pada gugus
hidroksil rantai samping dari zeatin, zeatin ribosida, dihidrozeatin, atau dihidrozeatin
ribosida. Pada jenis glukosida yang kedua, karbon satu dari glukosanya menempel
pada atom nitrogen (dengan ikatan C_N) pada kedudukan 7 atau 9 pada sisitem cincin
adenine di ketiga bahan dasar utama sitokinin. Pada konjugat alanin, alanin
dihububgkan melalui ikatan peptide dengan nitrogen dikedudukan 9 pada cincin purin.
Fungsi dari semua konjugat ini belum diketahui. Tapi glukosida mungkin disimpan
sebagai bahan cadangan atau, pada beberapa kasus, merupakan bentuk sitokinin yang
28
khusus untuk diangkut. Menurut McGaw, konjugat alanin tak mungkin disimpan
sebagai bahan cadangan, melainkan sebagai produk pengikatan sitokinin yang
terbentuk secara tak terbalikkan. Tidaklah mungkin konjugat seperti ini merupakan
sitokinin yang aktif secara fisiologis.34
d. Tapak sintesis dan pengangkutan sitokinin
Untuk mengetahui seberapa aktif reaksi yang membentuk isopentenil AMP,
isopentenil adenine, zeatin, dan dihidrozeatin diberbagai organ dan jaringan,
memerlukan informasi biokimia yang baik tentang tapak biosintesis sitokinin. Tetapi
informasi itu belum ada, sehingga digunakan metode tidak langsung untuk
menentukan tempat sitokinin dibentuk. Salah satu metode telah digunakan untuk
melacak tempat bertimbunnya sitokinin. Umumnya, sitokinin terdapat di organ muda
(biji, buah, daun) dan diujung akar. Tampaknya sitokinin disintesis disemua organ
tersebut, namun pada beberapa kasus kemungkinan adanya pengangkutan dari tapak
lain tak bisa diabaikan. Sintesis hampir dapat dipastikan terjadi diujung akar, sebab
jika akar dipotong mendatar, sitokinin mengalir keluar (karena tekanan akar) dari
xylem potongan bawah akar itu, sampai selama empat hari (akar bagian bawah itu
tidak mungkian dapat menyimpan sitokinin yang berasal dari sumber lain yang
memasok xylem dalam rentang waktu cukup lama seperti itu.
Bukti seperti ini membangkitkan dugaan bahwa ujung akar mensintesis
sitokinin dan mengangkutnya melalui xylem keseluruh bagian tumbuhan. Hal ini bisa
menjelaskan terjadinya penimbunan pada daun, buah, dan biji muda melalui
pengangkutan xylem, namun umumnya, floem merupakan system pemasok yang lebih
efektif untuk organ yang transpirasinya sedikit seperti itu, walaupun ujung akar barang
kali menjadi sumber sitokinin yang penting bagi berbagai bagian tumbuhan, diketahui
tanaman tembakau kecil tanpa akar ternyata dapat mengubah adenine radioaktif
menjadi berbagai macam sitokinin. Ada pula adenine radioaktif yang dapat diubah
menjadi beberapa sitokinin , bukan saja oleh akar tanman kapri, tetapi oleh batang dan
daunnya. Akar wortel juga diteliti, dan ternyata kambium akarlah yang terutama
mensintesis sitokinin. Pengamatan ini serta berbagai kajian lain menunjukkan bahwa
tajuk dapat mensintesis sendiri sitokinin yang mereka butuhkan.35
e.
Peran Hormon Sitokinin Pada Tumbuhan
1. Sitokinin memacu pembelahan sel dan pembentukan organ
Diketahui bahwa fungsi utama sitokinin adalah memacu pembelahan sel.
Skoog dan beberapa kawannya menemukan bahwa jika empulur batang tembakau,
kedelai dan beberapa tumbuhan dikotil lain dipisahkan dan dibiakkan secara aseptik
pada medium-agar yang mengandung auksin dan hara yang tepat, akan terbentuk
masa sel yang tak terspesialisasi, tak beraturan, dan khususnya poliploid, yang
disebut kalus. Jika sitokinin juga ditambahkan, sitokinesis terpacu sekali, seperti
34
Ibid., hlm. 66-67
35
Ibid., hlm. 67-68
29
yang pernah dikemukakan. Besarnya pertumbuhan sel baru dapat dipakai sebagai
uji biologi yang peka dan sangat khas bagi sitokinin, dan penting untuk menyusun
batasan bagi senyawa ini.
Skoog dan beberapa kawannya juga mendapati bahwa jika nisbah sitokinin
terhadap auksin dipertahankan, akan tumbuh sel meristem pada kalus tersebut; sel
itu membelah dan mempengaruhi sel lainnya untuk berkembang menjadi kuncup,
batang, dan daun. Tapi, bila nisbah sitokinin-auksin diperkecil, pembentukan akan
terpacu. Dengan memilih nisbah yang tepat, kalus dari banyak spesies (terutama
jenis dikotil) dapat didorong perkembangannya menjadi tumbuhan utuh-baru.
Kemampuan kalus untuk menghasilkan tumbuhan lengkap digunakan sebagai alat
untuk menyeleksi tanaman yang memiliki ketahanan terhadap kekeringan, rawan
garam, patogen dan herbisida tertentu, atau yang memiliki ciri lain yang bermanfaat.
Cara kalus membentuk tumbuhan baru cukup beragam. Jika nisbah
sitokinin-auksin cukup tinggi, sering hanya sistem tajuk yang mula-mula
berkembang; kemudian, akar-liar terbentuk secara spontan dari batang, saat masih
berada dalam kalus. Pembentukan tajuk atau akar liar oleh kalus disebut
organogenesis. Namun, kadang kalus menjadi embriogenik dan membentuk embrio
yang berkembang menjadi akr dan tajuk; ini disebut embriogenesis. Sitokinin dan
auksin biasanya harus ditambahkan ke medium jika embryogenesis di inginkan;
tapi, hanya sedikit informasi yang menunjukkan cara auksin dan sitokinin bertindak
sebagai factor pengendali.36
Gambar: (a) kalus yang tumbuh dari skutelum biji padi (b) kalus embriogenik yang telah membentuk
tajuk muda dan sistem akar (Sumber: Fisiologi Tumbuhan Jilid 3, 1995)
2. Sitokinin menunda penuaan dan meningkatkan aktivitas wadah penampung hara
Waktu kita memetik sehelai daun yang masih aktif, daun tersebut akan
mulai kehilangan klorofil, RNA, protein dan lipid dari membrane kloroplas lebih
cepat dari pada jika daun itu masih melekat pada induknya, walaupuan diberi garam
mineral dan air melalui ujungnya yang terpotong. Penuaan premature ini, yang
36
Ibid., hlm. 67-69
30
ditamdai dengan menguningnya daun, berlangsung sangat cepat jika daun
diletakkan didalam gelap. Pada daun tumbuhan dikotil, akar liar sering terbentuk
pada pangkal tangkai, dan kemudian penuaan helai daun sangat tertunda. Akar
tampaknya memberikan sesuatu kepada daun untuk mempertahankannya tetap
muda secara fisiologis. Sesuatu tersebut hampir dapat dipastikan mengandung
sitokinin yang diangkut melalui xylem.
Terdapat dua bukti utama yang menyatakan keterlibatan sitokinin, banyak
jenis sitokinin mampu menggantikan sebagian factor yang dibutuhkan akar untuk
menunda penuaan, dan kandungan sitokinin helai daun meningkat berlipat ganda
ketika akar liar terbentuk. Pada tanaman bunga matahari, kandungan sitokinin
dalam cairan xylem meningkat selama masa pertumbuhan cepat, kemudian sangat
menurun saat pertumbuhan berhenti dan tanaman mulai berbunga. Hal tersebut
menunjukkan bahwa berkurangnya angkutan sitokinin dari akar ke tajuk
mengakibatkan penuaan terjadi lebih cepat.
Cara sitokinin memperlambat penuaan pada daun oat yang dipetik banyak
diteliti oleh Kenneth V Thimann, pelopor penelitian auksin bersama beberapa
kawannya di Thimann laboratories di santa cruz, California. Jika daun Oat dan
banyak spesies lain dipetik dan diapungkan dilarutan garam mineral encer, daun
tersebut mulai menua, yang mula-mula dicirikan dengan terurainya protein menjadi
asam amino dan kemudian hilangnya klorofil. Penuaan ini terjadi jauh lebih cepat
ditempat gelap dari pada ditempat terang, dan sitokinin yang ditambahkan pada
larutan tempat daun tadi diapungkan dapat menggantikan efek cahaya dengan
menunda penuaan. Thimann menyatakan bahwa sitokinin mampu melakukan hal
tersebut dengan cara mempertahankan keutuhan membrane tonoplas. Bila tidak,
protease dari vakuola akan merembes ke sitoplasma dan menghidrolisisprotein-larut
serta protein membrane kloroplas dan mitokondria. Sejalan dengan gagasan ini, YY
Leshem dan beberapa kawannya di Israel memperoleh banyak bukti bahwa
sitokinin melindungi membrane dari perusakan Hasil yang mereka peroleh
menunjukkan bahwa sitokinin berperan dengan mencegah oksidasi asam lemak-tak
jenuh pada membrane. Pencegahan demikian itu barang kali terjadi karena sitokinin
menghambat pembentukan dan mempercepat penguraian radikel-bebas, seperti
superoksida (O2-) dan radikel hidroksi (OH); bila tidak dicegah pembentukannya ,
radikel tersebut mengiksidasi lipid membrane.
Penundaan penuaan oleh sitokinin tampaknya merupakan fenomena alam
yang sebagian dikendalikan oleh akar, dan berkaitan dengan fenomena lain yang
menarik. Sitokinin mendorong pengangkutan banyak linarut dari bagian daun yang
lebih tua dan bahkan dari daun tua ke daerah yang diberi perlakuan.
31
Gambar: Penuaan pada Daun Trifoliata (Sumber:, Fisiologi Tumbuhan Jilid 3, 1995)
Di situ, daun yang paling tua (daun pertama) pada tumbuhan kacangkacangan dipulas dengan sitokinin tiruan tiruan benziladenin setiap empat hari
sekali. Biasanya, dedaunan itu menua lebihlebih cepat daripada daun trifoliate yang
terletak diatasnya, namun pada contoh tersebut, pola penuaan harus terbalik. Daun
pertama yang diberi perlakuan menyerap hara dari daun trifoliate yang berdekatan
dan mengakibatkan daun trifoliate menua lebih dahulu. (Perhatikan pula
benziladenin tampak tidak bergerak dengan mudah dari daun yang diberi perlakuan
ke daun trifoliate yang lebih muda, yang berada diatasnya).
Kajian lebih lanjut, dengan menggunakan tumbuhan kacang-kacangan,
memperlihatkan dua macam perlakuan yang dapat sangat menunda penuaan daun
pertama, dan bahkan dapat mengembalikan kemudaan segera setelah warna daun
menjadi hijau-kuning pucat. Salah satu perlakuan itu adalah dengan memetik
dedaunan dan batang dibagian atas, dan perlakuan lainnya ialah dengan
mencelupkan daun pertama satu kedalam larutan benziladenin. Sejumlah kajian lain
yang menggunakan berbagai jenis tumbuhan dikotil dan monokotil menunjukkan
bahwa bila hanya satu bagian daun yang diberi perlakuan dan tertimbun disana. Hal
itu menandakan bahwa daun muda dapat mengambil hara dari daun yang lebih tua,
antara lain karena daun muda kaya akan sitokinin; oleh karena itu disimpulkan
bahwa sitokinin memacu kemampuan jaringan muda untuk berlaku sebagai wadah
penampung bagi pengangkutan floem.
Kemampuan sitokinin menunda penuaan juga berlaku pada bunga potong
tertentu dan sayur mayur segar. Ulasan yang baik mengenai penuaan daun mahkota
diberikan oleh Borochov dan Woodsoon. Konsentrasi sitokinin didaun mahkota
bunga mawar dan anyelir menurun sejalan dengan bertambahnya umur, dan
penambahan sitokinin dapat memperlambat proses penuaan itu. Anyelir paling
32
banyak diteliti; dan untuk spesies tersebut, larutan yang mengandung dihidrozeatin
atau benziladenin terbukti paling efektif (Van Staden dkk. Namun, untuk sebagian
besar jenis bunga potong, sitokinin eksogen tak mampu menangguilangi efek etilen
yang dihasilkan bunga untuk mempercepat penuaan. Daya simpan kubis brussel
dan seledri dapat ditingkatkan oleh sitokinin komersial, yang harganya cukup
murah, seperti benziladenin. Namun, perlakuan seperti itu dilarang digunakan untuk
makanan yang dijual dia Amerika serikat, meskipun sebenarnya masyarakat AS
setiap hari terpajan pada sitokinin alami yang terdapat dalam makanan nabati.
Pengaruh sitokinin dan hormon lain pada penyimpanan buah dan sayuran diulas
oleh Ludford.37
3. Sitokinin memacu perkembangan kuncup samping tumbuhan dikotil
Dalam kajian awal mengenai fenomena ini, kinetin tiruan digunakan sebagai
senyawa utamanya, dan pertumbuhan kuncup samping hanya mampu berlangsung
selama beberpa hari. Pemanjangan kuncup untuk rentang waktu lebih lama dapat
diperoleh hanya dengan menambahkan IAA atau giberilin pada kuncup tersebut.
Jenis sitokinin lain, yaitu benziladenin, kadang menyebabkan pemnajangan yang
lebih nyata dripada kinetin, namun efeknya dikaji hanya pada beberapa spesies saja.
Pillay dan Rilton memeperlihatkan bahwa benziladenin dan zeatin sangat memacu
pemanjangan kuncup samping tumbuhan kapri selama sekurangnya dua minggu,
sedangkan isopentenil adenine dan kinetin memacu pertumbuhan selama waktu
yang lebih pendek. Belum diketahui mengapa hormone zeatin dan isopentenil
adenine yang berkerabat sangat dekat itu memberikan efek yang berbeda. Tapi,
kedua penulis itu memperkirakan bahwa isopentenil adenine tidak begitu aktif,
sebab senyawa tersebut terhidroksilasi dengan lambat menjadi zeatin yang jauh
lebih aktif dalam kuncup. Hasil pengamatan yang dilaporkan King dan van Staden
umumnya mendukung pentingnya hidroksilasi ini. Terdapat pula bukti lain bahwa
kuncup samping yang pasif tidak mensintesis sitokinin-aktif, namun masih belum
bisa dipastikan kepentingan hubungan antara sitokinin dan hormone lain serta
berbagai factor hara dlam pegendalian perkembangan kuncup samping.
Pada contoh tanaman tembakau lain yang ditransformasikan, tanaman yang
kahat IAA dihasilkan melalui penyisipan gen yang menyandikan enzimyang
mengubah IAA menjadi konjugat dengan asam amino lisisn yang tak aktif.
Tanaman tembakau tak dapat dengan mudah menguraikan konjugat ini, sehingga
IAAnya menjadi tak tersedia. Seperti tumbuhan penghasil sitokinin yang berlebihan,
tanaman tersebut bercabang banyak dibandingkan dengan tanaman yang tidak
ditransformasi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nisbah sitokinin: auksin
berperan penting untuk mengendalikan dominansi apik (penekanan kuncup
samping), nisbah yang tinggi mendorong erkembangan kuncup dan nisbah yang
rendah mendukung dominansi.38
37
Ibid., hlm. 69-71
Ibid., hlm. 71-72
38
33
Tumbuhan Liar
Tumbuhan Mutan
Gambar: Pemacuan pertumbuhan kuncup samping pada mutan tembakau yang mengahasilkan
sitokinin berlebihan. Kuncup samping pada tumbuhan jenis liar dan tumbuhan mutan (Sumber:
Fisiologi Tumbuhan Jilid 3, 1995)
Pemacuan pertumbuhan kuncup samping pada mutan tembakau yang
mengahasilkan sitokinin berlebihan. Kuncup samping pada tumbuhan jenis liar dan
tumbuhan mutan
4. Sitokinin memacu pembesaran sel pada kotiledon dan daun tumbuhan dikotil
Banyak biji tumbuhan dikotil yang dikecambahkan di tempat gelap
memunculkan kotiledonnya ke atas tanah, tapi kotiledon itu tetap berwarna kuning
dan kecil. Jika kotiledon itu dikenai cahaya, pertumbuhannya meningkat pesat,
walaupun energi cahaya yang diberikan sebenarnya terlalu rendah untuk
melangsungkan fotosintesis. Inilah efek fotomorfogenetik yang antara lain
dikendalikan oleh fitokrom dan barang kali juga sitokinin. Jika kotiledon
dipisahkan dan dipelihara dengan diberi sitokinin, laju pertumbuhan meningkat 2
atau 3 kali lipat dibandingkan dengan kotiledon pembanding yang tak mendapat
tambahan hormone, baik dengan gelap maupun dalam terang. Pertumbuhan itu
seluruhnya akibat pengambilan air yang mengembangkan sel, sebab bobot kering
jaringan tidak bertambah.
Pemacuan pertumbuhan ini terjadi pada lebih dari banyak spesies tumbuhan
yang sudah dikenal, termasuk lobak, bunga matahari, mentimun dan labu kuning.
Sebagian besar sepsies tersebut mengandung lemak sebagai cadangan utama dalam
kotiledon. Kotiledon biasanya muncul diatas tanah dan mampu melakukan
fotosintesis. Tidak terlihat adanya respons pada spesies yang kotiledonnya tetap di
bawah tanah setelah berkecambahan, atau jenis kacang - kacangan yang
kotiledonnya muncul namun tidak menyerupai daun. Menunjukan efek pemacuan
zeatin pada pembesaran kotiledon lobak, dalam gelap dan terang; hal ini
memperlihatkan pula bahwa cahaya bisa efektif dalam keadaan tanpa zeatin.
Auksin tidak memacu pertumbuhan kotiledon,, dan giberelinjuga hanya
memberikan efek kecil bila kotiledon dibiakkan dalam air atau dalam keadaan
gelap. Jadi, respon ini dapat digunakan sebagai uji biologi bagi sitokinin.
34
Semua hasil percobaan menunjukkan bahwa sitokinin meningkatkan baik
sitokinesis maupun pembesaran sel,tetapi sitokinesis tidak meningkatkan
pertumbuhan organnya sendiri, sebab sitokinesis hanya merupakan proses
pembelahan saja. Oleh karena itu,pertumbuhan membutuhkan pemelaran sel, dan
pertumbuhan yang terpacu oleh sitokinin meliputi pemelaran sel yang lebih cepat
dan produksi sel yang lebih banyak. Kotiledon pertumbuhannya dipacu oleh
sitokinin.
Efek pemacauan yang jelas pada daun utuh tumbuhan dikotil dari beberapa
spesies terlihat setelah sitokinin diberikan berulang - ulang. Jika sejumlah cakram
diambil dari daun dikotil dengan alat pelubang gabus,dan diupayakan tetap lembab,
maka sitokin dapat meningkatkan pemelaran dengan cara memacu pertumuhan sel.
Ini pun menunjukkan fungsi normal sitokinin yang dating dari organ lain,misalnya
akar,pada pertumbuhan daun.
5. Efek sitokinin pada batang dan akar
Pertumbuhan normal batang dan akar diduga membutuhkan sitokinin,
namun sitokinin endogen jarang ditemukan sebagai factor pembatas pertumbuhan.
Akibatnya pemberian sitokinin eksogen pun tidak berhasil meningkatkan
pertumbuhan organ tersebut. Hal itu teramati pula tembakau dan Arabidopsis
dalam percobaan rekayasa genetika yang diuraikan diatas, yang tingkat sitokinin
endogennya nyata meningkat pada tumbuhan yang ditransformasi.
Untuk memastikan perlunya sitokinin bagi pertumbuhan normal batang dan
akar adalah dengan membuat irisan jaringan dan menumbuhkannya in vitro.Dalam
percobaan itu dianggap bahwa irisan jaringan akan kehabisan sitokinin saat
dipisahkan dari ujung tajuk atau ujung akarnya,yang diperkirakan bertindak
sebagai sumber hormon. Namun, melalui pengukuran yang sesungguhnya, tak
seorang pun pernah mendapatkan bahw irisan jaringan tersebut benar - benar
menjadi kekurangan sitokinin.Jika irisan akar atau batang ditumbuhkan secara in
vitro dengan ditambahnya sitokinin,maka pemanjangan hampir selalu terlambat
dibandingkan dengan irisan pembanding.Contohnya adalah data yang
memperlihatkan efek yang berlawanan yang tajam antara auksin dan kinetin pada
pemanjangan potongan hipokotil kedelai.
Ada dua kasus yang dikenal, yang menunjukan bahwa pemberian sitokinin
benar – benar memacu pemanjangan potongan koleoptil muda tanaman gandum
dan hipokotil utuh pada tanaman semangka, terutama dari kultivar katai atau
kerdil.Pada koleoptil gandum,pemacuan pertumbuhan terjadi hanya jika jaringan
tersebut masih muda dan pembelahan sel masih berlangsung,namun teramati pula
sitokinin menyebabkan pertumbuhan dengan cara mendorong pemanjangan sel.
Pada semangka katai,sitokinin eksogen terbukti memacu pemanjangan
hipokotil,terutama karena laju pemanjangan sel selalu meningkat,peningkatan ini
dihasilkan dari sitokinin yang diberikan pada ujung tajuk atau pada
akar.Singkatnya, sitokinin eksogen memacu pembesaran sel pada daun
muda,kotiledon,koleoptil gandum, dan hipokotil semangka, tapi masih banyak
35
yang perlu diteliti mengenai peranan normal hormone dalam pembesaran sel,
terutama pada batang dan akar.
6. Sitokinin memacu perkembangan kloroplas dan sintesis klorofil
Dari kecambah tanaman angiosperma yang ditumbuhkan ditempat
gelap,daun muda dan kotiledonnya dipetik untuk diuji apakah penambahan
sitokinin berpengaruh pada perkembangan kloroplas atau sintesis klorofil.
Percobaan ini dapat dilakukan karena dalam keadaan gelap ,klorofil tidak
terbentuk dan perkembangan kloroplas terhambat. Plastid muda berhenti pada
tahap proplastid atau tahap etioplas. Etioplas (dari kecambah yang ditumbuhkan
dalam gelap atau teretiolasi) berwarna kuning karena mengandung karotenoid.
Etioplas memiliki system membrane dalam yang menarik, yang tersusun rapat
menjadi kisi- kisi dalam yang disebut badan prolamela. Setelah terkena
cahaya,badan prolamela akan menghasilkan system tilakoid seperti yang
ditemukan pada kloroplas hijau yang normal. Perkembangan ini disertai
pembentukan protein, tilakoid khusus yang melekat pada klorofil,yaitu pada kedua
fotosistem dan kompleks pemanen cahaya.
Pemberian sitokinin pada daun atau kotiledon yang teretiolasi, beberapa
jam sebelum dipajankan pada cahaya,menghasilkan dua efek utama: (1) memacu
perkembangan lanjut (dalam keadaan terang, etioplas menjadi kloroplas,khususnya
dengan mendorong pembentukan grana,dan (2) meningkatkan laju pembentukan
klorofil.alasan utama munculnya kedua efek itu mungkin karena sitokinin
mendorong terbentuknya protein,tempat klorofil menempel dan menjadi mantap.39
f.
Mekanisme Kerja Sitokinin
Beragamnya efek sitokinin menunjukan bahwa senyawa tersebut mungkin
mempunyai beberapa macam mekanisme kerja dalam jaringan berbeda. Namun secara
sederhana diduga bahwa satu efek utama yang umum sering diikuti oleh sejumlah
efek sekunder, yang bergantung pada keadaan fisiologis sel sasarannya. Seperti
hormone lain, penguatan efek utama harus terjadi, karena sitokinin terdapat dalam
konsentrasi sangat rendah (0,01 sampai 1 µM). Adanya efek pemacuan oleh sitokinin
pada pembentukan RNA dan enzim sudah diduga sejak lama,antara lain karena efek
sitokinin biasanya terhambat oleh zat penghambat sintesis RNA atau protein.
Beberapa protein yang mengikat sitokinin secara agak khas telah ditemukan di
berbagai bagian tumbuhan, namun hampir semua protein tersebut tidak terikat cukup
khas atau tidak mempunyai afinitas yang cukup tinggi terhadap sitokinin aktif.
Terdapat kekecualian yang menarik yaitu protein – pengikat pada daun jelai, yang
mengikat zeatin dengan afinitas yang sangat tinggi dan mengikat sitokinin lain yang
berhubungan dekat dengan aktifitas biologis.
Pemacuan sitokinesis merupakan salah satu respons sitokinin yang terpenting,
sebab hal itu menyebabkan sitokinin dimanfaatkan secara komersial dalam upaya
39
Ibid., hlm. 73-75
36
perbanyakan mikro tanaman budidaya dari biakan jaringan.Aspek biokimia dari
respons yang sudah lama diketahui itu sedang diteliti. Sitokinin mendorong
pembelahan sel dalam biakan jaringan dengat cara meningkatkan peralihan dari G2 ke
mitosis dan bahwa hal tersebut terjadi karena sitokinin menaikkan laju sintesis
protein.Beberapa protein itu berupa protein pembangun atau enzim yang dibutuhkan
untuk mitosis.
Kasus khusus tentang sitokinin (misalnya, pemacuan pertumbuhan) juga
tampaknya berkenaan dengan efeknya pada translasi,seperti terbukti dengan naiknya
jumlah polisom, lebih cepatnya penggabungan asam amino radioaktif dalam protein,
dan terhambatnya respons fiologis oleh zat penghambat sintesis protein.Temuan ini
telah melahirkan konsep yang terkenal,bahwa auksin dan giberelin terutama
mempengarui transkipsi di inti, sedangkan sitokinin khusus berpengaruh dalam sitosol.
Chen dkk memperlihatkan bahwa benziladenin mengubah jenis mRNA yang
terbentuk oleh irisan kotiledon labu kuning;sitokinin mendorong pembesaran sel,
pembelahan sel,dan sintesis klorofil.Jumlah beberapa jenis mRNA ditingkatkan oleh
benziladenin,sementara jenis lainnya diturunkan.Perubahan paling dini terlacak satu
jam setelah sitokinin ditambahkan,dan biasanya dibutuhkan waktu yang lebih lama
untuk mengamati munculnya kerja sitokinin dalam organdan dibagian tumbuhan yang
lain jauh lebih lama dibandingkan dengan munculnya efek auksin atau giberelin
dibagian tumbuhan yang memberikan respons terhadap hormon ini.
Perubahan tingkat mRNA yang disebabkan oleh sitokinin karena transkipsi
beberapa gen terpacu dan transkipsi gen lainnya tertekan.Dalam sedikitnya tiga
kasus,sitokinin mempengaruhi jumlah molekul mRNA yang menyandikan beberapa
protein yang sudah dikenal. Dua jenis protein serta mRNAnya sangat terpelihara
(terbentuk lebih cepat atau rusak lebih lambat).Jenis yang pertama adalah protein
pengikat klorofil a/b (yang menjadi bagian dari LHCII di tilakoid)dan jenis yang
kedua adalah subunit kecil protein rubisko.Jika daun yang ditumbuhkan di tempat
gelap atau diberi cahaya tanpa diberi sitokinin,jumlah kedua protein tersebut serta
mRNAnya menjadi jauh lebih banyak dari pada didaun yang tidak diberi
sitokinin.kedua mRNA tersebut disandikan oleh gen inti.Tetapi Flores dan Tobin
memperoleh bukti bahwa sitokininjustru bekerja dengan cara meningkatkan kestabilan
mRNA dank arena itu mempercepat translasi pesan genetic mereka menjadi protein.
Contoh lain tentang pengendalian sitokinin atas protein yang sudah dikenal
serta mRNAnya menyangkut protein fitokrom. Pembentukan protein dan mRNAnya
ini kurang terpelihara (terbentuk lebih lambat atau ditimbun dalam jumlah lebih
sedikit) akibat adanya sitokinin zeatin dan sinar merah yang diserap oleh fitokrom itu
sendiri.40
40
Frank B Salisbury dan Cleon W Ross, Fisiologi Tumbuhan : Perkembangan Tumbuhan dan Fisiologi
Lingkungan, (Bandung :ITB Bandung 1995), hal. 75-77
37
E. Asam Absisat
a. Sejarah Asam Absisat
Pada tahun 1963 asam absisat pertama kali dikenali dan dicirikan secara kimia
di California oleh Frederick T Addicott dan beberapa pembantunya, yang saat itu
sedang mempelajari senyawa yang menyebabkan gugurnya buah kapas. Mereka
menamakan salah satu senyawa aktifnya absisin I dan senyawa kedua (yang jauh lebih
aktif) absisin II. Absisin II ternyata ABA. Pada tahun yang sama, dua kelompok
peneliti lain menemukan ABA juga. Satu kelompok dipimpin oleh Philip F Wareing di
Wales, mereka mempelajari senyawa yang menyebabkan dormansi pada tumbuhan
berkayu, khususnya Acer pseudoplatanus. Mereka namakan senyawa yang paling aktif
itu dormin. Kelompok lainnya dipimpin oleh RFM Van Stevenick, mula-mula di New
Zealand, kemudian di Inggris , mereka meneliti seenyawa yang mempercepat
gugurnya bunga dan buah pada lupinus kuning ( Lupinus luteus). Karena terbukti
(pada tahun 1964) bahwa dormib dan senyawa dari lupinus sama dengan absisin II,
para ahli fisiologi bersepakat, pada tahun 1967, untuk menamakn senyawa itu asam
absisat, ABA tampaknya umum ditemui pada tumbuhan berpembuluh; juga terdapat di
beberapa jenis lumut, ganggang hijau, cendawan, namun tidak pada bakteri.41
b. Pengaruh Fisiologis dari ABA
Peranan ABA sangat nyata dalam proses pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. ABA berinteraksi dengan zat - zat pengatur tumbuh tanaman yang lain pada
proses tersebut, biasanya interaksi ini bersifat menghambat (antagonisma). Pada
kebanyakan hal, sifat menghambat ABA dapat diatasi dengan pemberian lebih banyak
zat- zat tumbuh tersebut. Sebagai contoh, pengaruh IAA dalam mendorong
pembengkakan koleptil Avena dihambat oleh ABA. Jika lebih banyak IAA diberi lagi,
maka pengaruh ABA ini dapat dihilangkan. Penghambat ABA terhadap
perkecambahan biji selada tidak dapat diatasi dengan pemberian IAA, di sini
diperlukan zat tumbuh lain dari pada IAA (asam giberelat dan sitokinin). Sangat
menarik adalah interaksi antara ABA dan GA. GA mendorong pembentukan enzim
amylase dan enzim-enzim hidrolisis lainnya pada lapisan aleuron dari biji barley. ABA
menghambat pembentukan enzim-enzim tersebut. Dengan pemberian lebih banyak
GA sifat-sifat penghambatan ABA ini dapat ditiadakan.
Pada proses pematangan biji-biji dari kebanyakan tanaman biasanya terjadi
penimbunan ABA yang menyebabkan terjadi dorminasi dari biji tersebut. Pada bijibiji tanaman yang memerlukan "stratifikasi" (suhu rendah dan basah) untuk
mendorong proses perkecambahan keadan ABA dan GA dapat diikuti selama proses
tersebut. Selama proses tersebut konsentrasi ABA dalam biji menurun sebaliknya
konsentrasi GA meningkat. Demikian juga pada mata tunas. Pada awal masa dormansi
kandungan ABA tinggi dan GA rendah. Pada keadaan "stress" fisik maupun kimia
kandungan ABA itu meningkat dan segera turun kembali setelah hilangnya "stress".
Pada keadaan "stress" air daun kehilangan turgor dan layu, kandungan ABA
41
Ibid., hlm. 87
38
meningkat dan stomata menutup. Jika tanaman diairi, turgor daun menjadi normal
kembali dan konsentrasi ABA menurun. Di sini terlihat bahwa ABA terbentuk di
dalam daun pada waktu "stress" dan diuraikan dan diinaktifkan sesudah tidak ada
"stress" lagi.42
c. Fungsi Asam Absisat
Fungsi utama ABA adalah menghambat perkecambahan sebelum waktunya,
mempromosikan dormansi dalam biji, mendorong penutupan stomata dan
memproduksi molekul yang melindungi sel terhadap pengeringan pada saat tekanan
air. ABA juga terlibat dalam respons perkembangan lainnya, termasuk induksi sintesis
protein penyimpanan dalam biji, heterofil (daun dengan bentuk berbeda pada tanaman
yang sama), inisiasi akar sekunder, pembungaan, dan penuaan.43
1. Asam Absisat Disesuaikan dari Precursor Karotenoid
Setelah struktur ABA telah ditentukan, dua jalur yang mungkin untuk
sintesis ABA diusulkan. Dalam jalur langsung, ABA akan disintesis dari prekursor
terpenoid 15-karbon seperti farnesyl diphosphate. Pada akhir 1970-an telah jelas
ditetapkan bahwa jalur ini beroperasi pada patogen tanaman jamur tertentu yang
secara aktif mensintesis ABA, tetapi tidak pada tanaman itu sendiri. Menurut yang
kedua, atau jalur tidak langsung, ABA semakin banyak peneliti tertarik pada
penelitian hormon tanaman, segera menjadi jelas bahwa ekstrak eter bahan
tanaman digunakan untuk mengekstraksi auksin, sering mengandung zat yang
mengganggu respons auksin di tes kelengkungan Avena coleoptile. Awalnya,
minat utama para peneliti adalah untuk menyingkirkan ekstrak zat-zat yang
mengganggu ini. Namun, seiring berjalannya waktu, minat beralih ke
kemungkinan bahwa penghambat ini sendiri dapat menjadi pengatur pertumbuhan
dalam hak mereka sendiri. Munculnya kertas kromatografi sebagai alat analisis
memungkinkan untuk mencapai pemisahan yang lebih baik dari berbagai zat
dalam ekstrak kasar.
Pada tahun 1953, Bennet-Clark dan Kefford melaporkan bahwa ekstrak
tanaman mengandung, di samping IAA, suatu zat yang menghambat pertumbuhan
bagian koleoptil, yang mereka sebut inhibitor β. Pengamatan bahwa sejumlah
besar inhibitor β dapat diisolasi dari tunas aksila dan lapisan luar umbi kentang
aktif menyebabkan Kefford menyarankan bahwa ia terlibat dalam dominasi apikal
dan mempertahankan dormansi dalam kentang. Sementara itu, peneliti lain
melaporkan terjadinya inhibitor pada tunas dan daun yang tampaknya berkorelasi
dengan timbulnya dormansi pada tanaman kayu. Pada tahun 1964, P. F. Waring
mengusulkan istilah “dormin” untuk zat endogen yang merangsang dormansi ini.
Dalam penelitian lain, zat yang mempercepat absissi diisolasi dari daun
kacang tua dan dari buah kapas dan lupin. Zat-zat ini akan mempercepat absisi
ketika diterapkan pada zona absisi yang dikeluarkan dan disebut absisi II .
42
, Fauziyah Harahap, Fisiologi Tumbuhan: Suatu Pengantar,.........., hlm. 91
William G. Hopskin and Norman P. A. Horner, Introduction to Plant Physiology Fourth Edition,.........., hlm. 355
43
39
Beberapa jalur penelitian ini muncul pada pertengahan 1960-an ketika tiga
laboratorium secara independen melaporkan pemurnian dan karakterisasi kimia
abscisin II, inhibitor β, dan dormin. Ketiga zat terbukti identik secara kimia.
Dalam kasus-kasus seperti itu tidak lazim bahwa ada beberapa
ketidaksepakatan mengenai apa yang disebut zat ini. Meskipun abscisin II
memiliki prioritas (itu yang pertama dikristalisasi dan dikarakterisasi secara kimia),
beberapa istilah itu canggung dan berpendapat bahwa absis tidak cukup
menggambarkan kisaran efeknya. Akhirnya, sebuah panel ilmuwan yang aktif
dalam penelitian tentang abscisin II dan dormin mengajukan nama yang dapat
diterima. Nama asam absisat dan singkatan ABA direkomendasikan oleh panel ini
pada Konferensi Internasional 1967 tentang Zat Pertumbuhan Tanaman, yang
bertemu di Ottawa. Rekomendasi tersebut diterima oleh Konferensi dan istilah
asam absisat sekarang digunakan secara universal.
Gambar: Asam absisat adalah kelas hormon yang diwakili oleh satu senyawa (Sumber:
Introduction to Plant Physiology, 2008)
Diproduksi dari pembelahan karotenoid seperti β-karoten. Awalnya
diusulkan pada akhir 1960-an, jalur tidak langsung didasarkan pada kesamaan
struktural antara pigmen karotenoid dan ABA dan sejak itu telah menerima
dukungan dari berbagai studi biokimia, percobaan berlabel 18O2, dan, yang terbaru,
karakterisasi mutan biosintesis ABA. Pembelahan karotenoid, terutama β-karoten,
untuk menghasilkan biokimia yang bermanfaat. Cyanobacterium Microcystis,
misalnya, menghasilkan metabolit C10 dengan pembelahan β-karoten. Mamalia
menghasilkan vitamin A dengan pembelahan β-karoten dan pembelahan β-karoten
untuk menghasilkan 2 molekul retina fotoreseptor (C20) telah dilaporkan.
Sekarang semakin banyak bukti yang mendukung sintesis ABA tidak
langsung dari β karoten melalui terpene violaxanthin 40-karbon. Pertama,
serangkaian mutan vivipar pada jagung ditemukan telah mengurangi kadar
karotenoid dan ABA. Mutan-mutan ini, terbukti dipengaruhi pada langkah-langkah
awal biosintesis karotenoid, membangun korelasi yang kuat antara karotenoid dan
biosintesis ABA. Kedua, kerangka karbon ABA dan posisi substituen yang
mengandung oksigen sangat mirip dengan violaxanthin. J. A. D. Zeevaart dan
rekan-rekannya membandingkan penggabungan 18O2, isotop oksigen yang stabil,
ke dalam ABA dalam daun yang tertekan air dan daun bombastis dari beberapa
spesies. Pola pengayaan 18O2 pada kelompok karboksil ABA konsisten dengan
pembelahan xantofil dan konversi cepatnya menjadi ABA pada daun yang tertekan
air. Ketiga, diketahui bahwa violaxanthin dapat terdegradasi dalam cahaya in vitro
40
menjadi turunan 15-karbon, xanthoxin, unsur alami tanaman. Jika xanthoxin
diumpankan ke tanaman kacang atau tomat, beberapa radioaktivitas muncul di
ABA. Namun, pada mutan tomat yang kekurangan ABA, konversi xanthoxin
berlabel menjadi ABA berkurang relatif terhadap tanaman jenis liar. Akhirnya,
Gambar: Lembar aliran untuk biosintesis asam absisat senyawa (Sumber: Introduction to
Plant Physiology, 2008)
Dua kelompok telah melaporkan hubungan stoikiometrik antara hilangnya
violaxanthin dan peningkatan ABA pada daun kacang etiol yang tertekan.
Meskipun ABA disintesis dalam sitosol, jalur biosintesisnya dimulai pada kloroplas
(dan mungkin juga plastid lain dalam sel nongreen), yang merupakan tempat
pigmen karotenoid diproduksi). Enzim kritis adalah sembilan-cisexpoycarotenoid
dioxygenase (NCED). Enzim ini membelah 40-karbon karotenoid violaxanthin
untuk menghasilkan produk 15-karbon, xanthoxin, dan produk sampingan 25karbon-.. Anth Xanthoxin kemudian dikonversi menjadi aldehida absisat oleh
alkohol dehydrogenase. Aldehida absisik pada gilirannya dioksidasi menjadi asam
absisat oleh aldehida oksidase absisat. Enzim NCED dan, akibatnya produksi
xanthoxin, diketahui ditargetkan dalam kloroplas sedangkan alkohol dehidrogenase
dan absdeat aldehida oksidase terletak di sitosol. Ini berarti bahwa xanthoxin harus
bermigrasi dari kloroplas ke dalam cytosol, walaupun mekanisme migrasi belum
diketahui.
2. Asam Absisat Degradasi ke Asam Faselek dengan Oxidasi
Asam abscisic dimetabolisme dengan cepat ketika diaplikasikan secara
eksogen ke jaringan tanaman. Pada daun kacang layu, misalnya, separuh waktu
untuk omset (waktu untuk setengah dari ABA berlabel untuk dihancurkan)
diperkirakan sekitar tiga jam. Ester glukosa dari ABA telah ditemukan dalam
41
konsentrasi rendah di berbagai tanaman, tetapi rute metabolisme utama tampaknya
adalah oksidasi menjadi asam fase (PA) dan pengurangan berikutnya dari
kelompok keton pada cincin untuk membentuk asam dihidrofase (DPA)
Setidaknya beberapa jaringan tampaknya membawa metabolisme lebih lanjut
untuk membentuk 4 glukosida DPA. DPA dan glukosida keduanya secara
metabolik tidak aktif.
3. Asam Absisat Disintesiskan dalam Sel Mesophyll, Sel Penjaga, dan Jaringan
Vaskuler
Studi fisiologis sebelumnya menunjukkan bahwa asam absisat terutama
ditemukan pada daun hijau dewasa, terutama pada tanaman yang tertekan air. Ini
akan cocok dengan biokimia yang lebih baru dan studi genom yang dijelaskan di
atas menunjukkan bahwa prekursor ABA berasal dari kloroplas tetapi ABA sendiri
terbentuk di sitoplasma. Ada juga bukti bahwa ABA dapat disimpan dalam
kloroplas. Pada pH rendah, ABA ada dalam bentuk ABAH terprotonasi, yang
bebas menembus sebagian besar membran sel. Bentuk terdisosiasi ABA− bersifat
impermeant karena merupakan molekul bermuatan yang tidak mudah melintasi
membran. Dalam sel mesofil fotosintesis aktif, sitosol akan cukup asam (pH 6,06,5) sedangkan stroma kloroplas bersifat basa (pH 7,5-8,0). Dengan demikian,
ABAH berdifusi dengan mudah dari sitosol ke dalam stroma kloroplas, di mana ia
berdisosiasi dan menjadi terikat. ABA yang disimpan ini nantinya dapat
dilepaskan ketika fotosintesis dimatikan dan pH stroma menurun.
Ekspresi aldehida oksidase (AAO) absisik diinduksi dalam sel penjaga di
bawah kondisi tekanan air dan ekspresi NCED telah terdeteksi dalam sel penjaga
daun senescing dan kotiledon. Dengan demikian nampak bahwa ABA juga
disintesis secara langsung dalam sel penjaga. Lebih lanjut, ekspresi gen biosintesis
ABA (NCED dan lainnya) telah dilokalisasi dalam sel pendamping floem dan sel
parenkim xilem dari tanaman yang sepenuhnya bombastis. Ini menunjukkan
bahwa jaringan pembuluh juga merupakan tempat sintesis ABA pada tanaman
tanpa tekanan.
Asam abisat dapat bergerak cepat dari daun ke bagian lain dari tanaman,
terutama jaringan yang tenggelam. Misalnya, asam absisat berlabel radioaktif yang
diaplikasikan pada daun kedelai dapat dideteksi dalam akar dalam waktu 15 menit.
Bibit yang berkembang juga mengimpor asam absisat dalam jumlah besar dari
daun. Ada juga beberapa bukti bahwa di bawah kondisi tekanan air, ABA yang
disimpan atau disintesis dalam akar dengan cepat diekspor ke daun.44
44
Ibid., hlm. 357-358
42
Gambar: Degradasi oksidatif dari asam absisat menjadi asam fase dan dihidrofase
Acid senyawa (Sumber: Introduction to Plant Physiology, 2008)
4. Asam Absisat Mengatur Matemasi Embryo dan Germinasi Benih
Perkembangan embrio dan perkecambahan benih selanjutnya ditandai
dengan perubahan dramatis dalam kadar hormon. Pada sebagian besar biji, kadar
sitokinin tertinggi selama tahap awal perkembangan embrio ketika tingkat
pembelahan sel juga tertinggi. Ketika tingkat sitokinin menurun dan benih
memasuki periode pembesaran sel yang cepat, tingkat GA dan IAA meningkat.
Pada tahap awal embriogenesis, ada sedikit atau tidak ada ABA yang terdeteksi.
Hanya pada tahap akhir perkembangan embrio, ketika level GA dan IAA mulai
menurun, level ABA mulai meningkat. Tingkat ABA umumnya memuncak selama
tahap pematangan, ketika volume benih dan berat kering juga mencapai
maksimum, dan kemudian kembali ke tingkat yang lebih rendah pada benih kering.
Pematangan embrio ditandai oleh berhentinya pertumbuhan embrio, akumulasi
cadangan nutrisi dalam endosperma, dan perkembangan toleransi terhadap
pengeringan.
Waktu akumulasi ABA bertepatan dengan pematangan embrio
mencerminkan peran penting yang dimainkan ABA dalam proses pematangan.
Salah satu fungsi benih, tentu saja, adalah untuk membubarkan populasi dan
memastikan kelangsungan hidup spesies melalui kondisi yang tidak
menguntungkan. Sebuah benih akan bernilai kecil jika embrio tidak memasuki
dormansi tetapi terus tumbuh dan membangun tanaman baru sebelum penyebaran
dapat terjadi. Salah satu fungsi ABA adalah untuk mencegah perkecambahan
sebelum waktunya, sementara benih masih pada tanaman induk.
Hubungan antara ABA dan perkecambahan dewasa sebelum waktunya jelas.
Diinduksi secara kimiawi dalam jagung dengan pengobatan telinga yang sedang
berkembang pada waktu yang tepat dengan fluridone, suatu penghambat kimiawi
biosintesis karotenoid. Karena karotenoid dan ABA berbagi langkah-langkah
biosintesis awal, fluridone juga menghambat biosintesis ABA. Vivipary yang
diinduksi oleh fluridone setidaknya dapat dikurangi sebagian dengan pemberian
ABA eksogen. Embrio kedelai dapat didorong untuk berkecambah sebelum
waktunya dengan perawatan seperti mencuci atau pengeringan lambat, yang
keduanya menurunkan tingkat ABA endogen. Perkecambahan sebelum waktunya
akan terjadi ketika konsentrasi ABA berkurang menjadi 3 hingga 4 μg per g berat
segar benih, tingkat yang biasanya tidak tercapai sampai tahap akhir pematangan
benih.
43
Indikasi terkuat dari peran ABA dalam mencegah perkecambahan dini,
berasal dari studi tentang mutan vivipar. Setidaknya empat mutan vivipar di jagung
(vp2, vp5, vp7, vp9) diketahui sebagai mutan biosintesis ABA dengan penurunan
kadar ABA dalam biji. Satu mutan jagung, vp1, tampaknya memiliki kadar ABA
normal tetapi tidak memiliki apa yang diyakini sebagai faktor transkripsi spesifik
ABA. Semua mutan ini berkecambah sebelum waktunya pada tongkolnya sebelum
bijinya memasuki dormansi.
ABA juga menstimulasi akumulasi protein pada tahap akhir pengembangan
embrio kedelai dan diketahui mencegah biosintesis α-amilase yang diinduksi oleh
GA dalam biji-bijian sereal. Semua hasil ini membangun hubungan yang kuat
antara ABA dan pematangan benih dan atau pencegahan perkecambahan dini.
ABA juga memulai pengeringan benih, meskipun mekanismenya tidak diketahui.
Ini mungkin melibatkan regulasi gen ABA yang menyandikan protein yang terlibat
dalam toleransi pengeringan.45
5. Asam Absisat Memenuhi Tanggapan Terhadap Stres Air
Tanaman umumnya menanggapi defisit air akut dengan menutup stomata
mereka agar sesuai dengan kehilangan air transpirasional dari permukaan daun
dengan tingkat di mana air dapat disuplai kembali oleh akar. Sejak ditemukannya
ABA pada akhir 1960-an, telah diketahui memiliki peran penting dalam penutupan
stomata selama tekanan air. Faktanya, ABA telah lama dikenal sebagai
antitranspiran karena kemampuannya untuk menginduksi penutupan stomata dan
dengan demikian mengurangi kehilangan air melalui transpirasi.
ABA terakumulasi dalam daun yang tertekan air (yaitu layu) dan aplikasi
ABA eksogen merupakan penghambat kuat pembukaan stomata. Lebih lanjut, dua
mutan tomat, yang dikenal sebagai flacca dan sitiens, gagal mengakumulasi kadar
ABA normal dan keduanya mudah layu. Peran tepat ABA dalam penutupan
stomata pada tekanan air.
Gambar: Gerakan ABA di apoplast senyawa (Sumber: Introduction to Plant Physiology, 2008)
Namun, seluruh pabrik sulit diuraikan dengan pasti. Ini karena ABA ada di
mana-mana, sering terjadi dalam konsentrasi tinggi pada jaringan yang tidak
45
Ibid., hlm. 358
44
tertekan. Juga, beberapa studi awal menunjukkan bahwa stomata akan mulai
menutup sebelum peningkatan konten ABA dapat dideteksi. Menurut pemikiran
saat ini, deteksi awal tekanan air pada daun terkait dengan efeknya pada fotosintesis.
Penghambatan transpor elektron dan fotofosforilasi dalam kloroplas akan
mengganggu akumulasi proton dalam lumen tilakoid dan menurunkan pH stroma.
Pada saat yang sama, ada peningkatan pH apoplast yang mengelilingi sel-sel
mesofil. Gradien pH yang dihasilkan merangsang pelepasan ABA dari sel-sel
mesofil ke dalam apoplast, di mana ia dapat dibawa dalam aliran transpirasi ke selsel penjaga.
Seperti disebutkan di atas, daun layu mengakumulasi ABA dalam jumlah
besar. Dalam kebanyakan kasus, bagaimanapun, penutupan stomatal dimulai
sebelum ada peningkatan yang signifikan dalam konsentrasi ABA. Ini dapat
dijelaskan dengan pelepasan ABA yang disimpan ke dalam apoplast, yang terjadi
cukup awal dan dalam jumlah yang cukup, konsentrasi apoplast setidaknya akan
berlipat ganda untuk menjelaskan penutupan awal. Sintesis ABA yang meningkat
mengikuti dan berfungsi untuk memperpanjang efek penutupan.
Penutupan stomata tidak selalu bergantung pada persepsi kekurangan air
dan sinyal yang muncul di dalam daun. Dalam beberapa kasus tampak bahwa
stomata menutup sebagai respons terhadap pengeringan tanah jauh sebelum ada
pengurangan turgor yang terukur dalam sel mesofil daun. Beberapa penelitian telah
mengindikasikan sistem kontrol umpan-maju yang berasal dari akar dan
mentransmisikan informasi ke stomata. Dalam percobaan ini, tanaman ditanam
sedemikian rupa sehingga akarnya terbagi rata antara dua wadah tanah. Defisit air
kemudian dapat dimasukkan dengan menahan air dari satu wadah sementara yang
lain disiram secara teratur. Kontrol pabrik menerima penyiraman rutin kedua wadah.
Pembukaan stomata bersama dengan faktor-faktor seperti tingkat ABA, potensi air,
dan turgor dibandingkan antara tanaman yang diberi air setengah dan kontrol yang
disiram sepenuhnya. Biasanya, konduktansi stomata, ukuran pembukaan stomata,
menurun dalam beberapa hari menahan air dari akar (Gambar 21.5B), namun tidak
ada perubahan yang terukur dalam potensi air atau hilangnya turgor di daun. Dalam
percobaan dengan bunga hari (Commelina communis), ada peningkatan yang
signifikan dalam kandungan ABA dari akar di wadah kering dan epidermis daun
(Gambar 21.6). Selanjutnya, ABA siap ditranslokasi dari akar ke daun dalam aliran
transpirasi, bahkan ketika akar terkena udara kering. Hasil ini menunjukkan bahwa
ABA terlibat dalam semacam sistem peringatan dini yang mengkomunikasikan
informasi tentang potensi air tanah ke daun.46
6. Respon Asam Absisat Lainnya
Ada bukti terbaru bahwa ABA mungkin juga memiliki peran dalam
perkembangan akar lateral atau sekunder. Inisiasi dan pengembangan akar lateral
diketahui terutama di bawah kendali auksin, tetapi perkembangan akar lateral
46
Ibid., hlm. 359
45
dapat dihambat oleh ABA jika hormon diterapkan selama tahap awal
perkembangan akar lateral, sebelum meristem akar lateral menjadi terorganisir.
Studi sebelumnya juga menunjukkan dampak ABA eksogen pada
pembentukan bunga dalam kondisi tertentu, tetapi data tersebut samar-samar.
Secara khusus, tidak ada hubungan sebab akibat yang dapat ditetapkan antara
tingkat ABA endogen dan perilaku berbunga. Namun, prospek peran ABA dalam
berbunga telah dihidupkan kembali baru-baru ini dengan penemuan bahwa, di
bawah kondisi yang biasanya akan menunda pembungaan, mutan Arabidopsis
yang kekurangan ABA menghasilkan bunga agak lebih awal daripada tanaman
wildtype. Pengamatan ini menunjukkan bahwa ABA endogen biasanya dapat
menghambat atau menunda pembungaan di Arabidopsis. Dukungan lebih lanjut
datang dari penemuan bahwa gen (FCA) yang sebelumnya diketahui terlibat dalam
mengendalikan waktu berbunga juga memiliki sifat reseptor asam absisat.
d. Persepsi Aba Dan Transduksi Sinyal
Persepsi dan pensinyalan ABA tampaknya sangat kompleks dan, meskipun
metabolisme dan fisiologinya
(A)
(B)
Gambar: (A) Pengaturan eksperimental untuk menguji efek dari akar kering padaSintesis ABA
dan penutupan stomata (B) Penutupan stomatal dalam percobaan split-root. (Sumber: Jurnal
Botani Eksperimental, 1985)
Dalam keadaan terprotonasi itu dapat berdifusi melintasi membran plasma dan
bereaksi dengan reseptor intraseluler atau, dalam bentuk yang tidak terawasi, mungkin
tetap berada di luar sel untuk dirasakan oleh situs pada membran plasma. Memang,
percobaan yang menggunakan turunan ABA yang tidak dapat ditembus dan / atau
injeksi mikro dari ABA ke dalam sel telah mengindikasikan beberapa reseptor ABA di
beberapa lokasi. Selama 20 tahun terakhir, metode yang biasanya digunakan untuk
mengidentifikasi reseptor hormon terbukti relatif tidak berhasil dalam pencarian
reseptor ABA. Pendekatan yang lebih baru telah menggunakan reaksi antigen-antibodi
dengan apa yang disebut antibodi antiidiotipik. Dalam metode ini, antibodi yang
ditingkatkan melawan ABA digunakan sebagai antigen untuk meningkatkan kelompok
antibodi kedua, antibodi anti-idiotipik yang memiliki karakteristik mengikat yang
mirip dengan ABA. Jadi, protein apa pun yang berikatan dengan antibodi anti-idiotipik
46
bisa menjadi reseptor ABA yang diduga. Antibodi anti-idiotipik kemudian digunakan
untuk menyaring protein yang dikodekan dengan pelengkap
Gambar: 6 Pengaruh pengeringan udara pada kandungan ABA dari ujung akar Commelina
communis. (Sumber: Jurnal Botani Eksperimental, 1987)
DNA untuk sel-sel bareur aleuron. Pendekatan ini mengarah pada identifikasi
ABAP1, protein yang terletak di membran plasma sel-sel bareur aleuron dan yang
secara spesifik dan reversibel mengikat ABA in vitro. Sejak ditemukannya ABAP1,
setidaknya tiga reseptor ABA diduga telah diidentifikasi. Salah satunya adalah protein
kloroplas Subunit H Chetalase Magnesium Protoporphyrin-IX (CHLH, juga dikenal
sebagai ABAR). Yang kedua adalah protein kontrol FCA larut-waktu berbunga yang
diisolasi dari Arabidopsis. Berdasarkan kesamaan urutan asam amino, FCA homolog
dengan protein barley ABAP1. FCA berinteraksi dengan protein lain (TA) untuk
mengatur pemrosesan mRNA fungsional. Reseptor putatif ketiga adalah reseptor
ditambah G-protein (GPCR) membran-lokal yang diidentifikasi sebagai GCR2. Fakta
sederhana bahwa protein-protein ini mengikat ABA secara in vitro, tidak
membuktikan bahwa mereka adalah reseptor yang sebenarnya. Masih perlu dibuktikan
bahwa hilangnya fungsi atau peningkatan fungsi mengubah fungsi ABA dengan cara
yang dapat diprediksi.
Rantai sinyal untuk efek ABA, baik hulu dan hilir dari hormon, adalah subjek
studi intensif. Interaksi yang tampaknya rumit antara sinyal abiotik, reseptor, kurir
kedua, dan transkripsi gen yang diinduksi ABA — apalagi crosstalk dengan sinyal lain
— membuatnya sulit untuk menyusun skema yang pasti. Meski begitu, sejumlah
komponen mulai masuk ke tempatnya. Sebagian besar kemajuan terbaru telah dicapai
melalui penemuan baru
47
Ca
2+
Gambar: Skema yang disederhanakan menggambarkan koordinasi pompa ion oleh ABA dan
selama penutupan sel-sel penjaga stomata senyawa (Sumber: Introduction to Plant Physiology,
2008)
Mutasi gen yang tidak sensitif ABA dan dapat diringkas dalam poin-poin berikut.
1. Tampaknya ada pergantian ABA yang cepat pada tanaman yang tertekan dan tidak
tertekan, tetapi peristiwa yang merasakan tekanan abiotik dan memulai akumulasi
ABA masih belum diketahui.
2. Ca2 + tampaknya menjadi bagian penting dari rantai sinyal ABA, terutama dalam
sel penjaga stomata. Ca2 + memediasi penyesuaian turgor yang diinduksi ABA
dengan mengaktifkan saluran anion membran plasma
3. Wilayah promotor dari beberapa gen mengandung urutan yang disebut elemen
respons ABA (ABRE). Faktor transkripsi yang dikenal sebagai faktor pengikat
elemen respons ABA (ABFs) mengikat wilayah promotor ini untuk mengatur
aktivitas banyak gen yang diinduksi ABA. Gen-gen ini termasuk protein pelindung
diduga seperti enzim yang diperlukan untuk sintesis osmolytes atau zat terlarut
yang kompatibel yang membantu tanaman beradaptasi dengan tekanan air, dan
faktor transkripsi yang pada gilirannya mengatur perubahan lain dalam ekspresi
gen
4. Sejumlah mutan yang tidak sensitif ABA telah diidentifikasi. Setidaknya tiga
mutan tidak sensitif, abi 3, abi 4, dan abi 5, hanya merusak perkecambahan biji
dan perkembangan awal pembibitan. Ketiga gen wildtype (ABI3, 4, 5)
mengkodekan faktor transkripsi yang diekspresikan terutama dalam biji,
menunjukkan bahwa peran ABA dalam biji membutuhkan transkripsi gen.
5. Sejumlah protein kinase teraktivasi ABA yang secara positif mengatur respons
ABA telah diidentifikasi. Selain itu, ABI 1 dan ABI 2 adalah protein fosfatase
yang secara negatif mengatur respon ABA. Jadi, peristiwa fosforilasi protein jelas
penting dalam persinyalan ABA. Tidak diragukan lagi akan membutuhkan waktu
untuk memilah-milah semua komponen ini dan yang belum ditemukan dan
48
membangun model yang jelas dari rantai persinyalan untuk berbagai respons yang
dimediasi ABA.47
F. Etilen
Buah-buahan mempunyai arti penting sebagi sumber vitamin, mineral, dan zat-zat
lain dalam menunjang kecukupan gizi. Sebagian besar buah yang dimakan adalah buah
yang telah mencapai tingkat kematangannya. Untuk meningkatkan hasil buah yang masak
baik secara kualias maupun kuantitasnya dapat diusahakan dengan substansi tertentu
antara lain dengan zat pengatur pertumbuhan yaitu hormon etilen. Dengan mengetahui
peranan etilen dalam pematangan buah kita dapat menentukan penggunaannya dalam
industri pematangan buah.
a. Pengertian Hormon Etilen
Etilen merupakan hormon tumbuh yang diproduksi dari hasil metabolisme
normal dalam tanaman. Etilen berperan dalam pematangan buah dan kerontokan daun.
Etilen disebut juga ethene.48 Senyawa etilen pada tumbuhan ditemukan dalam fase gas,
sehingga disebut juga gas etilen. Gas etilen tidak berwarna dan mudah menguap.49
Hormon etilen adalah hormon yang berupa gas yang dalam kehidupan tanaman
aktif dalam proses pematangan buah. Aplikasi mengandung ethephon, maka kinerja
sintetis etilen berjalan optimal sehingga tujuan agar buah cepat masak bisa tercapai.
Gas Etilen banyak ditemukan pada buah yang sudah tua.
Gas etilen adalah suatu senyawa volatil yang dikeluarkan oleh buah-buahan
dan sayuran segar. Jumlah gas etilen yang dikeluarkan bervariasi menurut jenis buah
dan sayuran segar yang dihasilkan. Buah apel dikenal sebagai buah yang banyak
menghasilkan gas etilen. Menurut Griffin dan Sacharow, secara umum gas etilen akan
mempercepat proses pematangan dan pemasakan, kerusakan fisik dan fisiologis.50
Berbeda dengan hormon lain, etilen adalah gas yang mudah menguap ke
atmosfer. Etilen dapat dimetabolisme dengan oksidasi menjadi karbon dioksida atau
dengan konversi menjadi etilen oksida atau etilen glikol. Belum ditetapkan apakah
metabolisme etilen memiliki peran aktif dalam fisiologis aksi hormon. Faktanya,
penelitian kinetik telah menunjukkan bahwa metabolisme etilen reaksi kimia tidak
tunduk pada kontrol fisiologis normal. Dengan demikian mungkin hanya konsekuensi
yang tidak penting kadar etilen yang tinggi dalam jaringan. Karena itu sangat mungkin
bahwa sebagian besar jaringan kehilangan etilen berlebih dengan difusi sederhana ke
atmosfer di sekitarnya.51
47
Ibid., hlm. 361
F. G Winarno dan M. A Wirakartakusumah, Fisiologi Pasca Panen, (Jakarta: Sastra Hudaya, 1981)., hlm. 56
49
Ibid., hlm. 72
50
Ibid., hlm. 75
51
William G. Hopskin and Norman P. A. Horner, Introduction to Plant Physiology Fourth Edition,..........., hlm.
364
48
49
b. Struktur Kimia dan Karakteristik Hormon Etilen
Struktur kimia etilen sangat sederhana sekali yaitu terdiri dari dua atom karbon
dan empat atom hidrogen seperti yang terlihat pada struktur kimia pada gambar
berikut:
Gambar: Struktur Kimia Etilen (Sumber: Plant Physiology, 2002)
Etilen merupakan hormon tumbuh yang diproduksi dari hasil metabolisme
normal dalam tanaman. Etilen berperan dalam pematangan buah dan kerontokan daun.
Etilen disebut juga ethane. Selain itu Etilen ( IUPAC nama: etena) adalah senyawa
organik, sebuah hidrokarbon dengan rumus C2H4 atau H2C=CH2. Ini adalah gas
mudah terbakar tidak berwarna dengan samar “manis dan musky bau“ ketika murni.
Ini adalah yang paling sederhana alkena (hidrokarbon dengan karbon-karbon ikatan
rangkap ), dan paling sederhana hidrokarbon tak jenuh setelah asetilena (C2H2).52
Etilen adalah olefin yang dikenal paling sederhana (berat molekulnya 28), dan
lebih ringan dari udara di bawah kondisi fisiologis. Etilen dilepaskan dengan mudah
dari jaringan dan berdifusi dalam fase gas melalui ruang antar sel dan di luar jaringan.
Karena lebih mudah diukur, konsentrasi fase gas biasanya diberikan untuk etilen.
Karena gas etilen mudah hilang dari jaringan dan dapat mempengaruhi jaringan atau
organ lain, sistem perangkap etilen digunakan selama penyimpanan buah, sayuran, dan
bunga-bunga.53
c. Sejarah Penemuan Etilen
Etilen telah digunakan sejak Mesir kuno, yang akan luka buah ara untuk
merangsang pematangan (melukai merangsang produksi etilen oleh jaringan tanaman).
Orang Cina kuno akan membakar dupa di kamar tertutup untuk meningkatkan
pematangan pir. Pada tahun 1864, ditemukan bahwa gas bocor dari lampu jalan
menyebabkan pengerdilan pertumbuhan, memutar tanaman, dan penebalan abnormal
dari batang. Pada tahun 1901, seorang ilmuwan Rusia bernama Dimitry Neljubow
menunjukkan bahwa komponen aktif adalah etilen Keraguan menemukan bahwa etilen
merangsang absisi pada tahun 1917. Ia tidak sampai 1934 yang Gane melaporkan
bahwa tanaman mensintesis etilen. Pada tahun 1935, Crocker mengusulkan bahwa
etilen adalah hormon tanaman yang bertanggung jawab untuk pematangan buah
serta penuaan dari vegetatif jaringan.
52
53
Kartasapoetra, Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 1994)., hlm. 75
Lincoln Taiz and Eduardo Zeiger, Plant Physiology Trith Edition, .........., hlm. 520
50
d. Biosintesis dan Metabolisme Hormon Etilen
Etilen diproduksi oleh tumbuhan tingkat tinggi dari asam amino metionin yang
esensial pada seluruh jaringan tumbuhan. Produksi etilen bergantung pada tipe
jaringan, spesies tumbuhan, dan tingkatan perkembangan. 54 Etilen dibentuk dari
metionin melalui 3 proses :
1. ATP merupakan komponen penting dalam sintesis etilen. ATP dan air akan
membuat metionin kehilangan 3 gugus fosfat yaitu SAM (S-adenosil metionin).
2. Kemudian SAM (S-adenosil metionin) diubah menjadi asam 1aminosiklopropana-1-karboksilat (ACC) oleh enzim ACC-sintase (ACS)
3. Oksigen dibutuhkan untuk mengoksidasi ACC dan memproduksi etilen. Reaksi ini
dikatalisasi menggunakan enzim pembentuk etilen yaitu ACC-oksidase (ACO).55
Gambar : Skema Biosintesis Etilen (Sumber: Introduction to Plant Physiology, 2008)
Dewasa ini dilakukan penelitian yang berfokus pada efek pematangan buah.
ACC sintase pada tomat menjadi enzim yang dimanipulasi melalui bioteknologi untuk
memperlambat pematangan buah sehingga rasa tetap terjaga. Produksi etilen Etilen
adalah senyawa organic hidrokarbon paling sederhana (C2H4) berupa gas berpengaruh
terhadap proses fisiologis tanaman. Etilen dikategorikan sebagai hormon alami untuk
penuaan dan pemasakan dan secara fisiologis sangat aktif dalam konsentarsi sangat
rendah (<0.005 uL/L).56
e. Faktor yang Mempengaruhi Biosintesis Protein
Biosintesis etilen dirangsang oleh beberapa faktor, termasuk keadaan
perkembangan, kondisi lingkungan, hormon tanaman lainnya, dan cedera fisik dan
kimia. Biosintesis etilen juga bervariasi secara sirkadian, memuncak pada siang hari
dan mencapai minimum di malam hari.
54
Ibid., hlm. 520
William G. Hopskin and Norman P. A. Horner, Introduction to Plant Physiology Fourth Edition,....., hlm. 363
56
I. M. S Utama, Penanganan Pascapanen Buah dan Sayuran Segar, (Bali: Universitas Udayana, 2001)., hlm. 22
55
51
1. Pematangan buah
Saat buah matang, laju ACC dan biosintesis etilen meningkat. Aktivitas
kedua enzim, yaitu ACC oksidase dan ACC sintase meningkat, seperti dilakukan
level mRNA untuk subset gen yang masing-masing menyandi enzim. Namun,
aplikasi ACC untuk buah mentah hanya sedikit meningkatkan produksi etilen,
menunjukkan bahwa suatu peningkatan aktivitas ACC oksidase adalah pembatas
laju langkah dalam pematangan.
Gambar: Laju Perubahan Konsentrasi Etilen dan ACC serta ACC oksidase selama
pematangan buah (Sumber: Plant Physiology, 2002
2. Produksi etilen yang diinduksi oleh stres
Biosintesis etilen meningkat oleh kondisi stres seperti kekeringan, banjir,
dingin, terpapar ozon, atau kerusakan mekanis. Dalam semua kasus ini etilen
diproduksi oleh jalur biosintetik biasa, dan peningkatan produksi etilen telah
terbukti menghasilkan setidaknya sebagian dari peningkatan transkripsi ACC
sintase oleh mRNA. Keadaan ini disebut “Stress ethylene” yang terlibat dalam
timbulnya respons stres seperti absisi, penuaan, penyembuhan luka, dan
peningkatan resistensi penyakit.
3. Kandungan auksin dan sitokinin
Dalam beberapa kasus, auksin dan etilen dapat menyebabkan respons
tanaman yang serupa, seperti induksi pembungaan dalam nanas dan penghambatan
perpanjangan batang. Tanggapan ini mungkin disebabkan oleh kemampuan auksin
untuk mempengaruhi sintesis etilen dengan meningkatkan aktivitas ACC sintase.
Pengamatan ini menunjukkan hal itu beberapa respons yang sebelumnya dikaitkan
dengan auksin (indole-3-asam asetat, atau IAA) sebenarnya dimediasi oleh etilen
diproduksi sebagai respons terhadap auksin.
52
Sitokinin juga meningkatkan biosintesis etilen di beberapa jaringan
tanaman. Misalnya dalam etiolasi Bibit Arabidopsis, aplikasi sitokinin eksogen
menyebabkan peningkatan produksi etilen, menghasilkan tripleresponsen fenotip .
Studi genetik molekuler di Arabidopsis telah menunjukkan bahwa sitokinin
meningkatkan biosintesis etilen dengan meningkatkan stabilitas dan / atau aktivitas
satu isoform dari ACC sintase.57
4. Faktor suhu dan oksigen
Produksi etilen juga dipengaruhi oleh faktor suhu dan oksigen. Suhu rendah
maupun suhu tinggi dapat menekan produk etilen. Pada kadar oksigen di bawah
sekitar 2 % tidak terbentuk etilen, karena oksigen sangat diperlukan. Oleh karena
itu suhu rendah dan oksigen rendah dipergunakan dalam praktek penyimpanan
buah-buahan, karena akan dapat memperpanjang daya simpan dari buah-buahan
tersebut. Aktifitas etilen dalam pematangan buah akan menurun dengan turunnya
suhu, misalnya pada Apel yang disimpan pada suhu 3º C, penggunaan etilen
dengan konsentrasi tinggi tidak memberikan pengaruh yang jelas baik pada proses
pematangan maupun pernafasan. Pada suhu optimal untuk produksi dan aktifitas
etilen pada buah tomat dan apel adalah 32º C, untuk buah-buahan yang lain
suhunya lebih rendah.58
f. Peranan Hormon Etilen Bagi Tumbuhan
1. Etilen sebagai hormon pematangan
Gas etilen digunakan untuk mengendalikan pemasakan beberapa jenis buah.
Teknik ini cukup cepat dan memberikan pemasakan yang seragam sebelum
dipasarkan. Buah yang umum dikendalikan pemasakannya dengan etilen adalah
pisang, tomat, pear, dan pepaya. Buah non-klimakterik seperti anggur, jeruk, nenas,
dan strawberry tidak dapat dimasakan dengan cara ini. Dalam kaitannya dengan
proses pematangan buah, etilen berfungsi untuk memecahkan klorofil pada buah
hingga mengakibatkan buah tersebut hanya memiliki xantofil dan karotein atau zat
lain yang membuat kulit buah menjadi merah atau orange.
Etilen merupakan hormon tanaman yang mempunyai efek merangsang
proses kematangan buah, tetapi juga berpengaruh mempercepat terjadinya
kerusakan pada sayur, bunga potong dan tanaman hias lain. Etilen merupakan
suatu gas yang disintesis oleh tanaman dan mempunyai pengaruh pada proses
fisiologi. Penggunaan gas etilen pada tanaman mempunyai pengaruh yang sama
dengan etilen dari tanaman. Pengaruh etilen merangsang pematangan pada buah
klimakterik, dan membuat terjadinya puncak produksi etilen seperti pada buah
non-klimakterik. Daya simpan buah akan menurun dengan adanya pengaruh etilen.
Pengaruh buruk etilen pada sayur umumnya adalah mempercepat timbulnya gejala
kerusakan seperti bercak-bercak coklat pada daun letus. Pengaruh etilen pada
57
58
Lincoln Taiz and Eduardo Zeiger, Plant Physiology Trith Edition,......hlm. 523
J Isbandi, Pertumbuhan dan perkembangan Tanaman, (Yogyakarta: Fakulas Pertanian UGM, 1983)., hlm. 67
.
53
tanaman hias seperti terjadinya gugur pada daun, kuncup bunga, kelopak bunga,
atau secara umum terjadi pada daerah sambungan atau sendi tanaman (abscission
zone).59
Sama seperti hormon lainnya mekanisme kerja hormon etilen melibatkan
reseptor dan sinyal. Dengan tidak adanya etilen, sinyal rantai dimulai dengan
protein yang disebut Constitutive Triple Response 1 (CTR1). CTR1 berinteraksi
secara fisik dengan domain histidin kinase dari reseptor ETR1. Interaksi ini
mengarah ke fosforilasi CTR1 dan memulai aliran transduksi sinyal. CTR1 adalah
serin / treonin protein kinase. Menurut model ini, CTR1 memulai membentuk
protein kinase itu pada akhirnya menghasilkan fosforilasi satu atau lebih faktor
transkripsi dan ekspresi konstitutif dari gen tertentu. Rangkaian protein kinase
sangat mirip untuk kelompok protein yang diaktifkan mitogen yang dikenal luas
kinase yang berperan penting dalam transduksi banyak sinyal pada hewan,
tumbuhan, dan jamur. Ketika etilen berikatan dengan reseptor, ia mencegah
interaksi CTR1 dengan ETR1. Ini akan memblokir inisiasi pembentukann protein
kinase dan selanjutnya aktivasi gen. Hasilnya adalah bahwa dengan tidak adanya
etilen ekspresi gen yang dikendalikan etilena selalu aktif. Efek etilen adalah untuk
mencegah aktivasi yang diperlukan faktor transkripsi.60
Gambar : Reseptor dan Sinyal pada Hormon Etilen (Sumber: Introduction to Plant
Physiology, 2008)
59
I. M. S Utama, Penanganan Pascapanen Buah dan Sayuran Segar,........, hlm. 25
William G. Hopskin and Norman P. A. Horner, Introduction to Plant Physiology Fourth Edition,....., hlm. 364366
60
54
2. Absisi pada daun
Kehilangan daun pada setiap musim gugur merupakan suatu adaptasi untuk
menjaga agar tumbuhan yang berganti daun, selama musim dingin tetap hidup
ketika akar tidak bisa mengabsorpsi air dari tanah yang membeku. Sebelum daun
itu mengalami absisi, beberapa elemen essensial diselamatkan dari daun yang mati,
dan disimpan di dalam sel parenkhim batang. Nutrisi ini dipakai lagi untuk
pertumbuhan daun pada musim semi berikutnya.
Ketika daun pada musim gugur rontok, maka titik tempat terlepasnya daun
merupakan suatu lapisan absisi yang berlokasi dekat dengan pangkal tangkai daun.
Sel parenkhim berukuran kecil dari lapisan ini mempunyai dinding sel yang sangat
tipis, dan tidak mengandung sel serat di sekeliling jaringan pembuluhnya. Lapisan
absisi selanjutnya melemah, ketika enzimnya menghidrolisis polisakarida di dalam
dinding sel. Akhirnya dengan bantuan angin, terjadi suatu pemisahan di dalam
lapisan absisi. Sebelum daun itu jatuh, selapisan gabus membentuk suatu berkas
pelindung di samping lapisan absisi dalam ranting tersebut untuk mencegah
patogen yang akan menyerbu bagian tumbuhan yang ditinggalkannya.61
Absisi diatur oleh perubahan keseimbangan etilen dan auksin. Lapisan
absisi dapat dilihat disini sebagai suatu lapisan vertikal pada pangkal tangkai daun.
Setelah daunnya gugur, suatu lapisan pelindung dari gabus, menjadi bekas
tempelan daun yang membantu mencegah serbuan patogen. Suatu perubahan
keseimbangan etilen dan auksin, mengontrol absisi. Daun yang tua, menghasilkan
semakin sedikit auksin; yang menyebabkan sel lapisan absisi lebih sensitif
terhadap etilen. Pada saat pengaruh etilen terhadap lapisan absisi kuat, maka sel itu
memproduksi enzim, yang mencerna sellulose dan komponen dinding sel
lainnya.62
Gambar: Absisi pada Daun (Sumber: : Introduction to Plant Physiology, 2008)
3. Ethylene dan Permeablitas Membran
Etilen adalah senyawa yang larut di dalam lemak sedangkan memban dari
sel terdiri dari senyawa lemak. Oleh karena itu ethylene dapat larut dan menembus
ke dalam membran mitochondria. Apabila mitochondria pada fase pra klimakterik
diekraksi kemdian ditambah ethylene, ternyata terjadi pengembangan volume yang
61
62
N. A Campbell and J. B. Reece, Biology Sixth Edition, (San Francisco: Pearson Education. Inc, 2004)., hlm. 831.
Lincoln Taiz and Eduardo Zeiger, Plant Physiology Trith Edition,.........., hlm. 529-530
55
akan meningkatkan permeablitas sel sehingga bahan-bahan dari luar mitokondria
akan dapat masuk. Dengan perubahan-perubahan permeabilitas sel akan
memungkinkan interaksi yang lebih besar antara substrat buah dengan enzimenzim pematangan.
4. Beberapa fungsi hormon etilen lainnya
a. mendukung epinasti
b. menghambat perpanjangan batang (elengation growth) dan akar pada beberapa
species tanaman walaupun etilen ini dapat menstimulasi perpanjangan batang,
koleoptil dan mesokotil pada tanaman tertentu, misalnya Colletriche dan padi.
c. menstimulasi perkecambahan
d. menstimulasi pertumbuhan secara isodiametrical lebih besar dibandingkan
dengan pertumbuhan secara longitudinal
e. mendukung terbentuknya bulu-bulu akar
f. mendukung proses pembungaan pada nanas
g. mendukung adanya flower fading dalam persarian anggrek
h. menghambat transportasi auxin secara basipetal dan lateral
g. Aplikasi Hormon Etilen dalam Kehidupan Sehari-hari
1. Kalsium Karbida (CaC2)
Kalsium Karbida (CaC2) atau yang biasa disebut dengan karbit adalah
senyawa kimia CaC2. Karbit digunakan dalam proses mempercepat pematangan
buah. Karbit yang terkena uap air akan menghasilkan gas asetilen yang memiliki
struktur kimia mirip dengan etilen alami, zat yang membuat proses pematangan di
kulit buah.
Gambar: Kalsium Karbida (CaC2) (Sumber: Wikipedia.org, 2019)
Proses fermentasi berlangsung serentak sehingga terjadi pematangan merata.
Proses pembentukan ethilen dari karbit adalah:
CaC2 + 2 H2O → C2H2 + Ca(OH)2.
Dengan penambahan karbit pada pematangan buah menyebabkan
konsentrasi ethilen menjadi meningkat. Hal tersebut menyebabkan kecepatan
pematangan buah pun bertambah. Semakin besar konsentrasi gas ethilen semakin
cepat pula proses stimulasi respirasi pada buah. Hal ini disebabkan karena ethilen
dapat meningkatkan kegiatan-kegiatan enzim karatalase, peroksidase, dan amilase
56
dalam buah. Selain itu juga, ethilen dapat menghilangkan zat-zat serupa protein
yang menghambat pemasakan buah. Respirasi merupakan proses pemecahan
komponen organik (zat hidrat arang, lemak dan protein) menjadi produk yang
lebih sederhana dan energi. Aktivitas ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
energi sel agar tetap hidup.
2. Ethrel atau 2-Cholosthyl phosphonic acid (2-cepa)
Gambar: Ethrel (Sumber: Wikipedia.org, 2019)
Ethrel adalah zat pengatur tumbuh tanaman berbahan aktif etefon. Biasa
digunakan untuk memberi warna, mempercepat pemasakan dan penguatan tekstur
buah-buahan hasil panen. Ethrel biasanya digunakan untuk tanaman tomat, apel,
karet, nanas, melon, semangka dan cabai. Cara kerja etefon bersifat sistemik, ia
akan masuk ke dalam jaringan tanaman kemudian mengaktifkan metabolisme
tanaman dalam fungsi pemasakan buah, perataan warna atau merangsang produksi
lateks pada pohon karet.
Pada pH di bawah 3,5 molekulnya stabil, tetapi pada pH di atas 3,5 akan
mengalami disintregasi menjadi gas etilen, klorida dan ion fosfat. Karena
sitoplasma tanaman pHnya lebih tinggi daripada 4,1 maka apabila ethrel masuk ke
dalam jaringan tanaman akan membebaskan etilen. Kecepatan disintregasi dan
kadar etilen bertambah seiring dengan kenaikan pH.63
63
Kamarani, Fisiologi Pasca Panen, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1986)., hlm.89-90
57
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan
berfungsi sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon
tumbuhan. Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari
proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup jenisnya, diantaranya jenis hormon tumbuhan yaitu auksin,
giberelin, sitokinin asam absisat/ABA, dan etilen.
Auksin diberikan pada sekelompok senyawa kimia yang memiliki fungsi
utama mendorong pemanjangan kuncup yang sedang berkembang. Giberellin
berpengaruh terhadap pembesaran dan pembelahan sel, pengaruh Giberellin ini mirip
dengan auksin yaitu antara lain pada pembentukan akar. Giberellin dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah auksin endogen. Sitokinin berperan
penting dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin yang pertama
sekali ditemukan adalah kinetin. Kinetin bersama-sama dengan auksin memberikan
pengaruh interaksi terhadap diferensiasi jaringan. Peranan ABA sangat nyata dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. ABA berinteraksi dengan zat - zat
pengatur tumbuh tanaman yang lain pada proses tersebut, biasanya interaksi ini
bersifat menghambat (antagonism). Sedangkan etilen merupakan hormon tumbuh
yang diproduksi dari hasil metabolisme normal dalam tanaman. Etilen berperan dalam
pematangan buah dan kerontokan daun.
Dengan berkembangnya pengetahuan biokimia dan dengan majunya industri
kimia maka ditemukan banyak senyawa-senya-wa yang mempunyai pengaruh
fisiologis yang serupa dengan hormon tanaman. Senyawa-senyawa sintetik ini pada
umumnya dikenal dengan nama zat pengatur tumbuh tanaman (ZPT = Plant Growth
Regulator).
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak sekali kekurangan baik
materi maupun sumber, maka untuk selanjutnya kami mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca yang bersifat membangun untuk kami karena kami sadar bahwa makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan.
58
DFTAR PUSTAKA
Asra, Revis. 2014. Pngaruh Hormon Giberelin (GA3) Terhadap Daya Kecambah dan
Vigoritas Calopogonium caeruleum, Universitas Jambi: Biospecies Vol. 7 No.1,
Campbell, Neil A., Jane B. Reece, dan Lewrence G. Mitchell. 2003. Biologi Edisi kelima.
Jakarta: Erlangga.
Campbell , N. A and J. B. Reece. 2004. Biology Sixth Edition. San Francisco: Pearson
Education. Inc.
Harahap, Fauziyah. 2012. Fisiologi Tumbuhan: Suatu Pengantar. Medan: UNIMED.
Hopskin, William G. dan Norman P. A.2008. Introduction to Plan Physiology fourth edition.
USA: The Univesity of Western Ontario.
Hudaya, Kartasapoetra. 1994. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Jakarta: PT.Gramedia
Pustaka Utama.
Isbandi, J. 1983. Pertumbuhan dan perkembangan Tanaman. Yogyakarta: Fakulas Pertanian
UGM.
Kamarani.1986. Fisiologi Pasca Panen. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Pessarakli, Mohammad. 2001. Handbook of Plant and Crop Physiology, second edition. New
York: Marcel Dekker, Inc.
Salisbury, Frank B dan Cleon W Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3: Perkembangan
Tumbuhan dan Fisiologi Lingkungan. Bandung: ITB Bandung.
Taiz, Lincoln dan Eduardo Zeiger. 2002. Plant Physiology Tirth Editions. USA: Sinauer
Assosiation.
Utama , I. M. S. 2001. Penanganan Pascapanen Buah dan Sayuran Segar. Bali: Universitas
Udayana.
Winarno, F. G dan M. A Wirakartakusumah. 1981. Fisiologi Pasca Panen. Jakarta: Sastra.
Wiraatmaja, I Wayan. 2017. Zat Pengatur Tumbuh Giberelin dan Sitokinin. Denpasar:
Universitas Udayana.
59