Jurnal Persada Husada Indonesia
(Health Journal of Persada Husada Indonesia)
__________________________________________________________________________________
___________________
Penanggung Jawab
Wakil Penanggung Jawab
: Dr. Qomariah Alwi, SKM., M.Med.Sc (Ahli Kesehatan Reproduksi)
: Elwindra, ST., M.Kes
Pemimpin Redaksi
Wakil Pemimpin Redaksi
Sekretaris
: Diana Barsasella, ST., SKM., MKM
: Siti Rukayah, SKp., M.Kep
: Ns. Fitria Prihatini, S.Kep
Mitra Bestari
:
Prof. Dr. Herman Sudiman, SKM (Ahli Gizi)
Prof. Dr. Damar Triboewono, MS (Ahli Entomologi)
Prof. Dr. Drs. Wasis Budiarto, MS (Ahli Ekonomi Kesehatan)
Prof. Dr. dr. Koosnadi Saputra, Sp.Rd (Ahli Pengobatan Komplementer)
Dr. Rustika, SKM., M.Sc (Ahli Biostatistik Epidemiologi)
Dr. Masdalina Pane, SKM., M.Kes (Ahli Biostatistik Epidemiologi)
Dewan Redaksi
:
dr. S. Reksodikusumo, MPH
Herlina, SKM., M.Kes
Ns. Revie Fitria Nasution, S.Kep., M.Kep
Evi Vestabilivy, SKp., M.Kep
Agustina, SKM., M.Kes
Eliya, S.Pd., M.Pd
Ahmad Farid Umar, SKM., M.Kes
Edi Junaidi, SH., SKM
Evandri Wancik, ST
Ns. Restu Iriani, S.Kep
Ns. Ade Supendi, S.Kep
Sekretariat
:
Nora Haslinda, SKM
Feri Maulana, SKM
Gardika Sandra
Alamat Redaksi
:
STIKes PHI
Jl. Jatiwaringin Raya, Gd. Jatiwaringin Junction Kav 4 - 7 No.24,
Cipinang Melayu, Jatiwaringin, Jakarta Timur.
Telp/Fax. (021) 86611954
Website : www.phi.ac.id
DAFTAR ISI
VOL 1. Februari 2014 – Mei 2014
Artikel Penelitian
1. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tindakan Petugas Kesehatan di Puskesmas Kabupaten
Kaur dalam Upaya Pencegahan HIV AIDS
Ahmad Farid Umar, Agustina, Elya ...............................................................................
2. Pengaruh Terapi Akupresur Terhadap Mual Muntah Lambat Akibat Kemoterapi pada Anak Usia
Sekolah yang Menderita Kanker di RS Kanker Dharmais Jakarta
Siti Rukayah, Fitria Prihatini, Evi Vestabilivy .............................................................
3. Analisis Kualitas Pelayanan dengan Metode Student Satisfaction Inventory (SSI) di STIKes
Persada Husada Indonesia
Elwindra, Alfatihah Reno MNSPM .........................................................................
4. Analisis Sistem Informasi Manajemen Mutu Berbasis Administrasi Akademik STIKes Persada
Husada Indonesia
Diana Barsasella, Edi Junaidi ..................................................................................
5. Pengaruh Tehnik Kombinasi Relaksasi Progresif dan Relaksasi Otogenik terhadap Kadar Gula
Darah pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Ruang Rawat Inap RSIJ Pondok Kopi
Revie Fitria Nasution, Restu Iriani ...........................................................................
6. Determinan Proses Pendidikan terhadap Kepuasan Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan
STIKes PHI Tahun 2013
Herlina, Nora Haslinda ....................................................................................
EDITORIAL
Salam hangat,
Jurnal Kesehatan Persada Husada Indonesia adalah Publikasi Ilmiah STIKes PHI Jakarta. Jurnal ini
merupakan edisi pertama yang terbit dengan enam artikel ilmiah dari penelitian dosen–dosen STIKes
PHI Program studi kesehatan masyarakat dan keperawatan.
Topik penelitian kesehatan masyarakat terdiri dari faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan
kesehatan pada upaya pencegahan HIV AIDS, analisis kualitas pelayanan di STIKes PHI, analisis
sistem informasi manajemen di STIKes PHI, dan determinan proses pendidikan terhadap kepuasan
mahasiswa STIKes PHI.
Topik penelitian keperawatan terdiri dari pengaruh terapi akupresur terhadap mual muntah akibat
kemoterapi, serta pengaruh teknik kombinasi relaksasi progresif dan relaksasi otogenik terhadap kadar
gula darah.
Jurnal ini adalah terbitan STIKes PHI yang pertama sehingga tidak menutup kemungkinan masih
terdapat kekurangan dan kesalahan. Kami dari redaksi mengucapkan banyak terima kasih apabila ada
kritik dan saran untuk perbaikan jurnal Persada Husada Indonesia.
Selanjutnya Jurnal Persada Husada Indonesia ini akan terbit setiap empat bulan sekali. Pada masa
yang akan datang, kami dari redaksi mengharapkan kerjasama rekan-rekan untuk mengisi jurnal kita
ini dengan artikel kesehatan.
Pimpinan Redaksi
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tindakan Petugas Kesehatan
di Puskesmas Kabupaten Kaur dalam Upaya Pencegahan HIV/AIDS
Factors Related to the Action of Health Workers at the Health Centers of Kaur District
in the Prevention of HIV/AIDS
Ahmad Farid Umar1, Agustina1
Abstrak
Penyakit HIV ADS menimbulkan keresahan dunia karena penyebarannya yang pesat seperti
deret ukur, penderita yang tidak terdeteksi seperti fenomena gunung es, cara pencegahan dan
pengobatan yang efektif belum ditemukan. Di Provinsi Bengkulu, penyebaran` HIV/AIDS sudah
merata di sepuluh kabupaten/kota yang peningkatannya cukup pesat (24,6% pertahun). Kabupaten
Kaur, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, berada pada Indeks Pembangunan
Kesehatan Masyarakat (IPKM) di peringkat 323 dari 440 kabupaten di Indonesia, dan termasuk dalam
150 kabupaten DBK (Daerah Bermasalah Kesehatan).Pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS
masih rendah, 19,2% berpengetahuan benar tentang penularan dan 21,2% berpengetahuan benar
tentang pencegahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan tindakan petugas kesehatan dalam upaya pencegahan HIV/AIDS di Kabupaten Kaur.
Penelitian ini adalah penelitian non-experimental quantitative research, data dikumpulkan secara cross
sectional. Lokasi penelitian di tiga puskesmas yang terletak di wilayah Selatan yaitu puskesmas
Bintuhan, puskesmas Linau dan puskesmas Nasal. Cara pengumpulan data dengan wawancara
menggunakan kuesioner terstruktur. Hasil penelitian menunjukkan tindakan petugas kesehatan di
Puskesmas Bintuhan, Puskesmas Linau, dan Puskesmas Nasal Kabupaten Kaur masih sangat rendah.
Dari 86 responden, hanya 17 (19.8%) responden yang aktif sedangkan sebagian besar lainnya 69
(80.2%) dikategorikan tidak aktif dalam upaya pencegahan HIV/AIDS. Variabel pelatihan merupakan
faktor yang paling dominan mempengaruhi tindakan petugas kesehatan (p-value 0.000, OR 21.229).
Responden yang pernah ikut pelatihan/workshop/seminar terkait HIV/AIDS 21 kali lebih aktif
tindakannya dalam upaya pencegahan HIV/AIDS dibandingkan dengan petugas kesehatan yang tidak
pernah mengikuti pelatihan terkait HIV/AIDS.
Kata Kunci: faktor-faktor, tindakan, petugas kesehatan, pencegahan, HIV/AIDS
Abstract
HIV/AIDS disease causes unrest around the world because of its spread rapidly like
geometrical progression, undetectable patients will grow into an iceberg phenomenon, the effective
prevention and treatment has not yet been found. In the province of Bengkulu the spread of HIV/AIDS
has been sporadic in ten districts/cities and increased rapidly (24.6% per year). In 2012, Bengkulu
City Health Department provided two special VCT clinics serving HIV/AIDS free of charge.
According to the results of Riskesdas research in 2007 on Community Health Development Index,
Kaur District ranked 323 out of 440 districts in Indonesia, and were included in the 150 Troubled
Regions districts. Public awareness of HIV/AIDS is still low, 19.2% have correct knowledge about
transmission and 21.2% have correct knowledge about prevention. The objective of this study is to
determine various factors associated with the actions of the health workers in preventing the spread of
1
Dosen pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Persada Husada Indonesia
HIV/AIDS in Kaur District. This research is a quantitative non-experimental research, the data
collected using cross sectional method. There were three research sites being utilize located in the
Southem, which are Bintuhan Health Centre (urban area), Linau dan Nasal Health Centres (rural
area). Interviews with a structured questionnaires were used to collect the data. The results of this
research showed that the actions of Health workers at the three health centers in HIV/AIDS
prevention were still very minimum. From a total of 86 respondents, only 17 (19.8%) respondents who
were active whereas the majority 69 (80.2%) respondents were categorized not active in HIV/AIDS
prevention. Training variable is the most dominant factor affecting health worker actions (p-value
0.000, OR 21.229). Respondents who had participated in the training/workshops/seminars related to
HIV/AIDS are 21 times more active in the prevention of HIV/AIDS transmission compared with the
health workers who had never attended the training related HIV/AIDS.
Keywords: factors, implementation, health worker, prevention, HIV/AIDS
Pendahuluan
Penyakit AIDS yang merupakan
singkatan dari Aquired Immune Deficiency
Syndrome
disebabkan
oleh
Human
Immunodefciency
Virus
(HIV).
AIDS
merupakan kumpulan gejala penyakit akibat
menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus
yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia
diartikan sebagai sindrom cacat kekebalan
tubuh dapatan (Depkes RI,1997;17).
Sedikitnya ada empat faktor utama
yang mendasari keresahan dunia khususnya
Indonesia dengan adanya penyakit ini.
Pertama, penyebarannya yang pesat, pada
awalnya AIDS hanya terdapat di negara-negara
Afrika, tetapi saat ini telah ditemukan hampir
di seluruh dunia. Menurut WHO, HIV/AIDS
sekarang menyebar sebagai sebuah pandemi
yang dapat mengancam kelestarian umat
manusia (Pratomo, dkk:15).
Kedua,
pertambahan
jumlah
penderitanya yang cepat. Data dari Ditjen PP
& PL (Pemberantasan Penyakit dan
Penyehatan
Lingkungan)
Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia bahwa jumlah
penderita HIV/AIDS di seluruh Indonesia
sejak tahun 1 April 1987 s.d. 30 Desember
2010 mencapai 24.131 penderita, dengan
perbandingan jumlah penderita laki-laki dan
perempuan sebesar 3 : 1. Sekarang sudah ada
pergeseran pola penyebaran, penyebaran
terbesar terjadi lewat hubungan seks, bukan
lagi penggunaan jarum suntik. Penyebaran
penyakit AIDS secara epidemiologi dikenal
bagaikan gunung es (ice berg phenomena)
yang tampak hanya puncaknya saja.
Operasionalnya
ibarat
salju
yang
menggelinding menerjang siapa saja yang
tidak
waspada(Ghazali,
2001;129).
Perambahannya merupakan deret ukur plus
dengan kecepatan setiap satu menit 3 orang
terinfeksi, dan bila ada satu kasus yang tercatat
maka diasumsikan terdapat 200 kasus yang
sama yang tidak tercatat atau tidak terdeteksi.
Ketiga,
cara
pencegahan
dan
penanggulangannya yang efektif belum
ditemukan. Berbagai penelitian telah dilakukan
terkait tindakan imunisasi dan obat-obat yang
dapat melumpuhkan penyebab AIDS, baik
yang berasal dari zat kimia maupun berbagai
jenis herbal namun sampai saat ini belum
terbukti kemanjurannya. Obat-obat yang ada
hanya bersifat meredam keganasan dan
berkembang biaknya virus sehingga dapat
menunda timbulnya gejala AIDS, namun
belum mampu membunuh atau menghilangkan
virus (HIV) dalam darah.
Keempat, akibat yang ditimbulkannya
sangat berbahaya. Seorang yang telah
didiagnosa HIV positif, dalam waktu 5-10
tahun akan masuk dalam stadium AIDS yang
akan menyebabkan kematian (Azwar, 1995).
AIDS merupakan penyakit menular dengan
angka kematian yang tinggi dan dapat
menjangkiti seluruh lapisan masyarakat dari
mulai bayi sampai dewasa baik laki-laki
maupun perempuan.
Berdasarkan riset dalam sejumlah
penderita, saat ini persentasi cara penyebaran
virus HIV/AIDS, hampir 50% terjadi melalui
hubungan seksual, dan 40,7% melalui jarum
suntik pada pengguna narkoba. Penyebaran
virus HIV/AIDS pada gay, waria dan
transgender hanya sekitar 3 - 4% dari jumlah
total penderita, dan sisanya melalui ibu anak,
transfusi dan sebagainya.
Rentang usia tertinggi penderita
HIV/AIDS berada pada usia produktif yaitu
20-39 tahun. Diperkirakan 20-25% dari semua
terinfeksi HIV di dunia terjadi pada remaja.
("The Health of Young People: A Challenge
dan a Promise", WHO, 1993). Sedangkan
kelompok populasi remaja di dunia sangat
besar; lebih dari separuh populasi dunia
berusia di bawah 25 tahun dan 29% berusia
antara 10-25 tahun. Di Indonesia, jumlah
remaja hampir sepertiga dari penduduk. Data
dari BPS (2002), mengatakan bahwa kelompok
usia 10 – 24 tahun, dan belum menikah
berjumlah 62 juta orang (30,3%) dari total
penduduk Indonesia.
Berdasarkan penelusuran di berbagai
media informasi, angka jumlah penderita
HIV/AIDS untuk Propinsi Bengkulu masih
berbeda dan kurang lengkap. Informasi dari
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi
Bengkulu bahwa penyebaran` HIV/AIDS
sudah merata di 10 kabupaten/kota dalam
Provinsi Bengkulu. Peningkatan jumlah
penderita HIV di Bengkulu tergolong tinggi di
mana setiap bulan dapat diidentifikasi tujuh
hingga sepuluh orang diketahui menjadi
pengidap baru melalui tes di RSUD setempat.
KPA mengatakan penyebaran virus HIV/AIDS
di Bengkulu cukup mengkhawatirkan jika
dilihat dari data 2003 hingga 2009.
Data Dinas Kesehatan Propinsi
Bengkulu, jumlah penderita HIV/AIDS yang
dilaporkan pada tahun 2006 sebanyak 96 kasus
dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 109
orang. Deputi Sekretaris KPAN Bidang
Pengembangan Program, Kemal Siregar
mencontohkan bahwa kondisi di Provinsi
Bengkulu dengan angka HIV/AIDS sebanyak
96 orang pada tahun 2006 berarti kondisi
riilnya bisa mencapai 2.000-an orang. Hal ini
tidak bisa dikatakan rendah dibandingkan
populasi penduduknya yang hanya 1,7 juta
jiwa.
Pada tahun 2011 pihak KPA propinsi
Bengkulu menyatakan
pada tahun 2010
terdapat 226 orang pengidap HIV/AIDS baru
dan 60 % di antaranya tertular melalui seks
bebas termasuk PSK. Penularan lain yakni
melalui penggunaan jarum suntik narkoba
secara bergantian sekitar 30 %, dan 10 %
melalui media lain seperti transfusi darah, tatto
dan perinatal. Kondisi ini menuntut
penanggulangan terhadap penyebaran HIV
dilakukan dengan melibatkan semua pihak
yang dikoordinir oleh KPA provinsi.
Berbeda dengan laporan LSM KIPAS
(Komunitas Peduli HIV/AIDS) Yayasan
Kantong Informasi Pemberdayaan Adiksi
bahwa peningkatan HIV/AIDS di Propinsi
Bengkulu naik 24,6% pertahun. Hal ini terjadi
karena perhatian pemerintah yang masih
kurang dan banyak penderita HIV/AIDS yang
tidak terjangkau serta terabaikan. LSM
tersebut sangat menyayangkan data Dinkes
Provinsi Bengkulu yang menyatakan hanya
ada 298 kasus HIV/AIDS karena berdasarkan
data LSM KIPAS sudah terdapat 467 kasus
pada tahun 2010.
Hasil Riskesdas 2010 Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI, untuk propinsi Bengkulu, angka
penduduk yang 15 tahun ke atas pernah
mendengar tentang HIV/AIDS yaitu 50,7%.
Persentase penduduk yang pernah mendengar
HIV/AIDS lebih tinggi pada status ekonomi
yang lebih tinggi dibandingkan dengan
ekonomi
rendah.
Secara
karakteristik
masyarakat
yang
pernah
mendengar
HIV/AIDS persentase tertinggi pada kelompok
umur muda 15 – 35 tahun, laki-laki, belum
kawin, pendidikan SMA keatas, dan pekerjaan
sebagai pegawai (PNS). Pengetahuan cara
pencegahan HIV pada penduduk umur 15
tahun ke atas terbanyak pada rata-rata umur
muda, laki-laki, belum kawin, tinggal di
perkotaan, pendidikan SMA ke atas, pekerjaan
pegawai dan status ekonomi tinggi.
Kabupaten Kaur adalah salah satu
kabupaten dari 10 kabupaten/kota yang berada
di Propinsi Bengkulu. Terletak sekitar 250 km
dari kota Bengkulu, Kaur mempunyai luas
sebesar 2.369,05 km² dan dihuni sedikitnya
110.428 jiwa. Mereka mengandalkan hidup
pada sektor pertanian, perkebunan dan
perikanan.
Kabupaten
Kaur
dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2003. merupakan bagian dari Kabupaten
Bengkulu Selatan. Menurut profil 2006
Kabupaten Kaur mempunyai 15 kecamatan,
155 desa dan tiga kelurahan. Jumlah
Puskesmas sebanyak 16 buah dan 1 buah
RSUD. Informasi tentang angka terkait
HIV/AIDS Kabupaten Kaur masih belum
ditemukan dan belum ada penjelasan yang
dapat dipertanggungjawabkan.
Hasil
Riset
Kesehatan
Dasar
(Riskesdas, 2007) yang merumuskan Indeks
Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM)
maka Kabupaten Kaur berada di peringkat 323
dari sejumlah 440 kabupaten yang ada di
Indonesia. Pengetahuan masyarakat tentang
HIV/AIDS: 43,9% pernah mendengar, 19,2%
berpengetahuan benar tentang penularan dan
21,2%
berpengetahuan
benar
tentang
pencegahan. (Alwi, 2012). Menurut Riset
Fasilitas
Kesehatan
(Rifaskes)
Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan tahun
2011, angka Upaya Kesehatan Berbasis
Masyarakat (UKBM) untuk Kabupaten Kaur
untuk kegiatan peduli HIV/AIDS = 0 yang
berarti belum ada kegiatan. Petugas kesehatan
merupakan barisan terdepan serta mempunyai
peran sangat besar dalam melawan HIV/AIDS
(Dewit,1998;183).
Meningkatnya
angka
penularan
HIV/AIDS tergantung pada tindakan/perilaku
petugas kesehatan dalam upaya pencegahan
HIV/AIDS. Tindakan sangat tergantung pada
tingkat pengetahuan, sikap, ketersediaan
fasilitas dan dukungan serta komitmen
pimpinan dalam upaya pencegahan HIV/AIDS.
Dari uraian di atas maka penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan
dengan
tindakan/perilaku
petugaskesehatan di Puskesmas Kabupaten
Kaur dalam upaya pencegahan HIV/AIDS.
Metode
Desain penelitian ini adalah nonexperimental quantitative research. Data
dikumpulkan secara cross sectional (potong
lintang) yaitu pada satu waktu tertentu. Unit of
analysis adalah petugas kesehatan yang
bekerja di wilayah Puskesmas Kabupaten Kaur
(termasuk bidan desa). Tempat Penelitian di
Kabupaten Kaur Propinsi Bengkulu. Lama
penelitian dilaksanakan mulai Januari 2013
sampai dengan juli 2013. Populasi penelitian
ini adalah seluruh petugas kesehatan dengan
latar belakang pendidikan kesehatan (dokter,
perawat, bidan, SKM) yang bertugas di
wilayah tiga Puskesmas di Kabupaten Kaur
Bagian Selatan. Sampel penelitian ini adalah 3
(tiga) Puskesmas di Kabupaten Kaur yang
dipilih secara purposif sampling yaitu di
wilayah bagian Selatan yang lokasinya berada
paling jauh dari kota Bengkulu. Tiga
kecamatan tersebut adalah Kecamatan Kaur
Selatan dengan ibukotanya Bintuhan yang juga
sebagai ibukota Kabupaten Kaur; Kecamatan
Maje ibukotanya Linau, dan Kecamatan Nasal
ibukotanya Merpas. Masing-masing kecamatan
mempunyai satu puskesmas.
Responden penelitian ini adalah
seluruh populasi petugas kesehatan yang
bekerja di wilayah 3 puskesmas terpilih.
Jumlah tenaga kesehatan rata-rata di setiap
wilayah Puskesmas Kabupaten Kaur yaitu
dokter: 1 orang, perawat: 11 orang, bidan
puskesmas termasuk bidan desa: 13 orang,
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM): 2
orang. Kepala Puskesmas tidak diikutsertakan
sebagai responden karena salah satu variabel
adalah dukungan dari pimpinan yang dalam
hal ini adalah kepala puskesmas. Rata-rata
tenaga kesehatan di setiap wilayah Puskesmas
non perawatan sekitar 27 orang. Dengan
demikian diperkirakan jumlah seluruh petugas
kesehatan yang menjadi responden dalam
penelitian ini yaitu: 3 (puskesmas) x 27
(petugas kesehatan) = 81 orang. Namun
kenyataannya pada saat penelitian ini
dilakukan terdapat 86 petugas kesehatan yang
bertugas di tiga puskesmas, dan seluruhnya
menjadi responden dalam penelitian ini.
Variabel Dependen penelitian ini
adalah Tindakan petugas kesehatan dalam
upaya pencegahan HIV/AIDS. Sedangkan
variabel Independen yaitu karakteristik (umur,
jenis kelamin, status perkawinan, jenis tenaga
kesehatan, status kepegawaian), pengetahuan,
sikap, keikutsertaan pelatihan, ketersediaan
sumber daya, dan dukungan serta komitmen
pimpinan.
Seluruh variabel penelitian diambil
dari data primer yang dikumpulkan dengan
menggunakan kuesioner terstruktur pada saat
kunjungan. Jika ada responden yang tidak
Tabel 1. Karakteristik Responden
No Variabel
1
2
3
4
5
6
Asal Puskesmas
Perdesaan
Perkotaan
Umur
Muda (<35)
Tua (≥35)
Jenis Kelamin
Laki – laki
Perempuan
Status Perkawinan
Belum Menikah
Pernah menikah/juda/duda
Jenis Tenaga
Paramedis (perawat,bidan,
SKM)
Medis (dokter)
Status Kepegawaian
Honorer
PNS
Kategori dibuat berdasarkan lokasi
yaitu: Puskesmas Linau dan Nasal adalah
puskesmas kecamatan di perdesaan sedangkan
Puskesmas Bintuhan adalah Puskesmas
kecamatan di perkotaan. Dari sejumlah 86
responden yang terbanyak berasal dari
Puskesmas Bintuhan 48 orang (55.8%), ke dua
Puskesmas Linau 22 orang (25.6%), dan paling
hadir pada saat itu maka peneliti akan datang
pada hari-hari berikutnya untuk melakukan
pengumpulan data sampai semua responden
dapat mengisi kuesioner. Setelah kuesioner
terkumpul
maka
dilakukan
tahapan
pengolahan: editing, coding, entry data.
Kegiatan memasukkan data yang diperoleh
dari kuesioner dengan menggunakan paket
software statistic yaitu dengan SPSS 17.
Analisis data dengan menggunakan analisis
univariat, bivariat danmultivariat.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Gambaran Responden
Karakteristik
n (86)
% (100)
38
48
44.2
55.8
63
23
73.3
26.7
12
74
14.0
86.0
20
66
23.3
76.7
78
90.7
8
9.3
18
68
20.9
79.1
sedikit dari Puskesmas Nasal 16 orang
(18.6%). Responden dengan jenis tenaga
terbanyak adalah bidan sebesar 39 orang
(45.3%), perawat sebanyak 28 orang (32.6%),
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
sebanyak 11 orang (12.8%), dan dokter 8
orang (9.3%).
melaksanakan Promkes atau penyuluhan”.
Pengetahuan paling rendah, hanya 8 responden
(9.3%) yang mampu menjawab benar
(“Tidak”)
untuk
pernyataan
terkait
pemeriksaan HIV/AIDS yaitu: “Pemeriksaan
laboratorium untuk mendeteksi adanya HIV
dalam darah dilakukan dengan Western Blood
Aids”.
Pengetahuan Tentang HIV/AIDS
Dari sebanyak 35 pernyataan dalam kuesioner
tentang pengetahuan terkait HIV/AIDS maka
jumlah dan persentase tertinggi sebanyak 85
responden (98.8%) yang mampu menjawab
pernyataan dengan benar (“Ya”) untuk
pernyataan terkait penanggulangan HIV/AIDS
yaitu: “Penanggulangan HIV/AIDS dengan
Tabel 2.
Kategori Responden menurut Pengetahuan
Pengetahuan
Frekuensi
Persentase (%)
Kurang
34
39.5
Baik
52
60.5
Total
86
100.0
Pengetahuan dikategorikan Baik jika
responden menguasai minimal 80% dari
pertanyaan yang diajukan. Untuk itu, dari 35
pertanyaan yang diajukan, responden harus
mampu menjawab minimal 28 pertanyaan
secara benar. Jadi kategoru pengetahuan:
Pengetahuan Baik (Skor Jawaban Benar ≥28),
dan Pengetahuan Kurang (Skor Jawaban Benar
<28). Hasil analisis menunjukkan responden
dengan pengetahuan Kurang sebanyak 57
orang (66.3%) lebih banyak dibandingkan
dengan responden pengetahuan Baik 29 orang
(33.7%). Hasil penelitian ini sesuai dengan
hasil Riskesdas 2007, perbandingan Kabupaten
Kaur dengan kabupaten lain di propinsi
Bengkulu. Tingkat pengetahuan penduduk
yang benar tentang pencegahan penularan
HIV/AIDS
masih
rendah
(21,2%)
dibandingkan dengan rata-rata provinsi
Tabel 3.
Bengkulu 39,7%. Hasil penelitian Juliastika
dkk (2012), menunjukkan bahwa sebagian
besar responden (masyarakat) mempunyai
pengetahuan Kurang tentang HIV/AIDS
(53,52%).
Sikap Terhadap HIV/AIDS
Dari 30 pernyataan dalam kuesioner
terkait sikap responden terhadap HIV/AIDS,
sikap paling baik/positif sebanyak 66
responden (76.7%) untuk pernyataan yang
dijawab (“Ya”) terkait pencegahan HIV/AIDS
“Pemakaian Kondom mencegah penularan
HIV/AIDS”. Sikap paling buruk/negatid yaitu
hanya 12 responden (13,95%) yang menjawab
(“Ya”) untuk pernyataan terkait pemeriksaan
HIV/AIDS : “Pemeriksaan HIV/AIDS
seharusnya membayar karena kalau gratis
dianggap tidak serius”.
Kategori Responden menurut Sikap
Sikap
Frekuensi
Persentase (%)
Buruk/Negatif
38
44.2
Baik/Positif
48
55.8
Total
86
100.0
Dengan kriteria median (Median =
22), sikap dibuat skor untuk kemudian
dikategorikan menjadi Sikap baik/positif (Skor
Jawaban Benar ≥22), dan Sikap buruk/negatif
(Skor Jawaban Benar < 22). Tabel 3. di atas
menunjukkan sebanyak 38 responden (44.2%)
mempunyai sikap buruk/negatif dan 48
responden
(55.8%)
mempunyai
sikap
tinggi (8,6%) dibandingkan dengan kabupaten
lain dan rata-rata Bengkulu 6,6%.
baik/positif.
Hasil
Riskesdas
2007
menunjukkan bahwa sikap negatif masyarakat
Kabupaten Kaur dalam mengucilkan anggota
keluarga yang menderita HIV/AIDS, lebih
Tabel 4.
Keikutsertaan Pelatihan Terkait HIV/ AIDS
Kategori Responden menurut Keikutsertaan Pelatihan
Pelatihan
Frekuensi
Persentase (%)
Tidak ikut
60
69.8
Pernah ikut
26
30.2
Total
86
100.0
Berdasarkan tabel 4. di atas diketahui
bahwa sebagian besar (60) responden (69.8%)
tidak pernah ikut dalam pelatihan, seminar,
workshop apapun terkait HIV/AIDS. Hanya 26
responden (30.2%) yang pernah ikut dalam
kegiatan tersebut. Kategori pernah ikut yaitu
apabila responden menjawab “Ya” untuk 1–3
pertanyaan
yang
diajukan
(≥33.3%),
sedangkan kategori tidak ikut apabila
responden menjawab “Tidak” untuk 3
(seluruh) pertanyaan (<33%). Pelatihan
didefinisikan oleh Ivancevich (2008) sebagai
“usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai
dalam pekerjaannya sekarang atau dalam
Tabel 5.
pekerjaan lain yang akan dijabatnya segera”.
Pelatihan (training) adalah “sebuah proses
sistematis untuk mengubah perilaku kerja
seorang/sekelompok pegawai dalam usaha
meningkatkan kinerja organisasi”. Pelatihan
terkait dengan keterampilan dan kemampuan
yang diperlukan untuk pekerjaan yang
sekarang dilakukan. Pelatihan berorientasi ke
masa sekarang dan membantu pegawai untuk
menguasai keterampilan dan kemampuan
(kompetensi) yang spesifik untuk berhasil
dalam pekerjaannya.
Ketersediaan Sumber Daya
Kategori Responden menurut Ketersediaan Sumber Daya
Ketersediaan
Sumber daya
Frekuensi
Persentase (%)
Kurang Tersedia
50
58.1%
Cukup
Tersedia
Total
36
41.9%
86
100.0%
Terlihat pada tabel 5. di atas, dari 86
responden sebagian besar yaitu 50 responden
(58.1%) menyatakan kurang tersedia sumber
daya kesehatan dalam upaya pencegahan
penularan HIV/AIDS. Hanya 36 responden
(41.9%) yang menyatakan cukup tersedia
sumber daya kesehatan tersebut. Kategori
cukup tersedia yaitu apabila responden
menjawab „Ya” untuk 3 - 5 pertanyaan (≥
60%) yang diajukan, sedangkan kategori
kurang tersedia apabila responden menjawab
“Ya” untuk hanya 1–2 pertanyaan (<60%).
Rusyid (2007), meneliti tentang efektifitas
media penyuluhan HIV/AIDS terhadap sikap
remaja tentang bahaya dan pencegahan
HIV/AIDS dilakukan pada siswa SMPN 6
Sorong Papua menghasilkan media komik
efektif sebagai media penyuluhan HIV/AIDS
dan mampu membangun sikap remaja terhadap
bahaya dan pencegahan HIV/AIDS.
Tabel 6.
Kategori Responden menurut Dukungan Pimpinan
Dukungan Pimpinan
Frekuensi
Persentese (%)
Kurang Mendukung
58
67.4%
Cukup Mendukung
28
32.6%
Total
86
100.0%
Berdasarkan tabel 6. di atas diketahui
bahwa dari 86 responden, sebagian besar 58
responden (67.4%) menyatakan pimpinan
mereka kurang mendukung dan tidak
berkomitmen dalam upaya pencegahan
penularan HIV/AIDS. Hanya sebanyak 28
responden
(32.6%)
yang
menyatakan
pimpinannya cukup mendukung kegiatan
tersebut. Kategori cukup mendukung yaitu
apabila responden menjawab „Ya” untuk 3–5
pertanyaan yang diajukan (≥60%), sedangkan
kategori kurang mendukung apabila responden
Tabel 7.
menjawab “Ya” untuk hanya 1-2 pertanyaan
(<60%). Dukungan merupakan suatu upaya
yang diberikan kepada orang lain, baik moril
maupun materil untuk memotivasi orang
tersebut dalam melaksanakan kegiatan/
tindakan.
Komitmen
kepemimpinan
merupakan faktor penting yang meneguhkan
pemimpin dan orang yang dipimpin dalam
suatu organisasi menjalani tanggung jawab
kepemimpinan yang diembannya.
Tindakan Petugas Kesehatan
Kategori Responden menurut Tindakan Petugas
Tindakan
Pencegahan
Frekuensi
Persentase (%)
Tidak Aktif
69
80.2%
Aktif
17
19.8%
Total
86
100.0%
Berdasarkan tabel 7. di atas diketahui
bahwa dari 86 responden, hanya sebanyak 17
(19.8%) dikategorikan aktif dalam upaya
pencegahan HIV/AIDS. Selebihnya 69
responden (80.2%) dikategorikan tidak aktif.
Kategori aktif yaitu apabila responden
menjawab „Ya” untuk 5–8 pertanyaan yang
diajukan (> 50%), sedangkan kategori tidak
aktif apabila responden menjawab “Ya” hanya
untuk 1 - 4 pertanyaan (< 50%).
Tindakan merupakan suatu perilaku
perbuatan nyata atau kegiatan yang biasanya
didasari dari suatu sikap tertentu. Untuk
mewujudkan
sikap
menjadi
suatu
perbuatan/tindakan nyata diperlukan faktor
pendukung berupa fasilitas dan dukungan dari
pihak lain. Setelah seseorang mengetahui
stimulus, kemudian mengadakan penilaian atau
pendapat dalam apa yang telah diketahui untuk
dilaksanakan atau dipraktekkan. Pada dasarnya
tindakan pencegahan ini merupakan suatu
bentuk perilaku sebelum seseorang melakukan
perbuatan menyimpang. Tindakan ini bersifat
mencegah misalnya sebelum perbuatan
penyimpangan seksual remaja semakin parah,
maka diperlukan tindakan preventif untuk
meminimalisasi perilakunya.
Tindakan
petugas
kesehatan
puskesmas Kabupaten Kaur dalam upaya
pencegahan HIV/AIDS yang masih sangat
rendah ini berdampak masyarakatnya tidak
perduli dan tidak ada tindakan preventif
terhadap HIV/AIDS. Situasi ini telah diketahui
dari hasil Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes)
tahun 2011 bahwa Upaya Kesehatan Berbasis
Masyarakat (UKBM) untuk peduli HIV/AIDS
= 0. Berdasarkan hasil penelitian ini maka
dapat diprediksi bahwa kepedulian masyarakat
Kabupaten Kaur terhadap HIV/AIDS masih
tetap rendah. Untuk itu pemerintah dalam hal
ini Kementerian Kesehatan bersama dengan
kementerian dan lembaga terkait agar
mengupayakan peningkatan pengetahuan,
Tabel 8.
sikap dan perilaku/tindakan petugas kesehatan
dalam upaya pencegahan HIV/AIDS.
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Tindakan Pencegahan Penularan HIV/AIDS
Hubungan antara Variabel Independen dengan Tindakan Petugas Kesehatan
Hipotesis
P-Value
Odds Ratio
Keputusan
1. Terdapat Hubungan Antara Asal
Puskesmas Dengan Tindakan
Petugas Kesehatan
0.780
1.165 (0.3973.418)
Tidak terdapat hubungan
yang bermakna
2. Terdapat Hubungan Antara Jenis
Kelamin Dengan Tindakan Petugas
Kesehatan
0.253
3,034 (0.36425.296)
Tidak terdapat hubungan
yang bermakna
3. Terdapat Hubungan Antara Umur
Responden Dengan Tindakan
Petugas Kesehatan
0146
2.319 (0.3647.078)
Tidak terdapat hubungan
yang bermakna
4. Terdapat Hubungan Antara Status
Perkawinan Dengan Tindakan
Petugas Kesehatan
0.531
1.526 (0.3915.955
Tidak terdapat hubungan
yang bermakna
5. Terdapat Hubungan Antara Jenis
Tenaga Responden Dengan
Tindakan Petugas Kesehatan
0.704
1.400 (0,2577.637)
Tidak terdapat hubungan
yang bermakna
0.275
2.264 (0.46710.968)
Tidak terdapat hubungan
yang bermakna
0.699
1.325 (0.3714.733)
Tidak terdapat hubungan
yang bermakna
0.418
0.644 (0.2221.871)
Tidak terdapat hubungan
yang bermakna
0.000
9.429 (2,84931.208)
Terdapat hubungan
yang bermakna
0.301
1.750 (0.3915.955)
Tidak terdapat hubungan
yang bermakna
0.510
2.961 (0.96618.797
Tidak terdapat hubungan
yang bermakna
6. Terdapat Hubungan Antara Status
Kepegawaian Dengan Tindakan
Petugas Kesehatan
7. Terdapat Hubungan Antara
Pengetahuan Tentang HIV/AIDS
Dengan Tindakan Petugas
Kesehatan
8. Terdapat Hubungan Antara Sikap
Terhadap Penyakit HIV/AIDS
Dengan Tindakan Petugas
Kesehatan
9. Terdapat Hubungan Antara
Keikutsertaan Pelatihan Dengan
Tindakan Petugas Kesehatan
10. Terdapat Hubungan Antara
Ketersediaan Sumber Daya
Dengan Tindakan Petugas
Kesehatan
11. Terdapat Hubungan Antara
Dukungan/Komitmen Pimpinan
Dengan Tindakan Petugas
Kesehatan
Berdasarkan tabel 8. di atas,
kesimpulan korelasinya terdapat 1 (satu)
variabel yang mempunyai hubungan secara
signifikan dengan tindakan petugas kesehatan
yaitu:
Keikutsertaan Pelatihan Terkait
HIV/AIDS (P-Value = 0.000, OR = 9.429
(2.849-31.208).
Faktor yang Paling Dominan mempengaruhi
Tindakan Petugas Kesehatan
Analisis multivariat dilakukan untuk
mengetahui faktor yang paling dominan
mempengaruhi tindakan petugas kesehatan
dalam upaya pencegahan HIV/AIDS di tiga
puskesmas dalam wilayah kabupaten Kaur
propinsi Bengkulu. Analisis multivariat
bertujuan untuk mencari model terbaik yang
bisa digunakan untuk memprediksi variabel
independennya.
Setelah dilakukan analisis maka
diperoleh model yang terbaik sebagai faktor
yang merupakan penyebab rendahnya tindakan
petugas kesehatan dalam upaya pencegahan
penularan HIV/AIDS. Model akhir analisis
multivariat Regresi Logistik adalah sebagai
berikut.
Tabel 9. Model Akhir Regresi Logistik Hubungan antara Variabel Independen dengan Varibel
Dependen
VARIABEL
95% C.I
P
OR
VALUE
Lower
Upper
Umur
0.055
4.701
0.969
22.803
Asal Puskesmas
0.064
4.847
0.915
25.685
Pengetahuan
0.177
3.112
0.598
16.179
107.676
Keikutsertaan Pelatihan
0.000
21.229 4.185
Ketersediaan Sumber Daya
0.515
1.676
0.354
7.936
Dukungan Pimpinan
0.105
4.153
0.743
23.201
Constant
0.000
0.005
Interpretasi dilakukan berdasarkan
nilai OR pada masing–masing variabel, karena
analisisnya multivariat maka OR nya sudah
terkontrol oleh variabel lain yang ada pada
model. Setelah dilakukan pengujian sebanyak
3 kali, maka didapatkan model terbaik variabel
yang berhubungan dengan tindakan petugas
kesehatan dalam upaya pencegahan penularan
HIVAIDS yaitu Keikutsertaan Pelatihan.
Pemilihan faktor dominan berdasarkan
nilai OR tertinggi (21.229) dengan 95% CI
(4.185 – 107.676) dan nilai P value SIG 0.000
(<0.05). Hal ini berarti responden yang pernah
ikut
pelatihan/workshop/seminar
terkait
HIV/AIDS 21.229 kali lebih aktif tindakannya
dalam upaya pencegahan penularan HIV/AIDS
dibandingkan dengan petugas kesehatan yang
tidak pernah mengikuti pelatihan atau
workshop atau seminar tentang HIV/AIDS.
Payaman
Simanjuntak
(2005),
mendefinisikan pelatihan merupakan bagian
dari investasi SDM (human investment) untuk
meningkatkan kemampuan dan keterampilan
kerja, dan dengan demikian meningkatkan
kinerja pegawai. Tujuan umum pelatihan
adalah: (1) untuk mengembangkan keahlian,
sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan
lebih cepat dan lebih efektif, (2) untuk
mengembangkan
pengetahuan,
sehingga
pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional,
dan (3) untuk mengembangkan sikap, sehingga
menimbulkan kemauan kerjasama dengan
teman-teman pegawai dan dengan manajemen
(pimpinan).
Kesimpulan
1. Tindakan petugas kesehatan di Puskesmas
Bintuhan,
Puskesmas
Linau,
dan
Puskesmas Nasal Kabupaten Kaur dalam
upaya terkait pencegahan HIV/AIDS
masih sangat rendah. Dari 86 responden,
diketahui hanya 17 (19.8%) responden
yang aktif, sedangkan sebagian besar
lainnya
69
responden
(80.2%)
dikategorikan tidak aktif dalam upaya
pencegahan HIV/AIDS.
2. Tidak terdapat hubungan bermakna antara
asal puskesmas, umur, jenis kelamin,
status perkawinan, jenis tenaga, status
kepegawaian,
pengetahuan,
sikap,
ketersediaan sumber daya dan dukungan
pimpinan dengan tindakan petugas
kesehatan dalam upaya pencegahan
HIV/AIDS.
3. Terdapat hubungan yang bermakna antara
keikutsertaan pelatihan dengan tindakan
petugas kesehatan (P-value: 0.000).
Variabel pelatihan merupakan faktor yang
paling dominan mempengaruhi tindakan
petugas kesehatan. Dengan nilai OR
21.229 berarti responden yang pernah ikut
pelatihan/workshop/seminar
terkait
HIV/AIDS 21 kali lebih aktif tindakannya
dalam upaya pencegahan penularan
HIV/AIDS dibandingkan dengan petugas
kesehatan yang tidak pernah mengikuti
pelatihan terkait HIV/AIDS.
Saran
1. Agar mengirim petugas kesehatan
puskesmas untuk mengikuti program
pelatihan/workshop/seminar
terkait
HIV/AIDS agar supaya tidak mempunyai
stigma yang negatif terhadap HIV/AIDS
dan dapat melakukan tindakan dalam
upaya pencegahan penularan HIV/AIDS
secara terarah dan terpadu.
2. Meningkatkan dan melengkapi sumber
daya kesehatan dalam rangka promosi
kesehatan kegiatan komunikasi, edukasi
dan informasi supaya masyarakat terutama
kelompok
remaja
dapat
mengerti,
menghayati dan melaksanakan upaya
pencegahan penularan HIV/AIDS.
3. Menjalin dan meningkatkan kerja sama
lintas program dan lintas sektoral
melibatkan tokoh masyarakat terutama
dalam menyebarluaskan informasi tentang
program VCT (Voluntary Counseling And
Testing) di kota Bengkulu yang khusus
melayani penyakit menular seksual seperti
HIV/AIDS
secara
gratis
sehingga
masyarakat mengetahui jalur pelayanan
tersebut.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih disampaikan
kepada Ketua Stikes Persada Husada Indonesia
yang telah memberi kesempatan, waktu dan
biaya kepada penulis dalam melaksanakan
penelitian ini. Terima kasih juga kepada
teman-teman sejawat yang telah membantu
terlaksananya
penelitian
sampai
pada
penulisan artikel ini. Tak lupa terima kasih
yang sebesar-besarnya disampaikan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kaur
Propinsi Bengkulu, Kepala Puskesmas
Bintuhan, Kepala Puskesmas Linau, Kepala
Puskesmas Nasal, beserta seluruh petugas
kesehatan di tiga puskesmas yang telah
memberikan informasi yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan penelitian ini. Last but not least
terima kasih kepada pembimbing thesis penulis
yaitu Dr. dr. Zarfiel Tafal, MPH dan Dr.
Sutanto Priyo Hastono, Drs., M.Kes yang telah
membimbing penulis dalam pelaksanaan
penelitian dan penulisan thesis.
Daftar Pustaka
Alwi, Q. (2011). Profil kesehatan Kabupaten
Kaur Riskesdas 2007. URL:
http://wargakaur.blogspot.com/2011/02/
profile-kesehatan-kabupaten-kaur.html.
Diakses pada tanggal 3 Februari 2013.
Antara. (2010). Aids merata di kabupaten kota
Propinsi Bengkulu.
URL:http://www.aidsindonesia.or.id/hiv
aids-merata-di-10-kabupatenkota.html.
Diakses pada tanggal 3 Februari 2013.
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Kesehatan. (2008). Riset Kesehatan
Dasar 2007 untuk Propinsi Bengkulu.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Kesehatan. (2011). Riset Kesehatan
Dasar 2010. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Kesehatan. (2012). Riset Fasilitas
Kesehatan 2011. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
Biro Pusat Statistik. (2011). Kabupaten Kaur
dalam Angka. Jakarta: Biro Pusat
Statistik.
Departemen Kesehatan RI. Strategi Kesehatan
Kementerian
Kesehatan
dalam
Pembangunan
Kesehatan
yang
Berbasiskan Preventif dan Promotif.
URL:
puskom.publik@yahoo.co.id.
Diakses pada tanggal 2 Februari 2013.
Ditjen PPM & PL Kementerian Kesehatan RI.
(2011). Statistik kasus HIV/AIDS di
Indonesia.
Jakarta:
Kementerian
Kesehatan RI.
Djoerban, Z. (2000). Membidik AIDS: Ikhtiar
memahami
HIV
dan
ODHA.
Yogyakarta: Galang Press.
Green, L.W., and Marshall W.K. (1999).
Health promotion and planning: An
Educational
and
environmental
th
Aaproach. (4 edition). Mountain View,
CA: Mayfield Publishing Co.
Ibnu Rusyid. (2007).
Skripsi. URL:
http://skripsi.unila.ac.id/wpcontent/uploads/2009/07/. Diakses pada
tanggal 22 Desember 2012.
Jaringan Epidemologi Nasional (1995), AIDS
& Petugas Kesehatan. JEN.
Juliastika, Grace E. C. Korompis, Budi
T. Rata. AIDS, Wikipedia Bahasa
Indonesia,
Ensiklopedia
Bebas.
http://id.wikipedia.org/wiki/AIDS.
Diakses pada tanggal 20 Februari 2013.
Kemal Siregar. (2011). HIV/AIDS di Propinsi
Bengkulu.
URL:
http://www.kapanlagi.com/h/000023835
8.html. Diakses pada tanggal 2 Februari
2013.
Komunitas AIDS Indonesia. 49 Odha baru
ditemukan di Bengkulu (2012). URL:
http://www.beritasatu.com/kesehatan/64
347-49-odha-baru-ditemukan-dibengkulu.html. Diakses pada tanggal 4
Februari 2013.
KPA Propinsi Bengkulu. 60% penularan
HIV/AIDS lewat seks bebas. URL:
http://www.arcatmajaya.org/index.php?option=com_co
ntent& view=article&id=367:60-persen-
penularan-hivaids-lewat-seksbebas&
catid=55:pengguna-napza-danhiv&Itemid=137. Diakses pada tanggal
25 Januari 2013.
Muhaimin, T. (2009). Training HIV-Education
Persatuan
Dokter
Peduli
AIDS
Indonesia. Depok: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
M. Shodiq. (2009). Indonesia negara tercepat
penularan HIV/AIDS di Asia. URL:
http://shodiq.com/2009/07/20/indonesianegara-tercepat-penularanhivaids-diasia/. Diakses tanggal 17 September
2009.
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi kesehatan
dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta.
Pemerintah
Kabupaten
Kaur
Propinsi
Bengkulu. (2010). Profil Kabupaten
Kaur. Bintuhan: Pemda Kabupaten Kaur
.
Sugeng W. Kasus HIV/AIDS di Indonesia
Terus
Naik.
2009.
http://www.surya.co.id/2009/06/16/kasu
s-hivaids-diindonesia-terus-naik.html.
Diakses pada tanggal 2 Februari 2013.
Tunut. (2003). Hubungan pengetahuan dan
Sikap mahasiswa Akbid Depkes
Pontianak dengan Praktik Pencegahan
HIV/AIDS di Pontianak Kalimantan
Barat.
URL:
http://eprints.undip.ac.id/5567/. Diakses
pada tanggal 22 Desember 2012.
UNAIDS, WHO. (2008). AIDS Epidemic
Update
2008. http://www.who.int.
Diakses pada tanggal 2 Februari 2013.
Voice of Amerika. Pengetahuan masyarakat
Indonesia tentang HIV/AIDS. URL:
http://www.voaindonesia.com/content/p
engetahuan-masyarakat-indonesiatentang-hivaids-masih-rendah134788273/101430.html. Diakses pada
tanggal 2 Februari 2013.
Pengaruh Terapi Akupresur terhadap Mual Muntah Lambat Akibat Kemoterapi pada Anak
Usia Sekolah yang Menderita Kanker di RS Kanker Dharmais Jakarta
Siti Rukayah1, Fitria Prihatini1, Evi Vestabilivy1
The Effect of Acupressure Therapy to Delayed Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting in
School Age Who Suffered from Cancer at RS Kanker Dharmais Jakarta
Abstrak
Akupresur merupakan salah satu terapi komplementer pada anak yang mengalami mual
muntah lambat akibat kemoterapi. Mual muntah merupakan efek samping yang dapat menimbulkan
stres pada anak dan keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh terapi
akupresur terhadap mual muntah lambat akibat kemoterapi pada anak usia sekolah yang menderita
kanker di RS Kanker Dharmais Jakarta. Desain penelitian adalah kuasi eksperimen dengan prepostwithout controldesign berupa pemberian akupresur pada titik P6 dan St36 sebanyak 2 kali selama
3 menit setiap 6 jam sekali setelah kemoterapi. Pengambilan sampel dengan cara consecutive
sampling, 20 responden anak usia sekolah dipilih sebagai responden. Hasil penelitian menunjukkan
penurunan rerata mual muntah setelah akupresur (p value=0,000). Kesimpulan akupresur dapat
menurunkan mual muntah lambat akibat kemoterapi pada anak usia sekolah yang menderita kanker.
Rekomendasi penelitian akupresur dapat diterapkan sebagai terapi non farmakologi untuk mengurangi
mual muntah lambat akibat kemoterapi pada anak.
Kata kunci : akupresur, kemoterapi, mual muntah lambat
Abstract
Acupressure is one of the complementary therapy on children who experience delayed
chemotherapy-induced nausea and vomiting (CINV). Nausea vomiting is a side effect that could cause
stress toward children and their family. The purpose of this research was to identify the effect of
acupressure to delayed chemotherapy-induced nausea and vomiting in school age children who
suffered from cancer at Kanker Dharmais Hospital Jakarta. The study design was quasi eksperiment
with pre-post test without control design from of acupressure point P6 and St36 2 times for 3 minutes
every 6 hours. Taking sample by using the methode of consecutive sampling, 20 respondents of schoolaged children were chosen for the study. The result of the study showed that there is a significant
decreases of the mean delayed nausea and vomiting scores after acupressure. The conclusion of this
study is that the acupressure can decrease the delay CINV in school age children that are suffering
from cancer. The recommendations from the acupressure research can be applied as a nonpharmacological therapy to reduce nausea and vomiting caused by chemotherapy than in children.
Key words: acupressure, chemotherapy, delayed nausea and vomiting
1
Dosen pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Persada Husada Indonesia
Pendahuluan
Kanker merupakan suatu proses penyakit
yang bermula ketika sel abnormal di ubah oleh
mutasi genetik dari Deoxyribo Nucleat Accid
(DNA)
selular.
Sel
abnormal
mulai
berproliferasi secara abnormal. Kemudian
dicapai suatu tahap dimana sel mendapatkan
ciri-ciri invasif dan terjadi perubahan pada selsel disekitarnya. Sel-sel tersebut menginfiltrasi
jaringan sekitar dan memperoleh akses ke
limfe dan pembuluh darah serta melalui
pembuluh darah tersebut sel dapat terbawa ke
area lain dalam tubuh untuk membentuk
metastase (penyebaran kanker) pada bagian
tubuh yang lain (Smelzer, Bare, Hinkle &
Cheever, 2008).
Di Amerika sekitar 1.638.910 kasus baru
kanker didiagnosa pada tahun 2012, dan
sekitar 577.190 orang meninggal karena
kanker serta lebih dari 1500 orang meninggal
karena kanker setiap harinya. Untuk kasus
kanker pada anak di Amerika sekitar 12.060
kasus baru dalam rentang usia antara 0-14
tahun pada tahun 2012 dan kematian akibat
kanker pada anak sekitar 1.340 diantara usia 014 tahun dan 1/3 kasus kematian karena
leukemia (American Cancer Society, 2012).
Di Indonesia 2-4% angka kelahiran
hidup anak Indonesia menderita penyakit
kanker dan memerlukan pengobatan sejak dini
(Pusat Data Statistik, 2008). Selain itu di
Indonesia, kanker menjadi penyumbang
kematian ketiga terbesar setelah penyakit
jantung. Hal ini menyebabkan jumlah anak
yang menjalani kemoterapi kemungkinan akan
bertambah banyak, namun hal ini tidak dapat
dipastikan karena tidak semua penanganan
kanker dengan kemoterapi.
Jenis penyakit kanker pada anak berbeda
dengan jenis kanker pada orang dewasa.
Berdasarkan klasifikasinya terdapat empat
jenis kanker pada anak meliputi leukemia,
limfoma, tumor sistem saraf pusat dan tumor
padat (Hockenberry & Wilson, 2007). Diantara
jenis kanker tersebut, leukemia merupakan
jenis kanker yang paling banyak ditemukan
pada anak-anak dan pengobatan leukemia
adalah dengan kemoterapi tanpa disertai
dengan
pembedahan
dan
radioterapi
(Hockenberry & Wilson, 2007). Hal ini
menambah jumlah anak yang mendapatkan
kemoterapi ditambah dengan kasus kanker lain
yang juga mendapatkan penanganan dengan
kemoterapi.
Mual muntah akibat kemoterapi tidak
selalu sama diantara beberapa individu
tergantung pada jenis obat dan dosis
kemoterapi (Grunberg, 2004). Berdasarkan
potensi emetiknya, agen kemoterapi tersebut
memiliki potensi emetik mulai dari emetik
rendah sampai emetik tinggi. Apabila seorang
anak mendapatkan kemoterapi yang memiliki
potensi emetik tinggi maka akan menyebabkan
mual muntah yang hebat dan apabila seorang
anak mendapatkan kemoterapi dengan emetik
rendah maka gejala mual muntah yang akan
terjadi relatif ringan.
Kemoterapi yang menyebabkan mual dan
muntah dikategorikan dalam tiga jenis
berdasarkan waktu terjadinya sehubungan
dengan pemberian kemoterapi yaitu acute,
delayed, anticipatory. Acute adalah gejala
mual muntah yang terjadi kurang dari 24 jam
selama pemberian kemoterapi. Delayed adalah
waktu timbulnya gejala mual muntah setelah
24 jam sampai 6 hari setelah kemoterapi dan
biasanya mengikuti fase akut. Anticipatory
adalah gejala mual muntah yang terjadi
sebelum kemoterapi diberikan (Hawkins &
Grunberg, 2009).
Kemoterapi dapat menimbulkan mual
muntah melalui beberapa mekanisme yang
bervariasi dan serangkaian yang kompleks.
Pertama,
kemoterapi
secara
langsung
menstimulasi Chemoreseptor Trigger Zone
(CTZ). Efek ini dimediasi oleh pengeluaran
5HT3 dan NK1 akibat pemberian kemoterapi.
Kedua, kemoterapi menyebabkan gangguan
pada
mukosa
gastrointestinal
dan
menyebabkan pengeluaran neuro transmitter
termasuk 5HT3. Hal ini menyebabkan mual
muntah melalui jalur perifer yang dimediasi
oleh saraf vagus. Ketiga, gejala ini disebabkan
oleh pengaruh neurohormonal melalui
terganggunya
arginin
vasopressin
dan
prostaglandin. Keempat, mual muntah
dimediasi oleh kecemasan yang memberikan
pengaruh terhadap sistem saraf pusat termasuk
pusat muntah (Wood et al., 2007)
Meskipun
mual
muntah
akibat
kemoterapi telah dilaporkan terjadi diantara
60% dari anak-anak yang menjalani
pengobatan kemoterapi (Tyc et al, 1997).
Penelitian yang lain juga dilakukan pada 11
anak dengan hasil 100% melaporkan mual dan
36% melaporkan muntah saat menjalani
pengobatan
kemoterapi
(Williams,
Schmideskamp, Ridder, & Williams, 2006).
Adapun batasan mual muntah yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah mual
muntah tertunda (delayed) yaitu mual muntah
yang terjadi minimal 24 jam setelah pemberian
kemoterapi dan dapat berlangsung sampai 120
jam.
Berdasarkan
hasil
penelitian
menunjukkan sekitar 38% pasien yang
mendapatkan kemoterapi dengan bahan dasar
Cisplatin melaporkan mengalami mual muntah
akut dan 61% mengalami muntah pada hari
kedua dan ketiga meskipun telah diberikan
Metoklorpramide dan Dexamethason pada saat
pemberian Cisplatin (Grunberg, 2004). Dalam
penelitiannya juga menyatakan bahwa kejadian
mual muntah yang paling sering dialami oleh
pasien terjadi pada 48 jam sampai dengan 72
jam setelah pemberian kemoterapi. Atas dasar
itulah maka mual muntah yang akan dibahas
dalam penelitian ini hanya mual muntah
tertunda.
Pemberian antiemetik dapat digunakan
untuk mengurangi gejala mual muntah yang
muncul akibat kemoterapi (Chemotherapy
Induced Nausea and Vomitting). Antiemetik
yang digunakan untuk mengatasi mual muntah
akibat
kemoterapi
adalah
5Hydroxytryptamine-3
(5HT3),
Serotonin
Reseptor Antagonis (SRA). Jenis SRA yang
paling umum digunakan untuk anak-anak
adalah Ondansetron efektif untuk pasien anak
yang mendapat Cisplatin, Cyclophosphamide,
Fosfamide dan Anthracycline (Lee at al.,
2008). Di sisi lain, antiemetik yang
direkomendasikan seperti antagonis 5HT3 dan
NK1 adalah obat yang mahal (Molassiotis et
al., 2007). Oleh karena itu diperlukan tindakan
penunjang berupa terapi komplementer yang
dapat membantu dalam upaya pencegahan dan
manajemen mual muntah akibat kemoterapi.
Penelitian yang dilakukan oleh Lee et al (2008)
melaporkan bahwa 29% pasien mengalami
mual muntah akut dan 47% mengalami mual
muntah delayed atau tertunda selama empat
hari setelah mendapat kemoterapi, meskipun
telah mendapatkan antiemetik regimen terbaru.
Terapi komplementer secara efektif
dapat membantu dalam manajemen mual
muntah akibat kemoterapi diantaranya yaitu
relaksasi, guided imagery, distraksi, hipnosis,
akupresur dan akupunktur (Lee at al., 2008).
Akupresur merupakan salah satu bentuk
fisioterapi dengan memberikan pemijatan dan
stimulasi pada titik – titik tertentu pada tubuh.
Akupresur adalah tindakan yang sangat
sederhana tetapi cukup efektif, mudah
dilakukan, memiliki efek samping yang
minimal, dapat digunakan untuk mendeteksi
gangguan pada pasien dan aplikasi prinsip
healing touch pada akupresur menunjukkan
perilaku caring yang dapat mendeteksi
hubungan terapeutik antara perawat dan pasien
(Mehta, 2007).
Titik akupresur yang paling sering
digunakan untuk mengatasi mual dan muntah
akibat kemoterapi adalah titik P6 dan titik
St36. Akupresur pada titik P6 dan titik ST36
dapat menurunkan mual dan muntah melalui
efek terapinya di tubuh. Stimulasi yang
dilakukan pada titik-titik ini diyakini akan
memperbaiki gangguan pada lambung
termasuk mual dan muntah (Dibble et al.,
2007).
Pengaruh akupresur terhadap penurunan
mual dan muntah telah diuji oleh beberapa ahli
melalui penelitian. Dibble, et al (2007) telah
melakukan penelitian untuk membandingkan
perbedaan mual dan muntah akibat kemoterapi
pada 160 orang wanita. Responden dibagi tiga
kelompok yang terdiri dari kelompok yang
mendapat akupresur, placebo akupresur dan
mendapat perawatan yang biasa. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan intensitas mual dan muntah yang
signifikan pada kelompok yang mendapat
akupresur bila dibandingkan dengan kelompok
plasebo dan kelompok yang mendapatkan
perawatan biasa dan tidak terdapat perbedaan
yang signifikan pada kelompok plasebo
akupresur dan kelompok yang mendapatkan
perawatan yang biasa.
Pada tahun 2011 di Iran dilakukan
penelitian oleh Bastani tentang pengaruh
akupresur terhadap 120 anak usia sekolah yang
menderita Leukemia Limphoblastik Akut
(LLA) dengan hasil intensitas mual muntah
pada anak yang dilakukan akupresur lebih
rendah dibandingkan dengan kelompok
plasebo.
Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta
merupakan rumah sakit rujukan nasional untuk
berbagai masalah pasien dengan kanker.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di RS
Kanker Dharmais didapatkan data jumlah anak
yang menderita kanker pada tahun 2011
sebanyak 107 anak terdiri dari bayi sebanyak 3
anak (3%), toddler 31 anak (29%), pra sekolah
19 anak (18%), usia sekolah 31 anak (29%)
dan remaja 23 anak (21%). Adapun jenis
kanker yang paling banyak menyerang usia
anak adalah leukemia 29%, limpoma 13%,
osteosarkoma 6%, rabdomiosarkoma 6%,
retinoblastoma 5%, tumor wilm 4%,
neuroblastoma 3%, meduloblastoma 3%.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan
oleh peneliti, akupresur belum pernah
dilakukan sebagai salah satu bentuk tindakan
keperawatan dalam menurunkan gejala mual
muntah akibat efek kemoterapi di Ruang
Rawat Inap Anak RS Kanker Dharmais.
Menurut Dibble, et al. (2007) akupresur
merupakan tindakan yang mudah untuk
dilakukan oleh perawat dan memiliki banyak
keuntungan.
Anak usia sekolah adalah anak yang
berusia 6–12 tahun. Pada periode usia sekolah,
anak mulai memasuki dunia yang lebih luas,
ditandai anak memasuki lingkungan sekolah
yang memberikan dampak perkembangan dan
hubungan dengan orang lain. Perkembangan
bahasa anak usia sekolah ditandai dengan anak
mulai meningkat kemampuan menggunakan
bahasa dan kemampuan berkembang seiring
dengan pendidikan di sekolah. Kemampuan
sosialisasi anak usia sekolah ditandai dengan
keingintahuan tentang dunia di luar keluarga
dan pengaruh kelompok sangat kuat pada anak
(Hockenberry & Wilson, 2007). Pengobatan
kanker pada anak meliputi penggunaan agen
kemoterapi yang dapat menyebabkan beberapa
efek samping dan kadang-kadang parah. Mual
muntah yang diakibatkan kemoterapi umum
terjadi, sebanyak 60% dari pasien anak dengan
kanker mengalami mual muntah (TYC,
Mulhern & Bieberich, 1997). Mual muntah
akibat kemoterapi telah dilaporkan sebagai
salah satu efek samping yang paling ditakuti
dan menyedihkan dari pengobatan kanker
(Holdsworth, Raish& Frost, 2006). Mual
muntah yang kurang terkontrol dapat berakibat
pada fisik dan psikososial anak usia sekolah
termasuk anoreksia, gizi buruk, gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit ,
kecemasan (Dewan, Singhal, & Harit, 2010).
Hal ini dapat membuat pasien anak usia
sekolah rentan terhadap komplikasi tambahan,
keterlambatan pengobatan dan penurunan
kualitas hidup (Miller & Kearney, 2004).
Berdasarkan fenomena di atas dapat
disimpulkan bahwa anak yang menderita
kanker
akan
memperoleh
pengobatan
kemoterapi, dimana kemoterapi ini dapat
menimbulkan berbagai macam efek samping
yang tidak menyenangkan bagi anak dan
keluarganya. Salah satu efek samping yang
menakutkan bagi anak dan keluarga adalah
mual muntah. Kondisi ini menyebabkan stres
bagi penderita dan keluarga yang terkadang
membuat penderita dan keluarga memilih
untuk menghentikan siklus terapi, dimana
apabila siklus terapi ini dihentikan akan
berpotensi mempengaruhi harapan hidup anak
karena akan mempercepat penyebaran dari sel
kanker. Untuk mengatasi hal tersebut, maka
diberikan antiemetik untuk mengatasi mual
muntah juga diperlukan tindakan penunjang
berupa terapi komplementer yang disesuaikan
dengan anak usia sekolah seperti akupresur.
Peneliti juga belum pernah menemukan data
penelitian yang dilakukan tentang pengaruh
akupresur untuk mengatasi mual muntah
lambat akibat kemoterapi pada anak usia
sekolah dengan kanker di Indonesia.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang pengaruh
akupresur untuk mengatasi mual muntah
lambat akibat kemoterapi pada anak usia
sekolah dengan kanker di RS Kanker
Dharmais.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan menggunakan desain kuasi
eksperimen dengan pre test dan post test tanpa
kontrol untuk membandingkan tindakan yang
dilakukan sebelum dan sesudah eksperimen.
Pretest merupakan pengukuran tingkat mual
muntah sebelum intervensi dilakukan. Terapi
akupresur akan dilakukan pada kelompok
intervensi pada hari keempat kemudian
dilakukan pengukuran mual muntah kedua
sebagai data post test. Prosedur dilakukan pada
pasien yang menjalani kemoterapi dirawat di
ruang rawat inap anak RS Kanker Dharmais
Jakarta.
Populasi dalam penelitian ini adalah
anak usia sekolah yang menderita kanker yang
sedang menjalani kemoterapi dan dirawat di
Ruang Rawat Inap Anak RS Kanker Dharmais
Jakarta. Teknik pengumpulan sampel pada
penelitian ini menggunakan consecutive
sampling yaitu suatu metode pemilihan sampel
yang dilakukan dengan memilih semua
individu yang ditemui dan memenuhi kriteria
pemilihan, sampai jumlah sampel yang
diinginkan terpenuhi (Dharma, 2011). Kriteria
inklusi dalam penelitian ini adalah anak
berusia antara 6-12 tahun yang mendapat
kemoterapi, kooperatif, mampu membaca,
menulis dan berkomunikasi secara verbal dan
nonverbal, sadar, berorientasi pada tempat,
waktu dan orang serta rute pemberian
kemoterapi melalui intravena. Kriteria eksklusi
dalam penelitian ini adalah anak dengan
kanker dalam kondisi lemah dan tidak sadar,
mengalami
mual
muntah
antisipatori,
trombositopenia (<100 mg%), memiliki
penyakit penyerta serta kontraindikasi
akupresur, kulit yang terluka, bengkak, tulang
retak, kulit yang terbakar. Jumlah sampel pada
penelitian ini sebesar 20 anak.
Peneliti mencoba mengukur pengaruh
terapi akupresur terhadap mual muntah lambat
akibat kemoterapi pada pasien anak dengan
kanker di RS Kanker Dharmais Jakarta.
Variabel penelitian ini terdiri dari variabel
bebas, variabel terikat dan variabel potensial
perancu. Variabel bebasnya adalah terapi
akupresur, variabel terikatnya adalah mual
muntah serta variabel potensial perancunya
adalah usia, jenis kelamin, kemoterapi yang
digunakan, obat antiemetik yang digunakan,
dan siklus kemoterapi.
Seluruh variabel penelitian diambil
dari data primer yang dikumpulkan dengan
menggunakan kuesioner terstruktur pada saat
kunjungan. Jika ada responden yang tidak
hadir pada saat itu maka peneliti akan datang
pada hari-hari berikutnya untuk melakukan
pengumpulan data sampai semua responden
dapat mengisi kuesioner.Setelah kuesioner
terkumpul
maka
dilakukan
tahapan
pengolahan: editing, coding, entry data.
Kegiatan memasukkan data yang diperoleh
dari kuesioner dengan menggunakan paket
software statistic yaitu dengan SPSS
17.Analisis data dengan menggunakan analisis
univariat dan bivariat.
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Gambaran
karakteristik
responden
berdasarkan usia
Usia responden minimal 6 tahun dan
maksimal berusia 12 tahun. Rerata usia
responden secara keseluruhan adalah 9,15
tahun dengan standar deviasi 1,899. Dari hasil
penelitian ini didapatkan bahwa usia responden
paling rendah adalah 6 tahun dan maksimum
berusia 12 tahun. Rata-rata usia responden
secara keseluruhan adalah 9,15 tahun. Hasil
tersebut sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Lee et al (2008) yang
menyatakan bahwa insiden kanker pada anak
antara tahun 2004-2007 di Amerika,
menunjukkan bahwa insiden kanker pada
kelompok anak-anak (usia 6-12 tahun)
mengalami peningkatan setiap tahunnya (Lee,
et al., 2008). Usia anak yang digunakan pada
penelitian ini juga sama dengan usia anak yang
digunakan pada penelitian Bastani (2011) yang
melakukan penelitian pada 120 anak kanker
usia sekolah dengan desain Randomised
Clinical Trial (RCT) yang bertujuan untuk
mengidentifikasi efektifitas terapi akupresur
dalam mengurangi respon mual muntah pada
anak kanker yang menjalani kemoterapi.
Peneliti menyimpulkan bahwa usia anak yang
efektif untuk dijadikan sebagai responden
penelitian pada terapi akupresur untuk
mengurangi mual muntah akibat kemoterapi
adalah anak berusia 6-12 tahun (usia sekolah).
Pendapat peneliti tersebut sesuai dengan
pendapat
Hockenberry
(1988)
serta
Hockenberry dan Wilson (2007).
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia di RS Kanker Dharmais November - Desember 2012
Variabel
Rerata
SD
N
Minimal Maksimal
Usia
9,15
1,899
20
6 - 12
Gambaran karakteristikresponden
berdasarkan diagnosis medis
Diagnosis medis responden dengan
jumlah tertinggi yaitu osteosarcoma sebanyak
6 responden (30%), dan responden dengan
jumlah terendah yaitu limpoma (5%) dan
histiositosis (5%). Diagnosa medis tersebut
akan terlihat lebih jelas pada tabel 2 berikut.
Tabel 2Distribusi Responden Berdasarkan Diagnosis Medis di RS Kanker Dharmais NovemberDesember 2012
No
Diagnosa Medis
Total
Frekuensi (%)
1 Osteosarcoma
6
30
2 Sarcoma
4
20
3 PNET
2
10
4 Retinoblastoma
2
10
5 Teratoma
2
10
6 Neuroblastoma
2
10
7 Limpoma Burkit
1
5
8 Histiositosis
1
5
Gambaran karakteristik responden
berdasarkan jenis kelamin, kemoterapi,
antiemetik dan siklus kemoterapi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar responden berjenis kelamin
perempuan yaitu 55%. Thompson (1999 dalam
Garrett et al, 2003) menjelaskan bahwa wanita
lebih memungkinkan mengalami mual muntah
daripada laki-laki, kemungkinan disebabkan
oleh pengaruh hormone. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Lebaron, et al (2006)
didapatkan anak perempuan dilaporkan
mengalami mual lebih besar dibandingkan
laki-laki. Dengan demikian ada beberapa
faktor resiko yang dapat menjadi perhatian
perawat untuk melakukan tindakan antisipasi
sebelum memulai pemberian kemoterapi
diantaranya adalah jenis kelamin.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa
hampir sebagian responden menggunakan
kemoterapi dengan potensi emetik tinggi
sebanyak 8 responden (40%), 6 responden
(30%) menggunakan kemoterapi dengan
potensi emetik sedang dan 6 responden (30%)
menggunakan kemoterapi dengan potensi
emetik ringan. Temuan pada penelitian ini
sejalan dengan penelitian Dibble, et al (2003)
dan Dibble, et al (2007). Penelitian Dibble, et
al. (2003) dilakukan pada sebagian besar
(76%)
responden
yang
mendapatkan
kemoterapi dengan emetogenik tinggi, 15%
responden yang mendapatkan kemoterapi
dengan derajat emetogenik sedang sedangkan
sisanya (9%) dengan derajat emetogenik yang
lain. Sementara penelitian Dibble, et al. (2007)
adalah penelitian random klinis tentang
pengaruh akupresur terhadap mual muntah
akibat kemoterapi yang dilakukan pada 76%
responden yang menggunakan kemoterapi
kombinasi Cyclophosphamid dan Epirubicin.
Kombinasi tersebut merupakan kemoterapi
derajat emetogenik tinggi. Sementara sisanya
(24%) menggunakan kemoterapi dengan
derajat emetogenik yang lebih rendah.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa
sebagian
besar
responden
(100%)
menggunakan antiemetik dengan indeks terapi
tinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa penggunaan antiemetik sebelum dan
setelah dilakukan tindakan sudah sama.
Penelitian lain yang sejalan dengan temuan
penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan
oleh Molassiotis (2000) di China yang
menggunakan desain RCT. Pada penelitian ini,
semua
responden
penelitian
diberikan
antiemetik dari golongan antagonis reseptor
5HT3
yang
dikombinasikan
dengan
Dexamethasone yang merupakan antiemetik
dari
golongan
indeks
terapi
tinggi.
Berdasarkan pemaparan beberapa penelitian di
atas, peneliti mendapatkan kesimpulan bahwa
temuan pada penelitian ini memiliki
karakteristik yang sama dengan penelitian
sebelumnya dalam hal pemakaian antiemetik
yaitu menggunakan antiemetik dengan indeks
terapi tinggi. Semua responden pada penelitian
ini menggunakan antiemetik indeks terapi
tinggi. Pandangan peneliti tentang penggunaan
antiemetik dengan indeks terapi tinggi juga
didukung oleh Bradburry (2004). Pemberian
antiemetik disesuaikan dengan emetogenik
kemoterapi, obat dengan emetogenik tinggi
dan sedang diberikan kombinasi antagonis
reseptor
5HT3
dengan
kortikosteroid.
Antagonis reseptor 5HT3 merupakan pilihan
yang paling sering digunakan untuk
menurunkan CINV. Ondansetron, salah satu
obat dari golongan tersebut mempunyai
kemampuan yang lebih untuk memblok
reseptor serotonin (Bradburry, 2004).
Berdasarkan
siklus
kemoterapi
responden hampir merata untuk masingmasing siklus. Sebelum dilakukan tindakan
akupresur, paling banyak responden berada
pada siklus ke1 yaitu 9 orang (55%),
sedangkan untuk siklus 2, 3 dan 5 masingmasing
30%,
20%,
5%.
Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Kemoterapi, Antiemetik dan Siklus
Kemoterapi di RS Kanker Dharmais November-Desember 2012
No
Variabel
Total
Frekuensi (%)
1
2
3
4
Jenis Kelamin
Perempuan
Laki-laki
Kemoterapi
Emetogenik Ringan
Emetogenik Sedang
Emetogenik Berat
Antiemetik
Indeks Terapi Tinggi
Indeks Terapi Rendah
Siklus Kemoterapi
Pertama
Kedua
Ketiga
Keempat
11
9
55
45
6
6
8
30
30
40
20
0
100
0%
9
6
4
1
45
30
20
5
Gambaran rata-rata skor mual dan muntah
sebelum dan sesudah intervensi
Hasil penelitian menunjukkan rerata
mual pada kelompok yang dilakukan akupresur
sebelumnya adalah 5,00 dengan SD=1,026 dan
setelah dilakukan akupresur adalah 2,75
dengan SD=0,551. Rerata muntah pada
kelompok
yang
dilakukan
akupresur
sebelumnya adalah 6,65 dengan SD=1,927 dan
setelah dilakukan akupresur adalah 3,70
dengan SD= 0,804. Rerata mual muntah pada
kelompok
yang
dilakukan
akupresur
sebelumnya adalah 11,65 dengan SD=2,907
dan setelah dilakukan akupresur adalah 6,45
dengan
SD=1,276.
Penulis
menarik
kesimpulan bahwa terjadi penurunan rerata
mual muntah pada kelompok setelah
diintervensi sebesar 5,20.
Tabel 4. Rata-rata Skor Mual dan Muntah Sebelum dan Sesudah Intervensi di RS Kanker Dharmais
November-Desember 2012
No
Variabel
Pengukuran
Rerata
SD
1 Skor Mual
Sebelum
5,00
1,026
Sesudah
2,75
0,551
2 Skor Muntah
Sebelum
6,65
1,927
Sesudah
3,70
0,804
3 Skor Mual Muntah
Sebelum
11,65
2,907
Sesudah
6,45
1,276
Analisis Bivariat
Rerata skor mual dan muntah sebelum dan
sesudah terapi akupresur.
Rerata skor mual setelah dilakukan akupresur
berbeda secara signifikan dengan sebelum
dilakukan tindakan akupresur (p value=0,000).
Hasil penelitian ini mendukung hipotesis
penelitian yaitu rata-rata skor mual setelah
dilakukan tindakan akupresur lebih rendah
dibandingkan sebelum dilakukan tindakan
akupresur. Hasil penelitian ini telah
menunjukkan bahwa akupresur yang dilakukan
dapat menurunkan skor mual sebesar 2,25 pada
responden yang mengalami mual akibat
kemoterapi,
sedangkan
skor
muntah
mengalami penurunan sebesar 2,95 setelah
dilakukan tindakan. Skor mual muntah
mengalami penurunan sebesar 5,25 setelah
dilakukan tindakan akupresur.
Penelitian
yang
sejalan
dengan
penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan
oleh Bastani pada tahun 2011 di Iran.
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi efek
akupresur pada titik P6 terhadap mual muntah
akibat kemoterapi terhadap 120 anak usia
sekolah
yang
menderita
Leukemia
Limphoblastik Akut (LLA) dengan hasil
intensitas mual muntah pada anak yang
dilakukan
akupresur
lebih
rendah
dibandingkan
dengan
kelompok
placebo(p<0,005). Bastani (2011) memberikan
kesimpulan bahwa akupresur efektif dilakukan
untuk menurunkan mual akibat kemoterapi.
Pada tahun 2009, Said melakukan
penelitian di Palestina untuk membandingkan
perbedaan mual dan muntah akibat kemoterapi
pada 42 orang wanita yang menderita kanker
payudara. Responden dibagi tiga kelompok
yang terdiri dari kelompok yang menerima
akupresur dengan menggunakan Sea-Band,
plasebo akupresur dan mendapat perawatan
yang biasa. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kelompok yang mendapatkan akupresur
mengalami penurunan pada kejadian mual
muntah dibandingkan dengan kelompok yang
mendapatkan plasebo akupresur dan perawatan
yang biasa.
Tabel 5 Perbedaan Skor Mual, Skor Muntah Dan Skor Mual Muntah Sebelum dan Setelah Terapi
Akupresur di RS Kanker Dharmais November-Desember 2012
No
Variabel
Pengukuran
Rerata
SD
P value
1
Skor Mual
Sebelum
5,00
1,026
0,028
Sesudah
2,75
0,551
2
Skor Muntah
Sebelum
6,65
1,927
0,000
Sesudah
3,70
0,804
3
Skor Mual Muntah
Sebelum
11,65
2,907
0,000
Sesudah
6,45
1,276
Kesimpulan
1. Karakteristik dari 20 responden meliputi :
rata-rata usia 9,15 tahun, sebagian besar
(55%) berjenis kelamin perempuan,
sebagian besar (40%) menggunakan
kemoterapi dengan derajat emetogenik
tinggi, semua (100%) menggunakan
antiemetik dengan indeks terapi tinggi,
dan sebagian besar (45%) pada siklus
pertama.
2. Penurunan rata-rata skor mual setelah
dilakukan
akupresur
lebih
besar
dibandingkan dengan sebelum dilakukan
akupresur (p=0,028).
3. Penurunan rata-rata skor muntah setelah
dilakukan
akupresur
lebih
besar
dibandingkan dengan sebelum dilakukan
akupresur (p=0,000)
4. Penurunan rata-rata skor mual muntah
setelah dilakukan akupresur lebih besar
dibandingkan dengan sebelum dilakukan
akupresur (p=0,000).
Saran
Bagi
pengembangan
pelayanan
keperawatan
diharapkan
dapat
mengembangkan program seminar dan
pelatihan terapi komplementer khususnya
akupresur untuk perawat agar pemahaman dan
kemampuannya meningkat tentang terapi
komplementer
khususnya
akupresur.
Mengaplikasikan terapi akupresur dalam
memberikan asuhkan keperawatan yang
holistik pada pasien anak dengan kanker yang
mendapatkan kemoterapi. Memodifikasi dan
menyusun standar asuhan keperawatan pada
pasien anak dengan kanker yang mengalami
mual muntah akibat kemoterapi dengan
mempertimbangkan hasil penelitian ini sebagai
suatu acuan.
Bagi pendidikan keperawatan dapat
memuat materi tentang terapi komplementer
yang sering digunakan untuk manajemen mual
muntah yang disesuaikan dengan tumbuh
kembang anak ke dalam kurikulum
pendidikan,
mengembangkan
praktek
keperawatan berbasis terapi komplementer
khususnya
terapi
akupresur
dan
menyebarluaskan informasi dan pengetahuan
tentang terapi akupresur melalui seminar,
simposium keperawatan.
Bagi penelitian selanjutnya perlunya
penelitian tentang terapi komplementer yang
lain untuk menurunkan mual muntah pada
anak dengan kanker yang mendapatkan
kemoterapi misalnya relaksasi, guided
imagery, distraksi dan hipnosis. Perlunya
penelitian lanjutan tentang pengaruh terapi
akupresur terhadap mual muntah lambat akibat
kemoterapi
pada
responden
yang
karakteristiknya sama misalnya diagnose
medis, jenis kemoterapi, jenis antiemetik dan
siklus kemoterapi.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih disampaikan
kepada Ketua Stikes Persada Husada Indonesia
yang telah memberi kesempatan, waktu dan
biaya kepada penulis dalam melaksanakan
penelitian ini. Terima kasih juga kepada
teman-teman sejawat yang telah membantu
terlaksananya
penelitian
sampai
pada
penulisan artikel ini. Tak lupa terima kasih
yang sebesar-besarnya disampaikan kepada
Kepala Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta,
Kepala Ruang Rawat Inap Anak, beserta
seluruh perawat ruangan yang telah
memberikan informasi yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan penelitian. Dan tak lupa ucapan
terima kasih kepada Allenidekania, SKp, M.Sc
yang telah membimbing penulis dalam
pelaksanaan penelitian ini.
Daftar Pustaka
Dharma, K.K. (2011). Metodologi penelitian
keperawatan : panduanmelaksanakan
dan menerapkan hasil penelitian. Jakarta
: TIM
Dibble, S.L., Luce, J, Cooper, B.A & Israel, J.
(2007). Accupressure for chemoterapyinduced nausea and vomiting : a
randomized clinical trial. Oncology
Nursing Forum. 34(4) 813-820
Fengge, Antoni. (2012). Terapi akupresur :
manfaat
&teknik
pengobatan.
Yogyakarta : Crop Circle Corp.
Garrett, K, Tsuruta, K., Walker, S., Jackson,
S., & Sweat, M., (2003). Managing
nausea and vomiting. Critical Care
Nurse, 23 (1), 31 – 50.
Grunberg, S.M. (2004). Chemotherapy
induced nausea vomiting : prevention,
detection and treatment-how are we
doing? The Journal of Supprtive
Oncology, 2(1), 1-12.
Hawkins, R. (2009). Chemotherapy-induced
nausea and vomiting: challenges and
opportunities for improved patient
outcomes. Clinical Journal of Oncology
Nursing.
Hockenberry, M., & Wilson, D. (2007).
Wong’s Nursing Care Of Infants And
Children. St. Louis : Mosby Elsevier.
Hesket, P.J. (2008). Chemotherapy induced
nausea and vomiting. The New England
Journal of Medicine, 358(23), 24822494.
Lee, J., Dodd, M., Dibble, S., & Abrams, D.
(2008). Review of acupressure studies
for chemotherapy-induced nausea and
vomiting control. Journal of Pain and
Symptom Management, 36(5), 529-544.
Mehta,H. (2007). The science and benefits of
acupressure therapy. Diakses tanggal 27
September
2012
dari
http://www.associatedcontent.com/articl
e/284965/the_science_and_benefits_of_
acupressure.html?page=2
Molassiotis, A., Helin, A.M., Dabbour, R., &
Hummerstone, S. (2007). The effects of
P6 acupressure in the profilaksis of
chemotherapy related nausea and
vomiting in breast cancer patients.
Complementary Therapies in Medicine,
15(1), 30-12.
Morrow,G.R., & Dobkin, P.L. (2002)
Anticipatory nausea and vomiting in
cancer
patients
undergoing
chemotherapy treatment prevalence,
etiology, and behavioral interventions.
Clinical Psychology Review, 8(5), 517556.
Price, S.A., & Wilson, L.M.(2008).
Patofisiologi: Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Jakarta : EGC
Roscoe, J.A., Morrow,G.R., Hickok, J.T.,
Bushunow, P., Pierce, H.I., Flynn, P.J.,
et al (2003). The efficacy of acupressure
and acustimulation wrist band for relief
of chemotherapy induced nausea and
vomiting: A University of Rochester
Cancer Center Community Clinical
Oncology Program Multicenter Study.
Journal of Pain and Symptom
Management, 26(2), 731-742.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle,J.L., &
Cheever, K,H. (2008). Textbook of
Medical-Surgical Nursing Eleventh
edition.
Brunner
&
Suddarth‟s.
Philadelphia Lippincott Williams &
Wilkins, a Wolter Kluwer Bussines.
Wood, G.J., Shega, J.W., Lynch, B., & Roenn,
J.H (2007). Management of intractable
nausea and vomiting in patients at the
end of life; “I Was Feeling Nauseous All
of the Time …. Nothing Was Working”.
Journal
of
American
Medical
Association.
298(10).1196-1207.
Analisis Kualitas Pelayanan dengan
Metode Student Satisfaction Inventory (SSI)
di STIKes Persada Husada Indonesia
Elwindra1; Alfatihah Reno MNSPM1 2
Service Quality Analysis
Using Student Satisfaction Inventory (SSI) Method
in Persada Husada Indonesia College Of Health Sciences (STIKes PHI)
Abstrak
Seiring dengan semakin ketatnya tingkat persaingan antar perguruan tinggi, Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Persada Husada Indonesia (STIKes PHI) sebagai salah satu institusi pendidikan sangat
memerlukan usaha peningkatan kualitas layanan pendidikan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian
untuk mengukur serta menganalisa kualitas layanan pendidikan tinggi yang diberikan STIKes PHI,
sehingga dapat diambil langkah yang tepat untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan. Dalam
penelitian ini metode yang digunakan adalah Metode Student Satisfaction Inventory (SSI) dengan 12
dimensi kualitas layanan pendidikan. Masing-masing dimensi diukur tingkat kepentingan dan tingkat
kepuasannya dan dianalisis dengan teknik Importance-Performance Analysis. Jumlah responden pada
penelitian ini sebanyak 196 orang mahasiswa STIKes PHI yang dipilih berdasarkan metode stratified
random sampling. Dari penelitian ini diketahui bahwa STIKes PHI harus memprioritaskan usaha
perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan pada faktor-faktor yang termasuk dalam Dimensi
Academic Services (AS), Concern For the Individual (CFI), dan Instructional Effectiveness (IE).
Faktor utama yang mempengaruhi kepuasan mahasiswa terletak pada pengaturan masalah jadwal
perkuliahan, pelayanan staf perpustakaan, fasilitas perpustakaan, fasilitas dan pelayanan lab komputer,
kebenaran informasi saat promosi, fasilitas dan kenyamanan ruang kuliah, serta respon terhadap
keluhan mahasiswa. STIKes PHI disarankan untuk melakukan perbaikan pelayanan pada dimensidimensi pelayanan yang menjadi prioritas dan terus melakukan penelitian kualitas pelayanan secara
berkesinambungan, agar apa yang menjadi harapan mahasiswa dapat terpenuhi secara efektif dan
efisien.
Kata kunci: kualitas pelayanan, student satisfaction inventory (ssi), tingkat kepuasan, importanceperformance analysis, STIKes PHI.
Abstract
With the intense level of competition between universities, Persada Husada Indonesia College
of Health Sciences (STIKes PHI) are one of the many educational institutions in need in improving the
quality of our educational services. It is necessary to measure and analyze the quality of education
services provided by STIKes PHI, therefore appropriate steps can be taken to improve the services
quality. The method that was used in this study was the Student Satisfaction Inventory (SSI) method
which contained 12 dimensions of quality educational services. Each dimension was measured with
both level of importance and level of satisfaction and analyzed by the technique of Importance -
1
Dosen pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Persada Husada Indonesia
2
Pegawai Badan Pusat Statistik
Performance Analysis. An amount of 196 students was chosen as respondent for this study, and
choosed based on stratified random sampling method. This research noted that STIKes PHI must
prioritize in improving their efforts and quality of care to the factors that were included in Dimension:
Academic Services (AS), Concern For the Individual (CFI), and Instructional Effectiveness (IE). The
main concerns that were affecting student satisfaction lies in: class schedulling, library staff services,
library facilities, computer lab facilities and services, promoting information, classes facilities and
comfort, and responses to student complaints. STIKes PHI were advised to create improvements in its
service dimensions which was included in priority dimensions, and continues to perform research
service quality regularly, therefore the students expectations can be satisfy with efficiency and
effectiveness.
Keywords: service quality, student satisfaction inventory (ssi), satisfaction index, importanceperformance analysis, STIKes PHI.
Pendahuluan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Persada
Husada Indonesia (STIKes PHI) merupakan
institusi pendidikan tenaga kesehatan yang
menawarkan 2 (dua) Jurusan, yaitu Jurusan
Keperawatan
dan
Jurusan
Kesehatan
Masyarakat. Salah satu strategi yang digunakan
agar tetap eksis adalah dengan bukan hanya
dengan brand yang kuat, tetapi dilihat dari
bagaimana jasa pelayanan yang diberikan dapat
dikemas sedemikian rupa sehingga dapat
memuaskan mahasiswa. STIKes PHI didukung
oleh tenaga pengajar yang kompeten dalam
bidangnya dan sarana prasarana yang memadai
dengan ruang praktek/lab yang lengkap dan
nyaman, ruangan kelas yang bersih serta
lokasi yang strategis mudah dijangkau oleh
mahasiswa. Bila dilihat keunggulan STIKes
PHI dibandingkan dengan institusi pendidikan
di Jakarta, maka STIKes PHI merupakan
institusi pendidikan tenaga kesehatan yang
berkualitas dengan biaya pendidikan yang
relatif murah. Sedangkan peluang eksternal
dapat dilihat dari meningkatnya kebutuhan akan
tenaga kesehatan baik di dalam maupun luar
negeri
serta
meningkatnya
kesadaran
masyarakat akan arti penting dari kesehatan.
Ada banyak sekali sekolah tinggi ilmu
kesehatan di Jakarta yang menawarkan
jurusan/program studi yang sama. Masingmasing memiliki keunggulan dan kelemahannya
sendiri sehingga persaingan antar institusi
menjadi sangat ketat. Persaingan ini akan
semakin terasa di masa yang akan datang, untuk
itu STIKes PHI harus mengantisipasi dengan
tidak hanya menawarkan jasa dalam bentuk
fisik saja tetapi juga melayani dengan lebih
profesional sehingga mahasiswa merasa puas
dan merekomendasikan kepada rekan dan
saudaranya untuk masuk ke institusi pendidikan
ini.
Konsep kualitas pelayanan (service
quality/servqual) merupakan alat yang efektif
untuk mengukur tingkat kepuasan konsumen.
Model ini terdiri atas dua bagian, dimana
bagian awal berisikan harapan pelanggan untuk
sebuah kelas pelayanan, dan bagian kedua
merupakan persepsi pelanggan akan pelayanan
yang diterima. Sebuah skor untuk kualitas
pelayanan dihitung dari selisih antara nilai
peringkat yang diberikan pelanggan untuk
sepasang pernyataan harapan dan persepsi.
Khusus untuk institusi pendidikan,
metode pengukuran tingkat kepuasan yang
biasa digunakan adalah dengan Metode Student
Satisfaction Inventory (SSI). Metode ini
dikembangkan oleh Noel-Levitz dan telah
menjadi standar nasional untuk negara Amerika
Serikat. Secara konseptual SSI terdiri dari 12
skala pengukuran.
Pelayanan jasa pendidikan di STIKes
PHI saat ini tidak luput dari keluhan mahasiswa
terutama tentang dosen mengajar, kenyamanan
ruang kelas dan asrama, pelayanan dari unit-unit
administrasi dan pelaksana teknis yang kurang
baik, serta nilai ujian yang terlambat
diumumkan. Untuk itu penelitian tentang
tingkat kepuasan mahasiswa sangatlah penting
untuk dijadikan dasar evaluasi diri sehingga
mampu meningkatkan kinerja dan kualitas
pendidikan di STIKes PHI.
Metode
Penelitian menggunakan metode potong
lintang (Cross Sectional Descriptive Study)
yang dianalisis dengan Metode Importance
Performance Analysis untuk melihat posisi
masing-masing Skala SSI berdasarkan tingkat
kepentingan
(harapan)
dan
kepuasan
(kenyataan).
Populasi penelitian ini adalah seluruh
mahasiswa STIKes PHI baik Program Studi
Keperawatan maupun Kesehatan Masyarakat.
Jumlah total keseluruhan populasi adalah 431
orang. Sampel dihitung dengan tingkat
kepercayaan 95% sehingga didapat jumlah
responden sebanyak 196 orang. Responden
dipilih berdasarkan metode stratified random
sampling yang terdistribusi secara proporsional
di dua jurusan, yaitu Jurusan Keperawatan dan
Jurusan Kesehatan Masyarakat.
Variabel independen yang digunakan
adalah 12 skala SSI , yaitu:
1. Academic Advising and Counseling
Effectiveness (AAC): menilai secara
komprehensif program bimbingan dan
konsultasi akademik. Penasehat akademik
dinilai
berdasarkan
pengetahuan,
kemampuan, dan perhatian mereka secara
pribadi untuk kesuksesan siswa, serta
pendekatan mereka terhadap siswa.
2. Academic Services (AS): menilai area
pelayanan kepada mahasiswa dalam
mendukung mahasiwa untuk mencapai
tujuan akademis. Area pelayanan ini
termasuk
perpustakaan,
laboratorium
komputer, ruang praktek/pelatihan, dan
ruang kelas.
3. Admissions
and
Financial
Aid
Effectiveness (AFA): menilai kemampuan
institusi pendidikan dalam memberikan
pelayanan kepada siswa secara efektif.
Skala ini mencakup kemampuan dan
pengetahuan penasehat akademik, dan juga
keefektifan dan ketersediaan program
4.
5.
6.
7.
8.
9.
bantuan keuangan untuk siswa (bea siswa,
magang, proyek).
Campus
Climate
(CC):
menilai
kemampuan dan pengalaman institusi
pendidikan
untuk
meningkatkan
kebanggaan dan rasa memiliki. Skala ini
juga
menilai
kemampuan
institusi
pendidikan dan peran serta kampus mereka
di masyarakat. Skala ini juga menilai
kemampuan institusi dalam berkomunikasi
dengan siswa.
Concern For the Individual (CFI): menilai
kemampuan
institusi
dalam
memperlakukan setiap siswa secara
individu. Skala ini mencakup penilaian
terhadap pelayanan dari bagian yang
berhubungan langsung dengan siswa
(bagian
akademik,
kemahasiswaan
fakultas, penasehat, pembimbing).
Instructional Effectiveness (IE): menilai
pengalaman akademik siswa, kurikulum,
dan kemampuan institusi pendidikan dalam
memberikan pelayanan yang terbaik dalam
bidang akademik. Skala ini mencakup
wilayah akademik secara menyeluruh, baik
di dalam maupun di luar kelas, termasuk
tersedianya pelatihan-pelatihan yang sesuai
bagi siswa.
Registration Effectiveness (RE): menilai
masalah yang berhubungan dengan
registrasi dan pembayaran. Skala ini juga
mengukur kemampuan institusi pendidikan
untuk membuat proses registrasi dan
pembayaran berjalan dengan efektif dan
lancar.
Responsiveness to Diverse Populations
(RDP): menilai komitmen institusi
pendidikan dalam memberikan kesempatan
belajar bagi orang dengan keadaan khusus,
seperti kaum minoritas, penyandang cacat,
siswa dari daerah, siswa dengan waktu
terbatas (sambil kerja), dan siswa yang
lebih tua yang ingin kembali belajar.
Safety and Security (SS): menilai tanggung
jawab
institusi
pendidikan
untuk
memberikan keamanan dan keselamatan
bagi siswa. Skala ini mengukur keefektifan
baik personil keamanan maupun fasilitas
kampus.
10. Service Excellence (SE): menilai sikap staf
dalam memberikan pelayanan, terutama
untuk staf yang berhubungan langsung
dengan siswa. Skala ini merujuk pada
wilayah dimana penilaian terhadap mutu
layanan dan pelayanan siswa secara
individu menjadi fokus utama.
11. Student Centeredness (SC): menilai usaha
institusi pendidikan untuk menghargai
siswanya, bahwa mereka adalah bagian
penting dari kemajuan institusi. Skala ini
mengukur seberapa besar siswa merasa
disambut dan dihargai.
12. Campus Support Services (CSS): menilai
mutu layanan pada fasilitas dan sarana
penunjang, yang dapat digunakan siswa
untuk meningkatkan produktifitas dan
memberi makna yang lebih mendalam
pada pengalaman belajar mereka. Layanan
ini meliputi area yang luas, seperti
perpustakaan, laboratorium komputer,
tutorial, dan ruang belajar yang digunakan
oleh siswa di luar kelas.
Pada skala SSI terdapat 3 nilai yang
mendasar, yaitu:
Tabel 1
Skala
1
2
3
4
5
6
7
1.
Nilai Kepentingan / Importance Score:
menunjukkan seberapa besar harapan.
(semakin besar nilai kepentingan, semakin
penting bagi siswa).
2. Nilai Kepuasan / Satisfaction Rating
Score: menunjukkan seberapa puas siswa
terhadap apa yang dilakukan institusi
dalam memenuhi harapan siswa. (semakin
besar nilai kepuasan, semakin puas siswa).
3.
Nilai Kesenjangan / Gap: adalah nilai
kepentingan dikurangi nilai kepuasan. Nilai ini
menunjukkan seberapa baik pelayanan yang
diberikan pihak institusi dalam memenuhi
harapan siswa. Nilai kesenjangan yang besar
(misalnya 1,5 atau lebih), menunjukkan bahwa
institusi tidak memenuhi harapan siswa. Nilai
kesenjangan yang kecil atau mendekati nol
menunjukkan bahwa institusi telah memenuhi
harapan siswa. Nilai kesenjangan yang bernilai
negatif menunjukkan bahwa institusi telah
melebihkan harapan siswa. Skala dimulai dari
angka 1 sampai dengan 7, dimana 1 adalah
angka terendah yang berarti „sangat tidak
penting‟ atau „sangat tidak puas‟, hingga ke
angka yang tertinggi 7 yang berarti „sangat
penting‟ atau „sangat puas.
Penilaian Skala Student Satisfaction Inventory (SSI)
Kepentingan
Kepuasan
Sangat Tidak Penting
Sangat Tidak Puas
Tidak Penting
Tidak Puas
Kurang Penting
Kurang Puas
Biasa Saja
Biasa Saja
Cukup Penting
Cukup Puas
Penting
Puas
Sangat Penting
Sangat Puas
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Nilai Kesenjangan / Gap
Tabel 2
Nilai Kesenjangan/Gap dari Masing-masing Pertanyaan
Item
Pertanyaan SSI
18
Jadwal perkuliahan terkontrol dengan
baik
Staf perpustakaan membantu dan mudah
dihubungi
5
Importance Satisfaction
Gap
6,53
2,86
3,67
6,18
2,69
3,49
6
9
22
4
17
19
13
31
8
32
33
28
7
16
26
20
15
10
1
30
2
36
25
23
14
29
34
35
3
21
12
24
27
11
Fasilitas perpustakaan sesuai kebutuhan
Fasilitas lab komputer memadai dan
mudah di akses
Informasi yg disampaikan saat promosi
sesuai dgn kenyataan
Fasilitas dan kenyamanan ruang kuliah
Staf kampus cepat tanggap
menyelesaikan keluhan mahasiswa
Kemudahan untuk mendapatkan
informasi
Suasana kampus yang nyaman
Kegiatan ekstrakurikuler yang beragam
Fasilitas lab keperawatan memadai
Tersedianya tempat menyalurkan
keluhan mahasiswa
Tersedianya menu yang murah dan
beragam di kantin kampus
Ketepatan waktu dosen mengajar di
kelas
Staf lab keperawatan membantu dan
mudah dihubungi
Kepedulian pihak kampus terhadap
masalah pribadi mahasiswa
Gedung kampus yang terawat dan bersih
Pengumuman nilai UTS/UAS tepat
waktu
Kampus mempunyai reputasi yang baik
Biaya kuliah terjangkau
Wali Kelas / Pembimbing Akademik
peduli dan mudah dihubungi
Peraturan dan tata tertib kampus yang
jelas dan mendidik
Pelayanan bagian bimbingan dan
konseling (BK) yang bermanfaat
Pelayanan administrasi yang cepat dan
tepat waktu
Keamanan lingkungan Kampus
PPS membantu mahasiswa beradaptasi
dgn lingkungan kampus
Perasaan bangga terhadap kampus
Kemampuan dosen menyampaikan
materi kuliah dengan baik
Keramahan staf administrasi dalam
memberikan pelayanan
Keterampilan staf administrasi dalam
bekerja
Dosen pembimbing praktek yang
perhatian dan ramah
Pemberian ujian HER tepat waktu
Pemberian beasiswa yang tepat sasaran
Penerimaan mahasiswa tanpa
membedakan SARA
Kerapihan staf/dosen
Pembayaran biaya kuliah dengan
angsuran
6,50
6,46
3,29
3,30
3,21
3,17
6,25
3,10
3,15
6,48
6,37
3,35
3,28
3,13
3,09
6,38
3,41
2,97
6,52
6,07
6,50
6,03
3,65
3,21
3,66
3,23
2,87
2,86
2,84
2,80
5,89
3,11
2,78
6,53
3,90
2,63
6,31
3,84
2,47
6,01
3,54
2,47
6,43
6,32
4,10
4,05
2,33
2,28
6,53
6,41
6,32
4,29
4,30
4,27
2,24
2,11
2,05
6,33
4,30
2,04
5,82
3,81
2,01
6,12
4,12
2,00
6,49
5,90
4,53
3,94
1,97
1,96
6,10
6,61
4,17
4,69
1,93
1,92
6,16
4,28
1,88
6,07
4,26
1,81
6,35
4,55
1,80
6,29
6,30
6,18
4,49
4,60
4,54
1,80
1,69
1,64
6,30
6,39
4,84
4,97
1,46
1,41
Tabel 2 menunjukkan bahwa belum ada
pelayanan yang diberikan institusi yang telah
memenuhi/mendekati harapan mahasiswa. Dari
36 pertanyaan ada 7 yang nilai kesenjangan/gap
nya lebih dari 3, yaitu:
Jadwal perkuliahan terkontrol dengan
baik (3,67).
Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa
sangat tidak puas terhadap pengaturan
jadwal kuliah yang ada.
Staf perpustakaan membantu dan
mudah dihubungi (3,49).
Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan staf
perpustakaan dinilai sangat buruk dan sulit
untuk dihubungi.
Fasilitas perpustakaan sesuai kebutuhan
(3,21).
Perpustakaan kembali menjadi sorotan,
kali ini dalam hal fasilitas yang dinilai
tidak memadai.
Fasilitas lab komputer memadai dan
mudah di akses (3,17).
Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa
merasa sulit untuk mengakses lab
komputer dan fasilitas masih dinilai
kurang.
Informasi yg disampaikan saat promosi
sesuai dgn kenyataan (3,15).
Mahasiswa menilai bahwa informasi yang
diberikan saat promosi tidak sesuai dengan
kenyataan yang ada.
Fasilitas dan kenyamanan ruang kuliah
(3,13).
Hal ini menunjukkan bahwa fasilitas dan
kenyamanan ruang kuliah masih dinilai
belum memadai.
Staf
kampus
cepat
tanggap
menyelesaikan keluhan mahasiswa
(3,09)
Hal ini menunjukkan bahwa staf kampus
tidak cepat tanggap dalam menyelesaikan
keluhan mahasiswa.
Dari 36 pertanyaan tersebut dikelompokkan kedalam 12 Skala Student Satisfaction Inventory (SSI)
sehingga didapat kesenjangan/gap dari masing-masing skala.
Responsiveness to Diverse Populations
4.54
Admissions and Financial Aid
4.63
4.21
Academic Advising and Counseling
4.48
Service Excellence
4.31
Safety and Security
Campus Support Services
Campus Climate
3.81
4.04
6.18
6.36
6.16
6.48
6.46
6.14
6.38
Registration Effectiveness
3.52
6.08
Student Centeredness
3.46
6.08
Instructional Effectiveness
3.70
Concern for the Individual
3.41
Academic Services
3.35
6.38
Satisfaction
Importance
6.19
6.41
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0
Gambar 1 Perbandingan antara Kepentingan (Harapan) dengan Kepuasan
sebesar 2,78. Hal ini menunjukkan bahwa
pelayanan mahasiswa secara individual masih
buruk terkait dengan pelayanan pada bidang
akademik, kemahasiswaan dan penasehat/
bimbingan.
Dari gambar 1 terlihat bahwa kepuasan
mahasiswa pada masing-masing Skala SSI
masih jauh dari harapan. Ini menunjukkan
bahwa institusi STIKes PHI harus bekerja
lebih keras memperbaiki area pelayanan pada
mahasiswa.
Academic Services (AS) yang memiliki
nilai gap tertinggi sebesar 3,05 menunjukkan
bahwa institusi sangat lemah dalam area
pelayanan. Hal ini sesuai dengan faktor yang
menjadi
sorotan
pada
masing-masing
pertanyaan, yaitu lemahnya pelayanan dan
fasilitas pada perpustakaan, lab komputer dan
ruang kelas.
Nilai gap tertinggi kedua terletak pada
Concern for the Individual (CFI) dengan nilai
Tabel 3
Improtance-Performance Analysis
Berdasarkan
hasil
importanceperformance analysis dapat dihitung tingkat
kesesuaian dari masing-masing Skala SSI.
Tingkat kesesuaian merupakan perbandingan
antara kepentingan (harapan) dengan kepuasan
(kenyataan). Dengan tingkat kesesuaian ini
dapat dipergunakan untuk menentukan urutan
prioritas peningkatan kerja.
Tingkat Kesesuaian Masing-masing Skala SSI
SSI
Code
Importance
Satisfaction
Kesesuaian
Academic Services
AS
6,41
3,35
52,36%
Concern for the Individual
CFI
6,19
3,41
55,13%
Student Centeredness
SC
6,08
3,46
56,95%
Registration Effectiveness
RE
6,08
3,52
57,93%
Instructional Effectiveness
IE
6,38
3,70
57,99%
Campus Support Services
CSS
6,14
3,81
62,01%
Campus Climate
CC
6,38
4,04
63,25%
Safety and Security
Academic Advising and
Counseling
Service Excellence
SS
6,46
4,31
66,76%
AAC
6,16
4,21
68,30%
SE
6,48
4,48
69,11%
AFA
6,36
4,63
72,69%
RDP
6,18
4,54
73,49%
6,28
3,96
63,03%
Admissions and Financial Aid
Responsiveness to Diverse
Populations
Rata-rata
Tabel 3 menunjukkan bahwa institusi
STIKes PHI harus menitikberatkan perbaikan
pelayanan pada Academic Services (AS) dan
Concern for the Individual (CFI). Pada Skala
Responsiveness to Diverse Population (RDP)
dan Admission and Financial Aid (AFA)
terlihat bahwa tingkat kesesuaian telah
mencapai nilai diatas 70%, namun hal ini
bukan berarti skala ini tidak membutuhkan
perbaikan dan pengembangan sama sekali.
Dari rata-rata tingkat kesesuaian didapat
angka 63,03%. Nilai ini masih tergolong
buruk, karena tujuan dari kualitas pelayanan
yang baik harus memberikan kepuasan yang
setinggi-tingginya kepada pengguna. Untuk itu
institusi harus melakukan perbaikan dan
evaluasi secara berkesinambungan
Dari nilai kepentingan dan kepuasan
masing-masing Skala SSI didapatkan rata-rata
nilai. Melalui metode Importance Performance
strategi penanganan untuk masing-masing
skala
Analysis, maka rata-rata ini akan menjadi
sumbu pada Diagram Kartesius untuk melihat
posisi masing-masing, sehingga didapat
.
6.50
H
A
R
A
P
A
N
I
M
P
O
R
T
A
N
C
E
6.45
SE
SS 6,48; 4,48
AS
6,41; 3,35
6.40
6,46; 4,31
IE
CC
6,38; 3,70 6,38; 4,04
AFA
6,36; 4,63
6.35
6.30
3.96, 6.28
6.25
6.20
CFI
6.15
RDP
6,19; 3,41
AAC
6,16; 4,21
CSS
RE
6.10
6,18; 4,54
6,14; 3,81
6,08; 3,52
SC
6.05
3.00
6,08; 3,46
3.50
4.00
4.50
5.00
K I N E R J A / P E R F O R M A N C E
Gambar 2
Diagram Importance Performance Analysis
Kuadran A
Kuadran A menunjukkan faktor-faktor
yang dianggap mempengaruhi kepuasan dan
penanganannya
perlu
diprioritaskan.
Keberadaan faktor-faktor ini dinilai sangat
penting oleh mahasiswa, tetapi tingkat
pelaksanaan atau kinerja institusi STIKes PHI
masih belum memuaskan, sehingga banyak
responden menyatakan tidak puas. Ada 2 Skala
SSI yang masuk dalam kuadran ini, yaitu:
1. Academic Services (AS)
2. Instructional Effectiveness (IE)
Kuadran B
Kuadran B menunjukkan faktor-faktor
yang telah berhasil dilaksanakan dan wajib
dipertahankan karena dianggap sangat penting
dalam mempengaruhi tingkat kepuasan dan
tingkat pelaksanaan atau kinerja institusi
STIKes PHI telah memuaskan. Skala SSI yang
termasuk dalam kuadran ini adalah:
1. Campus Climate (CC)
2. Safety and Security (SS)
3. Service Excellence (SE)
4. Admissions and Financial Aid
Effectiveness (AFA)
Kuadran C
Kuadran C menunjukkan faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kepuasan,
tetapi
mahasiswa masih menganggap bahwa faktorfaktor ini bukan prioritas utama untuk
ditingkatkan dan pelaksanaannya juga masih
belum bisa memuaskan pasien. Skala SSI yang
termasuk dalam kuadran ini adalah:
1. Concern for the Individual (CFI)
2. Student Centeredness (SC)
3. .Registration Effectiveness (RE)
4. Campus Support Services (CSS)
Kuadran D
Kuadran D menunjukkan faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan mahasiswa,
tetapi pasien menganggap bukan merupakan
faktor yang penting sedangkan pelaksanaannya
sudah dinilai cukup memuaskan. Skala SSI
yang termasuk dalam kuadran ini adalah:
Tabel 4
Gap pada Kualitas Pelayanan di Asrama
Item
37
Asrama
Keamanan dan Kenyamanan
Importance
6,29
Satisfaction
3,12
Gap
3,16
38
Peraturan dan Tata Tertib
6,12
3,50
2,62
39
Kepedulian Koordinator
Asrama
Rata-Rata
6,10
3,58
2,53
6,17
3,40
2,77
Tabel 4 menunjukkan bahwa faktor keamanan
dan kenyamanan asrama memiliki tingkat
kesenjangan yang cukup jauh melebihi faktorTabel 5
1. Academic Advising and Counseling
Effectiveness (AAC)
2. Responsiveness to Diverse Populations
(RDP)
Faktor Penunjang Lain dan Gambaran
Kepuasan Secara Umum
Beberapa faktor penunjang yang
berhubungan dengan kualitas pelayanan juga
dapat menjadi masukan untuk perbaikan
institusi. Bagian yang disoroti adalah
pelayanan di asrama dan faktor minat
mahasiswa masuk ke STIKes PHI.
Gambaran kepuasan mahasiswa secara
umum pun perlu ditampilkan melalui level
kesesuaian kualitas pelayanan dengan harapan
dan tingkat kepuasan secara menyeluruh.
Gambaran umum ini menjadi kontrol untuk
melihat kesesuaiannya dengan hasil temuan
dalam penelitian.
faktor lain. Untuk itu perbaikan pelayanan di
asrama harus lebih diprioritaskan pada faktor
keamanan dan kenyamanan ini.
Faktor yang Mempengaruhi Minat Masuk ke STIKes PHI
Item
Faktor Yang Mempengaruhi Masuk STIKes PHI
Importance
45
Peluang kerja yang terbuka luas
6,61
42
Fasilitas kampus (gedung, asrama, lab, bis, lahan praktek,dll)
6,50
41
Reputasi kampus
6,39
40
Biaya kuliah
6,26
46
Kemudahan bagi calon mhs (penjemputan, tiket pesawat dll)
6,12
44
Lokasi yang strategis
6,11
43
Rekomendasi keluarga / teman
5,87
Tabel 5 menunjukkan bahwa faktor
utama yang mempengaruhi mahasiswa untuk
masuk ke STIKes PHI adalah karena faktor
peluang kerja yang terbuka luas dan fasilitas
kampus. Untuk itu, dalam menarik minat
mahasiswa, STIKes PHI harus terus
meningkatkan membuka peluang kerja yang
lebih luas untuk mahasiswa/lulusan. Fasilitas
kampus dalam bentuk gedung, asrama, lab, bis
antar jemput, lahan praktek dan lain-lain, juga
Tabel 6
Item
47
Gambaran Umum Level Kualitas Pelayanan
GAMBARAN UMUM
Secara umum, apakah proses pendidikan dan
pelayanan yang anda rasakan selama di STIKes
PHI sudah sesuai dgn harapan anda ?
Tabel 6 menunjukkan gambaran secara
umum terhadap kualitas pelayanan STIKes
PHI berada pada level 2,94. Hal ini berarti
bahwa mahasiswa menilai kualitas pelayanan
STIKes PHI masih berada sedikit di bawah
Tabel 7
Item
48
harus senantiasa ditingkatkan.
Importance
2,94
harapan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
yang menunjukkan tingkat kesesuaian baru
mencapai 63,03% serta rata-rata Gap sebesar
2,32.
Tingkat Kepuasan Secara Menyeluruh
Gambaran Umum
Secara keseluruhan, bagaimana tingkat
kepuasan anda selama menjalani proses
pendidikan di STIKes PHI ?
Tabel 7 menunjukkan gambaran tingkat
kepuasan secara keseluruhan terhadap kualitas
pelayanan STIKes PHI berada pada level 4,01.
Hal ini berarti bahwa kepuasan mahasiswa
STIKes PHI berada pada level yang biasa saja.
Hal ini pun sejalan dengan hasil penelitian
yang menunjukkan tingkat kesesuaian 63,03%
dan rata-rata Gap sebesar 2,32.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil
analisis
dan
pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
a. Belum ada pelayanan yang diberikan
institusi yang dinilai mahasiswa telah
memenuhi/mendekati harapan. Beberapa
area pelayanan bahkan menunjukkan Gap
yang sangat besar, yaitu pada masalah
jadwal perkuliahan, pelayanan staf
perpustakaan, fasilitas perpustakaan,
fasilitas dan pelayanan lab komputer,
kebenaran informasi saat promosi,
fasilitas dan kenyamanan ruang kuliah,
serta respon terhadap keluhan mahasiswa.
b. Terdapat 2 Dimensi dalam Skala SSI yang
memiliki Gap yang besar dan dengan
Tingkat Kesesuaian paling rendah, yaitu
c.
Importance
4,01
Academic Services (AS) dan Concern for
the Individual (CFI). Kedua area ini harus
menjadi
fokus
institusi
untuk
meningkatkan
tingkat
kepuasan
mahasiswa.
Berdasarkan Importance Performance
Analysis dapat disimpulkan bahwa
institusi STIKes PHI harus berkonsentrasi
untuk memperbaiki pelayanan pada
Academic Services (AS) dan Instructional
Effectiveness (IE). Dimensi pelayanan
yang juga harus dipertahankan dan
ditingkatkan adalah Campus Climate
(CC), Safety and Security (SS), Service
Excellence (SE) dan Admissions and
Financial Aid Effectiveness (AFA).
Saran
Dari hasil penelitian maka dapat
diberikan saran untuk perbaikan pelayanan
STIKes PHI terutama difokuskan pada faktorfaktor yang dinilai penting oleh mahasiswa,
seperti perbaikan pelayanan dan fasilitas di
perpustakaan, perbaikan pelayanan dan
fasilitas lab komputer, perbaikan fasilitas dan
kenyamanan
ruang
kuliah,
perbaikan
pelayanan
bidang
akademik
seperti
penjadwalan dan kurikulum. Dari penelitian ini
juga juga disarankan kepada institusi STIKes
PHI untuk terus melakukan penelitian kualitas
pelayanan ini secara berkesinambungan, agar
apa yang menjadi harapan mahasiswa dapat
terpenuhi secara efektif dan efisien.
Daftar Pustaka
Azwar, A. (1996). Menjaga mutu pelayanan
kesehatan. Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan.
Depkes RI. (1995). Sistem kesehatan nasional.
Jakarta : Departeman Kesehatan RI.
Giantari, I.G.A.K, et al. Analisis kepuasan
mahasiswa terhadap proses belajar
mengajar di Program Diploma 3 FE
UNUD. Denpasar : Buletin Studi
Ekonomi.
Kotler, P. (1997). Manajemen pemasaran jilid
I dan II : analisis, perencanaan dan
pengendalian, Terjemahan Bahasa
Indonesia, Jakarta : Prenhallindo.
Low,
L. (2000). Are college students
satisfied?, www.noellevitz.com, Iowa,
Amerika
Ndendo, R.T, et al. (2007). Analisis kepuasan
mahasiswa terhadap pelayanan PSMA
on-line pada Universitas Gunadarma.
Jakarta : Universitas Gunadarma.
Noellevitz, Inc, (2000). Ten-step satisfaction
assessment plan, www.noellevitz.com,
Iowa, Amerika.
Noellevitz, Inc, (2000). The student
satisfaction
inventory,
www.noellevitz.com, Iowa, Amerika
The
Office
of
Institutional
Effectiveness and Accountability,
2008 Noel-Levitz Student Satisfaction
Inventory, Executive Summary, Austin
Community College, Texas
Zeithaml, V.A, et al. (1990). Delivering quality
services:
balancing
customer
perceptions and expectations, New
York: The Free Press.
Analisis Sistem Informasi Manajemen Mutu Berbasis Administrasi Akademik STIKES Persada
Husada Indonesia
Analysis of Quality Management Information System based on Academic Administration
STIKES Persada Husada Indonesia
Diana Barsasella1 , Edi Junaidi1
Abstrak
Upaya mengimbangi peningkatan kebutuhan terhadap SDM Kesehatan adalah melalui
peningkatan pendidikan. Pendidikan tinggi merupakan lanjutan pendidikan dari tingkat menengah,
dimana sumber daya yang dihasilkan sudah semestinya memiliki kualitas/mutu yang sanggup bersaing
di dunia kerja. Institusi pendidikan kesehatan dapat secara efektif membantu mengurangi prevalensi
perilaku kesehatan berisiko di kalangan mahasiswa dan memiliki pengaruh positif pada kinerja
akademik mahasiswa. Mutu pendidikan mengandung tiga komponen penting yaitu kualitas luaran,
kualitas cara/proses penyampaian, dan daya tarik khusus/citra umum institusi, ketiga dimensi tersebut
dapat dijabarkan ke dalam banyak dimensi butir mutu. Akreditasi BAN-PT terhadap STIKES PHI
untuk Jurusan S1 Kesehatan Masyarakat berdasarkan Keputusan BAN-PT No: 031/BAN-PT/AkXIV/S1/X/2011 memiliki peringkat C dengan nilai 250 (BAN-PT, 2011). Jurusan D3 Keperawatan
belum terakreditasi BAN-PT dan hanya memiliki akreditasi dari Dinas Kesehatan dengan nilai B. Hal
ini disebabkan sistem manajemen mutu belum terintegrasi dimana tidak ada komunikasi data dan
koordinasi antar unit, sehingga monitoring dan evaluasi internal (monevin) kurang berjalan. Tujuan
studi ini untuk membangun model sistem informasi manajemen mutu (SIMM) berbasis administrasi
akademik. Studi menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengembangan SDLC dengan
pendekatan RAD yaitu system prototyping. Penelitian dilakukan di STIKES PHI, melibatkan
Mahasiswa, Dosen, Ketua STIKES, Unit Akademik, Unit Kemahasiswaan, Unit Keuangan dan
Kepegawaian, Unit Penjaminan Mutu. Hasil penelitian yaitu adanya analisis masalah input, proses dan
output. SDM, sarana dan alat serta sistem informasi yang kurang memadai turut menjadi penyebab
terhambatnya manajemen mutu.
Kata Kunci: Sistem Informasi Manajemen, Mutu, Administrasi Akademik, Akreditasi, Mutu Internal,
Mutu Eksternal, BAN-PT, STIKES PHI.
Abstract
Efforts to compensate for the increased demand of health human resources by increasing
education system. Higher education is the next level study from secondary level where the resources
should have the quality that can compete in the working world. Health education institutions can
effectively help reduce the prevalence of health-risk behaviors among students and have a positive
influence on students' academic performance. Quality of education contains three important
components of quality outcomes, quality way or delivery process, and the special attraction or general
institutional image, the third dimension can be translated into many dimensions of quality grain. BANPT accreditation of STIKES S1 PHI based on Department of Public Health Decree No. BAN-PT:
031/BAN-PT/Ak-XIV/S1/X/2011 received a grade of C with score of 250 (BAN-PT, 2011). Diploma of
Nursing major has not been accredited by BAN-PT and only has accreditation from the Ministry of
Health with grade of B. This is due to the quality management system has not been integrated where
there is no data communication and coordination between unit, therefore the internal monitoring and
evaluation (Monevin) is pacing slowly. The purpose of this study was to establish a quality
1
Dosen pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Persada Husada Indonesia
management information system model (SIMM) based on academic administration. The study used a
qualitative approach of SDLC development method with the RAD approach of system prototyping. The
study was conducted in STIKES PHI that involve students, lecturers, STIKES Chairman, Academic
Unit, Student Affairs Unit, Finance and Personnel Unit, Quality Assurance Unit. The result of this
study consist of an analysis on problem input, process and output. Human resources, facilities and
equipment, and inadequate information systems has contributed to the delays in quality management.
Keywords: Quality Management Information System, Academic Administration, Accreditation,
Internal Quality, External Quality, BAN-PT, STIKES PHI.
Pendahuluan
Sumber Daya Manusia (SDM)
Kesehatan seperti tenaga keperawatan, ahli
gizi, kesehatan gigi dan kesehatan lingkungan
merupakan tenaga kesehatan yang terbesar
dilihat dari jumlahnya dan lembaga
pendidikannya. SDM Kesehatan tersebut
bekerja pada sektor pemerintah maupun
swasta. Jumlah SDM Kesehatan yang bekerja
di pemerintah diyakini melebihi jumlah yang
bekerja di swasta. Sumbangan SDM Kesehatan
dalam pembangunan kesehatan sangat
signifikan khususnya dalam menunjang
masyarakat sehat melalui upaya preventif,
promotif sejalan dengan upaya kuratif dan
rehabilitatif (Dinkes, 2012).
Upaya mengimbangi peningkatan
kebutuhan terhadap SDM Kesehatan adalah
melalui peningkatan pendidikan. Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Negara Indonesia menyelenggarakan
pendidikan berdasarkan Standar Nasional
Pendidikan (SNP). SNP adalah kriteria
minimal tentang sistem pendidikan di seluruh
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Untuk mencapai SNP perlu
dilakukan akreditasi yaitu kegiatan penilaian
kelayakan program dalam satuan pendidikan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
Negara
Indonesia
menyelenggarakan
pendidikan berdasarkan Standar Nasional
Pendidikan (SNP), dimana untuk mencapainya
dilakukan akreditasi yaitu kegiatan penilaian
kelayakan program dalam satuan pendidikan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
(Dikti, Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, 2003).
Pendidikan tinggi merupakan lanjutan
pendidikan dari tingkat menengah, dimana
sumber daya yang dihasilkan sudah semestinya
memiliki kualitas/mutu yang sanggup bersaing
di dunia kerja. Institusi pendidikan kesehatan
dapat secara efektif membantu mengurangi
prevalensi perilaku kesehatan berisiko di
kalangan mahasiswa dan memiliki pengaruh
positif pada kinerja akademik mahasiswa
(Kann, Telljohann, Wooley, 2006). Mutu SDM
Kesehatan yang dihasilkan sangat ditentukan
oleh mutu pendidikan dari institusi pendidikan
kesehatan.
Mutu pendidikan mengandung tiga
komponen penting yaitu kualitas luaran,
kualitas cara/proses penyampaian, dan daya
tarik khusus/citra umum institusi, ketiga
dimensi tersebut dapat dijabarkan ke dalam
banyak dimensi butir mutu. Departemen
Pendidikan Nasional melalui Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi merumuskan butirbutir mutu, yaitu kurikulum program studi,
sumber daya manusia (dosen dan tenaga
penunjang), mahasiswa, proses pembelajaran,
prasarana dan sarana, suasana akademik,
keuangan, penelitian dan publikasi, pengabdian
kepada masyarakat, tata pamong (governance),
manajemen lembaga, sistem informasi, dan
kerjasama dalam dan luar negeri (Dikti, 2003)
Badan Akreditasi Nasional Perguruan
Tinggi (BAN-PT) adalah badan evaluasi
mandiri yang menetapkan kelayakan program
dan/atau satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan tinggi dengan mengacu pada SNP.
SNP bertujuan menjamin mutu pendidikan
nasional
dalam
rangka
mencerdaskan
kehidupan bangsa dan membentuk watak serta
peradaban
bangsa
yang
bermartabat
(Depdiknas,
2005).
Penelitian
telah
menunjukkan bahwa kualitas pendidikan
kesehatan tertinggal di Indonesia terutama
bidan dan perawat (Rokx, Giles, Sastriawan,
Marzoeki, Harimurti, Yavuz, 2010).
STIKes Persada Husada Indonesia
(STIKes PHI) adalah pendidikan tinggi bidang
kesehatan yang memiliki dua jurusan yaitu S1
Kesehatan Masyarakat dan D3 Keperawatan
dengan jumlah total mahasiswa aktif 515
mahasiswa. Setiap tahunnya STIKes PHI
meluluskan sekitar 150 mahasiswa gabungan
jurusan S1 Kesehatan Masyarakat dan D3
Keperawatan. Untuk itu STIKes PHI
mempunyai tanggungjawab yang besar dalam
meningkatkan mutu guna menghasilkan
lulusan yang berkualitas dan siap pakai di
lapangan kerja.
Visi STIKes PHI adalah menjadi
institusi yang terdepan untuk mencerdaskan
putra-putri bangsa Indonesia sebagai tenaga
kesehatan yang bermutu, profesional dan siap
pakai baik di dalam maupun luar negeri. Untuk
mencapai visi tersebut ditetapkanlah misi
STIKes PHI sesuai Tri Dharma Perguruan
Tinggi, yaitu:
1. Membelajarkan
pengetahuan
dan
keterampilan
2. Mengembangkan
penelitian
dan
pengembangan bidang kesehatan
3. Menyelenggarakan pengabdian kepada
masyarakat
Visi dan Misi merupakan suatu cita-cita
STIKes PHI yang harus dicapai oleh semua
komponen yang ada. Visi dan Misi
menggambarkan tujuan bersama yang harus
dilaksanakan, dimonitor, dievaluasi, dan
dikembangkan guna mewujudkan institusi
yang bermutu (STIKes PHI, 2010).
Akreditasi BAN-PT terhadap STIKes
PHI untuk Jurusan S1 Kesehatan Masyarakat
berdasarkan
Keputusan
BAN-PT
No:
031/BAN-PT/Ak-XIV/S1/X/2011
memiliki
peringkat C dengan nilai 250 (BAN-PT, 2011).
Jurusan D3 Keperawatan belum terakreditasi
BAN-PT dan hanya memiliki akreditasi dari
Dinas Kesehatan dengan nilai B.
Akreditasi
BAN-PT
merupakan
tantangan
bagi
STIKes
PHI
dalam
meningkatkan mutu sumber daya manusia di
bidang kesehatan selain melalui Unit
Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (SPMPT). Standar-standar di dalam borang
akreditasi merupakan indikator pencapaian
mutu eksternal SDM kesehatan. Sedangkan
SPM-PT adalah proses penetapkan dan
pemenuhan standar mutu internal pengelolaan
pendidikan tinggi secara konsisten dan
berkelanjutan
sehingga
stakeholder
(mahasiswa, orang tua, dunia kerja,
pemerintah, dosen, tenaga penunjang, serta
pihak lain yang berkepentingan) memperoleh
kepuasan. SPM-PT secara sinergi dilaksanakan
oleh lembaga internal, yang dalam STIKes PHI
berada di bawah Unit Penjaminan Mutu
STIKes PHI. (STIKes PHI, 2010).
Penulis berpikir apabila sistem
informasi manajeman administrasi akademik
standar mutu sudah terpenuhi, maka tidak akan
ada permasalahan dalam pemenuhan standarstandar mutu baik secara internal maupun
eksternal,
sehingga
membentuk
mutu
pendidikan yang dapat menghasilkan SDM
Kesehatan bermutu.
Metode
Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode pengembangan sistem
Rapid Application Development (RAD) yaitu
System Prototyping untuk mengembangkan
dan mengimplementasikan sistem informasi.
Adapun kerangka teori pemecahan masalah
sistem informasi manajemen administrasi
akademik :
INPUT
PROSES
OUTPUT
Data Manajemen
Administrasi Akademik
Perancangan Basis
Data dan Desain
Sistem
Aplikasi Sistem Informasi
Manajemen Mutu
berbasis Administrasi
Akademik
Prototype Sistem Informasi Manajemen
Mutu (SIMM) berbasis Administrasi
Akademik
UMPAN BALIK
Gambar 1 Rancangan Model Sistem
(Sumber: Stair, Reynolds, Aldcorn, and Neufeld, 2012)
Entitas dalam sebuah sistem informasi
menunjukkan bagaimana alur data dalam
sistem tersebut dimulai dari sumber dan
sampai kepada sasara user informasi. Entitas
pada sistem informasi manajemen administrasi
akademik STIKes PHI dapat dilihat pada
gambar.
Calon Mahasiswa
Unit Keuangan dan
Kepegawaian
Mahasiswa
Dosen
Sistem Informasi
Manajemen Mutu (SIMM)
berbasis Adminitrasi
Akademik
Unit Akademik
Program Studi
Unit Kemahasiswaan
Unit Penjaminan Mutu
Ketua STIKES
Gambar 2 Entitas Sistem Informasi Manajemen Mutu (SIMM) berbasis Administrasi Akademik
STIKes PHI
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Permasalahan SIMM ditinjau dari Masalah
Masukan (Input)
Pengumpulan Data
Dalam wawancara, ditemui masalah
masukan antara lain masing-masing unit
menyatakan bahwa pengumpulan data sulit
dilakukan karena masih manual, bahkan
cenderung harus diminta terlebih dahulu baru
data tersebut dikumpulkan. Pos pengumpulan
data pun masih sering membingungkan,
adanya ketidakjelasan kepada siapa data
tersebut harus dikumpulkan. Selain itu,
ketepatan pengumpulan data pun menjadi
masalah yang dapat menghambat jalannya
proses administrasi akademik dan bermuara
pada sulitnya memantau mutu di STIKes PHI.
Sumber Daya Manusia
Hampir setiap level mengharapkan
adanya penambahan SDM. Unit penjaminan
mutu pun mengeluhkan hal yang sama yaitu
kesulitan dalam hal pengumpulan data, namun
tidak menyarankan adanya penambahan SDM,
melainkan sistem yang bisa diterapkan pada
SDM yang jumlahnya sedikit.
Secara organisasi, SDM kadang tidak
bekerja sesuai struktur dan merangkap
pekerjaan, sehingga sering membingungkan.
Akibatnya pencapaian indikator tidak dapat
terlaksana. Ujung tonggaknya adalah adanya
SDM yang mengerjakan dan menghasilkan
data yang diperlukan. Namun masing-masing
unit kadang masih belum mengetahui apa yang
harus disiapkan untuk pemenuhan manajemen
mutu. Kecenderungan ini diakibatkan oleh
banyaknya beban kerja, sebagian staf yang
memiliki tugas rangkap sebagai struktual dan
fungsional, atau tugas rangkap di struktural
sehingga mengakibatkan pekerjaan tidak
maksimal dan bahkan tidak selesai.
Organisasi
Koordinasi dalam organisasi STIKes
PHI cenderung sulit, hal ini dikarenakan
kesibukan yang cukup tinggi, dimana staf juga
bertanggungjawab
terhadap
kepentingan
internal dan eksternal kampus. Sementara
koordinasi
yang
ada
hanya
sebatas
menggunakan group facebook. Namun tetap
saja memiliki resiko kelalaian yang tinggi
dalam menyelesaikan tugas. Sebagian pun
menyatakan sering kebingungan dengan alur
organisasi yang ada.
Perangkat Keras dan Perangkat Lunak
Keluhan terhadap perangkat keras
yang kurang berkualitas, kesulitan dalam akses
internet, laboratorium komputer yang kurang
memenuhi persyaratan, bahkan lambatnya
penanganan kerusakan terhadap perangkat
keras merupakan masukan yang berarti untuk
pengembangan STIKes PHI. Sedangkan
perangkat lunak yang digunakan oleh staf dan
dosen STIKes PHI adalah word dan excel.
Permasalahan SIMM ditinjau dari Masalah
Proses (Process)
Proses
SIMM
menjadi
lambat
dikarenakan masih manual dan semi-manual.
Data dikumpulkan dulu di buku atau formulir,
kemudian baru diolah dengan excel. Hal ini
tentu saja menyulitkan, sehingga beberapa
mengeluh bahwa dokumen menumpuk dan
belum sempat mengolah data. Kegiatan
pembayaran SPP, pengisian KRS, Kemudian
KHS, cenderung sulit dalam proses pengolahan
datanya mengakibatkan terjadinya error,
sehingga pada akhirnya sulit untuk melakukan
pengkajian atau manajemen mutu. Sebagian
besar mengeluhkan agar menganalisa kalender
akademik dan jadwal yang tidak tetap. Desain
sistem ini mengeluarkan kalender akademik
dan jadwal yang jelas. Namun, kembali lagi
bagaimana pengaturan dan kerjasama antara
kampus dengan stakeholder seperti Rumah
Sakit, sehingga pembuatan kalender akademik
memang betul-betul sudah baku. Semua data
administrasi akademik yang dihasilkan akan
diambil datanya by system secara otomatis
untuk menghasilkan output manajemen mutu.
Model Proses as-is sistem
Gambaran proses-kegiatan as-is sistem dengan Data Flow Diagram (DFD).
Data_Calon_Mahasiswa
Bukti_Pembayaran_Registrasi
Dana_Operasional
Calon Mahasiswa
Unit Keuangan dan
Kepegawaian
Kartu_Ujian_Saringan_Masuk
Pengumuman_Hasil_Ujian_Saringan_Masuk
Bukti_Pembayaran_Registrasi
Bukti_Pembayaran_Administrasi
Data_Mahasiswa
Bukti_Pembayaran_Administrasi
KRS_Mahasiswa
Penilaian Dosen
Mahasiswa
Data_Dosen
Nilai_Tugas_Mahasiswa
Dosen
NIM_Mahasiswa_Baru
Status_Perkuliahan_Mahasiswa
KHS_Mahasiswa
Transkrip_Nilai
Kalender_Akademik
Data_Dosen
Nilai_Ujian Mahasiswa
Kurikulum_Pembelajaran_Suasana Akademik
Penelitian
Unit Akademik
Kalender_Akademik
Jadwal_Kuliah_Mahasiswa
Kurikulum_tiap_tahun
Jadwal_Kuliah_Mahasiswa
Absensi_Mahasiswa
KRS_Mahasiswa
KHS_Mahasiswa
Transkrip_Mahasiswa
Sistem Informasi
Manajemen Mutu
(SIMM)
berbasis Administrasi
Akademik
Data_Dosen
Status_Aktif_Mahasiswa
Data_Mahasiswa
Data_Mahasiswa
Status_Aktif_Mahasiswa
KRS_Mahasiswa
KHS_Mahasiswa
Nilai_Ujian_Saringan_Masuk
NIM_Mahasiswa_Baru
Status_Perkuliahan_Mahasiswa
Sistem_Rekrutmen_Mahasiswa_Baru
Pengabdian_Masyarakat
Kurikulum_tiap_tahun
Jadwal_Kuliah_Mahasiswa
Absensi_Mahasiswa
Unit Kemahasiswaan
Data_Dosen
Status_Aktif_Mahasiswa
Data_Mahasiswa
KRS_Mahasiswa
KHS_Mahasiswa
Transkrip_Mahasiswa
Data_Calon_Mahasiswa
Data_Mahasiswa
Mutu Dosen
Ketua STIKES
Gambar 3
Program Studi
S1 Kesehatan
Masyarakat
Mutu_Dosen
Program Studi
D3 Keperawatan
Unit Penjaminan
Mutu
Diagram Konteks atau Diagram Alir Data (DFD) Level 0 Sistem Informasi Manajemen
Mutu STIKes PHI as-is sistem
DFD level 0 di atas menggambarkan
sistem yang ada sekarang, terdapat 8 entitas
pengguna Sistem Informasi Manajemen Mutu
(SIMM) berbasis administrasi akademik yaitu
Calon Mahasiswa, Mahasiswa, Dosen, Unit
Akademik, Unit Kemahasiswaan,
Unit
Keuangan dan Kepegawaian, Program Studi,
Ketua STIKes, dan Unit Penjaminan Mutu.
Prodi S1 Kesehatan Masyarakat mengolah
nilai sendiri dan mengeluarkan KHS dan
transkrip, sedangkan Prodi DIII Keperawatan
hanya merekap dan yang mengolah nilai
hingga menghasilkan KHS dan transkrip
adalah Unit Akademik. Unit Penjaminan Mutu
bersama-sama unit yang lain melakukan
manajemen mutu. Manajemen mutu yang baru
berjalan adalah mutu dosen.
Model Proses to-be sistem
Gambaran proses-kegiatan to-be sistem dengan Data Flow Diagram (DFD).
Data_Calon_Mahasiswa
Bukti_Pembayaran_Registrasi
Dana_Operasional
Calon Mahasiswa
Akun_Calon_Mahasiswa
Kartu_Ujian_Saringan_Masuk
Pengumuman_Hasil_Ujian_Saringan_Masuk
Data_Mahasiswa
Akun_Mahasiswa
Bukti_Pembayaran_Administrasi
KRS_Mahasiswa
Penilaian Dosen
Mahasiswa
Unit Keuangan dan
Kepegawaian
Bukti_Pembayaran_Registrasi
Bukti_Pembayaran_Administrasi
Data_Dosen
Nilai_Tugas_Mahasiswa
Dosen
NIM_Mahasiswa_Baru
Status_Perkuliahan_Mahasiswa
KHS_Mahasiswa
Transkrip_Nilai
Kalender_Akademik
Data_Dosen
Nilai_Ujian Mahasiswa
Kurikulum_Pembelajaran_Suasana Akademik
Penelitian
Unit Akademik
Akun_Dosen
Kalender_Akademik
Jadwal_Kuliah_Mahasiswa
Sistem Informasi
Manajemen Mutu
(SIMM)
berbasis Administrasi
Akademik
Kurikulum_tiap_tahun
Jadwal_Kuliah_Mahasiswa
Absensi_Mahasiswa
Program Studi
Kalender_Akademik
Data_Dosen
Status_Aktif_Mahasiswa
Data_Mahasiswa
KRS_Mahasiswa
KHS_Mahasiswa
Transkrip_Mahasiswa
Data_Mahasiswa
Status_Aktif_Mahasiswa
KRS_Mahasiswa
KHS_Mahasiswa
Nilai_Ujian_Saringan_Masuk
NIM_Mahasiswa_Baru
Status_Perkuliahan_Mahasiswa
Sistem_Rekrutmen_Mahasiswa_Baru
Pengabdian_Masyarakat
Manajemen Mutu
Unit Penjaminan
Mutu
Unit Kemahasiswaan
Data_Calon_Mahasiswa
Data_Mahasiswa
Ketua STIKES
Manajemen Mutu
Gambar 4 Diagram Konteks atau Diagram Alir Data (DFD) Level 0 Sistem Informasi Manajemen
Mutu STIKes PHI to-be sistem
Pada DFD level 0 ini, terdapat 8
entitas pengguna Sistem Informasi Manajemen
Mutu (SIMM) berbasis administrasi akademik
yaitu Calon Mahasiswa, Mahasiswa, Dosen,
Unit Akademik, Unit Kemahasiswaan, Unit
Keuangan dan Kepegawaian, Program Studi,
Unit Penjaminan Mutu, Ketua STIKes, dan
Unit Penjaminan Mutu. Pengolahan data
akademik terpusat pada Unit Akademik.
Aktivitas administrasi akademik pada masingmasing entitas akan mengalirkan data-data dan
menghasilkan mutu sesuai rumusannya.
statusawal
jenissekolah
hasil_ujian_saringan_masuk
jurusansekolah
users
pendaftar
jalur_pendaftaran
Nilai_Ujian_Saringan_Masuk
NIM_Mahasiswa_Baru
Status_Perkuliahan_Mahasiswa
Data_Calon_Mahasiswa
Bukti_Pembayaran_Registrasi
Calon Mahasiswa
Akun_Calon_Mahasiswa
Kartu_Ujian_Saringan_Masuk
Pengumuman_Hasil_Ujian_Saringan_Masuk
NIM_Mahasiswa_Baru
Status_Perkuliahan_Mahasiswa
Data_Mahasiswa
Akun_Mahasiswa
Bukti_Pembayaran_Administrasi
Mahasiswa
Bukti_Pembayaran_Registrasi
Bukti_Pembayaran_Administrasi
Konfirmasi_Pembayaran_Registrasi
Konfirmasi_Pembayaran_Administrasi
1.0
Penerimaan
Mahasiswa Baru dan
Registrasi Ulang
Mahasiswa
Unit Keuangan dan
Kepegawaian
konfirmasi_pembayaran
statusmhsw
statusdosen
statuskerja
kampus
hari
ruang
jeniskurikulum
jenismk
jadwal_kuliah
kurikulum
matakuliah
kalender_akademik
jabatandikti
jabatan
mahasiswa
jenis_ujian
kalender_akademik
dosen_program
dosen
2.0
Kegiatan Perkuliahan
dan Manajemen
Administrasi
Akademik
Kalender_Akademik
Data_Dosen
Status_Aktif_Mahasiswa
Data_Mahasiswa
KRS_Mahasiswa
KHS_Mahasiswa
Transkrip_Mahasiswa
Data_Mahasiswa
Status_Aktif_Mahasiswa
KRS_Mahasiswa
KHS_Mahasiswa
Kalender_Akademik
Data_Dosen
Nilai_Ujian Mahasiswa
KHS
Program Studi
Unit Akademik
KRS
KRS_Mahasiswa
Evaluasi Dosen
Kurikulum_tiap_tahun
Jadwal_Kuliah_Mahasiswa
Absensi_Mahasiswa
Mahasiswa
KHS_Mahasiswa
Transkrip_Nilai
Data_Dosen
Nilai_Tugas_Mahasiswa
Dosen
Unit
Kemahasiswaan
Data_Calon_Mahasiswa
Data_Mahasiswa
3.0
Manajemen Mutu
berbasis Administrasi
Akademik
Akun_Dosen
Kalender_Akademik
Jadwal_Kuliah_Mahasiswa
Unit Penjaminan
Mutu
Manajemen Mutu
penggunaan_dana
pembiayaan
Ketua STIKES
Manajemen Mutu
perguruan_tinggi
program_studi
pendaftar
mahasiswa
dosen
Gambar 5 Diagram Nol atau Overview atau Diagram Alir Data (DFD) Level 1 Sistem Informasi
Manajemen Mutu (SIMM) STIKes PHI
statusawal
jurusansekolah
jenissekolah
users
Nilai_Ujian_Saringan_Masuk
pendaftar
konfirmasi_pembayaran
Unit
Kemahasiswaan
jalur_pendaftaran
Data_Calon_Mahasiswa
Data_Calon_Mahasiswa
Bukti_Pembayaran_Registrasi
Calon Mahasiswa
Akun_Calon_Mahasiswa
Kartu_Ujian_Saringan_Masuk
Pengumuman_Hasil_Ujian_Saringan_Masuk
Unit Keuangan dan
Kepegawaian
1.1
Pendaftaran
Mahasiswa Baru
Data_Calon_Mahasiswa
1.2
Penentuan Hasil Ujian
Saringan Masuk
hasil_ujian_saringan_masuk
Data_Mahasiswa
Bukti_Pembayaran_Registrasi
Konfirmasi_Pembayaran_Registrasi
Bukti_Pembayaran_Administrasi
Konfirmasi_Pembayaran_Administrasi
NIM_Mahasiswa_Baru
Status_Perkuliahan_Mahasiswa
Mahasiswa
Data_Mahasiswa
Akun_Mahasiswa
Bukti_Pembayaran_Administrasi
1.3
Pendaftaran Ulang
Mahasiswa
Unit Keuangan dan
Kepegawaian
NIM_Mahasiswa_Baru
Status_Perkuliahan_Mahasiswa
Data_Mahasiswa
Unit
Kemahasiswaan
users
statusmhsw
konfirmasi_pembayaran
mahasiswa
kalender_akademik
Gambar 6 Diagram 1.0 atau Diagram Alir Data (DFD) Level 2 atau Diagram Rinci-1 Proses 1.0
SIMM STIKes PHI
Program Studi
Kurikulum_tiap_Tahun
jeniskurikulum
Kalender_Akademik
jenismk
kurikulum
2.1
Penentuan Kalender
Akademik
2.2
Penentuan Kurikulum
dan Mata Kuliah
matakuliah
Dosen
Data_Dosen
Nilai_Tugas_Mahasiswa
kalender_akademik
statusdosen
Kalender_Akademik
dosen_program
statuskerja
Unit Akademik
2.3
Penentuan Dosen
Data_Dosen
jabatandikti
jabatan
dosen
Data_Dosen
kampus
hari
Program Studi
ruang
2.4
Penentuan Jadwal
Jadwal_Kuliah_Mahasiswa
Absensi_Mahasiswa
jenis_ujian
jadwal_kuliah
Status_Aktif_Mahasiswa
Data_Mahasiswa
KRS_Mahasiswa
2.5
Pengisian KRS
Unit Akademik
Data_Mahasiswa
Status_Aktif_Mahasiswa
KRS_Mahasiswa
KRS
Mahasiswa
KRS_Mahasiswa
Evaluasi_Dosen
KHS_Mahasiswa
Transkrip_Nilai
KHS_Mahasiswa
Nilai_Ujian_Mahasiswa
2.6
Penentuan Hasil
Evaluasi Mahasiswa
Nilai_Tugas_Mahasiswa
Evaluasi_Dosen
Dosen
Program_Studi
KHS_Mahasiswa
Transkrip_Mahasiswa
KHS
Gambar 7 Diagram 2.0 atau Diagram Alir Data (DFD) Level 2 atau Diagram Rinci-1 Proses 2.0
SIMM STIKes PHI
Hierarchy Plus Input-Proses-Output (HIPO)
Diagram HIPO berdasarkan model proses to-be sistem adalah sebagai berikut:
0.0
1.0
1.1
1.2
2.0
1.3
2.1
2.2
2.3
3.0
2.4
2.5
Gambar 8 Diagram HIPO SIMM STIKes PHI
2.6
Keterangan:
0.0
1.0
2.0
3.0
1.1
1.2
1.3
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
Sistem Informasi Manajemen Mutu (SIMM) berbasis Administrasi Akademik
Penerimaan Mahasiswa Baru dan Registrasi Ulang Mahasiswa
Kegiatan Perkuliahan dan Manajemen Administrasi Akademik
Manajemen Mutu berbasis Administrasi Akademik
Pendaftaran Mahasiswa Baru
Penentuan Hasil Ujian Saringan Masuk
Pendaftaran Ulang Mahasiswa
Penentuan Kalender Akademik
Penentuan Kurikulum dan Mata Kuliah
Penentuan Dosen
Penentuan Jadwal
Pengisian KRS
Penentuan Hasil Evaluasi Mahasiswa
Model Data
Diagram hubungan entitas digambarkan dibawah ini:
kerjasama_instansi
Miliki
Program_pendidikan
Miliki
Jalur_pendaftaran
Jenjang_pendidikan
Miliki
N
Miliki
M
hasil_ujian_saringan_masuk
Lihat
pendaftar
Miliki
Konfirmasi_pembayaran
Miliki
penggunaan_dana
Menjadi
khs
Miliki
mahasiswa
Miliki
Mutu_mahasiswa
Miliki
Mutu_lulusan
pembiayaan
ISi
kurikulum
Miliki
krs
Mutu_pembelajaran
statusmhsw
Miliki
kalender_akademik
Jenjang_pendidik
an
Miliki
Miliki
jabatandikti
jeniskurikulum
Miliki
Miliki
Mutu_dosen
statuskerja
jenismk
jadwal_kuliah
Miliki
matakuliah
Miliki
Miliki
dosen
Miliki
ruang
statusdosen
Gambar 9 Diagram Hubungan Entitas
Miliki
statussipil
Permasalahan SIMM ditinjau dari Masalah
Keluaran (Output)
Laporan tidak bisa dihasilkan segera,
harus diolah terlebih dahulu dengan durasi
waktu yang cukup lama. Jika ada permintaan
data atau laporan yang bersifat segera,
cenderung sulit dipenuhi. Data tidak dihasilkan
secara rutin walau pada konsepnya data tersebut
mesti selalu tersedia. Cara penyimpanan data
bertumpuk, mengakibatkan sulit dalam
pencarian data. Penyimpanan pernah dilakukan
di flashdisk, namun resiko data tersebut rusak
atau hilang sudah sering dialami oleh staf
STIKes PHI.
Implikasi Penerapan SIMM ditinjau dari
Masalah Masukan (Input)
Pengumpulan Data
Pemenuhan permintaan laporan sangat
lambat, hal ini dikarenakan data yang diminta
belum tersedia, sehingga harus dibuat terlebih
dahulu. Dengan adanya SIMM diharapkan
menjadi
sebuah
rutinitas
karena
mengerjakannya lebih praktis, sehingga saat
data tersebut dibutuhkan, data sudah tersedia.
Sumber Daya Manusia
Keberadaan SIMM dapat menjawab
keluhan terhadap kekurangan SDM. Karena
tanpa memerlukan jumlah SDM yang banyak,
pekerjaan dapat berjalan lancar dan mutu tetap
dapat dikontrol.
Organisasi
Tanpa perlu berkoordinasi secara
langsung, sistem tersbut sudah terintegrasi
dengan baik, serta ditempatkan sesuai dengan
struktur organisasi yang ada. SIMM yang baru
akan membuat masing-masing unit lebih jelas
mengetahui tugasnya tanpa perlu bingung
dengan alur organisasi.
Perangkat Keras dan Perangkat Lunak
Perangkat keras merupakan media yang
sangat penting, terutama dalam kelancaran
pengoperasian perangkat lunak. Penerapan
SIMM memerlukan
adanya peningkatan
spesifikasi komputer yang ada, serta
penambahan jumlah komputer sehingga di
masing-masing level memiliki komputer.
Kelancaran koneksivitas jaringan internet juga
harus dipertimbangkan dengan matang, SIMM
tidak akan bisa diterapkan selagi permasalahan
teknologi ini tidak diatasi, karena jika
dipaksakan akan menimbulkan masalah baru.
Implikasi Penerapan SIMM ditinjau dari
Masalah Proses (Procces)
Penerapan SIMM menghasilkan proses
pengolahan data lebih cepat dan akurat
berdasarkan through put time process dari entry
sampai reporting, jika dibandingkan dengan
sistem pengolahan data manual yang selama ini
berlangsung di STIKes PHI. Berdasarkan
Through put time process pada SIMM,
kecepatan proses meningkat lebih dari 80%
dibandingkan dengan sistem manual.
Implikasi Penerapan SIMM ditinjau dari
Masalah Keluaran (Output)
Keluaran berupa manajemen mutu dan
dapat digunakan sebagai monitoring dan
evaluasi internal (monevin). Manajemen mutu
yang dihasilkan oleh SIMM berbasis dari data
rutinitas administrasi akademik memudahkan
untuk menganalisa mutu setiap waktu.
Manajemen data yang dihasilkan merupakan
backup dari data borang akreditasi, sehingga
dengan segera dapat membuat borang akreditasi
berdasarkan data yang dihasilkan dari output
SIMM tersebut.
Kesimpulan
1. Berdasarkan
peluang
pengembangan
sistem informasi dengan uji kelayakan,
baik teknis dan ekonomi, sistem informasi,
dan kebutuhan informasi SIMM, maka
sistem
informasi
sangat
perlu
dikembangkan.
2. Analisis SIMM ini berguna untuk monevin
mutu setiap saat, sehingga fungsi
penjaminan mutu dapat berjalan optimal
dan dapat meningkatkan nilai akreditasi
Saran
1. Hasil analisis dapat menghasilkan Desain
SIMM untuk pemenuhan data
2. Analisis sistem informasi dapat dilanjutkan
pada perancangan aplikasi dengan
penggunaan web service sehingga data
SIMM ini dapat juga langsung digunakan
secara otomatis untuk pengisian data
EPSBED/PDPT atau pemenuhan data
Dinas Pendidikan Tinggi
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ketua
STIKes Persada Husada Indonesia yang telah
memberi kesempatan, waktu dan biaya kepada
penulis dalam melaksanakan penelitian ini.
Terima kasih juga kepada teman-teman sejawat
yang telah membantu terlaksananya penelitian
sampai pada penulisan artikel ini. Tak lupa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr.
Drs. Tris Eryando, MA; Bapak R. Sutiawan,
S.Kom, MSi; dan Ibu Popy Yuniar, SKM, MSi
yang telah membimbing penulis dalam
pelaksanaan penelitian.
Daftar Pustaka
BAN-PT. (2009). Pedoman pengisian borang
sarjana edisi 7 Januari 2010. Jakarta:
Badan Akreditasi Nasional Perguruan
Tinggi (BAN-PT).
BAN-PT. (2011). Keputusan badan akreditasi
nasional perguruan tinggi Nomor:
031/BAN-PT/Ak-XIV/S1/X/2011. Jakarta:
BAN-PT.
Barsasella, D. (2010). Sistem informasi
kesehatan. Jakarta: Mitra Wacana
Media.
Chaudhry, S., Ramay, M.I. (2011). ISO 9001 (a
Standard) to develop a robust governance
system in higher education institutions. A
case study of a degree awarding Institute
in Pakistan. Interdisciplinary Journal of
Contemporary Research In Business 3.2,
1456 - 1466.
Dennis, A., Wixom, B.H., Roth, R.M. (2012).
System analysis and design 5th edition.
United States: John Wiley and Sons, Inc.
Diknas. (2005). Peraturan pemerintah Republik
Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan. Retrieved
April
26,
2012,
from
http://akhmadsudrajat.files.wordpress.co
m/2009/04/pp-ri-n0-19-th-2005-ttgsnp.pdf
Dikti. (2003). Undang-Undang Republik
Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Retrieved
April 26, 2012, from Bidang DIKBUD
KBRI
Tokyo:
http://www.inherentdikti.net/files/sisdiknas.pdf
Dikti. (2010). Sistem Penjaminan Mutu
Perguruan Tinggi (SPM-PT). Jakarta:
Dikti.
Dinkes. (2012). Ringkasan eksekutif strategi
pemerataan
dan
peningkatan
pemanfaatan
tenaga
kesehatan
(keperawatan, ahli gizi, kesehatan gigi
dan kesehatan lingkungan). Retrieved
April 27, 2012, from http://dinkessulsel.go.id/new/images/pdf/buku/strategi
%20pemerataan%20
Heywood, P., Harahap, N.P., Aryani, S. (2011,
Februari). Recent changes in human
resources for health and health facilities
at the district level in Indonesia:
Evidence from 3 Districts in Java.
Journal of Human Resources for Health
2011, 9:5.
Kann, L., Telljohann, S.K., Wooley, S.F.
(2006). Health education: Results from
the school health policies and programs
study. The Journal of School Health, 77.
8 (Oct 2007): 408-34, 408.
Kendall, K.E., Kendall, J.E. (2011). System
analysis and design 8th edition. Upper
Saddle River: Prentice Hall.
Pearlson, K.E., Saunders, C.S. (2010).
Managing and using information system.
A strategic approach fourth edition.
Hoboken: John Wiley & Sons, Inc.
Ratzan, L. (2004). Understanding information
system, what they do and why we need
them. Chicago: American Library
Association.
Rokx, C., Giles, J., Sastriawan, E., Marzoeki,
P., Harimurti, P., Yavuz, E. (2010). New
insights of the povision of health services
in Indonesia. A health workforce study.
Washington DC: The World Bank.
Sabarguna, Safrizal, H. (2008). Master plan
sistem informasi kesehatan. Yogyakarta:
Konsorsium Rumah Sakit Islam JatengDIY.
Sallis, E. (2010). Total quality management in
education (manajemen mutu terpadu
pendidikan). Yogyakarta: IRCiSoD.
Satzinger, J., Jackson, R., Burd, S. (2010).
System and analysis design in changing
world.
United
States:
Course
Technology. Stair, R. R. (2012).
Principles of information systems.
Canada: Course Technology.
Stair, R., Reynolds, G.W., Aldcorn, J., and
Neufeld, D.J. (2012). Principles of
information systems: A managerial
approach, first canadian edition. USA:
Nelson Education Ltd.
STIKES PHI. (2010). Pedoman penjaminan
mutu. Jakarta: STIKES PHI.
Sumathi, S., Esakkirajan, S. (2007).
Fundamentals of relational database
management systems. India: Springer.
Valacich, J.S., George, J.F., Hoffer, J.A.
(2012). Essentials of systems analysis
and design. Boston: Prentice Hall.
Wasson, C. S. (2005). System analysis, design,
and development. Concept, principles
and practices. USA: Wiley-Interscience.
Whitten, J.L., Bentley, L.D., Dittman, K.C.,
(2004). System analysis and design
methods 6th edition. Boston: McGrawHill.
Pengaruh Tehnik Kombinasi Relaksasi Progresif Dan Relaksasi Otogenik Terhadap Kadar
Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Ruang Rawat Inap RSIJ Pondok Kopi
Effect Of Progressive Relaxation Techniques And Combination Of Relaxation Glucose Levels In
Type 2 Diabetes Mellitus Patient In RSIJ Pondok Kopi
Revie Fitria Nasution1, Restu Iriani 1
Abstrak
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan
kadar glukosa darah dalam darah atau hiperglikemia. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif
dengan menggunakan desain quasi eksperimen, yaitu suatu penelitian dengan memberikan suatu
perlakuan atau intervensi pada subjek penelitian. Treatmen atau intervensi yang dilakukan pada
penelitian ini adalah memberikan tehnik relaksasi progresif dan melakukan tindakan kombinasi
relaksasi progresif dan otogenik. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah ingin
mengetahui pengaruh nilai kadar gula darah antara perlakuan tehnik relaksasi progresif dengan nilai
kadar gula darah tehnik kombinasi relaksasi progresif dengan relaksasi Otogenik. Lokasi yang
digunakan pada penelitian ini adalah RSIJ Pondok Kopi. Responden dalam penelitian ini berjumlah 15
orang, responden adalah pasien DM Tipe 2 yang sedang mengalami rawat inap di RSIJ Pondok Kopi.
Uji Statistik yang digunakan adalah Uji Beda Dua Mean (Paired Sample T-Test). Hasil dari penelitian
ini ditemukan bahwa didapatkan adanya pengaruh terhadap kadar gula darah dari tehnik relaksasi
progresif dengan nilai t = -4,56 (p<0,05) dan tehnik kombinasi relaksasi progresif dan otogenik dengan
nilai t = -2,79 (p<0,05). Kesimpulan dari penelitian ini adalah tehnik kombinasi relaksasi progresif
dengan tehnik relaksasi otogenik lebih unggul terhadap penurunan kadar gula darah. Saran dari
penelitian ini adalah tehnik kombinasi relaksasi progresif dan otogenik dapat dijadikan sebagai bagian
dari alternatif intervensi keperawatan mandiri dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
DM tipe 2.
Kata Kunci : diabetes melitus tipe 2, kadar glukosa, relaksasi progresif, otogenik
Abstract
Diabetes mellitus is a heterogeneous group of disorders characterized by an increase in
glucose levels in the blood or hyperglycemia . This research was a quantitative study that used a
quasi-experimental design , namely a study which provide a treatment or intervention studies on the
subject . Treatment or intervention that is stated in this study is to provide progressive relaxation
techniques and progressive relaxation combined action and autogenic .The goal of this research was
to realized the effect of the value of blood sugar levels between the treatment of progressive relaxation
techniques with the value of the blood sugar levels of progressive relaxation techniques combined with
Autogenic relaxation . The locations used for this study was the RSIJ Pondok Kopi . The number of
respondents used in this study was 15 respondents which are Type 2 diabetes patients who are
undergoing hospitalization in Pondok Kopi RSIJ . The statistical test used was the Mean Two Different
Test ( Paired Sample T - Test ) . The results of this study found that the effect obtained on blood sugar
levels from progressive relaxation techniques with a value of t = -4.56 ( p < 0.05 ) and progressive
relaxation techniques and autogenic combination with the value t = -2.79 ( p < 0.05 ) . In conclusion
of this study, the progressive relaxation techniques combined with superior autogenic relaxation
techniques can assist in decreasing the blood sugar levels. Combination of progressive relaxation
1
Dosen pada STIKES Persada Husada Indonesia
techniques and autogenic is recommended as part of an alternative independent nursing interventions
in providing nursing care to patients with type 2 diabetes .
Keyword : diabetes mellitus type 2, glucose levels, relaxation progresif, autogeni.
Pendahuluan
Peningkatan pendapatan perkapita dan
perubahan gaya hidup terutama di kota-kota
besar, menyebabkan peningkatan prevalensi
penyakit degeneratif seperti DM (Soegondo,
2009).
Prevalensi
DM
di
Indonesia
diproyeksikan mencapai 21.257.000 pada tahun
2030. Artinya terjadi kenaikan tiga kali lipat
dalam waktu 30 tahun (Bustan, 2007).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Rencana
Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi
DKI Jakarta tahun 2008, dinyatakan bahwa
terjadinya kecenderungan peningkatan penyakit
tidak menular terutama prevalensi diabetes
melitus di DKI Jakarta sebesar 2,6% (tertinggi
di Indonesia), sedangkan menurut data
Riskesdas tahun 2007 angka prevalensi
penyakit diabetes melitus adalah 1,1%
(bappedajakarta.go.id, 2010).
Secara umum faktor yang dapat
memberikan pengaruh pada DM adalah
kelainan genetik, usia, distres, pola makan yang
salah. Distres adalah semua bentuk stres yang
melebihi kemampuan untuk mengatasinya,
membebani tubuh, dan menyebabkan masalah
fisik atau psikologis. Ketika seseorang
mengalami distres maka orang tersebut akan
cenderung bereaksi secara berlebihan, bingung
dan tidak dapat berpenampilan secara maksimal
(Walker J, 2002). Sebuah hasil penelitian
menyebutkan terdapatnya hubungan yang
bermakna antara tingkat stres pasien DM tipe 2
dengan kadar glukosa darah (Putri, 2011).
Komplikasi DM dapat terjadi pada
semua organ dalam tubuh yang dialiri
pembuluh darah kecil dan besar, dengan
penyebab kematian 50% akibat penyakit
jantung koroner dan 30% akibat gagal ginjal.
Selain kematian, DM juga menyebabkan
kecacatan. Sebanyak 30% pasien DM
mengalami kebutaan akibat komplikasi
retinopati dan 10% harus menjalani amputasi
tungkai kaki.
Saat ini asuhan keperawatan pasien
dengan DM masih banyak dilakukan dalam
konteks kolaborasi farmakologi (Smeltzer &
Bare, 2002), padahal perawat dapat membantu
siapa saja yang terancam atau secara potensial
terancam oleh ketidakseimbangan sistem
perilaku guna mempertahankan fungsi yang
efisien dan efektif. Di masa mendatang
diharapkan keperawatan harus secara jelas,
membedakan aktivitas yang unik bagi
keperawatan dan berbeda dengan disiplin
kesehatan yang lain (Christensen, Kenney,
2009).
Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa pendekatan non farmakologis, termasuk
penurunan berat-badan, pembatasan alkohol,
natrium dan tembakau, latihan dan relaksasi
merupakan intervensi wajib yang harus
dilakukan pada setiap terapi DM dengan
hipertensi (Smeltzer & Bare, 2002). Relaksasi
merupakan salah satu bentuk mind body
therapy dalam terapi komplementer dan
alternatif atau Complementary Alternative
Medicine (CAM) dalam seting keperawatan
(Kozier et al,2004). Hasil-hasil penelitian
membuktikan bahwa relaksasi otogenik dapat
mengalihkan respon tubuh kita secara sadar
berdasarkan perintah dari diri-sendiri, maka
dapat membantu melawan efek akibat stres
yang berbahaya (Greenberg, 2002). Terapi
relaksasi otogenik diduga sesuai untuk
diberikan pada kontrol penyakit endokrin,
karena salah satu sistem tubuh yang paling
berhubungan dengan stres adalah sistem
endokrin. Tehnik relaksasi progresif juga
merupakan bagian salah satu dari jenis
relaksasi. Suatu hasil penelitian dari Nasihah
(2012) menghasilkan adanya perbedaan yang
signifikan tekanan darah sistol dan diastol pada
pasien hipertensi di Kulon Progo setelah
diberikan tehnik relaksasi progresif. Hal ini
memberikan makna bahwa relaksasi progresif
dapat mengatasi berbagai macam permasalahan
dalam mengatasi stres, kecemasan, insomnia
dan juga dapat membangun emosi positif dari
emosi negatif (www.slideshare.net/makalahterapi relaksasi-ototprogresif.com).
Relaksasi merupakan salah satu bentuk
mind body therapy dalam terapi komplementer
dan alternatif atau Complementary Alternative
Medicine (CAM) dalam setting keperawatan
(Kozier et al,2004). Ketertarikan dan
penggunaan terapi komplementer ini semakin
meningkat selama beberapa dekade terakhir ini,
bahkan terapi CAM ini sudah merupakan
bagian dari keperawatan sejak periode Florence
Nightingale seperti yang tertulis dalam bukunya
Notes on Nursing pada tahun 1859 (Setyawati,
2010).
Indonesia sebagai salah satu negara
yang berkembang, telah pula memberikan
implikasi terhadap praktek keperawatan yang di
tuangkan
dalam
peraturan
Kementrian
Kesehatan No. HK02.02/Menkes/148/I/2010
tentang izin dan penyelenggaraan praktek
perawat, khususnya pasal delapan yang berisi
bahwa praktik keperawatan dapat dilaksanakan
melalui
kegiatan
pelaksanaan
askep,
pelaksanaan upaya promotif, preventif,
pemulihan dan pemberdayaan masyarakat dan
pelaksanaan
tindakan
keperawatan
komplementer. Hal ini telah memberikan arti
bahwa keperawatan di Indonesia telah diberikan
kesempatan untuk turut serta mengembangkan
kemampuan mandirinya melalui kegiatan
intervensi berupa tindakan keperawatan
komplementer
(www.Kemenkes.go.id/Peraturan148/Praktek
keperawatan mandiri).
Berdasarkan pada penelitian yang telah
dilakukan
terkait
dengan
pathways
neuroendokrin, mind bodies therapy sangat
dianjurkan untuk mengontrol kadar gula darah
pada pasien DM. Relaksasi yang telah
digunakan diduga bekerja dengan pengaturan
hormon kortisol dan hormon stres lainnya.
Penelitian ini diperkuat setelah dilakukannya
penelitian yang telah membuktikan efek mind
bodies therapy pada penurunan kadar gula
darah melalui meditasi. Penelitian relaksasi
otogenik dianjurkan untuk diteliti selanjutnya
sebagai terapi yang dapat menurunkan kadar
gula darah, karena mekanisme kerjanya yang
hampir menyerupai dengan meditasi yaitu
dengan menggunakan prinsip konsentrasi
(Dinardo, 2009).
Penelitian mengenai adanya pengaruh
tehnik relaksasi otogenik terhadap perubahan
kadar glukosa darah dan penelitian adanya
pengaruh Progresive Muscle Relaxation (PMR)
terhadap kadar glukosa darah telah dilakukan
dan telah diketahui hasilnya, dan kedua
penelitian tersebut membuktikan adanya
pengaruh yang bermakna terhadap perubahan
kadar glukosa darah pada pasien DM tipe 2.
Namun
jika kedua tehnik relaksasi ini
dilakukan secara bersamaan, apakah akan
memberikan pengaruh yang lebih besar
terhadap penurunan kadar glukosa darah pada
pasien DM tipe 2.
Metode
Dalam
penelitian
ini,
peneliti
menggunakan
desain
penelitian
quasi
eskperimen dengan One Group Pretest-Posttest
intervention yang bertujuan untuk mengetahui
perbedaan nilai dari kelompok studi. Penelitian
ini dilakukan di ruang rawat inap AN-NAS I, II
dan AN-NUR I, II RSIJ Pondok Kopi Jakarta.
Populasi adalah pasien yang di rawat di RSIJ
Pondok Kopi Jakarta dengan ketentuan sebagai
berikut :
1. Pasien dengan DM Tipe 2 dengan atau
tanpa penyakit penyerta lain yang rawat
inap, dengan kadar gula darah > 200 mg/dl
pada saat masuk di rawat di Rumah Sakit
2. Pasien dalam tingkat kesadaran sadar penuh
3. Pasien tidak mempunyai riwayat halusinasi
4. Bersedia sebagai subyek penelitian
5. Pasien berusia 36-55 tahun (range usia
tersebut masih mempunyai timgkat
pendengaran yang masih baik)
6. Diberikan izin oleh dokter melakukan
relaksasi progresif dan otogenik
7. Mendapatkan terapi insulin subkutan atau
Obat Hipoglikemia Oral
8. Belum pernah melakukan tehnik relaksasi
progresif dan otogenik
9. Bersedia menghabiskan makanan dari RS
selama penelitian berlangsung (kontrak
dengan pasien selama 3 hari penelitian
harus menghabiskan 1 porsi diit RSIJ)
10. Pasien yang tidak memiliki gangguan
dalam pergerakan
Jumlah sampel sebanyak 15 orang
pasien dengan DM tipe 2. Perhitungan sampel
ini menggunakan rumus perhitungan sampel
penelitian Analisis Numerik (Sopiyudin, 2009).
Sebagai alat pengumpul data pada
penelitian ini, peneliti membuat buku panduan
petunjuk tehnis pelaksanaan relaksasi progresif
dan otogenik, lembar observasi yang mengacu
kepada kerangka konsep dan pengukur nilai
kadar gula darah. Instrumen digunakan melalui
observasi serta pengukuran pada responden
yang diteliti. Pengumpulan data dilakukan
melalui berbagai tahapan sebagai berikut :
1. Kontrak waktu, tujuan dan tempat pada
responden.
2. Kadar gula darah diukur sebelum dilakukan
tindakan relaksasi progresif dan sebelum
dilakukan tehnik relaksasi kombinasi.
3. Responden diberikan intervensi tehnik
relaksasi progresif dan relaksasi kombinasi
progresif dan otogenik pada selang hari.
4. Kadar gula darah diukur kembali setelah
dilakukan tehnik relaksasi progresif dan
setelah tehnik kombinasi relaksasi progresif
dan otogenik.
Data yang diperoleh dimasukkan
kedalam lembar observasi. Penelitian ini
dilakukan selama 3 hari. Setelah data terkumpul
kemudian dilakukan analisa data. Pertemuan
dengan responden dilakukan rata-rata kurang
lebih 15-25 menit.
Tabel 1
Analisa dilakukan dalam dua tahap
yaitu :
1. Analisa Univariat
Digunakan untuk membuat analisa distribusi
frekwensi dari data demografi responden
dan data-data nilai kadar gula darah pada
responden yang dirawat dengan Diabetes
Melitus tipe 2.
2. Analisa Bivariat
Analisa
data
dilakukan
dengan
menggunakan uji beda dua mean dependen,
yang digunakan untuk menguji perbedaan
mean antara dua kelompok data yang
dependen diketahui nilai deviasi (d) untuk
selisih sampel 1 dan sampel 2 atau rata-rata
deviasi dari nilai deviasinya, dari data
selanjutnya dihitung standar deviasinya dan
untuk pengambilan keputusan dapat
digunakan dua cara sebagai berikut :
a. Berdasarkan hasil uji t, bila thitung > ttabel
maka Ho ditolak.
b. Berdasarkan nilai p, bila p < 0.05
(α=0,05) maka Ho
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Analisa Univariat
Dalam analisa univariat ini dijelaskan secara
deskriptif variabel-variabel penelitian yang
terdiri dari karakteristik responden seperti usia,
jenis kelamin, penyakit penyerta, kadar gula
darah sebelum dilakukan tindakan relaksasi
progresif dan sebelum dilakukan tindakan
tehnik kombinasi relaksasi progresif dan
otogenik, dan kadar gula darah setelah
dilakukan relaksasi progresif dan setelah
dilakukan tehnik kombinasi relaksasi progresif
dan otogenik. Dengan jumlah responden 15
orang pasien dengan Diabetes Melitus tipe 2.
Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Usia Pasien DM tipe 2 di Ruang Rawat
Inap RSIJ Pondok Kopi Tahun 2013
Variabel
Frekuensi
%
Mean
Minimum
Maksimun
Usia
36-45 tahun
3
20
50,20
38
55
46-55 tahun
12
80
Berdasarkan tabel 1 dapat diperoleh
kesimpulan bahwa usia responden terbesar
berada dalam rentang 46-55 tahun atau
tergolong dalam lansia awal, hal ini diperjelas
dengan nilai proporsi sebesar 80 % pada
golongan usia tersebut. Hal lain yang dapat di
simpulkan pada usia responden adalah bahwa
rata-rata usia responden dalam penelitian ini
adalah 50,20 tahun. Usia terendah responden
yang ditemukan pada penelitian ini adalah 38
tahun, sedangkan usia tertua responden adalah
55 tahun.
Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien DM tipe 2 di Ruang
Rawat Inap RSIJ Pondok Kopi Tahun 2013
Deskripsi
Variabel
Frekuensi
Persentase
Jenis Kelamin
Laki-laki
7
46,7 %
Perempuan
8
53,3 %
Berdasarkan tabel 2 dapat disimpulkan
bahwa karakteristik jenis kelamin responden
Tabel 3
mayoritas berjenis kelamin perempuan dengan
proporsi 53,3 % (8 orang).
Distribusi Respoden Berdasarkan Penyakit Penyerta Pasien DM tipe 2 di Ruang
Rawat Inap RSIJ Pondok Kopi Tahun 2013
Deskripsi
Variabel
Frekuensi
Persentase
Penyakit Penyerta
Tidak ada
Ada
4
11
Berdasarkan tabel 3 dapat disimpulkan
bahwa distribusi responden tentang ada atau
tidaknya penyakit penyerta menunjukkan
Tabel 4
26,7 %
73,3 %
bahwa sebagian besar responden memiliki
penyakit penyerta dengan jumlah 73,3 % (11
orang).
Distribusi Responden Berdasarkan KGD Pasien DM Tipe 2 Sebelum dan Sesudah
Relaksasi Progresif di Ruang Rawat Inap RSIJ Pondok Kopi Tahun 2013
Variabel
N
Mean
SD
Min-Max
95%CI
KGD
Pre
Post
15
15
254,93
218,73
49,787
46,784
190-366
160-316
227,36-282,50
192,82-244,64
Tabel 4 menunjukkan bahwa mean KGD
responden sebelum dilakukan relaksasi
progresif lebih tinggi, yaitu 254,93 mg/dl
dengan standar deviasi 49,787, dan sesudah
dilakukan relaksasi progresif mean KGD yaitu
218,73 mg/dl dengan standar deviasi 46,784.
Hasil estimasi interval dapat disimpulkan
bahwa 95% diyakini rata-rata KGD mengalami
penurunan setelah dilakukan relaksasi progresif
berada pada rentang nilai 192,82 mg/dl sampai
dengan 244,64 mg/dl, dengan nilai KGD
terendah adalah 160 mg/dl dan KGD
tertingginya adalah 316 mg/dl.
Tabel 5
Variabel
KGD Pre
Post
Distribusi Responden Berdasarkan KGD Pasien DM Tipe 2 Sebelum dan Sesudah Tehnik
Kombinasi Relaksasi Progresif dan Relaksasi Otogenik di Ruang Rawat Inap RSIJ Pondok
Kopi Tahun 2013
N
Mean
SD
Min-Max
95%CI
15
15
260,13
213,47
53,591
47,565
190-359
141-294
230,46-289,81
187,13-239,81
Tabel 5 menunjukkan bahwa mean KGD
responden sebelum dilakukan tehnik kombinasi
relaksasi progresif dan relaksasi otogenik lebih
tinggi, yaitu 260,13 mg/dl dengan standar
deviasi 53,591, dan sesudah dilakukan tehnik
kombinasi relaksasi progresif dan relaksasi
otogenik mean KGD yaitu 213,47 mg/dl dengan
standar deviasi 47,565. Hasil estimasi interval
dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini ratarata KGD mengalami penurunan setelah
dilakukan tehnik kombinasi relaksasi progresif
dan relaksasi otogenik berada pada rentang nilai
187,13 mg/dl sampai dengan 239,81 mg/dl,
dengan nilai KGD terendah adalah 141 mg/dl
dan KGD tertingginya adalah 294 mg/dl.
Analisa Bivariat
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh ratarata kadar gula darah sebelum dilakukan
relaksasi progresif adalah 254,93 mg/dl dan
rata-rata kadar gula darah setelah dilakukan
relaksasi progresif adalah 218,73 mg/dl, dan
diperoleh nilai t adalah -4,56 dan nilai ttabel
1,761. Nilai t tersebut berada pada daerah
penolakan Ho, maka dapat disimpulkan bahwa
relaksasi progresif dapat menurunkan kadar
gula darah.
Berdasarkan
hasil
perhitungan
diperoleh rata-rata kadar gula darah sebelum
dilakukan relaksasi progresif dan otogenik
adalah 260,13 mg/dl dan rata-rata kadar gula
darah setelah dilakukan relaksasi progresif
adalah 231,13 mg/dl, dari hasil perhitungan
juga diperoleh nilai t adalah -2,79 dan nilai t
table adalah 1,761. Nilai t tersebut berada pada
daerah penolakan Ho, maka dapat disimpulkan
bahwa relaksasi progresif dan otogenik dapat
menurunkan kadar gula darah.
Temuan penelitian ini sejalan dengan
temuan Jablon et al 2007 dalam Setyawati
(2010), bahwa latihan relaksasi yang dilakukan
pada pasien DM rawat jalan memberikan hasil
terjadinya penurunan kadar glukosa darah
puasa, HbA1C dan penurunan kecemasan.
Jablon et al 2007 dalam Setyawati (2010),
memberikan
pernyataan bahwa adanya
perbedaan KGD yang bermakna pada kelompok
relaksasi otogenik mempengaruhi hipotalamus
untuk menurunkan produksi kortikosteroid
sehingga
menurunkan
aktivitas
glukoneogenesis.
Kesimpulan
1. Jenis kelamin responden dalam penelitian
ini sebagian besar adalah perempuan
sebanyak 8 orang (53,3%), pada usia,
sejumlah 12 responden berada dalam
rentang 46-55 tahun atau tergolong dalam
lanjut usia awal (80%), dan 11 responden
(80%) memiliki penyakit penyerta.
2. Ada perbedaan penurunan KGD antara
relaksasi progresif dengan tehnik kombinasi
relaksasi progresif dan relaksasi otogenik,
dibuktikan dengan mean difference yang
lebih kecil (lebih negatif) yang dimiliki
oleh tehnik kombinasi relaksasi yaitu
sebesar -29.
3. Tidak ada pengaruh yang bermakna antara
usia, jenis kelamin dan penyakit penyerta
dengan rata-rata KGD baik setelah relaksasi
progresif ataupun setelah tehnik kombinasi
relaksasi progresif dan relaksasi otogenik
Saran
1. Bagi pelayanan keperawatan
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan
tehnik kombinasi relaksasi progresif dan
otogenik dapat menjadi salah satu bentuk
intervensi keperawatan mandiri untuk
seorang perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien DM tipe 2.
2. Bagi Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi data dasar bagi penelitianpenelitian selanjutnya yang berhubungan
dengan treatment relaksasi, dengan
menggunakan jumlah sampel yang lebih
besar dan menggunakan cukup waktu yang
lama, agar dapat lebih dirasakan perubahan
dari tindakan yang diberikan, sehingga
dapat berubah menjadi suatu trend baru.
Daftar Pustaka
Bappeda (2010). RKPD DKI, Maret, 2013
http://www. Bappedajakarta. go.id.
Budiman. (2011). Penelitian kesehatan,
Bandung : Refika Aditama
Bustan M.N (2007). Epidemiologi penyakit
tidak menular, Jakarta : Rineka Cipta
Budiman, (2011), Penelitian kesehatan.
Bandung : Refika Aditama.
Dinardo, M.M. (2009). Mind bodies theraphy in
diabetes managemen. Diabetes Spectrum,
22(1), 30. Maret 10, 2013
Dahlan, S. (2008). Statistik untuk kedokteran
dan kesehatan, Jakarta : Salemba medika
______________. (2009), Besar sample
dan cara pengambilan sampel, seri
evidence Based Medicine (seri 2). Jakarta
: Salemba Medika
Gardner, D.G., Greenspans’s basic and clinical
endocrinology, New York : The Mc
Grawhill Companies
Kozier, B., Snyder Shilee, (2009). Techniques
in clinical nursing. Jakarta : EGC
Kozier, E. (2011). Fundamental of nursing :
concepts, process and practice. Jakarta :
EGC
Pratiwi (2012), Pengaruh tehnik relaksasi
autogenik terhadap skala nyeri pada
pasien postsectio caesarea di RSUD
Banyumas.
Keperawatan.unsoed.ac.id/.../dwi_skripsi
_p1-p11
Setyawati Andina (2010), Pengaruh relaksasi
otogenik terhadap kadar gula darah dan
tekanan darah pada klien dm tipe 2
dengan hipertensi di instalasi ranap RS
DIY dan Jawa Tengah. Maret 18, 2013.
http://portal ui.ac.id
Synder M., Lindquist R (2002), Complementary
alternative therapies nursing, 4th ed. New
York. Springer Publishing. Company.
Sauders, S. (2007). Autogenic theraphy : short
term theraphy for long term gain
Februari 20, 2013. British Autogenic
Society,
Chairman.
http://www.autogenic.theraphy.org.uk.
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2002). Buku ajar
keperawatan medikal bedah brunner &
suddarth (Vols 2 edisi 8), Jakarta : EGC
Soegondo, S., Soewondon, P., & Subekti, I
(Ed). (2009). Penatalaksanaan diabetes
terpadu
:
sebagai
panduan
penatalaksanaan diabetes mellitus bagi
dokter dan edukator, Jakarta : FK-UI
Walker J (2002), Seni memberdayadiri 1
meditasi untuk manajemen stress,
Erlangga, Surabaya
Determinan Proses Pendidikan Terhadap Kepuasan Mahasiswa Program Studi DIII
Keperawatan STIKes PHI Tahun 2013
Educational Process Determinant Towards the Satisfaction of STIKes Persada Husada
Indonesia Diploma in Nursing Students in the year 2013
Herlina1 , Nora Haslinda1
Abstrak
Subsistem yang membentuk sistem pendidikan antara lain adalah tujuan, mahasiswa,
manajemen, struktur dan jadwal waktu, materi, tenaga pengajar dan pelaksana, alat bantu belajar,
teknologi, fasilitas, kendali mutu, penelitian, dan biaya pendidikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui determinan proses pendidikan terhadap kepuasan mahasiswa Program Studi D-III
Keperawatan STIKes Persada Husada Indonesia tahun 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah survey menggunakan rancangan penelitian Cross Sectional. Populasi penelitian adalah
mahasiswa Program Studi D-III Keperawatan tingkat I, II, III. Populasi penelitian 108 orang.
Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat
(distribusi frekuensi), analisis bivariat dengan uji Kai Kuadrat, dan analisis multivariate (uji Regresi
Logistik). Variabel yang mempunyai hubungan bermakna proses pendidikan terhadap kepuasan
mahasiswa adalah kedisiplinan dosen, penyampaian materi, penampilan dosen, laboratorium,
perpustakaan, alat bantu pendidikan, kurikulum, jadwal perkuliahan, dan administrasi. Hasil analisis
multivariate variabel yang memiliki pengaruh terhadap kepuasan mahasiswa adalah kedisiplinan
dosen, alat bantu pendidikan, dan kurikulum, yang memiliki pengaruh paling besar terhadap kepuasan
mahasiswa yaitu kurikulum.
Kata Kunci : kepuasan mahasiswa, infrastruktur, kurikulum, administrasi
Abstract
Subsystems that make up the difference of the education system from others includes the goal,
students, management, structure and schedule time, materials, teachers and practitioners, study aids,
technology, facilities, quality control, research, and education costs. The purposeof this studywas to
investigate determinants of the educational processto satisfy the students of STIKes Husada Persada
Indonesia Diplomaof Nursing in 2013. The method used in this study was a survey that used across
sectional research design. The study population are students of the Diploma of Nursing years I, II &
III. Research population of 108 people. Collected data using questionnaires. Data were analyzed by
univariate analysis (frequency distribution), bivariate analysis with Kais quaretest, and multivariate
analysis (logistic regression test).Variables that have a significant relationship to the educational
process in students’ satisfaction includes lecturers’ disciplines, delivery of content, lecturer
appearance, laoratorium, libraries, educational tools, curriculum, course schedule, and
administration. Results of multivariate analysis of the variables that have an influence on student
satisfaction lecturers’ discipline, educationalaids, and curriculum, the dominant influence on student
satisfaction is the curriculum.
Keywords : students satisfaction, infrastructure, curriculum, administration
1
Dosen pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Persada Husada Indonesia
Pendahuluan
Secara umum pendidikan dapat
digambarkan sebagai kesatuan subsistemsubsistem dan membentuk satu sistem yang
utuh. Sistem pendidikan ini memperoleh
masukan dari supra sistem (masyarakat atau
lingkungan) dan memberikan hasil/keluaran
bagi supra sistem tersebut. Subsistem yang
membentuk sistem pendidikan antara lain
adalah tujuan, mahasiswa, manajemen, struktur
dan jadwal waktu, materi, tenaga pengajar dan
pelaksana, alat bantu belajar, teknologi,
fasilitas, kendali mutu, penelitian, dan biaya
pendidikan.
Jumlah pendidikan tinggi kesehatan
saat ini di Indonesia adalah Diploma III
sebanyak 82 institusi dengan rincian sebagai
berikut: status akreditasi masih berlaku adalah
68 institusi, status belum terakreditasi adalah
14 institusi. Strata satu (S1) Kesehatan
Masyarakat sebanyak 147 yang status
akreditasi masih berlaku adalah 89 institusi,
status akreditasi kadaluarsa adalah 13, status
belum terakreditasi adalah 45 institusi (BANPT, BPSSDM, dikutip dari makalah 3RD HPEQ
Conference Profesi Kesehatan Masyarakat,
Nop 2012). Hal ini menimbulkan persaingan
untuk mendapatkan pelanggan (dalam hal ini
adalah mahasiswa).
STIKes Persada Husada Indonesia
merupakan salah satu pendidikan tinggi
kesehatan yang didirikan oleh Yayasan
Persada Husada Indonesia, yang mempunyai
dua program pendidikan yaitu Program Studi
Strata Satu (S1) Kesehatan Masyarakat dan
Program Studi Diploma III Keperawatan,
didirikan untuk menghasilkan lulusan yang
mampu
memenuhi
kompetensi
yang
diharapkan oleh pasar pengguna. Untuk
memenuhi tuntutan kebutuhan dan harapan
mahasiswa terhadap mutu pendidikan yang
berkualitas,
maka
dalam
memberikan
pelayanan pendidikan harus sesuai dengan
standar mutu pengelolaan pendidikan tinggi
secara konsisten dan berkelanjutan sehingga
stakeholders (mahasiswa, orang tua, dunia
kerja, pemerintah, dosen tenaga penunjang
serta pihak lain yang berkepentingan)
memperoleh kepuasan.
Selama ini masih banyak ditemukan
keluhan-keluhan
mahasiswa
terhadap
pelayanan proses belajar mengajar atau tekait
dengan ketidakpuasan mahasiswa terhadap apa
yang sudah mereka dapatkan selama ini masih
ada beberapa hal yang kurang sesuai dengan
apa yang mereka harapkan sebelumnya,
misalnya
kemampuan
dosen
dalam
penyampaian materi, kedisiplinan (kehadiran
dan ketepatan waktu), penampilan dosen pada
saat mengajar, jadwal perkuliahan, dan
sarana/fasilitas pendukung perkuliahan yang
masih kurang. Dari laporan hasil evaluasi pada
mahasiswa semester ganjil, didapatkan bahwa
kemampuan dosen dalam menjelaskan materi
kuliah: sebanyak 62% mahasiswa mengatakan
baik dan 38% mengatakan cukup. Kedisiplinan
(kehadiran dan tepat waktu): sebanyak 31%
mahasiswa mengatakan baik, yang mengatakan
cukup 38% dan kurang 31%. Sarana/fasilitas
pendukung perkuliahan: sebanyak 1%
mahasiswa mengatakan baik, yang mengatakan
cukup 63%, kurang 28%, dan kurang sekali
8%.
Mutu pelayanan pendidikan adalah
derajat dipenuhinya standar profesi yang baik
dalam
pelayanan
kepada
customer
(mahasiswa) dan terwujudnya hasil akhir
(outcome) seperti yang selayaknya diharapkan.
Hal tersebut menyangkut : pelayanan
mahasiswa, proses belajar mengajar, prosedur
(peraturan dan ketentuan yang mendukung
proses), atau tindakan dan pemecahan masalah,
sarana dan prasarana belajar.
Komponen yang terkait dengan mutu
pendidikan yang termuat dalam buku panduan
Manajemen Sekolah (2000 : 191) adalah : 1)
siswa; kesiapan dan motivasi belajarnya, 2)
guru; kemampuan professional, moral kerjanya
(kemampuan personal), dan kerjasamanya
(kemampuan sosial), 3) kurikulum; relevansi
konten
dan
operasionalisasi
proses
pembelajaran, 4) masyarakat (orang tua,
pengguna lulusan, dan perguruan tinggi);
partisipasinya dalam pengembangan program
pendidikan sekolah. Mutu komponen tersebut
di atas menjadi fokus perhatian kepala sekolah.
Sedangkan menurut Adang Bachtiar
(2000) pelayanan pendidikan yang bermutu
dan sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan
harapan
mahasiswa
terkait
dengan
kepuasannya adalah sebagai berikut : akses
atau
jangkauan
pelayanan,
efektifitas
pelayanan, hubungan antar manusia, efisiensi
pelayanan,
kesinambungan
pelayanan,
kenyamanan atau kenikmatan, informasi pada
mahasiswa, keamanan pelayanan pendidikan.
Proses pendidikan bukan hanya apa
yang disebut transfer of knowledge, transfer of
value, transfer of skill, namun keseluruhan
kegiatan yang dapat memanusiakan manusia
sehingga menjadi individu yang mampu
mengembangkan dirinya dalam menghadapi
dan memecahkan berbagai permasalahan
dalam kehidupannya. Dengan kata lain
menjadi manusia yang memiliki keterampilan
hidup yang meliputi keterampilan sosial ,
keterampilan ekonomi, keterampilan politik,
keterampilan budaya.
Pembelajaran (instruction) merupakan
akumulasi dari konsep mengajar (teaching)
dan konsep belajar (learning). Penekanannya
terletak pada perpaduan antara keduanya,
yakni kepada penumbuhan aktivitas subjek
didik. Konsep tersebut dapat dipandang sebagi
suatu sistem. sehingga dalam sistem belajar ini
terdapat komponen-komponen siswa atau
peserta didik, tujuan, materi untuk mencapai
tujuan, fasilitas dan prosedur serta alat atau
media yang harus dipersiapkan.
Menurut Zeithmsl dan M.T. Bitner
(1996) dan juga Adrian Palmer (2001) ada
lima dimensi mutu pelayanan yang perlu
diperhatikan yaitu : 1) Tangible (sarana fisik);
Pelanggan
akan
menggunakan
indra
penglihatan untuk menilai kualitas pelayanan
seperti : menilai gedung, peralatan, penampilan
petugas, seragam, kebersihan, kerapian,
kenyamanan
ruangan,
kesiapan,
dan
kebersihan
alat
yaitu
hal-hal
yang
menimbulkan kenikmatan bila dilihat, 2)
Reliability (keandalan); untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam memberikan
jasa yang tepat dan dapat diandalkan yaitu
kemampuan dosen untuk memberikan jasa
sesuai dengan yang dijanjikan, terpercaya,
akurat dan konsisten, 3) Responsiveness (daya
tanggap); berkenaan dengan kesediaan dan
kemampuan para karyawan untuk membantu
para pelanggan dan merespon permintaan
mereka, serta menginformasikan kapan jasa
akan diberikan dan kemudian memberikan jasa
secara cepat, 4) Assurance (jaminan); perilaku
para karyawan mampu menumbuhkan
kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan
dan perusahaan biasa menciptakan rasa aman
bagi para pelanggannya. Jaminan juga berarti
bahwa para karyawan selalu bersikap sopan
dan menguasai pengetahuan dan keterampilan
yang dibutuhkan untuk menangani setiap
pertanyaan atau masalah pelanggan, 5)
Emphaty (kepedulian); perusahaan memahami
masalah para pelanggannya dan bertindak
demi
kepentingan
pelanggan,
serta
memberikan perhatian personal kepada para
pelanggan dan memiliki jam operasi yang
nyaman.
Dalam dunia pendidikan, penjamin
mutu adalah upaya-upaya yang dilakukan
untuk memastikan bahwa produk pendidikan
memenuhi standar yang telah ditetapkan
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas),
dan memastikan bahwa proses pendidikan
disatuan
organisasi
penyelenggaraan
pendidikan dapatt diandalkan. Standar yang
ditetapkan oleh Depdiknas, melalui BSNP
terdiri dari : 1) Standar Isi, 2) Standar
Kompetensi Lulusan, 3) Standar Proses, 4)
Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan,
5)
Standar
Pengolahan,
6)
Standar
Pembiayaan, 7) Standar Sarana dan Prasarana,
dan 8) Standar Penilaian.
Pendekatan sistem dalam proses
pendidikan kesehatan adalah sebagai berikut:
Hardware (sarana & prasarana), Brainware
(dosen & staf administrasi), Software(silabus
& kurikulum), Peserta didik, peserta didik
setelah selesai di didik, dan lingkungan
pendidikan.
Proses
pendidikan
juga
dipengaruhi faktor intrinsik (kemauan dan
kemampuan) danfaktor ekstrinsik (lingkungan
keluarga).
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui determinan proses pendidikan
terhadap kepuasan mahasiswa Program Studi
D-III Keperawatan STIKes Persada Husada
Indonesia tahun 2013, selain itu juga untuk
mengetahui kekurangan dan kelemahan dalam
proses pendidikan yang diberikan kepada
mahasiswa, dimana pada akhirnya dapat
membantu
untuk
memudahkan
pihak
penyelenggara pendidikan untuk mengambil
langkah - langkah perbaikan dalam rangka
meningkatkn mutu pendidikan.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian
survey yang bersifat deskriptif analitik.
Mengingat pengukuran variabel bebas dan
variabel terikat pada penelitian ini dilakukan
pada saat yang bersamaan, maka penelitian ini
menggunakan pendekatan potong lintang
(cross sectional). Penelitian ini dilakukan di
STIKes Persada Husada Indonesia jln.
Jatiwaringin Raya Jakarta Timur. Lama
penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret
sampai dengan April 2013. Populasi dalam
penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi
D-III Keperawatan tingkat I, II, III tahun
ajaran 2012/2013. Berdasarkan perhitungan
rumus besaran sampel setelah dikoreksi
berjumlah 108 orang. Kuesioner disebar ke
Tabel 1
mahasiswa secara proposional dengan jumlah
sampel 108 orang dengan rincian sebagai
berikut : tingkat I dengan jumlah 25
mahasiswa, tingkat II dengan jumlah 41
mahasiswa, dan tingkat III dengan jumlah 42
mahasiswa. Prosedur pengumpulan data harus
memenuhi kriteria inklusif dan kriteria
eksklusif. Pengolahan dan analisis data
dilakukan secara bertahap yaitu analisis
univariat, bivariat, dan multivariate dengan
menggunakan bantuan peranti lunak komputer.
Variabel dependen penelitian ini
adalah kepuasan mahasiswa terhadap kualitas
layanan pendidikan di STIKes Persada Husada
Indonesia yang meliputi : tangible (penampilan
fisik, penampilan staf), reliability (kehandalan,
ketepataan waktu), responsiveness (pelayanan
cepat & tepat, kesiapan staf), assurance (rasa
aman, ramah & sopan), dan emphaty
(perhatian, kepedulian). Sedangkan variabel
independen adalah karakteristik mahasiswa
meliputi: asal sekolah, asal daerah, jenis
kelamin. Dosen: disiplin, penyampaian materi,
penampilan, Infrastruktur : laboratorium,
perpustakaan, alat bantu pendidikan. Kualitas
proses pendidikan : kurikulum, jadwal
perkuliahan, administrasi.
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Analisis Univariat
Variabel Dependen
Distribusi
Responden
Proses
Pendidikan
Program Studi D-III Keperawatan STIKes PHI
Kepuasan
Frekuensi
Puas
65
Tidak puas
43
Total
108
Berdasarkan tabel distribusi responden
di atas, maka sebagian besar (60.2%)
mahasiswa Program Studi D-III Keperawatan
.
Menurut
Kepuasan
Mahasiswa
Persentase (%)
60.2
39.8
100
STIKES PHI yang mengatakan puas tehadap
pelayanan pendidikan.
Tabel 2
Distribusi Responden Proses Pendidikan Menurut Dimensi Kepuasan Mahasiswa Program
Studi D-III Keperawatan STIKes PHI
Total
Tidak Puas
Puas
Dimensi
Jml
%
Jml
%
Jml
%
Tangible (penampilan fisik, penampilan staf)
59
54.6
49
45.4
108
100
Realibility (kehandalan, ketepatan waktu)
43
39.8
65
60.2
108
100
Responsiveness (pelayanan cepat dan tepat,
38
35.2
70
64.8
108
100
kesiapan staf)
Assurance (rasa aman, ramah dan sopan)
64
59.3
44
40.7
108
100
Emphaty (perhatian, kepedulian)
57
52.8
51
47.2
108
100
Berdasarkan tabel distribusi responden
di atas, menunjukkan tingkat ketidakpuasan
mahasiswa paling besar pada dimensi
Assurance (59.3%), sedangkan tingkat
kepuasan mahasiswa paling besar pada
dimensi Responsiveness (64.8%).
Variabel independen
Tabel 3
Distribusi Responden 3Menurut Asal Sekolah di Program Studi D-III Keperawatan STIKes
PHI
Asal Sekolah
Frekuensi
Persentase (%)
SMU
89
82.4
Non SMU
19
17.6
Total
108
100
Berdasarkan tabel distribusi responden
di atas, maka sebesar (82.4%) mahasiswa
Program Studi D-III Keperawatan STIKES
PHI berasal dari SMU.
Tabel 4 Distribusi Responden Menurut Asal Daerah di Program Studi D-III Keperawatan STIKes PHI
Asal Daerah
Frekuensi
Persentase (%)
Jawa
7
6.5
Non Jawa
101
93.5
Total
108
100
Berdasarkan tabel distribusi responden
di atas, maka sebanyak (93.5%) mahasiswa
Program Studi D-III Keperawatan STIKes PHI
berasal dari Luar Jawa.
Tabel 5 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin di Program Studi D-III Keperawatan STIKes
PHI
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Frekuensi
Persentase (%)
62
46
108
57.4
42.6
100
Berdasarkan tabel distribusi responden di atas,
menunjukkan bahwa jumlah laki-laki dan
perempuan hampir sama.
Tabel 6
Distribusi Responden Berdasarkan Disiplin Dosen di Program Studi D-III Keperawatan
STIKes PHI
Disiplin Dosen
Frekuensi
Persentase (%)
Disiplin
39
36.1
Kurang disiplin
69
63.9
Total
108
100
Berdasarkan tabel distribusi responden
di atas, maka sebesar (63.9%) mahasiswa
Program Studi D-III Keperawatan STIKes PHI
yang mengatakan dosen kurang disiplin dalam
proses perkuliahan.
Tabel 7
Distribusi Responden Dalam Penyampaian Materi di Program Studi D-III Keperawatan
STIKes PHI
Penyampaian Materi
Frekuensi
Persentase (%)
Sesuai
62
57.4
Kurang sesuai
46
42.6
Total
108
100
Berdasarkan tabel distribusi responden
di atas, maka sebagian besar (57.4%)
mahasiswa Program Studi D-III
Keperawatan menyatakan penyampaian materi
oleh dosen sudah sesuai.
Tabel 8
Distribusi Responden Menurut Penampilan Dosen di Program Studi D-III Keperawatan
STIKes PHI
Penampilan Dosen
Frekuensi
Persentase (%)
Menarik
83
76.9
Kurang menarik
25
23.1
Total
108
100
Berdasarkan tabel distribusi responden
di atas, maka sebanyak (76.9%) mahasiswa
Program Studi D-III
Keperawatan STIKES PHI yang mengatakan
penampilan dosen sudah menarik dalam proses
perkuliahan.
Tabel 9
Distribusi Responden Menurut Laboratorium di Program Studi D-III Keperawatan STIKes
PHI
Laboratorium
Frekuensi
Persentase (%)
Memadai
42
38.9
Kurang memadai
66
61.1
Total
108
100
Berdasarkan tabel distribusi responden
di atas, maka sebagian besar (61.1%)
mahasiswa Program Studi D-III Keperawatan
STIKES
PHI
mengatakan
fasilitas
laboratorium yang ada masih kurang memadai.
.Tabel 10 Distribusi Responden Menurut Perpustakaan di Program Studi D-III Keperawatan
STIKes PHI
Perpustakaan
Frekuensi
Persentase (%)
Lengkap
33
30.6
Kurang lengkap
75
69.4
Total
108
100
Berdasarkan tabel distribusi responden
di atas, maka sebanyak (69.4%) mahasiswa
Program Studi D-III
fasilitas perpustakaan
lengkap.
yang
ada
kurang
Tabel 11
Distribusi Responden Menurut Alat Bantu Pendidikan di Program Studi D-III
KeperawatanSTIKes PHI
Alat Bantu Pendidikan
Frekuensi
Persentase (%)
Mendukung
36
33.3
Kurang mendukung
72
66.7
Total
108
100
Berdasarkan tabel distribusi responden
di atas, maka sebanyak (66.7%) mahasiswa
Program Studi D-III Keperawatan STIKES
PHI mengatakan bahwa alat bantu pendidikan
yang ada masih kurang mendukung.
Tabel 12
Distribusi Responden Menurut Kurikulum di Program Studi D-III Keperawatan STIKes
PHI
Kurikulum
Frekuensi
Persentase (%)
Sesuai
77
71.3
Kurang sesuai
31
28.7
Total
108
100
Berdasarkan tabel distribusi responden
di atas, maka lebih banyak (71.3%) mahasiswa
Program Studi D-III Keperawatan STIKES
PHI mengatakan kurikulum dalam proses
belajar mengajar sudah sesuai.
Tabel 13
Distribusi Responden Menurut Jadwal Perkuliahan di Program Studi D-III Keperawatan
STIKes PHI
Jadwal Perkuliahan
Frekuensi
Persentase (%)
Sesuai
32
29.6
Kurang sesuai
76
70.4
Total
108
100
Berdasarkan tabel distribusi responden di atas,
sebanyak (70.4%) mahasiswa Program Studi
D-III Keperawatan STIKES PHI mengatakan
jadwal perkuliahan masih kurang sesuai.
Tabel 14 Distribusi Responden Menurut Administrasi di Program Studi D-III Keperawatan STIKes
PHI
Administrasi
Frekuensi
Persentase (%)
Mendukung
56
51.9
Kurang mendukung
52
48.1
Total
108
100
Berdasarkan tabel distribusi responden di atas,
maka administrasi mendukung dan tidak
mendukung hampir sama.
Analisis Bivariat
Tabel 15 Uji Bivariate untuk Pemilihan Variabel Kandidat
Variabel Dependen
Kepuasan Mahasiswa
Variabel Independen
P-value
Keterangan
Jenis Kelamin
0.503
Tidak Terpilih
Asal Sekolah
0.771
Tidak Terpilih
Asal Daerah
0.333
Tidak Terpilih
Kerajinan Dosen
0.000
Terpilih
Penyampaian Materi
0.002
Terpilih
Penampilan Dosen
0.009
Terpilih
Laboratorium
0.000
Terpilih
Perpustakaan
0.002
Terpilih
Alat Bantu Pendidikan
0.000
Terpilih
Kurikulum
0.001
Terpilih
Jadual Perkuliahan
0.007
Terpilih
Administrasi
0.007
Terpilih
Berdasarkan
uji
bivariate
untuk
menentukan
variable
kandidat,
yang
selanjutnya akan dimasukkan ke dalam uji
multivariate, maka ada 3 variabel yang tidak
terpilih sebagai kandidat, yaitu variabel jenis
kelamin, asal sekolah dan
asal daerah.
Sedangkan ke-9 variabel lainnya terpilih
sebagai variabel kandidat sehingga untuk
selanjutnya akan dilakukan uji multivariate
dengan regresi logistik dengan menggunakan
ke-9 variabel independen yang terpilih sebagai
kandidat
Model Multivariat
Tabel 16 Model Multivariat dengan Sembilan Variabel Kovariat Yang Terpilih sebagai Kandidat
Variabel
B
Wald
Sig.
Exp(B)
1. Disiplin Dosen
-1.570
5.661
.017
.208
2. Penyampaian Materi
-.725
2.014
.156
.484
3. Penampilan
-.245
.167
.683
.782
4. Laboratorium
-.856
1.772
.183
.425
5. Perpustakaan
.032
.002
.963
1.032
6. Alat Bantu Pendidikan
-1.643
5.996
.014
.193
7. Kurikulum
-.930
2.835
.092
.395
8. Jadwal Perkuliahan
.621
.854
.355
1.861
9. Administrasi
-.444
.646
.422
.641
Berdasarkan output di atas, maka
penilaian variabel kovariat yang pertama
dengan mengeluarkan variabel „Perpustakaan‟.
Adapun variabel ini memiliki p-value paling
besar yaitu 0.963 (96.3%).
Tabel 17 Model Akhir Regresi Logistik Determinan Proses Pendidikan Terhadap Kepuasan
Mahasiswa Program Studi D-III Keperawatan STIKES PHI
Variabel
B
Wald
Sig.
Exp(B)
1. Disiplin Dosen
-1.732
.612
.005
.177
2. Alat Bantu Pendidikan
-1.900
.626
.002
.150
3. Kurikulum
-1.125
.527
.033
.325
4. Jadwal Perkuliahan
.453
.637
.477
1.573
5. Administrasi
-310
.517
.549
.733
Dari uji masing-masing variabel
menunjukkan yang signifikan memiliki
pengaruh terhadap kepuasan mahasiswa yaitu :
disiplin dosen, alat bantu pendidikan, dan
kurikulum. Sedangkan yang paling dominan
adalah variabel kurikulum p-value 0.033 (<
0.05%), (0.325), maka memiliki pengaruh
terhadap kepuasan mahasiswa. Kurikulum
yang sudah sesuai memiliki kecendrungan
mengatakan puas sebesar 0.325 kali lebih besar
dari pada mahasiswa yang mengatakan
kurikulum kurang sesuai.
Hasil penelitian Damayanti (2012),
hubungan
kualitas layanan pendidikan
terhadap kepuasan mahasiswa didapatkan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara
kualitas layanan pendidikan berdasrkan
struktur dan proses dengan tingkat kepuasan
mahasiswa. Kepuasan mahasiswa dilihat dari
kualitas struktur lebih baik dari kualitas proses,
sehingga hal yang paling berpengaruh terhadap
kepuasan mahasiswa yang paling utama yaitu
kualitas struktur.
Pendidikan adalah proses sosial dalam
memanusiakan manusia melalui pembelajaran
yang dilakukan dengan sadar, baik secara
terencana maupun tidak. Proses pendidikan
bukan hanya apa yang disebut transfer of
knowledge, transfer of value, transfer of skill,
namun keseluruhan kegiatan yang dapat
memanusiakan manusia sehingga menjadi
individu yang mampu mengembangkan dirinya
dalam menghadapi dan memecahkan berbagai
permasalahan
dalam
kehidupannya.
(Sihombing, 2002).
Kesimpulan
1. Dosen yang kurang disiplin mempunyai
peluang 55.1% untuk merasa tidak puas,
(P-value 0.000), (OR 8.335), maka ada
hubungan
yang
bermakna
antara
kedisiplinan dosen dengan kepuasan
mahasiswa dimana dosen yang kurang
disiplin peluangnya 8 kali dibandingkan
dosen yang disiplin. Dosen yang kurang
disiplin mempunyai peluang 8 kali
ternyata proporsinya 63.9%, sehingga
dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan
dosen terhadap kepuasan mahasiswa
berkontribusi terhadap kejadian tidak
puas.
2. Alat bantu pendidikan yang kurang
mendukung mempunyai peluang 54.2%
untuk merasa tidak puas, (P-value 0.000),
(OR 9.455), maka ada hubungan yang
bermakna antara alat bantu pendidikan
dengan kepuasan mahasiswa dimana alat
bantu
pendidikan
yang
kurang
mendukung
peluangnya
9
kali
dibandingkan alat bantu pendidikan yang
mendukung. Alat bantu pendidikan yang
kurang mendukung mempunyai peluang 9
kali ternyata proporsinya 66.7%, sehingga
dapat disimpulkan bahwa alat bantu
pendidikan terhadap kepuasan mahasiswa
berkontribusi terhadap kejadian tidak
puas.
3. Kurikulum yang sesuai mempunyai
peluang 64.5% untuk merasa tidak puas,
(P-value 0.001), (OR 4.269), maka ada
4.
hubungan
yang
bermakna
antara
kurikulum dengan kepuasan mahasiswa
dimana
kurikulum
yang
sesuai
peluangnya
4
kali
dibandingkan
kurikulum yang kurang sesuai. Kurikulum
yang sesuai mempunyai peluang 4 kali
ternyata proporsinya 71.3%, sehingga
dapat disimpulkan bahwa kurikulum
terhadap
kepuasan
mahasiswa
berkontribusi terhadap kejadian tidak
puas.
Variabel yang paling dominan adalah
variabel kurikulum P-value 0.033 (<
0.05%), (OR 0.325), maka memiliki
pengaruh terhadap kepuasan mahasiswa.
Kurikulum yang sudah sesuai memiliki
kecendrungan mahasiswa mengatakan
puas sebesar 0.325 kali lebih besar dari
pada mahasiswa yang mengatakan
kurikulum kurang sesuai.
Saran
Bagi STIKES Persada Husada Indonesia:
1. Ketidakpuasan mahasiswa diurutkan dari
yang terbesar adalah assurance (rasa
aman, ramah dan sopan), Tangible (sarana
fisik, penampilan dosen/ staf), emphaty
(perhatian dan kepedulian). Dengan
permasalahan tersebut perlu adanya
perbaikan dalam hal memberikan
pelayanan kepada mahasiswa dari aspek
kenyamanan, keramahan dan kesopanan
pada saat berinteraksi/berkomunikasi
dengan
mahasiswa.
Memberikan
perhatian dan peduli serta memberikan
solusi terbaik pada mahasiswa saat
mengalami masalah baik masalah
akademik, masalah pribadi dan masalah
keuangan. Diharapkan dosen dan staf
khususnya pada saat proses belajar
mengajar harus berpenampilan rapi dan
menarik (rambut/ jelbab, pakaian, sepatu
harus disesuaikan dengan peraturan yang
sudah ada). Sedangkan untuk sarana fisik
terutama diruang kelas perlu pemantauan
dan perawatan secara kontinyu sehingga
dapat memberikan kenyamanan pada
mahasiswa pada saat proses perkuliahan.
2.
Hendaknya kurikulum (mata ajar, jumlah
sks, dosen pengajar, dan jadwal) harus
disosialisasikan setiap awal semesteran
dan secara kontinyu.
3. Perlu di evaluasi keberadaan dan
kelengkapan silabus dan SAP serta
kesesuaiannya dengan materi yang
diberikan oleh dosen yang bersangkutan.
4. Hendaknya kalender akademik telah
tersedia dan diinformasikan ke mahasiswa
sebelum dimulainya perkuliahan baru.
5. Perlu adanya evaluasi kedisiplinan dosen
(kehadiran dan tepat waktu selama proses
perkuliahan) dan perlu adanya tata tertib
dan atau kontrak perkuliahan dengan
dosen secara tertulis.
6. Perlu melakukan pemeliharan dan
perawatan sarana di ruang kelas (terkait
dengan alat bantu pendidikan) secara rutin
dan teratur.
7. Hendaknya para dosen menyediakan
waktu menanggapi berbagai masalah
belajar yang dihadapi mahasiswa pada
setiap perkuliahan.
8. Dosen dan staf dapat menyediakan waktu
untuk memberikan umpan balik dan
menanggapi masalah yang dihadapi oleh
mahasiswa dapat memberikan motivasi
belajar pada mahasiswa keperubahan
yang lebih baik, dan perlu berinteraksi/
berkomunikasi dengan mahasiswa diluar
jadwal perkuliahan.
9. Adanya pemantauan terhadap kualitas
proses
pendidikan
secara
berkesinambungan
dalam
rangka
perbaikan dan peningkatan mutu layanan
pendidikan.
Bagi peneliti lain, hendaknya dapat
melakukan
penelitian
sejenis
dengan
menggunakan desain penelitian atau jenis
penelitian yang berbeda supaya lebih jelas
faktor apa yang paling berpengaruh terhadap
proses pendidikan. Bisa juga dilakukan
penelitian lanjutan untuk mengetahui tingkat
kepuasan masyarakat terhadap mutu layanan
pendidikan
di
Program
Studi
D-III
Keperawatan STIKES Persada Husada
Indonesia.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih disampaikan
kepada Yayasan Persada Husada Indonesia dan
Ketua STIKes Persada Husada Indonesia yang
telah
memberi
kesempatan,
waktu
arahan/bimbingan dan biaya kepada penulis
dalam melaksanakan penelitian ini. Terima
kasih juga kepada teman-teman sejawat yang
telah membantu terlaksananya penelitian
sampai pada penulisan jurnal ini.
Daftar Pustaka
Angga, A.F. (2009). Penerapan prinsip
manajemen kualitas di Poli Umum
Puskesmas Kecamatan Tebet Jakarta
Selatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional. Jakarta : FKMUI.
Apriningsih.
(2010).
Hubungan
mutu
fungsional layanan kesehatan dan minat
pasien kembali menggunakan layanan
rawat inap RSIA Buah Hati. Jurnal
Kedokteran & Kesehatan. Jakarta :
UMJ.
Arief. (2007). Pemasaran jasa dan kualitas
pelayanan. Malang : Bayumedia
Publishing.
Arini, D & Widodo. (2010). Hubungan
kepuasan kerja dengan motivasi kerja
pada perawat Departemen Bedah. Jurnal
ilmiah keperawatan. Surabaya : STIKes
Hangtuah.
Bachtiar, A, et al. (2000). Manajemen sumber
daya untuk mutu, Program Pasca
Sarjana. Depok : Program Studi IKM
Universitas Indonesia.
Budiharto. (2009). Manajemen pengantar ilmu
perilaku kesehatan dan pendidikan
kesehatan gigi. Jakarta : EGC.
Damayanti, F.Y. (2012). Persepsi mahasiswa
terhadap kualitas struktur & proses
layanan pendidikan dan hubungannya
tehadap kepuasan mahasiswa di Akbid
Widya Karsa Jayakarta Tahun 2011.
Jakarta : FKMUI.
Departemen Pendidikan Nasional. (2003).
Pedoman penjaminan mutu (quality
assurance) Pendidikan Tinggi. Jakarta :
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Ellis, R. (1993). Quality assurance in health
care, a hand book Edward Ardnold.
London Donabedian. Exploration in
Quality Assesment and Monitoring. Vol.
I. Michigan.
Gaspersz, V. (2002). Manajemen kualitas
dalam industri jasa. Jakarta : Gramedia.
http://www.economicsjurnal.bolgspot.com/201
1/prinsipkualitaslayanan.html.
http://www.edukasi.kompasiana.com/2010/kon
sep-belajar-pembelajaran-293887.html.
Kotler, B. (2007). Teknik dan strategi
memasarkan jasa profesional. Jakarta :
Intermedia.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian
kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Pannen, P. (2005). Pendidikan sebagai sistem.
Jakarta : Universitas Terbuka.
Peraturan Pemerintah RI. (2005). Standar
Nasional Pendidikan (SNP) No. 19. Jakarta.
Pohan, I.S. (2007). Jaminan mutu layanan
kesehatan; Dasar-dasar pengertian dan
penerapan. Jakarta : EGC.
Sabri, L & Priyo Hastono, S. (2007). Analisa
data kesehatan. Jakarta : UI Press.
………………….. . (2010). Statistik
Kesehatan. Rajawali Pers. Jakarta.
Sari, P. (2009). Kepuasan mahasiswa S1
reguler dan dosen tehadap Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas X
Tahun 2009. Jakarta : FKMUI.
Supranto, J. (1997). Pengukuran tingkat
kepuasan pelanggan untuk menaikkan
pangsa pasar. Jakarta : Rineka Cipta.
Tjipujo, F & Gregorius, C. (2005). Service,
quality and stattisfaction. Yogyakarta :
Andi Offiset.
Wijono. D. (2000). Manajemen mutu
pelayanan kesehatan, teori, strategi dan
aplikasi. Vol. 2. Airlangga. Surabaya.
PETUNJUK PENULISAN NASKAH JURNAL
Jurnal Persada Husada Indonesia menerima naskah ilmiah mengenai hasil penelitian, tinajaun hasil-hasil
penelitian, metodologi dan pendekatan-pendekatan baru dalam penelitian yang berkaitan dengan dunia
kesehatan
Naskah yang dikirim merupakan naskah asli dan belum pernah diterbitkan sebelumnya
Naskah yang telah diterbitkan menjadi hak milik redaksi dan naskah tidak boleh diterbitkan dalam
bentuk apapun tanpa persetujuan redaksi.
Jenis naskah yang diterima redaksi adalah hasil penelitian atau kajian analitis di bidang Ilmu Kesehatan.
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris minimal 10 dan maksimal 25 halaman di atas kertas
A4, spasi ganda, margin kiri 4 cm, margin kanan, atas dan bawah masing-masing 2,5 cm, menggunakan
Time New Roman font 12.
Sistematika penulisan naskah hasil penelitian meliputi: judul bahasa Indonesia, nama penulis, judul
bahasa Inggris, abstrak bahasa Inggris disertai kata kunci, abstrak bahasa Indonesia disertai kata kunci,
pendahuluan, metode, hasil dan pembahasan, kesimpulan, saran, ucapan terimakasih (bila ada), dan
daftar pustaka.
Judul naskah menggambarkan isi pokok tulisan secara singkat, jelas dan informative. Judul ditulis
dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Ringkasan judul (tidak lebih dari 40 karakter) hendaknya
juga disertakan.
Nama penulis ditulis lengkap disertai catatan kaki tentang profesi dan instansi tempat penulis bekerja.
Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia, Inggris dan tidak lebih dari 250 kata serta intisari seluruh
tulisan, meliputi : tujuan, metode, hasil dan simpulan. Di bawah abstrak disertakan 3-5 kata-kata kunci
(key words).
Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah serta tujuan penelitian dan harapan
untuk waktu yang akan datang.
Metode berisi penjelasan tentang bahan dan alat yang digunakan, waktu, tempat, teknik dan rancangan
percobaan. Metode harus dijelaskan selengkap mungkin agar peneliti lain dapat melakukan uji coba
ulang. Acuan (referensi) diberikan pada metode yang kurang dikenal.
Hasil dan Pembahasan. Hasil dikemukakan dengan jelas bila perlu dengan ilustrasi (lukisan, grafik,
diagram) atau foto. Hasil yang telah dijelaskan dengan tabel atau ilustrasi tidak perlu diuraikan panjang
lebar dalam teks. Garis vertikal dan horizontal dalam tabel dibuat seminimal mungkin agar memudahkan
penglihatan. Tabel, grafik dan gambar diberi nomor urut angka disertai judul dan keterangan yang
lengkap. Pembahasan menerangkan arti hasil penelitian, bagaimana hasil penelitian yang dilaporkan
dapat memecahkan masalah, perbedaan dan persamaan dengan penelitian terdahulu serta kemungkinan
pengembangannya.
Daftar pustaka, ditulis sesuai aturan sebagai berikut:.
1. Penulis daftar rujukan tidak lebih dari 12 buah dan edisi yang tidak terlalu lama
2. Judul Daftar Rujukan Pustaka ditulis di tengah halaman atas.
3. Urutan Daftar Rujukan Pustaka diawali dengan nama penulis berdasarkan alfabet nama keluarga
penulis.
4. Dicantumkan hanya maksimal 7 (tujuh) nama penulis, jika lebih dari 7 (tujuh) penulis, maka hanya
dicantumkan nama penulis utama dan et al.
5. Setelah nama, titik, jarak 2 (dua) ketukan tulis tahun penulisan dalam tanda kurung diikuti dengan
judul buku atau judul jurnal.
6. Judul buku digarisbawah dengan huruf besar hanya pada huruf pertama judul. Judul artikel berasal
dari jurnal tidak digarisbawahi, tetapi yang digaris bawahi adalah judul jurnal dengan huruf besar
pada tiap awal kata, kecuali kata sambung atau kata depan.
7. Bila buku terdiri dari beberapa edisi, maka penulisan edisi buku diletakan sesudah penulisan judul
buku.
8. Artikel yang berasal dari jurnal, harus dilengkapi dengan volume jurnal dan halaman artikel
Penyerahan Naskah dalam bentuk print out naskah dan satu CD yang berisi naskah. Naskah juga
dikirim melalui e-mail kepada penyunting dengan alamat phi.jurnal@gmail.com
Tiap naskah akan ditelaah oleh paling sedikit dua reviewer dan/atau mitra bestari. Naskah yang diterima
dapat disunting atau dipersingkat oleh reviewer. Naskah yang tidak memenuhi ketentuan dan tidak dapat
diperbaiki oleh reviewer dikembalikan lagi kepada penulis.
Naskah yang tidak diterbitkan akan dikembalikan kepada penulis.