[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
NILAI STRATEGIS KARST SEBAGAI KAWASAN YANG PERLU DILINDUNGI Oleh : Arif Jauhari Anggota KMPA Giri Bahama dan Masyarakat Speleologi Indonesia Disampaikan pada seminar Pe yela ata Kawasa Karst MAPALA“T UNI“BANK Semarang, 26 Agustus 2016 ABSTRAK Karst tersebar di seluruh pulau besar di Indonesia, juga diberbagai pulau lainnya. Kawasan karst sebagai bagian dari ruang hidup dan kehidupan manusia, tidak akan terlepas dari masalah yang ditimbulkan oleh manusia itu sendiri. Penyebutan kata karst akrab dengan cerita kekeringan, tandus, dengan kondisi ekonomi dan pendidikan masyarakatnya yang masih rendah. Cerita ini harus dibuktikan dan tidak bisa digenaralisir begitu saja. Menjadi tugas penelusur gua, pecinta alam serta ilmuwan dan sebagainya untuk mengabarkan kebenaran yang terjadi di lingkungan karst. Kebenaran ilmiah ini tidak hanya kondisi lingkungan fisik-biologi, tetapi juga lingkungan sosial dan budaya. Kawasan karst sebagai kawasan yang unik merupakan sumberdaya yang tak terbarukan, sehingga pemanfaatan kawasan karst harus melalui suatu kajian mendalam multidisiplin. Aspek-aspek yang mendasari mengapa kawasan karst perlu dilindungi dan dilestarikan adalah : (1) aspek hukum, (2) fungsi simpanan dan sumber air, (3) jasa-jasa ekologi, (4) estetika dan (5) pengembangan ilmu pengetahuan. Aspek pertama didasarkan pada UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan PP No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Aspek kedua didasarkan pada fungsi karst yang dilihat dari eksokarst dan indokarst. Aspek ketiga didasarkan pada jasa-jasa ekologi yang terjadi di kawasan karst yang sifatnya juga melingkupi daerah di luar karst (perikarst). Estetika kawasan karst dan lingkungannya yang dapat dikembangkan untuk berbagai tujuan. Serta aspek kelima yang masih banyak menjadi misteri dan berbagai terapan teknologi yang dapat dimanfaatkan di lingkungan karst. Kata kunci: karst, kawasan karst, lingkungan karst, air, lindung, lestari. A. PENDAHULUAN Dunia akademis maupun non akademis saat ini sedang ramai membicarakan kata karst . Menariknya daerah karst ini akrab dengan cerita kekeringan, tandus, dengan kondisi ekonomi dan pendidikan masyarakatnya yang masih rendah. Hal ini masih di bumbui oleh banyak berbagai polemik yang muncul dikawasan karst, diantara tentang isu pertambangan, wisata sampai batu akik. Juga isu tentang lingkungan banyak menjadi perdebatan. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh meningkatnya jumlah penduduk yang diikuti dengan peningkatan kebutuhan terhadap sandang, pangan, papan, dan sebagainya. Peningkatan kebutuhan ini mengakibatkan eksploitasi sumber daya alam semakin tinggi dan cenderung mengabaikan aspek-aspek lingkungan hidup. Mengutip pendapat Prof. Otto “oe arwoto Hi gga sekara g pe a gu a berkelanjutan didefinisikan dengan sangat umum dan longgar. Karena itu pembangunan berkelanjutan diinterpretasikan menurut persepsi masing-masing orang dan kelompok berdasar kepentingan masing-masing. Definisi yang sangat umum dan longgar itu juga tidak ada tolok ukurnya yang jelas. Karena tak ada definisi yang jelas dan tolok ukurnya, pembangunan berkelanjutan telah terpinggirkan oleh pembangunan yang tak berwawasan lingkungan hidup, karena pembangunan ini dianggap lebih murah daripada pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup ya g erkela juta . Benar apa yang dikatakan Prof. Otto Soemarwoto, bahwa banyak pembangunan yang mengatasnamakan investasi dan sebagainya, tetapi li gku ga hidup le ih sedikit terde gar. Bahka saat i i istilah pe erkela juta da pe a gu a ya g erwawasa li gku ga hidup jarang terdengar lagi. terdapat masalah a gu a se aki B. PENGERTIAN BATUGAMPING DAN KARST Batugamping menurut cara pembentukannya dapat dibedakan menjadi dua yaitu batugamping non klastik dan batugamping klastik. Batugamping non klastik terbentuk dari koloni binatang laut terutama terumbu/koral, sehingga penampakan di lapangan tidak menunjukkan perlapisan yang baik atau tidak berlapis, serta belum banyak mengalami pengotoran mineral lain. Batugamping non klastik umumnya disebut terbentuk secara organik. Sebaliknya batugamping klastik merupakan hasil rombakan jenis batugamping non klastik yang diendapkan tak jauh dari batuan induknya, sedimentasinya terjadi karena proses mekanik. (Sukandarumidi 2004). Menurut Ford dan William (2007), batugamping sangat khas karena akumulasinya sangat tergantung pada aktivitas organik dan mereka lebih rentan terhadap perubahan pasca-pengendapan dari sedimen lainnya. Lingkungan terbentuknya batugamping terletak di laut dangkal, tenang, dan pada perairan yang hangat yang merupakan lingkungan ideal di mana organisme mampu membentuk cangkang kalsium karbonat dan skeleton sebagai sumber bahan pembentuk batugamping. Ketika organisme tersebut mati, cangkang dan skeleton mereka akan menumpuk membentuk sedimen yang selanjutnya akan terlitifikasi menjadi batugamping. Kata karst atau istilah asli ya krs “urat a W., 997 erasal dari ahasa Yugoslavia, yang merupakan nama kawasan sekitar kota Trieste di perbatasan antara Yugoslavia dan Italia Utara. Istilah tersebut kemudian diadaptasikan dalam bahasa Jerman menjadi kata karst seperti apa sering digunakan saat ini. Kata karst juga berarti tempat tanpa air dan dingin, juga berkonotasi permukaan batuan gundul (Monroe, 1970 dalam Ritter, dkk., 1995). Ford dan Williams (2007) mendefinisikan karst sebagai medan dengan karakteristik hidrologi yang khas dan bentang alam yang timbul dari kombinasi batuan mudah larut dan porositas sekunder (fraktur) berkembang dengan baik. Pengertian karst, menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 17 Tahun 2012 Pasal 1 nomor 1 adalah Be ta g ala ya g ter e tuk aki at pelaruta air pada atu ga pi g da / atau dolo it . “eda gka kawasa e ta g alam karst menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 17 Tahu Pasal o or erupaka Karst ya g e u jukka e tuk eksokarst da e dokarst terte tu. Karst merupakan daerah yang mempunyai karakteristik relief dan drainase yang khas, hal ini disebabkan oleh derajat pelarutan batuannya yang lebih tinggi dari tempat lain. Penciri karst secara morfologi dapat dikelompokkan menjadi dua garis besar, yaitu bentukan negatif dan positif. Bentukan negatif adalah morfografi karst yang cenderung turun terhadap permukaan. Sedangkan bentukan positif adalah bentukan yang cenderung naik terhadap permukaan. Contoh bentukan negatif adalah dolina, uvala, polye, lembah buta, sinkhole/luweng, dan gua serta contoh bentukan positif adalah bukit-bukit karst (yang berbentuk kubah, kerucut atau menara). C. SEBARAN KARST DI INDONESIA Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai konsekuensi banyak terdapat bentang alam karst. Material utama penyusun karst di Indonesia adalah batugamping. Batugamping merupakan batuan karbonat yang terbentuk dan berasosiasi dengan laut. Material utama adalah organisme atau sisa organisme laut seperti koral atau terumbu, kerang, siput laut dan sebagainya. Seluruh pulau besar di Indonesia (Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua) terdapat lapisan batugamping yang telah berkembang menjadi kawasan karst (Gambar 1.). Pada Gambar 1. luasan warna hitam adalah area sebaran karst. Salah satu yang menarik adalah karst Gunungsewu, Gombong Selatan dan Maros. Karst Gunungsewu dicirikan dengn berkembangnya bentukan positif berupa kubah karst. Bentukan positif karst Gombong Selatan merupakan bukit-bukit kerucut dan lereng yang terjal (konikal). Sedangkan karst Maros dicirikan oleh berkembangnya menaramenara karst. Gambar 1. Sebaran lingkungan karst di Indonesia menurut Falah (2014) D. ASPEK-ASPEK YANG MENDASARI PERLINDUNGAN KAWASAN KARST 1. Hukum a. Tahun 2007 dikeluarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pada Bab III Klasifikasi Penataan Ruang, Pasal 5 ayat (2) dise utka Pe ataa rua g erdasarka fu gsi uta a kawasa terdiri atas kawasa li du g da kawasa udidaya. b. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Bab IV Rencana Pola Ruang Wilayah Nasional, Bagian Kedua, Kawasan Lindung Nasional, : - Paragraf 1 Jenis dan Sebaran Kawasan Lindung Nasional, Pasal 51, menyebutkan Kawasan lindung nasional terdiri atas: a. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahnya; b. kawasan - - - - 2. perlindungan setempat; c. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya; d. kawasan rawan bencana alam; e. kawasan lindung geologi; dan f. kawasan lindung lainnya. Paragraf 1 Jenis dan Sebaran Kawasan Lindung Nasional, Pasal 52 ayat 1 Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya terdiri atas: a. kawasan hutan lindung; b. kawasan bergambut; dan c. kawasan resapan air. Paragraf 1 Jenis dan Sebaran Kawasan Lindung Nasional, Pasal 52 ayat 5 Kawasan lindung geologi terdiri atas: a. kawasan cagar alam geologi; b. kawasan rawan bencana alam geologi; dan c. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah. Paragraf 1 Jenis dan Sebaran Kawasan Lindung Nasional, Pasal 53 ayat 1 Kawasan cagar alam geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (5) huruf a terdiri atas: a. kawasan keunikan batuan dan fosil; b. kawasan keunikan bentang alam; dan c. kawasan keunikan proses geologi. Paragraf 2, Kriteria Kawasan Lindung Nasional, Pasal 60 Ayat 2, Kawasan keunikan bentang alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf b ditetapkan dengan kriteria: a. memiliki bentang alam gumuk pasir pantai; b. memiliki bentang alam berupa kawah, kaldera, maar, leher vulkanik, dan gumuk vulkanik; c. memiliki bentang alam goa; d. memiliki bentang alam ngarai/lembah; e. memiliki bentang alam kubah; atau f. memiliki bentang alam karst. Fungsi Simpanan dan Sumber Air Sungai permukaan di daerah karst sangat sedikit, bahkan bila ada sungai permukaan sering dari bentuklahan lain di sekitarnya. Air yang datang dari luar daerah karst dinamakan air allochthonous dan yang datang dari dalam daerah karst disebut air autochthonous. Air allochthonous memasuki daerah karst melalui sungai-sungai permukaan dan apabila ada sungai autochthonous juga akan menghilang ke dalam formasi karstik. Air permukaan lain yang terdapat di daerah karst adalah danau-danau karst baik yang bersifat perenial maupun non perenial. Sumber-sumber air permukaan merupakan sumber yang vital di daerah karst untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari penduduknya. Williams (1983 dalam Ritter, dkk., 1995) mengemukakan pendapat tentang adanya tiga zone hidrografis di daerah karst yaitu (1) bagian atas atau bagian kering (zone vados) dimana air bersirkulasi secara bebas, (2) bagian bawah (zone preatik) yang jenuh secara permanen dan (3) bagian peralihan (zone epikarstik) yang kadang kering, kadang jenuh. Gambar 2. menunjukkan bagaimana air hujan di daerah karst mengisi sistem hidrologi bawah tanah, baik yang masuk melalui celah-rekah, lapies/karren ataupun yang masuk melalui gua atau ponor. Gambar 2. Ilustrasi hidrologi karst Gambar 3. Ilustrasi zone epikarst sebagai tandon air karst, sampai membentuk stalaktik gua dan menjadi sungai bawah tanah (menurut Ford dan William, 1995 dalam Haryono dan Adjie, -) Permukaan batugamping yang tidak rata berupa lapies atau karen serta rekah hasil tunjaman akar pohon menjadi penjebak air masuk ke zona epikarst. Pada zona ini air dapat tersimpan selama musim kering, bukti sederhana bagi penelusur gua sangat sederhana yaitu tetesan air dari atas lorong gua yang menyebabkan terbentuknya stalaktit. Kepentingan air sebagai sumber kehidupan, menjadikan daerah karst dengan zona epikarst dan sistem sungai bawah tanahnya merupakan tandon dan saluran air alami bawah tanah. Gambar 2. juga menunjukkan dengan jelas fungsi karst sebagai penyerap dan tandon air raksasa bawah tanah untuk mencegah suatu daerah dari banjir. Penjebakan air melalui lapies/karen, rekah-celah, ponor dan gua terbukti efektif mendrainasekan air hujan masuk ke bawah permukaan. Ilustrasi zone epikarst disajikan pada Gambar 3. Kontroversi adanya muka air tanah di daerah karst kemudian dikembangkan dalam suatu pemikiran tentang perbedaan ekstrem pada porositas, permeabilitas dan aliran yang ada di dalam akifer karst. Dua jenis akifer yang diusulkan oleh White (1988 dalam Ritter, dkk., 1995) adalah akifer difus/menyebar dan akifer konduit. Pada akifer difus ukuran rongga terbatas jumlahnya, gua-gua jarang, dan aliran mematuhi atau hampir mematuhi hukum Darcy. Akifer konduit memperlihatkan jaringan rongga atau pembuluh yang terintegrasi. Aliran airtanah terjadi di bawah pengaruh gravitasi, seringkali mencapai kondisi turbulen. Aliran ini sanggup mengangkut sedimen karena luahan diperbesar oleh limpasan permukaan yang meresap ke dalam retakan. Baik akifer difus maupun konduit dapat berada di daerah yang sama. Akifer konduit lazim menerima air dari akifer difus yang sekelilingnya porous dan rekah, (seperti digambarkan sebelumnya, tetesan air dan sungai bawah tanah). Pergerakan air cepat dan turbulen pada segmen konduit sebaliknya lambat serta laminar pada bagian difus (Ford dan Williams 1989 dalam Ritter, dkk., 1995). Permeabilitas daerah batugamping yang telah mengalami proses pelarutan sangat besar. Hal ini disebabkan oleh adanya rekahan-rekahan dan ponor-ponor mengakibatkan air leluasa melaluinya. Pola drainase di daerah karst mempunyai ciri yang sangat berbeda bila dibandingkan dengan daerah lain. Sirkulasi air sangat besar dipengaruhi oleh retakan (fracture), rekahan (fissure) dan pembuluh (conduit) daripada dipengaruhi oleh ruang antar butir. Pusat depresidepresi berupa ponor memberikan sumbangan yang besar dalam sistem drainase karst. Gua juga merupakan bagian dari sistem drainase, yang masingmasing dihubungkan oleh retakan celah atau saluran. Sistem ini akan berlanjut pada sungai bawah tanah sampai membentuk jaringan sungai bawah tanah. Sistem sungai bawah tanah karst dapat diibaratkan seperti sungai permukaan tetapi membentuk jaring-jaring aliran, sehingga pada daerah tertentu dijumpai akumulasi air yang berlimpah. Gambar 2. juga mengilustrasikan keluaran air dari daerah yang melimpah air atau sistem sungai bawah tanah kepermukaan tanah menjadi mataair. Beberapa jenis mataair atas dasar struktur geologi digambarkan pada gambar 4. Gambar 4. Beberapa jenis mataair karst atas dasar struktur geologi menurut White (1988, dalam Haryono dan Adjie, -) Keberadaan tandon air dan saluran bawah tanah daerah karst dapat dengan mudah terancam melalui pertambangan. Pertambangan dengan mengelupas kawasan epikarst serta menghancurkan sistem saluran bawah tanah berarti memutus rantai proses air di dalam tanah. Akibatnya air hujan akan berada di permukaan sebagai air larian (runoff), yang berarti menghilangkan potensi simpanan alami dan meningkatkan dengan drastis potensi air larian (runoff). Adjie (2010, dalam MSI 2016) membuat simulasi perhitungan dampak yang diti ulka apa ila kawasa epikarst hila g de ga ru us total air terbuang = luas area x kedalaman rerata epikarst x porositas rerata x curah hujan yang terserap . “ebagai ilustrasi kita isi simulasi ini, misal area yang ditambang 10 ha = 100.000 m2, tinggi zone epikarst kita contohkan 5 m, nilai porositas kita isi 20% = 0,2/m, curah hujan tahunan kita isi 2000 mm dan 20% air yang terserap masuk ke tanah (80% masuk ke sistem drainase ponor) = 400 mm = 0,4 m. kita dapatkan 2 x 5 m x 0,2/m x 0.4 m/th = 40.000 m3/tahun. Angka ini a gka tat = . adalah simulasi potensi kehilangan air tanah tiap tahun hanya pada lahan 10 ha. Kelestarian daerah karst adalah kelestarian ketersedian air yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal, terutama kesejahteraan masyarakat disekitar lingkungan karst. Perlu diingat bahwa hidrologi karst rawan sekali terhadap pencemar. Hal ini disebabkan kontak antara permukan dan bawah permukaan melalui sistem celah-rekah dan ponor-perguaan. Sangat bijak untuk selalu memperhatikan sanitasi, pertanian ramah lingkungan dan terutama tidak membuang sampah sembarangan. 3. Jasa-Jasa Ekologi Hubungan timbal balik yang terjadi antara komponen biotik dan abiotik di dalam kawasan karst membentuk sebuah ekosistem yang sangat unik, serta memberikan dampak positif dalam wujud jasa lingkungan (MSI, 2016). Jasa-jasa lingkungan yang dapat ditemukan pada lingkungan karst setidaknya meliputi: a. Jasa penyerap karbon dioksida sebagai bagian proses karstifikasi. Proses karstifikasi atau pelarutan batugamping secara garis besar mengukuti rumus seperti dikemukan oleh Ritter, dkk., (1995): CaCO3 + H2O + CO2 (terlarut) = Ca2+ + 2HCO3-. Secara khusus Retno D.S. dan Rafiah Untung (1996) mengemukakan reaksi batugamping dengan asam karbonat membentuk mineral kalsit CaCO 3 yang reaksinya sebagai berikut (1) H2O + CO2 --------------------> H2CO3 (2) H2CO3 --------------------> HCO3- + H+ (3) H2CO3 + CaCO --------------------> CaCO3 + H2O (4) CaCO3 + H2O + CO2 --------------------> Ca(HCO3)2 Proses tersebut menunjukkan bahwa jasa penyerapan karbon dilakukan pada proses kartifikasi. Hasil penelitian Ahmad Cahyadi (2012) menunjukkan bahwa kapasitas penyerapan karbon dioksida di kawasan karst Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul sebesar 95,13 m3/tahun/km2. Hal ini menunjukkan seandainya lahan 1 km2rusak, maka dapat dipastikan penyerapan karbon sebesar 95,13 m3/tahun terhenti. Terputusnya siklus karbon akibat penambangan di kawasan karst akan ikut menyumbang pemanasan global dan perubahan iklim. Secara kualitas, apabila kita beraktifitas di daerah karst, sering kita merasakan udara yang lebih segar. Belum banyak penelitian yang menunjukkan hubungan antara kemurnian gamping, air dan banyaknya karbon dioksida yang dibutuhkan untuk suatu proses kartifikasi. Masih terbuka lebar kesempatan bagi para peneliti untuk melakukan penelitian di banyak kawasan karst di Indonesia. b. Jasa penyerbukan dan pemencaran biji serta pengendali populasi serangga. Peneliti kelelawar dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Profesor Dr Riset Ibnu Maryanto, mengatakan bahwa kegunaan yang diberikan mamalia terbang ini kepada manusia lebih banyak ketimbang kerugian yang diakibatkannya (http://www.fhm.co.id/content/article/1494/9/2014/ManfaatDari-Kelelawar, http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/224942-lebih-besarmanfaat-kelalawar-dari-mudaratnya) Keberadaan kelelawar memberikan manfaat misalnya, sebagai predator alami hama padi (wereng), yang masih menjadi momok petani. Prof. Ibnu menyebutkan, sawah yang berada di dekat daerah kapur (karst), hasil panennya lebih bagus daripada sawah yang jauh dari daerah karst. Daerah kapur (karst) biasanya disenangi kelelawar karena adanya gua-gua yang memiliki kelembaban yang diperlukan oleh kelelawar. Prof Ibnu juga menyebutkan bahwa beberapa jenis kelelawar juga berfungsi sebagai penyerbuk sekaligus penyebar bibit pohon, sehingga punahnya jenis kelelawar akan berakibat pada punahnya jenis pohon tertentu. Beberapa pohon yang tergantung dengan aktivitas kelelawar antara lain adalah pohon rambutan, mangga, duku, pisang, dan durian. Dr. Cahyo Rahmadi, mengutip pendapat Vermeullen & Whitten (1999: 61) pada situsnya https://cavefauna.wordpress.com/2008/06/12/chaeropon-plicatuspengendali-hama-hayati/ menyebutkan satu kolo i kelelawar dala satu gua, katakan saja berjumlah 3 juta individu. Setiap individu dalam koloni ini setiap malam mampu memakan 7 gram serangga dan diperkirakan dalam satu malam koloni dalam gua tersebut mampu memakan 20 ton serangga sehingga dalam setahun memakan 7.300 ton serangga . Beliau juga e erika ilustrasi se agai erikut: Katakan saja satu ekor nyamuk berbobot 0.0003 gram, Berapa juta individu serangga yang telah dikonsumsi dalam satu malam ??? Benar- e ar I se tisida ya g GRATI“ da dahsyat…. . Demikian pula dengan biota lain berupa burung sriti dan walet. Kebalikan dari kelelawar, kedua jenis hewan ini adalah pemakan serangga pada siang hari. Penelusur gua, sering menjumpai pada satu gua hidup walet atau sriti dan sisi lain hidup kelelawar, yang dijadikan jam matahari terbit dan tenggelam. Sebagai biota terbang yang mempunyai jelajah tinggi, kelelawar, sriti dan walet, daerah operasi pelayanan jasa ekologis dapat dibuat range persebarannya. Peta pelayanan jasa ekologis dapat dibuat dengan bantuan sistem informasi geografi. Peta sebaran akan dapat memprediksi sampai dimana atau daerah mana yang masuk dalam pelayanan. Perlu diingat, karena ini JASA maka membutuhkan IMBALAN! Imbalan atau bayarannya adalah menjaga kelestarian habitat dan ekosistem karst!. Gambar 5. Peta Jelajah Kelelawar KBAK Gombong (MSI, 2016) Gambar 5. menunjukkan contoh wilayah perikarst Karst Gombong Selatan yang dipengaruhi oleh jelajah kelelawar meliputi 4 kabupaten. 4. Estetika Bentukan eksokarst dan indokarst sering menjadi daya tarik keindahan lingkungan karst. Pengembangan untuk wisata umum, minat khusus, ekologi ataupun geologi akan dapat menambah nilai strategis kawasan karst. Berbagai jenis bukit-bukit dan lembah Karst seringkali menjadi tempat yang menarik. Keanekaragaman hayati di lingkungan karst merupakan penambah nilai strategis. Bentukan eksokarst seperti bukit-bukit menara di karst Maros-Pangkep sangat menarik, selain itu pada kawasan ini juga telah ditetapkan menjadi taman nasional. Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung memiliki keunikan berupa habitat bermacam kupu-kupu. Di lingkungan karst ini juga ditemui gua terdalam dan terpanjang di Indonesia. Karst Gunung Sewu memiliki Lembah Bengawan Solo Purba dengan bukit-bukit berbentuk kubah, mengasikkan untuk ditelusuri. Lembah ini membentang dari kecamatan Giriwoyo Kabupaten Wonogiri sampai ke lembah Pantai Sadeng di Kabupaten Gunungkidul, DIY. Pada karst Gunung Sewu ini juga ditemui sungai permukaan yang masuk menjadi sungai bawah tanah. Sistem Kalisuci sangat menarik karena melibatkan sungai permukaan - Gua Suci - Luweng Glatik Luweng Gelung (Mburi Omah) yang kasat terlihat jelas. Keindahan ornamen gua bagi penelusur gua sudah tidak menjadi barang baru. Banyak ornamen gua yang unik tiap gua, banyak pula yang hampir sama. Keindahan bawah tanah ini pasti akan memacu kegiaatan pariwisata, terutama untuk gua yang mudah ditelusuri. Masih banyak keindahan fenomena eksokarst di tempat lain yang semua unik. tergantung kebijakan pengelolaan, dijadikan wisata massal atau terbatas. semuanya butuh suatu kajian ilmu multidisiplin yang mendalam. 5. Pengembangan Ilmu Pengetahuan Sampai sejauh ini telah banyak ahli yang setuju bahwa lingkungan Karst merupakan laboratorium alam yang unik. Banyak hal yang dapat dikaji serta banyak pula yang memberi kemanfaatan bagi kehidupan manusia. Dari sisi arkeologi, gua dan lingkungannya sering menjadi jendela untuk mengetahui budaya masa lampau. Banyak peninggalan arkeologi diantaranya lukisan gua dan sisa-sisa peninggalan masa lalu . Karst Maros dan Pangkep yang saat ini sedang banyak dibahas serta karst Sangkulirang, banyak ditemukan gua beserta peninggalan prasejarah. Beberapa gua dengan peninggalan preasejarah di karst Maros Pangkep, adalah Leang Pattae, Uleleba, Balisao dan Pattakare. Arkeolog yang melakukan penelitian di gua-gua tersebut, menemukan berbagai Peninggalan prasejarah berupa peralatan dari batu dan tulang serta lukisanlukisan dinding gua. Lukisan di dinding gua juga ditemukan di Maluku dan Papua. Menurut Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman dalam situs Kemendikbud, makna lukisa di di g gua adalah Lukisa di di g gua atau dinding karang menggambarkan kehidupan zaman prasejarah dari segi sosialekonomi dan kepercayaan masyarakat. Sikap hidup manusia tergambar di dalam lukisan-lukisan tersebut, dan termasuk juga di dalamnya nilai-nilai estetika dan magis yang bertalian dengan totem dan upacara-upacara yang belum diketahui dengan jelas. Cap tangan dengan latar belakang cat merah mungkin mengandung arti kekuatan atau lambang kekuatan pelindung untuk mencegah roh jahat, dan cap-cap tangan yang jari-jari ya tidak le gkap se agai ta da adat erka u g . Kajian Hidrospeleologi dan pemanfaatannya, Penulis bersama-sama KMPA Giri Bahama sejak tahun 2000 bersepakat menjadikan Desa Pucung di Kecamatan Eromoko Kabupaten Wonogiri sebagai tempat belajar. Tahun 2009 diadakan perjanjian kerjasama desa mitra antara KMPA Giri Bahama dan Kepala Desa Pucung tentang pengembangan desa yang berkaitan dengan aspek lingkungan hidup. Berbagai penelitian dan pengabdian masyarakat dilakukan di Desa Pucung sejak tahun 2000. Puncaknya kegiatan adalah antara tahun 2012 - 2016 awal berupa rangkaian kegiatan pengangkatan air dari sungai bawah tanah selanjutnya didistribusikan ke rumah-rumah penduduk. Distribusi saat ini telah menggunakan pengukur meter air di tiap rumah untuk kelancaran pengelolaan. Rangkaian panjang kegiatan ini tidak terlepas dari penelitian, koleksi data dan penyuluhan yang dilakukan sejak tahun 2000. Kegiatan tersebut adalah contoh saja dari satu sisi keluaran yaitu pemanfaatan sungai bawah tanah untuk distribusi air. Masih banyak sebenarnya yang belum dilakukan, seperti biologi gua karst, geologi detail, sosial budaya, pertanianpeternakan, valuasi ekonomi karst dan sebagainya. Penulis sebagai seorang yang pernah belajar geografi, mengusulkan dan mengajak untuk teman-teman penelusur gua, pecinta alam, pramuka sampai masyarkat umum untuk lebih mengenal karst. Salah satunya yang sangat sederhana, yaitu pendataan fenomena karst. Pendataan ini penting untuk mengenal dan selanjutnya mempelajari lingkungan karst secara keruangan. Kecepatan pendataan dan pembuatan database fenomena karstik menentukan juga kecepatan ilmu-ilmu lain untuk melakukan studi. Cara pendataan tentang fenomena karstik banyak di usulkan oleh beberapa instansi atau individu pemerhati karst. Seperti dari Kelompok Studi Karst F. Geografi UGM, Candra Fredy dari MSI dengan smartphone berbasis android (paperless), dan sebagainya. Penulis dan KMPA Giri Bahama juga membuat formulir pendataan dan manual cara pengisiannya. Formulir pendataan yang diusulkan oleh penulis bersifat sederhana, yang diharapkan semua pihak termasuk masyarakat di kawasan karst dapat secara partisipatif mendata fenomena karst. Dengan kesederhanaan ini diharapkan data dapat mudah diisi. Harapan terbesar adalah, bahwa lingkungan karst tidak hanya dipandang dari sisi luas, kedalaman, dan kemurnian batugampingnya semata. Kawasan karst tidak hanya dilihat dari sisi bahan tambang saja. Tetapi mari kita milihat karst secara lebih luas, sebagai suatu bentang alam yang bersentuhan dengan manusia dan memberikan kemanfaatan yang besar apabila dilestarikan. E. KESIMPULAN Kawasan karst merupkan suatu kawasan yang unik. Mengutip pernyataan Prof. M.T. Zen ahwa karst adalah kepastia dari ketidakpastia ya g dike ukaka pada acara Simposium Nasional Karst II, tahun 1996. Banyak hal-hal yang unik di karst yang masih menjadi misteri, banyak hal-hal yang sifatnya insitu, serta bayak pula biota yang bersifat endemik. Kajian tentang karst tidak bisa digeneralisir, karena sifatnya insitu. Hal ini oleh Tuhan Pencipta Alam disimbolkan dengan tumbuhnya ornamen gua, sangat khas antar gua, bahkan persegmen lorong gua. Keunikan ini tidak akan u gki dise uhka elalui reklamasi. Beberapa hal yang mendasari tentang penyelamatan karst adalah: aspek hukum, simpanan dan sumber air, jasa lingkungan, estetika; dan pengembangan ilmu pengetahuan Referensi: A. B. Rodi Al Falah, (2014). Bentang Alam Karst. Indonesia Speleo Gathering di Cibubur 17 – 19 Oktober 2014. Ahmad Cahyadi dan Anggit Priadmodjo, (2012). Pengaruh Penambangan Gamping Terhadap Fungsi Penyerapan Karbondioksida (CO2) Atmosfer Di Kawasan Karst Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Prociding Seminar. Prodi Pendidikan Geografi FKIP UNS. Anonim, (2007). UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Anonim, (2008). PP No. 26 Tahun 2008 Tentang RTRW Nasional. Anonim, (2012). Perat Tinjauan Ancaman Kelangsungan dan Daya Dukung Ekosistem Esensial Karst Gombong oleh Rencana Pendirian Pabrik Semenuran Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2012 Anonim, (2016). Tinjauan Ancaman Kelangsungan dan Daya Dukung Ekosistem Esensial Karst Gombong oleh Rencana Pendirian Pabrik Semen. Masyarakat Speleologi Indonesia. Eko Haryono dan Tjahyo Nugroho Adji, -. Geomorfologi Dan Hidrologi Karst, Bahan Ajar, Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Otto Sumarwoto, (2003). Kajian Pro-kontra Rencana Pembangunan Pabrik PT Semen Gombong. Yayasan Agenda 21 Bandung. April 2003 Ritter, Dale F., Kochel, R. Craig and Miller, Jerry R., 1995. Geomorphology Process (3rd edition) Chapter 12, Karst – Process and Landform. Dubuque IA : Wm. C. Brown Communication Inc. Sukandarrumidi, (2004). Bahan Galian Industri. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Suratman W., (1997). Zonasi Kawasan Ekosistem Karst untuk Penataan Ruang di Kabupaten Gunungkidul Proponsi DIY, Makalah Seminar Hidrologi dan Pengelolaan Kawasan Karst. Yogyakarta: MAKARTI-Fak. Geografi UGM. Tjahyo Nugroho Adji, Eko Haryono, Suratman Woro, (1999). Kawasan Karst Dan Prospek Pengembangannya, Makalah. Seminar PIT IGI di Universitas Indonesia. https://cavefauna.wordpress.com/2008/06/12/chaeropon-plicatus-pengendalihama-hayati/ http://geomagz.geologi.esdm.go.id/kebijakan-pengelolaan-kars-di-indonesia/ http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/224942-lebih-besar-manfaatkelalawar-dari-mudaratnya http://www.fhm.co.id/content/article/1494/9/2014/Manfaat-Dari-Kelelawar http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditpcbm/2015/10/13/makna-gambar-cadas-diindonesia/