[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

FITOHORMON

Dewasa ini secara luas diakui bahwa zat pengatur tumbuh (ZPT) memiliki peran pengendalian yang sangat penting dalam dunia tumbuhan. Saat ini, ZPT tanaman dipergunakan secara luas di dunia pertanian dengan berbagai tujuan, di antaranya penundaan atau percepatan pematangan buah, perangsangan perakaran, peningkatan peluruhan daun atau pentil buah, pengendalian perkembangan buah, pemberantasan gulma, pengendalian ukuran organ, dan lain-lain. Pada pertengahan 1800-an, ahli fisiologi tumbuhan bangsa Jerman yang terkenal, Julius von Sachs menduga bahwa bentuk tumbuhan disebabkan oleh adanya kegiatan senyawa-senyawa "pembentuk organ" yang bersifat spesifik, seperti senyawa "pembentuk daun","pembentuk bunga", dan lain-lain (Heddy,1996). Namun usaha untuk mengisolasi senyawa-senyawa semacam ini belum berhasil. Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa tumbuhan mengandung senyawa-senyawa yang mendorong inisiasi proses-proses biokimia yang akhirnya menyebabkan pembentukan organ dan aspekaspek tumbuhan lainnya. Secara keseluruhan senyawa-senyawa tersebut disebut fitohormon, yang mendorong inisiasi reaksi-reaksi biokimia dan perubahan-perubahan komposisi kimia dalam tumbuhan. Faktor lingkungan seperti cahaya dan suhu berinteraksi dengan fitohormon dan beberapa proses biokimia selama tumbuh dan diferensiasi berlangsung. Istilah hormon tumbuhan (fitohormon) diimbas oleh diketahuinya hormon pada hewan dan manusia, yaitu suatu senyawa yang disintesis pada bagian tubuh tertentu, dan dapat ditranspor melalui sistem aliran darah ke bagian tubuh yang lain untuk mengatur respon fisiologis di tempat itu. Hormon tumbuhan adalah senyawa organik yang disintesis di salah satu bagian tumbuhan dan dipindahkan ke bagian lain , dan pada konsentrasi yang sangat rendah mampu menimbulkan suatu respon fisiologis. Orang pertama yang memperkenalkan istilah hormon dalam fisiologi tumbuhan yaitu Fitting pada tahun 1910, dan sejak itu istilah hormon terus digunakan untuk memberi batasan senyawa organik khusus yang terdapat secara alami dengan fungsi pengaturan dalam tumbuhan. Sampai sekarang ada lima kelompok hormon yang paling dikenal, walaupun masih banyak lagi yang sudah pasti akan ditemukan. Kelima kelompok yang sudah dikenal itu meliputi auksin,berbagai macam giberelin, beberapa sitokinin, asam absisatdan etilen. Ketika semakin banyak hormon yang dapat dicirikan dan efek serta konsentrasi endogennya dikaji dua hal menjadi jelas. Yang pertama, setiap hormon mempengaruhi respon pada banyak bagian tumbuhan. Kedua, respon itu bergantung pada spesies, bagian tumbuhan, fase perkembangan,konsentrasi hormon, interaksi antar hormon yang diketahui,dan berbagai faktor lingkungan. Istilah zat tumbuh mencakup hormon tumbuhan (alami) dan senyawa-senyawa buatan yang dapat mengubah tumbuh dan perkembangan tumbuhan. Nama senyawa tersebut dapat juga menyatakan kegiatan fisiologisnya, misalnya zat tumbuh daun, zat tumbuh akar, dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini secara luas diakui bahwa zat pengatur tumbuh (ZPT) memiliki peran pengendalian yang sangat penting dalam dunia tumbuhan. Saat ini, ZPT tanaman dipergunakan secara luas di dunia pertanian dengan berbagai tujuan, di antaranya penundaan atau percepatan pematangan buah, perangsangan perakaran, peningkatan peluruhan daun atau pentil buah, pengendalian perkembangan buah, pemberantasan gulma, pengendalian ukuran organ, dan lain-lain. Pada pertengahan 1800-an, ahli fisiologi tumbuhan bangsa Jerman yang terkenal, Julius von Sachs menduga bahwa bentuk tumbuhan disebabkan oleh adanya kegiatan senyawa-senyawa ”pembentuk organ” yang bersifat spesifik, seperti senyawa ”pembentuk daun”,”pembentuk bunga”, dan lain-lain (Heddy,1996). Namun usaha untuk mengisolasi senyawa-senyawa semacam ini belum berhasil. Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa tumbuhan mengandung senyawa-senyawa yang mendorong inisiasi proses-proses biokimia yang akhirnya menyebabkan pembentukan organ dan aspekaspek tumbuhan lainnya. Secara keseluruhan senyawa-senyawa tersebut disebut fitohormon, yang mendorong inisiasi reaksi-reaksi biokimia dan perubahan –perubahan komposisi kimia dalam tumbuhan. Faktor lingkungan seperti cahaya dan suhu berinteraksi dengan fitohormon dan beberapa proses biokimia selama tumbuh dan diferensiasi berlangsung. Istilah hormon tumbuhan (fitohormon) diimbas oleh diketahuinya hormon pada hewan dan manusia, yaitu suatu senyawa yang disintesis pada bagian tubuh tertentu, dan dapat ditranspor melalui sistem aliran darah ke bagian tubuh yang lain untuk mengatur respon fisiologis di tempat itu. Hormon tumbuhan adalah senyawa organik yang disintesis di salah satu bagian tumbuhan dan dipindahkan ke bagian lain , dan pada konsentrasi yang sangat rendah mampu menimbulkan suatu respon fisiologis. Orang pertama yang memperkenalkan istilah hormon dalam fisiologi tumbuhan yaitu Fitting pada tahun 1910, dan sejak itu istilah hormon terus digunakan untuk memberi batasan senyawa organik khusus yang terdapat secara alami dengan fungsi pengaturan dalam tumbuhan. Sampai sekarang ada lima kelompok hormon yang paling dikenal, walaupun masih banyak lagi yang sudah pasti akan ditemukan. Kelima kelompok yang sudah dikenal itu meliputi auksin,berbagai macam giberelin, beberapa sitokinin, asam absisatdan etilen. Ketika semakin banyak hormon yang dapat dicirikan dan efek serta konsentrasi endogennya dikaji dua hal menjadi jelas. Yang pertama, setiap hormon mempengaruhi respon pada banyak bagian tumbuhan. Kedua, respon itu bergantung pada spesies, bagian tumbuhan, fase perkembangan,konsentrasi hormon, interaksi antar hormon yang diketahui,dan berbagai faktor lingkungan. Istilah zat tumbuh mencakup hormon tumbuhan (alami) dan senyawa-senyawa buatan yang dapat mengubah tumbuh dan perkembangan tumbuhan. Nama senyawa tersebut dapat juga menyatakan kegiatan fisiologisnya, misalnya zat tumbuh daun, zat tumbuh akar, dan sebagainya. 1 B. Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan fitohormon? 2. Bagaimana awal mula ditemukannya auksin? 3. Bagaimana struktur kimia dan apa saja macam-macam auksin? 4. Bagaimana biosintesis IAA pada hormon auksin? 5. Bagaimana deaktivasi IAA pada hormon auksin? 6. Bagaimana pengangkutan pada auksin? 7. Apa saja perananan auksin pada tumbuhan? 8. Bagaimana penggunaan auksin sinetis? 9. Bagaimana awal mula ditemukannya giberelin? 10. Apa saja bentuk-bentuk giberelin pada tanaman? 11. Bagaimana pengaruh fisiologis dari giberelin? 12. Bagaimana biosintesis dan pengangkutan giberelin? 13. Bagaimana awal mula ditemukannya sitokinin? 14. Bagaimana struktur kimia sitokinin? 15. Bagaimana metabolisme pada sitokinin? 16. Bagaimana tapak sintesis dan pengangkutan sitokinin? 17. Bagaimana peran hormon sitokinin pada tumbuhan? 18. Bagaimana mekanisme kerja sitokinin? 19. Bagaimana sejarah ditemukannya asam abisat ? 20. Bagaimana pengaruh fisiologis dari asam abisat? 21. Apa saja fungsi asam abisat? 22. Bagaimana persepsi asam abisat dan transduksi sinyal? 23. Apakah yang dimaksud hormon etilen? 24. Bagaimana struktur kimia dan karakteristik hormon etilen ? 25. Bagaimana awal ditemukannya etilen? \ 26. Bagaimana biosintesis dan metabolisme hormon etilen? 27. Apa saja faktor yang mempengaruhi biosintesis protein ? 28. Apa saja peranan hormon etilen bagi tumbuhan? 29. Apa saja aplikasi hormon etilen dalam kehidupan sehari-hari? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan fitohormon. 2. Untuk mengetahui awal mula ditemukannya auksin. 3. Untuk mengetahui struktur kimia dan apa saja macam-macam auksin. 4. Untuk mengetahui biosintesis IAA pada hormon auksin. 5. Untuk mengetahui deaktivasi IAA pada hormon auksin. 6. Untuk mengetahui pengangkutan pada auksin. 7. Untuk mengetahui perananan auksin pada tumbuhan. 8. Untuk mengetahui penggunaan auksin sinetis. 9. Untuk mengetahui awal mula ditemukannya giberelin. 10. Untuk mengetahui bentuk-bentuk giberelin pada tanaman. 11. Untuk mengetahui pengaruh fisiologis dari giberelin. 12. Untuk mengetahui biosintesis dan pengangkutan giberelin. 13. Untuk mengetahui awal mula ditemukannya sitokinin. 2 14. Untuk mengetahui struktur kimia sitokinin. 15. Untuk mengetahui metabolisme pada sitokinin. 16. Untuk mengetahui tapak sintesis dan pengangkutan sitokinin. 17. Untuk mengetahui peran hormon sitokinin pada tumbuhan. 18. Untuk mengetahui mekanisme kerja sitokinin. 19. Untuk mengetahui sejarah ditemukannya asam abisat . 20. Untuk mengetahui pengaruh fisiologis dari asam abisat. 21. Untuk mengetahui fungsi asam abisat . 22. Untuk mengetahui persepsi asam abisat dan transduksi sinyal. 23. Untuk mengetahui yang dimaksud hormon etilen. 24. Untuk mengetahui struktur kimia dan karakteristik hormon etilen. 25. Untuk mengetahui awal ditemukannya etilen. 26. Untuk mengetahui biosintesis dan metabolisme hormon etilen. 27. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi biosintesis protein. 28. Untuk mengetahui peranan hormon etilen bagi tumbuhan. 29. Untuk mengetahui aplikasi hormon etilen dalam kehidupan sehari-hari. 3 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Fitohormon Konsep zat pengatur tumbuh diawali dengan konsep hormon tanaman. Hormon tanaman adalah senyawa-senyawa organik tanaman yang dalam konsentrasi yang rendah mempengaruhi proses-proses fisiologis. Proses-proses fisiologis ini terutama tentang proses pertumbuhan, differensiasi dan perkembangan tanaman. Proses-proses lain seperti pengenalan tanaman, pembukaan stomata, translokasi dan serapan hara dipengaruhi oleh hormon tanaman. Hormon tanaman kadang-kadang juga disebut fitohormon, tetapi istilah ini lebih jarang digunakan. Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan berfungsi sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon tumbuhan. Bila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai ekspresi. Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya, diantaranya jenis hormon tumbuhan yaitu auksin, giberelin, sitokinin asam absisat/ABA, dan etilen .Dengan berkembangnya pengetahuan biokimia dan dengan majunya industri kimia maka ditemukan banyak senyawa-senya-wa yang mempunyai pengaruh fisiologis yang serupa dengan hormon tanaman. Senyawa-senyawa sintetik ini pada umumnya dikenal dengan nama zat pengatur tumbuh tanaman (ZPT = Plant Growth Regulator). B. Auksin a. Awal Mula Ditemukan Auksin Pada akhir abad-19 Carles Darwin bersama putranya mempelajari tentang gerak tropisme pada tumbuhan. Salah satu minat mereka adalah arah tumbuh tanaman yang megikuti arah sumber cahaya, yang disebut fototropisme. Pada beberapa percobaanya, Darwin menggunakan rumput kenari (Phalaris cnariensis), seperti rumpu pada umumnya, daun muda rumpu ini diseubungi oleh organ pelindung yang disebut koleoptil. Koleoptil sangat sensitif terhadap cahaya, khususnya pada cahaya biru. Jika salah satu sisinya disinari oleh cahaya biru, maka tananman akan tumbuh menuju sumber cahaya dalam satu jam. Darwin menemukan bahwa ujung koleoptil dapat merasakan cahaya. Saat mereka menutupi ujung daun dengan foil, daun tidak membengkok kearah cahaya. Dari sini didapai daerah koeopi yang bertanggung jawab untuk membengkok kan arah tumbuh anaman meuju cahaya yang disebut daerah tumbuh, berada beberapa milimeter dibawah ujung. Oleh karea itu, mereka menyimpulkan bahwa ada semacam sinyal diujung daun yang berjalan menuju daerah tumbuh dan menyebabkan sisi berbayang tumbuh 4 lebih cepat dari pada yang disinari cahaya. Hasil dari percobaan mereka telah ipublikasikan tahun 1881 dalam buku berjudul The Power of Movement in Plant.1 Setelah publikasi buku The Power of Movement in Plant, . pada tahun 1910, Boysen-Jensen mendemonstrasikan stimulus melewati blok agar. Pada tahun 1918, Paal menunjukkan jika apex dipotong dan ditempatkan kembali secara asimetris, kelengkungan akan terjadi bahkan dalam gelap. Zat aktif pertaka kali berhasil diisolasi oleh F. W. Went pada tahun 1928.seorang mahasiswa pascasarjana yang bekerja di laboratorium milik ayahnya di Belanda. Menindak lanjui karya sebelumnya dari Boysen-Jensen dan Paal, Went memotong ujung koleoptil oat (Avena sativa) dan meletakkan potongan apikal diatas agar-agar kecil. Memberikan beberapa saat agar substrat berdifusi dari jaringan menuju agar-agar, dia kemudian meletakkan agar-agar tersebut secara asimetris diatas koleoptil yang baru dipotong. Zat tersebut kemudian menyebar dari blok ke dalam koleoptil, hal ini merangsan pemanjangan sel-sel yang berada disisi koleoptil dibawah agar-agar. Pembengkokan terjadi perbedaan panjang pada kedua sisi. Terlebih lagi, kelengkungan yang terjadi sebanding dengan konsenrasi zat aktif dalam agar-agar. Apa yang dilaukan Went sangat penting dalam 2 hal: pertama, ia menegaskan keberadaan zat pengatur pada pucuk koleoptil, dan kedua, dia mengembangkan sarana untuk isolasidananalisis kuantutitaif za aktif. Karena Went menggunakan koleoptil dari bibit avena, uji kuantitatifnya disebut dengan Avena curvature test. Zat aktif pada tes ini disebut auxin,, berasal dari bahasa Yunani auxein (tumbuh).2 b. Struktur Kimia dan Macam-Macam Auksin Pada pertengahan 1930, ditemukan bahwa auksin mengandung senyawa indole-3-acidic acid (IAA). IAA merupakan senyawa dengan strukur yang sederhana, sehingga banyak laboratorium yang mencoba untuk menyintesis. beberapa hasil sintesis digunakan dalam bidang holikultur dan agrikulutur.3 Penemuan IAA menstimulasi pencarian senyawa lain dengan aktivias serupa. Hasilnya ditemukan berbagai bahan kimias intetis yang berkerja layaknya auksin. Salah satu bahan kimia tersebut adalah indole-3-butyric acid (IBA), bahan kimia IBA dapat diisolasi dari biji dan daun jagung dan beberapa spesies lain. IAA yang terklorinasi (4-chloroindoleacetic acid, atau 4-chloroIAA) juga dilaporkan dapat diekstrak dari biji polong dan memiliki strukur yang irip dengan IAA, dasecara alami asam aromatik phenyl acetic acid (PAA) dilaporkan memiiki akivitas seperi auksin. Karena IBA, 4-chloroIAA, dan PAA dapat diisolasi dari tanaman, memiliki struktur yang mirip dengan IAA dan menyebabkan respon yang sama seperti auksin , ada argumen kuat yang menyatakan IBA, 4-chloroIAA, dan PAA termasuk hormonn alami. Namun, belum diketahui apakah mereka akif secara otomatis atau harus dikonversi 1 Lincoln Taiz dan Eduardo Zeiger, Plant Physiology Tirth Editions, (USA: Sinauer Assosiation, 2002)., hlm. 424 2 William G. Hopskin dan Norman P. A., Introduction to Plan Physiology fourth edition, (USA: The Univesity of Western Ontario, 2008)., hlm. 307 3 Lincoln Taiz dan Eduardo Zeiger, Plant Physiology Tirth Editions,.........., hlm. 424 5 menjadi IAA. Secara kimiawi, salah satu ciri dari auksin yang terlihat adalah rantai samping yang bersifat asasm pada sebuah cicncin aromatik. Kadar IAA pada tanaman teregantung pada beberapa faktor seperti tipe dan usia jaringan dan keadan tumbuh. Dalam jaringan vegetatif misalnya, jumlah IAA berkurang antara 1 μg hingga 100 μg/kg berat tanaman, tetapi pada biji terdapat jauh lebih tinggi. Dalam satu studi, diperkirakan bahwa endosperm jagung pada hari keempat setelah perkecambahan mengandung 308 picomol (pmole=10-12 mol) IAA. Pada saat yang bersamaan, pucuk jagung mengandung 27 picomol dan diperlukan input sebesar 10 pmole IAA/jam unuk mendukung pertumbuhan. Banyaknya jumlah IAA pada benih/biji berfungsi untuk mendukung pertumbuhan cepat bibit muda saat berkecambah.4 Gambar: Struktur Senyawa Auksin Alami (Sumber: Introduction to Plant Physiology, 2008) Gambar: Struktur Auksin Sisntetis (Sumber, Introduction to Plant Physiology, 2008) 4 William G. Hopskin dan Norman P. A., Introduction to Plan Physiology fourth edition,.........., hlm. 308 6 c. Biosintesis IAA IAA secara struktural berhubungan dengan asam amino triptofan, dan studi awal tentang biosinesis auksin berfokus pada triptofan sebagai prekursor. Namun, penggabungan tryptophan berlabel eksogen (misal., [3H] tryptophan) ke IAA oleh jaringan tanaman telah terbukti sulit untuk ditunjukkan. Namun demikian, tidak sedikit bukti yang menunjukkan bahwa tanaman mengubah triptofan menjadi IAA melalui beberapa jalur, yaitu. 1. IPA pathway. Jalur indole-3-pyruvic acid (IPA), mungkin yang paling umum dari jalur yang bergantung pada triptofan. Jalur melibatkan reaksi deaminasi untuk membentuk IPA, diikuti oleh reaksi dekarboksilasi untuk membentuk indole-3asetaldehida (IAld). Indole-3-asetaldehida kemudian dioksidasi menjadi IAA oleh dehidrogenase spesifik. 2. Jalur TAM. Jalur tryptamine (TAM) mirip dengan IPApathway, kecuali urutan reaksi deaminasi dan dekarboksilasi terbalik, dan enzim terlibat berbeda. Spesies yang tidak memanfaatkan IPApathway memiliki jalur TAM. Setidaknya dalam satu kasus (tomat), ada bukti memiliki IPA dan jalur TAM 3. Jalur IAN. Pada jalur indole-3-asetonitril (IAN), triptofan pertama-tama dikonversi menjadi indol-3-asetadoxime dan kemudian menjadi indol-3-asetonitril. Enzim yang mengubah IAN menjadi IAA disebut nitrilase. Jalur IAN mungkin penting dalam hanya tiga famili tumbuhan yakni : Brassicaceae (keluarga mustard), Poaceae (famili rumput), dan Musaceae (famili pisang). Namun demikian, gen atau aktivitas seperti nitrilase baru-baru ini telah diidentifikasi di Cucurbitaceae (keluarga squash), Solanaceae (keluarga tembakau), Fabaceae (polong-polongan), dan Rosaceae (rose family). Empat gen (NIT1 hingga NIT4) yang mengkode enzim nitrilase kini telah dikloning dari Arabidopsis. Ketika NIT2 diekspresikan dalam tembakau transgenik, tanaman yang dihasilkan memperoleh kemampuan untuk menanggapi IAN sebagai auksin dengan menghidrolisisnya menjadi IAA. Jalur biosintesis lain yang bergantung pada triptofan—jalur yang menggunakan indole-3-acetamide (IAM) sebagai perantara—digunakan oleh berbagai bakteri patogen, seperti Pseudomonas savastanoi dan Agrobacterium tumefaciens. Jalur ini melibatkan dua enzim tryptophan monooxygenase dan IAM hydrolase. Auksin yang diproduksi oleh bakteri ini sering menimbulkan perubahan morfologi pada inang tanamannya. Selain jalur yang bergantung pada triptofan, studi genetik baru-baru ini telah memberikan bukti bahwa tanaman dapat mensintesis IAA melaui satu atau lebih jalur independen triptofhan. Keberadaan beberapa jalur untuk biosintesis IAA membuat hampir mustahil bagi tanaman untuk kehabisan auksin dan mungkin 7 merupakan cerminan dari peran penting hormon ini dalam perkembangan tanaman.5 Gambar: Berbagai Macam Jalur Biosintesis Auksin (Sumber: Plant Physiology, 2002) Bukti untuk biosintesis IAA melalui jalur tryptophan-independen telah diperoleh dari mutan jagung dan Arabidopsis. Bibit mutan pericarp oranye (orp) dari Zea mays kekurangan enzim tryptophan synthase, yang mengkatalisasi langkah terakhir dalam sintesis triptofan.. Meskipun biji yang membawa mutasi orp berkecambah secara normal, mereka tidak dapat bertahan dengan kapasitas yang sama dengan sintesis tryptophan yang sudah selesai. Kandungan IAA dari bibit mutan, bagaimanapun, adalah sebanyak 50 kali lipat lebih tinggi dari bibit jenis liar. Beberapa mutan yang memerlukan triptofan juga telah diisolasi dari Arabidopsis. Dua dari mutan ini, trp2 dan trp3, juga kekurangan tryptophan synthase dan tidak dapat mengubah indole-3-gliserol fosfat menjadi tryptophan. Bibit trp2 dan trp3, tidak seperti orp, tidak mengakumulasi IAA bebas tetapi mereka mengandung kadar IAA terkonjugasi yang meningkat. Rupanya, trp2 dan trp3 menyimpan kelebihan IAA dalam bentuk terkonjugasi. Eksperimen pelabelan radioisotop pada jagung dan Arabidopsis telah mengkonfirmasi bahwa IAA disintesis dari beberapa prekursor selain triptofan. 5 Lincoln Taiz dan Eduardo Zeiger, Plant Physiology Tirth Editions,.........., hlm. 428 8 Jalur yang tepat untuk sintesis IAA bebas triptofan tidak diketahui. Namun, mutan trp2 dan trp3 Arabidopsis tidak mengakumulasikan indole-3-asetonitril. Arabidopsis juga mengandung enzim triitrilase yang diperlukan untuk mengubah indole-3-asetonitril menjadi IAA, sehingga melibatkan indol-3-asetonitril sebagai zat antara. Sumber indole-3-asetonitril tidak diketahui, meskipun akumulasinya dalam mutan triptofan menunjukkan jalur independen triptofan untuk biosintesis indol-3asetonitril juga. Diketahui bahwa indole-3-asetonitril dapat diturunkan dari glukobrassisin, glukosinolat utama yang ada pada anggota famili Cruciferae. Rincian jalur tryptophan-indole-3-asetonitril independen untuk biosintesis auksin dan apakah itu terbatas pada Arabidopsis atau brassica, atau lebih luas, masih harus ditentukan.6 d. Deaktivasi IAA IAA dalam larutan berair relatif tidak stabil dan mudah terdegradasi oleh berbagai agen, termasuk asam, radiasi ultraviolet dan pengion, dan cahaya tampak, yang terakhir terutama di hadapan pigmen peka seperti riboflin. Namun, degradasi IAA in situ muncul terutama karena oksigen dan peroksida, baik secara terpisah atau kombinasi, dengan adanya sistem redoks yang sesuai. Inaktivasi zat pemacu pertumbuhan Avena oleh ekstrak daun berair pertama kali dilaporkan pada 1930-an, bahkan sebelum prinsip aktif diidentifikasi sebagai IAA. Enzim yang bertanggung jawab untuk menonaktifkan IAA pertama kali diisolasi dari ekstrak tanaman pada tahun 1940-an dan disebut IAA oksidase. Kemudian, enzim peroksidase, bersamaan dengan flopoprotein, ditunjukkan untuk mengkatalisasi oksidasi IAA dan pada saat yang sama melepaskan CO2. Dekarboksilasi oksidatif IAA oleh peroksidase sekarang diketahui identik dengan IAA oksidase. Dekarboksilasi oksidatif in vitro IAA telah dipelajari secara luas dengan puriadish peroxidase lobak. Karena produk akhir oksidasi IAA secara fisiologis tidak aktif, oksidasi IAA adalah cara yang efektif untuk mengeluarkan molekul hormon begitu telah mencapai tujuannya. Penelitian yang lebih baru dengan buah tomat hijau, Vicia faba, dan spesies lain telah menunjukkan bahwa konjugasi IAA dengan asam amino seperti alanin atau asam aspartat juga menyebabkan deaktivasi yang tidak dapat diubah.7 e. Pengangkutan Auksin Poros utama pucuk dan akar, bersama dengan cabangnya, menunjukkan perbedaan struktural antara dasar dengan pucuk, dan perbedaan struktural ini berawal pada perbedaan transportasi auksin. Segera setelah Went mengembangkan tes kelengkungan koleoptil untuk auksin, ditemukan bahwa IAA bergerak terutama dari apikal ke ujung basal (secara basipetal) pada bagian-bagian oat koleoptil yang dipotong. Jenis pengangkutan searah ini disebut pengangkutan kutub. Auksin adalah satu-satunya hormon pertumbuhan tanaman yang diketahui diangkut secara polar. Karena apeks pucuk berfungsi sebagai sumber utama auksin untuk seluruh tanaman, transportasi kutub telah lama diyakini sebagai penyebab utama gradien 6 7 Ibid., William G. Hopskin dan Norman P. A., Introduction to Plan Physiology fourth edition,........., hlm. 311 9 auksin yang memanjang dari ujung pucuk ke ujung akar. Gradien auksin longitudinal dari pucuk ke akar mempengaruhi berbagai proses perkembangan, termasuk pemanjangan batang, dominasi apikal, penyembuhan luka, dan penuaan daun. Baru-baru ini telah diketahui bahwa sejumlah besar transportasi auksin juga terjadi di floem, dan floem mungkin merupakan rute utama di mana auksin diangkut secara akropetal (yaitu, menuju ujung) di akar. Dengan demikian, lebih dari satu jalur bertanggung jawab atas distribusi auksin pada tanaman. a. Pengangkutan polar Untuk mempelajari pengangkuan polar, para peneliti telah menggunakan metode blok agar-agar donor-penerima: Sebuah blok agar-agar yang mengandung auksin berlabel radioisotop (blok donor) ditempatkan pada salah satu ujung segmen jaringan, dan blok penerima ditempatkan di ujung yang lain. Pergerakan auksin melalui jaringan ke dalam blok penerima dapat ditentukan dari waktu ke waktu dengan mengukur radioaktivitas dalam blok penerima. Dari banyak penelitian semacam itu, sifat umum dari pengangkutan polar IAA telah diketahui. Jaringan berbeda dalam tingkat polaritas pengangkutan IAA. Pada koleoptil, batang vegetatif, dan tangkai daun, transportasi basipetal mendominasi. Transportasi kutub tidak dipengaruhi oleh orientasi jaringan (setidaknya dalam periode waktu yang singkat), sehingga tidak tergantung pada gravitasi. Demonstrasi sederhana dari kurangnya efek gravitasi pada transportasi kutub ditunjukkan pada. Ketika stek batang (dalam hal ini bambu) ditempatkan di ruang lembab, akar adventif selalu terbentuk di ujung basal stek, bahkan ketika stek terbalik. Karena diferensiasi akar dirangsang oleh peningkatan konsentrasi auksin, auksin harus diangkut secara basipetal di batang bahkan ketika pemotongan berorientasi terbalik. Gambar: Metode untuk Menguji Pengakuan Polar Auksin (Sumber: Plant Physioloy, 2002) 10 Pengangkutan polar berlangsung dengan cara sel ke sel, bukan melalui symplast. Yaitu, auksin keluar sel melalui membran plasma, berdifusi melintasi senyawa tengah lamella, dan memasuki sel di bawahnya melalui membran plasma. Hilangnya auksin dari sel disebut auksin eflux; masuknya auksin ke dalam sel disebut serapan auksin atau influx. Proses keseluruhan membutuhkan energi metabolisme, yang dibuktikan dengan sensitivitas transportasi kutub terhadap kekurangan O2 dan inhibitor metabolik. Kecepatan pengangkutan polar auksin adalah 5 hingga 20 cm jam -1 - lebih cepat dari laju difusi, tetapi lebih lambat daripada tingkat translokasi floem. Transportasi kutub juga spesifik untuk auksin aktif, baik yang alami maupun sintetis. Baik analog auksin yang tidak aktif maupun metabolit auksin tidak diangkut secara polar, menunjukkan bahwa transpor polar melibatkan pembawa protein spesifik pada membran plasma yang dapat mengenali hormon dan analog aktifnya. Situs utama transportasi auksin kutub basipetal pada batang dan daun adalah jaringan parenkim vaskular. Coleoptiles tampaknya menjadi pengecualian dalam transpor kutub basipetal yang terjadi terutama pada jaringan nonvaskular. Transportasi kutub acropetal dalam akar secara khusus dikaitkan dengan parenkim xilem dari prasasti. Namun, seperti yang akan kita lihat nanti dalam bab ini, sebagian besar auksin yang mencapai ujung akar ditranslokasi melalui floem.8 f. Perananan Auksin a. Pemanjangan sel Menurut hipotesis pertumbuhan asam, pompa yang terleta didalam membran plasma memainkkan peranan dalam respon pertumbuhan dari sel-sel terhadap auksin. Pada daerah pemanjangan suatu tunas, auksin merangasang pompa proton, yaiu sau indakan yag menurunkan pH pada dinding sel. Pengsaman dinding inimengakifkan enim-ezim yang memecahkan ikatan silang (ikatan hidrogen) yang terdapat antara mikrofibril-mikrofibril selulosa, sehingga meonggarkan serat-serat dinding sel. Karena dindingnya sekarang lebih plastis , sebebas mengambil airmealui osmosis dan berambah panjang. Namun agar bisa tumbuh terus setelah perubahan awal ini, sel-sel harus membuat lebih banyak sitoplasma dan bahan-bahan dinding.9 8 Lincoln Taiz dan Eduardo Zeiger, Plant Physiology Tirth Editions,.........., hlm. 432 Neil A. Cambell. dkk, Biologi Jilid 2 edisi 5. (Jakarta, Penerbit Erlangga,2003)., hlm. 382 9 11 Gambar : Pemanjangan Sel Sebagai Respon Terhadap Auksin (Sumber: Biologi, 2003) b. Gerak fototropisme Gerakan fotoropisme diperngaruhi oleh photropin, yaiu protein kinase autofosforilasi yang aktivitasnya dirangsang oleh cahaya biru. Phototropin mengakibatkan gradien lateral dalam fosforilasi selama paparan cahaya biru unilateral dengan fasih rendah. Menurut hipotesis saat ini, gradien dalam fosforilasi fototropin menginduksi pergerakan auksin ke sisi teduh dari koleoptil. Setelah auksin mencapai sisi yang teduh dari ujung, itu diangkut secara basipetal ke zona perpanjangan, di mana ia merangsang pemanjangan sel. Akselerasi pertumbuhan pada sisi yang teduh dan perlambatan pertumbuhan pada sisi yang diterangi (pertumbuhan diferensial) memunculkan kelengkungan ke arah cahaya. g. Penggunaan auksin sinetis Hormon dan bahan kimia pengatur lainnya sekarang digunakan dalam berbagai aplikasi yang diinginkan untuk alasan komersial untuk mengendalikan beberapa aspek pengembangan pabrik. Auksin sintetis digunakan dalam aplikasi komersial sebagian besar karena mereka tahan terhadap oksidasi oleh enzim yang menurunkan IAA. Selain stabilitasnya yang lebih besar, auksin sintetis seringkali lebih efektif daripada IAA dalam aplikasi spesifik. Salah satu penggunaan auksin yang paling luas ditemui oleh konsumen adalah penggunaan 2,4-D dalam pengendalian gulma. 2,4-D dan senyawa sintetis lainnya, seperti 2,4,5-T dan dicamba, mengekspresikan aktivitas auksin pada konsentrasi rendah, tetapi pada konsentrasi yang lebih tinggi adalah herbisida yang efektif. Pengenalan 2,4-D dan 4-chlorophenoxyacetic acid (4-CPA) sebagai herbisida pada tahun 1946 merevolusi pendekatan kami dalam pertanian. Untuk alasan yang tidak jelas, asam fenoksiasetat terklorinasi secara selektif beracun bagi spesies berdaun lebar. 2,4-D tetap menjadi komponen utama campuran ‘gulma-dan-pakan’ untuk perawatan di halaman rumah serta untuk mengendalikan gulma daun lebar dalam 12 tanaman sereal. Auxin sintetik disukai dalam aplikasi komersial karena biayanya yang rendah dan stabilitas kimianya yang lebih besar. Asam indolebutirat dan asam naftalenaasetat keduanya banyak digunakan dalam perbanyakan vegetatif — perbanyakan tanaman dari stek batang dan daun. Aplikasi ini dapat ditelusuri ke kecenderungan auksin untuk merangsang pembentukan akar adventif. Umumnya dipasarkan sebagai preparasi 'hormon rooting', auksin, biasanya asintetik sintetis, DNAA atau IBA, dicampur dengan bahan lembam seperti bedak. Stek batang dicelupkan ke dalam bubuk sebelum ditanam di hamparan pasir basah untuk mendorong pembentukan akar. 4-CPA dapat disemprotkan pada tomat untuk meningkatkan bunga dan set buah, sementara NAA umumnya digunakan untuk menginduksi bunga pada pohonpohon apel. Efek samping ini secara otomatis disebabkan oleh produksi etilen yang diinduksi auksin. NAA juga digunakan baik untuk menipiskan buah maupun mencegah buah-buah dan buah pir preharvest pra panen. Ini melihat efek yang berlawanan tergantung pada waktu aplikasi auksin dengan tahap yang tepat dari bunga dan pengembangan buah. Membayar dalam buah-buahan awal, pendek setelah bunga berbunga, meningkatkan absorpsi buah-buahan muda. (lagi, duetoauxininducedethylenproduksi) .Peningkatan diperlukan untuk mengurangi jumlah buah dan mencegah terlalu banyak buah-buahan kecil berkembang. Berbunyi ketika buah matang memiliki efek sebaliknya, mencegah jatuhnya buah prematur dan menjaga buah di pohon sampai sepenuhnya matang dan siap panen. Penggunaan auksin sintetik, terutama bentuk yang diklorinasi, digunakan sebagai pendamping untuk disingkirkan oleh kelompok-kelompok pemerhati lingkungan hidup karena potensi bahaya kesehatan. 2,4,5-T, misalnya, telah dilarang secara hukum karena mengandung tingkat yang lebih tinggi dari insulin, bahan kimia yang sangat karsinogenik.10 C. Giberelin Zat pengatur tumbuh (ZPT) lain yang sering ditambahkan kedalam medium adalah Giberellin, ZPT yang dalam bentuk larutan pada temperatur tinggi mudah kehilangan sifatnya sebagai ZPT. Giberellin (asam Giberellate) dalam dosis tinggi menyebabkan gigantisme, sesuai dari penemuan awal yang menunjukkan bahwa ZPT ini berefek meningkatkan pertumbuhan sampai beberapa kali. Giberellin berpengaruh terhadap pembesaran dan pembelahan sel, pengaruh Giberellin ini mirip dengan auksin yaitu antara lain pada pembentukan akar. Giberellin dapat menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah auksin endogen.11 a. Sejarah Giberelin pertama kali ditemukan di Jepang pada tahun 1930an oleh oleh Kurosawa yang mempelajari gejala penyakit padi "bakanaebyo" atau penyakit bibit 10 11 William G. Hopskin dan Norman P. A., Introduction to Plan Physiology fourth edition,.........., hlm. 314 Fauziyah Harahap, Fisiologi Tumbuhan: Suatu Pengantar, (Medan: UNIMED, 2012)., hlm. 82. 13 bodoh.12 Kajian dilakukan pada tanaman padi yang sakit, yang tumbuh terlalu tinggi. Tanaman tersebut sering tak mampu menopang dirinya sendiri dan akhirnya matiakibat kelemahan ini dan kerusakan oleh parasit. Penyakit bakanaebyo disebabkan oleh cendawan Gibberella fujikuroi (fase aseksualnya atau fase tak sempurnanya adalah Fusarium moniliforme). Pada tahun 1926, beberapa ahli patologi tumbuhan mendapatkan bahwa ekstrak cendawan tersebut yang disemprotkan ke tanaman padi menimbulkan gejala yang sama dengan cendawan itu sendiri; hal itu menunjukkan bahwa bahan kimia tertentu dapat menimbulkan penyakit tersebut.13 Penyelidikan orang-orang Jepang ini tidak banyak menarik perhatian orang di luar Jepang. Sampai pada akhir perang dunia II beberapa team ahli dari Inggris dan Amerika Serikat mengunjungi Jepang dan menyadari akan penelitian-penelitian mengenai giberelin ini. Sesudah studi yang mendalam di tiga Negara tersebut diketahui bahwa giberelin terdiri dari sekurangkurangnya 6 macam giberelin yang disebut GA1, GA2, GA3, GA4, GA7, dan GA9.14 Giberelin yang umumnya tersedia di pasaran adalah GA3 yang dikenal juga dengan nama asam giberelat15 dimana giberelin ini yang banyak dipergunakan pada penelitian-penelitian fisiologi tumbuhan. Di dalam diskusi giberelin atau GA dipakai untuk giberelin yang telah diketahui struktur kimianya (GA1, GA3, GA7 dan seterusnya) sedangkan zat-zat yang aktivitas biologisnya seperti GA tetapi belurn diketahui struktur kimianya disebut Gibberellin Like Compounds (GAL).16 b. Bentuk-bentuk Giberelin pada Tanaman Telah diketahui bahwa lebih dari 50 jenis GA telah diisolasi dan diidentifikasikan. Tiap-tiap jenis tanaman mempunyai beberapa jenis GA tertentu. Metzger dan Zeev Vart (1980) mendapatkan 6 macam GA pada akar bayam Amerika (spinach) yaitu: GA17, GA19, GA20, GA29, GA44 dan GA53. Jenis-jenis GA yang sama juga terdapat pada biji muda dari Vicia faba. Pada biji kacang kapri yang sedang mengalami proses pematangan terdapat 7 jenis GA yaitu: GA9, GA17, GA20, GA29, GA44 dan GA51. Pada waktu biji tersebut matang tidak terdapat GA-GA yang bebas lagi, hanya terdapat "gibberellin like" yang tidak mempunyai aktivitas biologis lagi. Selain GA bebas, di dalam tanamanpun telah ditemukan berbagai bentuk GA yang terikat. Contoh: glukosa yang mengikat GA bebas, yang satu melalui gugus hidroksil (GA1-glukosida) dan yang lain melalui gugus karboksil (GA4-glukosil ester). Belum begitu jelas apakah bentuk terikat ini berfungsi sebagai GA cadangan atau GA untuk ditranslokasikan atau kedua-duanya. 12 Mohammad Pessarakli, Handbook of Plant and Crop Physiology, second eidtion, (New York: Marcel Dekker, Inc, 2001)., hml. 508. 13 Frank B Salisbury dan Cleon W Ross, Fisiologi Tumbuhan Jilid 3: Perkembangan Tumbuhan dan Fisiologi Lingkungan, (Bandung: ITB Bandung, 1995)., hlm. 51. 14 Ibid., hlm. 83. 15 Revis Asra, Pengaruh Hormon Giberelin (GA3) Terhadap Daya Kecambah dan Vigoritas Calopogonium caeruleum, Universitas Jambi: Biospecies Vol. 7 No.1, Januari 2014, hal. 30. 16 Ibid., hlm. 83. 14 Gambar: contoh GA3 (asam giberalat) yang dijual di pasaran. (Sumber: www.alibaba.com) Sampai saat ini belum bisa dipahami mengapa tumbuh-tumbuhan mempunyai begitu banyak GA. Apakah itu bukan suatu “artifac” (tetjadi selama prosedur ekstrak). Mungkin tidak semua GA yang terdapat dalam tanaman itu aktif. Perlu penelitian lanjutan mengenai aktivitas dari jenis-jenis GA yang bebas itu, juga terhadap bentukbentuk terikat dari GA-GA tersebut.17 Gambar: struktur kimia GA1, GA3, GA12, ent-Kaurene dan ent-Gibberellane. (Sumber: Plant Physiology, 2002) Asetil-CoA, yang berperan penting pada proses respirasi berfungsi sebagai prekursor pada sintesis GA. Kemampuannya untuk meningkatkan pertumbuhan pada tanaman lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh auxin apabila diberikan secara tunggal. Namun demikian auxin dalam jumlah yang sangat sedikit tetap dibutuhkan agar GA dapat memberikan efek yang maksimal. Sebagian besar tumbuhan dikotil dan sebagian kecil tumbuhan monokotil akan tumbuh cepat jika diberi GA, tetapi tidak demikian halnya pada tumbuhan konifer misalnya pinus. Jika GA diberikan pada tanaman kubis tinggi tanamannya bisa mencapai 2 m. Banyak tanaman yang secara genetik kerdil akan tumbuh normal setelah diberi GA. 17 Ibid., hlm. 85 15 Efek giberelin tidak hanya mendorong perpanjangan batang, tetapi juga terlibat dalam proses regulasi perkembangan tumbuhan seperti halnya auxin. Pada beberapa tanaman pemberian GA bisa memacu pembungaan dan mematahkan dormansi tunastunas serta biji. Disintesis pada ujung batang dan akar, giberelin menghasilkan pengaruh yang cukup luas. Salah satu efek utamanya adalah mendorong pemanjangan batang dan daun. Pengaruh GA umumnya meningkatkan kerja auxin, walaupun mekanisme interaksi kedua ZPT tersebut belum diketahui secara pasti. Demikian juga jika dikombinasikan dengan auxin, giberelin akan mempengaruhi perkembangan buah misalnya menyebabkan tanaman apel, anggur, dan terong menghasilkan buah walaupun tanpa fertilisasi. Diketahui juga bahwa giberelin digunakan secara luas untuk menghasilkan buah 7 anggur tanpa biji pada varietas Thompson. Giberelin menyebabkan ukuran buah anggur lebih besar dengan jarak antar buah yang lebih renggang di dalam satu gerombol. Giberelin juga berperan penting dalam perkecambahan biji pada banyak tanaman. Biji-biji yang membutuhkan kondisi lingkungan khusus untuk berkecambah seperti suhu rendah akan segera berkecambah apabila disemprot dengan giberelin. Diduga giberelin yang terdapat di dalam biji merupakan penghubung antara isyarat lingkungan dan proses metabolik yang menyebabkan pertumbuhan embrio. Sebagai contoh, air yang tersedia dalam jumlah cukup akan menyebabkan embrio pada biji rumputrumputan mengeluarkan giberelin yang mendorong perkecambahan dengan memanfaatkan cadangan makanan yang terdapat di dalam biji. Pada beberapa tanaman, giberelin menunjukkan interaksi antagonis dengan ZPT lainnya misalnya dengan asam absisat yang menyebabkan dormansi biji. Giberelin (GAs) merupakan senyawa diterpenoid tetrasiklik dengan rangka entgibberalene yang disebut ent-kaurene. Ada 2 tipe utama GAs yaitu yang mempertahankan kerangka entkaurene disebut C20-GAs atau punya atom carbon penuh yaitu 20 C dan yang kehilangan C20 disebut ent20 non-gibberelane (C19-GAs) atau atom carbon yang ke 20 hilang dalam metabolism. Saat ini telah ditemukan 89 jenis GAs, diberi nomor dari GA1-GA89. Menurut Weaver (1972), perbedaan utama pada gibereline adalah: (a) pada beberapa gibereline mempunyai 19 buah atom karbon dan yang lainnya mempunyai 20 buah atom karbon; (b) Grup hidroksil berada dalam posisi 3 dan 13 (ent-gibberellene numbering system). Semua gibereline dengan 19 atom karbon adalah monocarboxylic acid yang mengandung COOH grup pada posisi 7 dan mempunyai sebuah lactonering. Di alam, dijumpai pula beberapa senyawa yang di ekstrak dari tanaman. 8 Senyawa tersebut tidak mengandung gibereline atau gibberellane structure tetapi termasuk ke dalam gibereline. Tetapi ada pula senyawa lain yang ditemukan tanpa gibban skeleton yaitu "Steviol", namun aktivitasnya seperti gibereline. Macam-macam giberelin ada yang endogen mulai dari: GA1 sampai dengan GA58 misalnya GA1 pada jagung, kacang tanah, pisang, tebu dan GA7 pada biji muda mentimun. Disamping itu ada pula sintetik umumnya adalah GA3, tetapi ada juga GA4, GA7, GA9 sintettik. Sifat-sifat struktur yang diperlukan untuk aktivitas kimia giberelin adalah: 16 a. b. c. Untuk aktivitas yang tinggi diperlukan adanya cincin A, B, C, D yang utuh dari ent-giberelin Gugus karboksil (COOH) pada C7 diperlukan untuk aktivitas yang tinggi Gas yang paling atif adalah Gas yang mempunya ikatan lakton (CO-- O--C/CO pada C19 dan C pada C10) pada cicin A. Perbedaan GAs satu terhadap yang lain biasanya terletak pada: 1. 2. c. d. Ada atau tidak adanya C20. C19-GAs pada GA1 smpai dengan GA11, dan C20-Gas pada GA12 sampai dengan GA14. Jumlah dan letak dari gugusan karboksil a. 1 gugus karboksil → pada C7 b. Lebih dari 1 gugus karboksil → C7, C18, C19 dan C20 Letak ikatan tidak jenuh pada cincin A dan ini hanya untuk C19-GAS. Ikatan tak jenuh dapat terletak pada ∆ 1,2; ∆ 2,3; ∆ 1,10. Jumlah dan letak dari gugus hidroksil: a. 1 gugus umumnya pada C3 b. > 1 gugus – C3 dan C13, C3 dan C1, C3 dan C16, C3 dan C218 c. Pengaruh Fisiologis dari Giberelin Giberelin sebagai hormon tumbuh pada tanaman sangat berpengaruh pada sifat genetik (genetic dwarfism), pembuangan, penyinaran, partohenocarpy, mobilisasi karbohidrat selama perkecambahan (germination) dan aspek fisiologi lainnya. Giberelin mempunyai peranan dalam mendukung perpanjangan sel (cell elongation), aktivitas kambium dan mendukung pembentukan RNA baru serta sintesa protein. 1. Genetic dwarfism Giberelin dapat mengatasi gejala genetic dwarfism karena fungsi giberelin dalam pemanjangan sel, sehingga tanaman yang kerdil bisa menjadi lebih tinggi. Genetic dwarfism adalah suatu gejala kerdil yang disebabkan oleh adanya mutasi. Gejala ini terlihat dari memendeknya internodus (ruas batang). Terhadap Genetic dwarfism ini, Giberelin mampu merubah tanaman yang kerdil menjadi tinggi. Hal ini telah dibuktikan oleh Brian dan Hemming (1955). Dalam eksperimennya dilakukan penyemprotan gibberellic acid pada berbagai varietas kacang. Hasil dari eksperimen ini menunjukan bahwa gibberellic acid berpengaruh terhadap tanaman kacang yang kerdil menjadi tinggi. Mengenai hubungannya dengan cell elengation, dikemukakan bahwa giberelin mendukung pengembangan dinding sel. Penggunaan giberelin akan mendukung pembentukan enzym protolictic yang akan membebaskan tryptophan sebagai asal bentuk dari auxin. Hal ini berarti bahwa kehadiran giberelin tersebut akan meningkatkan kandungan auxin. Mekanisme lain menerangkan bahwa giberelin akan menstimulasi cell elengation, karena adanya hidrolisa pati yang dihasilkan dari giberelin, akan mendukung terbentuknya aamilase. Sebagai akibat dari proses tersebut, maka konsentrasi gula 18 I Wayan Wiraatmaja, Zat Pengatur Tumbuh Giberelin dan Sitokinin, (Denpasar: Universitas Udayana, 2017)., hlm. 6-9. 17 meningkat yang mengakibatkan tekanan osmotik di dalam sel menjadi naik, sehingga ada kecenderungan sel tersebut berkembang.19 a b Gambar: a. Efek GA1 eksogen pada jagung normal dan kerdil (d1). Gibberelin menstimulasi elemen pemanjangan batang pada tanaman kerdil tetapi menghasilkan sedikit atau tidak sama sekali pengaruh pada jenis tanaman liar tinggi. b. Kubis, dapat diinduksi untuk bunga dengan aplikasi giberelin. Dalam kasus diilustrasikan, batang berbunga raksasa diproduksi. (Sumber: Plant Physiology, 2017) 2. Pembungaan (flowering) Gibberelin sebagai salah satu hormon tumbuh pada tanaman, mempunyai peranan dalam pembungaan. Umumnya giberelin tinggi menyebabkan tanaman terhambat berbunga, sebaliknya tenaman terinduksi berbunga apabila kandungan giberelinnya menurun. Namun demikian, hal tersebut tidak berlaku umum untuk semua tanaman karena pada berbagai tanaman pembungaanya justru memerlukan kandungan giberelin tinggi. 3. 19 Parthenocarpy dan fruit-set Giberelin dapat Merangsang terbentuknya buah partenokarpi seperti anggur dan tomat, sebab GA dapat merangsang pembuahan tanpa melelui penyerbukan. Seperti auxin, giberelinpun berpengaruh terhadap parthenocarpy. Hasil penelitian menunjukan bahwa gibberellic acid (GA3) lebih efektif dalam terjadinya parthenocarpy dibanding dengan auxin yang dilakukan pada blueberry. Hasil eksperimen lain menunjukan pula bahwa GA3 dapat meningkatkan tandan buah (fruit set) dan hasil. Ibid., hlm. 9 18 4. Peranan Giberelin dalam pematangan buah (fruit ripening) Pematangan (ripening) adalah suatu proses fisiologis, yaitu terjadinya perubahan dari kondisi yang tidak menguntungkan ke suatu kondisi yang menguntungkan, ditandai dengan perubahan tekstur, warna, rasa dan aroma. Dalam proses pematangan ini, giberelin mempunyai peran penting yaitu mampu mengundurkan pematangan (repening) dan pemasakan (maturing) suatu jenis buah. Dari hasil penelitian menunjukan aplikasi giberelin pada buah tomat dapat memperlambat pematangan buah, sedangkan gibberellic acid yang diterapkan pada buah pisang matang, pemasakannya dapat ditunda. 20 5. Mobilisasi bahan makanan selama fase perkecambahan (germination) Biji cerealia terdiri dari embrio dan endosperm. Didalam endosperm terdapat masa pati (starch) yang dikelilingi oleh suatu lapisan "aleuron". Sedangkan embrio itu sendiri merupakan suatu bagian hidup yang suatu saat akan menjadi dewasa. Pertumbuhan embrio selama perkecambahan bergantung pada persiapan bahan makanan yang berada di dalam endosperm. Untuk keperluan kelangsungan hidup embrio maka terjadilah penguraian secara enzimatik yaitu terjadi perubahan pati menjadi gula yang selanjutnya ditranslokasikan ke embrio sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa giberelin berperan penting dalam proses aktivitas amilase. Hal ini telah dibuktikan dengan menggunakan GA yang mengakibatkan aktivitas amilase miningkat. Aktivitas enzym α-amilase dan protease di dalam endosperm juga didukung oleh GA melalui de-novo synthesis. Hal ini ada hubungannya dengan terbentuknya DNA baru yang kemudian menghasilkan RNA. Gambar: perkembangan tanduk rusa pada jagung yang kekurangan giberelin (Zea mays). (Bawah) Telinga yang tidak dibuahi dari kurcaci mutan dan, menunjukkan kepala sari yang mencolok. (Atas) jagung yang telah dirawat dengan giberelin. Sumber: Plant Physiology, 2017. 6. 20 21 Stimulasi aktivitas kambium dan perkembangn xylem Giberelin mempunyai peranan dalam aktivitas kambium dan perkembangn xylem. Aplikasi GA3 dengan konsentrasi 100, 250, dan 500 ppm mendukung terjadinya diferensiasi xylem pada pucuk olive. Begitu pula dengan mengadakan aplikasi GA3+IAA dengan konsentrasi masing-masing 250 dan 500 ppm, maka terjadi pengaruh sinergis pada xylem. Sedangkan aplikasi auxin saja tidak memberi pengaruh pada tanaman.21 Ibid., hlm. 10. Ibid., hlm. 12 19 7. Pemecahan Dormansi Fungsi penting giberelin yang lain adalah dalam hal mematahkan dormansi/mempercepat perkecambahan, dengan cara GA yang dihasilkan di embrio masuk ke lapisan aleuron dan disana menghasilkan enzim amylase. Enzim ini kemudian masuk ke endosperm, disana merubah pati menjadi gula dan energi. Selain itu GA juga dapat menyebabkan kulit lebih permeabel terhadap air dan udara. Dormansi adalah masa istirahat bagi suatu organ tanaman atau biji. Bisa juga diartikan sebagai adalah kemampuan biji untuk mengundurkan fase perkecambahannya hingga saat dan tempat itu menguntungkan untuk tumbuh. Secara umum terjadinya dormansi adalah disebabkan oleh faktor luar dan faktor dalam. Faktor yang menyebabkan dormansi pada biji adalah: 1. 2. 3. 4. 5. Tidak sempurnanya embrio (rudimentery embriyo); Embrio yang belum matang secara fisikologis (physiological immature embrio); Kulit biji yang tebal (tahan terhadap gerakan mekanis); Kulit biji impermeable (impermeable seed coat); dan Adanya zat penghambat (inhibitor) untuk perkecambahan (presence of germination inhibitors). GA3 dapat memecahkan dormani karena menstimulasi terbentuknya -amilase dan enzim hidrolitik. Prosesnya adalah GAs di transfer ke aleuron, disana menstimulir terbentuknya amilase dan enzim hidrolitik. Enzim itu disekresikan ke endosperm mendorong hidrolisis cadangan makanan (pati menjadi gula). Jadi GAs mendorong pertumbuhan biji dengan meningkatkan plastisitas dinding sel diikuti hidrolisis pati menjadi gula. Proses-proses tersebut menyebakan potensial air sel turun, air masuk ke sel dan akhirnya sel memanjang.22 d. Biosintesis dan Pengangkutan Giberelin Giberelin adalah zat kimia yang dikelompokan kedalam terpinoid. Semua kelompok terpinoid terbentuk dari unit isoprene yang terdiri dari 5 atom karbon. Gambar: Unit Isoprene (5-C) (Sumber: Zat Pengatur Tumbuh Giberelin dan Sitokinin, 2017) Unit-unit isoprene ini dapat bergabung sehingga menghasilkan monoterpene (C-10), sesqueterpene (C-15), diterpene (C-20) dan triterpene (C-30). Biosintesis gibereline yang terdapat dalam jamur Gibberella Fujikuroi berproses dari Mevalonic acid sampai menjadi giberelin. Tempat sintesis adalah pada semua jaringan yang sedang tumbuh dan jaringan yang berdiferensiasi serta pada biji dan buah yang sedang berkembang. 22 Ibid., hlm. 13. 20 Pengangkutan polar rupanya tidak berlaku untuk giberelin, sitokinin dan asam absisik. Fitohormon-fitohormon ini bergerak melalui jaringan-jaringan pembuluh floem dan xylem dan juga melalui system apoplas dan simplas. Banyak kenyataan yang menunjukkan bahwa giberelin dan sitokinin ditranslokasikan bukan dalam bentuk bebas. Eksudat-eksudat dari jaringan fluem bunga matahari, kacang kapri, anggur dan tanaman lainnya semuanya mengndung GA-glukosida. Bentuk GAglukosida ini adalah bentuk GA cadangan maupun GA yang ditranslokasikan. Kenyataan-kenyataan yang samapun didapat untuk sitokinin dan asam absisik. Eksudat-eksudat dari xylem maupun floem mengandung kedua fitohormon ini dalam keadaan yang terikat.23 Gambar: giberelin menyebabkan perpanjangan selubung daun bibit padi, dan respons ini digunakan dalam daun padi kerdil. Pada percobaan diatas padi berumur 4 hari dan bibit diperlakukan dengan pemberian jumlah GA yang berbeda. (Sumber: Plant Physiology, 2017) Jalur biosintesis giberelin terdiri atas 4 lintasan, yaitu: a. Jalur dari mevalonic acid (MVA) ke geranil-geranil pyrofosfat (GGPP) b. Siklisasi GGPP menjadi Ent-kaurene c. Ent-kaurene menjadi GA12-aldehida d. Jalur dai GA12-aldehida ke GAs 23 Ibid., hlm. 15. 21 Gambar: Tiga tahap biosintesis giberelin. Tahap 1, geranylgeranyl diphosphate (GGPP) dikonversi menjadi entkaurene via copalyl diphosphate (CPP) dalam plastid. Tahap 2, yang terjadi pada retikulum endoplasma, entkaurene dikonversi ke GA12 atau GA53, tergantung pada apakah GA dihidroksilasi pada karbon 13. Sebagian besar menanam jalur 13-hidroksilasi mendominasi di Arabidopsis dan beberapa yang lain jalur non-13-OH adalah jalur utama. Tahap 3 di sitosol, GA12 atau GA53 dikonversi GAS lainnya. Konversi ini dilanjutkan dengan serangkaian oksidasi pada karbon 20. Dalam 13-hidroksilasi jalur ini mengarah ke produksi GA20. GA20 saat itu dioksidasi menjadi giberelin aktif, GA1, oleh 3β-hidroksila-Reaksi (yang setara dengan non-13-OH adalah GA4). Akhirnya, hidroksilasi pada karbon 2 mengubah GA20 dan GA1 menjadi masing-masing bentuk tidak aktif GA29 dan GA8 (Sumber: Plant Physiology, 2017) Jalur dari mevalonic acid ke geranil-geranil pyrofosfat (GGPP) sampai menjadi GA12-aldehida (jalur nomor 1-3) sama untuk semua tanaman tingkat tinggi. Karena begitu banyak GAs maka tidak ada satu jalur khusus baik bagi GAs yang terdapat pada fungi maupun yang terdapat pada tanaman. Walaupun demikian sebagian dari jalur biosintesa itu yaitu mulai dari MVA (C6) → ent-Kaurene → GA12 aldehida adalah sama untuk fungi maupun tanaman. Jalur dari MVA ke GPP ada beberapa langkah yaitu aktivasi dari MVA menjadi MVA-PP dengan enzim MVA Kinase, memerlukan ATP, MG++ atau MN++, dilanjutkan dengan pembentukan GGPP dari IPP dan DMAP, enzimnya GGPP 22 sintetase. Setelah itu terjadi pembentukan cincin (cyclization) ent-Kaurene dari GGPP. Pada tahap perubahan ant-kaurene menjadi GA12-aldehida tidak terdapat hasil antara (intermediate) diantara kedua senyawa tersebut. Para ahli berpendapat bahwa proses itu terjadi dari kontraksi cincin B. Cincin B yang mula-mula terdiri dari 6 C berkontraksi menjadi cincin B dengan 5 C + C7 diluar cincin tersebut. Pada jalur sesudah GA12-aldehida menjadi Gas (GA4) melalui langkah-langkah berikut yaitu: a. Oksidasi dari gugus 7 Beta aldehida b. Hilangnya gugus 10 alpametil c. Pebentukan ikatan lakton antara C19 dan C10.24 Kemudian dari GA4 ada 4 jalur untuk membentuk GA16, GA17, GA1 dan GA7 dengan proses sebagai berikut: a. b. c. d. e. GA4 → hidroksilasi pada C1 → GA16 GA4 → hidroksilasi pada C2 → GA17 GA4 → hidroksilasi pada C13 → GA1 GA4 → membentuk ikatan rangkap antara C1 dan C2 (∆ 1,2) → GA7 GA7 → hidroksilasi → GA3 pada C13.25 Bentuk-bentuk GAs alamiah terdiri dari: a. b. c. d. 24 25 GAs bebas (free GAs) yaitu GAs yang tidak terikat pada glukosa dan larut dalam methanol, terdiri dari C19-GAs atau C20-GAs mono, di atau tri karboksilat. GAS yang larut dalam air atau “bound GAs” (Water soluble GAS). Senyawa menyerupai GA, sangat polar dan larut dalam air. Terdapat pada buah, biji, umbi kentang, umbi tulip, kecambah tomat, ujung-ujung tunas tembakau. Bentuknya bermacam-macam terdiri dari sekurang-kurangnya dua atau lebih senyawa. Salah satu GAs yang sangat polar ini adalah GA bebas yang telah ditentukan struktur kimianya. GA ini dikenal dengan nama GA32 yang terdapat pada biji muda dari Prunus armeniaca. Conjugated GAs. Pada conjugated GA, GAs ini terikat pada glukosa dalam bentuk glukosida dan glukosil ester. Glukosida merupakan pengikatan glukosa dengan GAs melalui gugus hidroksil dari GA (GA--O--glukosa). Sedangkan ester glukosil merupakan pengikatan glukosa dengan GAs melalui gugus karboksilat (COOH) dari GA (GA--COO--glukosa). Inter Konversi GAs berbeda di dalam palensinya dan GAs yang terdapat pada fase perkembangan tertentu dari tanaman atau organ tidak terdapat pada fase perkembangan berikutnya. Di dalam organ/tanaman terjadi interkonversi seperti: 1. Antara Free GA (GA6–GA3 dan GA8) 2. Conjugated GAs → Free GAs 3. Bound GAS → Free GAs. Ibid., hlm. 16. Ibid., hlm. 16-17. 23 Terdapat perbedaan antara GAs conjugated dengan auxin conjugated, karena pada GAs hanya terdapat dalam glukosida dan glukosil ester, sedangkan pada auxin terdapat dalam bentuk glukosida, glukosil ester dan peptida. Pada auxin istilah bound auxin adalah sinonim dengan conjugated auxin sedangkan pada pada GA tidak. 26 Pada GA yang disebut bound Giberelin adalah senyawa menyerupai GA (GA like substance) yang lebih polar dari GA bebas. Metode yang digunakan untuk melacak tempat biosintesa dari GAS antara lain : a. Pemotongan organ diikuti pemberian GAS eksogen. Dalam hal ini organ dipotong lalu diberi GAS eksogen, kemudian dibandingkan dengan tanaman yang tidak dipotong organnya. b. Ekstraksi lalu dilakukan determinasi. c. Difusi Mula-mula dipergunakan untuk auxin tetapi dapat digunakan juga untuk GAs. Perbedaan antara ekstraksi dan difusi adalah bahwa pada ekstraksi diketahui kadar GA pada satu waktu tertentu. Sedangkan pada difusi mengetahui pembentukan kadar GA pada suatu selang waktu (periode). d. Penggunaan inhibitor pada GA biosintesa. Penggunaan inhibitor dilakukan pada potongan organ kemudian dilanjutkan dengan mengukur jumlah GAs yang terbentuk pada suatu periode waktu dengan metode difusi. Berdasarkan metode-metode tersebut didapatkan bahwa GAs dibuat: (1) di daun muda dari pucuk tunas, (2) ujung-ujung akar (3-4 mm), dan (3) biji yang sedang berkembang. Pengaturan kadar GA dalam tubuh tanaman dilakukan melalui mekanisme: a. Pengaturan sintesis in situ b. Pembentukan Bound GAs atau Conjugated GAs. Bound GAs dianggap sebagai GAs cadangan atau GAs simpanan, atau GAs dalam bentuk dapat ditransport. Dari bound GAs dapat dilepas GAs. Contohnya GA3-glukosida.27 c. Dengan interkonversi. Adanya interkonversi menyebabkan kadar GAs pada jaringan atau organ pada suatu waktu tidak konstan. Di dalam proses biosintesis telah diketemukan zat penghambat (growth retardant) di dalam aktivitas ini. Beberapa contoh growth retardant yang menghambat biosintesis gibereline pada tanaman antara lain Amo-1618 (2-isopropil-4-dimetilkamine-5 metil phenil-4pipendine karboksilatmetil klorida) menghambat biosintesis gibereline pada tanaman mentimun liar (Exhmocytis macrocarpa). Amo-1618 menghambat dalam proses perubahan dari Geranylgeranyl pyrophosphat ke Kaurene. Begitu pula growth retardant CCC (2-chloroethyl) trimethyl (-amonium chloride) memperlihatkan aktivitas yang sama dengan Amo1618. Biosintesis GAs dapat dihambat dengan menggunakan inhibitor sintetik, yaiutu: 1. AMO-1618 dan cyclosel, memblok biosintesis pada reaksi yang enzimnya ent-kaurene synthase. 26 27 Ibid., hlm. 23. Ibid., hlm. 24. 24 2. Paklobutrazol, anzimidol dan uniconazole, menjadi ent-kaurenol.28 memblok reaksi ent-kaurene Gambar: penghambatan growth reterdant dalam biosintesis. (Sumber: Zat Pengatur Tumbuh Giberelin dan Sitokinin, 2017) D. Sitokinin a. Pengertian Sitokinin Sitokinin berperan penting dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin yang pertama sekali ditemukan adalah kinetin. Kinetin bersama-sama dengan auksin memberikan pengaruh interaksi terhadap diferensiasi jaringan. Pada pemberian auksin dengan konsentrasi relatif tinggi, diferensiasi kalus cenderung ke arah pembentukan primordia akar, sedangkan pada pemberian kinetin yang relatif tinggi, diferensiasi kalus cenderung ke arah pembentukan primordia batang atau tunas. 29 Selain kinetin dari berbagai macam sitokinin terdapat secara alamiah yang paling umum ditemukan adalah zeatin.30 Pada sekitar tahun 1913 Gottlieb Haberlandt di Austria menemukan suatu senyawa tak dikenal yang mengacu pembelahan sel yang menghasilkan kambium gabus ndan memulihkan luka pada umbi kentang yang terpotong. Senyawa tersebut 28 Ibid., hlm. 27. Fauziyah Harahap, Fisiologi Tumbuhan Suatu Pengantar,.........., hlm. 86 30 Neil A. Campbell, Jane B. Reece, dan Lewrence G. Mitchell, Biologi Edisi kelima, (Jakarta: Erlangga, 2003)., hlm. 383 29 25 terdapat di jaringan pembuluh berbagai jenis tumbuhan. Temuan ini merupakan ungkapan pertama tentang senyawa yang dikandung tumbuhan, yang sekarang dinamakan senyawa sitokinin, yang memacu sitokinesis. Pada tahun 1940 Johanes Van overbeek menemukan bahwa endosperma cair buah kelapa yang belum matang juga kaya akan senyawa yang dapat memacu sitokinesis. Pada tahun 1950-an Folke Skoog dan beberapa kawannya yang tertarik pada auksin yang ternyata mampu memacu pertumbuhan biakan jaringan tumbuhan, mendapati bahwa sel potongan empulur batang tembakau membelah jauh lebih cepat bila sepotong jaringan pembuluh diletakkan di atasnya, hal itu mempertegas hasil yang didapatkan Haberlandt. Skoog dan para rekannya mencoba mengenali faktor kimia jaringan pembuluh itu dengan menggunakan pertumbuhan sel empulur tembakau sebagai sistem uji. Sel dibiakkan dalam medium agar yang mengandung gula, garam, mineral, vitamin, asam amino, dan IAA jumlahnya diketahui. IAA sendiri cepat meningkatkan pertumbuhan, dengan mendorong terbentuknya sejumlah sel yang cukup banyak, tetapi sel itu tidak membelah sehingga banyak diantaranya poliploid dengan beberapa inti. Dalam upaya mencari senyawa yang bisa memacu pembelahan sel, mereka menemukan senyawa lir-adenin yang sangat aktif dari ekstrak khamir. Hal itu mengarahkan penelitian kepada kemampuan DNA dalam memacu sitokinesis (sebab DNA mengandung adenin). Salah satu yang tlah dilakukan pada tahun 1954 oleh Carlos Miller yang menemukan senyawa sangat aktif yang terbentuk dari hasil penguraian sebagian DNA tua sperma ikan herring atau DNA yang di autoklaf. Mereka menamakan senyawa tersebut kinetin. Kinetin sendiri memang belum ditemukan pada tumbuhan dan bukan merupakan bahan aktif yang ditemukan Haberlandt dari jaringan floem, namun kerabat sitokinin ditemukan ada di dalam tumbuhan. FC Steward, dengan menggunakan teknik biakan jaringan, juga pada tahun 1950-an menemukan berbagai jenis sitokinin dalam air kelapa, yang mampu mendorong pembelahan sel pada jaringan akar wortel.dan yang paling aktif berdasarkan Hasil pengujian Letham 1974, adalah senyawa yang sebelumnya diberi nama umum zeatin dan zeatin ribosida. Pada tahun 1964 untuk pertama kalinya zeatin dicirikan pada saat yang hampir bersamaan oleh Letham dan Carlos, keduanya menggunakan endosperma cair jagung sebagai sumbernya. Sejak itu sitokinin lain, yang strukturnya lir-adenin, mirip dengan kinetin dan zeatin berhasil dikenali di berbagai bagian tumbuhan berbiji. Tak satupun sitokinin terdapat dalam DNA atau produk pecahan DNA, tapi beberapa terdapat dalam molekul RNA pemindah tumbuhan berbiji, khamir, bakteri, dan bahkan primata dan lebih dari 30 jenis terdapat sebagai sitokinin bebas. 31 b. Struktur Kimia Sitokinin yang terjadi secara alami adalah semua turunan adenin dengan rantai samping terkait isoprena atau rantai samping aromatik (siklik). Yang pertama disebut isokrenoid sitokinin dan yang terakhir disebut sitokinin aromatik. Meskipun ada 31 Frank B Salisbury dan Cleon W Ross, Fisiologi Tumbuhan: Perkembangan Tumbuhan dan Fisiologi Lingkungan,...........,hlm. 64 26 beberapa variasi tergantung pada spesies dan tahap perkembangan, sitokinin isoprenoid yang paling umum adalah isopentil adenin dan dihidrozeatin. Sitokinin aromatik, seperti benzyladenine kurang umum dan hanya ditemukan pada beberapa spesies.32 Gambar: Struktur sitokinin alami dan sitokinin tiruan (Sumber: Fisiologi Tumbuhan Jilid 3, 1995) Kinetin tidak dibentuk oleh tumbuhan namun kedua laporan menyatakan bahwa benzilanin atau ribosidanya didapati pada tumbuhan. Semua sitokinin mempunyai rantai samping yang kaya akan karbon dann hidrogen, yang menempel pada nitrogen yang menonjol dari puncak cincin purin. Setiap sitokinin bisa ditemukan dalam bentuk basa bebas atau nukleosida yang gugus ribosanya melekat pada atom nitrogen pada kedudukan 9 zeatin. Contohnya adalah zeatin ribosida, yaitu sitokinin yang cukup banyak terdapat pada banyak jenis tumbuhan. Selanjutnya nukleosida dapat diubah menjadi nukleotida yang fosfatnya diesterifikasi menjadi ribosa 5 karbon seperti pada adenosin 5 fosfat (AMP). Pada beberapa kasus, diperoleh bukti adanya pembentukan nukleosida difosfat dan trifosfat yang mirip dengan ADP dan ATP, namun semua nukleotoida ini tampaknya kurang banyak dibandingkan dengan jumlahnya dalam bentuk basa bebas atau nukleosida33 c. Metabolisme Sitokinin Dalam pengetahuan kita tentang biosistesis datang dari Chong-Maw dan DK Melitz (1979) yang mengemukakan bahwa jaringan tumbuhan mengandung enzim yang dinamakan isopentenil AMP sintase (sebelumnya ditemukan pada cendawan lendir) yang membentuk isopentenil adenosine-5-fosfat (isopentenil AMP) dari AMP dan salah atu isomer isopentenil piroposfat. (senyawa terakhir ini merupakan hasil 32 William G. Hopskin and Norman P. A. Horner, Introduction to Plant Physiology Fourth Edition,.........., hlm. 339 33 Frank B Salisbury dan Cleon W Ross, Fisiologi Tumbuhan : Perkembangan Tumbuhan dan Fisiologi Lingkungan,.........., hlm. 64-65 27 lintasan mevalonat dan prazat penting bago sterol, giberilin, karotenoid, dan senyawa isoprenoid lain). Isomer tersebut meliputi 2- isopentenil piroposfat, yang awalan -nya berarti bahwa molekul tersebut memiliki ikatan rangkap antara karbon 2 dan 3.Reaksi yang terjadi dijaringan tembakau bahwa piroposfat (PPi) dilepaskan dari gugus isopentenil dan kemudian gugus ini bergabung dengan nitrogen amino yang melekat pada karbon 6 dari cincin purin. Isopentenil AMP yang terbentuk dalam reaksi ini kemudian dapat diubah menjadi isopentenil adenosine melalui hidrolisis oleh enzim fosfatase, yang melepaskan gugus posfat; selanjutnya isopenteniladenosin dapat berubah menjadi isopentenil adenine dengan melepaskan gugus ribose melalui hidrolisis. Lalu, isopentenil adenine dioksidasi menjadi zeatin dengan mengganti satu hydrogen gugus metilnya pada cincin samping isopentenil dengan –OH. Kemudian, dihidrozeatin terbentuk darizeatin melalui reduksi (dengan NADPH) ikatan rangkap pada cincin samping isopentenil (Martin dkk, 1989). Sejumlah reaksi ini mungkin bertanggung jawab dalam pembentukan ketiga bahan dasar utama sitokinin, namun masih terdapat kemungkinan lain untuk biosintesis ini. Gambar: Pembentukan isopentil AMP, prazat bagi isopentil adenin (Sumber: Fisiologi Tumbuhan Jilid 3, 1995) Sitokinin ditingkat sel juga ditentukan oleh perusakannya dan mungkin oleh perubahannya menjadi berbagai turunan yang bersifat tidak aktif, selain nukleosida dan nukleotida. Perusakan sebagian terjadi oleh sitokinin oksidase, yaitu sistem enzim yang merenggut cincin samping 5 karbon dan menghasilkan adenine-bebas (atau bila zeatin ribosida yang dioksidasi, akan dihasilkan adenosine-bebas). Pembentukan turunan sitokinin lebih rumit, sebab dapat terbentuk banyak konjugat. Konjugat yang paling lazim ditemui mengandung glukosa atau alanin; yang mengandung glukosa disebut sitokinin glukosida. Pada salah satu jenis glukosida, karbon 1 dari glukosa melekat pada gugus hidroksil rantai samping dari zeatin, zeatin ribosida, dihidrozeatin, atau dihidrozeatin ribosida. Pada jenis glukosida yang kedua, karbon satu dari glukosanya menempel pada atom nitrogen (dengan ikatan C_N) pada kedudukan 7 atau 9 pada sisitem cincin adenine di ketiga bahan dasar utama sitokinin. Pada konjugat alanin, alanin dihububgkan melalui ikatan peptide dengan nitrogen dikedudukan 9 pada cincin purin. Fungsi dari semua konjugat ini belum diketahui. Tapi glukosida mungkin disimpan sebagai bahan cadangan atau, pada beberapa kasus, merupakan bentuk sitokinin yang 28 khusus untuk diangkut. Menurut McGaw, konjugat alanin tak mungkin disimpan sebagai bahan cadangan, melainkan sebagai produk pengikatan sitokinin yang terbentuk secara tak terbalikkan. Tidaklah mungkin konjugat seperti ini merupakan sitokinin yang aktif secara fisiologis.34 d. Tapak sintesis dan pengangkutan sitokinin Untuk mengetahui seberapa aktif reaksi yang membentuk isopentenil AMP, isopentenil adenine, zeatin, dan dihidrozeatin diberbagai organ dan jaringan, memerlukan informasi biokimia yang baik tentang tapak biosintesis sitokinin. Tetapi informasi itu belum ada, sehingga digunakan metode tidak langsung untuk menentukan tempat sitokinin dibentuk. Salah satu metode telah digunakan untuk melacak tempat bertimbunnya sitokinin. Umumnya, sitokinin terdapat di organ muda (biji, buah, daun) dan diujung akar. Tampaknya sitokinin disintesis disemua organ tersebut, namun pada beberapa kasus kemungkinan adanya pengangkutan dari tapak lain tak bisa diabaikan. Sintesis hampir dapat dipastikan terjadi diujung akar, sebab jika akar dipotong mendatar, sitokinin mengalir keluar (karena tekanan akar) dari xylem potongan bawah akar itu, sampai selama empat hari (akar bagian bawah itu tidak mungkian dapat menyimpan sitokinin yang berasal dari sumber lain yang memasok xylem dalam rentang waktu cukup lama seperti itu. Bukti seperti ini membangkitkan dugaan bahwa ujung akar mensintesis sitokinin dan mengangkutnya melalui xylem keseluruh bagian tumbuhan. Hal ini bisa menjelaskan terjadinya penimbunan pada daun, buah, dan biji muda melalui pengangkutan xylem, namun umumnya, floem merupakan system pemasok yang lebih efektif untuk organ yang transpirasinya sedikit seperti itu, walaupun ujung akar barang kali menjadi sumber sitokinin yang penting bagi berbagai bagian tumbuhan, diketahui tanaman tembakau kecil tanpa akar ternyata dapat mengubah adenine radioaktif menjadi berbagai macam sitokinin. Ada pula adenine radioaktif yang dapat diubah menjadi beberapa sitokinin , bukan saja oleh akar tanman kapri, tetapi oleh batang dan daunnya. Akar wortel juga diteliti, dan ternyata kambium akarlah yang terutama mensintesis sitokinin. Pengamatan ini serta berbagai kajian lain menunjukkan bahwa tajuk dapat mensintesis sendiri sitokinin yang mereka butuhkan.35 e. Peran Hormon Sitokinin Pada Tumbuhan 1. Sitokinin memacu pembelahan sel dan pembentukan organ Diketahui bahwa fungsi utama sitokinin adalah memacu pembelahan sel. Skoog dan beberapa kawannya menemukan bahwa jika empulur batang tembakau, kedelai dan beberapa tumbuhan dikotil lain dipisahkan dan dibiakkan secara aseptik pada medium-agar yang mengandung auksin dan hara yang tepat, akan terbentuk masa sel yang tak terspesialisasi, tak beraturan, dan khususnya poliploid, yang disebut kalus. Jika sitokinin juga ditambahkan, sitokinesis terpacu sekali, seperti 34 Ibid., hlm. 66-67 35 Ibid., hlm. 67-68 29 yang pernah dikemukakan. Besarnya pertumbuhan sel baru dapat dipakai sebagai uji biologi yang peka dan sangat khas bagi sitokinin, dan penting untuk menyusun batasan bagi senyawa ini. Skoog dan beberapa kawannya juga mendapati bahwa jika nisbah sitokinin terhadap auksin dipertahankan, akan tumbuh sel meristem pada kalus tersebut; sel itu membelah dan mempengaruhi sel lainnya untuk berkembang menjadi kuncup, batang, dan daun. Tapi, bila nisbah sitokinin-auksin diperkecil, pembentukan akan terpacu. Dengan memilih nisbah yang tepat, kalus dari banyak spesies (terutama jenis dikotil) dapat didorong perkembangannya menjadi tumbuhan utuh-baru. Kemampuan kalus untuk menghasilkan tumbuhan lengkap digunakan sebagai alat untuk menyeleksi tanaman yang memiliki ketahanan terhadap kekeringan, rawan garam, patogen dan herbisida tertentu, atau yang memiliki ciri lain yang bermanfaat. Cara kalus membentuk tumbuhan baru cukup beragam. Jika nisbah sitokinin-auksin cukup tinggi, sering hanya sistem tajuk yang mula-mula berkembang; kemudian, akar-liar terbentuk secara spontan dari batang, saat masih berada dalam kalus. Pembentukan tajuk atau akar liar oleh kalus disebut organogenesis. Namun, kadang kalus menjadi embriogenik dan membentuk embrio yang berkembang menjadi akr dan tajuk; ini disebut embriogenesis. Sitokinin dan auksin biasanya harus ditambahkan ke medium jika embryogenesis di inginkan; tapi, hanya sedikit informasi yang menunjukkan cara auksin dan sitokinin bertindak sebagai factor pengendali.36 Gambar: (a) kalus yang tumbuh dari skutelum biji padi (b) kalus embriogenik yang telah membentuk tajuk muda dan sistem akar (Sumber: Fisiologi Tumbuhan Jilid 3, 1995) 2. Sitokinin menunda penuaan dan meningkatkan aktivitas wadah penampung hara Waktu kita memetik sehelai daun yang masih aktif, daun tersebut akan mulai kehilangan klorofil, RNA, protein dan lipid dari membrane kloroplas lebih cepat dari pada jika daun itu masih melekat pada induknya, walaupuan diberi garam mineral dan air melalui ujungnya yang terpotong. Penuaan premature ini, yang 36 Ibid., hlm. 67-69 30 ditamdai dengan menguningnya daun, berlangsung sangat cepat jika daun diletakkan didalam gelap. Pada daun tumbuhan dikotil, akar liar sering terbentuk pada pangkal tangkai, dan kemudian penuaan helai daun sangat tertunda. Akar tampaknya memberikan sesuatu kepada daun untuk mempertahankannya tetap muda secara fisiologis. Sesuatu tersebut hampir dapat dipastikan mengandung sitokinin yang diangkut melalui xylem. Terdapat dua bukti utama yang menyatakan keterlibatan sitokinin, banyak jenis sitokinin mampu menggantikan sebagian factor yang dibutuhkan akar untuk menunda penuaan, dan kandungan sitokinin helai daun meningkat berlipat ganda ketika akar liar terbentuk. Pada tanaman bunga matahari, kandungan sitokinin dalam cairan xylem meningkat selama masa pertumbuhan cepat, kemudian sangat menurun saat pertumbuhan berhenti dan tanaman mulai berbunga. Hal tersebut menunjukkan bahwa berkurangnya angkutan sitokinin dari akar ke tajuk mengakibatkan penuaan terjadi lebih cepat. Cara sitokinin memperlambat penuaan pada daun oat yang dipetik banyak diteliti oleh Kenneth V Thimann, pelopor penelitian auksin bersama beberapa kawannya di Thimann laboratories di santa cruz, California. Jika daun Oat dan banyak spesies lain dipetik dan diapungkan dilarutan garam mineral encer, daun tersebut mulai menua, yang mula-mula dicirikan dengan terurainya protein menjadi asam amino dan kemudian hilangnya klorofil. Penuaan ini terjadi jauh lebih cepat ditempat gelap dari pada ditempat terang, dan sitokinin yang ditambahkan pada larutan tempat daun tadi diapungkan dapat menggantikan efek cahaya dengan menunda penuaan. Thimann menyatakan bahwa sitokinin mampu melakukan hal tersebut dengan cara mempertahankan keutuhan membrane tonoplas. Bila tidak, protease dari vakuola akan merembes ke sitoplasma dan menghidrolisisprotein-larut serta protein membrane kloroplas dan mitokondria. Sejalan dengan gagasan ini, YY Leshem dan beberapa kawannya di Israel memperoleh banyak bukti bahwa sitokinin melindungi membrane dari perusakan Hasil yang mereka peroleh menunjukkan bahwa sitokinin berperan dengan mencegah oksidasi asam lemak-tak jenuh pada membrane. Pencegahan demikian itu barang kali terjadi karena sitokinin menghambat pembentukan dan mempercepat penguraian radikel-bebas, seperti superoksida (O2-) dan radikel hidroksi (OH); bila tidak dicegah pembentukannya , radikel tersebut mengiksidasi lipid membrane. Penundaan penuaan oleh sitokinin tampaknya merupakan fenomena alam yang sebagian dikendalikan oleh akar, dan berkaitan dengan fenomena lain yang menarik. Sitokinin mendorong pengangkutan banyak linarut dari bagian daun yang lebih tua dan bahkan dari daun tua ke daerah yang diberi perlakuan. 31 Gambar: Penuaan pada Daun Trifoliata (Sumber:, Fisiologi Tumbuhan Jilid 3, 1995) Di situ, daun yang paling tua (daun pertama) pada tumbuhan kacangkacangan dipulas dengan sitokinin tiruan tiruan benziladenin setiap empat hari sekali. Biasanya, dedaunan itu menua lebihlebih cepat daripada daun trifoliate yang terletak diatasnya, namun pada contoh tersebut, pola penuaan harus terbalik. Daun pertama yang diberi perlakuan menyerap hara dari daun trifoliate yang berdekatan dan mengakibatkan daun trifoliate menua lebih dahulu. (Perhatikan pula benziladenin tampak tidak bergerak dengan mudah dari daun yang diberi perlakuan ke daun trifoliate yang lebih muda, yang berada diatasnya). Kajian lebih lanjut, dengan menggunakan tumbuhan kacang-kacangan, memperlihatkan dua macam perlakuan yang dapat sangat menunda penuaan daun pertama, dan bahkan dapat mengembalikan kemudaan segera setelah warna daun menjadi hijau-kuning pucat. Salah satu perlakuan itu adalah dengan memetik dedaunan dan batang dibagian atas, dan perlakuan lainnya ialah dengan mencelupkan daun pertama satu kedalam larutan benziladenin. Sejumlah kajian lain yang menggunakan berbagai jenis tumbuhan dikotil dan monokotil menunjukkan bahwa bila hanya satu bagian daun yang diberi perlakuan dan tertimbun disana. Hal itu menandakan bahwa daun muda dapat mengambil hara dari daun yang lebih tua, antara lain karena daun muda kaya akan sitokinin; oleh karena itu disimpulkan bahwa sitokinin memacu kemampuan jaringan muda untuk berlaku sebagai wadah penampung bagi pengangkutan floem. Kemampuan sitokinin menunda penuaan juga berlaku pada bunga potong tertentu dan sayur mayur segar. Ulasan yang baik mengenai penuaan daun mahkota diberikan oleh Borochov dan Woodsoon. Konsentrasi sitokinin didaun mahkota bunga mawar dan anyelir menurun sejalan dengan bertambahnya umur, dan penambahan sitokinin dapat memperlambat proses penuaan itu. Anyelir paling 32 banyak diteliti; dan untuk spesies tersebut, larutan yang mengandung dihidrozeatin atau benziladenin terbukti paling efektif (Van Staden dkk. Namun, untuk sebagian besar jenis bunga potong, sitokinin eksogen tak mampu menangguilangi efek etilen yang dihasilkan bunga untuk mempercepat penuaan. Daya simpan kubis brussel dan seledri dapat ditingkatkan oleh sitokinin komersial, yang harganya cukup murah, seperti benziladenin. Namun, perlakuan seperti itu dilarang digunakan untuk makanan yang dijual dia Amerika serikat, meskipun sebenarnya masyarakat AS setiap hari terpajan pada sitokinin alami yang terdapat dalam makanan nabati. Pengaruh sitokinin dan hormon lain pada penyimpanan buah dan sayuran diulas oleh Ludford.37 3. Sitokinin memacu perkembangan kuncup samping tumbuhan dikotil Dalam kajian awal mengenai fenomena ini, kinetin tiruan digunakan sebagai senyawa utamanya, dan pertumbuhan kuncup samping hanya mampu berlangsung selama beberpa hari. Pemanjangan kuncup untuk rentang waktu lebih lama dapat diperoleh hanya dengan menambahkan IAA atau giberilin pada kuncup tersebut. Jenis sitokinin lain, yaitu benziladenin, kadang menyebabkan pemnajangan yang lebih nyata dripada kinetin, namun efeknya dikaji hanya pada beberapa spesies saja. Pillay dan Rilton memeperlihatkan bahwa benziladenin dan zeatin sangat memacu pemanjangan kuncup samping tumbuhan kapri selama sekurangnya dua minggu, sedangkan isopentenil adenine dan kinetin memacu pertumbuhan selama waktu yang lebih pendek. Belum diketahui mengapa hormone zeatin dan isopentenil adenine yang berkerabat sangat dekat itu memberikan efek yang berbeda. Tapi, kedua penulis itu memperkirakan bahwa isopentenil adenine tidak begitu aktif, sebab senyawa tersebut terhidroksilasi dengan lambat menjadi zeatin yang jauh lebih aktif dalam kuncup. Hasil pengamatan yang dilaporkan King dan van Staden umumnya mendukung pentingnya hidroksilasi ini. Terdapat pula bukti lain bahwa kuncup samping yang pasif tidak mensintesis sitokinin-aktif, namun masih belum bisa dipastikan kepentingan hubungan antara sitokinin dan hormone lain serta berbagai factor hara dlam pegendalian perkembangan kuncup samping. Pada contoh tanaman tembakau lain yang ditransformasikan, tanaman yang kahat IAA dihasilkan melalui penyisipan gen yang menyandikan enzimyang mengubah IAA menjadi konjugat dengan asam amino lisisn yang tak aktif. Tanaman tembakau tak dapat dengan mudah menguraikan konjugat ini, sehingga IAAnya menjadi tak tersedia. Seperti tumbuhan penghasil sitokinin yang berlebihan, tanaman tersebut bercabang banyak dibandingkan dengan tanaman yang tidak ditransformasi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nisbah sitokinin: auksin berperan penting untuk mengendalikan dominansi apik (penekanan kuncup samping), nisbah yang tinggi mendorong erkembangan kuncup dan nisbah yang rendah mendukung dominansi.38 37 Ibid., hlm. 69-71 Ibid., hlm. 71-72 38 33 Tumbuhan Liar Tumbuhan Mutan Gambar: Pemacuan pertumbuhan kuncup samping pada mutan tembakau yang mengahasilkan sitokinin berlebihan. Kuncup samping pada tumbuhan jenis liar dan tumbuhan mutan (Sumber: Fisiologi Tumbuhan Jilid 3, 1995) Pemacuan pertumbuhan kuncup samping pada mutan tembakau yang mengahasilkan sitokinin berlebihan. Kuncup samping pada tumbuhan jenis liar dan tumbuhan mutan 4. Sitokinin memacu pembesaran sel pada kotiledon dan daun tumbuhan dikotil Banyak biji tumbuhan dikotil yang dikecambahkan di tempat gelap memunculkan kotiledonnya ke atas tanah, tapi kotiledon itu tetap berwarna kuning dan kecil. Jika kotiledon itu dikenai cahaya, pertumbuhannya meningkat pesat, walaupun energi cahaya yang diberikan sebenarnya terlalu rendah untuk melangsungkan fotosintesis. Inilah efek fotomorfogenetik yang antara lain dikendalikan oleh fitokrom dan barang kali juga sitokinin. Jika kotiledon dipisahkan dan dipelihara dengan diberi sitokinin, laju pertumbuhan meningkat 2 atau 3 kali lipat dibandingkan dengan kotiledon pembanding yang tak mendapat tambahan hormone, baik dengan gelap maupun dalam terang. Pertumbuhan itu seluruhnya akibat pengambilan air yang mengembangkan sel, sebab bobot kering jaringan tidak bertambah. Pemacuan pertumbuhan ini terjadi pada lebih dari banyak spesies tumbuhan yang sudah dikenal, termasuk lobak, bunga matahari, mentimun dan labu kuning. Sebagian besar sepsies tersebut mengandung lemak sebagai cadangan utama dalam kotiledon. Kotiledon biasanya muncul diatas tanah dan mampu melakukan fotosintesis. Tidak terlihat adanya respons pada spesies yang kotiledonnya tetap di bawah tanah setelah berkecambahan, atau jenis kacang - kacangan yang kotiledonnya muncul namun tidak menyerupai daun. Menunjukan efek pemacuan zeatin pada pembesaran kotiledon lobak, dalam gelap dan terang; hal ini memperlihatkan pula bahwa cahaya bisa efektif dalam keadaan tanpa zeatin. Auksin tidak memacu pertumbuhan kotiledon,, dan giberelinjuga hanya memberikan efek kecil bila kotiledon dibiakkan dalam air atau dalam keadaan gelap. Jadi, respon ini dapat digunakan sebagai uji biologi bagi sitokinin. 34 Semua hasil percobaan menunjukkan bahwa sitokinin meningkatkan baik sitokinesis maupun pembesaran sel,tetapi sitokinesis tidak meningkatkan pertumbuhan organnya sendiri, sebab sitokinesis hanya merupakan proses pembelahan saja. Oleh karena itu,pertumbuhan membutuhkan pemelaran sel, dan pertumbuhan yang terpacu oleh sitokinin meliputi pemelaran sel yang lebih cepat dan produksi sel yang lebih banyak. Kotiledon pertumbuhannya dipacu oleh sitokinin. Efek pemacauan yang jelas pada daun utuh tumbuhan dikotil dari beberapa spesies terlihat setelah sitokinin diberikan berulang - ulang. Jika sejumlah cakram diambil dari daun dikotil dengan alat pelubang gabus,dan diupayakan tetap lembab, maka sitokin dapat meningkatkan pemelaran dengan cara memacu pertumuhan sel. Ini pun menunjukkan fungsi normal sitokinin yang dating dari organ lain,misalnya akar,pada pertumbuhan daun. 5. Efek sitokinin pada batang dan akar Pertumbuhan normal batang dan akar diduga membutuhkan sitokinin, namun sitokinin endogen jarang ditemukan sebagai factor pembatas pertumbuhan. Akibatnya pemberian sitokinin eksogen pun tidak berhasil meningkatkan pertumbuhan organ tersebut. Hal itu teramati pula tembakau dan Arabidopsis dalam percobaan rekayasa genetika yang diuraikan diatas, yang tingkat sitokinin endogennya nyata meningkat pada tumbuhan yang ditransformasi. Untuk memastikan perlunya sitokinin bagi pertumbuhan normal batang dan akar adalah dengan membuat irisan jaringan dan menumbuhkannya in vitro.Dalam percobaan itu dianggap bahwa irisan jaringan akan kehabisan sitokinin saat dipisahkan dari ujung tajuk atau ujung akarnya,yang diperkirakan bertindak sebagai sumber hormon. Namun, melalui pengukuran yang sesungguhnya, tak seorang pun pernah mendapatkan bahw irisan jaringan tersebut benar - benar menjadi kekurangan sitokinin.Jika irisan akar atau batang ditumbuhkan secara in vitro dengan ditambahnya sitokinin,maka pemanjangan hampir selalu terlambat dibandingkan dengan irisan pembanding.Contohnya adalah data yang memperlihatkan efek yang berlawanan yang tajam antara auksin dan kinetin pada pemanjangan potongan hipokotil kedelai. Ada dua kasus yang dikenal, yang menunjukan bahwa pemberian sitokinin benar – benar memacu pemanjangan potongan koleoptil muda tanaman gandum dan hipokotil utuh pada tanaman semangka, terutama dari kultivar katai atau kerdil.Pada koleoptil gandum,pemacuan pertumbuhan terjadi hanya jika jaringan tersebut masih muda dan pembelahan sel masih berlangsung,namun teramati pula sitokinin menyebabkan pertumbuhan dengan cara mendorong pemanjangan sel. Pada semangka katai,sitokinin eksogen terbukti memacu pemanjangan hipokotil,terutama karena laju pemanjangan sel selalu meningkat,peningkatan ini dihasilkan dari sitokinin yang diberikan pada ujung tajuk atau pada akar.Singkatnya, sitokinin eksogen memacu pembesaran sel pada daun muda,kotiledon,koleoptil gandum, dan hipokotil semangka, tapi masih banyak 35 yang perlu diteliti mengenai peranan normal hormone dalam pembesaran sel, terutama pada batang dan akar. 6. Sitokinin memacu perkembangan kloroplas dan sintesis klorofil Dari kecambah tanaman angiosperma yang ditumbuhkan ditempat gelap,daun muda dan kotiledonnya dipetik untuk diuji apakah penambahan sitokinin berpengaruh pada perkembangan kloroplas atau sintesis klorofil. Percobaan ini dapat dilakukan karena dalam keadaan gelap ,klorofil tidak terbentuk dan perkembangan kloroplas terhambat. Plastid muda berhenti pada tahap proplastid atau tahap etioplas. Etioplas (dari kecambah yang ditumbuhkan dalam gelap atau teretiolasi) berwarna kuning karena mengandung karotenoid. Etioplas memiliki system membrane dalam yang menarik, yang tersusun rapat menjadi kisi- kisi dalam yang disebut badan prolamela. Setelah terkena cahaya,badan prolamela akan menghasilkan system tilakoid seperti yang ditemukan pada kloroplas hijau yang normal. Perkembangan ini disertai pembentukan protein, tilakoid khusus yang melekat pada klorofil,yaitu pada kedua fotosistem dan kompleks pemanen cahaya. Pemberian sitokinin pada daun atau kotiledon yang teretiolasi, beberapa jam sebelum dipajankan pada cahaya,menghasilkan dua efek utama: (1) memacu perkembangan lanjut (dalam keadaan terang, etioplas menjadi kloroplas,khususnya dengan mendorong pembentukan grana,dan (2) meningkatkan laju pembentukan klorofil.alasan utama munculnya kedua efek itu mungkin karena sitokinin mendorong terbentuknya protein,tempat klorofil menempel dan menjadi mantap.39 f. Mekanisme Kerja Sitokinin Beragamnya efek sitokinin menunjukan bahwa senyawa tersebut mungkin mempunyai beberapa macam mekanisme kerja dalam jaringan berbeda. Namun secara sederhana diduga bahwa satu efek utama yang umum sering diikuti oleh sejumlah efek sekunder, yang bergantung pada keadaan fisiologis sel sasarannya. Seperti hormone lain, penguatan efek utama harus terjadi, karena sitokinin terdapat dalam konsentrasi sangat rendah (0,01 sampai 1 µM). Adanya efek pemacuan oleh sitokinin pada pembentukan RNA dan enzim sudah diduga sejak lama,antara lain karena efek sitokinin biasanya terhambat oleh zat penghambat sintesis RNA atau protein. Beberapa protein yang mengikat sitokinin secara agak khas telah ditemukan di berbagai bagian tumbuhan, namun hampir semua protein tersebut tidak terikat cukup khas atau tidak mempunyai afinitas yang cukup tinggi terhadap sitokinin aktif. Terdapat kekecualian yang menarik yaitu protein – pengikat pada daun jelai, yang mengikat zeatin dengan afinitas yang sangat tinggi dan mengikat sitokinin lain yang berhubungan dekat dengan aktifitas biologis. Pemacuan sitokinesis merupakan salah satu respons sitokinin yang terpenting, sebab hal itu menyebabkan sitokinin dimanfaatkan secara komersial dalam upaya 39 Ibid., hlm. 73-75 36 perbanyakan mikro tanaman budidaya dari biakan jaringan.Aspek biokimia dari respons yang sudah lama diketahui itu sedang diteliti. Sitokinin mendorong pembelahan sel dalam biakan jaringan dengat cara meningkatkan peralihan dari G2 ke mitosis dan bahwa hal tersebut terjadi karena sitokinin menaikkan laju sintesis protein.Beberapa protein itu berupa protein pembangun atau enzim yang dibutuhkan untuk mitosis. Kasus khusus tentang sitokinin (misalnya, pemacuan pertumbuhan) juga tampaknya berkenaan dengan efeknya pada translasi,seperti terbukti dengan naiknya jumlah polisom, lebih cepatnya penggabungan asam amino radioaktif dalam protein, dan terhambatnya respons fiologis oleh zat penghambat sintesis protein.Temuan ini telah melahirkan konsep yang terkenal,bahwa auksin dan giberelin terutama mempengarui transkipsi di inti, sedangkan sitokinin khusus berpengaruh dalam sitosol. Chen dkk memperlihatkan bahwa benziladenin mengubah jenis mRNA yang terbentuk oleh irisan kotiledon labu kuning;sitokinin mendorong pembesaran sel, pembelahan sel,dan sintesis klorofil.Jumlah beberapa jenis mRNA ditingkatkan oleh benziladenin,sementara jenis lainnya diturunkan.Perubahan paling dini terlacak satu jam setelah sitokinin ditambahkan,dan biasanya dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengamati munculnya kerja sitokinin dalam organdan dibagian tumbuhan yang lain jauh lebih lama dibandingkan dengan munculnya efek auksin atau giberelin dibagian tumbuhan yang memberikan respons terhadap hormon ini. Perubahan tingkat mRNA yang disebabkan oleh sitokinin karena transkipsi beberapa gen terpacu dan transkipsi gen lainnya tertekan.Dalam sedikitnya tiga kasus,sitokinin mempengaruhi jumlah molekul mRNA yang menyandikan beberapa protein yang sudah dikenal. Dua jenis protein serta mRNAnya sangat terpelihara (terbentuk lebih cepat atau rusak lebih lambat).Jenis yang pertama adalah protein pengikat klorofil a/b (yang menjadi bagian dari LHCII di tilakoid)dan jenis yang kedua adalah subunit kecil protein rubisko.Jika daun yang ditumbuhkan di tempat gelap atau diberi cahaya tanpa diberi sitokinin,jumlah kedua protein tersebut serta mRNAnya menjadi jauh lebih banyak dari pada didaun yang tidak diberi sitokinin.kedua mRNA tersebut disandikan oleh gen inti.Tetapi Flores dan Tobin memperoleh bukti bahwa sitokininjustru bekerja dengan cara meningkatkan kestabilan mRNA dank arena itu mempercepat translasi pesan genetic mereka menjadi protein. Contoh lain tentang pengendalian sitokinin atas protein yang sudah dikenal serta mRNAnya menyangkut protein fitokrom. Pembentukan protein dan mRNAnya ini kurang terpelihara (terbentuk lebih lambat atau ditimbun dalam jumlah lebih sedikit) akibat adanya sitokinin zeatin dan sinar merah yang diserap oleh fitokrom itu sendiri.40 40 Frank B Salisbury dan Cleon W Ross, Fisiologi Tumbuhan : Perkembangan Tumbuhan dan Fisiologi Lingkungan, (Bandung :ITB Bandung 1995), hal. 75-77 37 E. Asam Absisat a. Sejarah Asam Absisat Pada tahun 1963 asam absisat pertama kali dikenali dan dicirikan secara kimia di California oleh Frederick T Addicott dan beberapa pembantunya, yang saat itu sedang mempelajari senyawa yang menyebabkan gugurnya buah kapas. Mereka menamakan salah satu senyawa aktifnya absisin I dan senyawa kedua (yang jauh lebih aktif) absisin II. Absisin II ternyata ABA. Pada tahun yang sama, dua kelompok peneliti lain menemukan ABA juga. Satu kelompok dipimpin oleh Philip F Wareing di Wales, mereka mempelajari senyawa yang menyebabkan dormansi pada tumbuhan berkayu, khususnya Acer pseudoplatanus. Mereka namakan senyawa yang paling aktif itu dormin. Kelompok lainnya dipimpin oleh RFM Van Stevenick, mula-mula di New Zealand, kemudian di Inggris , mereka meneliti seenyawa yang mempercepat gugurnya bunga dan buah pada lupinus kuning ( Lupinus luteus). Karena terbukti (pada tahun 1964) bahwa dormib dan senyawa dari lupinus sama dengan absisin II, para ahli fisiologi bersepakat, pada tahun 1967, untuk menamakn senyawa itu asam absisat, ABA tampaknya umum ditemui pada tumbuhan berpembuluh; juga terdapat di beberapa jenis lumut, ganggang hijau, cendawan, namun tidak pada bakteri.41 b. Pengaruh Fisiologis dari ABA Peranan ABA sangat nyata dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. ABA berinteraksi dengan zat - zat pengatur tumbuh tanaman yang lain pada proses tersebut, biasanya interaksi ini bersifat menghambat (antagonisma). Pada kebanyakan hal, sifat menghambat ABA dapat diatasi dengan pemberian lebih banyak zat- zat tumbuh tersebut. Sebagai contoh, pengaruh IAA dalam mendorong pembengkakan koleptil Avena dihambat oleh ABA. Jika lebih banyak IAA diberi lagi, maka pengaruh ABA ini dapat dihilangkan. Penghambat ABA terhadap perkecambahan biji selada tidak dapat diatasi dengan pemberian IAA, di sini diperlukan zat tumbuh lain dari pada IAA (asam giberelat dan sitokinin). Sangat menarik adalah interaksi antara ABA dan GA. GA mendorong pembentukan enzim amylase dan enzim-enzim hidrolisis lainnya pada lapisan aleuron dari biji barley. ABA menghambat pembentukan enzim-enzim tersebut. Dengan pemberian lebih banyak GA sifat-sifat penghambatan ABA ini dapat ditiadakan. Pada proses pematangan biji-biji dari kebanyakan tanaman biasanya terjadi penimbunan ABA yang menyebabkan terjadi dorminasi dari biji tersebut. Pada bijibiji tanaman yang memerlukan "stratifikasi" (suhu rendah dan basah) untuk mendorong proses perkecambahan keadan ABA dan GA dapat diikuti selama proses tersebut. Selama proses tersebut konsentrasi ABA dalam biji menurun sebaliknya konsentrasi GA meningkat. Demikian juga pada mata tunas. Pada awal masa dormansi kandungan ABA tinggi dan GA rendah. Pada keadaan "stress" fisik maupun kimia kandungan ABA itu meningkat dan segera turun kembali setelah hilangnya "stress". Pada keadaan "stress" air daun kehilangan turgor dan layu, kandungan ABA 41 Ibid., hlm. 87 38 meningkat dan stomata menutup. Jika tanaman diairi, turgor daun menjadi normal kembali dan konsentrasi ABA menurun. Di sini terlihat bahwa ABA terbentuk di dalam daun pada waktu "stress" dan diuraikan dan diinaktifkan sesudah tidak ada "stress" lagi.42 c. Fungsi Asam Absisat Fungsi utama ABA adalah menghambat perkecambahan sebelum waktunya, mempromosikan dormansi dalam biji, mendorong penutupan stomata dan memproduksi molekul yang melindungi sel terhadap pengeringan pada saat tekanan air. ABA juga terlibat dalam respons perkembangan lainnya, termasuk induksi sintesis protein penyimpanan dalam biji, heterofil (daun dengan bentuk berbeda pada tanaman yang sama), inisiasi akar sekunder, pembungaan, dan penuaan.43 1. Asam Absisat Disesuaikan dari Precursor Karotenoid Setelah struktur ABA telah ditentukan, dua jalur yang mungkin untuk sintesis ABA diusulkan. Dalam jalur langsung, ABA akan disintesis dari prekursor terpenoid 15-karbon seperti farnesyl diphosphate. Pada akhir 1970-an telah jelas ditetapkan bahwa jalur ini beroperasi pada patogen tanaman jamur tertentu yang secara aktif mensintesis ABA, tetapi tidak pada tanaman itu sendiri. Menurut yang kedua, atau jalur tidak langsung, ABA semakin banyak peneliti tertarik pada penelitian hormon tanaman, segera menjadi jelas bahwa ekstrak eter bahan tanaman digunakan untuk mengekstraksi auksin, sering mengandung zat yang mengganggu respons auksin di tes kelengkungan Avena coleoptile. Awalnya, minat utama para peneliti adalah untuk menyingkirkan ekstrak zat-zat yang mengganggu ini. Namun, seiring berjalannya waktu, minat beralih ke kemungkinan bahwa penghambat ini sendiri dapat menjadi pengatur pertumbuhan dalam hak mereka sendiri. Munculnya kertas kromatografi sebagai alat analisis memungkinkan untuk mencapai pemisahan yang lebih baik dari berbagai zat dalam ekstrak kasar. Pada tahun 1953, Bennet-Clark dan Kefford melaporkan bahwa ekstrak tanaman mengandung, di samping IAA, suatu zat yang menghambat pertumbuhan bagian koleoptil, yang mereka sebut inhibitor β. Pengamatan bahwa sejumlah besar inhibitor β dapat diisolasi dari tunas aksila dan lapisan luar umbi kentang aktif menyebabkan Kefford menyarankan bahwa ia terlibat dalam dominasi apikal dan mempertahankan dormansi dalam kentang. Sementara itu, peneliti lain melaporkan terjadinya inhibitor pada tunas dan daun yang tampaknya berkorelasi dengan timbulnya dormansi pada tanaman kayu. Pada tahun 1964, P. F. Waring mengusulkan istilah “dormin” untuk zat endogen yang merangsang dormansi ini. Dalam penelitian lain, zat yang mempercepat absissi diisolasi dari daun kacang tua dan dari buah kapas dan lupin. Zat-zat ini akan mempercepat absisi ketika diterapkan pada zona absisi yang dikeluarkan dan disebut absisi II . 42 , Fauziyah Harahap, Fisiologi Tumbuhan: Suatu Pengantar,.........., hlm. 91 William G. Hopskin and Norman P. A. Horner, Introduction to Plant Physiology Fourth Edition,.........., hlm. 355 43 39 Beberapa jalur penelitian ini muncul pada pertengahan 1960-an ketika tiga laboratorium secara independen melaporkan pemurnian dan karakterisasi kimia abscisin II, inhibitor β, dan dormin. Ketiga zat terbukti identik secara kimia. Dalam kasus-kasus seperti itu tidak lazim bahwa ada beberapa ketidaksepakatan mengenai apa yang disebut zat ini. Meskipun abscisin II memiliki prioritas (itu yang pertama dikristalisasi dan dikarakterisasi secara kimia), beberapa istilah itu canggung dan berpendapat bahwa absis tidak cukup menggambarkan kisaran efeknya. Akhirnya, sebuah panel ilmuwan yang aktif dalam penelitian tentang abscisin II dan dormin mengajukan nama yang dapat diterima. Nama asam absisat dan singkatan ABA direkomendasikan oleh panel ini pada Konferensi Internasional 1967 tentang Zat Pertumbuhan Tanaman, yang bertemu di Ottawa. Rekomendasi tersebut diterima oleh Konferensi dan istilah asam absisat sekarang digunakan secara universal. Gambar: Asam absisat adalah kelas hormon yang diwakili oleh satu senyawa (Sumber: Introduction to Plant Physiology, 2008) Diproduksi dari pembelahan karotenoid seperti β-karoten. Awalnya diusulkan pada akhir 1960-an, jalur tidak langsung didasarkan pada kesamaan struktural antara pigmen karotenoid dan ABA dan sejak itu telah menerima dukungan dari berbagai studi biokimia, percobaan berlabel 18O2, dan, yang terbaru, karakterisasi mutan biosintesis ABA. Pembelahan karotenoid, terutama β-karoten, untuk menghasilkan biokimia yang bermanfaat. Cyanobacterium Microcystis, misalnya, menghasilkan metabolit C10 dengan pembelahan β-karoten. Mamalia menghasilkan vitamin A dengan pembelahan β-karoten dan pembelahan β-karoten untuk menghasilkan 2 molekul retina fotoreseptor (C20) telah dilaporkan. Sekarang semakin banyak bukti yang mendukung sintesis ABA tidak langsung dari β karoten melalui terpene violaxanthin 40-karbon. Pertama, serangkaian mutan vivipar pada jagung ditemukan telah mengurangi kadar karotenoid dan ABA. Mutan-mutan ini, terbukti dipengaruhi pada langkah-langkah awal biosintesis karotenoid, membangun korelasi yang kuat antara karotenoid dan biosintesis ABA. Kedua, kerangka karbon ABA dan posisi substituen yang mengandung oksigen sangat mirip dengan violaxanthin. J. A. D. Zeevaart dan rekan-rekannya membandingkan penggabungan 18O2, isotop oksigen yang stabil, ke dalam ABA dalam daun yang tertekan air dan daun bombastis dari beberapa spesies. Pola pengayaan 18O2 pada kelompok karboksil ABA konsisten dengan pembelahan xantofil dan konversi cepatnya menjadi ABA pada daun yang tertekan air. Ketiga, diketahui bahwa violaxanthin dapat terdegradasi dalam cahaya in vitro 40 menjadi turunan 15-karbon, xanthoxin, unsur alami tanaman. Jika xanthoxin diumpankan ke tanaman kacang atau tomat, beberapa radioaktivitas muncul di ABA. Namun, pada mutan tomat yang kekurangan ABA, konversi xanthoxin berlabel menjadi ABA berkurang relatif terhadap tanaman jenis liar. Akhirnya, Gambar: Lembar aliran untuk biosintesis asam absisat senyawa (Sumber: Introduction to Plant Physiology, 2008) Dua kelompok telah melaporkan hubungan stoikiometrik antara hilangnya violaxanthin dan peningkatan ABA pada daun kacang etiol yang tertekan. Meskipun ABA disintesis dalam sitosol, jalur biosintesisnya dimulai pada kloroplas (dan mungkin juga plastid lain dalam sel nongreen), yang merupakan tempat pigmen karotenoid diproduksi). Enzim kritis adalah sembilan-cisexpoycarotenoid dioxygenase (NCED). Enzim ini membelah 40-karbon karotenoid violaxanthin untuk menghasilkan produk 15-karbon, xanthoxin, dan produk sampingan 25karbon-.. Anth Xanthoxin kemudian dikonversi menjadi aldehida absisat oleh alkohol dehydrogenase. Aldehida absisik pada gilirannya dioksidasi menjadi asam absisat oleh aldehida oksidase absisat. Enzim NCED dan, akibatnya produksi xanthoxin, diketahui ditargetkan dalam kloroplas sedangkan alkohol dehidrogenase dan absdeat aldehida oksidase terletak di sitosol. Ini berarti bahwa xanthoxin harus bermigrasi dari kloroplas ke dalam cytosol, walaupun mekanisme migrasi belum diketahui. 2. Asam Absisat Degradasi ke Asam Faselek dengan Oxidasi Asam abscisic dimetabolisme dengan cepat ketika diaplikasikan secara eksogen ke jaringan tanaman. Pada daun kacang layu, misalnya, separuh waktu untuk omset (waktu untuk setengah dari ABA berlabel untuk dihancurkan) diperkirakan sekitar tiga jam. Ester glukosa dari ABA telah ditemukan dalam 41 konsentrasi rendah di berbagai tanaman, tetapi rute metabolisme utama tampaknya adalah oksidasi menjadi asam fase (PA) dan pengurangan berikutnya dari kelompok keton pada cincin untuk membentuk asam dihidrofase (DPA) Setidaknya beberapa jaringan tampaknya membawa metabolisme lebih lanjut untuk membentuk 4 glukosida DPA. DPA dan glukosida keduanya secara metabolik tidak aktif. 3. Asam Absisat Disintesiskan dalam Sel Mesophyll, Sel Penjaga, dan Jaringan Vaskuler Studi fisiologis sebelumnya menunjukkan bahwa asam absisat terutama ditemukan pada daun hijau dewasa, terutama pada tanaman yang tertekan air. Ini akan cocok dengan biokimia yang lebih baru dan studi genom yang dijelaskan di atas menunjukkan bahwa prekursor ABA berasal dari kloroplas tetapi ABA sendiri terbentuk di sitoplasma. Ada juga bukti bahwa ABA dapat disimpan dalam kloroplas. Pada pH rendah, ABA ada dalam bentuk ABAH terprotonasi, yang bebas menembus sebagian besar membran sel. Bentuk terdisosiasi ABA− bersifat impermeant karena merupakan molekul bermuatan yang tidak mudah melintasi membran. Dalam sel mesofil fotosintesis aktif, sitosol akan cukup asam (pH 6,06,5) sedangkan stroma kloroplas bersifat basa (pH 7,5-8,0). Dengan demikian, ABAH berdifusi dengan mudah dari sitosol ke dalam stroma kloroplas, di mana ia berdisosiasi dan menjadi terikat. ABA yang disimpan ini nantinya dapat dilepaskan ketika fotosintesis dimatikan dan pH stroma menurun. Ekspresi aldehida oksidase (AAO) absisik diinduksi dalam sel penjaga di bawah kondisi tekanan air dan ekspresi NCED telah terdeteksi dalam sel penjaga daun senescing dan kotiledon. Dengan demikian nampak bahwa ABA juga disintesis secara langsung dalam sel penjaga. Lebih lanjut, ekspresi gen biosintesis ABA (NCED dan lainnya) telah dilokalisasi dalam sel pendamping floem dan sel parenkim xilem dari tanaman yang sepenuhnya bombastis. Ini menunjukkan bahwa jaringan pembuluh juga merupakan tempat sintesis ABA pada tanaman tanpa tekanan. Asam abisat dapat bergerak cepat dari daun ke bagian lain dari tanaman, terutama jaringan yang tenggelam. Misalnya, asam absisat berlabel radioaktif yang diaplikasikan pada daun kedelai dapat dideteksi dalam akar dalam waktu 15 menit. Bibit yang berkembang juga mengimpor asam absisat dalam jumlah besar dari daun. Ada juga beberapa bukti bahwa di bawah kondisi tekanan air, ABA yang disimpan atau disintesis dalam akar dengan cepat diekspor ke daun.44 44 Ibid., hlm. 357-358 42 Gambar: Degradasi oksidatif dari asam absisat menjadi asam fase dan dihidrofase Acid senyawa (Sumber: Introduction to Plant Physiology, 2008) 4. Asam Absisat Mengatur Matemasi Embryo dan Germinasi Benih Perkembangan embrio dan perkecambahan benih selanjutnya ditandai dengan perubahan dramatis dalam kadar hormon. Pada sebagian besar biji, kadar sitokinin tertinggi selama tahap awal perkembangan embrio ketika tingkat pembelahan sel juga tertinggi. Ketika tingkat sitokinin menurun dan benih memasuki periode pembesaran sel yang cepat, tingkat GA dan IAA meningkat. Pada tahap awal embriogenesis, ada sedikit atau tidak ada ABA yang terdeteksi. Hanya pada tahap akhir perkembangan embrio, ketika level GA dan IAA mulai menurun, level ABA mulai meningkat. Tingkat ABA umumnya memuncak selama tahap pematangan, ketika volume benih dan berat kering juga mencapai maksimum, dan kemudian kembali ke tingkat yang lebih rendah pada benih kering. Pematangan embrio ditandai oleh berhentinya pertumbuhan embrio, akumulasi cadangan nutrisi dalam endosperma, dan perkembangan toleransi terhadap pengeringan. Waktu akumulasi ABA bertepatan dengan pematangan embrio mencerminkan peran penting yang dimainkan ABA dalam proses pematangan. Salah satu fungsi benih, tentu saja, adalah untuk membubarkan populasi dan memastikan kelangsungan hidup spesies melalui kondisi yang tidak menguntungkan. Sebuah benih akan bernilai kecil jika embrio tidak memasuki dormansi tetapi terus tumbuh dan membangun tanaman baru sebelum penyebaran dapat terjadi. Salah satu fungsi ABA adalah untuk mencegah perkecambahan sebelum waktunya, sementara benih masih pada tanaman induk. Hubungan antara ABA dan perkecambahan dewasa sebelum waktunya jelas. Diinduksi secara kimiawi dalam jagung dengan pengobatan telinga yang sedang berkembang pada waktu yang tepat dengan fluridone, suatu penghambat kimiawi biosintesis karotenoid. Karena karotenoid dan ABA berbagi langkah-langkah biosintesis awal, fluridone juga menghambat biosintesis ABA. Vivipary yang diinduksi oleh fluridone setidaknya dapat dikurangi sebagian dengan pemberian ABA eksogen. Embrio kedelai dapat didorong untuk berkecambah sebelum waktunya dengan perawatan seperti mencuci atau pengeringan lambat, yang keduanya menurunkan tingkat ABA endogen. Perkecambahan sebelum waktunya akan terjadi ketika konsentrasi ABA berkurang menjadi 3 hingga 4 μg per g berat segar benih, tingkat yang biasanya tidak tercapai sampai tahap akhir pematangan benih. 43 Indikasi terkuat dari peran ABA dalam mencegah perkecambahan dini, berasal dari studi tentang mutan vivipar. Setidaknya empat mutan vivipar di jagung (vp2, vp5, vp7, vp9) diketahui sebagai mutan biosintesis ABA dengan penurunan kadar ABA dalam biji. Satu mutan jagung, vp1, tampaknya memiliki kadar ABA normal tetapi tidak memiliki apa yang diyakini sebagai faktor transkripsi spesifik ABA. Semua mutan ini berkecambah sebelum waktunya pada tongkolnya sebelum bijinya memasuki dormansi. ABA juga menstimulasi akumulasi protein pada tahap akhir pengembangan embrio kedelai dan diketahui mencegah biosintesis α-amilase yang diinduksi oleh GA dalam biji-bijian sereal. Semua hasil ini membangun hubungan yang kuat antara ABA dan pematangan benih dan atau pencegahan perkecambahan dini. ABA juga memulai pengeringan benih, meskipun mekanismenya tidak diketahui. Ini mungkin melibatkan regulasi gen ABA yang menyandikan protein yang terlibat dalam toleransi pengeringan.45 5. Asam Absisat Memenuhi Tanggapan Terhadap Stres Air Tanaman umumnya menanggapi defisit air akut dengan menutup stomata mereka agar sesuai dengan kehilangan air transpirasional dari permukaan daun dengan tingkat di mana air dapat disuplai kembali oleh akar. Sejak ditemukannya ABA pada akhir 1960-an, telah diketahui memiliki peran penting dalam penutupan stomata selama tekanan air. Faktanya, ABA telah lama dikenal sebagai antitranspiran karena kemampuannya untuk menginduksi penutupan stomata dan dengan demikian mengurangi kehilangan air melalui transpirasi. ABA terakumulasi dalam daun yang tertekan air (yaitu layu) dan aplikasi ABA eksogen merupakan penghambat kuat pembukaan stomata. Lebih lanjut, dua mutan tomat, yang dikenal sebagai flacca dan sitiens, gagal mengakumulasi kadar ABA normal dan keduanya mudah layu. Peran tepat ABA dalam penutupan stomata pada tekanan air. Gambar: Gerakan ABA di apoplast senyawa (Sumber: Introduction to Plant Physiology, 2008) Namun, seluruh pabrik sulit diuraikan dengan pasti. Ini karena ABA ada di mana-mana, sering terjadi dalam konsentrasi tinggi pada jaringan yang tidak 45 Ibid., hlm. 358 44 tertekan. Juga, beberapa studi awal menunjukkan bahwa stomata akan mulai menutup sebelum peningkatan konten ABA dapat dideteksi. Menurut pemikiran saat ini, deteksi awal tekanan air pada daun terkait dengan efeknya pada fotosintesis. Penghambatan transpor elektron dan fotofosforilasi dalam kloroplas akan mengganggu akumulasi proton dalam lumen tilakoid dan menurunkan pH stroma. Pada saat yang sama, ada peningkatan pH apoplast yang mengelilingi sel-sel mesofil. Gradien pH yang dihasilkan merangsang pelepasan ABA dari sel-sel mesofil ke dalam apoplast, di mana ia dapat dibawa dalam aliran transpirasi ke selsel penjaga. Seperti disebutkan di atas, daun layu mengakumulasi ABA dalam jumlah besar. Dalam kebanyakan kasus, bagaimanapun, penutupan stomatal dimulai sebelum ada peningkatan yang signifikan dalam konsentrasi ABA. Ini dapat dijelaskan dengan pelepasan ABA yang disimpan ke dalam apoplast, yang terjadi cukup awal dan dalam jumlah yang cukup, konsentrasi apoplast setidaknya akan berlipat ganda untuk menjelaskan penutupan awal. Sintesis ABA yang meningkat mengikuti dan berfungsi untuk memperpanjang efek penutupan. Penutupan stomata tidak selalu bergantung pada persepsi kekurangan air dan sinyal yang muncul di dalam daun. Dalam beberapa kasus tampak bahwa stomata menutup sebagai respons terhadap pengeringan tanah jauh sebelum ada pengurangan turgor yang terukur dalam sel mesofil daun. Beberapa penelitian telah mengindikasikan sistem kontrol umpan-maju yang berasal dari akar dan mentransmisikan informasi ke stomata. Dalam percobaan ini, tanaman ditanam sedemikian rupa sehingga akarnya terbagi rata antara dua wadah tanah. Defisit air kemudian dapat dimasukkan dengan menahan air dari satu wadah sementara yang lain disiram secara teratur. Kontrol pabrik menerima penyiraman rutin kedua wadah. Pembukaan stomata bersama dengan faktor-faktor seperti tingkat ABA, potensi air, dan turgor dibandingkan antara tanaman yang diberi air setengah dan kontrol yang disiram sepenuhnya. Biasanya, konduktansi stomata, ukuran pembukaan stomata, menurun dalam beberapa hari menahan air dari akar (Gambar 21.5B), namun tidak ada perubahan yang terukur dalam potensi air atau hilangnya turgor di daun. Dalam percobaan dengan bunga hari (Commelina communis), ada peningkatan yang signifikan dalam kandungan ABA dari akar di wadah kering dan epidermis daun (Gambar 21.6). Selanjutnya, ABA siap ditranslokasi dari akar ke daun dalam aliran transpirasi, bahkan ketika akar terkena udara kering. Hasil ini menunjukkan bahwa ABA terlibat dalam semacam sistem peringatan dini yang mengkomunikasikan informasi tentang potensi air tanah ke daun.46 6. Respon Asam Absisat Lainnya Ada bukti terbaru bahwa ABA mungkin juga memiliki peran dalam perkembangan akar lateral atau sekunder. Inisiasi dan pengembangan akar lateral diketahui terutama di bawah kendali auksin, tetapi perkembangan akar lateral 46 Ibid., hlm. 359 45 dapat dihambat oleh ABA jika hormon diterapkan selama tahap awal perkembangan akar lateral, sebelum meristem akar lateral menjadi terorganisir. Studi sebelumnya juga menunjukkan dampak ABA eksogen pada pembentukan bunga dalam kondisi tertentu, tetapi data tersebut samar-samar. Secara khusus, tidak ada hubungan sebab akibat yang dapat ditetapkan antara tingkat ABA endogen dan perilaku berbunga. Namun, prospek peran ABA dalam berbunga telah dihidupkan kembali baru-baru ini dengan penemuan bahwa, di bawah kondisi yang biasanya akan menunda pembungaan, mutan Arabidopsis yang kekurangan ABA menghasilkan bunga agak lebih awal daripada tanaman wildtype. Pengamatan ini menunjukkan bahwa ABA endogen biasanya dapat menghambat atau menunda pembungaan di Arabidopsis. Dukungan lebih lanjut datang dari penemuan bahwa gen (FCA) yang sebelumnya diketahui terlibat dalam mengendalikan waktu berbunga juga memiliki sifat reseptor asam absisat. d. Persepsi Aba Dan Transduksi Sinyal Persepsi dan pensinyalan ABA tampaknya sangat kompleks dan, meskipun metabolisme dan fisiologinya (A) (B) Gambar: (A) Pengaturan eksperimental untuk menguji efek dari akar kering padaSintesis ABA dan penutupan stomata (B) Penutupan stomatal dalam percobaan split-root. (Sumber: Jurnal Botani Eksperimental, 1985) Dalam keadaan terprotonasi itu dapat berdifusi melintasi membran plasma dan bereaksi dengan reseptor intraseluler atau, dalam bentuk yang tidak terawasi, mungkin tetap berada di luar sel untuk dirasakan oleh situs pada membran plasma. Memang, percobaan yang menggunakan turunan ABA yang tidak dapat ditembus dan / atau injeksi mikro dari ABA ke dalam sel telah mengindikasikan beberapa reseptor ABA di beberapa lokasi. Selama 20 tahun terakhir, metode yang biasanya digunakan untuk mengidentifikasi reseptor hormon terbukti relatif tidak berhasil dalam pencarian reseptor ABA. Pendekatan yang lebih baru telah menggunakan reaksi antigen-antibodi dengan apa yang disebut antibodi antiidiotipik. Dalam metode ini, antibodi yang ditingkatkan melawan ABA digunakan sebagai antigen untuk meningkatkan kelompok antibodi kedua, antibodi anti-idiotipik yang memiliki karakteristik mengikat yang mirip dengan ABA. Jadi, protein apa pun yang berikatan dengan antibodi anti-idiotipik 46 bisa menjadi reseptor ABA yang diduga. Antibodi anti-idiotipik kemudian digunakan untuk menyaring protein yang dikodekan dengan pelengkap Gambar: 6 Pengaruh pengeringan udara pada kandungan ABA dari ujung akar Commelina communis. (Sumber: Jurnal Botani Eksperimental, 1987) DNA untuk sel-sel bareur aleuron. Pendekatan ini mengarah pada identifikasi ABAP1, protein yang terletak di membran plasma sel-sel bareur aleuron dan yang secara spesifik dan reversibel mengikat ABA in vitro. Sejak ditemukannya ABAP1, setidaknya tiga reseptor ABA diduga telah diidentifikasi. Salah satunya adalah protein kloroplas Subunit H Chetalase Magnesium Protoporphyrin-IX (CHLH, juga dikenal sebagai ABAR). Yang kedua adalah protein kontrol FCA larut-waktu berbunga yang diisolasi dari Arabidopsis. Berdasarkan kesamaan urutan asam amino, FCA homolog dengan protein barley ABAP1. FCA berinteraksi dengan protein lain (TA) untuk mengatur pemrosesan mRNA fungsional. Reseptor putatif ketiga adalah reseptor ditambah G-protein (GPCR) membran-lokal yang diidentifikasi sebagai GCR2. Fakta sederhana bahwa protein-protein ini mengikat ABA secara in vitro, tidak membuktikan bahwa mereka adalah reseptor yang sebenarnya. Masih perlu dibuktikan bahwa hilangnya fungsi atau peningkatan fungsi mengubah fungsi ABA dengan cara yang dapat diprediksi. Rantai sinyal untuk efek ABA, baik hulu dan hilir dari hormon, adalah subjek studi intensif. Interaksi yang tampaknya rumit antara sinyal abiotik, reseptor, kurir kedua, dan transkripsi gen yang diinduksi ABA — apalagi crosstalk dengan sinyal lain — membuatnya sulit untuk menyusun skema yang pasti. Meski begitu, sejumlah komponen mulai masuk ke tempatnya. Sebagian besar kemajuan terbaru telah dicapai melalui penemuan baru 47 Ca 2+ Gambar: Skema yang disederhanakan menggambarkan koordinasi pompa ion oleh ABA dan selama penutupan sel-sel penjaga stomata senyawa (Sumber: Introduction to Plant Physiology, 2008) Mutasi gen yang tidak sensitif ABA dan dapat diringkas dalam poin-poin berikut. 1. Tampaknya ada pergantian ABA yang cepat pada tanaman yang tertekan dan tidak tertekan, tetapi peristiwa yang merasakan tekanan abiotik dan memulai akumulasi ABA masih belum diketahui. 2. Ca2 + tampaknya menjadi bagian penting dari rantai sinyal ABA, terutama dalam sel penjaga stomata. Ca2 + memediasi penyesuaian turgor yang diinduksi ABA dengan mengaktifkan saluran anion membran plasma 3. Wilayah promotor dari beberapa gen mengandung urutan yang disebut elemen respons ABA (ABRE). Faktor transkripsi yang dikenal sebagai faktor pengikat elemen respons ABA (ABFs) mengikat wilayah promotor ini untuk mengatur aktivitas banyak gen yang diinduksi ABA. Gen-gen ini termasuk protein pelindung diduga seperti enzim yang diperlukan untuk sintesis osmolytes atau zat terlarut yang kompatibel yang membantu tanaman beradaptasi dengan tekanan air, dan faktor transkripsi yang pada gilirannya mengatur perubahan lain dalam ekspresi gen 4. Sejumlah mutan yang tidak sensitif ABA telah diidentifikasi. Setidaknya tiga mutan tidak sensitif, abi 3, abi 4, dan abi 5, hanya merusak perkecambahan biji dan perkembangan awal pembibitan. Ketiga gen wildtype (ABI3, 4, 5) mengkodekan faktor transkripsi yang diekspresikan terutama dalam biji, menunjukkan bahwa peran ABA dalam biji membutuhkan transkripsi gen. 5. Sejumlah protein kinase teraktivasi ABA yang secara positif mengatur respons ABA telah diidentifikasi. Selain itu, ABI 1 dan ABI 2 adalah protein fosfatase yang secara negatif mengatur respon ABA. Jadi, peristiwa fosforilasi protein jelas penting dalam persinyalan ABA. Tidak diragukan lagi akan membutuhkan waktu untuk memilah-milah semua komponen ini dan yang belum ditemukan dan 48 membangun model yang jelas dari rantai persinyalan untuk berbagai respons yang dimediasi ABA.47 F. Etilen Buah-buahan mempunyai arti penting sebagi sumber vitamin, mineral, dan zat-zat lain dalam menunjang kecukupan gizi. Sebagian besar buah yang dimakan adalah buah yang telah mencapai tingkat kematangannya. Untuk meningkatkan hasil buah yang masak baik secara kualias maupun kuantitasnya dapat diusahakan dengan substansi tertentu antara lain dengan zat pengatur pertumbuhan yaitu hormon etilen. Dengan mengetahui peranan etilen dalam pematangan buah kita dapat menentukan penggunaannya dalam industri pematangan buah. a. Pengertian Hormon Etilen Etilen merupakan hormon tumbuh yang diproduksi dari hasil metabolisme normal dalam tanaman. Etilen berperan dalam pematangan buah dan kerontokan daun. Etilen disebut juga ethene.48 Senyawa etilen pada tumbuhan ditemukan dalam fase gas, sehingga disebut juga gas etilen. Gas etilen tidak berwarna dan mudah menguap.49 Hormon etilen adalah hormon yang berupa gas yang dalam kehidupan tanaman aktif dalam proses pematangan buah. Aplikasi mengandung ethephon, maka kinerja sintetis etilen berjalan optimal sehingga tujuan agar buah cepat masak bisa tercapai. Gas Etilen banyak ditemukan pada buah yang sudah tua. Gas etilen adalah suatu senyawa volatil yang dikeluarkan oleh buah-buahan dan sayuran segar. Jumlah gas etilen yang dikeluarkan bervariasi menurut jenis buah dan sayuran segar yang dihasilkan. Buah apel dikenal sebagai buah yang banyak menghasilkan gas etilen. Menurut Griffin dan Sacharow, secara umum gas etilen akan mempercepat proses pematangan dan pemasakan, kerusakan fisik dan fisiologis.50 Berbeda dengan hormon lain, etilen adalah gas yang mudah menguap ke atmosfer. Etilen dapat dimetabolisme dengan oksidasi menjadi karbon dioksida atau dengan konversi menjadi etilen oksida atau etilen glikol. Belum ditetapkan apakah metabolisme etilen memiliki peran aktif dalam fisiologis aksi hormon. Faktanya, penelitian kinetik telah menunjukkan bahwa metabolisme etilen reaksi kimia tidak tunduk pada kontrol fisiologis normal. Dengan demikian mungkin hanya konsekuensi yang tidak penting kadar etilen yang tinggi dalam jaringan. Karena itu sangat mungkin bahwa sebagian besar jaringan kehilangan etilen berlebih dengan difusi sederhana ke atmosfer di sekitarnya.51 47 Ibid., hlm. 361 F. G Winarno dan M. A Wirakartakusumah, Fisiologi Pasca Panen, (Jakarta: Sastra Hudaya, 1981)., hlm. 56 49 Ibid., hlm. 72 50 Ibid., hlm. 75 51 William G. Hopskin and Norman P. A. Horner, Introduction to Plant Physiology Fourth Edition,..........., hlm. 364 48 49 b. Struktur Kimia dan Karakteristik Hormon Etilen Struktur kimia etilen sangat sederhana sekali yaitu terdiri dari dua atom karbon dan empat atom hidrogen seperti yang terlihat pada struktur kimia pada gambar berikut: Gambar: Struktur Kimia Etilen (Sumber: Plant Physiology, 2002) Etilen merupakan hormon tumbuh yang diproduksi dari hasil metabolisme normal dalam tanaman. Etilen berperan dalam pematangan buah dan kerontokan daun. Etilen disebut juga ethane. Selain itu Etilen ( IUPAC nama: etena) adalah senyawa organik, sebuah hidrokarbon dengan rumus C2H4 atau H2C=CH2. Ini adalah gas mudah terbakar tidak berwarna dengan samar “manis dan musky bau“ ketika murni. Ini adalah yang paling sederhana alkena (hidrokarbon dengan karbon-karbon ikatan rangkap ), dan paling sederhana hidrokarbon tak jenuh setelah asetilena (C2H2).52 Etilen adalah olefin yang dikenal paling sederhana (berat molekulnya 28), dan lebih ringan dari udara di bawah kondisi fisiologis. Etilen dilepaskan dengan mudah dari jaringan dan berdifusi dalam fase gas melalui ruang antar sel dan di luar jaringan. Karena lebih mudah diukur, konsentrasi fase gas biasanya diberikan untuk etilen. Karena gas etilen mudah hilang dari jaringan dan dapat mempengaruhi jaringan atau organ lain, sistem perangkap etilen digunakan selama penyimpanan buah, sayuran, dan bunga-bunga.53 c. Sejarah Penemuan Etilen Etilen telah digunakan sejak Mesir kuno, yang akan luka buah ara untuk merangsang pematangan (melukai merangsang produksi etilen oleh jaringan tanaman). Orang Cina kuno akan membakar dupa di kamar tertutup untuk meningkatkan pematangan pir. Pada tahun 1864, ditemukan bahwa gas bocor dari lampu jalan menyebabkan pengerdilan pertumbuhan, memutar tanaman, dan penebalan abnormal dari batang. Pada tahun 1901, seorang ilmuwan Rusia bernama Dimitry Neljubow menunjukkan bahwa komponen aktif adalah etilen Keraguan menemukan bahwa etilen merangsang absisi pada tahun 1917. Ia tidak sampai 1934 yang Gane melaporkan bahwa tanaman mensintesis etilen. Pada tahun 1935, Crocker mengusulkan bahwa etilen adalah hormon tanaman yang bertanggung jawab untuk pematangan buah serta penuaan dari vegetatif jaringan. 52 53 Kartasapoetra, Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 1994)., hlm. 75 Lincoln Taiz and Eduardo Zeiger, Plant Physiology Trith Edition, .........., hlm. 520 50 d. Biosintesis dan Metabolisme Hormon Etilen Etilen diproduksi oleh tumbuhan tingkat tinggi dari asam amino metionin yang esensial pada seluruh jaringan tumbuhan. Produksi etilen bergantung pada tipe jaringan, spesies tumbuhan, dan tingkatan perkembangan. 54 Etilen dibentuk dari metionin melalui 3 proses : 1. ATP merupakan komponen penting dalam sintesis etilen. ATP dan air akan membuat metionin kehilangan 3 gugus fosfat yaitu SAM (S-adenosil metionin). 2. Kemudian SAM (S-adenosil metionin) diubah menjadi asam 1aminosiklopropana-1-karboksilat (ACC) oleh enzim ACC-sintase (ACS) 3. Oksigen dibutuhkan untuk mengoksidasi ACC dan memproduksi etilen. Reaksi ini dikatalisasi menggunakan enzim pembentuk etilen yaitu ACC-oksidase (ACO).55 Gambar : Skema Biosintesis Etilen (Sumber: Introduction to Plant Physiology, 2008) Dewasa ini dilakukan penelitian yang berfokus pada efek pematangan buah. ACC sintase pada tomat menjadi enzim yang dimanipulasi melalui bioteknologi untuk memperlambat pematangan buah sehingga rasa tetap terjaga. Produksi etilen Etilen adalah senyawa organic hidrokarbon paling sederhana (C2H4) berupa gas berpengaruh terhadap proses fisiologis tanaman. Etilen dikategorikan sebagai hormon alami untuk penuaan dan pemasakan dan secara fisiologis sangat aktif dalam konsentarsi sangat rendah (<0.005 uL/L).56 e. Faktor yang Mempengaruhi Biosintesis Protein Biosintesis etilen dirangsang oleh beberapa faktor, termasuk keadaan perkembangan, kondisi lingkungan, hormon tanaman lainnya, dan cedera fisik dan kimia. Biosintesis etilen juga bervariasi secara sirkadian, memuncak pada siang hari dan mencapai minimum di malam hari. 54 Ibid., hlm. 520 William G. Hopskin and Norman P. A. Horner, Introduction to Plant Physiology Fourth Edition,....., hlm. 363 56 I. M. S Utama, Penanganan Pascapanen Buah dan Sayuran Segar, (Bali: Universitas Udayana, 2001)., hlm. 22 55 51 1. Pematangan buah Saat buah matang, laju ACC dan biosintesis etilen meningkat. Aktivitas kedua enzim, yaitu ACC oksidase dan ACC sintase meningkat, seperti dilakukan level mRNA untuk subset gen yang masing-masing menyandi enzim. Namun, aplikasi ACC untuk buah mentah hanya sedikit meningkatkan produksi etilen, menunjukkan bahwa suatu peningkatan aktivitas ACC oksidase adalah pembatas laju langkah dalam pematangan. Gambar: Laju Perubahan Konsentrasi Etilen dan ACC serta ACC oksidase selama pematangan buah (Sumber: Plant Physiology, 2002 2. Produksi etilen yang diinduksi oleh stres Biosintesis etilen meningkat oleh kondisi stres seperti kekeringan, banjir, dingin, terpapar ozon, atau kerusakan mekanis. Dalam semua kasus ini etilen diproduksi oleh jalur biosintetik biasa, dan peningkatan produksi etilen telah terbukti menghasilkan setidaknya sebagian dari peningkatan transkripsi ACC sintase oleh mRNA. Keadaan ini disebut “Stress ethylene” yang terlibat dalam timbulnya respons stres seperti absisi, penuaan, penyembuhan luka, dan peningkatan resistensi penyakit. 3. Kandungan auksin dan sitokinin Dalam beberapa kasus, auksin dan etilen dapat menyebabkan respons tanaman yang serupa, seperti induksi pembungaan dalam nanas dan penghambatan perpanjangan batang. Tanggapan ini mungkin disebabkan oleh kemampuan auksin untuk mempengaruhi sintesis etilen dengan meningkatkan aktivitas ACC sintase. Pengamatan ini menunjukkan hal itu beberapa respons yang sebelumnya dikaitkan dengan auksin (indole-3-asam asetat, atau IAA) sebenarnya dimediasi oleh etilen diproduksi sebagai respons terhadap auksin. 52 Sitokinin juga meningkatkan biosintesis etilen di beberapa jaringan tanaman. Misalnya dalam etiolasi Bibit Arabidopsis, aplikasi sitokinin eksogen menyebabkan peningkatan produksi etilen, menghasilkan tripleresponsen fenotip . Studi genetik molekuler di Arabidopsis telah menunjukkan bahwa sitokinin meningkatkan biosintesis etilen dengan meningkatkan stabilitas dan / atau aktivitas satu isoform dari ACC sintase.57 4. Faktor suhu dan oksigen Produksi etilen juga dipengaruhi oleh faktor suhu dan oksigen. Suhu rendah maupun suhu tinggi dapat menekan produk etilen. Pada kadar oksigen di bawah sekitar 2 % tidak terbentuk etilen, karena oksigen sangat diperlukan. Oleh karena itu suhu rendah dan oksigen rendah dipergunakan dalam praktek penyimpanan buah-buahan, karena akan dapat memperpanjang daya simpan dari buah-buahan tersebut. Aktifitas etilen dalam pematangan buah akan menurun dengan turunnya suhu, misalnya pada Apel yang disimpan pada suhu 3º C, penggunaan etilen dengan konsentrasi tinggi tidak memberikan pengaruh yang jelas baik pada proses pematangan maupun pernafasan. Pada suhu optimal untuk produksi dan aktifitas etilen pada buah tomat dan apel adalah 32º C, untuk buah-buahan yang lain suhunya lebih rendah.58 f. Peranan Hormon Etilen Bagi Tumbuhan 1. Etilen sebagai hormon pematangan Gas etilen digunakan untuk mengendalikan pemasakan beberapa jenis buah. Teknik ini cukup cepat dan memberikan pemasakan yang seragam sebelum dipasarkan. Buah yang umum dikendalikan pemasakannya dengan etilen adalah pisang, tomat, pear, dan pepaya. Buah non-klimakterik seperti anggur, jeruk, nenas, dan strawberry tidak dapat dimasakan dengan cara ini. Dalam kaitannya dengan proses pematangan buah, etilen berfungsi untuk memecahkan klorofil pada buah hingga mengakibatkan buah tersebut hanya memiliki xantofil dan karotein atau zat lain yang membuat kulit buah menjadi merah atau orange. Etilen merupakan hormon tanaman yang mempunyai efek merangsang proses kematangan buah, tetapi juga berpengaruh mempercepat terjadinya kerusakan pada sayur, bunga potong dan tanaman hias lain. Etilen merupakan suatu gas yang disintesis oleh tanaman dan mempunyai pengaruh pada proses fisiologi. Penggunaan gas etilen pada tanaman mempunyai pengaruh yang sama dengan etilen dari tanaman. Pengaruh etilen merangsang pematangan pada buah klimakterik, dan membuat terjadinya puncak produksi etilen seperti pada buah non-klimakterik. Daya simpan buah akan menurun dengan adanya pengaruh etilen. Pengaruh buruk etilen pada sayur umumnya adalah mempercepat timbulnya gejala kerusakan seperti bercak-bercak coklat pada daun letus. Pengaruh etilen pada 57 58 Lincoln Taiz and Eduardo Zeiger, Plant Physiology Trith Edition,......hlm. 523 J Isbandi, Pertumbuhan dan perkembangan Tanaman, (Yogyakarta: Fakulas Pertanian UGM, 1983)., hlm. 67 . 53 tanaman hias seperti terjadinya gugur pada daun, kuncup bunga, kelopak bunga, atau secara umum terjadi pada daerah sambungan atau sendi tanaman (abscission zone).59 Sama seperti hormon lainnya mekanisme kerja hormon etilen melibatkan reseptor dan sinyal. Dengan tidak adanya etilen, sinyal rantai dimulai dengan protein yang disebut Constitutive Triple Response 1 (CTR1). CTR1 berinteraksi secara fisik dengan domain histidin kinase dari reseptor ETR1. Interaksi ini mengarah ke fosforilasi CTR1 dan memulai aliran transduksi sinyal. CTR1 adalah serin / treonin protein kinase. Menurut model ini, CTR1 memulai membentuk protein kinase itu pada akhirnya menghasilkan fosforilasi satu atau lebih faktor transkripsi dan ekspresi konstitutif dari gen tertentu. Rangkaian protein kinase sangat mirip untuk kelompok protein yang diaktifkan mitogen yang dikenal luas kinase yang berperan penting dalam transduksi banyak sinyal pada hewan, tumbuhan, dan jamur. Ketika etilen berikatan dengan reseptor, ia mencegah interaksi CTR1 dengan ETR1. Ini akan memblokir inisiasi pembentukann protein kinase dan selanjutnya aktivasi gen. Hasilnya adalah bahwa dengan tidak adanya etilen ekspresi gen yang dikendalikan etilena selalu aktif. Efek etilen adalah untuk mencegah aktivasi yang diperlukan faktor transkripsi.60 Gambar : Reseptor dan Sinyal pada Hormon Etilen (Sumber: Introduction to Plant Physiology, 2008) 59 I. M. S Utama, Penanganan Pascapanen Buah dan Sayuran Segar,........, hlm. 25 William G. Hopskin and Norman P. A. Horner, Introduction to Plant Physiology Fourth Edition,....., hlm. 364366 60 54 2. Absisi pada daun Kehilangan daun pada setiap musim gugur merupakan suatu adaptasi untuk menjaga agar tumbuhan yang berganti daun, selama musim dingin tetap hidup ketika akar tidak bisa mengabsorpsi air dari tanah yang membeku. Sebelum daun itu mengalami absisi, beberapa elemen essensial diselamatkan dari daun yang mati, dan disimpan di dalam sel parenkhim batang. Nutrisi ini dipakai lagi untuk pertumbuhan daun pada musim semi berikutnya. Ketika daun pada musim gugur rontok, maka titik tempat terlepasnya daun merupakan suatu lapisan absisi yang berlokasi dekat dengan pangkal tangkai daun. Sel parenkhim berukuran kecil dari lapisan ini mempunyai dinding sel yang sangat tipis, dan tidak mengandung sel serat di sekeliling jaringan pembuluhnya. Lapisan absisi selanjutnya melemah, ketika enzimnya menghidrolisis polisakarida di dalam dinding sel. Akhirnya dengan bantuan angin, terjadi suatu pemisahan di dalam lapisan absisi. Sebelum daun itu jatuh, selapisan gabus membentuk suatu berkas pelindung di samping lapisan absisi dalam ranting tersebut untuk mencegah patogen yang akan menyerbu bagian tumbuhan yang ditinggalkannya.61 Absisi diatur oleh perubahan keseimbangan etilen dan auksin. Lapisan absisi dapat dilihat disini sebagai suatu lapisan vertikal pada pangkal tangkai daun. Setelah daunnya gugur, suatu lapisan pelindung dari gabus, menjadi bekas tempelan daun yang membantu mencegah serbuan patogen. Suatu perubahan keseimbangan etilen dan auksin, mengontrol absisi. Daun yang tua, menghasilkan semakin sedikit auksin; yang menyebabkan sel lapisan absisi lebih sensitif terhadap etilen. Pada saat pengaruh etilen terhadap lapisan absisi kuat, maka sel itu memproduksi enzim, yang mencerna sellulose dan komponen dinding sel lainnya.62 Gambar: Absisi pada Daun (Sumber: : Introduction to Plant Physiology, 2008) 3. Ethylene dan Permeablitas Membran Etilen adalah senyawa yang larut di dalam lemak sedangkan memban dari sel terdiri dari senyawa lemak. Oleh karena itu ethylene dapat larut dan menembus ke dalam membran mitochondria. Apabila mitochondria pada fase pra klimakterik diekraksi kemdian ditambah ethylene, ternyata terjadi pengembangan volume yang 61 62 N. A Campbell and J. B. Reece, Biology Sixth Edition, (San Francisco: Pearson Education. Inc, 2004)., hlm. 831. Lincoln Taiz and Eduardo Zeiger, Plant Physiology Trith Edition,.........., hlm. 529-530 55 akan meningkatkan permeablitas sel sehingga bahan-bahan dari luar mitokondria akan dapat masuk. Dengan perubahan-perubahan permeabilitas sel akan memungkinkan interaksi yang lebih besar antara substrat buah dengan enzimenzim pematangan. 4. Beberapa fungsi hormon etilen lainnya a. mendukung epinasti b. menghambat perpanjangan batang (elengation growth) dan akar pada beberapa species tanaman walaupun etilen ini dapat menstimulasi perpanjangan batang, koleoptil dan mesokotil pada tanaman tertentu, misalnya Colletriche dan padi. c. menstimulasi perkecambahan d. menstimulasi pertumbuhan secara isodiametrical lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan secara longitudinal e. mendukung terbentuknya bulu-bulu akar f. mendukung proses pembungaan pada nanas g. mendukung adanya flower fading dalam persarian anggrek h. menghambat transportasi auxin secara basipetal dan lateral g. Aplikasi Hormon Etilen dalam Kehidupan Sehari-hari 1. Kalsium Karbida (CaC2) Kalsium Karbida (CaC2) atau yang biasa disebut dengan karbit adalah senyawa kimia CaC2. Karbit digunakan dalam proses mempercepat pematangan buah. Karbit yang terkena uap air akan menghasilkan gas asetilen yang memiliki struktur kimia mirip dengan etilen alami, zat yang membuat proses pematangan di kulit buah. Gambar: Kalsium Karbida (CaC2) (Sumber: Wikipedia.org, 2019) Proses fermentasi berlangsung serentak sehingga terjadi pematangan merata. Proses pembentukan ethilen dari karbit adalah: CaC2 + 2 H2O → C2H2 + Ca(OH)2. Dengan penambahan karbit pada pematangan buah menyebabkan konsentrasi ethilen menjadi meningkat. Hal tersebut menyebabkan kecepatan pematangan buah pun bertambah. Semakin besar konsentrasi gas ethilen semakin cepat pula proses stimulasi respirasi pada buah. Hal ini disebabkan karena ethilen dapat meningkatkan kegiatan-kegiatan enzim karatalase, peroksidase, dan amilase 56 dalam buah. Selain itu juga, ethilen dapat menghilangkan zat-zat serupa protein yang menghambat pemasakan buah. Respirasi merupakan proses pemecahan komponen organik (zat hidrat arang, lemak dan protein) menjadi produk yang lebih sederhana dan energi. Aktivitas ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi sel agar tetap hidup. 2. Ethrel atau 2-Cholosthyl phosphonic acid (2-cepa) Gambar: Ethrel (Sumber: Wikipedia.org, 2019) Ethrel adalah zat pengatur tumbuh tanaman berbahan aktif etefon. Biasa digunakan untuk memberi warna, mempercepat pemasakan dan penguatan tekstur buah-buahan hasil panen. Ethrel biasanya digunakan untuk tanaman tomat, apel, karet, nanas, melon, semangka dan cabai. Cara kerja etefon bersifat sistemik, ia akan masuk ke dalam jaringan tanaman kemudian mengaktifkan metabolisme tanaman dalam fungsi pemasakan buah, perataan warna atau merangsang produksi lateks pada pohon karet. Pada pH di bawah 3,5 molekulnya stabil, tetapi pada pH di atas 3,5 akan mengalami disintregasi menjadi gas etilen, klorida dan ion fosfat. Karena sitoplasma tanaman pHnya lebih tinggi daripada 4,1 maka apabila ethrel masuk ke dalam jaringan tanaman akan membebaskan etilen. Kecepatan disintregasi dan kadar etilen bertambah seiring dengan kenaikan pH.63 63 Kamarani, Fisiologi Pasca Panen, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1986)., hlm.89-90 57 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan berfungsi sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon tumbuhan. Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya, diantaranya jenis hormon tumbuhan yaitu auksin, giberelin, sitokinin asam absisat/ABA, dan etilen. Auksin diberikan pada sekelompok senyawa kimia yang memiliki fungsi utama mendorong pemanjangan kuncup yang sedang berkembang. Giberellin berpengaruh terhadap pembesaran dan pembelahan sel, pengaruh Giberellin ini mirip dengan auksin yaitu antara lain pada pembentukan akar. Giberellin dapat menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah auksin endogen. Sitokinin berperan penting dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin yang pertama sekali ditemukan adalah kinetin. Kinetin bersama-sama dengan auksin memberikan pengaruh interaksi terhadap diferensiasi jaringan. Peranan ABA sangat nyata dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. ABA berinteraksi dengan zat - zat pengatur tumbuh tanaman yang lain pada proses tersebut, biasanya interaksi ini bersifat menghambat (antagonism). Sedangkan etilen merupakan hormon tumbuh yang diproduksi dari hasil metabolisme normal dalam tanaman. Etilen berperan dalam pematangan buah dan kerontokan daun. Dengan berkembangnya pengetahuan biokimia dan dengan majunya industri kimia maka ditemukan banyak senyawa-senya-wa yang mempunyai pengaruh fisiologis yang serupa dengan hormon tanaman. Senyawa-senyawa sintetik ini pada umumnya dikenal dengan nama zat pengatur tumbuh tanaman (ZPT = Plant Growth Regulator). B. Saran Dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak sekali kekurangan baik materi maupun sumber, maka untuk selanjutnya kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk kami karena kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. 58 DFTAR PUSTAKA Asra, Revis. 2014. Pngaruh Hormon Giberelin (GA3) Terhadap Daya Kecambah dan Vigoritas Calopogonium caeruleum, Universitas Jambi: Biospecies Vol. 7 No.1, Campbell, Neil A., Jane B. Reece, dan Lewrence G. Mitchell. 2003. Biologi Edisi kelima. Jakarta: Erlangga. Campbell , N. A and J. B. Reece. 2004. Biology Sixth Edition. San Francisco: Pearson Education. Inc. Harahap, Fauziyah. 2012. Fisiologi Tumbuhan: Suatu Pengantar. Medan: UNIMED. Hopskin, William G. dan Norman P. A.2008. Introduction to Plan Physiology fourth edition. USA: The Univesity of Western Ontario. Hudaya, Kartasapoetra. 1994. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama. Isbandi, J. 1983. Pertumbuhan dan perkembangan Tanaman. Yogyakarta: Fakulas Pertanian UGM. Kamarani.1986. Fisiologi Pasca Panen. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Pessarakli, Mohammad. 2001. Handbook of Plant and Crop Physiology, second edition. New York: Marcel Dekker, Inc. Salisbury, Frank B dan Cleon W Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3: Perkembangan Tumbuhan dan Fisiologi Lingkungan. Bandung: ITB Bandung. Taiz, Lincoln dan Eduardo Zeiger. 2002. Plant Physiology Tirth Editions. USA: Sinauer Assosiation. Utama , I. M. S. 2001. Penanganan Pascapanen Buah dan Sayuran Segar. Bali: Universitas Udayana. Winarno, F. G dan M. A Wirakartakusumah. 1981. Fisiologi Pasca Panen. Jakarta: Sastra. Wiraatmaja, I Wayan. 2017. Zat Pengatur Tumbuh Giberelin dan Sitokinin. Denpasar: Universitas Udayana. 59