ISSN 2088 - 186X
Jurnal
ADI KARSA
Teknologi Komunikasi Pendidikan
BALAI TEKNOLOGI KOMUNIKASI PENDIDIKAN
DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA PROVINSI DIY
ISSN 2088-186X
Edukasi
Vol. XIV No. 15
Hlm. i - iv
1 - 110
Yogyakarta
November 2018
ISSN
2088 - 186X
Daftar Isi
Penerapan Metode Kooperatif Jigsaw Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Ipa Siswa
Kelas VI SD
Oleh : Ifut Riati ..............................................................................................................
PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN
KREATIVITAS DAN PRESTASI HASIL BELAJAR FISIKA SISWA SMK
Oleh : Eko Mulyadi ........................................................................................................
1
12
Peningkatan Hasil Belajar Kompetensi Dasar Analisis Elektrokimia Melalui Pendekatan
Konstektual Di SMK
Oleh : Heni Ekawati ....................................................................................................... 24
Peningkatan Prestasi Belajar Daur Air Melalui Pendekatan CTL Dengan Pemanfaatan
Lingkungan Sekitar
Oleh: Erni Dwi Endarwati .............................................................................................
32
Antisipasi Perilaku Kekerasan Anak Sekolah Dasar Melalui Manajemen Konflik
Berbasis Sekolah
Oleh : Fahrudin .............................................................................................................
42
Peningkatan Hasil Belajar Materi Tata Surya Melalui Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Numbered Heads Together (NHT)
Oleh : Yanuarita Widi Astuti ...........................................................................................
54
Peningkatan Sikap Percaya Diri Melalui Metode Debat Pada Mata Pelajaran PPKn
Oleh: Desi Ariani ...........................................................................................................
64
Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Melalui Pembelajaran Explicit Instruction
Menggunakan Media Manik-Manik Pada Anak Tunagrahita Sedang
Oleh: Sri Puji Lestari .....................................................................................................
76
Penerapan Cara “Tok Ser” Pada Penilaian Harian Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan
Sikap Percaya Diri Siswa
Oleh : Hari Sumanti ........................................................................................................ 85
Analisis Kebutuhan E-Training Kurikulum 2013 Bagi Guru-Guru Di Daerah Istimewa
Yogyakarta
Oleh: Estu Miyarso ........................................................................................................
94
iii
PENINGKATAN SIKAP PERCAYA DIRI MELALUI
METODE DEBAT PADA MATA PELAJARAN PPKn
Oleh: Desi Ariani
Guru PPKn SMK Koperasi Yogyakarta
email: desi.uny.pknh@gmail.com
ABSTRACT:This action research is aimed to improve students’ self confidence and to
know the action’s barriers by using debate method in Civic and Five Principles Education
subject of class X MIPA 4 SMA Negeri 1 Bantul. The research design is using Kemmis
dan Mc. Taggart model. The data collection was using observation, documentation, and
unstructured interview. The data analysis used quantitative and qualitative description.
The research showed that students’ self confidence in class X MIPA 4 was improved
through debate method by considering 4 self confidence behavior indicators namely, 1)
expressing opinion, 2) working cooperatively in group, 3) facing opponent, 4) speaking
fluently, with little doubt. Students of class X MIPA 4 who has self confidence in high
category of 69%-80% improves from 68% to 84%.
Keywords: self-confidence, debate, Civic and Five Principles Education
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan hal sangat
penting bagi kemajuan bangsa demi
terwujudnya cita-cita bangsa yang tertera
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
Tahun 1945 pada alenia ke-4 salah satu citacita bangsa yaitu mencerdaskan kehidupan
bangsa. Dari tujuan bangsa itu setelah
Indonesia merdeka menjadi kunci penting
bagi bangsa Indonesia untuk mengembangkan
pendidikan di segala aspek kehidupan.
Pendidikan yang dulu hanya dirasakan pada
segelintir orang saja kaum bangsawan yang
bisa menikmati pendidikan. Namun setelah
Indonesia merekda menjadi konsen bersama
untuk mengembangkan pendidikan.
Kondisi sosial politik mempunyai
pengaruh terhadap pendidikan. Terutama pada
mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
yang dipengaruhi oleh kondisi rezim Orba
telah mempengaruhi bidang pendidikan
pada perubahan kurikulum PKn pelaksanaan
pengajaran di lapangan yang lebih mendukung
status-quo atau legimitasi pembenaran
64
JURNAL ADIKARSA
Volume XIV No.15
(Justifikasi) berbagai kebijakan rezim orba
daripada untuk meningkatkan pemberdayaan
warga negara dalam berhubungan dengan
negara. Para pelajar peserta mata pelajaran
PKN hanya dilatih menghafal tentang
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (P4) , tidak banyak berbeda dengan
penataran P4. Sebab P4 menjadi makanan
pokok PKN, yang berarti juga pendangkalan
terhadap materi PKN, padahal cakupan
materi sangat luas. Peningkatan pengetahuan
dan kemampuan yang memadai tentang
demokrasi, pembentukan sikap demokratis,
kritis, berani melakukan kontrol demi
menegakan kebenaran dan keadilan, terasa
kurang diperhatikan. Guru tidak memiliki
keberanian untuk mmberikan informasi
yang riel, obyektif tentang berbagai masalah
penyimpangan yang dilakukan pemerintah,
akibatnya subyek didik menerima informasi
yang tidak benar. Subyek didik jelas tahu
tentang kondisi ini, karena kepekaan terhadap
apa yang terjadi dalam lingkungan serta
karena derasan arus informasi yang mereka
Peningkatan Sikap Percaya Diri Melalui Metode Debat Pada Mata Pelajaran PPKn
terima. Akibatnya pengajaran PKN dirasakan
subyek didik kurang bermakna, karena yang
diajarkan lain dengan kenyataan. Akibat
dari kondisi ini, PKn semakin sulit untuk
mengembangkan karakter warga negara yang
demokratis, sehingga menjadi lahan subur
bagi berkembangnya otoriterisme (Cholisin,
2000:20).
Pendidikan Kewarganegaraan dengan
paradigma baru terlebih lagi dengan
berlakunya kurikulum 2013 dengan nama
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
ditutut agar pengembangan pembelajaran
lebih demokratis di mana metode pengajaran
pendidikan yang demokratis adalah bentuk
pendidikan yang menempatkan pendidik
dan peserta didik dalam kedudukan yang
seimbang. Pendidik menempatkan diri
sebagai pembibing peserta didik, dilain pihak
peserta didi mempunyai keduduan sebagai
subyek sekaligus obyek (Dwi Siswoyo,
2007: 134).
Melihat pada fakta di lapangan pada
observasi awal, Kondisi di lapangan
menunjukan ketika sisiwa diminta untuk
bertanya kepada guru belum terlihat percaya
diri dan ketika secara berkelompok siswa
masih dengan siswa yang terbiasa aktif
masih menonjol dalam berdiskusi atau
mempresentasi hasil ke depan kelas sehingga
rasa percaya siswa belum semuanya
terlihat hanya beberapa saja yang aktif
bertanya atau menanggapi pernyataan
yang didiskusikan. Masalah yang kedua
jika ada salah satu siswa yang tampil ke
depan yang di belakang belum ada antusias
untuk menyimak dan mendengarkan secara
komprehensif sehingga akibatnya siswa yang
duduk dibelakang asyik sendiri. Terlebih lagi
materi yang dipelajari tidak tersampaikan.
Masalah ketiga buku-buku yang dijadikan
pedoman siswa belum bisa dimksimalkan
dalam kegiatan pembelajaran walaupun pada
kurikulum 2013 ini menuntut siswa mencari
sumber dan menggali berbagai bacaan untuk
mencari informasi berkaitan dengan materi
pelajaran yang diajarakan. Siswa sebagaian
besar hanya menuliskan apa saja yang ia
dapat dari hasil kegiatan mengamati saja
belum mampu menggali dan menganalisis
hubungan-hubungan antara materi ajar
dengan kondisi yang mutakhir saat ini.
Padahal dalam pembelajaran PPKn bersifat
konstektual dengan demikian harus melihat
kondisi dan kenyataan kehidupan sosial dan
perkembangan nasional yang terjadi saat ini.
Dari masalah-masalah di atas penting
kiranya untuk mengembangkan metode yang
mengakar pada kondisi nyata di negeri ini
dan meningkatkan dalam merumuskan susatu
ide gagasan berpikir ketika berdiskusi untuk
berpikir kritis dan analitis sehingga untuk
mencapai tujuan keaktifan siswa secara
menyeluruh tersebut dengan menggunakan
model debat aktif. Sehingga pada akhirnya
akan tercapaian pembelajaran yang aktif dan
menyenangkan dengan berpusat pada siswa
(student center) bukan lagi pada guru yang
harus mencekoki materi-materi pembelajaran
yang membosankan bagi peserta didik.
Di mana student center learning (SCL)
merupakan metode pembelajaran yang
memberdayakan peserta didik menjadi
pusat perhatian selama proses pembelajaran
berlangsung. Landasan pemikiran dari teori
teori konstruktivis (Westwood Peter, 2008:26)
berasal dari teori belajar yang dikembangkan
oleh Jean Piaget (1983), Jerome Breuner
(1961), dan John Dewey (1933), yaitu
memusatkan proses pembelajaran pada
perubahan perilaku peserta didik itu sendiri
dan dialami langsung untuk membentuk
konsep belajar dan memahami. Selanjutnya,
konsep pengalaman belajar dari segitiga Dale
membuktikan bahwa belajar mengalami
65
sendiri pada kondisi nyata atau sebenarnya
dan mengendalikan proses belajarnya
merupakan pemenuhan pengalaman belajar
yang lebih baik dibanding belajar dengan
mengamati.
Dari situlah pembelajaran yang
mengajarkan sikap sekaligus pengetahuan
adalah PPKn yang amat tepat untuk
pengembangan sikap rasa percaya diri
kalangan siswa dan memunculkan sikap
terbuka sehingga bisa berdialog secara
demokratis melalui metode debat.
Kajian Sikap Percaya Diri
Dalam buku adolesconce: perkembangan
remaja karangan John Santrock, kepercayaan
diri diartikan sebagai dimensi evaluatif yang
menyeluruh diri (John W. Santrock, 2003:
336). Menurut De Angelis (1995) kepercayaan
diri berawal dari tekad pada diri sendiri, untuk
melakukan segala hal yang dibutuhan dan
diharapkan secara rasional. Kepercayaan diri
adalah keyakinan untuk berani menghadapi
tantangan hidup. Percaya pada diri sendiri
berarti keyakinan untuk mampu melawan
kekhawatiran dan tidak menyerah (Angelis,
1995). James Neill menyatakan bahwa
self-confidence adalah keyakinan terhadap
penilaian atas kemampuan diri dan meraskan
adanya kepantasan untuk berhasil. Adapun
indiator-indikator sikap percaya diri adalah
sebagai berikut:
Tabel 1. Indikator-indikator Percaya Diri oleh Ahli
No
Indikator Positif
Indikator Negatif
1.
Mengerahkan atau memerintahkan orang lain
2.
3.
Menggunakan kualitas suara yang disesuaikan dengan
situasi
Mengekspresikan pendapat
4.
Duduk dengan orang lain dalam aktivitas sosial
Merendahkan orang lain dengan cara menggoda, memberi
nama panggilan dan menggosip
Menggerakan tubuh secara dramastis atau tidak sesuai
konteks
Melakukan sentuhan yang tidak sesuai atau menhindari
kontak fisik
Memberikan alasan-alasan ketika gagal melakukan sesuatu
5.
Bekerja secara kooperatif dalam kelompok
Melihat sekeliling untuk memonitor orang lain
6.
7.
Memandang lawan bicara ketika mengajak atau diajak
bicara
Menjaga kontak mata selama perbicangan berlangsung
Membual secara berlebihan tentang prestasi, keterampilan
dan penampilan
Merendahkan diri sendiri secara verbal, depresi
8.
Memlai kontak yang ramah dengan orang lain
9.
Menjaga jarak yang sesuai antara diri sendiri dengan
orang lain
Berbicara dengan lancar, hanya mengalami sedkit
keraguan
Berbicara terlalu kras, tiba-tiba, atau dengan nada suara
yang dogmatis
Bengekspresikan pandangan atau pandangan, terutama
ketika ditanya
Memposisikan diri secara submisif
10.
Sumber: John W. Santrock. Adolescence Perkembangan Remaja.
(Jakarta: Erlangga, 2003) hal. 338
Terkait dengan penelian ini maka
peneliti hanya mengambil 4 indikator dari 10
indikator di atas yaitu:
4. Berbicara
dengan
lancar,
mengalami sedkit keraguan
hanya
Metode Debat
1. Mengekspresikan pendapat
2. Bekerja secara kooperatif
kelompok
3. Memandang lawan bicara
mengajak atau diajak bicara
66
JURNAL ADIKARSA
dalam
ketika
Volume XIV No.15
Metode debat adalah salah satu
metode pembelajaran di mana siswa secara
individual maupun kelompok dilatih, disatu
pihak untuk mengemukakan suatu pendapat
Peningkatan Sikap Percaya Diri Melalui Metode Debat Pada Mata Pelajaran PPKn
terhadap suatu persoalan, sedangkan
sekelompok siswa di pihak lain diminta
untuk mengemukakan bantahan, sanggahan
atau pendapat yang berbeda disertai alasan
atau argumentasi (Abdul Gofur, 2007: 1213).
Di dunia pendidikan, debat bisa menjadi
metode berharga untuk meningkatkan
pemikiran dan perenungan terutama jika anak
didik diharapkan mampu mengemukakan
pendapat yang pada dasarnya bertentangan
dengan diri mereka sendiri (Melvin
Silberman, 2006: 141).
Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan
Pendidikan
Pancasila
dan
Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran
yang mempunyai misi sebagai pendidikan
nilai dan moral Pancasila, penyadaran
akan norma dan konstitusi UUD 1945,
pengembangan komitmen terhadap Negara
Kesatuan Republik Indonesia Pancasila dan
Kewarganegaraan dimaksudkan sebagai
upaya membentuk peserta didik menjadi
manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan
cinta tanah air yang dijiwai oleh nilai-nilai
Pancasila, Undang Undang Dasar komitmen
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) yang memfokuskan
penelitian tentang peningkatan sikap percaya
diri siswa kelas X IPA 4 melalui metode debat
pada mata pelajaran Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan. Subyek penelitian ini
adalah siswa kelas X IPA 4 SMA Negeri 1
Bantul, karena tingkat kepercayaan diri pada
kelas ini lebih rendah dibandingkan dengan
kelas lainnya. Obyek penelitian adalah hasil
proses berupa sikap percaya diri melalui
metode debat. Bulan September-Oktober
2016 di SMA Negeri 1 Bantul, Yogyakarta
di jalan K.H.A Wakhid Hasyim Bantul
Yogyakarta 55711.
Berdasarkan
tujuan
penelitian,
maka metode penelitian yang digunakan
adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Kemmis dan McTaggart dalam Suwarsih
Madya (1994:2), yang mengatakan bahwa
Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu
bentuk refleksi diri kolektif yang dilakukan
oleh peserta-pesertanya dalam situasi sosial
untuk meningkatkan penalaran dan keadilan
praktik-praktik itu dan terhadap situasi tempat
dilakukan praktik-praktik tersebut. Model
PTK yang akan digunakan dalam penelitian
ini adalah menggunakan model Kemmis dan
McTaggart. Adapun alur kegiatan penelitian
tindakan menurut Kemmis dan McTaggart
adalah:
Keterangan :
1. Perencaan
3
1
2
2. Tindakan dan Observasi 1
3. Refleksi 1
6
4. Rencana terevisi 1
4
5
5. Tindakan dan Observasi II
6. Refleksi II
9
7. Rencana terevisi II
7
8
Gambar 1: Alur PTK menurut Kemmis dan McTaggart.
67
Teknik Pengumpulan Data yaitu
Observasi, Wawancara tidak terstrukur
dan Dokumentasi Foto. Analisis data
dalam penelitian ini menggunakan analisis
deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Analisis
data kuantitatif dalam penelitian ini adalah
melakukan perhitungan data berupa
angka-angka. Analisis data kualitatif yaitu
menggambarkan kenyataan sesuai dengan
perhitungan data. Perhitungan data berupa
skor sikap percaya diri yang diperoleh siswa
kelas X IPA 4 pada mata pelajaran Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan melalaui
metode debat. Pengukuran persentase skor
hasil observasi menggunakan rumus sebagai
berikut (Anas Sudjono, 2010).
Persentase = Jumlah skor yang diperoleh x 100%
Skor maksimum
Hasil perhitungan persentasetersebut
ditafsirkan ke dalam katogori sebagai berikut
(Acep Yoni, 2010: 175).Kualifasi persentase
sikap percaya diri siswa sebagai berikut:
No
Persentase
Katagori
1.
81%-100%
Sangat Tinggi
2.
69%-80%
Tinggi
3.
56%-68%
Sedang
4.
≤ 55%
Rendah
Tabel 1. Kualifikasi Persentase Sikap
Percaya Diri Siswa
Sumber: Acep Yoni, dkk. (2010).
Menyusun Penelitian Tindakan Kelas.
Yogyakarta: Familia
1. Kriteria sangat tinggi, yaitu siswa
mempunyai siakp percaya diri dengan
rentang persentase 81%-100%
2. Kriteria tinggi, yaitu siswa mempunyai
sikap percaya diri dengan rentangan
persentase 69%-80%
68
JURNAL ADIKARSA
Volume XIV No.15
3. Kriteria sedang yang siswa mempunyai
sikap percaya diri dengan rentang
persentase 56-68%
4. Kriteria rendah yaitu siswa memounyai
sikap percaya diri dengan rentang ≤ 55%
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Dalam pelaksanaan pembelajarannya
peneliti menggunakan dua siklus. Siklus
I pada tanggal 27 Agustus 2016 dan 3
September 2016 sedangkan pada siklus II
pada 24 September 2016.
1. Siklus I
Model
pembelajaran
dengan
menggunakan metode debat siklus I
dilaksanakan tanggal 27 Agustus 2016 pada
jam pelajaran kelima sampai dengan keenam,
pada pukul 10.30-12.00 WIB dengan
materi dengan materi “ Wilayah Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menurut
Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia ”. terdiri dari perencanaan dan
pelaksanaan. Sedangkan siklus I pada
pertemuan II dilaksanakan tanggal Sabtu, 3
September 2016 pada jam pelajaran kelima
sampai demgam keenam, pada pukul 10.3012.00 WIB dengan materi dengan materi
“Penduduk dan Warga Negara menurut UUD
NKRI Tahun 1945’’. Terdiri dari perencanaan
dan pelaksanaan. Juga dilaksanakan Tahap
Observasi Kegiatan Guru dan Kegiatan
Siswa.
Peningkatan Sikap Percaya Diri Melalui Metode Debat Pada Mata Pelajaran PPKn
dan Keamanan menurut Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia. Langkahlangkah pada siklus II juga sama siklus
I yautu perencanaan dan pelaksaan. Juga
kegiatan observasi guru dan siswa.
Gambar 2: memberi arahan kegiatan
debat dan pelaksanaan debat belum bisa
sesuai rencana karana di awal belum diminta
untuk memposisikan tempat duduk untuk
saling berhadapan
Tabel 2. Persentase Siswa Kelas X MIPA
4 Pada Empat Kategori Sikap Percaya Diri
Siklus I
Rentang
Persentase
Katagori
Jumlah
siswa
Persentase
81%-100%
Sangat
Tinggi
0
0%
69%-80%
Tinggi
25
68%
56%-68%
Sedang
3
8%
≤ 55%
Rendah
9
24%
37
100%
JUMLAH
Berdasarkan hasil refleksi siklus I,
pelaksanaan tindakan masih banyak kendala.
Tindakansiklus I pada kelas X MIPA 4
mempunyai sikap percaya 68% katagori
tinggi dengan rentang persentase 69%80%. Hasil tersebut belum mencapai kriteria
keberhasilan. Tindakan diperbaiki untuk
meningkatkan sikap percaya diri siswa kelas
X MIPA 4. Tindakan dilanjutkan pada siklus
II dengan dasar hasil refleksi siklus I
2. Siklus II
Gambar 3: Jalannya debat berlangsung
guru sebagai moderator debat sekaligus
memberikan penilian
Persentase
rentang
Katagori
Jumlah siswa
Persentase
81%-100%
sangat
tinggi
1
3%
69%-80%
tinggi
31
84%
56%-68%
sedang
2
5%
≤ 55%
rendah
3
8%
37
100%
JUMLAH
Tabel 3. Persentase Siswa Kelas X MIPA 4
Pada Katagori Sikap Percaya Diri Siklus II
Sumber: Hasil
Peneliti, 2016
Penelitian
Diolah
oleh
Model
pembelajaran
dengan
menggunakan metode debat siklus II
dilaksanakan tanggal 24 September 2016
pada jam pelajaran kelima samapai dengam
keenam, pada pukul 10.30-12.00 WIB
dengan materi dengan materi “ Pertahanan
69
Tabel tersebut menunjukkan persentase
siswa dengan kategori tinggi sebesar 76%
artinya siswa yang mempunyai sikap percaya
diri dengan rentang persentase 69%–80%
sebesar 76% atau sebanyak 28 siswa dari 37
siswa kelas X MIPA 4. Pada siklus II, ada 2%
siswa mempunyai sikap percaya diri kategori
sangat tinggi dengan rentang persentase
81–100%. Hasil tersebut menunjukkan
tindakan siklus II sudah mencapai kriteria
keberhasilan yaitu 75% siswa dari seluruh
jumlah siswa kelas X MIPA 4 mempunyai
sikap percaya diri kategori tinggi dengan
rentang persentase 69%–80%.
Refleksi pada siklus II dilakukan
bersama oleh peneliti dan teman sejawat
untuk menilai proses pembelajaran PPKn
dengan menggunakan metode debat.
Berdasarkan kegiatan tersebut, hampir
semua peran dan langkah pembelajaran
PPK dengan menggunakan metode debat
terbimbing sesuai rencana pelaksanaan
pembelajaran dilaksanakan guru dengan
baik. Sikap percaya diri siswa kelas X MIPA 4
mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus
II. Peningkatan tersebut dikarenakan adanya
perbaikan tindakan. Beberapa kendala pada
siklus I diperbaiki pada tindakan siklus II.
Perbaikan dilakukan pada kegiatan-kegiatan
guru dalam menggunakan metode debat yang
bermuara pada perbaikan kegiatan siswa
yang menunjukkan adanya sikap percaya
diri. Berikut diagram kegiatan guru kelas X
MIPA 4 dengan menggunakan metode debat
pada mata PPKn sebagai berikut:
PRESENTASE
Diagram Persentase Kegiatan Guru
100
80
60
40
20
0
83%
63%
SIKLUS 1
SIKLUS 2
Gambar 4. Diagram Persentase Kegiatan Guru
Diagram tersebut menunjukkan kegiatan
guru kelas X MIPA 4 dalam pembelajaran
dengan metode debat pada siklus I sebesar
63% artinya guru tersebut melaksanakan
kegiatan pokok dalam pembelajaran
PPKn dengan menggunakan metode debat
sebanyak 15 dari 24 butir. Hal ini berarti
guru belum menjalankan peran dan langkahlangkah pembelajaran PPKn dengan metode
debat secara optimal. Kegiatan guru di
siklus II sebesar 83% artinya guru tersebut
melaksanakan kegiatan pokok dengan
menggunakan metode debat 83% sebanyak
20 dari 24 butir. Hal ini berarti guru sudah
70
JURNAL ADIKARSA
Volume XIV No.15
menjalankan peran dan langkah-langkah
dengan menggunakan metode debat dengan
baik. Dengan demikian, kegiatan guru dalam
embelajaran PPKn dengan menggunakan
metode pada siklus I ke siklus II mengalami
peningkatan.
Observasi dilakukan pada kegiatan siswa
selama proses pembelajaran PPKn dengan
metode debat berlangsung. Pengamatan
difokuskan pada sikap percaya diri dalam
pembelajaran PPKn dengan metode debat.
Persentase sikap percaya diri siswa pada tiap
siklus dapat dilihat pada tabel berikut.
Peningkatan Sikap Percaya Diri Melalui Metode Debat Pada Mata Pelajaran PPKn
Tabel 4. Rekapitulasi Data Persentase Siswa
Kelas X MIPA 4 Katagori Sikap Percaya
NO PERSENTASE
KRITERIA
SIKLUS 1
SIKLUS II
JUM- PERSENTASE
LAH
SISWA
JUMLAH
SISWA
PERSENTASE
81–
sangat
100%
tinggi
2. 69–80% tinggi
0
0%
1
3%
25
68%
31
84%
3. 56–68% sedang
3
8%
2
5%
rendah
4.
≤ 55%
jumlah siswa
9
24%
3
8%
37
100%
37
100%
1.
≤ 55%
Sumber: Hasil Penelitian Diolah Oleh
Peneliti, 2016
Tabel tersebut menunjukkan bahwa ada
peningkatan jumlah siswa kelas X MIPA 4
yang mempunyai
sikap≤percaya
diri kategori
persentase
55% m
sangat tinggi dan kategori tinggi. Jumlah siswa
Diagram Persentase Sikap Percaya Diri
Siklus I dan Siklus II
J
U
M
L
A
H
S
I
S
W
yang mempunyai sikap percaya diri kategori
sangat tinggi dengan rentang persentase
81–100% meningkat dari 0 menjadi 1 siswa.
Jumlah siswa yang mempunyai sikap percaya
diri kategori tinggi dengan rentang persentase
69–80% meningkat dari 25 menjadi 28 siswa.
Data tersebut juga menunjukkan adanya
penurunan jumlah siswa kelas X MIPA 4
yang mempuyai sikap percaya diri sedang dan
rendah. Jumlah siswa yang mempunyai sikap
percaya diri kategori sedang dengan rentang
persentase 56–68% menurun dari 3 menjadi
2 siswa. Jumlah siswa yang mempunyai
sikap percaya diri rendah dengan rentang
persentase ≤ 55% menurun dari 9 menjadi
3 siswa. Data tabel persentase siswa kelas X
MIPA 4 pada setiap kategori sikap percaya
diri di siklus I dan II dapat diperjelas melalui
diagram berikut:
40
35
30
25
20
15
10
5
0
84%
68%
24%
0%
8%
3%
Sangat Tinggi
Tinggi
siklus I
siklus II
5%
Sedang
8%
Rendah
Gambar 5. Diagram Persentase Sikap Percaya Diri Siklus I dan Siklus II
Pada diagram menunjukkan bahwa
jumlah siswa yang mempunyai sikap percaya
diri sangat tinggi dan tinggi meningkat. Siswa
yang mempunyai sikap percaya diri sangat
tinggi meningkat dari 0% menjadai 3% dan
kategori tinggi meningkat dari 68% menjadi
84%. Jumlah siswa yang mempunyai sikap
percaya diri kategori sedang dan rendah
menurun. Siswa yang mempunyai sikap
percaya diri kategori sedang menurun dari
8% menjadi 5% dan kategori rendah menurun
dari 24% menjadi 8%.
Persentase siswa kelas X MIPA 4 pada
setiap indikator sikap percaya diri di siklus
I dan siklus II dapat dilihat pada diagram
berikut:
71
Diagram Perindikator Sikap Percaya Diri Siswa
presentase jumlah siswa
80
73% 74%
74%
71% 72%
68%
62%
65%
60
40
siklus 1
siklus 2
20
0
1
2
3
4
Indikator
Gambar 6. Diagram Perindikator Sikap Percaya Diri Siswa
Pada diagram menunjukkan bahwa
jumlah siswa yang memenuhi indikator
1 (ekspresikan pendapat) yakin pada diri
sendiri) pada siklus I dan siklus II meningkat
dari 73% menjadi 74%, indikator 2 (bekerja
kooperatif) meningkat dari 71% menjadi
72%, indikator 3 (memandang lawan bicara)
meningkat dari 62% menjadi 68%, indikator
4 (berbicara dengan lancar) meningkat dari
65% menjadi 74%. Pada siklus II, jumlah
siswa meningkat pada semua indikator sikap
percaya diri. Data-data tersebut menunjukkan
bahwa hasil tindakan sudah mencapai kriteria
keberhasilan sehingga tindakan dihentikan
pada siklus II.
dari jumlah seluruh siswa kelas X MIPA
4. Hasil tersebut belum mencapai kriteria
keberhasilan tindakan yaitu ada 75% siswa
dari jumlah seluruh siswa kelas X MIPA 4
mempunyai sikap percaya diri kategori tinggi
dengan rentang 69%–80%.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang
dilakukan di kelas X MIPA 4 SMA Negeri
1 Bantul telah terlaksana sebanyak 2 siklus.
Siklus pertama terdiri dari 2 pertemuan
sedangkan siklus kedua 1 kali pertemuan.
Setiap siklus terdiri dari beberapa tahap yaitu
tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan,
observasi , dan refleksi. Kriteria keberhasilan
tindakan dalam penelitian ini yaitu ada 75%
siswa dari seluruh siswa kelas X MIPA 4
mempunyai sikap percaya diri kategori tinggi
dengan rentang persentase 69%–80%.
Pada siklus pertama guru sudah
memberikan stimulus pertama dengan siswa
diberikan kesempatan untuk memimpin
berdoa sehingga siswa dapat dilihat
rasa percaya dirinya. Selanjutnya ketika
memasuki pembelajaran guru kurang bisa
mengkaitkan pembelajaaran yang telah lalu
sehingga berdampak pada arah pembelajaran
selanjutnya ditambah lagi guru tidak
memberikan pokok-pokok kegiatan yang
akan dilaksanan termasuk gambaran kegiatan
yang akan dilakukan sedangkan dari siswa
sendiri dalam menyampaikan pendapatnya
waktu pertama kali belum terlalu berani
mengutarkan secara lugas dan tepat. Sudah
ada yang mengutarakan pendaptnya tetapi
masih beberapa anak saja dan ketika
Hasil tindakan siklus I menunjukkan
bahwa jumlah siswa yang mempunyai
sikap percaya diri kategori tinggi dengan
rentang persentase 69%–80% sebesar 68%
72
JURNAL ADIKARSA
Volume XIV No.15
Kegagalan
tersebut
dikarenakan
pelaksanaan tindakan siklus I tidak sesuai
rencana. Pada tahap orientasi, guru tidak
menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang
harus dilakukan siswa sehingga siswa masih
bingung dan ragu-ragu dalam melakukan
kegiatan dalam pembelajaran dengan metode
debat.
Peningkatan Sikap Percaya Diri Melalui Metode Debat Pada Mata Pelajaran PPKn
menanggapi juga masih didominasi anak
tersebut.
Kelemahan pada siklus 1 yaitu guru
kurang mendorong mencatat dari hal-hal
yang penting setelah menyaksikan tayangan
video untuk memberikan argumen ketika
debat berlangsung selanjutnya guru juga
kurang memfokuskan pada masalah yang
dikaji mengenai isu debat yang disampaikan
sehingga berdampak pada siswa yang
enggan bertanya walaupun ada pertanyaan
dari siswa hanya beberapa saja yang ing
bertanya . Dilihat ketika diskusi dalam
mengumpulkan data untuk argumen untuk
debat belum terlihat secara kompak karena
waktu yang terlalu singkat siswa hanya
mengerjakan dengan teman sebangkunya.
kerjasama dalam kelompoknya sendiri justru
kurang baik karena mengingat jumlah siswa
terlalu banyak sehingga interaksi hanya
pada sekelompok orang saja. Siswa sudah
memperlihatkan dengan bicara lancar hanya
masih ada beberapa siswa yang mengalami
sedikit keraguan dalam menjawab atau
memberi sanggahan terhadap kelompok
lawan. Penguasaan materi kurang materi
kasus yang diberikan dan ketika bicara di
depan masih banyak yang terlihat membawa
handphone dengan menjiplak hasil browsing
yang ia dapat lalu mereka utarakan ketika
kegiatan debat.
Pada siklus II ini guru sudah memberika
perbaikan-perbaikan
dalam
lamgkahlangkahnya yaitu dengan meminta siswa
langsung
membentuk
kelompoknya
menjadi 2 kelompok atau yang pro dan
kontra di mana pada siklus II ini siswa
sudah memposisikan peran masing-masing
dengan maksud mempermudah pembagian
kelompok dan menyingkat waktu. Hal ini
sangat mempengarhi keberdaan psikologis
siswa untuk siap menerima kegiatan debat
karena selain menghemat waktu juga
menjadikan lebih efektif. Pembentukan
kelompok ini sangat penting membantu
siswa untuk meningkatkan percaya diri
seperti yang diutarkan Bekti Setiti (2011:
12-13) terbentuknya kepercayaan diri pada
sesorang diawali dengan perkembangan
konsep diri yang diperoleh dalam pergaulan
suatu kelompok.
Dalam siklus II ini dari sisi pro dan
kontra sudah terlihat untuk bertanya pada
guru secara langsung yang sebelumnya masih
malu-malu untuk bertanya. Rasa percaya
diri muncul ketika siswa ingin lebih banyak
tahu tentang kasus yang disediakan. Siswa
berani melakukan tanya jawab ketika guru
membuka pertanyaan di mana sebelumnya
siswa hanya bertanya ketika sesi pertanyaan
ditutup karena siswa masih terasa takut tetapi
pada siklus II ini sudah muncul pertanyaan
yang berkaitan dengan kasus tersebut juga
konsep yang telah didapat. Siswa termotivasi
dalam kegiatan debat ini dengan memberikan
banyak pertanyaan dan keingintahuan yang
tinggi mereka mampu berbicara lancar
dengan memberikan argumen-argumen yang
tepat. Baik kelompok pro dan kontra samasama memberikan argumen dengan lancar,
cepat dan tepat. Kegiatan debat tepat sekali
untuk melatih rasa kepercayaan diri siswa
yaitu dengan melatih berkomunikasi antara
sesama sesama anggota kelompok dan
antar anggota kelompok (kelompok lawan)
sebagaimana yang dikatakan Anita Lie
(2003: 4) berkomunikasi merupakan salah
satu cara untuk meningkatkan taraf percaya
diri. Cara berkomunikasi dengan orang lain
akan menentukan perasaan pada diri sendiri.
Anak yang mampu berkomunikasi dengan
lancar ditunjukkan dengan bicaranya yang
teratur, tidak terlalu cepat atau tidak terlalu
pelan, tidak mengulang ulang suku kata
tertentu, atau keterampilan berkomunikasi
yang lainnya.
73
Pemberi kesimpulan juga sudah
terlihat dari siswa yang berbeda hal ini
menunjukan pelaksanaan debat dari awal
sampai akhir siswa yang bertugas untuk
memberikan kesimpulan di akhir mampu
dan memerhatikan materi debat dengan
seksama juga berani tampil penuh percaya.
Terakhir guru memberikan apresiasi yang
mampu memberikan refleksi dengan baik hal
ini sangat penting bagi siswa seperti yang
dikemukan John Santrock Adolescence yaitu
adanya dukungan emosional dan penerimaan
sosial sehingga dengan adanya pemberian
apresiasi terhadap siswa dapat meningkatkan
rasa percaya.
PENUTUP
Berdasarkan
penelitian
tindakan
kelas yang telah dilakukan selama 2 siklus
dan berdasarkan pembahasan yang telah
dilakukan, maka dapat disimpulkan dari
beberapa indikator berikut diketahahi
bahwa: 1) Mengekspresikan pendapat, 2)
Bekerja secara kooperatif dalam kelompok,
3) Memandang lawan 4) Berbicara dengan
lancar, hanya mengalami sedikit keraguan,
yang mempunyai sikap percaya diri kategori
tinggi dengan rentang persentase 69%–80%
meningkat dari 68% menjadi 84%. Enam
langkah tersebut antara lain: 1) Memberi
stimulus dalam hal ini siswa didorong untuk
lebih aktif bertanya, 2) Mengidentifikasi
masalah, 3) Mengumpulkan data, 4)
Mengolah data di mana guru memantau
jalannya diskusi, 5) Memferifikasi, dalam
kegiatan debat guru sebagai moderator, 6)
Menyimpulkan, guru mendampingi siswa
saat memberikan kesimpulan bersama-sama
guru.
74
JURNAL ADIKARSA
Volume XIV No.15
Hambatan-hambatan yang ada dalam
pelaksanaan debat untuk meningkatkan
rasa percaya diri adalah kelompok debat
siswa terlalu banyak sehingga ada kesulitan
dalam mengumpulkan data yang terjadi
hanya dominasi siswa yang sudah terbiasa
mengerjakan tugas sehingga kegiatan diskusi
dalam anggota kelompoknya kurang merata
terlebih lagi saat debat berlamgsung masih
ada siswa yang hanya menyerahkan tanggung
jawabnya pada kelompoknya ketika akan
mengajukan argumen.
Sebagai saran dari peneliti pembelajaran
dengan menggunakan metode debat perlu
dipersiapkan dengan matang sebelum
memasuki kelas yaitu dengan membagi sub
kelompok agar situasi di kelas kondusif.
Untuk meningkatkan keterampilan proses
debat, guru diharapakan lebih mendorong
lagi untuk memberikan motivasi.
Peningkatan Sikap Percaya Diri Melalui Metode Debat Pada Mata Pelajaran PPKn
DAFTAR PUSTAKA
Acep Yoni, dkk. (2010). Menyusun Penelitian
Tindakan Kelas. Yogyakarta: Familia.
Dwi Siswoyo dkk. (2008). Ilmu Pendidikan.
Yogyakarta: UNY Press.
Anita Lie. (2003). Menjadi Orang Tua Bijak
101 Cara Menumbuhkan Percaya
Diri Anak. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Peter, Westwood. (2008). What Teachers
Need to Know about Teaching
Methods: Victoria, Acer: Press
Australia.
Bekti
Setiti.
(2011).
Peningkatan Sanjaya,
Wina.
(2009).
Strategi
Kepercayaan Diri Siswa melalui
Pembelajaran Berorientasi Standar
Metode CooperativeLearning Tipe
Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana.
Numbered Head Together (NHT)
Santrock, John W. (2003). Adolescence
dalam Pembelajaran Matematika
Perkembangan Remaja. Jakarta:
(Penelitian Tindakan Kelas di SMP
Erlangga.
Negeri 4 Kota Tangerang Selatan).
Silberman, Melvin. (2006). Active Learning
Skripsi.
101 Cara Belajar Siswa Aktif.
Abdul Gafur. (2007). Modul, Strategi
Bandung: Nusa Media.
dan Metode, Pembelajaran PKn.
SMA/MA/SMK/MAK
Mata
Yogyakarta: Departemen Pendidikan Silabus
Pelajaran
Pendidikan
Pancasila
Dan
Nasional UNY.
Kewarganegaraan (PPKn). 2016.
Cholisin. (2000). IKN-PKN. Jakarta:
Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Universitas Terbuka...........................
Kebudayaan.
75