[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
Jurnal Persada Husada Indonesia (Health Journal of Persada Husada Indonesia) __________________________________________________________________________________ ___________________ Penanggung Jawab Wakil Penanggung Jawab : Dr. Qomariah Alwi, SKM., M.Med.Sc (Ahli Kesehatan Reproduksi) : Elwindra, ST., M.Kes Pemimpin Redaksi Wakil Pemimpin Redaksi Sekretaris : Diana Barsasella, ST., SKM., MKM : Siti Rukayah, SKp., M.Kep : Ns. Fitria Prihatini, S.Kep Mitra Bestari : Prof. Dr. Herman Sudiman, SKM (Ahli Gizi) Prof. Dr. Damar Triboewono, MS (Ahli Entomologi) Prof. Dr. Drs. Wasis Budiarto, MS (Ahli Ekonomi Kesehatan) Prof. Dr. dr. Koosnadi Saputra, Sp.Rd (Ahli Pengobatan Komplementer) Dr. Rustika, SKM., M.Sc (Ahli Biostatistik Epidemiologi) Dr. Masdalina Pane, SKM., M.Kes (Ahli Biostatistik Epidemiologi) Dewan Redaksi : dr. S. Reksodikusumo, MPH Herlina, SKM., M.Kes Ns. Revie Fitria Nasution, S.Kep., M.Kep Evi Vestabilivy, SKp., M.Kep Agustina, SKM., M.Kes Eliya, S.Pd., M.Pd Ahmad Farid Umar, SKM., M.Kes Edi Junaidi, SH., SKM Evandri Wancik, ST Ns. Restu Iriani, S.Kep Ns. Ade Supendi, S.Kep Sekretariat : Nora Haslinda, SKM Feri Maulana, SKM Gardika Sandra Alamat Redaksi : STIKes PHI Jl. Jatiwaringin Raya, Gd. Jatiwaringin Junction Kav 4 - 7 No.24, Cipinang Melayu, Jatiwaringin, Jakarta Timur. Telp/Fax. (021) 86611954 Website : www.phi.ac.id DAFTAR ISI VOL 1. Februari 2014 – Mei 2014 Artikel Penelitian 1. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tindakan Petugas Kesehatan di Puskesmas Kabupaten Kaur dalam Upaya Pencegahan HIV AIDS Ahmad Farid Umar, Agustina, Elya ............................................................................... 2. Pengaruh Terapi Akupresur Terhadap Mual Muntah Lambat Akibat Kemoterapi pada Anak Usia Sekolah yang Menderita Kanker di RS Kanker Dharmais Jakarta Siti Rukayah, Fitria Prihatini, Evi Vestabilivy ............................................................. 3. Analisis Kualitas Pelayanan dengan Metode Student Satisfaction Inventory (SSI) di STIKes Persada Husada Indonesia Elwindra, Alfatihah Reno MNSPM ......................................................................... 4. Analisis Sistem Informasi Manajemen Mutu Berbasis Administrasi Akademik STIKes Persada Husada Indonesia Diana Barsasella, Edi Junaidi .................................................................................. 5. Pengaruh Tehnik Kombinasi Relaksasi Progresif dan Relaksasi Otogenik terhadap Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Ruang Rawat Inap RSIJ Pondok Kopi Revie Fitria Nasution, Restu Iriani ........................................................................... 6. Determinan Proses Pendidikan terhadap Kepuasan Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes PHI Tahun 2013 Herlina, Nora Haslinda .................................................................................... EDITORIAL Salam hangat, Jurnal Kesehatan Persada Husada Indonesia adalah Publikasi Ilmiah STIKes PHI Jakarta. Jurnal ini merupakan edisi pertama yang terbit dengan enam artikel ilmiah dari penelitian dosen–dosen STIKes PHI Program studi kesehatan masyarakat dan keperawatan. Topik penelitian kesehatan masyarakat terdiri dari faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan kesehatan pada upaya pencegahan HIV AIDS, analisis kualitas pelayanan di STIKes PHI, analisis sistem informasi manajemen di STIKes PHI, dan determinan proses pendidikan terhadap kepuasan mahasiswa STIKes PHI. Topik penelitian keperawatan terdiri dari pengaruh terapi akupresur terhadap mual muntah akibat kemoterapi, serta pengaruh teknik kombinasi relaksasi progresif dan relaksasi otogenik terhadap kadar gula darah. Jurnal ini adalah terbitan STIKes PHI yang pertama sehingga tidak menutup kemungkinan masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Kami dari redaksi mengucapkan banyak terima kasih apabila ada kritik dan saran untuk perbaikan jurnal Persada Husada Indonesia. Selanjutnya Jurnal Persada Husada Indonesia ini akan terbit setiap empat bulan sekali. Pada masa yang akan datang, kami dari redaksi mengharapkan kerjasama rekan-rekan untuk mengisi jurnal kita ini dengan artikel kesehatan. Pimpinan Redaksi Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tindakan Petugas Kesehatan di Puskesmas Kabupaten Kaur dalam Upaya Pencegahan HIV/AIDS Factors Related to the Action of Health Workers at the Health Centers of Kaur District in the Prevention of HIV/AIDS Ahmad Farid Umar1, Agustina1 Abstrak Penyakit HIV ADS menimbulkan keresahan dunia karena penyebarannya yang pesat seperti deret ukur, penderita yang tidak terdeteksi seperti fenomena gunung es, cara pencegahan dan pengobatan yang efektif belum ditemukan. Di Provinsi Bengkulu, penyebaran` HIV/AIDS sudah merata di sepuluh kabupaten/kota yang peningkatannya cukup pesat (24,6% pertahun). Kabupaten Kaur, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, berada pada Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) di peringkat 323 dari 440 kabupaten di Indonesia, dan termasuk dalam 150 kabupaten DBK (Daerah Bermasalah Kesehatan).Pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS masih rendah, 19,2% berpengetahuan benar tentang penularan dan 21,2% berpengetahuan benar tentang pencegahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan petugas kesehatan dalam upaya pencegahan HIV/AIDS di Kabupaten Kaur. Penelitian ini adalah penelitian non-experimental quantitative research, data dikumpulkan secara cross sectional. Lokasi penelitian di tiga puskesmas yang terletak di wilayah Selatan yaitu puskesmas Bintuhan, puskesmas Linau dan puskesmas Nasal. Cara pengumpulan data dengan wawancara menggunakan kuesioner terstruktur. Hasil penelitian menunjukkan tindakan petugas kesehatan di Puskesmas Bintuhan, Puskesmas Linau, dan Puskesmas Nasal Kabupaten Kaur masih sangat rendah. Dari 86 responden, hanya 17 (19.8%) responden yang aktif sedangkan sebagian besar lainnya 69 (80.2%) dikategorikan tidak aktif dalam upaya pencegahan HIV/AIDS. Variabel pelatihan merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi tindakan petugas kesehatan (p-value 0.000, OR 21.229). Responden yang pernah ikut pelatihan/workshop/seminar terkait HIV/AIDS 21 kali lebih aktif tindakannya dalam upaya pencegahan HIV/AIDS dibandingkan dengan petugas kesehatan yang tidak pernah mengikuti pelatihan terkait HIV/AIDS. Kata Kunci: faktor-faktor, tindakan, petugas kesehatan, pencegahan, HIV/AIDS Abstract HIV/AIDS disease causes unrest around the world because of its spread rapidly like geometrical progression, undetectable patients will grow into an iceberg phenomenon, the effective prevention and treatment has not yet been found. In the province of Bengkulu the spread of HIV/AIDS has been sporadic in ten districts/cities and increased rapidly (24.6% per year). In 2012, Bengkulu City Health Department provided two special VCT clinics serving HIV/AIDS free of charge. According to the results of Riskesdas research in 2007 on Community Health Development Index, Kaur District ranked 323 out of 440 districts in Indonesia, and were included in the 150 Troubled Regions districts. Public awareness of HIV/AIDS is still low, 19.2% have correct knowledge about transmission and 21.2% have correct knowledge about prevention. The objective of this study is to determine various factors associated with the actions of the health workers in preventing the spread of 1 Dosen pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Persada Husada Indonesia HIV/AIDS in Kaur District. This research is a quantitative non-experimental research, the data collected using cross sectional method. There were three research sites being utilize located in the Southem, which are Bintuhan Health Centre (urban area), Linau dan Nasal Health Centres (rural area). Interviews with a structured questionnaires were used to collect the data. The results of this research showed that the actions of Health workers at the three health centers in HIV/AIDS prevention were still very minimum. From a total of 86 respondents, only 17 (19.8%) respondents who were active whereas the majority 69 (80.2%) respondents were categorized not active in HIV/AIDS prevention. Training variable is the most dominant factor affecting health worker actions (p-value 0.000, OR 21.229). Respondents who had participated in the training/workshops/seminars related to HIV/AIDS are 21 times more active in the prevention of HIV/AIDS transmission compared with the health workers who had never attended the training related HIV/AIDS. Keywords: factors, implementation, health worker, prevention, HIV/AIDS Pendahuluan Penyakit AIDS yang merupakan singkatan dari Aquired Immune Deficiency Syndrome disebabkan oleh Human Immunodefciency Virus (HIV). AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai sindrom cacat kekebalan tubuh dapatan (Depkes RI,1997;17). Sedikitnya ada empat faktor utama yang mendasari keresahan dunia khususnya Indonesia dengan adanya penyakit ini. Pertama, penyebarannya yang pesat, pada awalnya AIDS hanya terdapat di negara-negara Afrika, tetapi saat ini telah ditemukan hampir di seluruh dunia. Menurut WHO, HIV/AIDS sekarang menyebar sebagai sebuah pandemi yang dapat mengancam kelestarian umat manusia (Pratomo, dkk:15). Kedua, pertambahan jumlah penderitanya yang cepat. Data dari Ditjen PP & PL (Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia bahwa jumlah penderita HIV/AIDS di seluruh Indonesia sejak tahun 1 April 1987 s.d. 30 Desember 2010 mencapai 24.131 penderita, dengan perbandingan jumlah penderita laki-laki dan perempuan sebesar 3 : 1. Sekarang sudah ada pergeseran pola penyebaran, penyebaran terbesar terjadi lewat hubungan seks, bukan lagi penggunaan jarum suntik. Penyebaran penyakit AIDS secara epidemiologi dikenal bagaikan gunung es (ice berg phenomena) yang tampak hanya puncaknya saja. Operasionalnya ibarat salju yang menggelinding menerjang siapa saja yang tidak waspada(Ghazali, 2001;129). Perambahannya merupakan deret ukur plus dengan kecepatan setiap satu menit 3 orang terinfeksi, dan bila ada satu kasus yang tercatat maka diasumsikan terdapat 200 kasus yang sama yang tidak tercatat atau tidak terdeteksi. Ketiga, cara pencegahan dan penanggulangannya yang efektif belum ditemukan. Berbagai penelitian telah dilakukan terkait tindakan imunisasi dan obat-obat yang dapat melumpuhkan penyebab AIDS, baik yang berasal dari zat kimia maupun berbagai jenis herbal namun sampai saat ini belum terbukti kemanjurannya. Obat-obat yang ada hanya bersifat meredam keganasan dan berkembang biaknya virus sehingga dapat menunda timbulnya gejala AIDS, namun belum mampu membunuh atau menghilangkan virus (HIV) dalam darah. Keempat, akibat yang ditimbulkannya sangat berbahaya. Seorang yang telah didiagnosa HIV positif, dalam waktu 5-10 tahun akan masuk dalam stadium AIDS yang akan menyebabkan kematian (Azwar, 1995). AIDS merupakan penyakit menular dengan angka kematian yang tinggi dan dapat menjangkiti seluruh lapisan masyarakat dari mulai bayi sampai dewasa baik laki-laki maupun perempuan. Berdasarkan riset dalam sejumlah penderita, saat ini persentasi cara penyebaran virus HIV/AIDS, hampir 50% terjadi melalui hubungan seksual, dan 40,7% melalui jarum suntik pada pengguna narkoba. Penyebaran virus HIV/AIDS pada gay, waria dan transgender hanya sekitar 3 - 4% dari jumlah total penderita, dan sisanya melalui ibu anak, transfusi dan sebagainya. Rentang usia tertinggi penderita HIV/AIDS berada pada usia produktif yaitu 20-39 tahun. Diperkirakan 20-25% dari semua terinfeksi HIV di dunia terjadi pada remaja. ("The Health of Young People: A Challenge dan a Promise", WHO, 1993). Sedangkan kelompok populasi remaja di dunia sangat besar; lebih dari separuh populasi dunia berusia di bawah 25 tahun dan 29% berusia antara 10-25 tahun. Di Indonesia, jumlah remaja hampir sepertiga dari penduduk. Data dari BPS (2002), mengatakan bahwa kelompok usia 10 – 24 tahun, dan belum menikah berjumlah 62 juta orang (30,3%) dari total penduduk Indonesia. Berdasarkan penelusuran di berbagai media informasi, angka jumlah penderita HIV/AIDS untuk Propinsi Bengkulu masih berbeda dan kurang lengkap. Informasi dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Bengkulu bahwa penyebaran` HIV/AIDS sudah merata di 10 kabupaten/kota dalam Provinsi Bengkulu. Peningkatan jumlah penderita HIV di Bengkulu tergolong tinggi di mana setiap bulan dapat diidentifikasi tujuh hingga sepuluh orang diketahui menjadi pengidap baru melalui tes di RSUD setempat. KPA mengatakan penyebaran virus HIV/AIDS di Bengkulu cukup mengkhawatirkan jika dilihat dari data 2003 hingga 2009. Data Dinas Kesehatan Propinsi Bengkulu, jumlah penderita HIV/AIDS yang dilaporkan pada tahun 2006 sebanyak 96 kasus dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 109 orang. Deputi Sekretaris KPAN Bidang Pengembangan Program, Kemal Siregar mencontohkan bahwa kondisi di Provinsi Bengkulu dengan angka HIV/AIDS sebanyak 96 orang pada tahun 2006 berarti kondisi riilnya bisa mencapai 2.000-an orang. Hal ini tidak bisa dikatakan rendah dibandingkan populasi penduduknya yang hanya 1,7 juta jiwa. Pada tahun 2011 pihak KPA propinsi Bengkulu menyatakan pada tahun 2010 terdapat 226 orang pengidap HIV/AIDS baru dan 60 % di antaranya tertular melalui seks bebas termasuk PSK. Penularan lain yakni melalui penggunaan jarum suntik narkoba secara bergantian sekitar 30 %, dan 10 % melalui media lain seperti transfusi darah, tatto dan perinatal. Kondisi ini menuntut penanggulangan terhadap penyebaran HIV dilakukan dengan melibatkan semua pihak yang dikoordinir oleh KPA provinsi. Berbeda dengan laporan LSM KIPAS (Komunitas Peduli HIV/AIDS) Yayasan Kantong Informasi Pemberdayaan Adiksi bahwa peningkatan HIV/AIDS di Propinsi Bengkulu naik 24,6% pertahun. Hal ini terjadi karena perhatian pemerintah yang masih kurang dan banyak penderita HIV/AIDS yang tidak terjangkau serta terabaikan. LSM tersebut sangat menyayangkan data Dinkes Provinsi Bengkulu yang menyatakan hanya ada 298 kasus HIV/AIDS karena berdasarkan data LSM KIPAS sudah terdapat 467 kasus pada tahun 2010. Hasil Riskesdas 2010 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, untuk propinsi Bengkulu, angka penduduk yang 15 tahun ke atas pernah mendengar tentang HIV/AIDS yaitu 50,7%. Persentase penduduk yang pernah mendengar HIV/AIDS lebih tinggi pada status ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekonomi rendah. Secara karakteristik masyarakat yang pernah mendengar HIV/AIDS persentase tertinggi pada kelompok umur muda 15 – 35 tahun, laki-laki, belum kawin, pendidikan SMA keatas, dan pekerjaan sebagai pegawai (PNS). Pengetahuan cara pencegahan HIV pada penduduk umur 15 tahun ke atas terbanyak pada rata-rata umur muda, laki-laki, belum kawin, tinggal di perkotaan, pendidikan SMA ke atas, pekerjaan pegawai dan status ekonomi tinggi. Kabupaten Kaur adalah salah satu kabupaten dari 10 kabupaten/kota yang berada di Propinsi Bengkulu. Terletak sekitar 250 km dari kota Bengkulu, Kaur mempunyai luas sebesar 2.369,05 km² dan dihuni sedikitnya 110.428 jiwa. Mereka mengandalkan hidup pada sektor pertanian, perkebunan dan perikanan. Kabupaten Kaur dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003. merupakan bagian dari Kabupaten Bengkulu Selatan. Menurut profil 2006 Kabupaten Kaur mempunyai 15 kecamatan, 155 desa dan tiga kelurahan. Jumlah Puskesmas sebanyak 16 buah dan 1 buah RSUD. Informasi tentang angka terkait HIV/AIDS Kabupaten Kaur masih belum ditemukan dan belum ada penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2007) yang merumuskan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) maka Kabupaten Kaur berada di peringkat 323 dari sejumlah 440 kabupaten yang ada di Indonesia. Pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS: 43,9% pernah mendengar, 19,2% berpengetahuan benar tentang penularan dan 21,2% berpengetahuan benar tentang pencegahan. (Alwi, 2012). Menurut Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan tahun 2011, angka Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) untuk Kabupaten Kaur untuk kegiatan peduli HIV/AIDS = 0 yang berarti belum ada kegiatan. Petugas kesehatan merupakan barisan terdepan serta mempunyai peran sangat besar dalam melawan HIV/AIDS (Dewit,1998;183). Meningkatnya angka penularan HIV/AIDS tergantung pada tindakan/perilaku petugas kesehatan dalam upaya pencegahan HIV/AIDS. Tindakan sangat tergantung pada tingkat pengetahuan, sikap, ketersediaan fasilitas dan dukungan serta komitmen pimpinan dalam upaya pencegahan HIV/AIDS. Dari uraian di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan/perilaku petugaskesehatan di Puskesmas Kabupaten Kaur dalam upaya pencegahan HIV/AIDS. Metode Desain penelitian ini adalah nonexperimental quantitative research. Data dikumpulkan secara cross sectional (potong lintang) yaitu pada satu waktu tertentu. Unit of analysis adalah petugas kesehatan yang bekerja di wilayah Puskesmas Kabupaten Kaur (termasuk bidan desa). Tempat Penelitian di Kabupaten Kaur Propinsi Bengkulu. Lama penelitian dilaksanakan mulai Januari 2013 sampai dengan juli 2013. Populasi penelitian ini adalah seluruh petugas kesehatan dengan latar belakang pendidikan kesehatan (dokter, perawat, bidan, SKM) yang bertugas di wilayah tiga Puskesmas di Kabupaten Kaur Bagian Selatan. Sampel penelitian ini adalah 3 (tiga) Puskesmas di Kabupaten Kaur yang dipilih secara purposif sampling yaitu di wilayah bagian Selatan yang lokasinya berada paling jauh dari kota Bengkulu. Tiga kecamatan tersebut adalah Kecamatan Kaur Selatan dengan ibukotanya Bintuhan yang juga sebagai ibukota Kabupaten Kaur; Kecamatan Maje ibukotanya Linau, dan Kecamatan Nasal ibukotanya Merpas. Masing-masing kecamatan mempunyai satu puskesmas. Responden penelitian ini adalah seluruh populasi petugas kesehatan yang bekerja di wilayah 3 puskesmas terpilih. Jumlah tenaga kesehatan rata-rata di setiap wilayah Puskesmas Kabupaten Kaur yaitu dokter: 1 orang, perawat: 11 orang, bidan puskesmas termasuk bidan desa: 13 orang, Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM): 2 orang. Kepala Puskesmas tidak diikutsertakan sebagai responden karena salah satu variabel adalah dukungan dari pimpinan yang dalam hal ini adalah kepala puskesmas. Rata-rata tenaga kesehatan di setiap wilayah Puskesmas non perawatan sekitar 27 orang. Dengan demikian diperkirakan jumlah seluruh petugas kesehatan yang menjadi responden dalam penelitian ini yaitu: 3 (puskesmas) x 27 (petugas kesehatan) = 81 orang. Namun kenyataannya pada saat penelitian ini dilakukan terdapat 86 petugas kesehatan yang bertugas di tiga puskesmas, dan seluruhnya menjadi responden dalam penelitian ini. Variabel Dependen penelitian ini adalah Tindakan petugas kesehatan dalam upaya pencegahan HIV/AIDS. Sedangkan variabel Independen yaitu karakteristik (umur, jenis kelamin, status perkawinan, jenis tenaga kesehatan, status kepegawaian), pengetahuan, sikap, keikutsertaan pelatihan, ketersediaan sumber daya, dan dukungan serta komitmen pimpinan. Seluruh variabel penelitian diambil dari data primer yang dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner terstruktur pada saat kunjungan. Jika ada responden yang tidak Tabel 1. Karakteristik Responden No Variabel 1 2 3 4 5 6 Asal Puskesmas Perdesaan Perkotaan Umur Muda (<35) Tua (≥35) Jenis Kelamin Laki – laki Perempuan Status Perkawinan Belum Menikah Pernah menikah/juda/duda Jenis Tenaga Paramedis (perawat,bidan, SKM) Medis (dokter) Status Kepegawaian Honorer PNS Kategori dibuat berdasarkan lokasi yaitu: Puskesmas Linau dan Nasal adalah puskesmas kecamatan di perdesaan sedangkan Puskesmas Bintuhan adalah Puskesmas kecamatan di perkotaan. Dari sejumlah 86 responden yang terbanyak berasal dari Puskesmas Bintuhan 48 orang (55.8%), ke dua Puskesmas Linau 22 orang (25.6%), dan paling hadir pada saat itu maka peneliti akan datang pada hari-hari berikutnya untuk melakukan pengumpulan data sampai semua responden dapat mengisi kuesioner. Setelah kuesioner terkumpul maka dilakukan tahapan pengolahan: editing, coding, entry data. Kegiatan memasukkan data yang diperoleh dari kuesioner dengan menggunakan paket software statistic yaitu dengan SPSS 17. Analisis data dengan menggunakan analisis univariat, bivariat danmultivariat. Hasil Penelitian dan Pembahasan Gambaran Responden Karakteristik n (86) % (100) 38 48 44.2 55.8 63 23 73.3 26.7 12 74 14.0 86.0 20 66 23.3 76.7 78 90.7 8 9.3 18 68 20.9 79.1 sedikit dari Puskesmas Nasal 16 orang (18.6%). Responden dengan jenis tenaga terbanyak adalah bidan sebesar 39 orang (45.3%), perawat sebanyak 28 orang (32.6%), Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) sebanyak 11 orang (12.8%), dan dokter 8 orang (9.3%). melaksanakan Promkes atau penyuluhan”. Pengetahuan paling rendah, hanya 8 responden (9.3%) yang mampu menjawab benar (“Tidak”) untuk pernyataan terkait pemeriksaan HIV/AIDS yaitu: “Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi adanya HIV dalam darah dilakukan dengan Western Blood Aids”. Pengetahuan Tentang HIV/AIDS Dari sebanyak 35 pernyataan dalam kuesioner tentang pengetahuan terkait HIV/AIDS maka jumlah dan persentase tertinggi sebanyak 85 responden (98.8%) yang mampu menjawab pernyataan dengan benar (“Ya”) untuk pernyataan terkait penanggulangan HIV/AIDS yaitu: “Penanggulangan HIV/AIDS dengan Tabel 2. Kategori Responden menurut Pengetahuan Pengetahuan Frekuensi Persentase (%) Kurang 34 39.5 Baik 52 60.5 Total 86 100.0 Pengetahuan dikategorikan Baik jika responden menguasai minimal 80% dari pertanyaan yang diajukan. Untuk itu, dari 35 pertanyaan yang diajukan, responden harus mampu menjawab minimal 28 pertanyaan secara benar. Jadi kategoru pengetahuan: Pengetahuan Baik (Skor Jawaban Benar ≥28), dan Pengetahuan Kurang (Skor Jawaban Benar <28). Hasil analisis menunjukkan responden dengan pengetahuan Kurang sebanyak 57 orang (66.3%) lebih banyak dibandingkan dengan responden pengetahuan Baik 29 orang (33.7%). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil Riskesdas 2007, perbandingan Kabupaten Kaur dengan kabupaten lain di propinsi Bengkulu. Tingkat pengetahuan penduduk yang benar tentang pencegahan penularan HIV/AIDS masih rendah (21,2%) dibandingkan dengan rata-rata provinsi Tabel 3. Bengkulu 39,7%. Hasil penelitian Juliastika dkk (2012), menunjukkan bahwa sebagian besar responden (masyarakat) mempunyai pengetahuan Kurang tentang HIV/AIDS (53,52%). Sikap Terhadap HIV/AIDS Dari 30 pernyataan dalam kuesioner terkait sikap responden terhadap HIV/AIDS, sikap paling baik/positif sebanyak 66 responden (76.7%) untuk pernyataan yang dijawab (“Ya”) terkait pencegahan HIV/AIDS “Pemakaian Kondom mencegah penularan HIV/AIDS”. Sikap paling buruk/negatid yaitu hanya 12 responden (13,95%) yang menjawab (“Ya”) untuk pernyataan terkait pemeriksaan HIV/AIDS : “Pemeriksaan HIV/AIDS seharusnya membayar karena kalau gratis dianggap tidak serius”. Kategori Responden menurut Sikap Sikap Frekuensi Persentase (%) Buruk/Negatif 38 44.2 Baik/Positif 48 55.8 Total 86 100.0 Dengan kriteria median (Median = 22), sikap dibuat skor untuk kemudian dikategorikan menjadi Sikap baik/positif (Skor Jawaban Benar ≥22), dan Sikap buruk/negatif (Skor Jawaban Benar < 22). Tabel 3. di atas menunjukkan sebanyak 38 responden (44.2%) mempunyai sikap buruk/negatif dan 48 responden (55.8%) mempunyai sikap tinggi (8,6%) dibandingkan dengan kabupaten lain dan rata-rata Bengkulu 6,6%. baik/positif. Hasil Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa sikap negatif masyarakat Kabupaten Kaur dalam mengucilkan anggota keluarga yang menderita HIV/AIDS, lebih Tabel 4. Keikutsertaan Pelatihan Terkait HIV/ AIDS Kategori Responden menurut Keikutsertaan Pelatihan Pelatihan Frekuensi Persentase (%) Tidak ikut 60 69.8 Pernah ikut 26 30.2 Total 86 100.0 Berdasarkan tabel 4. di atas diketahui bahwa sebagian besar (60) responden (69.8%) tidak pernah ikut dalam pelatihan, seminar, workshop apapun terkait HIV/AIDS. Hanya 26 responden (30.2%) yang pernah ikut dalam kegiatan tersebut. Kategori pernah ikut yaitu apabila responden menjawab “Ya” untuk 1–3 pertanyaan yang diajukan (≥33.3%), sedangkan kategori tidak ikut apabila responden menjawab “Tidak” untuk 3 (seluruh) pertanyaan (<33%). Pelatihan didefinisikan oleh Ivancevich (2008) sebagai “usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam pekerjaannya sekarang atau dalam Tabel 5. pekerjaan lain yang akan dijabatnya segera”. Pelatihan (training) adalah “sebuah proses sistematis untuk mengubah perilaku kerja seorang/sekelompok pegawai dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi”. Pelatihan terkait dengan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk pekerjaan yang sekarang dilakukan. Pelatihan berorientasi ke masa sekarang dan membantu pegawai untuk menguasai keterampilan dan kemampuan (kompetensi) yang spesifik untuk berhasil dalam pekerjaannya. Ketersediaan Sumber Daya Kategori Responden menurut Ketersediaan Sumber Daya Ketersediaan Sumber daya Frekuensi Persentase (%) Kurang Tersedia 50 58.1% Cukup Tersedia Total 36 41.9% 86 100.0% Terlihat pada tabel 5. di atas, dari 86 responden sebagian besar yaitu 50 responden (58.1%) menyatakan kurang tersedia sumber daya kesehatan dalam upaya pencegahan penularan HIV/AIDS. Hanya 36 responden (41.9%) yang menyatakan cukup tersedia sumber daya kesehatan tersebut. Kategori cukup tersedia yaitu apabila responden menjawab „Ya” untuk 3 - 5 pertanyaan (≥ 60%) yang diajukan, sedangkan kategori kurang tersedia apabila responden menjawab “Ya” untuk hanya 1–2 pertanyaan (<60%). Rusyid (2007), meneliti tentang efektifitas media penyuluhan HIV/AIDS terhadap sikap remaja tentang bahaya dan pencegahan HIV/AIDS dilakukan pada siswa SMPN 6 Sorong Papua menghasilkan media komik efektif sebagai media penyuluhan HIV/AIDS dan mampu membangun sikap remaja terhadap bahaya dan pencegahan HIV/AIDS. Tabel 6. Kategori Responden menurut Dukungan Pimpinan Dukungan Pimpinan Frekuensi Persentese (%) Kurang Mendukung 58 67.4% Cukup Mendukung 28 32.6% Total 86 100.0% Berdasarkan tabel 6. di atas diketahui bahwa dari 86 responden, sebagian besar 58 responden (67.4%) menyatakan pimpinan mereka kurang mendukung dan tidak berkomitmen dalam upaya pencegahan penularan HIV/AIDS. Hanya sebanyak 28 responden (32.6%) yang menyatakan pimpinannya cukup mendukung kegiatan tersebut. Kategori cukup mendukung yaitu apabila responden menjawab „Ya” untuk 3–5 pertanyaan yang diajukan (≥60%), sedangkan kategori kurang mendukung apabila responden Tabel 7. menjawab “Ya” untuk hanya 1-2 pertanyaan (<60%). Dukungan merupakan suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan/ tindakan. Komitmen kepemimpinan merupakan faktor penting yang meneguhkan pemimpin dan orang yang dipimpin dalam suatu organisasi menjalani tanggung jawab kepemimpinan yang diembannya. Tindakan Petugas Kesehatan Kategori Responden menurut Tindakan Petugas Tindakan Pencegahan Frekuensi Persentase (%) Tidak Aktif 69 80.2% Aktif 17 19.8% Total 86 100.0% Berdasarkan tabel 7. di atas diketahui bahwa dari 86 responden, hanya sebanyak 17 (19.8%) dikategorikan aktif dalam upaya pencegahan HIV/AIDS. Selebihnya 69 responden (80.2%) dikategorikan tidak aktif. Kategori aktif yaitu apabila responden menjawab „Ya” untuk 5–8 pertanyaan yang diajukan (> 50%), sedangkan kategori tidak aktif apabila responden menjawab “Ya” hanya untuk 1 - 4 pertanyaan (< 50%). Tindakan merupakan suatu perilaku perbuatan nyata atau kegiatan yang biasanya didasari dari suatu sikap tertentu. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan/tindakan nyata diperlukan faktor pendukung berupa fasilitas dan dukungan dari pihak lain. Setelah seseorang mengetahui stimulus, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat dalam apa yang telah diketahui untuk dilaksanakan atau dipraktekkan. Pada dasarnya tindakan pencegahan ini merupakan suatu bentuk perilaku sebelum seseorang melakukan perbuatan menyimpang. Tindakan ini bersifat mencegah misalnya sebelum perbuatan penyimpangan seksual remaja semakin parah, maka diperlukan tindakan preventif untuk meminimalisasi perilakunya. Tindakan petugas kesehatan puskesmas Kabupaten Kaur dalam upaya pencegahan HIV/AIDS yang masih sangat rendah ini berdampak masyarakatnya tidak perduli dan tidak ada tindakan preventif terhadap HIV/AIDS. Situasi ini telah diketahui dari hasil Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) tahun 2011 bahwa Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) untuk peduli HIV/AIDS = 0. Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat diprediksi bahwa kepedulian masyarakat Kabupaten Kaur terhadap HIV/AIDS masih tetap rendah. Untuk itu pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan bersama dengan kementerian dan lembaga terkait agar mengupayakan peningkatan pengetahuan, Tabel 8. sikap dan perilaku/tindakan petugas kesehatan dalam upaya pencegahan HIV/AIDS. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tindakan Pencegahan Penularan HIV/AIDS Hubungan antara Variabel Independen dengan Tindakan Petugas Kesehatan Hipotesis P-Value Odds Ratio Keputusan 1. Terdapat Hubungan Antara Asal Puskesmas Dengan Tindakan Petugas Kesehatan 0.780 1.165 (0.3973.418) Tidak terdapat hubungan yang bermakna 2. Terdapat Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Tindakan Petugas Kesehatan 0.253 3,034 (0.36425.296) Tidak terdapat hubungan yang bermakna 3. Terdapat Hubungan Antara Umur Responden Dengan Tindakan Petugas Kesehatan 0146 2.319 (0.3647.078) Tidak terdapat hubungan yang bermakna 4. Terdapat Hubungan Antara Status Perkawinan Dengan Tindakan Petugas Kesehatan 0.531 1.526 (0.3915.955 Tidak terdapat hubungan yang bermakna 5. Terdapat Hubungan Antara Jenis Tenaga Responden Dengan Tindakan Petugas Kesehatan 0.704 1.400 (0,2577.637) Tidak terdapat hubungan yang bermakna 0.275 2.264 (0.46710.968) Tidak terdapat hubungan yang bermakna 0.699 1.325 (0.3714.733) Tidak terdapat hubungan yang bermakna 0.418 0.644 (0.2221.871) Tidak terdapat hubungan yang bermakna 0.000 9.429 (2,84931.208) Terdapat hubungan yang bermakna 0.301 1.750 (0.3915.955) Tidak terdapat hubungan yang bermakna 0.510 2.961 (0.96618.797 Tidak terdapat hubungan yang bermakna 6. Terdapat Hubungan Antara Status Kepegawaian Dengan Tindakan Petugas Kesehatan 7. Terdapat Hubungan Antara Pengetahuan Tentang HIV/AIDS Dengan Tindakan Petugas Kesehatan 8. Terdapat Hubungan Antara Sikap Terhadap Penyakit HIV/AIDS Dengan Tindakan Petugas Kesehatan 9. Terdapat Hubungan Antara Keikutsertaan Pelatihan Dengan Tindakan Petugas Kesehatan 10. Terdapat Hubungan Antara Ketersediaan Sumber Daya Dengan Tindakan Petugas Kesehatan 11. Terdapat Hubungan Antara Dukungan/Komitmen Pimpinan Dengan Tindakan Petugas Kesehatan Berdasarkan tabel 8. di atas, kesimpulan korelasinya terdapat 1 (satu) variabel yang mempunyai hubungan secara signifikan dengan tindakan petugas kesehatan yaitu: Keikutsertaan Pelatihan Terkait HIV/AIDS (P-Value = 0.000, OR = 9.429 (2.849-31.208). Faktor yang Paling Dominan mempengaruhi Tindakan Petugas Kesehatan Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui faktor yang paling dominan mempengaruhi tindakan petugas kesehatan dalam upaya pencegahan HIV/AIDS di tiga puskesmas dalam wilayah kabupaten Kaur propinsi Bengkulu. Analisis multivariat bertujuan untuk mencari model terbaik yang bisa digunakan untuk memprediksi variabel independennya. Setelah dilakukan analisis maka diperoleh model yang terbaik sebagai faktor yang merupakan penyebab rendahnya tindakan petugas kesehatan dalam upaya pencegahan penularan HIV/AIDS. Model akhir analisis multivariat Regresi Logistik adalah sebagai berikut. Tabel 9. Model Akhir Regresi Logistik Hubungan antara Variabel Independen dengan Varibel Dependen VARIABEL 95% C.I P OR VALUE Lower Upper Umur 0.055 4.701 0.969 22.803 Asal Puskesmas 0.064 4.847 0.915 25.685 Pengetahuan 0.177 3.112 0.598 16.179 107.676 Keikutsertaan Pelatihan 0.000 21.229 4.185 Ketersediaan Sumber Daya 0.515 1.676 0.354 7.936 Dukungan Pimpinan 0.105 4.153 0.743 23.201 Constant 0.000 0.005 Interpretasi dilakukan berdasarkan nilai OR pada masing–masing variabel, karena analisisnya multivariat maka OR nya sudah terkontrol oleh variabel lain yang ada pada model. Setelah dilakukan pengujian sebanyak 3 kali, maka didapatkan model terbaik variabel yang berhubungan dengan tindakan petugas kesehatan dalam upaya pencegahan penularan HIVAIDS yaitu Keikutsertaan Pelatihan. Pemilihan faktor dominan berdasarkan nilai OR tertinggi (21.229) dengan 95% CI (4.185 – 107.676) dan nilai P value SIG 0.000 (<0.05). Hal ini berarti responden yang pernah ikut pelatihan/workshop/seminar terkait HIV/AIDS 21.229 kali lebih aktif tindakannya dalam upaya pencegahan penularan HIV/AIDS dibandingkan dengan petugas kesehatan yang tidak pernah mengikuti pelatihan atau workshop atau seminar tentang HIV/AIDS. Payaman Simanjuntak (2005), mendefinisikan pelatihan merupakan bagian dari investasi SDM (human investment) untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja, dan dengan demikian meningkatkan kinerja pegawai. Tujuan umum pelatihan adalah: (1) untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif, (2) untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional, dan (3) untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dengan teman-teman pegawai dan dengan manajemen (pimpinan). Kesimpulan 1. Tindakan petugas kesehatan di Puskesmas Bintuhan, Puskesmas Linau, dan Puskesmas Nasal Kabupaten Kaur dalam upaya terkait pencegahan HIV/AIDS masih sangat rendah. Dari 86 responden, diketahui hanya 17 (19.8%) responden yang aktif, sedangkan sebagian besar lainnya 69 responden (80.2%) dikategorikan tidak aktif dalam upaya pencegahan HIV/AIDS. 2. Tidak terdapat hubungan bermakna antara asal puskesmas, umur, jenis kelamin, status perkawinan, jenis tenaga, status kepegawaian, pengetahuan, sikap, ketersediaan sumber daya dan dukungan pimpinan dengan tindakan petugas kesehatan dalam upaya pencegahan HIV/AIDS. 3. Terdapat hubungan yang bermakna antara keikutsertaan pelatihan dengan tindakan petugas kesehatan (P-value: 0.000). Variabel pelatihan merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi tindakan petugas kesehatan. Dengan nilai OR 21.229 berarti responden yang pernah ikut pelatihan/workshop/seminar terkait HIV/AIDS 21 kali lebih aktif tindakannya dalam upaya pencegahan penularan HIV/AIDS dibandingkan dengan petugas kesehatan yang tidak pernah mengikuti pelatihan terkait HIV/AIDS. Saran 1. Agar mengirim petugas kesehatan puskesmas untuk mengikuti program pelatihan/workshop/seminar terkait HIV/AIDS agar supaya tidak mempunyai stigma yang negatif terhadap HIV/AIDS dan dapat melakukan tindakan dalam upaya pencegahan penularan HIV/AIDS secara terarah dan terpadu. 2. Meningkatkan dan melengkapi sumber daya kesehatan dalam rangka promosi kesehatan kegiatan komunikasi, edukasi dan informasi supaya masyarakat terutama kelompok remaja dapat mengerti, menghayati dan melaksanakan upaya pencegahan penularan HIV/AIDS. 3. Menjalin dan meningkatkan kerja sama lintas program dan lintas sektoral melibatkan tokoh masyarakat terutama dalam menyebarluaskan informasi tentang program VCT (Voluntary Counseling And Testing) di kota Bengkulu yang khusus melayani penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS secara gratis sehingga masyarakat mengetahui jalur pelayanan tersebut. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ketua Stikes Persada Husada Indonesia yang telah memberi kesempatan, waktu dan biaya kepada penulis dalam melaksanakan penelitian ini. Terima kasih juga kepada teman-teman sejawat yang telah membantu terlaksananya penelitian sampai pada penulisan artikel ini. Tak lupa terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kaur Propinsi Bengkulu, Kepala Puskesmas Bintuhan, Kepala Puskesmas Linau, Kepala Puskesmas Nasal, beserta seluruh petugas kesehatan di tiga puskesmas yang telah memberikan informasi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian ini. Last but not least terima kasih kepada pembimbing thesis penulis yaitu Dr. dr. Zarfiel Tafal, MPH dan Dr. Sutanto Priyo Hastono, Drs., M.Kes yang telah membimbing penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan thesis. Daftar Pustaka Alwi, Q. (2011). Profil kesehatan Kabupaten Kaur Riskesdas 2007. URL: http://wargakaur.blogspot.com/2011/02/ profile-kesehatan-kabupaten-kaur.html. Diakses pada tanggal 3 Februari 2013. Antara. (2010). Aids merata di kabupaten kota Propinsi Bengkulu. URL:http://www.aidsindonesia.or.id/hiv aids-merata-di-10-kabupatenkota.html. Diakses pada tanggal 3 Februari 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2008). Riset Kesehatan Dasar 2007 untuk Propinsi Bengkulu. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2011). Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2012). Riset Fasilitas Kesehatan 2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Biro Pusat Statistik. (2011). Kabupaten Kaur dalam Angka. Jakarta: Biro Pusat Statistik. Departemen Kesehatan RI. Strategi Kesehatan Kementerian Kesehatan dalam Pembangunan Kesehatan yang Berbasiskan Preventif dan Promotif. URL: puskom.publik@yahoo.co.id. Diakses pada tanggal 2 Februari 2013. Ditjen PPM & PL Kementerian Kesehatan RI. (2011). Statistik kasus HIV/AIDS di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Djoerban, Z. (2000). Membidik AIDS: Ikhtiar memahami HIV dan ODHA. Yogyakarta: Galang Press. Green, L.W., and Marshall W.K. (1999). Health promotion and planning: An Educational and environmental th Aaproach. (4 edition). Mountain View, CA: Mayfield Publishing Co. Ibnu Rusyid. (2007). Skripsi. URL: http://skripsi.unila.ac.id/wpcontent/uploads/2009/07/. Diakses pada tanggal 22 Desember 2012. Jaringan Epidemologi Nasional (1995), AIDS & Petugas Kesehatan. JEN. Juliastika, Grace E. C. Korompis, Budi T. Rata. AIDS, Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas. http://id.wikipedia.org/wiki/AIDS. Diakses pada tanggal 20 Februari 2013. Kemal Siregar. (2011). HIV/AIDS di Propinsi Bengkulu. URL: http://www.kapanlagi.com/h/000023835 8.html. Diakses pada tanggal 2 Februari 2013. Komunitas AIDS Indonesia. 49 Odha baru ditemukan di Bengkulu (2012). URL: http://www.beritasatu.com/kesehatan/64 347-49-odha-baru-ditemukan-dibengkulu.html. Diakses pada tanggal 4 Februari 2013. KPA Propinsi Bengkulu. 60% penularan HIV/AIDS lewat seks bebas. URL: http://www.arcatmajaya.org/index.php?option=com_co ntent& view=article&id=367:60-persen- penularan-hivaids-lewat-seksbebas& catid=55:pengguna-napza-danhiv&Itemid=137. Diakses pada tanggal 25 Januari 2013. Muhaimin, T. (2009). Training HIV-Education Persatuan Dokter Peduli AIDS Indonesia. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. M. Shodiq. (2009). Indonesia negara tercepat penularan HIV/AIDS di Asia. URL: http://shodiq.com/2009/07/20/indonesianegara-tercepat-penularanhivaids-diasia/. Diakses tanggal 17 September 2009. Notoatmodjo, S. (2007). Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Pemerintah Kabupaten Kaur Propinsi Bengkulu. (2010). Profil Kabupaten Kaur. Bintuhan: Pemda Kabupaten Kaur . Sugeng W. Kasus HIV/AIDS di Indonesia Terus Naik. 2009. http://www.surya.co.id/2009/06/16/kasu s-hivaids-diindonesia-terus-naik.html. Diakses pada tanggal 2 Februari 2013. Tunut. (2003). Hubungan pengetahuan dan Sikap mahasiswa Akbid Depkes Pontianak dengan Praktik Pencegahan HIV/AIDS di Pontianak Kalimantan Barat. URL: http://eprints.undip.ac.id/5567/. Diakses pada tanggal 22 Desember 2012. UNAIDS, WHO. (2008). AIDS Epidemic Update 2008. http://www.who.int. Diakses pada tanggal 2 Februari 2013. Voice of Amerika. Pengetahuan masyarakat Indonesia tentang HIV/AIDS. URL: http://www.voaindonesia.com/content/p engetahuan-masyarakat-indonesiatentang-hivaids-masih-rendah134788273/101430.html. Diakses pada tanggal 2 Februari 2013. Pengaruh Terapi Akupresur terhadap Mual Muntah Lambat Akibat Kemoterapi pada Anak Usia Sekolah yang Menderita Kanker di RS Kanker Dharmais Jakarta Siti Rukayah1, Fitria Prihatini1, Evi Vestabilivy1 The Effect of Acupressure Therapy to Delayed Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting in School Age Who Suffered from Cancer at RS Kanker Dharmais Jakarta Abstrak Akupresur merupakan salah satu terapi komplementer pada anak yang mengalami mual muntah lambat akibat kemoterapi. Mual muntah merupakan efek samping yang dapat menimbulkan stres pada anak dan keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh terapi akupresur terhadap mual muntah lambat akibat kemoterapi pada anak usia sekolah yang menderita kanker di RS Kanker Dharmais Jakarta. Desain penelitian adalah kuasi eksperimen dengan prepostwithout controldesign berupa pemberian akupresur pada titik P6 dan St36 sebanyak 2 kali selama 3 menit setiap 6 jam sekali setelah kemoterapi. Pengambilan sampel dengan cara consecutive sampling, 20 responden anak usia sekolah dipilih sebagai responden. Hasil penelitian menunjukkan penurunan rerata mual muntah setelah akupresur (p value=0,000). Kesimpulan akupresur dapat menurunkan mual muntah lambat akibat kemoterapi pada anak usia sekolah yang menderita kanker. Rekomendasi penelitian akupresur dapat diterapkan sebagai terapi non farmakologi untuk mengurangi mual muntah lambat akibat kemoterapi pada anak. Kata kunci : akupresur, kemoterapi, mual muntah lambat Abstract Acupressure is one of the complementary therapy on children who experience delayed chemotherapy-induced nausea and vomiting (CINV). Nausea vomiting is a side effect that could cause stress toward children and their family. The purpose of this research was to identify the effect of acupressure to delayed chemotherapy-induced nausea and vomiting in school age children who suffered from cancer at Kanker Dharmais Hospital Jakarta. The study design was quasi eksperiment with pre-post test without control design from of acupressure point P6 and St36 2 times for 3 minutes every 6 hours. Taking sample by using the methode of consecutive sampling, 20 respondents of schoolaged children were chosen for the study. The result of the study showed that there is a significant decreases of the mean delayed nausea and vomiting scores after acupressure. The conclusion of this study is that the acupressure can decrease the delay CINV in school age children that are suffering from cancer. The recommendations from the acupressure research can be applied as a nonpharmacological therapy to reduce nausea and vomiting caused by chemotherapy than in children. Key words: acupressure, chemotherapy, delayed nausea and vomiting 1 Dosen pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Persada Husada Indonesia Pendahuluan Kanker merupakan suatu proses penyakit yang bermula ketika sel abnormal di ubah oleh mutasi genetik dari Deoxyribo Nucleat Accid (DNA) selular. Sel abnormal mulai berproliferasi secara abnormal. Kemudian dicapai suatu tahap dimana sel mendapatkan ciri-ciri invasif dan terjadi perubahan pada selsel disekitarnya. Sel-sel tersebut menginfiltrasi jaringan sekitar dan memperoleh akses ke limfe dan pembuluh darah serta melalui pembuluh darah tersebut sel dapat terbawa ke area lain dalam tubuh untuk membentuk metastase (penyebaran kanker) pada bagian tubuh yang lain (Smelzer, Bare, Hinkle & Cheever, 2008). Di Amerika sekitar 1.638.910 kasus baru kanker didiagnosa pada tahun 2012, dan sekitar 577.190 orang meninggal karena kanker serta lebih dari 1500 orang meninggal karena kanker setiap harinya. Untuk kasus kanker pada anak di Amerika sekitar 12.060 kasus baru dalam rentang usia antara 0-14 tahun pada tahun 2012 dan kematian akibat kanker pada anak sekitar 1.340 diantara usia 014 tahun dan 1/3 kasus kematian karena leukemia (American Cancer Society, 2012). Di Indonesia 2-4% angka kelahiran hidup anak Indonesia menderita penyakit kanker dan memerlukan pengobatan sejak dini (Pusat Data Statistik, 2008). Selain itu di Indonesia, kanker menjadi penyumbang kematian ketiga terbesar setelah penyakit jantung. Hal ini menyebabkan jumlah anak yang menjalani kemoterapi kemungkinan akan bertambah banyak, namun hal ini tidak dapat dipastikan karena tidak semua penanganan kanker dengan kemoterapi. Jenis penyakit kanker pada anak berbeda dengan jenis kanker pada orang dewasa. Berdasarkan klasifikasinya terdapat empat jenis kanker pada anak meliputi leukemia, limfoma, tumor sistem saraf pusat dan tumor padat (Hockenberry & Wilson, 2007). Diantara jenis kanker tersebut, leukemia merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemukan pada anak-anak dan pengobatan leukemia adalah dengan kemoterapi tanpa disertai dengan pembedahan dan radioterapi (Hockenberry & Wilson, 2007). Hal ini menambah jumlah anak yang mendapatkan kemoterapi ditambah dengan kasus kanker lain yang juga mendapatkan penanganan dengan kemoterapi. Mual muntah akibat kemoterapi tidak selalu sama diantara beberapa individu tergantung pada jenis obat dan dosis kemoterapi (Grunberg, 2004). Berdasarkan potensi emetiknya, agen kemoterapi tersebut memiliki potensi emetik mulai dari emetik rendah sampai emetik tinggi. Apabila seorang anak mendapatkan kemoterapi yang memiliki potensi emetik tinggi maka akan menyebabkan mual muntah yang hebat dan apabila seorang anak mendapatkan kemoterapi dengan emetik rendah maka gejala mual muntah yang akan terjadi relatif ringan. Kemoterapi yang menyebabkan mual dan muntah dikategorikan dalam tiga jenis berdasarkan waktu terjadinya sehubungan dengan pemberian kemoterapi yaitu acute, delayed, anticipatory. Acute adalah gejala mual muntah yang terjadi kurang dari 24 jam selama pemberian kemoterapi. Delayed adalah waktu timbulnya gejala mual muntah setelah 24 jam sampai 6 hari setelah kemoterapi dan biasanya mengikuti fase akut. Anticipatory adalah gejala mual muntah yang terjadi sebelum kemoterapi diberikan (Hawkins & Grunberg, 2009). Kemoterapi dapat menimbulkan mual muntah melalui beberapa mekanisme yang bervariasi dan serangkaian yang kompleks. Pertama, kemoterapi secara langsung menstimulasi Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ). Efek ini dimediasi oleh pengeluaran 5HT3 dan NK1 akibat pemberian kemoterapi. Kedua, kemoterapi menyebabkan gangguan pada mukosa gastrointestinal dan menyebabkan pengeluaran neuro transmitter termasuk 5HT3. Hal ini menyebabkan mual muntah melalui jalur perifer yang dimediasi oleh saraf vagus. Ketiga, gejala ini disebabkan oleh pengaruh neurohormonal melalui terganggunya arginin vasopressin dan prostaglandin. Keempat, mual muntah dimediasi oleh kecemasan yang memberikan pengaruh terhadap sistem saraf pusat termasuk pusat muntah (Wood et al., 2007) Meskipun mual muntah akibat kemoterapi telah dilaporkan terjadi diantara 60% dari anak-anak yang menjalani pengobatan kemoterapi (Tyc et al, 1997). Penelitian yang lain juga dilakukan pada 11 anak dengan hasil 100% melaporkan mual dan 36% melaporkan muntah saat menjalani pengobatan kemoterapi (Williams, Schmideskamp, Ridder, & Williams, 2006). Adapun batasan mual muntah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mual muntah tertunda (delayed) yaitu mual muntah yang terjadi minimal 24 jam setelah pemberian kemoterapi dan dapat berlangsung sampai 120 jam. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan sekitar 38% pasien yang mendapatkan kemoterapi dengan bahan dasar Cisplatin melaporkan mengalami mual muntah akut dan 61% mengalami muntah pada hari kedua dan ketiga meskipun telah diberikan Metoklorpramide dan Dexamethason pada saat pemberian Cisplatin (Grunberg, 2004). Dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa kejadian mual muntah yang paling sering dialami oleh pasien terjadi pada 48 jam sampai dengan 72 jam setelah pemberian kemoterapi. Atas dasar itulah maka mual muntah yang akan dibahas dalam penelitian ini hanya mual muntah tertunda. Pemberian antiemetik dapat digunakan untuk mengurangi gejala mual muntah yang muncul akibat kemoterapi (Chemotherapy Induced Nausea and Vomitting). Antiemetik yang digunakan untuk mengatasi mual muntah akibat kemoterapi adalah 5Hydroxytryptamine-3 (5HT3), Serotonin Reseptor Antagonis (SRA). Jenis SRA yang paling umum digunakan untuk anak-anak adalah Ondansetron efektif untuk pasien anak yang mendapat Cisplatin, Cyclophosphamide, Fosfamide dan Anthracycline (Lee at al., 2008). Di sisi lain, antiemetik yang direkomendasikan seperti antagonis 5HT3 dan NK1 adalah obat yang mahal (Molassiotis et al., 2007). Oleh karena itu diperlukan tindakan penunjang berupa terapi komplementer yang dapat membantu dalam upaya pencegahan dan manajemen mual muntah akibat kemoterapi. Penelitian yang dilakukan oleh Lee et al (2008) melaporkan bahwa 29% pasien mengalami mual muntah akut dan 47% mengalami mual muntah delayed atau tertunda selama empat hari setelah mendapat kemoterapi, meskipun telah mendapatkan antiemetik regimen terbaru. Terapi komplementer secara efektif dapat membantu dalam manajemen mual muntah akibat kemoterapi diantaranya yaitu relaksasi, guided imagery, distraksi, hipnosis, akupresur dan akupunktur (Lee at al., 2008). Akupresur merupakan salah satu bentuk fisioterapi dengan memberikan pemijatan dan stimulasi pada titik – titik tertentu pada tubuh. Akupresur adalah tindakan yang sangat sederhana tetapi cukup efektif, mudah dilakukan, memiliki efek samping yang minimal, dapat digunakan untuk mendeteksi gangguan pada pasien dan aplikasi prinsip healing touch pada akupresur menunjukkan perilaku caring yang dapat mendeteksi hubungan terapeutik antara perawat dan pasien (Mehta, 2007). Titik akupresur yang paling sering digunakan untuk mengatasi mual dan muntah akibat kemoterapi adalah titik P6 dan titik St36. Akupresur pada titik P6 dan titik ST36 dapat menurunkan mual dan muntah melalui efek terapinya di tubuh. Stimulasi yang dilakukan pada titik-titik ini diyakini akan memperbaiki gangguan pada lambung termasuk mual dan muntah (Dibble et al., 2007). Pengaruh akupresur terhadap penurunan mual dan muntah telah diuji oleh beberapa ahli melalui penelitian. Dibble, et al (2007) telah melakukan penelitian untuk membandingkan perbedaan mual dan muntah akibat kemoterapi pada 160 orang wanita. Responden dibagi tiga kelompok yang terdiri dari kelompok yang mendapat akupresur, placebo akupresur dan mendapat perawatan yang biasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan intensitas mual dan muntah yang signifikan pada kelompok yang mendapat akupresur bila dibandingkan dengan kelompok plasebo dan kelompok yang mendapatkan perawatan biasa dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kelompok plasebo akupresur dan kelompok yang mendapatkan perawatan yang biasa. Pada tahun 2011 di Iran dilakukan penelitian oleh Bastani tentang pengaruh akupresur terhadap 120 anak usia sekolah yang menderita Leukemia Limphoblastik Akut (LLA) dengan hasil intensitas mual muntah pada anak yang dilakukan akupresur lebih rendah dibandingkan dengan kelompok plasebo. Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta merupakan rumah sakit rujukan nasional untuk berbagai masalah pasien dengan kanker. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di RS Kanker Dharmais didapatkan data jumlah anak yang menderita kanker pada tahun 2011 sebanyak 107 anak terdiri dari bayi sebanyak 3 anak (3%), toddler 31 anak (29%), pra sekolah 19 anak (18%), usia sekolah 31 anak (29%) dan remaja 23 anak (21%). Adapun jenis kanker yang paling banyak menyerang usia anak adalah leukemia 29%, limpoma 13%, osteosarkoma 6%, rabdomiosarkoma 6%, retinoblastoma 5%, tumor wilm 4%, neuroblastoma 3%, meduloblastoma 3%. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, akupresur belum pernah dilakukan sebagai salah satu bentuk tindakan keperawatan dalam menurunkan gejala mual muntah akibat efek kemoterapi di Ruang Rawat Inap Anak RS Kanker Dharmais. Menurut Dibble, et al. (2007) akupresur merupakan tindakan yang mudah untuk dilakukan oleh perawat dan memiliki banyak keuntungan. Anak usia sekolah adalah anak yang berusia 6–12 tahun. Pada periode usia sekolah, anak mulai memasuki dunia yang lebih luas, ditandai anak memasuki lingkungan sekolah yang memberikan dampak perkembangan dan hubungan dengan orang lain. Perkembangan bahasa anak usia sekolah ditandai dengan anak mulai meningkat kemampuan menggunakan bahasa dan kemampuan berkembang seiring dengan pendidikan di sekolah. Kemampuan sosialisasi anak usia sekolah ditandai dengan keingintahuan tentang dunia di luar keluarga dan pengaruh kelompok sangat kuat pada anak (Hockenberry & Wilson, 2007). Pengobatan kanker pada anak meliputi penggunaan agen kemoterapi yang dapat menyebabkan beberapa efek samping dan kadang-kadang parah. Mual muntah yang diakibatkan kemoterapi umum terjadi, sebanyak 60% dari pasien anak dengan kanker mengalami mual muntah (TYC, Mulhern & Bieberich, 1997). Mual muntah akibat kemoterapi telah dilaporkan sebagai salah satu efek samping yang paling ditakuti dan menyedihkan dari pengobatan kanker (Holdsworth, Raish& Frost, 2006). Mual muntah yang kurang terkontrol dapat berakibat pada fisik dan psikososial anak usia sekolah termasuk anoreksia, gizi buruk, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit , kecemasan (Dewan, Singhal, & Harit, 2010). Hal ini dapat membuat pasien anak usia sekolah rentan terhadap komplikasi tambahan, keterlambatan pengobatan dan penurunan kualitas hidup (Miller & Kearney, 2004). Berdasarkan fenomena di atas dapat disimpulkan bahwa anak yang menderita kanker akan memperoleh pengobatan kemoterapi, dimana kemoterapi ini dapat menimbulkan berbagai macam efek samping yang tidak menyenangkan bagi anak dan keluarganya. Salah satu efek samping yang menakutkan bagi anak dan keluarga adalah mual muntah. Kondisi ini menyebabkan stres bagi penderita dan keluarga yang terkadang membuat penderita dan keluarga memilih untuk menghentikan siklus terapi, dimana apabila siklus terapi ini dihentikan akan berpotensi mempengaruhi harapan hidup anak karena akan mempercepat penyebaran dari sel kanker. Untuk mengatasi hal tersebut, maka diberikan antiemetik untuk mengatasi mual muntah juga diperlukan tindakan penunjang berupa terapi komplementer yang disesuaikan dengan anak usia sekolah seperti akupresur. Peneliti juga belum pernah menemukan data penelitian yang dilakukan tentang pengaruh akupresur untuk mengatasi mual muntah lambat akibat kemoterapi pada anak usia sekolah dengan kanker di Indonesia. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh akupresur untuk mengatasi mual muntah lambat akibat kemoterapi pada anak usia sekolah dengan kanker di RS Kanker Dharmais. Metode Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain kuasi eksperimen dengan pre test dan post test tanpa kontrol untuk membandingkan tindakan yang dilakukan sebelum dan sesudah eksperimen. Pretest merupakan pengukuran tingkat mual muntah sebelum intervensi dilakukan. Terapi akupresur akan dilakukan pada kelompok intervensi pada hari keempat kemudian dilakukan pengukuran mual muntah kedua sebagai data post test. Prosedur dilakukan pada pasien yang menjalani kemoterapi dirawat di ruang rawat inap anak RS Kanker Dharmais Jakarta. Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia sekolah yang menderita kanker yang sedang menjalani kemoterapi dan dirawat di Ruang Rawat Inap Anak RS Kanker Dharmais Jakarta. Teknik pengumpulan sampel pada penelitian ini menggunakan consecutive sampling yaitu suatu metode pemilihan sampel yang dilakukan dengan memilih semua individu yang ditemui dan memenuhi kriteria pemilihan, sampai jumlah sampel yang diinginkan terpenuhi (Dharma, 2011). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah anak berusia antara 6-12 tahun yang mendapat kemoterapi, kooperatif, mampu membaca, menulis dan berkomunikasi secara verbal dan nonverbal, sadar, berorientasi pada tempat, waktu dan orang serta rute pemberian kemoterapi melalui intravena. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah anak dengan kanker dalam kondisi lemah dan tidak sadar, mengalami mual muntah antisipatori, trombositopenia (<100 mg%), memiliki penyakit penyerta serta kontraindikasi akupresur, kulit yang terluka, bengkak, tulang retak, kulit yang terbakar. Jumlah sampel pada penelitian ini sebesar 20 anak. Peneliti mencoba mengukur pengaruh terapi akupresur terhadap mual muntah lambat akibat kemoterapi pada pasien anak dengan kanker di RS Kanker Dharmais Jakarta. Variabel penelitian ini terdiri dari variabel bebas, variabel terikat dan variabel potensial perancu. Variabel bebasnya adalah terapi akupresur, variabel terikatnya adalah mual muntah serta variabel potensial perancunya adalah usia, jenis kelamin, kemoterapi yang digunakan, obat antiemetik yang digunakan, dan siklus kemoterapi. Seluruh variabel penelitian diambil dari data primer yang dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner terstruktur pada saat kunjungan. Jika ada responden yang tidak hadir pada saat itu maka peneliti akan datang pada hari-hari berikutnya untuk melakukan pengumpulan data sampai semua responden dapat mengisi kuesioner.Setelah kuesioner terkumpul maka dilakukan tahapan pengolahan: editing, coding, entry data. Kegiatan memasukkan data yang diperoleh dari kuesioner dengan menggunakan paket software statistic yaitu dengan SPSS 17.Analisis data dengan menggunakan analisis univariat dan bivariat. Hasil Penelitian Dan Pembahasan Gambaran karakteristik responden berdasarkan usia Usia responden minimal 6 tahun dan maksimal berusia 12 tahun. Rerata usia responden secara keseluruhan adalah 9,15 tahun dengan standar deviasi 1,899. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa usia responden paling rendah adalah 6 tahun dan maksimum berusia 12 tahun. Rata-rata usia responden secara keseluruhan adalah 9,15 tahun. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lee et al (2008) yang menyatakan bahwa insiden kanker pada anak antara tahun 2004-2007 di Amerika, menunjukkan bahwa insiden kanker pada kelompok anak-anak (usia 6-12 tahun) mengalami peningkatan setiap tahunnya (Lee, et al., 2008). Usia anak yang digunakan pada penelitian ini juga sama dengan usia anak yang digunakan pada penelitian Bastani (2011) yang melakukan penelitian pada 120 anak kanker usia sekolah dengan desain Randomised Clinical Trial (RCT) yang bertujuan untuk mengidentifikasi efektifitas terapi akupresur dalam mengurangi respon mual muntah pada anak kanker yang menjalani kemoterapi. Peneliti menyimpulkan bahwa usia anak yang efektif untuk dijadikan sebagai responden penelitian pada terapi akupresur untuk mengurangi mual muntah akibat kemoterapi adalah anak berusia 6-12 tahun (usia sekolah). Pendapat peneliti tersebut sesuai dengan pendapat Hockenberry (1988) serta Hockenberry dan Wilson (2007). Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia di RS Kanker Dharmais November - Desember 2012 Variabel Rerata SD N Minimal Maksimal Usia 9,15 1,899 20 6 - 12 Gambaran karakteristikresponden berdasarkan diagnosis medis Diagnosis medis responden dengan jumlah tertinggi yaitu osteosarcoma sebanyak 6 responden (30%), dan responden dengan jumlah terendah yaitu limpoma (5%) dan histiositosis (5%). Diagnosa medis tersebut akan terlihat lebih jelas pada tabel 2 berikut. Tabel 2Distribusi Responden Berdasarkan Diagnosis Medis di RS Kanker Dharmais NovemberDesember 2012 No Diagnosa Medis Total Frekuensi (%) 1 Osteosarcoma 6 30 2 Sarcoma 4 20 3 PNET 2 10 4 Retinoblastoma 2 10 5 Teratoma 2 10 6 Neuroblastoma 2 10 7 Limpoma Burkit 1 5 8 Histiositosis 1 5 Gambaran karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, kemoterapi, antiemetik dan siklus kemoterapi Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu 55%. Thompson (1999 dalam Garrett et al, 2003) menjelaskan bahwa wanita lebih memungkinkan mengalami mual muntah daripada laki-laki, kemungkinan disebabkan oleh pengaruh hormone. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lebaron, et al (2006) didapatkan anak perempuan dilaporkan mengalami mual lebih besar dibandingkan laki-laki. Dengan demikian ada beberapa faktor resiko yang dapat menjadi perhatian perawat untuk melakukan tindakan antisipasi sebelum memulai pemberian kemoterapi diantaranya adalah jenis kelamin. Pada penelitian ini ditemukan bahwa hampir sebagian responden menggunakan kemoterapi dengan potensi emetik tinggi sebanyak 8 responden (40%), 6 responden (30%) menggunakan kemoterapi dengan potensi emetik sedang dan 6 responden (30%) menggunakan kemoterapi dengan potensi emetik ringan. Temuan pada penelitian ini sejalan dengan penelitian Dibble, et al (2003) dan Dibble, et al (2007). Penelitian Dibble, et al. (2003) dilakukan pada sebagian besar (76%) responden yang mendapatkan kemoterapi dengan emetogenik tinggi, 15% responden yang mendapatkan kemoterapi dengan derajat emetogenik sedang sedangkan sisanya (9%) dengan derajat emetogenik yang lain. Sementara penelitian Dibble, et al. (2007) adalah penelitian random klinis tentang pengaruh akupresur terhadap mual muntah akibat kemoterapi yang dilakukan pada 76% responden yang menggunakan kemoterapi kombinasi Cyclophosphamid dan Epirubicin. Kombinasi tersebut merupakan kemoterapi derajat emetogenik tinggi. Sementara sisanya (24%) menggunakan kemoterapi dengan derajat emetogenik yang lebih rendah. Pada penelitian ini ditemukan bahwa sebagian besar responden (100%) menggunakan antiemetik dengan indeks terapi tinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan antiemetik sebelum dan setelah dilakukan tindakan sudah sama. Penelitian lain yang sejalan dengan temuan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Molassiotis (2000) di China yang menggunakan desain RCT. Pada penelitian ini, semua responden penelitian diberikan antiemetik dari golongan antagonis reseptor 5HT3 yang dikombinasikan dengan Dexamethasone yang merupakan antiemetik dari golongan indeks terapi tinggi. Berdasarkan pemaparan beberapa penelitian di atas, peneliti mendapatkan kesimpulan bahwa temuan pada penelitian ini memiliki karakteristik yang sama dengan penelitian sebelumnya dalam hal pemakaian antiemetik yaitu menggunakan antiemetik dengan indeks terapi tinggi. Semua responden pada penelitian ini menggunakan antiemetik indeks terapi tinggi. Pandangan peneliti tentang penggunaan antiemetik dengan indeks terapi tinggi juga didukung oleh Bradburry (2004). Pemberian antiemetik disesuaikan dengan emetogenik kemoterapi, obat dengan emetogenik tinggi dan sedang diberikan kombinasi antagonis reseptor 5HT3 dengan kortikosteroid. Antagonis reseptor 5HT3 merupakan pilihan yang paling sering digunakan untuk menurunkan CINV. Ondansetron, salah satu obat dari golongan tersebut mempunyai kemampuan yang lebih untuk memblok reseptor serotonin (Bradburry, 2004). Berdasarkan siklus kemoterapi responden hampir merata untuk masingmasing siklus. Sebelum dilakukan tindakan akupresur, paling banyak responden berada pada siklus ke1 yaitu 9 orang (55%), sedangkan untuk siklus 2, 3 dan 5 masingmasing 30%, 20%, 5%. Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Kemoterapi, Antiemetik dan Siklus Kemoterapi di RS Kanker Dharmais November-Desember 2012 No Variabel Total Frekuensi (%) 1 2 3 4 Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Kemoterapi Emetogenik Ringan Emetogenik Sedang Emetogenik Berat Antiemetik Indeks Terapi Tinggi Indeks Terapi Rendah Siklus Kemoterapi Pertama Kedua Ketiga Keempat 11 9 55 45 6 6 8 30 30 40 20 0 100 0% 9 6 4 1 45 30 20 5 Gambaran rata-rata skor mual dan muntah sebelum dan sesudah intervensi Hasil penelitian menunjukkan rerata mual pada kelompok yang dilakukan akupresur sebelumnya adalah 5,00 dengan SD=1,026 dan setelah dilakukan akupresur adalah 2,75 dengan SD=0,551. Rerata muntah pada kelompok yang dilakukan akupresur sebelumnya adalah 6,65 dengan SD=1,927 dan setelah dilakukan akupresur adalah 3,70 dengan SD= 0,804. Rerata mual muntah pada kelompok yang dilakukan akupresur sebelumnya adalah 11,65 dengan SD=2,907 dan setelah dilakukan akupresur adalah 6,45 dengan SD=1,276. Penulis menarik kesimpulan bahwa terjadi penurunan rerata mual muntah pada kelompok setelah diintervensi sebesar 5,20. Tabel 4. Rata-rata Skor Mual dan Muntah Sebelum dan Sesudah Intervensi di RS Kanker Dharmais November-Desember 2012 No Variabel Pengukuran Rerata SD 1 Skor Mual Sebelum 5,00 1,026 Sesudah 2,75 0,551 2 Skor Muntah Sebelum 6,65 1,927 Sesudah 3,70 0,804 3 Skor Mual Muntah Sebelum 11,65 2,907 Sesudah 6,45 1,276 Analisis Bivariat Rerata skor mual dan muntah sebelum dan sesudah terapi akupresur. Rerata skor mual setelah dilakukan akupresur berbeda secara signifikan dengan sebelum dilakukan tindakan akupresur (p value=0,000). Hasil penelitian ini mendukung hipotesis penelitian yaitu rata-rata skor mual setelah dilakukan tindakan akupresur lebih rendah dibandingkan sebelum dilakukan tindakan akupresur. Hasil penelitian ini telah menunjukkan bahwa akupresur yang dilakukan dapat menurunkan skor mual sebesar 2,25 pada responden yang mengalami mual akibat kemoterapi, sedangkan skor muntah mengalami penurunan sebesar 2,95 setelah dilakukan tindakan. Skor mual muntah mengalami penurunan sebesar 5,25 setelah dilakukan tindakan akupresur. Penelitian yang sejalan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Bastani pada tahun 2011 di Iran. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi efek akupresur pada titik P6 terhadap mual muntah akibat kemoterapi terhadap 120 anak usia sekolah yang menderita Leukemia Limphoblastik Akut (LLA) dengan hasil intensitas mual muntah pada anak yang dilakukan akupresur lebih rendah dibandingkan dengan kelompok placebo(p<0,005). Bastani (2011) memberikan kesimpulan bahwa akupresur efektif dilakukan untuk menurunkan mual akibat kemoterapi. Pada tahun 2009, Said melakukan penelitian di Palestina untuk membandingkan perbedaan mual dan muntah akibat kemoterapi pada 42 orang wanita yang menderita kanker payudara. Responden dibagi tiga kelompok yang terdiri dari kelompok yang menerima akupresur dengan menggunakan Sea-Band, plasebo akupresur dan mendapat perawatan yang biasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok yang mendapatkan akupresur mengalami penurunan pada kejadian mual muntah dibandingkan dengan kelompok yang mendapatkan plasebo akupresur dan perawatan yang biasa. Tabel 5 Perbedaan Skor Mual, Skor Muntah Dan Skor Mual Muntah Sebelum dan Setelah Terapi Akupresur di RS Kanker Dharmais November-Desember 2012 No Variabel Pengukuran Rerata SD P value 1 Skor Mual Sebelum 5,00 1,026 0,028 Sesudah 2,75 0,551 2 Skor Muntah Sebelum 6,65 1,927 0,000 Sesudah 3,70 0,804 3 Skor Mual Muntah Sebelum 11,65 2,907 0,000 Sesudah 6,45 1,276 Kesimpulan 1. Karakteristik dari 20 responden meliputi : rata-rata usia 9,15 tahun, sebagian besar (55%) berjenis kelamin perempuan, sebagian besar (40%) menggunakan kemoterapi dengan derajat emetogenik tinggi, semua (100%) menggunakan antiemetik dengan indeks terapi tinggi, dan sebagian besar (45%) pada siklus pertama. 2. Penurunan rata-rata skor mual setelah dilakukan akupresur lebih besar dibandingkan dengan sebelum dilakukan akupresur (p=0,028). 3. Penurunan rata-rata skor muntah setelah dilakukan akupresur lebih besar dibandingkan dengan sebelum dilakukan akupresur (p=0,000) 4. Penurunan rata-rata skor mual muntah setelah dilakukan akupresur lebih besar dibandingkan dengan sebelum dilakukan akupresur (p=0,000). Saran Bagi pengembangan pelayanan keperawatan diharapkan dapat mengembangkan program seminar dan pelatihan terapi komplementer khususnya akupresur untuk perawat agar pemahaman dan kemampuannya meningkat tentang terapi komplementer khususnya akupresur. Mengaplikasikan terapi akupresur dalam memberikan asuhkan keperawatan yang holistik pada pasien anak dengan kanker yang mendapatkan kemoterapi. Memodifikasi dan menyusun standar asuhan keperawatan pada pasien anak dengan kanker yang mengalami mual muntah akibat kemoterapi dengan mempertimbangkan hasil penelitian ini sebagai suatu acuan. Bagi pendidikan keperawatan dapat memuat materi tentang terapi komplementer yang sering digunakan untuk manajemen mual muntah yang disesuaikan dengan tumbuh kembang anak ke dalam kurikulum pendidikan, mengembangkan praktek keperawatan berbasis terapi komplementer khususnya terapi akupresur dan menyebarluaskan informasi dan pengetahuan tentang terapi akupresur melalui seminar, simposium keperawatan. Bagi penelitian selanjutnya perlunya penelitian tentang terapi komplementer yang lain untuk menurunkan mual muntah pada anak dengan kanker yang mendapatkan kemoterapi misalnya relaksasi, guided imagery, distraksi dan hipnosis. Perlunya penelitian lanjutan tentang pengaruh terapi akupresur terhadap mual muntah lambat akibat kemoterapi pada responden yang karakteristiknya sama misalnya diagnose medis, jenis kemoterapi, jenis antiemetik dan siklus kemoterapi. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ketua Stikes Persada Husada Indonesia yang telah memberi kesempatan, waktu dan biaya kepada penulis dalam melaksanakan penelitian ini. Terima kasih juga kepada teman-teman sejawat yang telah membantu terlaksananya penelitian sampai pada penulisan artikel ini. Tak lupa terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada Kepala Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, Kepala Ruang Rawat Inap Anak, beserta seluruh perawat ruangan yang telah memberikan informasi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian. Dan tak lupa ucapan terima kasih kepada Allenidekania, SKp, M.Sc yang telah membimbing penulis dalam pelaksanaan penelitian ini. Daftar Pustaka Dharma, K.K. (2011). Metodologi penelitian keperawatan : panduanmelaksanakan dan menerapkan hasil penelitian. Jakarta : TIM Dibble, S.L., Luce, J, Cooper, B.A & Israel, J. (2007). Accupressure for chemoterapyinduced nausea and vomiting : a randomized clinical trial. Oncology Nursing Forum. 34(4) 813-820 Fengge, Antoni. (2012). Terapi akupresur : manfaat &teknik pengobatan. Yogyakarta : Crop Circle Corp. Garrett, K, Tsuruta, K., Walker, S., Jackson, S., & Sweat, M., (2003). Managing nausea and vomiting. Critical Care Nurse, 23 (1), 31 – 50. Grunberg, S.M. (2004). Chemotherapy induced nausea vomiting : prevention, detection and treatment-how are we doing? The Journal of Supprtive Oncology, 2(1), 1-12. Hawkins, R. (2009). Chemotherapy-induced nausea and vomiting: challenges and opportunities for improved patient outcomes. Clinical Journal of Oncology Nursing. Hockenberry, M., & Wilson, D. (2007). Wong’s Nursing Care Of Infants And Children. St. Louis : Mosby Elsevier. Hesket, P.J. (2008). Chemotherapy induced nausea and vomiting. The New England Journal of Medicine, 358(23), 24822494. Lee, J., Dodd, M., Dibble, S., & Abrams, D. (2008). Review of acupressure studies for chemotherapy-induced nausea and vomiting control. Journal of Pain and Symptom Management, 36(5), 529-544. Mehta,H. (2007). The science and benefits of acupressure therapy. Diakses tanggal 27 September 2012 dari http://www.associatedcontent.com/articl e/284965/the_science_and_benefits_of_ acupressure.html?page=2 Molassiotis, A., Helin, A.M., Dabbour, R., & Hummerstone, S. (2007). The effects of P6 acupressure in the profilaksis of chemotherapy related nausea and vomiting in breast cancer patients. Complementary Therapies in Medicine, 15(1), 30-12. Morrow,G.R., & Dobkin, P.L. (2002) Anticipatory nausea and vomiting in cancer patients undergoing chemotherapy treatment prevalence, etiology, and behavioral interventions. Clinical Psychology Review, 8(5), 517556. Price, S.A., & Wilson, L.M.(2008). Patofisiologi: Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Jakarta : EGC Roscoe, J.A., Morrow,G.R., Hickok, J.T., Bushunow, P., Pierce, H.I., Flynn, P.J., et al (2003). The efficacy of acupressure and acustimulation wrist band for relief of chemotherapy induced nausea and vomiting: A University of Rochester Cancer Center Community Clinical Oncology Program Multicenter Study. Journal of Pain and Symptom Management, 26(2), 731-742. Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle,J.L., & Cheever, K,H. (2008). Textbook of Medical-Surgical Nursing Eleventh edition. Brunner & Suddarth‟s. Philadelphia Lippincott Williams & Wilkins, a Wolter Kluwer Bussines. Wood, G.J., Shega, J.W., Lynch, B., & Roenn, J.H (2007). Management of intractable nausea and vomiting in patients at the end of life; “I Was Feeling Nauseous All of the Time …. Nothing Was Working”. Journal of American Medical Association. 298(10).1196-1207. Analisis Kualitas Pelayanan dengan Metode Student Satisfaction Inventory (SSI) di STIKes Persada Husada Indonesia Elwindra1; Alfatihah Reno MNSPM1 2 Service Quality Analysis Using Student Satisfaction Inventory (SSI) Method in Persada Husada Indonesia College Of Health Sciences (STIKes PHI) Abstrak Seiring dengan semakin ketatnya tingkat persaingan antar perguruan tinggi, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Persada Husada Indonesia (STIKes PHI) sebagai salah satu institusi pendidikan sangat memerlukan usaha peningkatan kualitas layanan pendidikan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mengukur serta menganalisa kualitas layanan pendidikan tinggi yang diberikan STIKes PHI, sehingga dapat diambil langkah yang tepat untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah Metode Student Satisfaction Inventory (SSI) dengan 12 dimensi kualitas layanan pendidikan. Masing-masing dimensi diukur tingkat kepentingan dan tingkat kepuasannya dan dianalisis dengan teknik Importance-Performance Analysis. Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 196 orang mahasiswa STIKes PHI yang dipilih berdasarkan metode stratified random sampling. Dari penelitian ini diketahui bahwa STIKes PHI harus memprioritaskan usaha perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan pada faktor-faktor yang termasuk dalam Dimensi Academic Services (AS), Concern For the Individual (CFI), dan Instructional Effectiveness (IE). Faktor utama yang mempengaruhi kepuasan mahasiswa terletak pada pengaturan masalah jadwal perkuliahan, pelayanan staf perpustakaan, fasilitas perpustakaan, fasilitas dan pelayanan lab komputer, kebenaran informasi saat promosi, fasilitas dan kenyamanan ruang kuliah, serta respon terhadap keluhan mahasiswa. STIKes PHI disarankan untuk melakukan perbaikan pelayanan pada dimensidimensi pelayanan yang menjadi prioritas dan terus melakukan penelitian kualitas pelayanan secara berkesinambungan, agar apa yang menjadi harapan mahasiswa dapat terpenuhi secara efektif dan efisien. Kata kunci: kualitas pelayanan, student satisfaction inventory (ssi), tingkat kepuasan, importanceperformance analysis, STIKes PHI. Abstract With the intense level of competition between universities, Persada Husada Indonesia College of Health Sciences (STIKes PHI) are one of the many educational institutions in need in improving the quality of our educational services. It is necessary to measure and analyze the quality of education services provided by STIKes PHI, therefore appropriate steps can be taken to improve the services quality. The method that was used in this study was the Student Satisfaction Inventory (SSI) method which contained 12 dimensions of quality educational services. Each dimension was measured with both level of importance and level of satisfaction and analyzed by the technique of Importance - 1 Dosen pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Persada Husada Indonesia 2 Pegawai Badan Pusat Statistik Performance Analysis. An amount of 196 students was chosen as respondent for this study, and choosed based on stratified random sampling method. This research noted that STIKes PHI must prioritize in improving their efforts and quality of care to the factors that were included in Dimension: Academic Services (AS), Concern For the Individual (CFI), and Instructional Effectiveness (IE). The main concerns that were affecting student satisfaction lies in: class schedulling, library staff services, library facilities, computer lab facilities and services, promoting information, classes facilities and comfort, and responses to student complaints. STIKes PHI were advised to create improvements in its service dimensions which was included in priority dimensions, and continues to perform research service quality regularly, therefore the students expectations can be satisfy with efficiency and effectiveness. Keywords: service quality, student satisfaction inventory (ssi), satisfaction index, importanceperformance analysis, STIKes PHI. Pendahuluan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Persada Husada Indonesia (STIKes PHI) merupakan institusi pendidikan tenaga kesehatan yang menawarkan 2 (dua) Jurusan, yaitu Jurusan Keperawatan dan Jurusan Kesehatan Masyarakat. Salah satu strategi yang digunakan agar tetap eksis adalah dengan bukan hanya dengan brand yang kuat, tetapi dilihat dari bagaimana jasa pelayanan yang diberikan dapat dikemas sedemikian rupa sehingga dapat memuaskan mahasiswa. STIKes PHI didukung oleh tenaga pengajar yang kompeten dalam bidangnya dan sarana prasarana yang memadai dengan ruang praktek/lab yang lengkap dan nyaman, ruangan kelas yang bersih serta lokasi yang strategis mudah dijangkau oleh mahasiswa. Bila dilihat keunggulan STIKes PHI dibandingkan dengan institusi pendidikan di Jakarta, maka STIKes PHI merupakan institusi pendidikan tenaga kesehatan yang berkualitas dengan biaya pendidikan yang relatif murah. Sedangkan peluang eksternal dapat dilihat dari meningkatnya kebutuhan akan tenaga kesehatan baik di dalam maupun luar negeri serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan arti penting dari kesehatan. Ada banyak sekali sekolah tinggi ilmu kesehatan di Jakarta yang menawarkan jurusan/program studi yang sama. Masingmasing memiliki keunggulan dan kelemahannya sendiri sehingga persaingan antar institusi menjadi sangat ketat. Persaingan ini akan semakin terasa di masa yang akan datang, untuk itu STIKes PHI harus mengantisipasi dengan tidak hanya menawarkan jasa dalam bentuk fisik saja tetapi juga melayani dengan lebih profesional sehingga mahasiswa merasa puas dan merekomendasikan kepada rekan dan saudaranya untuk masuk ke institusi pendidikan ini. Konsep kualitas pelayanan (service quality/servqual) merupakan alat yang efektif untuk mengukur tingkat kepuasan konsumen. Model ini terdiri atas dua bagian, dimana bagian awal berisikan harapan pelanggan untuk sebuah kelas pelayanan, dan bagian kedua merupakan persepsi pelanggan akan pelayanan yang diterima. Sebuah skor untuk kualitas pelayanan dihitung dari selisih antara nilai peringkat yang diberikan pelanggan untuk sepasang pernyataan harapan dan persepsi. Khusus untuk institusi pendidikan, metode pengukuran tingkat kepuasan yang biasa digunakan adalah dengan Metode Student Satisfaction Inventory (SSI). Metode ini dikembangkan oleh Noel-Levitz dan telah menjadi standar nasional untuk negara Amerika Serikat. Secara konseptual SSI terdiri dari 12 skala pengukuran. Pelayanan jasa pendidikan di STIKes PHI saat ini tidak luput dari keluhan mahasiswa terutama tentang dosen mengajar, kenyamanan ruang kelas dan asrama, pelayanan dari unit-unit administrasi dan pelaksana teknis yang kurang baik, serta nilai ujian yang terlambat diumumkan. Untuk itu penelitian tentang tingkat kepuasan mahasiswa sangatlah penting untuk dijadikan dasar evaluasi diri sehingga mampu meningkatkan kinerja dan kualitas pendidikan di STIKes PHI. Metode Penelitian menggunakan metode potong lintang (Cross Sectional Descriptive Study) yang dianalisis dengan Metode Importance Performance Analysis untuk melihat posisi masing-masing Skala SSI berdasarkan tingkat kepentingan (harapan) dan kepuasan (kenyataan). Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa STIKes PHI baik Program Studi Keperawatan maupun Kesehatan Masyarakat. Jumlah total keseluruhan populasi adalah 431 orang. Sampel dihitung dengan tingkat kepercayaan 95% sehingga didapat jumlah responden sebanyak 196 orang. Responden dipilih berdasarkan metode stratified random sampling yang terdistribusi secara proporsional di dua jurusan, yaitu Jurusan Keperawatan dan Jurusan Kesehatan Masyarakat. Variabel independen yang digunakan adalah 12 skala SSI , yaitu: 1. Academic Advising and Counseling Effectiveness (AAC): menilai secara komprehensif program bimbingan dan konsultasi akademik. Penasehat akademik dinilai berdasarkan pengetahuan, kemampuan, dan perhatian mereka secara pribadi untuk kesuksesan siswa, serta pendekatan mereka terhadap siswa. 2. Academic Services (AS): menilai area pelayanan kepada mahasiswa dalam mendukung mahasiwa untuk mencapai tujuan akademis. Area pelayanan ini termasuk perpustakaan, laboratorium komputer, ruang praktek/pelatihan, dan ruang kelas. 3. Admissions and Financial Aid Effectiveness (AFA): menilai kemampuan institusi pendidikan dalam memberikan pelayanan kepada siswa secara efektif. Skala ini mencakup kemampuan dan pengetahuan penasehat akademik, dan juga keefektifan dan ketersediaan program 4. 5. 6. 7. 8. 9. bantuan keuangan untuk siswa (bea siswa, magang, proyek). Campus Climate (CC): menilai kemampuan dan pengalaman institusi pendidikan untuk meningkatkan kebanggaan dan rasa memiliki. Skala ini juga menilai kemampuan institusi pendidikan dan peran serta kampus mereka di masyarakat. Skala ini juga menilai kemampuan institusi dalam berkomunikasi dengan siswa. Concern For the Individual (CFI): menilai kemampuan institusi dalam memperlakukan setiap siswa secara individu. Skala ini mencakup penilaian terhadap pelayanan dari bagian yang berhubungan langsung dengan siswa (bagian akademik, kemahasiswaan fakultas, penasehat, pembimbing). Instructional Effectiveness (IE): menilai pengalaman akademik siswa, kurikulum, dan kemampuan institusi pendidikan dalam memberikan pelayanan yang terbaik dalam bidang akademik. Skala ini mencakup wilayah akademik secara menyeluruh, baik di dalam maupun di luar kelas, termasuk tersedianya pelatihan-pelatihan yang sesuai bagi siswa. Registration Effectiveness (RE): menilai masalah yang berhubungan dengan registrasi dan pembayaran. Skala ini juga mengukur kemampuan institusi pendidikan untuk membuat proses registrasi dan pembayaran berjalan dengan efektif dan lancar. Responsiveness to Diverse Populations (RDP): menilai komitmen institusi pendidikan dalam memberikan kesempatan belajar bagi orang dengan keadaan khusus, seperti kaum minoritas, penyandang cacat, siswa dari daerah, siswa dengan waktu terbatas (sambil kerja), dan siswa yang lebih tua yang ingin kembali belajar. Safety and Security (SS): menilai tanggung jawab institusi pendidikan untuk memberikan keamanan dan keselamatan bagi siswa. Skala ini mengukur keefektifan baik personil keamanan maupun fasilitas kampus. 10. Service Excellence (SE): menilai sikap staf dalam memberikan pelayanan, terutama untuk staf yang berhubungan langsung dengan siswa. Skala ini merujuk pada wilayah dimana penilaian terhadap mutu layanan dan pelayanan siswa secara individu menjadi fokus utama. 11. Student Centeredness (SC): menilai usaha institusi pendidikan untuk menghargai siswanya, bahwa mereka adalah bagian penting dari kemajuan institusi. Skala ini mengukur seberapa besar siswa merasa disambut dan dihargai. 12. Campus Support Services (CSS): menilai mutu layanan pada fasilitas dan sarana penunjang, yang dapat digunakan siswa untuk meningkatkan produktifitas dan memberi makna yang lebih mendalam pada pengalaman belajar mereka. Layanan ini meliputi area yang luas, seperti perpustakaan, laboratorium komputer, tutorial, dan ruang belajar yang digunakan oleh siswa di luar kelas. Pada skala SSI terdapat 3 nilai yang mendasar, yaitu: Tabel 1 Skala 1 2 3 4 5 6 7 1. Nilai Kepentingan / Importance Score: menunjukkan seberapa besar harapan. (semakin besar nilai kepentingan, semakin penting bagi siswa). 2. Nilai Kepuasan / Satisfaction Rating Score: menunjukkan seberapa puas siswa terhadap apa yang dilakukan institusi dalam memenuhi harapan siswa. (semakin besar nilai kepuasan, semakin puas siswa). 3. Nilai Kesenjangan / Gap: adalah nilai kepentingan dikurangi nilai kepuasan. Nilai ini menunjukkan seberapa baik pelayanan yang diberikan pihak institusi dalam memenuhi harapan siswa. Nilai kesenjangan yang besar (misalnya 1,5 atau lebih), menunjukkan bahwa institusi tidak memenuhi harapan siswa. Nilai kesenjangan yang kecil atau mendekati nol menunjukkan bahwa institusi telah memenuhi harapan siswa. Nilai kesenjangan yang bernilai negatif menunjukkan bahwa institusi telah melebihkan harapan siswa. Skala dimulai dari angka 1 sampai dengan 7, dimana 1 adalah angka terendah yang berarti „sangat tidak penting‟ atau „sangat tidak puas‟, hingga ke angka yang tertinggi 7 yang berarti „sangat penting‟ atau „sangat puas. Penilaian Skala Student Satisfaction Inventory (SSI) Kepentingan Kepuasan Sangat Tidak Penting Sangat Tidak Puas Tidak Penting Tidak Puas Kurang Penting Kurang Puas Biasa Saja Biasa Saja Cukup Penting Cukup Puas Penting Puas Sangat Penting Sangat Puas Hasil Penelitian Dan Pembahasan Nilai Kesenjangan / Gap Tabel 2 Nilai Kesenjangan/Gap dari Masing-masing Pertanyaan Item Pertanyaan SSI 18 Jadwal perkuliahan terkontrol dengan baik Staf perpustakaan membantu dan mudah dihubungi 5 Importance Satisfaction Gap 6,53 2,86 3,67 6,18 2,69 3,49 6 9 22 4 17 19 13 31 8 32 33 28 7 16 26 20 15 10 1 30 2 36 25 23 14 29 34 35 3 21 12 24 27 11 Fasilitas perpustakaan sesuai kebutuhan Fasilitas lab komputer memadai dan mudah di akses Informasi yg disampaikan saat promosi sesuai dgn kenyataan Fasilitas dan kenyamanan ruang kuliah Staf kampus cepat tanggap menyelesaikan keluhan mahasiswa Kemudahan untuk mendapatkan informasi Suasana kampus yang nyaman Kegiatan ekstrakurikuler yang beragam Fasilitas lab keperawatan memadai Tersedianya tempat menyalurkan keluhan mahasiswa Tersedianya menu yang murah dan beragam di kantin kampus Ketepatan waktu dosen mengajar di kelas Staf lab keperawatan membantu dan mudah dihubungi Kepedulian pihak kampus terhadap masalah pribadi mahasiswa Gedung kampus yang terawat dan bersih Pengumuman nilai UTS/UAS tepat waktu Kampus mempunyai reputasi yang baik Biaya kuliah terjangkau Wali Kelas / Pembimbing Akademik peduli dan mudah dihubungi Peraturan dan tata tertib kampus yang jelas dan mendidik Pelayanan bagian bimbingan dan konseling (BK) yang bermanfaat Pelayanan administrasi yang cepat dan tepat waktu Keamanan lingkungan Kampus PPS membantu mahasiswa beradaptasi dgn lingkungan kampus Perasaan bangga terhadap kampus Kemampuan dosen menyampaikan materi kuliah dengan baik Keramahan staf administrasi dalam memberikan pelayanan Keterampilan staf administrasi dalam bekerja Dosen pembimbing praktek yang perhatian dan ramah Pemberian ujian HER tepat waktu Pemberian beasiswa yang tepat sasaran Penerimaan mahasiswa tanpa membedakan SARA Kerapihan staf/dosen Pembayaran biaya kuliah dengan angsuran 6,50 6,46 3,29 3,30 3,21 3,17 6,25 3,10 3,15 6,48 6,37 3,35 3,28 3,13 3,09 6,38 3,41 2,97 6,52 6,07 6,50 6,03 3,65 3,21 3,66 3,23 2,87 2,86 2,84 2,80 5,89 3,11 2,78 6,53 3,90 2,63 6,31 3,84 2,47 6,01 3,54 2,47 6,43 6,32 4,10 4,05 2,33 2,28 6,53 6,41 6,32 4,29 4,30 4,27 2,24 2,11 2,05 6,33 4,30 2,04 5,82 3,81 2,01 6,12 4,12 2,00 6,49 5,90 4,53 3,94 1,97 1,96 6,10 6,61 4,17 4,69 1,93 1,92 6,16 4,28 1,88 6,07 4,26 1,81 6,35 4,55 1,80 6,29 6,30 6,18 4,49 4,60 4,54 1,80 1,69 1,64 6,30 6,39 4,84 4,97 1,46 1,41 Tabel 2 menunjukkan bahwa belum ada pelayanan yang diberikan institusi yang telah memenuhi/mendekati harapan mahasiswa. Dari 36 pertanyaan ada 7 yang nilai kesenjangan/gap nya lebih dari 3, yaitu:  Jadwal perkuliahan terkontrol dengan baik (3,67). Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa sangat tidak puas terhadap pengaturan jadwal kuliah yang ada.  Staf perpustakaan membantu dan mudah dihubungi (3,49). Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan staf perpustakaan dinilai sangat buruk dan sulit untuk dihubungi.  Fasilitas perpustakaan sesuai kebutuhan (3,21). Perpustakaan kembali menjadi sorotan, kali ini dalam hal fasilitas yang dinilai tidak memadai.  Fasilitas lab komputer memadai dan mudah di akses (3,17).    Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa merasa sulit untuk mengakses lab komputer dan fasilitas masih dinilai kurang. Informasi yg disampaikan saat promosi sesuai dgn kenyataan (3,15). Mahasiswa menilai bahwa informasi yang diberikan saat promosi tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Fasilitas dan kenyamanan ruang kuliah (3,13). Hal ini menunjukkan bahwa fasilitas dan kenyamanan ruang kuliah masih dinilai belum memadai. Staf kampus cepat tanggap menyelesaikan keluhan mahasiswa (3,09) Hal ini menunjukkan bahwa staf kampus tidak cepat tanggap dalam menyelesaikan keluhan mahasiswa. Dari 36 pertanyaan tersebut dikelompokkan kedalam 12 Skala Student Satisfaction Inventory (SSI) sehingga didapat kesenjangan/gap dari masing-masing skala. Responsiveness to Diverse Populations 4.54 Admissions and Financial Aid 4.63 4.21 Academic Advising and Counseling 4.48 Service Excellence 4.31 Safety and Security Campus Support Services Campus Climate 3.81 4.04 6.18 6.36 6.16 6.48 6.46 6.14 6.38 Registration Effectiveness 3.52 6.08 Student Centeredness 3.46 6.08 Instructional Effectiveness 3.70 Concern for the Individual 3.41 Academic Services 3.35 6.38 Satisfaction Importance 6.19 6.41 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 Gambar 1 Perbandingan antara Kepentingan (Harapan) dengan Kepuasan sebesar 2,78. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan mahasiswa secara individual masih buruk terkait dengan pelayanan pada bidang akademik, kemahasiswaan dan penasehat/ bimbingan. Dari gambar 1 terlihat bahwa kepuasan mahasiswa pada masing-masing Skala SSI masih jauh dari harapan. Ini menunjukkan bahwa institusi STIKes PHI harus bekerja lebih keras memperbaiki area pelayanan pada mahasiswa. Academic Services (AS) yang memiliki nilai gap tertinggi sebesar 3,05 menunjukkan bahwa institusi sangat lemah dalam area pelayanan. Hal ini sesuai dengan faktor yang menjadi sorotan pada masing-masing pertanyaan, yaitu lemahnya pelayanan dan fasilitas pada perpustakaan, lab komputer dan ruang kelas. Nilai gap tertinggi kedua terletak pada Concern for the Individual (CFI) dengan nilai Tabel 3 Improtance-Performance Analysis Berdasarkan hasil importanceperformance analysis dapat dihitung tingkat kesesuaian dari masing-masing Skala SSI. Tingkat kesesuaian merupakan perbandingan antara kepentingan (harapan) dengan kepuasan (kenyataan). Dengan tingkat kesesuaian ini dapat dipergunakan untuk menentukan urutan prioritas peningkatan kerja. Tingkat Kesesuaian Masing-masing Skala SSI SSI Code Importance Satisfaction Kesesuaian Academic Services AS 6,41 3,35 52,36% Concern for the Individual CFI 6,19 3,41 55,13% Student Centeredness SC 6,08 3,46 56,95% Registration Effectiveness RE 6,08 3,52 57,93% Instructional Effectiveness IE 6,38 3,70 57,99% Campus Support Services CSS 6,14 3,81 62,01% Campus Climate CC 6,38 4,04 63,25% Safety and Security Academic Advising and Counseling Service Excellence SS 6,46 4,31 66,76% AAC 6,16 4,21 68,30% SE 6,48 4,48 69,11% AFA 6,36 4,63 72,69% RDP 6,18 4,54 73,49% 6,28 3,96 63,03% Admissions and Financial Aid Responsiveness to Diverse Populations Rata-rata Tabel 3 menunjukkan bahwa institusi STIKes PHI harus menitikberatkan perbaikan pelayanan pada Academic Services (AS) dan Concern for the Individual (CFI). Pada Skala Responsiveness to Diverse Population (RDP) dan Admission and Financial Aid (AFA) terlihat bahwa tingkat kesesuaian telah mencapai nilai diatas 70%, namun hal ini bukan berarti skala ini tidak membutuhkan perbaikan dan pengembangan sama sekali. Dari rata-rata tingkat kesesuaian didapat angka 63,03%. Nilai ini masih tergolong buruk, karena tujuan dari kualitas pelayanan yang baik harus memberikan kepuasan yang setinggi-tingginya kepada pengguna. Untuk itu institusi harus melakukan perbaikan dan evaluasi secara berkesinambungan Dari nilai kepentingan dan kepuasan masing-masing Skala SSI didapatkan rata-rata nilai. Melalui metode Importance Performance strategi penanganan untuk masing-masing skala Analysis, maka rata-rata ini akan menjadi sumbu pada Diagram Kartesius untuk melihat posisi masing-masing, sehingga didapat . 6.50 H A R A P A N I M P O R T A N C E 6.45 SE SS 6,48; 4,48 AS 6,41; 3,35 6.40 6,46; 4,31 IE CC 6,38; 3,70 6,38; 4,04 AFA 6,36; 4,63 6.35 6.30 3.96, 6.28 6.25 6.20 CFI 6.15 RDP 6,19; 3,41 AAC 6,16; 4,21 CSS RE 6.10 6,18; 4,54 6,14; 3,81 6,08; 3,52 SC 6.05 3.00 6,08; 3,46 3.50 4.00 4.50 5.00 K I N E R J A / P E R F O R M A N C E Gambar 2 Diagram Importance Performance Analysis Kuadran A Kuadran A menunjukkan faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi kepuasan dan penanganannya perlu diprioritaskan. Keberadaan faktor-faktor ini dinilai sangat penting oleh mahasiswa, tetapi tingkat pelaksanaan atau kinerja institusi STIKes PHI masih belum memuaskan, sehingga banyak responden menyatakan tidak puas. Ada 2 Skala SSI yang masuk dalam kuadran ini, yaitu: 1. Academic Services (AS) 2. Instructional Effectiveness (IE) Kuadran B Kuadran B menunjukkan faktor-faktor yang telah berhasil dilaksanakan dan wajib dipertahankan karena dianggap sangat penting dalam mempengaruhi tingkat kepuasan dan tingkat pelaksanaan atau kinerja institusi STIKes PHI telah memuaskan. Skala SSI yang termasuk dalam kuadran ini adalah: 1. Campus Climate (CC) 2. Safety and Security (SS) 3. Service Excellence (SE) 4. Admissions and Financial Aid Effectiveness (AFA) Kuadran C Kuadran C menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan, tetapi mahasiswa masih menganggap bahwa faktorfaktor ini bukan prioritas utama untuk ditingkatkan dan pelaksanaannya juga masih belum bisa memuaskan pasien. Skala SSI yang termasuk dalam kuadran ini adalah: 1. Concern for the Individual (CFI) 2. Student Centeredness (SC) 3. .Registration Effectiveness (RE) 4. Campus Support Services (CSS) Kuadran D Kuadran D menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan mahasiswa, tetapi pasien menganggap bukan merupakan faktor yang penting sedangkan pelaksanaannya sudah dinilai cukup memuaskan. Skala SSI yang termasuk dalam kuadran ini adalah: Tabel 4 Gap pada Kualitas Pelayanan di Asrama Item 37 Asrama Keamanan dan Kenyamanan Importance 6,29 Satisfaction 3,12 Gap 3,16 38 Peraturan dan Tata Tertib 6,12 3,50 2,62 39 Kepedulian Koordinator Asrama Rata-Rata 6,10 3,58 2,53 6,17 3,40 2,77 Tabel 4 menunjukkan bahwa faktor keamanan dan kenyamanan asrama memiliki tingkat kesenjangan yang cukup jauh melebihi faktorTabel 5 1. Academic Advising and Counseling Effectiveness (AAC) 2. Responsiveness to Diverse Populations (RDP) Faktor Penunjang Lain dan Gambaran Kepuasan Secara Umum Beberapa faktor penunjang yang berhubungan dengan kualitas pelayanan juga dapat menjadi masukan untuk perbaikan institusi. Bagian yang disoroti adalah pelayanan di asrama dan faktor minat mahasiswa masuk ke STIKes PHI. Gambaran kepuasan mahasiswa secara umum pun perlu ditampilkan melalui level kesesuaian kualitas pelayanan dengan harapan dan tingkat kepuasan secara menyeluruh. Gambaran umum ini menjadi kontrol untuk melihat kesesuaiannya dengan hasil temuan dalam penelitian. faktor lain. Untuk itu perbaikan pelayanan di asrama harus lebih diprioritaskan pada faktor keamanan dan kenyamanan ini. Faktor yang Mempengaruhi Minat Masuk ke STIKes PHI Item Faktor Yang Mempengaruhi Masuk STIKes PHI Importance 45 Peluang kerja yang terbuka luas 6,61 42 Fasilitas kampus (gedung, asrama, lab, bis, lahan praktek,dll) 6,50 41 Reputasi kampus 6,39 40 Biaya kuliah 6,26 46 Kemudahan bagi calon mhs (penjemputan, tiket pesawat dll) 6,12 44 Lokasi yang strategis 6,11 43 Rekomendasi keluarga / teman 5,87 Tabel 5 menunjukkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi mahasiswa untuk masuk ke STIKes PHI adalah karena faktor peluang kerja yang terbuka luas dan fasilitas kampus. Untuk itu, dalam menarik minat mahasiswa, STIKes PHI harus terus meningkatkan membuka peluang kerja yang lebih luas untuk mahasiswa/lulusan. Fasilitas kampus dalam bentuk gedung, asrama, lab, bis antar jemput, lahan praktek dan lain-lain, juga Tabel 6 Item 47 Gambaran Umum Level Kualitas Pelayanan GAMBARAN UMUM Secara umum, apakah proses pendidikan dan pelayanan yang anda rasakan selama di STIKes PHI sudah sesuai dgn harapan anda ? Tabel 6 menunjukkan gambaran secara umum terhadap kualitas pelayanan STIKes PHI berada pada level 2,94. Hal ini berarti bahwa mahasiswa menilai kualitas pelayanan STIKes PHI masih berada sedikit di bawah Tabel 7 Item 48 harus senantiasa ditingkatkan. Importance 2,94 harapan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan tingkat kesesuaian baru mencapai 63,03% serta rata-rata Gap sebesar 2,32. Tingkat Kepuasan Secara Menyeluruh Gambaran Umum Secara keseluruhan, bagaimana tingkat kepuasan anda selama menjalani proses pendidikan di STIKes PHI ? Tabel 7 menunjukkan gambaran tingkat kepuasan secara keseluruhan terhadap kualitas pelayanan STIKes PHI berada pada level 4,01. Hal ini berarti bahwa kepuasan mahasiswa STIKes PHI berada pada level yang biasa saja. Hal ini pun sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan tingkat kesesuaian 63,03% dan rata-rata Gap sebesar 2,32. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Belum ada pelayanan yang diberikan institusi yang dinilai mahasiswa telah memenuhi/mendekati harapan. Beberapa area pelayanan bahkan menunjukkan Gap yang sangat besar, yaitu pada masalah jadwal perkuliahan, pelayanan staf perpustakaan, fasilitas perpustakaan, fasilitas dan pelayanan lab komputer, kebenaran informasi saat promosi, fasilitas dan kenyamanan ruang kuliah, serta respon terhadap keluhan mahasiswa. b. Terdapat 2 Dimensi dalam Skala SSI yang memiliki Gap yang besar dan dengan Tingkat Kesesuaian paling rendah, yaitu c. Importance 4,01 Academic Services (AS) dan Concern for the Individual (CFI). Kedua area ini harus menjadi fokus institusi untuk meningkatkan tingkat kepuasan mahasiswa. Berdasarkan Importance Performance Analysis dapat disimpulkan bahwa institusi STIKes PHI harus berkonsentrasi untuk memperbaiki pelayanan pada Academic Services (AS) dan Instructional Effectiveness (IE). Dimensi pelayanan yang juga harus dipertahankan dan ditingkatkan adalah Campus Climate (CC), Safety and Security (SS), Service Excellence (SE) dan Admissions and Financial Aid Effectiveness (AFA). Saran Dari hasil penelitian maka dapat diberikan saran untuk perbaikan pelayanan STIKes PHI terutama difokuskan pada faktorfaktor yang dinilai penting oleh mahasiswa, seperti perbaikan pelayanan dan fasilitas di perpustakaan, perbaikan pelayanan dan fasilitas lab komputer, perbaikan fasilitas dan kenyamanan ruang kuliah, perbaikan pelayanan bidang akademik seperti penjadwalan dan kurikulum. Dari penelitian ini juga juga disarankan kepada institusi STIKes PHI untuk terus melakukan penelitian kualitas pelayanan ini secara berkesinambungan, agar apa yang menjadi harapan mahasiswa dapat terpenuhi secara efektif dan efisien. Daftar Pustaka Azwar, A. (1996). Menjaga mutu pelayanan kesehatan. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Depkes RI. (1995). Sistem kesehatan nasional. Jakarta : Departeman Kesehatan RI. Giantari, I.G.A.K, et al. Analisis kepuasan mahasiswa terhadap proses belajar mengajar di Program Diploma 3 FE UNUD. Denpasar : Buletin Studi Ekonomi. Kotler, P. (1997). Manajemen pemasaran jilid I dan II : analisis, perencanaan dan pengendalian, Terjemahan Bahasa Indonesia, Jakarta : Prenhallindo. Low, L. (2000). Are college students satisfied?, www.noellevitz.com, Iowa, Amerika Ndendo, R.T, et al. (2007). Analisis kepuasan mahasiswa terhadap pelayanan PSMA on-line pada Universitas Gunadarma. Jakarta : Universitas Gunadarma. Noellevitz, Inc, (2000). Ten-step satisfaction assessment plan, www.noellevitz.com, Iowa, Amerika. Noellevitz, Inc, (2000). The student satisfaction inventory, www.noellevitz.com, Iowa, Amerika The Office of Institutional Effectiveness and Accountability, 2008 Noel-Levitz Student Satisfaction Inventory, Executive Summary, Austin Community College, Texas Zeithaml, V.A, et al. (1990). Delivering quality services: balancing customer perceptions and expectations, New York: The Free Press. Analisis Sistem Informasi Manajemen Mutu Berbasis Administrasi Akademik STIKES Persada Husada Indonesia Analysis of Quality Management Information System based on Academic Administration STIKES Persada Husada Indonesia Diana Barsasella1 , Edi Junaidi1 Abstrak Upaya mengimbangi peningkatan kebutuhan terhadap SDM Kesehatan adalah melalui peningkatan pendidikan. Pendidikan tinggi merupakan lanjutan pendidikan dari tingkat menengah, dimana sumber daya yang dihasilkan sudah semestinya memiliki kualitas/mutu yang sanggup bersaing di dunia kerja. Institusi pendidikan kesehatan dapat secara efektif membantu mengurangi prevalensi perilaku kesehatan berisiko di kalangan mahasiswa dan memiliki pengaruh positif pada kinerja akademik mahasiswa. Mutu pendidikan mengandung tiga komponen penting yaitu kualitas luaran, kualitas cara/proses penyampaian, dan daya tarik khusus/citra umum institusi, ketiga dimensi tersebut dapat dijabarkan ke dalam banyak dimensi butir mutu. Akreditasi BAN-PT terhadap STIKES PHI untuk Jurusan S1 Kesehatan Masyarakat berdasarkan Keputusan BAN-PT No: 031/BAN-PT/AkXIV/S1/X/2011 memiliki peringkat C dengan nilai 250 (BAN-PT, 2011). Jurusan D3 Keperawatan belum terakreditasi BAN-PT dan hanya memiliki akreditasi dari Dinas Kesehatan dengan nilai B. Hal ini disebabkan sistem manajemen mutu belum terintegrasi dimana tidak ada komunikasi data dan koordinasi antar unit, sehingga monitoring dan evaluasi internal (monevin) kurang berjalan. Tujuan studi ini untuk membangun model sistem informasi manajemen mutu (SIMM) berbasis administrasi akademik. Studi menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengembangan SDLC dengan pendekatan RAD yaitu system prototyping. Penelitian dilakukan di STIKES PHI, melibatkan Mahasiswa, Dosen, Ketua STIKES, Unit Akademik, Unit Kemahasiswaan, Unit Keuangan dan Kepegawaian, Unit Penjaminan Mutu. Hasil penelitian yaitu adanya analisis masalah input, proses dan output. SDM, sarana dan alat serta sistem informasi yang kurang memadai turut menjadi penyebab terhambatnya manajemen mutu. Kata Kunci: Sistem Informasi Manajemen, Mutu, Administrasi Akademik, Akreditasi, Mutu Internal, Mutu Eksternal, BAN-PT, STIKES PHI. Abstract Efforts to compensate for the increased demand of health human resources by increasing education system. Higher education is the next level study from secondary level where the resources should have the quality that can compete in the working world. Health education institutions can effectively help reduce the prevalence of health-risk behaviors among students and have a positive influence on students' academic performance. Quality of education contains three important components of quality outcomes, quality way or delivery process, and the special attraction or general institutional image, the third dimension can be translated into many dimensions of quality grain. BANPT accreditation of STIKES S1 PHI based on Department of Public Health Decree No. BAN-PT: 031/BAN-PT/Ak-XIV/S1/X/2011 received a grade of C with score of 250 (BAN-PT, 2011). Diploma of Nursing major has not been accredited by BAN-PT and only has accreditation from the Ministry of Health with grade of B. This is due to the quality management system has not been integrated where there is no data communication and coordination between unit, therefore the internal monitoring and evaluation (Monevin) is pacing slowly. The purpose of this study was to establish a quality 1 Dosen pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Persada Husada Indonesia management information system model (SIMM) based on academic administration. The study used a qualitative approach of SDLC development method with the RAD approach of system prototyping. The study was conducted in STIKES PHI that involve students, lecturers, STIKES Chairman, Academic Unit, Student Affairs Unit, Finance and Personnel Unit, Quality Assurance Unit. The result of this study consist of an analysis on problem input, process and output. Human resources, facilities and equipment, and inadequate information systems has contributed to the delays in quality management. Keywords: Quality Management Information System, Academic Administration, Accreditation, Internal Quality, External Quality, BAN-PT, STIKES PHI. Pendahuluan Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan seperti tenaga keperawatan, ahli gizi, kesehatan gigi dan kesehatan lingkungan merupakan tenaga kesehatan yang terbesar dilihat dari jumlahnya dan lembaga pendidikannya. SDM Kesehatan tersebut bekerja pada sektor pemerintah maupun swasta. Jumlah SDM Kesehatan yang bekerja di pemerintah diyakini melebihi jumlah yang bekerja di swasta. Sumbangan SDM Kesehatan dalam pembangunan kesehatan sangat signifikan khususnya dalam menunjang masyarakat sehat melalui upaya preventif, promotif sejalan dengan upaya kuratif dan rehabilitatif (Dinkes, 2012). Upaya mengimbangi peningkatan kebutuhan terhadap SDM Kesehatan adalah melalui peningkatan pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Negara Indonesia menyelenggarakan pendidikan berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP). SNP adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk mencapai SNP perlu dilakukan akreditasi yaitu kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Negara Indonesia menyelenggarakan pendidikan berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP), dimana untuk mencapainya dilakukan akreditasi yaitu kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan (Dikti, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, 2003). Pendidikan tinggi merupakan lanjutan pendidikan dari tingkat menengah, dimana sumber daya yang dihasilkan sudah semestinya memiliki kualitas/mutu yang sanggup bersaing di dunia kerja. Institusi pendidikan kesehatan dapat secara efektif membantu mengurangi prevalensi perilaku kesehatan berisiko di kalangan mahasiswa dan memiliki pengaruh positif pada kinerja akademik mahasiswa (Kann, Telljohann, Wooley, 2006). Mutu SDM Kesehatan yang dihasilkan sangat ditentukan oleh mutu pendidikan dari institusi pendidikan kesehatan. Mutu pendidikan mengandung tiga komponen penting yaitu kualitas luaran, kualitas cara/proses penyampaian, dan daya tarik khusus/citra umum institusi, ketiga dimensi tersebut dapat dijabarkan ke dalam banyak dimensi butir mutu. Departemen Pendidikan Nasional melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi merumuskan butirbutir mutu, yaitu kurikulum program studi, sumber daya manusia (dosen dan tenaga penunjang), mahasiswa, proses pembelajaran, prasarana dan sarana, suasana akademik, keuangan, penelitian dan publikasi, pengabdian kepada masyarakat, tata pamong (governance), manajemen lembaga, sistem informasi, dan kerjasama dalam dan luar negeri (Dikti, 2003) Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dengan mengacu pada SNP. SNP bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (Depdiknas, 2005). Penelitian telah menunjukkan bahwa kualitas pendidikan kesehatan tertinggal di Indonesia terutama bidan dan perawat (Rokx, Giles, Sastriawan, Marzoeki, Harimurti, Yavuz, 2010). STIKes Persada Husada Indonesia (STIKes PHI) adalah pendidikan tinggi bidang kesehatan yang memiliki dua jurusan yaitu S1 Kesehatan Masyarakat dan D3 Keperawatan dengan jumlah total mahasiswa aktif 515 mahasiswa. Setiap tahunnya STIKes PHI meluluskan sekitar 150 mahasiswa gabungan jurusan S1 Kesehatan Masyarakat dan D3 Keperawatan. Untuk itu STIKes PHI mempunyai tanggungjawab yang besar dalam meningkatkan mutu guna menghasilkan lulusan yang berkualitas dan siap pakai di lapangan kerja. Visi STIKes PHI adalah menjadi institusi yang terdepan untuk mencerdaskan putra-putri bangsa Indonesia sebagai tenaga kesehatan yang bermutu, profesional dan siap pakai baik di dalam maupun luar negeri. Untuk mencapai visi tersebut ditetapkanlah misi STIKes PHI sesuai Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu: 1. Membelajarkan pengetahuan dan keterampilan 2. Mengembangkan penelitian dan pengembangan bidang kesehatan 3. Menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat Visi dan Misi merupakan suatu cita-cita STIKes PHI yang harus dicapai oleh semua komponen yang ada. Visi dan Misi menggambarkan tujuan bersama yang harus dilaksanakan, dimonitor, dievaluasi, dan dikembangkan guna mewujudkan institusi yang bermutu (STIKes PHI, 2010). Akreditasi BAN-PT terhadap STIKes PHI untuk Jurusan S1 Kesehatan Masyarakat berdasarkan Keputusan BAN-PT No: 031/BAN-PT/Ak-XIV/S1/X/2011 memiliki peringkat C dengan nilai 250 (BAN-PT, 2011). Jurusan D3 Keperawatan belum terakreditasi BAN-PT dan hanya memiliki akreditasi dari Dinas Kesehatan dengan nilai B. Akreditasi BAN-PT merupakan tantangan bagi STIKes PHI dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia di bidang kesehatan selain melalui Unit Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (SPMPT). Standar-standar di dalam borang akreditasi merupakan indikator pencapaian mutu eksternal SDM kesehatan. Sedangkan SPM-PT adalah proses penetapkan dan pemenuhan standar mutu internal pengelolaan pendidikan tinggi secara konsisten dan berkelanjutan sehingga stakeholder (mahasiswa, orang tua, dunia kerja, pemerintah, dosen, tenaga penunjang, serta pihak lain yang berkepentingan) memperoleh kepuasan. SPM-PT secara sinergi dilaksanakan oleh lembaga internal, yang dalam STIKes PHI berada di bawah Unit Penjaminan Mutu STIKes PHI. (STIKes PHI, 2010). Penulis berpikir apabila sistem informasi manajeman administrasi akademik standar mutu sudah terpenuhi, maka tidak akan ada permasalahan dalam pemenuhan standarstandar mutu baik secara internal maupun eksternal, sehingga membentuk mutu pendidikan yang dapat menghasilkan SDM Kesehatan bermutu. Metode Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pengembangan sistem Rapid Application Development (RAD) yaitu System Prototyping untuk mengembangkan dan mengimplementasikan sistem informasi. Adapun kerangka teori pemecahan masalah sistem informasi manajemen administrasi akademik : INPUT PROSES OUTPUT Data Manajemen Administrasi Akademik Perancangan Basis Data dan Desain Sistem Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Mutu berbasis Administrasi Akademik Prototype Sistem Informasi Manajemen Mutu (SIMM) berbasis Administrasi Akademik UMPAN BALIK Gambar 1 Rancangan Model Sistem (Sumber: Stair, Reynolds, Aldcorn, and Neufeld, 2012) Entitas dalam sebuah sistem informasi menunjukkan bagaimana alur data dalam sistem tersebut dimulai dari sumber dan sampai kepada sasara user informasi. Entitas pada sistem informasi manajemen administrasi akademik STIKes PHI dapat dilihat pada gambar. Calon Mahasiswa Unit Keuangan dan Kepegawaian Mahasiswa Dosen Sistem Informasi Manajemen Mutu (SIMM) berbasis Adminitrasi Akademik Unit Akademik Program Studi Unit Kemahasiswaan Unit Penjaminan Mutu Ketua STIKES Gambar 2 Entitas Sistem Informasi Manajemen Mutu (SIMM) berbasis Administrasi Akademik STIKes PHI Hasil Penelitian dan Pembahasan Permasalahan SIMM ditinjau dari Masalah Masukan (Input) Pengumpulan Data Dalam wawancara, ditemui masalah masukan antara lain masing-masing unit menyatakan bahwa pengumpulan data sulit dilakukan karena masih manual, bahkan cenderung harus diminta terlebih dahulu baru data tersebut dikumpulkan. Pos pengumpulan data pun masih sering membingungkan, adanya ketidakjelasan kepada siapa data tersebut harus dikumpulkan. Selain itu, ketepatan pengumpulan data pun menjadi masalah yang dapat menghambat jalannya proses administrasi akademik dan bermuara pada sulitnya memantau mutu di STIKes PHI. Sumber Daya Manusia Hampir setiap level mengharapkan adanya penambahan SDM. Unit penjaminan mutu pun mengeluhkan hal yang sama yaitu kesulitan dalam hal pengumpulan data, namun tidak menyarankan adanya penambahan SDM, melainkan sistem yang bisa diterapkan pada SDM yang jumlahnya sedikit. Secara organisasi, SDM kadang tidak bekerja sesuai struktur dan merangkap pekerjaan, sehingga sering membingungkan. Akibatnya pencapaian indikator tidak dapat terlaksana. Ujung tonggaknya adalah adanya SDM yang mengerjakan dan menghasilkan data yang diperlukan. Namun masing-masing unit kadang masih belum mengetahui apa yang harus disiapkan untuk pemenuhan manajemen mutu. Kecenderungan ini diakibatkan oleh banyaknya beban kerja, sebagian staf yang memiliki tugas rangkap sebagai struktual dan fungsional, atau tugas rangkap di struktural sehingga mengakibatkan pekerjaan tidak maksimal dan bahkan tidak selesai. Organisasi Koordinasi dalam organisasi STIKes PHI cenderung sulit, hal ini dikarenakan kesibukan yang cukup tinggi, dimana staf juga bertanggungjawab terhadap kepentingan internal dan eksternal kampus. Sementara koordinasi yang ada hanya sebatas menggunakan group facebook. Namun tetap saja memiliki resiko kelalaian yang tinggi dalam menyelesaikan tugas. Sebagian pun menyatakan sering kebingungan dengan alur organisasi yang ada. Perangkat Keras dan Perangkat Lunak Keluhan terhadap perangkat keras yang kurang berkualitas, kesulitan dalam akses internet, laboratorium komputer yang kurang memenuhi persyaratan, bahkan lambatnya penanganan kerusakan terhadap perangkat keras merupakan masukan yang berarti untuk pengembangan STIKes PHI. Sedangkan perangkat lunak yang digunakan oleh staf dan dosen STIKes PHI adalah word dan excel. Permasalahan SIMM ditinjau dari Masalah Proses (Process) Proses SIMM menjadi lambat dikarenakan masih manual dan semi-manual. Data dikumpulkan dulu di buku atau formulir, kemudian baru diolah dengan excel. Hal ini tentu saja menyulitkan, sehingga beberapa mengeluh bahwa dokumen menumpuk dan belum sempat mengolah data. Kegiatan pembayaran SPP, pengisian KRS, Kemudian KHS, cenderung sulit dalam proses pengolahan datanya mengakibatkan terjadinya error, sehingga pada akhirnya sulit untuk melakukan pengkajian atau manajemen mutu. Sebagian besar mengeluhkan agar menganalisa kalender akademik dan jadwal yang tidak tetap. Desain sistem ini mengeluarkan kalender akademik dan jadwal yang jelas. Namun, kembali lagi bagaimana pengaturan dan kerjasama antara kampus dengan stakeholder seperti Rumah Sakit, sehingga pembuatan kalender akademik memang betul-betul sudah baku. Semua data administrasi akademik yang dihasilkan akan diambil datanya by system secara otomatis untuk menghasilkan output manajemen mutu. Model Proses as-is sistem Gambaran proses-kegiatan as-is sistem dengan Data Flow Diagram (DFD). Data_Calon_Mahasiswa Bukti_Pembayaran_Registrasi Dana_Operasional Calon Mahasiswa Unit Keuangan dan Kepegawaian Kartu_Ujian_Saringan_Masuk Pengumuman_Hasil_Ujian_Saringan_Masuk Bukti_Pembayaran_Registrasi Bukti_Pembayaran_Administrasi Data_Mahasiswa Bukti_Pembayaran_Administrasi KRS_Mahasiswa Penilaian Dosen Mahasiswa Data_Dosen Nilai_Tugas_Mahasiswa Dosen NIM_Mahasiswa_Baru Status_Perkuliahan_Mahasiswa KHS_Mahasiswa Transkrip_Nilai Kalender_Akademik Data_Dosen Nilai_Ujian Mahasiswa Kurikulum_Pembelajaran_Suasana Akademik Penelitian Unit Akademik Kalender_Akademik Jadwal_Kuliah_Mahasiswa Kurikulum_tiap_tahun Jadwal_Kuliah_Mahasiswa Absensi_Mahasiswa KRS_Mahasiswa KHS_Mahasiswa Transkrip_Mahasiswa Sistem Informasi Manajemen Mutu (SIMM) berbasis Administrasi Akademik Data_Dosen Status_Aktif_Mahasiswa Data_Mahasiswa Data_Mahasiswa Status_Aktif_Mahasiswa KRS_Mahasiswa KHS_Mahasiswa Nilai_Ujian_Saringan_Masuk NIM_Mahasiswa_Baru Status_Perkuliahan_Mahasiswa Sistem_Rekrutmen_Mahasiswa_Baru Pengabdian_Masyarakat Kurikulum_tiap_tahun Jadwal_Kuliah_Mahasiswa Absensi_Mahasiswa Unit Kemahasiswaan Data_Dosen Status_Aktif_Mahasiswa Data_Mahasiswa KRS_Mahasiswa KHS_Mahasiswa Transkrip_Mahasiswa Data_Calon_Mahasiswa Data_Mahasiswa Mutu Dosen Ketua STIKES Gambar 3 Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Mutu_Dosen Program Studi D3 Keperawatan Unit Penjaminan Mutu Diagram Konteks atau Diagram Alir Data (DFD) Level 0 Sistem Informasi Manajemen Mutu STIKes PHI as-is sistem DFD level 0 di atas menggambarkan sistem yang ada sekarang, terdapat 8 entitas pengguna Sistem Informasi Manajemen Mutu (SIMM) berbasis administrasi akademik yaitu Calon Mahasiswa, Mahasiswa, Dosen, Unit Akademik, Unit Kemahasiswaan, Unit Keuangan dan Kepegawaian, Program Studi, Ketua STIKes, dan Unit Penjaminan Mutu. Prodi S1 Kesehatan Masyarakat mengolah nilai sendiri dan mengeluarkan KHS dan transkrip, sedangkan Prodi DIII Keperawatan hanya merekap dan yang mengolah nilai hingga menghasilkan KHS dan transkrip adalah Unit Akademik. Unit Penjaminan Mutu bersama-sama unit yang lain melakukan manajemen mutu. Manajemen mutu yang baru berjalan adalah mutu dosen. Model Proses to-be sistem Gambaran proses-kegiatan to-be sistem dengan Data Flow Diagram (DFD). Data_Calon_Mahasiswa Bukti_Pembayaran_Registrasi Dana_Operasional Calon Mahasiswa Akun_Calon_Mahasiswa Kartu_Ujian_Saringan_Masuk Pengumuman_Hasil_Ujian_Saringan_Masuk Data_Mahasiswa Akun_Mahasiswa Bukti_Pembayaran_Administrasi KRS_Mahasiswa Penilaian Dosen Mahasiswa Unit Keuangan dan Kepegawaian Bukti_Pembayaran_Registrasi Bukti_Pembayaran_Administrasi Data_Dosen Nilai_Tugas_Mahasiswa Dosen NIM_Mahasiswa_Baru Status_Perkuliahan_Mahasiswa KHS_Mahasiswa Transkrip_Nilai Kalender_Akademik Data_Dosen Nilai_Ujian Mahasiswa Kurikulum_Pembelajaran_Suasana Akademik Penelitian Unit Akademik Akun_Dosen Kalender_Akademik Jadwal_Kuliah_Mahasiswa Sistem Informasi Manajemen Mutu (SIMM) berbasis Administrasi Akademik Kurikulum_tiap_tahun Jadwal_Kuliah_Mahasiswa Absensi_Mahasiswa Program Studi Kalender_Akademik Data_Dosen Status_Aktif_Mahasiswa Data_Mahasiswa KRS_Mahasiswa KHS_Mahasiswa Transkrip_Mahasiswa Data_Mahasiswa Status_Aktif_Mahasiswa KRS_Mahasiswa KHS_Mahasiswa Nilai_Ujian_Saringan_Masuk NIM_Mahasiswa_Baru Status_Perkuliahan_Mahasiswa Sistem_Rekrutmen_Mahasiswa_Baru Pengabdian_Masyarakat Manajemen Mutu Unit Penjaminan Mutu Unit Kemahasiswaan Data_Calon_Mahasiswa Data_Mahasiswa Ketua STIKES Manajemen Mutu Gambar 4 Diagram Konteks atau Diagram Alir Data (DFD) Level 0 Sistem Informasi Manajemen Mutu STIKes PHI to-be sistem Pada DFD level 0 ini, terdapat 8 entitas pengguna Sistem Informasi Manajemen Mutu (SIMM) berbasis administrasi akademik yaitu Calon Mahasiswa, Mahasiswa, Dosen, Unit Akademik, Unit Kemahasiswaan, Unit Keuangan dan Kepegawaian, Program Studi, Unit Penjaminan Mutu, Ketua STIKes, dan Unit Penjaminan Mutu. Pengolahan data akademik terpusat pada Unit Akademik. Aktivitas administrasi akademik pada masingmasing entitas akan mengalirkan data-data dan menghasilkan mutu sesuai rumusannya. statusawal jenissekolah hasil_ujian_saringan_masuk jurusansekolah users pendaftar jalur_pendaftaran Nilai_Ujian_Saringan_Masuk NIM_Mahasiswa_Baru Status_Perkuliahan_Mahasiswa Data_Calon_Mahasiswa Bukti_Pembayaran_Registrasi Calon Mahasiswa Akun_Calon_Mahasiswa Kartu_Ujian_Saringan_Masuk Pengumuman_Hasil_Ujian_Saringan_Masuk NIM_Mahasiswa_Baru Status_Perkuliahan_Mahasiswa Data_Mahasiswa Akun_Mahasiswa Bukti_Pembayaran_Administrasi Mahasiswa Bukti_Pembayaran_Registrasi Bukti_Pembayaran_Administrasi Konfirmasi_Pembayaran_Registrasi Konfirmasi_Pembayaran_Administrasi 1.0 Penerimaan Mahasiswa Baru dan Registrasi Ulang Mahasiswa Unit Keuangan dan Kepegawaian konfirmasi_pembayaran statusmhsw statusdosen statuskerja kampus hari ruang jeniskurikulum jenismk jadwal_kuliah kurikulum matakuliah kalender_akademik jabatandikti jabatan mahasiswa jenis_ujian kalender_akademik dosen_program dosen 2.0 Kegiatan Perkuliahan dan Manajemen Administrasi Akademik Kalender_Akademik Data_Dosen Status_Aktif_Mahasiswa Data_Mahasiswa KRS_Mahasiswa KHS_Mahasiswa Transkrip_Mahasiswa Data_Mahasiswa Status_Aktif_Mahasiswa KRS_Mahasiswa KHS_Mahasiswa Kalender_Akademik Data_Dosen Nilai_Ujian Mahasiswa KHS Program Studi Unit Akademik KRS KRS_Mahasiswa Evaluasi Dosen Kurikulum_tiap_tahun Jadwal_Kuliah_Mahasiswa Absensi_Mahasiswa Mahasiswa KHS_Mahasiswa Transkrip_Nilai Data_Dosen Nilai_Tugas_Mahasiswa Dosen Unit Kemahasiswaan Data_Calon_Mahasiswa Data_Mahasiswa 3.0 Manajemen Mutu berbasis Administrasi Akademik Akun_Dosen Kalender_Akademik Jadwal_Kuliah_Mahasiswa Unit Penjaminan Mutu Manajemen Mutu penggunaan_dana pembiayaan Ketua STIKES Manajemen Mutu perguruan_tinggi program_studi pendaftar mahasiswa dosen Gambar 5 Diagram Nol atau Overview atau Diagram Alir Data (DFD) Level 1 Sistem Informasi Manajemen Mutu (SIMM) STIKes PHI statusawal jurusansekolah jenissekolah users Nilai_Ujian_Saringan_Masuk pendaftar konfirmasi_pembayaran Unit Kemahasiswaan jalur_pendaftaran Data_Calon_Mahasiswa Data_Calon_Mahasiswa Bukti_Pembayaran_Registrasi Calon Mahasiswa Akun_Calon_Mahasiswa Kartu_Ujian_Saringan_Masuk Pengumuman_Hasil_Ujian_Saringan_Masuk Unit Keuangan dan Kepegawaian 1.1 Pendaftaran Mahasiswa Baru Data_Calon_Mahasiswa 1.2 Penentuan Hasil Ujian Saringan Masuk hasil_ujian_saringan_masuk Data_Mahasiswa Bukti_Pembayaran_Registrasi Konfirmasi_Pembayaran_Registrasi Bukti_Pembayaran_Administrasi Konfirmasi_Pembayaran_Administrasi NIM_Mahasiswa_Baru Status_Perkuliahan_Mahasiswa Mahasiswa Data_Mahasiswa Akun_Mahasiswa Bukti_Pembayaran_Administrasi 1.3 Pendaftaran Ulang Mahasiswa Unit Keuangan dan Kepegawaian NIM_Mahasiswa_Baru Status_Perkuliahan_Mahasiswa Data_Mahasiswa Unit Kemahasiswaan users statusmhsw konfirmasi_pembayaran mahasiswa kalender_akademik Gambar 6 Diagram 1.0 atau Diagram Alir Data (DFD) Level 2 atau Diagram Rinci-1 Proses 1.0 SIMM STIKes PHI Program Studi Kurikulum_tiap_Tahun jeniskurikulum Kalender_Akademik jenismk kurikulum 2.1 Penentuan Kalender Akademik 2.2 Penentuan Kurikulum dan Mata Kuliah matakuliah Dosen Data_Dosen Nilai_Tugas_Mahasiswa kalender_akademik statusdosen Kalender_Akademik dosen_program statuskerja Unit Akademik 2.3 Penentuan Dosen Data_Dosen jabatandikti jabatan dosen Data_Dosen kampus hari Program Studi ruang 2.4 Penentuan Jadwal Jadwal_Kuliah_Mahasiswa Absensi_Mahasiswa jenis_ujian jadwal_kuliah Status_Aktif_Mahasiswa Data_Mahasiswa KRS_Mahasiswa 2.5 Pengisian KRS Unit Akademik Data_Mahasiswa Status_Aktif_Mahasiswa KRS_Mahasiswa KRS Mahasiswa KRS_Mahasiswa Evaluasi_Dosen KHS_Mahasiswa Transkrip_Nilai KHS_Mahasiswa Nilai_Ujian_Mahasiswa 2.6 Penentuan Hasil Evaluasi Mahasiswa Nilai_Tugas_Mahasiswa Evaluasi_Dosen Dosen Program_Studi KHS_Mahasiswa Transkrip_Mahasiswa KHS Gambar 7 Diagram 2.0 atau Diagram Alir Data (DFD) Level 2 atau Diagram Rinci-1 Proses 2.0 SIMM STIKes PHI Hierarchy Plus Input-Proses-Output (HIPO) Diagram HIPO berdasarkan model proses to-be sistem adalah sebagai berikut: 0.0 1.0 1.1 1.2 2.0 1.3 2.1 2.2 2.3 3.0 2.4 2.5 Gambar 8 Diagram HIPO SIMM STIKes PHI 2.6 Keterangan: 0.0 1.0 2.0 3.0 1.1 1.2 1.3 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 Sistem Informasi Manajemen Mutu (SIMM) berbasis Administrasi Akademik Penerimaan Mahasiswa Baru dan Registrasi Ulang Mahasiswa Kegiatan Perkuliahan dan Manajemen Administrasi Akademik Manajemen Mutu berbasis Administrasi Akademik Pendaftaran Mahasiswa Baru Penentuan Hasil Ujian Saringan Masuk Pendaftaran Ulang Mahasiswa Penentuan Kalender Akademik Penentuan Kurikulum dan Mata Kuliah Penentuan Dosen Penentuan Jadwal Pengisian KRS Penentuan Hasil Evaluasi Mahasiswa Model Data Diagram hubungan entitas digambarkan dibawah ini: kerjasama_instansi Miliki Program_pendidikan Miliki Jalur_pendaftaran Jenjang_pendidikan Miliki N Miliki M hasil_ujian_saringan_masuk Lihat pendaftar Miliki Konfirmasi_pembayaran Miliki penggunaan_dana Menjadi khs Miliki mahasiswa Miliki Mutu_mahasiswa Miliki Mutu_lulusan pembiayaan ISi kurikulum Miliki krs Mutu_pembelajaran statusmhsw Miliki kalender_akademik Jenjang_pendidik an Miliki Miliki jabatandikti jeniskurikulum Miliki Miliki Mutu_dosen statuskerja jenismk jadwal_kuliah Miliki matakuliah Miliki Miliki dosen Miliki ruang statusdosen Gambar 9 Diagram Hubungan Entitas Miliki statussipil Permasalahan SIMM ditinjau dari Masalah Keluaran (Output) Laporan tidak bisa dihasilkan segera, harus diolah terlebih dahulu dengan durasi waktu yang cukup lama. Jika ada permintaan data atau laporan yang bersifat segera, cenderung sulit dipenuhi. Data tidak dihasilkan secara rutin walau pada konsepnya data tersebut mesti selalu tersedia. Cara penyimpanan data bertumpuk, mengakibatkan sulit dalam pencarian data. Penyimpanan pernah dilakukan di flashdisk, namun resiko data tersebut rusak atau hilang sudah sering dialami oleh staf STIKes PHI. Implikasi Penerapan SIMM ditinjau dari Masalah Masukan (Input) Pengumpulan Data Pemenuhan permintaan laporan sangat lambat, hal ini dikarenakan data yang diminta belum tersedia, sehingga harus dibuat terlebih dahulu. Dengan adanya SIMM diharapkan menjadi sebuah rutinitas karena mengerjakannya lebih praktis, sehingga saat data tersebut dibutuhkan, data sudah tersedia. Sumber Daya Manusia Keberadaan SIMM dapat menjawab keluhan terhadap kekurangan SDM. Karena tanpa memerlukan jumlah SDM yang banyak, pekerjaan dapat berjalan lancar dan mutu tetap dapat dikontrol. Organisasi Tanpa perlu berkoordinasi secara langsung, sistem tersbut sudah terintegrasi dengan baik, serta ditempatkan sesuai dengan struktur organisasi yang ada. SIMM yang baru akan membuat masing-masing unit lebih jelas mengetahui tugasnya tanpa perlu bingung dengan alur organisasi. Perangkat Keras dan Perangkat Lunak Perangkat keras merupakan media yang sangat penting, terutama dalam kelancaran pengoperasian perangkat lunak. Penerapan SIMM memerlukan adanya peningkatan spesifikasi komputer yang ada, serta penambahan jumlah komputer sehingga di masing-masing level memiliki komputer. Kelancaran koneksivitas jaringan internet juga harus dipertimbangkan dengan matang, SIMM tidak akan bisa diterapkan selagi permasalahan teknologi ini tidak diatasi, karena jika dipaksakan akan menimbulkan masalah baru. Implikasi Penerapan SIMM ditinjau dari Masalah Proses (Procces) Penerapan SIMM menghasilkan proses pengolahan data lebih cepat dan akurat berdasarkan through put time process dari entry sampai reporting, jika dibandingkan dengan sistem pengolahan data manual yang selama ini berlangsung di STIKes PHI. Berdasarkan Through put time process pada SIMM, kecepatan proses meningkat lebih dari 80% dibandingkan dengan sistem manual. Implikasi Penerapan SIMM ditinjau dari Masalah Keluaran (Output) Keluaran berupa manajemen mutu dan dapat digunakan sebagai monitoring dan evaluasi internal (monevin). Manajemen mutu yang dihasilkan oleh SIMM berbasis dari data rutinitas administrasi akademik memudahkan untuk menganalisa mutu setiap waktu. Manajemen data yang dihasilkan merupakan backup dari data borang akreditasi, sehingga dengan segera dapat membuat borang akreditasi berdasarkan data yang dihasilkan dari output SIMM tersebut. Kesimpulan 1. Berdasarkan peluang pengembangan sistem informasi dengan uji kelayakan, baik teknis dan ekonomi, sistem informasi, dan kebutuhan informasi SIMM, maka sistem informasi sangat perlu dikembangkan. 2. Analisis SIMM ini berguna untuk monevin mutu setiap saat, sehingga fungsi penjaminan mutu dapat berjalan optimal dan dapat meningkatkan nilai akreditasi Saran 1. Hasil analisis dapat menghasilkan Desain SIMM untuk pemenuhan data 2. Analisis sistem informasi dapat dilanjutkan pada perancangan aplikasi dengan penggunaan web service sehingga data SIMM ini dapat juga langsung digunakan secara otomatis untuk pengisian data EPSBED/PDPT atau pemenuhan data Dinas Pendidikan Tinggi Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ketua STIKes Persada Husada Indonesia yang telah memberi kesempatan, waktu dan biaya kepada penulis dalam melaksanakan penelitian ini. Terima kasih juga kepada teman-teman sejawat yang telah membantu terlaksananya penelitian sampai pada penulisan artikel ini. Tak lupa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Drs. Tris Eryando, MA; Bapak R. Sutiawan, S.Kom, MSi; dan Ibu Popy Yuniar, SKM, MSi yang telah membimbing penulis dalam pelaksanaan penelitian. Daftar Pustaka BAN-PT. (2009). Pedoman pengisian borang sarjana edisi 7 Januari 2010. Jakarta: Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). BAN-PT. (2011). Keputusan badan akreditasi nasional perguruan tinggi Nomor: 031/BAN-PT/Ak-XIV/S1/X/2011. Jakarta: BAN-PT. Barsasella, D. (2010). Sistem informasi kesehatan. Jakarta: Mitra Wacana Media. Chaudhry, S., Ramay, M.I. (2011). ISO 9001 (a Standard) to develop a robust governance system in higher education institutions. A case study of a degree awarding Institute in Pakistan. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research In Business 3.2, 1456 - 1466. Dennis, A., Wixom, B.H., Roth, R.M. (2012). System analysis and design 5th edition. United States: John Wiley and Sons, Inc. Diknas. (2005). Peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Retrieved April 26, 2012, from http://akhmadsudrajat.files.wordpress.co m/2009/04/pp-ri-n0-19-th-2005-ttgsnp.pdf Dikti. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Retrieved April 26, 2012, from Bidang DIKBUD KBRI Tokyo: http://www.inherentdikti.net/files/sisdiknas.pdf Dikti. (2010). Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM-PT). Jakarta: Dikti. Dinkes. (2012). Ringkasan eksekutif strategi pemerataan dan peningkatan pemanfaatan tenaga kesehatan (keperawatan, ahli gizi, kesehatan gigi dan kesehatan lingkungan). Retrieved April 27, 2012, from http://dinkessulsel.go.id/new/images/pdf/buku/strategi %20pemerataan%20 Heywood, P., Harahap, N.P., Aryani, S. (2011, Februari). Recent changes in human resources for health and health facilities at the district level in Indonesia: Evidence from 3 Districts in Java. Journal of Human Resources for Health 2011, 9:5. Kann, L., Telljohann, S.K., Wooley, S.F. (2006). Health education: Results from the school health policies and programs study. The Journal of School Health, 77. 8 (Oct 2007): 408-34, 408. Kendall, K.E., Kendall, J.E. (2011). System analysis and design 8th edition. Upper Saddle River: Prentice Hall. Pearlson, K.E., Saunders, C.S. (2010). Managing and using information system. A strategic approach fourth edition. Hoboken: John Wiley & Sons, Inc. Ratzan, L. (2004). Understanding information system, what they do and why we need them. Chicago: American Library Association. Rokx, C., Giles, J., Sastriawan, E., Marzoeki, P., Harimurti, P., Yavuz, E. (2010). New insights of the povision of health services in Indonesia. A health workforce study. Washington DC: The World Bank. Sabarguna, Safrizal, H. (2008). Master plan sistem informasi kesehatan. Yogyakarta: Konsorsium Rumah Sakit Islam JatengDIY. Sallis, E. (2010). Total quality management in education (manajemen mutu terpadu pendidikan). Yogyakarta: IRCiSoD. Satzinger, J., Jackson, R., Burd, S. (2010). System and analysis design in changing world. United States: Course Technology. Stair, R. R. (2012). Principles of information systems. Canada: Course Technology. Stair, R., Reynolds, G.W., Aldcorn, J., and Neufeld, D.J. (2012). Principles of information systems: A managerial approach, first canadian edition. USA: Nelson Education Ltd. STIKES PHI. (2010). Pedoman penjaminan mutu. Jakarta: STIKES PHI. Sumathi, S., Esakkirajan, S. (2007). Fundamentals of relational database management systems. India: Springer. Valacich, J.S., George, J.F., Hoffer, J.A. (2012). Essentials of systems analysis and design. Boston: Prentice Hall. Wasson, C. S. (2005). System analysis, design, and development. Concept, principles and practices. USA: Wiley-Interscience. Whitten, J.L., Bentley, L.D., Dittman, K.C., (2004). System analysis and design methods 6th edition. Boston: McGrawHill. Pengaruh Tehnik Kombinasi Relaksasi Progresif Dan Relaksasi Otogenik Terhadap Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Ruang Rawat Inap RSIJ Pondok Kopi Effect Of Progressive Relaxation Techniques And Combination Of Relaxation Glucose Levels In Type 2 Diabetes Mellitus Patient In RSIJ Pondok Kopi Revie Fitria Nasution1, Restu Iriani 1 Abstrak Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah dalam darah atau hiperglikemia. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain quasi eksperimen, yaitu suatu penelitian dengan memberikan suatu perlakuan atau intervensi pada subjek penelitian. Treatmen atau intervensi yang dilakukan pada penelitian ini adalah memberikan tehnik relaksasi progresif dan melakukan tindakan kombinasi relaksasi progresif dan otogenik. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui pengaruh nilai kadar gula darah antara perlakuan tehnik relaksasi progresif dengan nilai kadar gula darah tehnik kombinasi relaksasi progresif dengan relaksasi Otogenik. Lokasi yang digunakan pada penelitian ini adalah RSIJ Pondok Kopi. Responden dalam penelitian ini berjumlah 15 orang, responden adalah pasien DM Tipe 2 yang sedang mengalami rawat inap di RSIJ Pondok Kopi. Uji Statistik yang digunakan adalah Uji Beda Dua Mean (Paired Sample T-Test). Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa didapatkan adanya pengaruh terhadap kadar gula darah dari tehnik relaksasi progresif dengan nilai t = -4,56 (p<0,05) dan tehnik kombinasi relaksasi progresif dan otogenik dengan nilai t = -2,79 (p<0,05). Kesimpulan dari penelitian ini adalah tehnik kombinasi relaksasi progresif dengan tehnik relaksasi otogenik lebih unggul terhadap penurunan kadar gula darah. Saran dari penelitian ini adalah tehnik kombinasi relaksasi progresif dan otogenik dapat dijadikan sebagai bagian dari alternatif intervensi keperawatan mandiri dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien DM tipe 2. Kata Kunci : diabetes melitus tipe 2, kadar glukosa, relaksasi progresif, otogenik Abstract Diabetes mellitus is a heterogeneous group of disorders characterized by an increase in glucose levels in the blood or hyperglycemia . This research was a quantitative study that used a quasi-experimental design , namely a study which provide a treatment or intervention studies on the subject . Treatment or intervention that is stated in this study is to provide progressive relaxation techniques and progressive relaxation combined action and autogenic .The goal of this research was to realized the effect of the value of blood sugar levels between the treatment of progressive relaxation techniques with the value of the blood sugar levels of progressive relaxation techniques combined with Autogenic relaxation . The locations used for this study was the RSIJ Pondok Kopi . The number of respondents used in this study was 15 respondents which are Type 2 diabetes patients who are undergoing hospitalization in Pondok Kopi RSIJ . The statistical test used was the Mean Two Different Test ( Paired Sample T - Test ) . The results of this study found that the effect obtained on blood sugar levels from progressive relaxation techniques with a value of t = -4.56 ( p < 0.05 ) and progressive relaxation techniques and autogenic combination with the value t = -2.79 ( p < 0.05 ) . In conclusion of this study, the progressive relaxation techniques combined with superior autogenic relaxation techniques can assist in decreasing the blood sugar levels. Combination of progressive relaxation 1 Dosen pada STIKES Persada Husada Indonesia techniques and autogenic is recommended as part of an alternative independent nursing interventions in providing nursing care to patients with type 2 diabetes . Keyword : diabetes mellitus type 2, glucose levels, relaxation progresif, autogeni. Pendahuluan Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif seperti DM (Soegondo, 2009). Prevalensi DM di Indonesia diproyeksikan mencapai 21.257.000 pada tahun 2030. Artinya terjadi kenaikan tiga kali lipat dalam waktu 30 tahun (Bustan, 2007). Berdasarkan data yang diperoleh dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi DKI Jakarta tahun 2008, dinyatakan bahwa terjadinya kecenderungan peningkatan penyakit tidak menular terutama prevalensi diabetes melitus di DKI Jakarta sebesar 2,6% (tertinggi di Indonesia), sedangkan menurut data Riskesdas tahun 2007 angka prevalensi penyakit diabetes melitus adalah 1,1% (bappedajakarta.go.id, 2010). Secara umum faktor yang dapat memberikan pengaruh pada DM adalah kelainan genetik, usia, distres, pola makan yang salah. Distres adalah semua bentuk stres yang melebihi kemampuan untuk mengatasinya, membebani tubuh, dan menyebabkan masalah fisik atau psikologis. Ketika seseorang mengalami distres maka orang tersebut akan cenderung bereaksi secara berlebihan, bingung dan tidak dapat berpenampilan secara maksimal (Walker J, 2002). Sebuah hasil penelitian menyebutkan terdapatnya hubungan yang bermakna antara tingkat stres pasien DM tipe 2 dengan kadar glukosa darah (Putri, 2011). Komplikasi DM dapat terjadi pada semua organ dalam tubuh yang dialiri pembuluh darah kecil dan besar, dengan penyebab kematian 50% akibat penyakit jantung koroner dan 30% akibat gagal ginjal. Selain kematian, DM juga menyebabkan kecacatan. Sebanyak 30% pasien DM mengalami kebutaan akibat komplikasi retinopati dan 10% harus menjalani amputasi tungkai kaki. Saat ini asuhan keperawatan pasien dengan DM masih banyak dilakukan dalam konteks kolaborasi farmakologi (Smeltzer & Bare, 2002), padahal perawat dapat membantu siapa saja yang terancam atau secara potensial terancam oleh ketidakseimbangan sistem perilaku guna mempertahankan fungsi yang efisien dan efektif. Di masa mendatang diharapkan keperawatan harus secara jelas, membedakan aktivitas yang unik bagi keperawatan dan berbeda dengan disiplin kesehatan yang lain (Christensen, Kenney, 2009). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan non farmakologis, termasuk penurunan berat-badan, pembatasan alkohol, natrium dan tembakau, latihan dan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap terapi DM dengan hipertensi (Smeltzer & Bare, 2002). Relaksasi merupakan salah satu bentuk mind body therapy dalam terapi komplementer dan alternatif atau Complementary Alternative Medicine (CAM) dalam seting keperawatan (Kozier et al,2004). Hasil-hasil penelitian membuktikan bahwa relaksasi otogenik dapat mengalihkan respon tubuh kita secara sadar berdasarkan perintah dari diri-sendiri, maka dapat membantu melawan efek akibat stres yang berbahaya (Greenberg, 2002). Terapi relaksasi otogenik diduga sesuai untuk diberikan pada kontrol penyakit endokrin, karena salah satu sistem tubuh yang paling berhubungan dengan stres adalah sistem endokrin. Tehnik relaksasi progresif juga merupakan bagian salah satu dari jenis relaksasi. Suatu hasil penelitian dari Nasihah (2012) menghasilkan adanya perbedaan yang signifikan tekanan darah sistol dan diastol pada pasien hipertensi di Kulon Progo setelah diberikan tehnik relaksasi progresif. Hal ini memberikan makna bahwa relaksasi progresif dapat mengatasi berbagai macam permasalahan dalam mengatasi stres, kecemasan, insomnia dan juga dapat membangun emosi positif dari emosi negatif (www.slideshare.net/makalahterapi relaksasi-ototprogresif.com). Relaksasi merupakan salah satu bentuk mind body therapy dalam terapi komplementer dan alternatif atau Complementary Alternative Medicine (CAM) dalam setting keperawatan (Kozier et al,2004). Ketertarikan dan penggunaan terapi komplementer ini semakin meningkat selama beberapa dekade terakhir ini, bahkan terapi CAM ini sudah merupakan bagian dari keperawatan sejak periode Florence Nightingale seperti yang tertulis dalam bukunya Notes on Nursing pada tahun 1859 (Setyawati, 2010). Indonesia sebagai salah satu negara yang berkembang, telah pula memberikan implikasi terhadap praktek keperawatan yang di tuangkan dalam peraturan Kementrian Kesehatan No. HK02.02/Menkes/148/I/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktek perawat, khususnya pasal delapan yang berisi bahwa praktik keperawatan dapat dilaksanakan melalui kegiatan pelaksanaan askep, pelaksanaan upaya promotif, preventif, pemulihan dan pemberdayaan masyarakat dan pelaksanaan tindakan keperawatan komplementer. Hal ini telah memberikan arti bahwa keperawatan di Indonesia telah diberikan kesempatan untuk turut serta mengembangkan kemampuan mandirinya melalui kegiatan intervensi berupa tindakan keperawatan komplementer (www.Kemenkes.go.id/Peraturan148/Praktek keperawatan mandiri). Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan terkait dengan pathways neuroendokrin, mind bodies therapy sangat dianjurkan untuk mengontrol kadar gula darah pada pasien DM. Relaksasi yang telah digunakan diduga bekerja dengan pengaturan hormon kortisol dan hormon stres lainnya. Penelitian ini diperkuat setelah dilakukannya penelitian yang telah membuktikan efek mind bodies therapy pada penurunan kadar gula darah melalui meditasi. Penelitian relaksasi otogenik dianjurkan untuk diteliti selanjutnya sebagai terapi yang dapat menurunkan kadar gula darah, karena mekanisme kerjanya yang hampir menyerupai dengan meditasi yaitu dengan menggunakan prinsip konsentrasi (Dinardo, 2009). Penelitian mengenai adanya pengaruh tehnik relaksasi otogenik terhadap perubahan kadar glukosa darah dan penelitian adanya pengaruh Progresive Muscle Relaxation (PMR) terhadap kadar glukosa darah telah dilakukan dan telah diketahui hasilnya, dan kedua penelitian tersebut membuktikan adanya pengaruh yang bermakna terhadap perubahan kadar glukosa darah pada pasien DM tipe 2. Namun jika kedua tehnik relaksasi ini dilakukan secara bersamaan, apakah akan memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap penurunan kadar glukosa darah pada pasien DM tipe 2. Metode Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain penelitian quasi eskperimen dengan One Group Pretest-Posttest intervention yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan nilai dari kelompok studi. Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap AN-NAS I, II dan AN-NUR I, II RSIJ Pondok Kopi Jakarta. Populasi adalah pasien yang di rawat di RSIJ Pondok Kopi Jakarta dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Pasien dengan DM Tipe 2 dengan atau tanpa penyakit penyerta lain yang rawat inap, dengan kadar gula darah > 200 mg/dl pada saat masuk di rawat di Rumah Sakit 2. Pasien dalam tingkat kesadaran sadar penuh 3. Pasien tidak mempunyai riwayat halusinasi 4. Bersedia sebagai subyek penelitian 5. Pasien berusia 36-55 tahun (range usia tersebut masih mempunyai timgkat pendengaran yang masih baik) 6. Diberikan izin oleh dokter melakukan relaksasi progresif dan otogenik 7. Mendapatkan terapi insulin subkutan atau Obat Hipoglikemia Oral 8. Belum pernah melakukan tehnik relaksasi progresif dan otogenik 9. Bersedia menghabiskan makanan dari RS selama penelitian berlangsung (kontrak dengan pasien selama 3 hari penelitian harus menghabiskan 1 porsi diit RSIJ) 10. Pasien yang tidak memiliki gangguan dalam pergerakan Jumlah sampel sebanyak 15 orang pasien dengan DM tipe 2. Perhitungan sampel ini menggunakan rumus perhitungan sampel penelitian Analisis Numerik (Sopiyudin, 2009). Sebagai alat pengumpul data pada penelitian ini, peneliti membuat buku panduan petunjuk tehnis pelaksanaan relaksasi progresif dan otogenik, lembar observasi yang mengacu kepada kerangka konsep dan pengukur nilai kadar gula darah. Instrumen digunakan melalui observasi serta pengukuran pada responden yang diteliti. Pengumpulan data dilakukan melalui berbagai tahapan sebagai berikut : 1. Kontrak waktu, tujuan dan tempat pada responden. 2. Kadar gula darah diukur sebelum dilakukan tindakan relaksasi progresif dan sebelum dilakukan tehnik relaksasi kombinasi. 3. Responden diberikan intervensi tehnik relaksasi progresif dan relaksasi kombinasi progresif dan otogenik pada selang hari. 4. Kadar gula darah diukur kembali setelah dilakukan tehnik relaksasi progresif dan setelah tehnik kombinasi relaksasi progresif dan otogenik. Data yang diperoleh dimasukkan kedalam lembar observasi. Penelitian ini dilakukan selama 3 hari. Setelah data terkumpul kemudian dilakukan analisa data. Pertemuan dengan responden dilakukan rata-rata kurang lebih 15-25 menit. Tabel 1 Analisa dilakukan dalam dua tahap yaitu : 1. Analisa Univariat Digunakan untuk membuat analisa distribusi frekwensi dari data demografi responden dan data-data nilai kadar gula darah pada responden yang dirawat dengan Diabetes Melitus tipe 2. 2. Analisa Bivariat Analisa data dilakukan dengan menggunakan uji beda dua mean dependen, yang digunakan untuk menguji perbedaan mean antara dua kelompok data yang dependen diketahui nilai deviasi (d) untuk selisih sampel 1 dan sampel 2 atau rata-rata deviasi dari nilai deviasinya, dari data selanjutnya dihitung standar deviasinya dan untuk pengambilan keputusan dapat digunakan dua cara sebagai berikut : a. Berdasarkan hasil uji t, bila thitung > ttabel maka Ho ditolak. b. Berdasarkan nilai p, bila p < 0.05 (α=0,05) maka Ho Hasil Penelitian Dan Pembahasan Analisa Univariat Dalam analisa univariat ini dijelaskan secara deskriptif variabel-variabel penelitian yang terdiri dari karakteristik responden seperti usia, jenis kelamin, penyakit penyerta, kadar gula darah sebelum dilakukan tindakan relaksasi progresif dan sebelum dilakukan tindakan tehnik kombinasi relaksasi progresif dan otogenik, dan kadar gula darah setelah dilakukan relaksasi progresif dan setelah dilakukan tehnik kombinasi relaksasi progresif dan otogenik. Dengan jumlah responden 15 orang pasien dengan Diabetes Melitus tipe 2. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Usia Pasien DM tipe 2 di Ruang Rawat Inap RSIJ Pondok Kopi Tahun 2013 Variabel Frekuensi % Mean Minimum Maksimun Usia 36-45 tahun 3 20 50,20 38 55 46-55 tahun 12 80 Berdasarkan tabel 1 dapat diperoleh kesimpulan bahwa usia responden terbesar berada dalam rentang 46-55 tahun atau tergolong dalam lansia awal, hal ini diperjelas dengan nilai proporsi sebesar 80 % pada golongan usia tersebut. Hal lain yang dapat di simpulkan pada usia responden adalah bahwa rata-rata usia responden dalam penelitian ini adalah 50,20 tahun. Usia terendah responden yang ditemukan pada penelitian ini adalah 38 tahun, sedangkan usia tertua responden adalah 55 tahun. Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien DM tipe 2 di Ruang Rawat Inap RSIJ Pondok Kopi Tahun 2013 Deskripsi Variabel Frekuensi Persentase Jenis Kelamin Laki-laki 7 46,7 % Perempuan 8 53,3 % Berdasarkan tabel 2 dapat disimpulkan bahwa karakteristik jenis kelamin responden Tabel 3 mayoritas berjenis kelamin perempuan dengan proporsi 53,3 % (8 orang). Distribusi Respoden Berdasarkan Penyakit Penyerta Pasien DM tipe 2 di Ruang Rawat Inap RSIJ Pondok Kopi Tahun 2013 Deskripsi Variabel Frekuensi Persentase Penyakit Penyerta Tidak ada Ada 4 11 Berdasarkan tabel 3 dapat disimpulkan bahwa distribusi responden tentang ada atau tidaknya penyakit penyerta menunjukkan Tabel 4 26,7 % 73,3 % bahwa sebagian besar responden memiliki penyakit penyerta dengan jumlah 73,3 % (11 orang). Distribusi Responden Berdasarkan KGD Pasien DM Tipe 2 Sebelum dan Sesudah Relaksasi Progresif di Ruang Rawat Inap RSIJ Pondok Kopi Tahun 2013 Variabel N Mean SD Min-Max 95%CI KGD Pre Post 15 15 254,93 218,73 49,787 46,784 190-366 160-316 227,36-282,50 192,82-244,64 Tabel 4 menunjukkan bahwa mean KGD responden sebelum dilakukan relaksasi progresif lebih tinggi, yaitu 254,93 mg/dl dengan standar deviasi 49,787, dan sesudah dilakukan relaksasi progresif mean KGD yaitu 218,73 mg/dl dengan standar deviasi 46,784. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata KGD mengalami penurunan setelah dilakukan relaksasi progresif berada pada rentang nilai 192,82 mg/dl sampai dengan 244,64 mg/dl, dengan nilai KGD terendah adalah 160 mg/dl dan KGD tertingginya adalah 316 mg/dl. Tabel 5 Variabel KGD Pre Post Distribusi Responden Berdasarkan KGD Pasien DM Tipe 2 Sebelum dan Sesudah Tehnik Kombinasi Relaksasi Progresif dan Relaksasi Otogenik di Ruang Rawat Inap RSIJ Pondok Kopi Tahun 2013 N Mean SD Min-Max 95%CI 15 15 260,13 213,47 53,591 47,565 190-359 141-294 230,46-289,81 187,13-239,81 Tabel 5 menunjukkan bahwa mean KGD responden sebelum dilakukan tehnik kombinasi relaksasi progresif dan relaksasi otogenik lebih tinggi, yaitu 260,13 mg/dl dengan standar deviasi 53,591, dan sesudah dilakukan tehnik kombinasi relaksasi progresif dan relaksasi otogenik mean KGD yaitu 213,47 mg/dl dengan standar deviasi 47,565. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini ratarata KGD mengalami penurunan setelah dilakukan tehnik kombinasi relaksasi progresif dan relaksasi otogenik berada pada rentang nilai 187,13 mg/dl sampai dengan 239,81 mg/dl, dengan nilai KGD terendah adalah 141 mg/dl dan KGD tertingginya adalah 294 mg/dl. Analisa Bivariat Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh ratarata kadar gula darah sebelum dilakukan relaksasi progresif adalah 254,93 mg/dl dan rata-rata kadar gula darah setelah dilakukan relaksasi progresif adalah 218,73 mg/dl, dan diperoleh nilai t adalah -4,56 dan nilai ttabel 1,761. Nilai t tersebut berada pada daerah penolakan Ho, maka dapat disimpulkan bahwa relaksasi progresif dapat menurunkan kadar gula darah. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh rata-rata kadar gula darah sebelum dilakukan relaksasi progresif dan otogenik adalah 260,13 mg/dl dan rata-rata kadar gula darah setelah dilakukan relaksasi progresif adalah 231,13 mg/dl, dari hasil perhitungan juga diperoleh nilai t adalah -2,79 dan nilai t table adalah 1,761. Nilai t tersebut berada pada daerah penolakan Ho, maka dapat disimpulkan bahwa relaksasi progresif dan otogenik dapat menurunkan kadar gula darah. Temuan penelitian ini sejalan dengan temuan Jablon et al 2007 dalam Setyawati (2010), bahwa latihan relaksasi yang dilakukan pada pasien DM rawat jalan memberikan hasil terjadinya penurunan kadar glukosa darah puasa, HbA1C dan penurunan kecemasan. Jablon et al 2007 dalam Setyawati (2010), memberikan pernyataan bahwa adanya perbedaan KGD yang bermakna pada kelompok relaksasi otogenik mempengaruhi hipotalamus untuk menurunkan produksi kortikosteroid sehingga menurunkan aktivitas glukoneogenesis. Kesimpulan 1. Jenis kelamin responden dalam penelitian ini sebagian besar adalah perempuan sebanyak 8 orang (53,3%), pada usia, sejumlah 12 responden berada dalam rentang 46-55 tahun atau tergolong dalam lanjut usia awal (80%), dan 11 responden (80%) memiliki penyakit penyerta. 2. Ada perbedaan penurunan KGD antara relaksasi progresif dengan tehnik kombinasi relaksasi progresif dan relaksasi otogenik, dibuktikan dengan mean difference yang lebih kecil (lebih negatif) yang dimiliki oleh tehnik kombinasi relaksasi yaitu sebesar -29. 3. Tidak ada pengaruh yang bermakna antara usia, jenis kelamin dan penyakit penyerta dengan rata-rata KGD baik setelah relaksasi progresif ataupun setelah tehnik kombinasi relaksasi progresif dan relaksasi otogenik Saran 1. Bagi pelayanan keperawatan Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan tehnik kombinasi relaksasi progresif dan otogenik dapat menjadi salah satu bentuk intervensi keperawatan mandiri untuk seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien DM tipe 2. 2. Bagi Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar bagi penelitianpenelitian selanjutnya yang berhubungan dengan treatment relaksasi, dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar dan menggunakan cukup waktu yang lama, agar dapat lebih dirasakan perubahan dari tindakan yang diberikan, sehingga dapat berubah menjadi suatu trend baru. Daftar Pustaka Bappeda (2010). RKPD DKI, Maret, 2013 http://www. Bappedajakarta. go.id. Budiman. (2011). Penelitian kesehatan, Bandung : Refika Aditama Bustan M.N (2007). Epidemiologi penyakit tidak menular, Jakarta : Rineka Cipta Budiman, (2011), Penelitian kesehatan. Bandung : Refika Aditama. Dinardo, M.M. (2009). Mind bodies theraphy in diabetes managemen. Diabetes Spectrum, 22(1), 30. Maret 10, 2013 Dahlan, S. (2008). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan, Jakarta : Salemba medika ______________. (2009), Besar sample dan cara pengambilan sampel, seri evidence Based Medicine (seri 2). Jakarta : Salemba Medika Gardner, D.G., Greenspans’s basic and clinical endocrinology, New York : The Mc Grawhill Companies Kozier, B., Snyder Shilee, (2009). Techniques in clinical nursing. Jakarta : EGC Kozier, E. (2011). Fundamental of nursing : concepts, process and practice. Jakarta : EGC Pratiwi (2012), Pengaruh tehnik relaksasi autogenik terhadap skala nyeri pada pasien postsectio caesarea di RSUD Banyumas. Keperawatan.unsoed.ac.id/.../dwi_skripsi _p1-p11 Setyawati Andina (2010), Pengaruh relaksasi otogenik terhadap kadar gula darah dan tekanan darah pada klien dm tipe 2 dengan hipertensi di instalasi ranap RS DIY dan Jawa Tengah. Maret 18, 2013. http://portal ui.ac.id Synder M., Lindquist R (2002), Complementary alternative therapies nursing, 4th ed. New York. Springer Publishing. Company. Sauders, S. (2007). Autogenic theraphy : short term theraphy for long term gain Februari 20, 2013. British Autogenic Society, Chairman. http://www.autogenic.theraphy.org.uk. Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah brunner & suddarth (Vols 2 edisi 8), Jakarta : EGC Soegondo, S., Soewondon, P., & Subekti, I (Ed). (2009). Penatalaksanaan diabetes terpadu : sebagai panduan penatalaksanaan diabetes mellitus bagi dokter dan edukator, Jakarta : FK-UI Walker J (2002), Seni memberdayadiri 1 meditasi untuk manajemen stress, Erlangga, Surabaya Determinan Proses Pendidikan Terhadap Kepuasan Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes PHI Tahun 2013 Educational Process Determinant Towards the Satisfaction of STIKes Persada Husada Indonesia Diploma in Nursing Students in the year 2013 Herlina1 , Nora Haslinda1 Abstrak Subsistem yang membentuk sistem pendidikan antara lain adalah tujuan, mahasiswa, manajemen, struktur dan jadwal waktu, materi, tenaga pengajar dan pelaksana, alat bantu belajar, teknologi, fasilitas, kendali mutu, penelitian, dan biaya pendidikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui determinan proses pendidikan terhadap kepuasan mahasiswa Program Studi D-III Keperawatan STIKes Persada Husada Indonesia tahun 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey menggunakan rancangan penelitian Cross Sectional. Populasi penelitian adalah mahasiswa Program Studi D-III Keperawatan tingkat I, II, III. Populasi penelitian 108 orang. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat (distribusi frekuensi), analisis bivariat dengan uji Kai Kuadrat, dan analisis multivariate (uji Regresi Logistik). Variabel yang mempunyai hubungan bermakna proses pendidikan terhadap kepuasan mahasiswa adalah kedisiplinan dosen, penyampaian materi, penampilan dosen, laboratorium, perpustakaan, alat bantu pendidikan, kurikulum, jadwal perkuliahan, dan administrasi. Hasil analisis multivariate variabel yang memiliki pengaruh terhadap kepuasan mahasiswa adalah kedisiplinan dosen, alat bantu pendidikan, dan kurikulum, yang memiliki pengaruh paling besar terhadap kepuasan mahasiswa yaitu kurikulum. Kata Kunci : kepuasan mahasiswa, infrastruktur, kurikulum, administrasi Abstract Subsystems that make up the difference of the education system from others includes the goal, students, management, structure and schedule time, materials, teachers and practitioners, study aids, technology, facilities, quality control, research, and education costs. The purposeof this studywas to investigate determinants of the educational processto satisfy the students of STIKes Husada Persada Indonesia Diplomaof Nursing in 2013. The method used in this study was a survey that used across sectional research design. The study population are students of the Diploma of Nursing years I, II & III. Research population of 108 people. Collected data using questionnaires. Data were analyzed by univariate analysis (frequency distribution), bivariate analysis with Kais quaretest, and multivariate analysis (logistic regression test).Variables that have a significant relationship to the educational process in students’ satisfaction includes lecturers’ disciplines, delivery of content, lecturer appearance, laoratorium, libraries, educational tools, curriculum, course schedule, and administration. Results of multivariate analysis of the variables that have an influence on student satisfaction lecturers’ discipline, educationalaids, and curriculum, the dominant influence on student satisfaction is the curriculum. Keywords : students satisfaction, infrastructure, curriculum, administration 1 Dosen pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Persada Husada Indonesia Pendahuluan Secara umum pendidikan dapat digambarkan sebagai kesatuan subsistemsubsistem dan membentuk satu sistem yang utuh. Sistem pendidikan ini memperoleh masukan dari supra sistem (masyarakat atau lingkungan) dan memberikan hasil/keluaran bagi supra sistem tersebut. Subsistem yang membentuk sistem pendidikan antara lain adalah tujuan, mahasiswa, manajemen, struktur dan jadwal waktu, materi, tenaga pengajar dan pelaksana, alat bantu belajar, teknologi, fasilitas, kendali mutu, penelitian, dan biaya pendidikan. Jumlah pendidikan tinggi kesehatan saat ini di Indonesia adalah Diploma III sebanyak 82 institusi dengan rincian sebagai berikut: status akreditasi masih berlaku adalah 68 institusi, status belum terakreditasi adalah 14 institusi. Strata satu (S1) Kesehatan Masyarakat sebanyak 147 yang status akreditasi masih berlaku adalah 89 institusi, status akreditasi kadaluarsa adalah 13, status belum terakreditasi adalah 45 institusi (BANPT, BPSSDM, dikutip dari makalah 3RD HPEQ Conference Profesi Kesehatan Masyarakat, Nop 2012). Hal ini menimbulkan persaingan untuk mendapatkan pelanggan (dalam hal ini adalah mahasiswa). STIKes Persada Husada Indonesia merupakan salah satu pendidikan tinggi kesehatan yang didirikan oleh Yayasan Persada Husada Indonesia, yang mempunyai dua program pendidikan yaitu Program Studi Strata Satu (S1) Kesehatan Masyarakat dan Program Studi Diploma III Keperawatan, didirikan untuk menghasilkan lulusan yang mampu memenuhi kompetensi yang diharapkan oleh pasar pengguna. Untuk memenuhi tuntutan kebutuhan dan harapan mahasiswa terhadap mutu pendidikan yang berkualitas, maka dalam memberikan pelayanan pendidikan harus sesuai dengan standar mutu pengelolaan pendidikan tinggi secara konsisten dan berkelanjutan sehingga stakeholders (mahasiswa, orang tua, dunia kerja, pemerintah, dosen tenaga penunjang serta pihak lain yang berkepentingan) memperoleh kepuasan. Selama ini masih banyak ditemukan keluhan-keluhan mahasiswa terhadap pelayanan proses belajar mengajar atau tekait dengan ketidakpuasan mahasiswa terhadap apa yang sudah mereka dapatkan selama ini masih ada beberapa hal yang kurang sesuai dengan apa yang mereka harapkan sebelumnya, misalnya kemampuan dosen dalam penyampaian materi, kedisiplinan (kehadiran dan ketepatan waktu), penampilan dosen pada saat mengajar, jadwal perkuliahan, dan sarana/fasilitas pendukung perkuliahan yang masih kurang. Dari laporan hasil evaluasi pada mahasiswa semester ganjil, didapatkan bahwa kemampuan dosen dalam menjelaskan materi kuliah: sebanyak 62% mahasiswa mengatakan baik dan 38% mengatakan cukup. Kedisiplinan (kehadiran dan tepat waktu): sebanyak 31% mahasiswa mengatakan baik, yang mengatakan cukup 38% dan kurang 31%. Sarana/fasilitas pendukung perkuliahan: sebanyak 1% mahasiswa mengatakan baik, yang mengatakan cukup 63%, kurang 28%, dan kurang sekali 8%. Mutu pelayanan pendidikan adalah derajat dipenuhinya standar profesi yang baik dalam pelayanan kepada customer (mahasiswa) dan terwujudnya hasil akhir (outcome) seperti yang selayaknya diharapkan. Hal tersebut menyangkut : pelayanan mahasiswa, proses belajar mengajar, prosedur (peraturan dan ketentuan yang mendukung proses), atau tindakan dan pemecahan masalah, sarana dan prasarana belajar. Komponen yang terkait dengan mutu pendidikan yang termuat dalam buku panduan Manajemen Sekolah (2000 : 191) adalah : 1) siswa; kesiapan dan motivasi belajarnya, 2) guru; kemampuan professional, moral kerjanya (kemampuan personal), dan kerjasamanya (kemampuan sosial), 3) kurikulum; relevansi konten dan operasionalisasi proses pembelajaran, 4) masyarakat (orang tua, pengguna lulusan, dan perguruan tinggi); partisipasinya dalam pengembangan program pendidikan sekolah. Mutu komponen tersebut di atas menjadi fokus perhatian kepala sekolah. Sedangkan menurut Adang Bachtiar (2000) pelayanan pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan harapan mahasiswa terkait dengan kepuasannya adalah sebagai berikut : akses atau jangkauan pelayanan, efektifitas pelayanan, hubungan antar manusia, efisiensi pelayanan, kesinambungan pelayanan, kenyamanan atau kenikmatan, informasi pada mahasiswa, keamanan pelayanan pendidikan. Proses pendidikan bukan hanya apa yang disebut transfer of knowledge, transfer of value, transfer of skill, namun keseluruhan kegiatan yang dapat memanusiakan manusia sehingga menjadi individu yang mampu mengembangkan dirinya dalam menghadapi dan memecahkan berbagai permasalahan dalam kehidupannya. Dengan kata lain menjadi manusia yang memiliki keterampilan hidup yang meliputi keterampilan sosial , keterampilan ekonomi, keterampilan politik, keterampilan budaya. Pembelajaran (instruction) merupakan akumulasi dari konsep mengajar (teaching) dan konsep belajar (learning). Penekanannya terletak pada perpaduan antara keduanya, yakni kepada penumbuhan aktivitas subjek didik. Konsep tersebut dapat dipandang sebagi suatu sistem. sehingga dalam sistem belajar ini terdapat komponen-komponen siswa atau peserta didik, tujuan, materi untuk mencapai tujuan, fasilitas dan prosedur serta alat atau media yang harus dipersiapkan. Menurut Zeithmsl dan M.T. Bitner (1996) dan juga Adrian Palmer (2001) ada lima dimensi mutu pelayanan yang perlu diperhatikan yaitu : 1) Tangible (sarana fisik); Pelanggan akan menggunakan indra penglihatan untuk menilai kualitas pelayanan seperti : menilai gedung, peralatan, penampilan petugas, seragam, kebersihan, kerapian, kenyamanan ruangan, kesiapan, dan kebersihan alat yaitu hal-hal yang menimbulkan kenikmatan bila dilihat, 2) Reliability (keandalan); untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memberikan jasa yang tepat dan dapat diandalkan yaitu kemampuan dosen untuk memberikan jasa sesuai dengan yang dijanjikan, terpercaya, akurat dan konsisten, 3) Responsiveness (daya tanggap); berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat, 4) Assurance (jaminan); perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan biasa menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan, 5) Emphaty (kepedulian); perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman. Dalam dunia pendidikan, penjamin mutu adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk memastikan bahwa produk pendidikan memenuhi standar yang telah ditetapkan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), dan memastikan bahwa proses pendidikan disatuan organisasi penyelenggaraan pendidikan dapatt diandalkan. Standar yang ditetapkan oleh Depdiknas, melalui BSNP terdiri dari : 1) Standar Isi, 2) Standar Kompetensi Lulusan, 3) Standar Proses, 4) Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, 5) Standar Pengolahan, 6) Standar Pembiayaan, 7) Standar Sarana dan Prasarana, dan 8) Standar Penilaian. Pendekatan sistem dalam proses pendidikan kesehatan adalah sebagai berikut: Hardware (sarana & prasarana), Brainware (dosen & staf administrasi), Software(silabus & kurikulum), Peserta didik, peserta didik setelah selesai di didik, dan lingkungan pendidikan. Proses pendidikan juga dipengaruhi faktor intrinsik (kemauan dan kemampuan) danfaktor ekstrinsik (lingkungan keluarga). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan proses pendidikan terhadap kepuasan mahasiswa Program Studi D-III Keperawatan STIKes Persada Husada Indonesia tahun 2013, selain itu juga untuk mengetahui kekurangan dan kelemahan dalam proses pendidikan yang diberikan kepada mahasiswa, dimana pada akhirnya dapat membantu untuk memudahkan pihak penyelenggara pendidikan untuk mengambil langkah - langkah perbaikan dalam rangka meningkatkn mutu pendidikan. Metode Penelitian ini merupakan penelitian survey yang bersifat deskriptif analitik. Mengingat pengukuran variabel bebas dan variabel terikat pada penelitian ini dilakukan pada saat yang bersamaan, maka penelitian ini menggunakan pendekatan potong lintang (cross sectional). Penelitian ini dilakukan di STIKes Persada Husada Indonesia jln. Jatiwaringin Raya Jakarta Timur. Lama penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret sampai dengan April 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi D-III Keperawatan tingkat I, II, III tahun ajaran 2012/2013. Berdasarkan perhitungan rumus besaran sampel setelah dikoreksi berjumlah 108 orang. Kuesioner disebar ke Tabel 1 mahasiswa secara proposional dengan jumlah sampel 108 orang dengan rincian sebagai berikut : tingkat I dengan jumlah 25 mahasiswa, tingkat II dengan jumlah 41 mahasiswa, dan tingkat III dengan jumlah 42 mahasiswa. Prosedur pengumpulan data harus memenuhi kriteria inklusif dan kriteria eksklusif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara bertahap yaitu analisis univariat, bivariat, dan multivariate dengan menggunakan bantuan peranti lunak komputer. Variabel dependen penelitian ini adalah kepuasan mahasiswa terhadap kualitas layanan pendidikan di STIKes Persada Husada Indonesia yang meliputi : tangible (penampilan fisik, penampilan staf), reliability (kehandalan, ketepataan waktu), responsiveness (pelayanan cepat & tepat, kesiapan staf), assurance (rasa aman, ramah & sopan), dan emphaty (perhatian, kepedulian). Sedangkan variabel independen adalah karakteristik mahasiswa meliputi: asal sekolah, asal daerah, jenis kelamin. Dosen: disiplin, penyampaian materi, penampilan, Infrastruktur : laboratorium, perpustakaan, alat bantu pendidikan. Kualitas proses pendidikan : kurikulum, jadwal perkuliahan, administrasi. Hasil Penelitian Dan Pembahasan Analisis Univariat Variabel Dependen Distribusi Responden Proses Pendidikan Program Studi D-III Keperawatan STIKes PHI Kepuasan Frekuensi Puas 65 Tidak puas 43 Total 108 Berdasarkan tabel distribusi responden di atas, maka sebagian besar (60.2%) mahasiswa Program Studi D-III Keperawatan . Menurut Kepuasan Mahasiswa Persentase (%) 60.2 39.8 100 STIKES PHI yang mengatakan puas tehadap pelayanan pendidikan. Tabel 2 Distribusi Responden Proses Pendidikan Menurut Dimensi Kepuasan Mahasiswa Program Studi D-III Keperawatan STIKes PHI Total Tidak Puas Puas Dimensi Jml % Jml % Jml % Tangible (penampilan fisik, penampilan staf) 59 54.6 49 45.4 108 100 Realibility (kehandalan, ketepatan waktu) 43 39.8 65 60.2 108 100 Responsiveness (pelayanan cepat dan tepat, 38 35.2 70 64.8 108 100 kesiapan staf) Assurance (rasa aman, ramah dan sopan) 64 59.3 44 40.7 108 100 Emphaty (perhatian, kepedulian) 57 52.8 51 47.2 108 100 Berdasarkan tabel distribusi responden di atas, menunjukkan tingkat ketidakpuasan mahasiswa paling besar pada dimensi Assurance (59.3%), sedangkan tingkat kepuasan mahasiswa paling besar pada dimensi Responsiveness (64.8%). Variabel independen Tabel 3 Distribusi Responden 3Menurut Asal Sekolah di Program Studi D-III Keperawatan STIKes PHI Asal Sekolah Frekuensi Persentase (%) SMU 89 82.4 Non SMU 19 17.6 Total 108 100 Berdasarkan tabel distribusi responden di atas, maka sebesar (82.4%) mahasiswa Program Studi D-III Keperawatan STIKES PHI berasal dari SMU. Tabel 4 Distribusi Responden Menurut Asal Daerah di Program Studi D-III Keperawatan STIKes PHI Asal Daerah Frekuensi Persentase (%) Jawa 7 6.5 Non Jawa 101 93.5 Total 108 100 Berdasarkan tabel distribusi responden di atas, maka sebanyak (93.5%) mahasiswa Program Studi D-III Keperawatan STIKes PHI berasal dari Luar Jawa. Tabel 5 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin di Program Studi D-III Keperawatan STIKes PHI Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Frekuensi Persentase (%) 62 46 108 57.4 42.6 100 Berdasarkan tabel distribusi responden di atas, menunjukkan bahwa jumlah laki-laki dan perempuan hampir sama. Tabel 6 Distribusi Responden Berdasarkan Disiplin Dosen di Program Studi D-III Keperawatan STIKes PHI Disiplin Dosen Frekuensi Persentase (%) Disiplin 39 36.1 Kurang disiplin 69 63.9 Total 108 100 Berdasarkan tabel distribusi responden di atas, maka sebesar (63.9%) mahasiswa Program Studi D-III Keperawatan STIKes PHI yang mengatakan dosen kurang disiplin dalam proses perkuliahan. Tabel 7 Distribusi Responden Dalam Penyampaian Materi di Program Studi D-III Keperawatan STIKes PHI Penyampaian Materi Frekuensi Persentase (%) Sesuai 62 57.4 Kurang sesuai 46 42.6 Total 108 100 Berdasarkan tabel distribusi responden di atas, maka sebagian besar (57.4%) mahasiswa Program Studi D-III Keperawatan menyatakan penyampaian materi oleh dosen sudah sesuai. Tabel 8 Distribusi Responden Menurut Penampilan Dosen di Program Studi D-III Keperawatan STIKes PHI Penampilan Dosen Frekuensi Persentase (%) Menarik 83 76.9 Kurang menarik 25 23.1 Total 108 100 Berdasarkan tabel distribusi responden di atas, maka sebanyak (76.9%) mahasiswa Program Studi D-III Keperawatan STIKES PHI yang mengatakan penampilan dosen sudah menarik dalam proses perkuliahan. Tabel 9 Distribusi Responden Menurut Laboratorium di Program Studi D-III Keperawatan STIKes PHI Laboratorium Frekuensi Persentase (%) Memadai 42 38.9 Kurang memadai 66 61.1 Total 108 100 Berdasarkan tabel distribusi responden di atas, maka sebagian besar (61.1%) mahasiswa Program Studi D-III Keperawatan STIKES PHI mengatakan fasilitas laboratorium yang ada masih kurang memadai. .Tabel 10 Distribusi Responden Menurut Perpustakaan di Program Studi D-III Keperawatan STIKes PHI Perpustakaan Frekuensi Persentase (%) Lengkap 33 30.6 Kurang lengkap 75 69.4 Total 108 100 Berdasarkan tabel distribusi responden di atas, maka sebanyak (69.4%) mahasiswa Program Studi D-III fasilitas perpustakaan lengkap. yang ada kurang Tabel 11 Distribusi Responden Menurut Alat Bantu Pendidikan di Program Studi D-III KeperawatanSTIKes PHI Alat Bantu Pendidikan Frekuensi Persentase (%) Mendukung 36 33.3 Kurang mendukung 72 66.7 Total 108 100 Berdasarkan tabel distribusi responden di atas, maka sebanyak (66.7%) mahasiswa Program Studi D-III Keperawatan STIKES PHI mengatakan bahwa alat bantu pendidikan yang ada masih kurang mendukung. Tabel 12 Distribusi Responden Menurut Kurikulum di Program Studi D-III Keperawatan STIKes PHI Kurikulum Frekuensi Persentase (%) Sesuai 77 71.3 Kurang sesuai 31 28.7 Total 108 100 Berdasarkan tabel distribusi responden di atas, maka lebih banyak (71.3%) mahasiswa Program Studi D-III Keperawatan STIKES PHI mengatakan kurikulum dalam proses belajar mengajar sudah sesuai. Tabel 13 Distribusi Responden Menurut Jadwal Perkuliahan di Program Studi D-III Keperawatan STIKes PHI Jadwal Perkuliahan Frekuensi Persentase (%) Sesuai 32 29.6 Kurang sesuai 76 70.4 Total 108 100 Berdasarkan tabel distribusi responden di atas, sebanyak (70.4%) mahasiswa Program Studi D-III Keperawatan STIKES PHI mengatakan jadwal perkuliahan masih kurang sesuai. Tabel 14 Distribusi Responden Menurut Administrasi di Program Studi D-III Keperawatan STIKes PHI Administrasi Frekuensi Persentase (%) Mendukung 56 51.9 Kurang mendukung 52 48.1 Total 108 100 Berdasarkan tabel distribusi responden di atas, maka administrasi mendukung dan tidak mendukung hampir sama. Analisis Bivariat Tabel 15 Uji Bivariate untuk Pemilihan Variabel Kandidat Variabel Dependen Kepuasan Mahasiswa Variabel Independen P-value Keterangan Jenis Kelamin 0.503 Tidak Terpilih Asal Sekolah 0.771 Tidak Terpilih Asal Daerah 0.333 Tidak Terpilih Kerajinan Dosen 0.000 Terpilih Penyampaian Materi 0.002 Terpilih Penampilan Dosen 0.009 Terpilih Laboratorium 0.000 Terpilih Perpustakaan 0.002 Terpilih Alat Bantu Pendidikan 0.000 Terpilih Kurikulum 0.001 Terpilih Jadual Perkuliahan 0.007 Terpilih Administrasi 0.007 Terpilih Berdasarkan uji bivariate untuk menentukan variable kandidat, yang selanjutnya akan dimasukkan ke dalam uji multivariate, maka ada 3 variabel yang tidak terpilih sebagai kandidat, yaitu variabel jenis kelamin, asal sekolah dan asal daerah. Sedangkan ke-9 variabel lainnya terpilih sebagai variabel kandidat sehingga untuk selanjutnya akan dilakukan uji multivariate dengan regresi logistik dengan menggunakan ke-9 variabel independen yang terpilih sebagai kandidat Model Multivariat Tabel 16 Model Multivariat dengan Sembilan Variabel Kovariat Yang Terpilih sebagai Kandidat Variabel B Wald Sig. Exp(B) 1. Disiplin Dosen -1.570 5.661 .017 .208 2. Penyampaian Materi -.725 2.014 .156 .484 3. Penampilan -.245 .167 .683 .782 4. Laboratorium -.856 1.772 .183 .425 5. Perpustakaan .032 .002 .963 1.032 6. Alat Bantu Pendidikan -1.643 5.996 .014 .193 7. Kurikulum -.930 2.835 .092 .395 8. Jadwal Perkuliahan .621 .854 .355 1.861 9. Administrasi -.444 .646 .422 .641 Berdasarkan output di atas, maka penilaian variabel kovariat yang pertama dengan mengeluarkan variabel „Perpustakaan‟. Adapun variabel ini memiliki p-value paling besar yaitu 0.963 (96.3%). Tabel 17 Model Akhir Regresi Logistik Determinan Proses Pendidikan Terhadap Kepuasan Mahasiswa Program Studi D-III Keperawatan STIKES PHI Variabel B Wald Sig. Exp(B) 1. Disiplin Dosen -1.732 .612 .005 .177 2. Alat Bantu Pendidikan -1.900 .626 .002 .150 3. Kurikulum -1.125 .527 .033 .325 4. Jadwal Perkuliahan .453 .637 .477 1.573 5. Administrasi -310 .517 .549 .733 Dari uji masing-masing variabel menunjukkan yang signifikan memiliki pengaruh terhadap kepuasan mahasiswa yaitu : disiplin dosen, alat bantu pendidikan, dan kurikulum. Sedangkan yang paling dominan adalah variabel kurikulum p-value 0.033 (< 0.05%), (0.325), maka memiliki pengaruh terhadap kepuasan mahasiswa. Kurikulum yang sudah sesuai memiliki kecendrungan mengatakan puas sebesar 0.325 kali lebih besar dari pada mahasiswa yang mengatakan kurikulum kurang sesuai. Hasil penelitian Damayanti (2012), hubungan kualitas layanan pendidikan terhadap kepuasan mahasiswa didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kualitas layanan pendidikan berdasrkan struktur dan proses dengan tingkat kepuasan mahasiswa. Kepuasan mahasiswa dilihat dari kualitas struktur lebih baik dari kualitas proses, sehingga hal yang paling berpengaruh terhadap kepuasan mahasiswa yang paling utama yaitu kualitas struktur. Pendidikan adalah proses sosial dalam memanusiakan manusia melalui pembelajaran yang dilakukan dengan sadar, baik secara terencana maupun tidak. Proses pendidikan bukan hanya apa yang disebut transfer of knowledge, transfer of value, transfer of skill, namun keseluruhan kegiatan yang dapat memanusiakan manusia sehingga menjadi individu yang mampu mengembangkan dirinya dalam menghadapi dan memecahkan berbagai permasalahan dalam kehidupannya. (Sihombing, 2002). Kesimpulan 1. Dosen yang kurang disiplin mempunyai peluang 55.1% untuk merasa tidak puas, (P-value 0.000), (OR 8.335), maka ada hubungan yang bermakna antara kedisiplinan dosen dengan kepuasan mahasiswa dimana dosen yang kurang disiplin peluangnya 8 kali dibandingkan dosen yang disiplin. Dosen yang kurang disiplin mempunyai peluang 8 kali ternyata proporsinya 63.9%, sehingga dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan dosen terhadap kepuasan mahasiswa berkontribusi terhadap kejadian tidak puas. 2. Alat bantu pendidikan yang kurang mendukung mempunyai peluang 54.2% untuk merasa tidak puas, (P-value 0.000), (OR 9.455), maka ada hubungan yang bermakna antara alat bantu pendidikan dengan kepuasan mahasiswa dimana alat bantu pendidikan yang kurang mendukung peluangnya 9 kali dibandingkan alat bantu pendidikan yang mendukung. Alat bantu pendidikan yang kurang mendukung mempunyai peluang 9 kali ternyata proporsinya 66.7%, sehingga dapat disimpulkan bahwa alat bantu pendidikan terhadap kepuasan mahasiswa berkontribusi terhadap kejadian tidak puas. 3. Kurikulum yang sesuai mempunyai peluang 64.5% untuk merasa tidak puas, (P-value 0.001), (OR 4.269), maka ada 4. hubungan yang bermakna antara kurikulum dengan kepuasan mahasiswa dimana kurikulum yang sesuai peluangnya 4 kali dibandingkan kurikulum yang kurang sesuai. Kurikulum yang sesuai mempunyai peluang 4 kali ternyata proporsinya 71.3%, sehingga dapat disimpulkan bahwa kurikulum terhadap kepuasan mahasiswa berkontribusi terhadap kejadian tidak puas. Variabel yang paling dominan adalah variabel kurikulum P-value 0.033 (< 0.05%), (OR 0.325), maka memiliki pengaruh terhadap kepuasan mahasiswa. Kurikulum yang sudah sesuai memiliki kecendrungan mahasiswa mengatakan puas sebesar 0.325 kali lebih besar dari pada mahasiswa yang mengatakan kurikulum kurang sesuai. Saran Bagi STIKES Persada Husada Indonesia: 1. Ketidakpuasan mahasiswa diurutkan dari yang terbesar adalah assurance (rasa aman, ramah dan sopan), Tangible (sarana fisik, penampilan dosen/ staf), emphaty (perhatian dan kepedulian). Dengan permasalahan tersebut perlu adanya perbaikan dalam hal memberikan pelayanan kepada mahasiswa dari aspek kenyamanan, keramahan dan kesopanan pada saat berinteraksi/berkomunikasi dengan mahasiswa. Memberikan perhatian dan peduli serta memberikan solusi terbaik pada mahasiswa saat mengalami masalah baik masalah akademik, masalah pribadi dan masalah keuangan. Diharapkan dosen dan staf khususnya pada saat proses belajar mengajar harus berpenampilan rapi dan menarik (rambut/ jelbab, pakaian, sepatu harus disesuaikan dengan peraturan yang sudah ada). Sedangkan untuk sarana fisik terutama diruang kelas perlu pemantauan dan perawatan secara kontinyu sehingga dapat memberikan kenyamanan pada mahasiswa pada saat proses perkuliahan. 2. Hendaknya kurikulum (mata ajar, jumlah sks, dosen pengajar, dan jadwal) harus disosialisasikan setiap awal semesteran dan secara kontinyu. 3. Perlu di evaluasi keberadaan dan kelengkapan silabus dan SAP serta kesesuaiannya dengan materi yang diberikan oleh dosen yang bersangkutan. 4. Hendaknya kalender akademik telah tersedia dan diinformasikan ke mahasiswa sebelum dimulainya perkuliahan baru. 5. Perlu adanya evaluasi kedisiplinan dosen (kehadiran dan tepat waktu selama proses perkuliahan) dan perlu adanya tata tertib dan atau kontrak perkuliahan dengan dosen secara tertulis. 6. Perlu melakukan pemeliharan dan perawatan sarana di ruang kelas (terkait dengan alat bantu pendidikan) secara rutin dan teratur. 7. Hendaknya para dosen menyediakan waktu menanggapi berbagai masalah belajar yang dihadapi mahasiswa pada setiap perkuliahan. 8. Dosen dan staf dapat menyediakan waktu untuk memberikan umpan balik dan menanggapi masalah yang dihadapi oleh mahasiswa dapat memberikan motivasi belajar pada mahasiswa keperubahan yang lebih baik, dan perlu berinteraksi/ berkomunikasi dengan mahasiswa diluar jadwal perkuliahan. 9. Adanya pemantauan terhadap kualitas proses pendidikan secara berkesinambungan dalam rangka perbaikan dan peningkatan mutu layanan pendidikan. Bagi peneliti lain, hendaknya dapat melakukan penelitian sejenis dengan menggunakan desain penelitian atau jenis penelitian yang berbeda supaya lebih jelas faktor apa yang paling berpengaruh terhadap proses pendidikan. Bisa juga dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat terhadap mutu layanan pendidikan di Program Studi D-III Keperawatan STIKES Persada Husada Indonesia. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada Yayasan Persada Husada Indonesia dan Ketua STIKes Persada Husada Indonesia yang telah memberi kesempatan, waktu arahan/bimbingan dan biaya kepada penulis dalam melaksanakan penelitian ini. Terima kasih juga kepada teman-teman sejawat yang telah membantu terlaksananya penelitian sampai pada penulisan jurnal ini. Daftar Pustaka Angga, A.F. (2009). Penerapan prinsip manajemen kualitas di Poli Umum Puskesmas Kecamatan Tebet Jakarta Selatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Jakarta : FKMUI. Apriningsih. (2010). Hubungan mutu fungsional layanan kesehatan dan minat pasien kembali menggunakan layanan rawat inap RSIA Buah Hati. Jurnal Kedokteran & Kesehatan. Jakarta : UMJ. Arief. (2007). Pemasaran jasa dan kualitas pelayanan. Malang : Bayumedia Publishing. Arini, D & Widodo. (2010). Hubungan kepuasan kerja dengan motivasi kerja pada perawat Departemen Bedah. Jurnal ilmiah keperawatan. Surabaya : STIKes Hangtuah. Bachtiar, A, et al. (2000). Manajemen sumber daya untuk mutu, Program Pasca Sarjana. Depok : Program Studi IKM Universitas Indonesia. Budiharto. (2009). Manajemen pengantar ilmu perilaku kesehatan dan pendidikan kesehatan gigi. Jakarta : EGC. Damayanti, F.Y. (2012). Persepsi mahasiswa terhadap kualitas struktur & proses layanan pendidikan dan hubungannya tehadap kepuasan mahasiswa di Akbid Widya Karsa Jayakarta Tahun 2011. Jakarta : FKMUI. Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Pedoman penjaminan mutu (quality assurance) Pendidikan Tinggi. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Ellis, R. (1993). Quality assurance in health care, a hand book Edward Ardnold. London Donabedian. Exploration in Quality Assesment and Monitoring. Vol. I. Michigan. Gaspersz, V. (2002). Manajemen kualitas dalam industri jasa. Jakarta : Gramedia. http://www.economicsjurnal.bolgspot.com/201 1/prinsipkualitaslayanan.html. http://www.edukasi.kompasiana.com/2010/kon sep-belajar-pembelajaran-293887.html. Kotler, B. (2007). Teknik dan strategi memasarkan jasa profesional. Jakarta : Intermedia. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Pannen, P. (2005). Pendidikan sebagai sistem. Jakarta : Universitas Terbuka. Peraturan Pemerintah RI. (2005). Standar Nasional Pendidikan (SNP) No. 19. Jakarta. Pohan, I.S. (2007). Jaminan mutu layanan kesehatan; Dasar-dasar pengertian dan penerapan. Jakarta : EGC. Sabri, L & Priyo Hastono, S. (2007). Analisa data kesehatan. Jakarta : UI Press. ………………….. . (2010). Statistik Kesehatan. Rajawali Pers. Jakarta. Sari, P. (2009). Kepuasan mahasiswa S1 reguler dan dosen tehadap Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas X Tahun 2009. Jakarta : FKMUI. Supranto, J. (1997). Pengukuran tingkat kepuasan pelanggan untuk menaikkan pangsa pasar. Jakarta : Rineka Cipta. Tjipujo, F & Gregorius, C. (2005). Service, quality and stattisfaction. Yogyakarta : Andi Offiset. Wijono. D. (2000). Manajemen mutu pelayanan kesehatan, teori, strategi dan aplikasi. Vol. 2. Airlangga. Surabaya.                  PETUNJUK PENULISAN NASKAH JURNAL Jurnal Persada Husada Indonesia menerima naskah ilmiah mengenai hasil penelitian, tinajaun hasil-hasil penelitian, metodologi dan pendekatan-pendekatan baru dalam penelitian yang berkaitan dengan dunia kesehatan Naskah yang dikirim merupakan naskah asli dan belum pernah diterbitkan sebelumnya Naskah yang telah diterbitkan menjadi hak milik redaksi dan naskah tidak boleh diterbitkan dalam bentuk apapun tanpa persetujuan redaksi. Jenis naskah yang diterima redaksi adalah hasil penelitian atau kajian analitis di bidang Ilmu Kesehatan. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris minimal 10 dan maksimal 25 halaman di atas kertas A4, spasi ganda, margin kiri 4 cm, margin kanan, atas dan bawah masing-masing 2,5 cm, menggunakan Time New Roman font 12. Sistematika penulisan naskah hasil penelitian meliputi: judul bahasa Indonesia, nama penulis, judul bahasa Inggris, abstrak bahasa Inggris disertai kata kunci, abstrak bahasa Indonesia disertai kata kunci, pendahuluan, metode, hasil dan pembahasan, kesimpulan, saran, ucapan terimakasih (bila ada), dan daftar pustaka. Judul naskah menggambarkan isi pokok tulisan secara singkat, jelas dan informative. Judul ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Ringkasan judul (tidak lebih dari 40 karakter) hendaknya juga disertakan. Nama penulis ditulis lengkap disertai catatan kaki tentang profesi dan instansi tempat penulis bekerja. Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia, Inggris dan tidak lebih dari 250 kata serta intisari seluruh tulisan, meliputi : tujuan, metode, hasil dan simpulan. Di bawah abstrak disertakan 3-5 kata-kata kunci (key words). Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah serta tujuan penelitian dan harapan untuk waktu yang akan datang. Metode berisi penjelasan tentang bahan dan alat yang digunakan, waktu, tempat, teknik dan rancangan percobaan. Metode harus dijelaskan selengkap mungkin agar peneliti lain dapat melakukan uji coba ulang. Acuan (referensi) diberikan pada metode yang kurang dikenal. Hasil dan Pembahasan. Hasil dikemukakan dengan jelas bila perlu dengan ilustrasi (lukisan, grafik, diagram) atau foto. Hasil yang telah dijelaskan dengan tabel atau ilustrasi tidak perlu diuraikan panjang lebar dalam teks. Garis vertikal dan horizontal dalam tabel dibuat seminimal mungkin agar memudahkan penglihatan. Tabel, grafik dan gambar diberi nomor urut angka disertai judul dan keterangan yang lengkap. Pembahasan menerangkan arti hasil penelitian, bagaimana hasil penelitian yang dilaporkan dapat memecahkan masalah, perbedaan dan persamaan dengan penelitian terdahulu serta kemungkinan pengembangannya. Daftar pustaka, ditulis sesuai aturan sebagai berikut:. 1. Penulis daftar rujukan tidak lebih dari 12 buah dan edisi yang tidak terlalu lama 2. Judul Daftar Rujukan Pustaka ditulis di tengah halaman atas. 3. Urutan Daftar Rujukan Pustaka diawali dengan nama penulis berdasarkan alfabet nama keluarga penulis. 4. Dicantumkan hanya maksimal 7 (tujuh) nama penulis, jika lebih dari 7 (tujuh) penulis, maka hanya dicantumkan nama penulis utama dan et al. 5. Setelah nama, titik, jarak 2 (dua) ketukan tulis tahun penulisan dalam tanda kurung diikuti dengan judul buku atau judul jurnal. 6. Judul buku digarisbawah dengan huruf besar hanya pada huruf pertama judul. Judul artikel berasal dari jurnal tidak digarisbawahi, tetapi yang digaris bawahi adalah judul jurnal dengan huruf besar pada tiap awal kata, kecuali kata sambung atau kata depan. 7. Bila buku terdiri dari beberapa edisi, maka penulisan edisi buku diletakan sesudah penulisan judul buku. 8. Artikel yang berasal dari jurnal, harus dilengkapi dengan volume jurnal dan halaman artikel Penyerahan Naskah dalam bentuk print out naskah dan satu CD yang berisi naskah. Naskah juga dikirim melalui e-mail kepada penyunting dengan alamat phi.jurnal@gmail.com Tiap naskah akan ditelaah oleh paling sedikit dua reviewer dan/atau mitra bestari. Naskah yang diterima dapat disunting atau dipersingkat oleh reviewer. Naskah yang tidak memenuhi ketentuan dan tidak dapat diperbaiki oleh reviewer dikembalikan lagi kepada penulis. Naskah yang tidak diterbitkan akan dikembalikan kepada penulis.