[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
REPETITIF Pengertian Pekerjaan-pekerjaan atau pergerakan tubuh yang dilakukan secara berulang-ulang/pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus. Gerakan berulang merupakan salah satu dari faktor risiko ergonomi utama. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi (Tarwaka, 2011). Repetitive motion merupakan gerakan yang memiliki sedikit variasi dan dilakukan setiap beberapa detik, sehingga dapat mengakibatkan kelelahan dan ketegangan otot tendon. Jika waktu yang digunakan untuk istirahat tidak dapat mengurangi efek tersebut, jika gerakan terdapat posisi janggal, yang memerlukan tenaga besar, risiko kerusakan jaringan dan masalah muskuloskeletal lainnya akan meningkat. Pengulangan dengan waktu kurang dari 30 detik telah dianggap sebagai “repetitive motion” (OSHA, 2013). Repetitive motion dalam pekerjaan dapat disebut sebagai kecepatan pergerakan tubuh, atau dapat diperluas sebagai gerakan yang dilakukan secara berulang – ulang tanpa adanya variasi gerakan. Pekerjaan yang dilakukan dengan gerakan yang sama yang dilakukan secara berulang – ulang, apabila dilakukan dalam intensitas waktu yang sering dan dalam jangka waktu yang lama maka dapat menyebabkan suatu efek tertentu pada tenaga kerja (Boediono dkk, 2005). Fakta Kejadian Gerakan Berulang Menurut Bureau of Labor Statistic Amerika melaporkan pada tahun 1997, lebih dari 50% dari semua penyakit akibat kerja disebabkan oleh repetitive motion trauma. Cedera yang disebabkan oleh repetitive motion bukan merupakan penyakit yang akut atau jangka pendek yang terjadi dari kecelakaan satu kali, tetapi sebaliknya, merupakan hasil dari efek kronis yang bertahap, yang disebabkan oleh trauma berulang. Tiga cedera yang paling umum adalah gerakan berulang otot, tendon, dan cedera saraf (Roudney dkk, 2006). Gangguan gerakan berulang paling sering terjadi dan mengenai tubuh bagian atas yaitu tangan, pergelangan tangan, siku dan bahu, tetapi keluhan dapat juga terjadi pada leher, punggung, pinggul, lutut, kaki dan pergelangan kaki, tergantung area tubuh yang paling sering mendapatkan beban gerakan berulang. Beberapa hal yang harus diwaspadai karena dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan cedera berulang yaitu bila: Memiliki postur tubuh yang buruk Memiliki teknik yang buruk Melakukan aktivitas tertentu untuk jangka waktu yang lama Bekerja dengan sistem kecepatan (menggunakan conveyor belt) Jarang beristirahat dalam bekerja Bekerja dalam lingkungan dingin dan bertekanan tinggi Memiliki gaya hidup yang tidak sehat, stres atau jarang berolahraga, kurang tidur, gemuk. Memiliki penyakit seperti atritis, diabetes atau kondisi medis lainnya. Hal – Hal yang Mempengaruhi Repettive motion merupakan pekerjaan monoton yang melakukan gerakan yang sama secara berulang – ulang. Bila dilakukan dalam intensitas yang sering dan dalam jangka waktu yang lama, akan berdampak timbulnya suatu efek tertentu pada tenaga kerja. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal seperti (Boediono dkk, 2005) : Banyaknya gerakan yang dilakukan dalam proses pekerjaan berulang. Besarnya atau seringnya penggunaan otot. Lamanya pekerjaan yang dilakukan. Apabila dalam pekerjaan tersebut tidak banyak dilakukan gerakan, maka waktu yang diperlukan dalam melakukan gerakan yang sama akan menjadi lebih pendek. Sehingga pekerja akan lebih sering melakukan gerakan yang sama secara berulang-ulang (Boediono dkk, 2005). Kondisi ini umumnya diakibatkan karena gerakan berulang dan berlebihan (pengerahan tenaga yang kuat), penggunaan mesin-mesin yang bergetar, terlalu lama terkena dingin, adanya kompresi mekanik ataupun akibat posisi atau gerakan tubuh yang canggung atau salah (gerakan yang tidak wajar atau canggung seperti memutar lengan atau pergelangan tangan, kelelahan, postur yang salah), yang dilakukan baik dalam program kerja normal atau kegiatan sehari-hari, termasuk kegiatan olahraga dan hobi.  Bekerja dengan mesin getar dan udara dingin    Sumber gambar: www.workplacesafetynorth.ca Kategori Gerakan Berulang Variasi penilaian tingkat risiko untuk tingkat pengulangan yang dapat menimbulkan bahaya, dipengaruhi juga oleh faktor – faktor lain, seperti tenaga dan postur tubuh yang berbeda dapat dilihat di Tabel 1. Tabel 1. Pengulangan Risiko Gerakan Berulang pada Bagian Tubuh yang Berbeda-Beda. Bagian Tubuh Pengulangan Per Menit Bahu Lebih dari 2,5 Lengan atas atau Siku Lebih dari 10 Lengan atau Pergelangan Tangan Lebih dari 10 Jari Lebih dari 200 Sumber : Dinardi (1997). Contoh Pekerjaan Repetitif Beberapa contoh tindakan sehari-hari, seperti melempar bola, menggosok lantai, pekerjaan perakitan, pengepakan daging, pekerjaan yang menggunakan conveyor belt (ban berjalan), menjahit, memainkan alat musik, penggunaan  komputer, pertukangan, berkebun, jogging dan tenis dapat memicu terjadinya kondisi ini.  Gerakan tangan yang halus, yang berualang terus menerus akhirnya memicu kerusakan atau abrasi dari jaringan-jaringan yang terlibat dalam pergerakan tersebut. Otot yang selalu berkontraksi saat pergerakan akan mengalami cedera, terjadi peradangan dan penurunan rentang gerak. Selubung yang menutupi tendon akan kehabisan pelumas karena mereka tidak diberi waktu untuk beristirahat, sehingga tendon dan selubungnya  meradang, mengakibatkan rasa sakit. Tendon yang meradang, akan menimbulkan penekanan pada saraf sekitar karena pembengkakan. Hal ini dapat menyebabkan mati rasa, kesemutan, atau hipersensitivitas terhadap sentuhan. Aktivitas berulang akan memicu timbulnya peregangan berlebihan dan dapat menyebabkan kerusakan atau masalah pada tendon. Kondisi ini disebut tendinosis dan apabila proses berlanjut, akan terjadi peradangan pada tendon yang disebut tendinitis. Peradangan tendon biasanya terjadi di lokasi penyisipan ke dalam tulang. Selain itu, terdapat selubung pelumas (sinovium) yang menyelimuti tendon, sehingga memudahkan tendon dalam memanjang atau meregang, saat otot berkontraksi. Ketika tendon mengalami peradangan, selubung pelumas ini dapat ikut meradang sehingga terjadi kondis yang disebut tenosinovitis. Tenosinovitis hampir identik dengan tendinitis, karena memiliki penyebab, gejala dan pengobatan yang sama. Gerakan berulang mengangkat bahu yang meningkatkan risiko terjadinya peradangan dan pembengkakan pada bursa dan tendon otot bahu.    Sumber gambar: www.hughston.com & www.drugs.com         Kelainan epinkondilitis lateral (tennis elbow) dan contoh aktivitas berulang yang memicunya                                         Sumber gambar: www.webmd.com & images.reachsite.com                                  Kelainan sindrom terowongan karpal dan contoh aktivitas berulang yang memicunya    Sumber gambar: www.wikipedia.org  & : www.ahchealthenews.com   Kelainan Trigger Finger dan contoh aktivitas berulang yang memicunya               Sumber gambar: www.mychhs.colostate.edu & www.painfreehands.com              Gejala dan Tanda Repetitive Motion Disorder Nyeri. Nyeri dapat terjadi pada daerah yang sering melakukan gerakan berulang dan yang menderita kelainan. Umumnya terjadi pada tangan, jari, lengan dan bahu.  Kesemutan dan mati rasa atau penurunan kepekaan terhadap panas dan dingin. Kelemahan dan kelelahan. Hal ini ditandai dengan ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari yang biasa dilakukan dan kadang menjatuhkan sesuatu benda yang kita pegang tanpa sadar.  Timbul gangguan koordinasi gerak dan gangguan gerak.  Gejala lokal  termasuk pembengkakan, nyeri pada penekanan di area yang terkena dan gejala lainnya tergantung area tubuh yang terkena. Penanganan Repetitive Motion Disorder Penanganan harus dilakukan sesegera mungkin, terlebih apabila penderita memiliki faktor risiko melakukan kegiatan atau aktivitas berulang baik karena pekerjaan, olahraga dan hobi. Penanganan harus dilakukan bila mulai timbul rasa sakit dan terdapat hilangnya fungsi yang membatasi aktivitas penderita dan tidak menunggu hingga kehilangan fungsional berat.  Penanganan yang dilakukan umumnya terdapat dua pilihan dasar, yaitu penanganan konservatif atau non bedah dan penanganan secara bedah (operatif). Penanganan konservatif difokuskan untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan, dan mencegah proses kerusakan berlanjut dan mencegah kejadian/kekambuhan berulang, meliputi : Perawatan di rumah Merupakan semua upaya yang harus dilakukan oleh penderita di rumah, sebelum mendapatkan pertolongan dari dokter. Tujuannya adalah mengurangi rasa nyeri dan mencegah proses berlanjut. Beberapa upaya yang dapat dilakukan di rumah sebagai upaya pertolongan pertama adalah sebagai berikut: Istirahat. Hentikan semua aktivitas yang dicurigai memicu terjadinya keluhan. Hal ini bertujuan untuk mencegah kerusakan berlanjut dan mengurangi peradangan.  Kompres dingin. Lakukan kompres dingin pada area yang mengalami rasa nyeri dan bengkak. Kompres dingin menggunakan ice pack, dapat dilakukan beberapa kali sehari (3-4 kali sehari) dengan lama kompres <20 menit setiap kalinya. Lakukan kompres dingin samapi tanda-tanda radang mereda dan nyeri berkurang, umumnya sekitar 3 hari. Konsumsi obat-obat penghilang rasa sakit sederhana seperti parasetamol untuk mengurangi nyeri. Hindari penggunaan obat-obat anti peradangan tanpa resep dokter mengingat efek samping yang ditimbulkannya cukup berbahaya dan hindari penggunaan obat-obat penghilang nyeri untuk jangka waktu panjang. Bila kondisi ini tidak kunjung mereda dalam waktu 3 hari, kunjungi dokter untuk mengetahui secara pasti jenis kelainan dan terapinya. Terapi Fisik (Fisioterapi)  Terapi fisik atau fisioterapi biasanya dilakukan oleh dokter Spesialis Rehabilitasi Medik, yang akan memberikan terapi dengan alat-alat yang menggunakan metode fisika (panas, getaran, gelombang suara, tarikan/traksi, dll). Terapi yang diberikan umumnya merupakan perpaduan terapi menggunakan ultrasound, laser, infra merah, dll disertai latihan fisik dan pemberian obat-obatan baik secara oral ataupun suntik. Dosis terapi dan pemilihan alat-alat tersebut akan berbeda-beda untuk masing-masing penderita, yang akan disesuaikan dengan jenis kelainan, tingkat keparahan dan adakah kontraindikasi yang dialami penderita dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi jaringan yang meradang.      Sumber gambar:  www.healthtap.com  Pelatihan fisik ditujukan untuk memulihkan fungsi, melatih dan memperkuat otot-otot ataupun jaringan lunak dan sendi yang mengalami kelainan, dengan mengajarkan beberapa variasi latihan peregangan dan latihan rentang gerak sendi, apabila kelainan tersebut melibatkan sendi. Tujuan lain dari pelatihan fisik adalah memberikan pengetahuan kepada penderita tentang teknik-teknik beraktivititas yang direkomendasikan untuk mencegah kejadian berulang. Penggunaan alat penyokong (splint atau brace) Tergantung kondisi dan tingkat kelainan yang dialami termasuk aktivitas yang harus dijalani penderita, dokter akan merekomendasikan penggunaan alat penyokong yang sesuai dengan kebutuhan. Tujuannya untuk mengurangi ketegangan otot dan mencegah terjadinya gerakan-gerakan yang dapat memperparah kelainan. Penggunaan splint pada trigger finger dan brace pada carpal tunnel syndrome Sumber gambar: insurancethoughtleadership.com Jika cedera yang terjadi berhubungan dengan pekerjaan, program terapi okupasi akan membantu mempercepat pemulihan pasien. Program rehabilitasi okupasi juga membantu kembalinya pekerja yang mengalami cedera berulang bekerja kembali dengan fokus khusus pada persyaratan kerja dan merancang program kerja dan memodifikasi kegiatan atau teknik bekerja untuk mengurangi cedera lebih lanjut dan untuk lebih mempersiapkan pekerja untuk pekerjaannya. Program ini mungkin termasuk latihan tangan, peregangan dan mengubah aktivitas kerja untuk mengurangi stres pada daerah yang terkena.