[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hipoglikemia adalah keadaan kadar gula darah di bawah nilai normal ( < 45 – 50 mg / dL). Hipoglikemia perlu dicegah pada pasien diabetes yang mendapatkan terapi pengendalian kadar glukosa darah karena dapat menyebabkan kematian apabila kadar gula darah tidak segera ditingkatkan. Hipoglikemia adalah salah satu komplikasi yang dihadapi oleh penderita diabetes melitus. Tidak seperti nefropati diabetik ataupun retinopati diabetik yang berlangsung secara kronis, hipoglikemia dapat terjadi secara akut dan tiba – tiba dan dapat mengancam nyawa. Hal tersebut disebabkan karena glukosa adalah satu – satunya sumber energi otak dan hanya dapat diperoleh dari sirkulasi darah karena jaringan otak tidak memiliki cadangan glukosa. Kadar gula darah yang rendah pada kondisi hipoglikemia dapat menyebabkan kerusakan sel – sel otak. Kondisi inilah yang menyebabkan hipoglikemia memiliki efek yang fatal bagi penyandang diabetes melitus, di mana 2% – 4% kematian penderita diabetes melitus disebabkan oleh hipoglikemia. Gejala yang muncul saat terjadi hipoglikemia dapat dikategorikan sebagai gejala neuroglikopenik dan neurogenik (otonom). Gejala neuroglikopenik merupakan dampak langsung dari defisit glukosa pada sel – sel neuron sistem saraf pusat, meliputi perubahan perilaku, pusing, lemas, kejang, kehilangan kesadaran, dan apabila hipoglikemia berlangsung lebih lama dapat mengakibatkan terjadinya kematian. Gejala neurogenik (otonom) meliputi berdebar – debar, tremor, dan anxietas (gejala adrenergik) dan berkeringat, rasa lapar, dan paresthesia (gejala kolinergik). Pasien Diabetes Melitus yang tidak disiplin dalam konsumsi obat insulin, terlambat konsumsi lalu mengambil keputusan untuk melipatgandakan dosis pada mengkonsumsi obat selanjutnya bisa mengakibatkan hipoglikemi. Hal ini karena jumlah insulin yang terlalu banyak dalam tubuh sehingga kadar gula dalam tubuh akan berkurang. Hal lain yang mengakibatkan hipoglikemi pada pasien dengan Diabetes Melitus yaitu asupan makanan, pasien yang menggunakan insulin dala dosis normal namun tubuh kekurangan asupan karbohidrat dan terlalu banyak beraktivitas fisik akan mengakibatkan hipoglikemi. Resiko hipoglikemi pada gagal ginjal semakin besar bila gagal ginjal dikarenakan oleh penyakit komplikasi dari Diabetes Melitus. Kadar glukosa dalam darah yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi kemampuan ginjal untuk menyaring kotoran dalam darah dengan merusak sistem penyaring ginjal sehingga terjadi gagal ginjal. Chronic Kidney Disease adalah kondisi ireversibel di mana fungsi ginjal menurun dari waktu ke waktu. CKD biasanya berkembang secara perlahan dan progresif, kadang sampai bertahun-tahun, dengan pasien sering tidak menyadari bahwa kondisi mereka telah parah. Kondisi fungsi ginjal memburuk, kemampuan untuk memproduksi erythropoietin yang memadai terganggu, sehingga terjadi penurunan produksi baru sel-sel darah merah dan akhirnya terjadi anemia. Dengan demikian, anemia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada CKD, dan sekitar 47% pasien dengan CKD anemia. Chronic Kidney Disease merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. Diperkirakan hingga tahun 2015 Data WHO dengan kenaikan dan tingkat persentase dari tahun 2009 sampai sekarang 2011 sebanyak 36 juta orang warga dunia meninggal dunia akibat penyakit Cronic Kidney Disease (CKD). Prevalensi CKD terutama tinggi pada orang dewasa yang lebih tua, dan ini pasien sering pada peningkatan risiko hipertensi. Kebanyakan pasien dengan hipertensi akan memerlukan dua atau lebih antihipertensi obat untuk mencapai tujuan tekanan darah untuk pasien dengan CKD. Hipertensi adalah umum pada pasien dengan CKD, dan prevalensi telah terbukti meningkat sebagai GFR pasien menurun. Penurunan GFR dapat ditunda ketika proteinuria menurun melalui penggunaan terapi antihipertensi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hipoglikemi Pengertian Hipoglikemi Suatu keadaan abormal dimana kadar glukosa dalam darah < 50/60 mg/dl Penyebab Hipoglikemi Pada diabetes: Overdosis insulin Asupan makanan < (tertunda atau lupa, terlalu sedikit, output yang berlebihan (muntah, diare) diet berlebihan Aktivitas berlebihan Gagal ginjal hipotiroid Pada non diabetes : Peningkatan produksi insulin Paska aktivitas Konsumsi makanan yang sedikit kalori Konsumsi alkohol Pasca melahirkan Post gastrectomy Penggunaan obat-obatan dalam jumlah besar (salisislat, sulfonamide) Karakteristik Diagnostik Hipoglikemi Karakterisitik diagnostik hipoglikemia ditentukan berdasarkan pada TRIAS WIPLLE sebagai berikut : Terdapat tanda-tanda hipoglikemi Kadar glukosa darah kurang dari 50 % Gejala akan hilang sering dengan peningkatan kadar glukosa darah (paska koreksi) Klasifikasi dan Manifestasi Klinis Hipoglikemi Jenis Hipoglikemi Sign & Symptoms Ringan Dapat diatasi sendiri dan tidak mengganggu aktivitas sehari-hari Penurunan glukosa (stresor) merangsang saraf simpatis untuk mensekresi adrenalin, perspirasi, tremor, takikardia, palpitasi, gelisah Penurunan glukosa (stresor) merangsang saraf parasimpatis yang menyebabkan lapar, mual, tekanan darah turun Sedang Dapat diatasi sendiri, mengganggu aktivitas sehari-hari Otak mulai kurang mendapt glukosa sebagai sumber energi yang menimbulkan gangguan SSP : Headache, vertigo, gangguan konsentrasi, penurunan daya ingat, perubahan emosi, perilaku irasional, penurunan fungsi rasa, gangguan koordinasi gerak, penglihatan berbayang/double Berat Membutuhkan orang lain dan terapi glukosa Gangguan berat pada SSP: disorientasi, kejang, penurunan kesadaran Tatalaksana Hipoglikemi Tujuan tatalaksana hipoglikemi : Memenuhi kadar gula darah dalam otak agar tidak terjadi kerusakan irreversibel Tidak mengganggu regulasi DM Menurut PERKENI (2006) Pedoman tatalaksana hipoglikemia sebagai berikut : Glukosa diarahkan pada kadar glukosa puasa yaitu 120 mg/dl Bila diperlukan pemberian glukosa cepat (IV) satu flakon (25 cc) Dex 40 % (10 gr/Dex) dapat menaikan kadar glukosa kurang lebih 25-30 mg/dl. Managemen hipoglikemi menurut soemadji (2006); Rush & Louise (2004); Smeltzer & Bare (2003) Tergantung derajat hipoglikemi : Hipoglikemi Ringan : Diberikan 150-200 ml tes manis/jus buah 6-10 butir permen atau 2-3 sendok teh sirup atau madu Bila gejala tidak berkurang dalam 15 menit maka ulangi pemberiannya Tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori seperti coklat, kue, donat, ice cream, cake Hipoglikemi Berat : Tergantung tingkat kesadaran pasien Bila klien tidak sadar jangan memberikan makanan atau minuman bisa mnyebabkan aspirasi Terapi hipoglikemia : Glukosa oral Glukosa IV Glukagon 1 mg (SC/IM) THIAMINE 100 MG (IV/IM) pada pasien alkoholic →wernicke encephalopathy Monitoring : Kadar glukosa (mg/dl) Terapi hipoglikemi (dengan rumus 3-2-1) <30 mg/dl Injeksi IV Dex. 40% (25ccc) bolus 3 flakon 30-60 mg/dl Injeksi IV Dex. 40% (25ccc) bolus 2 flakon 60-100 mg/dl Injeksi IV Dex. 40% (25ccc) bolus 1 flakon Follow up: Periksa kadar gula darah lagi, 30 menit sesudah injeksi IV Sesudah bolus 3 atau 2 atau 1 flakon setelah 30 menit dapat diberikan 1 flakon lagi sampai 2-3 kali untuk mencapai kadar > 120 mg/dl 2.2 Diabetes Melitus Pengertian Diabetes Melitus Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein Penyebab Diabetes Melitus Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1224), penyebab dari diabetes mellitus adalah: Diabetes Tipe I Faktor genetik. Faktor imunologi. Faktor lingkunngan. Diabetes Tipe II Usia. Obesitas. Riwayat keluarga. Kelompok genetik. Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi : Faktor endogen Genetik, metabolik. Angiopati diabetik. Neuropati diabetik. Faktor ekstrogen Trauma. Infeksi. Obat. Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah angipati, neuropati dan infeksi.adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh. infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai Ulkus Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angipati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus Diabetikum.(Askandar 2001). Manifestasi Klinis Diabetes Melitus Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu : Pain (nyeri). Paleness (kepucatan). Paresthesia (kesemutan). Pulselessness (denyut nadi hilang) Paralysis (lumpuh). Klasifikasi Diabetes Melitus Klasifikasi Diabetes yang utama menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1220) adalah sebagai berikut : Tipe 1 Diabetes Mellitus tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) Tipe II Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus) Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan sindrom lainnya. Diabetes Mellitus Gestasional (Gestasional Diabetes Mellitus). Tatalaksana Diabetes Melitus Medis Diabetes Mellitus meliputi: Obat hiperglikemik oral (OHO) Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan : Pemicu sekresi insulin. Penambah sensitivitas terhadap insulin. Penghambat glukoneogenesis. Penghambat glukosidase alfa. Insulin Insulin diperlukan pada keadaan : Penurunan berat badan yang cepat. Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis. Ketoasidosis diabetik. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat. Kombinasi Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Keperawatanan Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM. Tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik : Diet Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak Latihan Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin. Pemantauan Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal. Terapi (jika diperlukan) Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari. Pendidikan Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiridan mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri. Kontrol nutrisi dan metabolik Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total. Stres Mekanik Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka. Tindakan Bedah Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut: Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada. Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor. 2.3 Chronic Kidney Disease (CKD) Pengertian CKD Gagal ginjal kronik adalah keadaan penurunan fungsi ginjal secara progresif serta permanen yang dapat diakibatkan oleh berbagai macam penyakit (Putri & Yadi, 2014). Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney Foundation (NKF) pada tahun 2009, mendefenisikan gagal ginjal kronis sebagai suatu kerusakan ginjal dimana nilai dari GFR nya kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 selama tiga bulan atau lebih. Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). Epidemiologi Penyakit gagal ginjal merupakan masalah kesehatan dunia dilihat dari terjadinya peningkatan insidensi, prevalensi, dan tingkat morbiditasnya. Berdasarkan data di United States Renal Data System, penyakit gagal ginjal kronik meningkat sebesar 20-25% setiap tahunnya. Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal yang cukup tinggi. Hasil survei yang dilakukan oleh Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) diperkirakan ada sekitar 12,5 persen dari populasi atau sebesar 25 juta penduduk mengalami penurunan fungsi ginjal. Anatomi dan Fungsi Ginjal Anatomi Ginjal Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap medial. Ukuran ginjal rata-rata adalah 11,5 cm (panjang), 6 cm (lebar), 3,5 cm (tebal). Beratnya bervariasi sekitar 120-170 gram. Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis dan berkilau yang disebut true capsule (kapsul fibrosa) ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal. Ginjal terdiri atas tiga area yaitu korteks, medula dan pelvis. Korteks, merupakan bagian paling luar ginjal, di bawah kapsula fibrosa sampai dengan lapisan medulla, tersusun atas nefron-nefron yang jumlahnya lebih dari 1 juta. Semua glomerulus berada di korteks. Medula, terdiri dari saluran-saluran atau duktus kolekting yang disebut pyramid ginjal yang tersusun atas 8-18 buah. Pelvis, merupakan area yang terdiri dari kalik minor yang kemudian bergabung menjadi kalik mayor. Empat sampai lima kalik minor bergabung menjadi kalik mayor dan dua sampai tiga kalik mayor bergabung menjadi pelvis ginjal yang berhubungan dengan ureter bagian proksimal. Gambar 2.1. Anatomi Ginjal Fungsi Ginjal Fungsi utama ginjal adalah menjaga keseimbangan internal (melieu interieur) dengan jalan menjaga komposisi cairan ekstraseluler. Untuk melaksanakan hal itu, sejumlah besar cairan difiltrasi di glomerulus dan kemudian direabsorpsi dan disekresi di sepanjang nefron sehingga zat-zat yang berguna diserap kembali dan sisa-sisa metabolisme dikeluarkan sebagai urin. Sedangkan air ditahan sesuai dengan kebutuhan tubuh kita. Fungsi ginjal secara keseluruhan dibagi dalam 2 golongan yaitu: Fungsi ekskresi Ekskresi sisa metabolisme protein Sisa metabolisme protein yaitu ureum, kalium, fosfat, sulfat anorganik dan asam urat dikeluarkan melalui ginjal. Regulasi volume cairan tubuh Bila tubuh kelebihan cairan maka terdapat rangsangan melalui arteri karotis interna ke osmoreseptor di hipotalamus anterior kemudian diteruskan ke kelenjar hipofisis posterior sehingga produksi hormon anti-diuretik (ADH) dikurangi dan akibatnya produksi urin menjadi banyak, demikian juga sebaliknya. Menjaga keseimbangan asam basa Agar sel dapat berfungsi normal, perlu dipertahankan pH plasma 7,35 untuk darah vena dan pH 7,45 untuk darah arteri. Keseimbangan asam dan basa diatur oleh paru dan ginjal. Fungsi endokrin Partisipasi dalam eritopioesis Ginjal menghasilkan enzim yang disebut faktor eritropoietin yang mengaktifkan eritropoietin. Eritropoietin berfungsi menstimulasi sumsum tulang untuk memproduksi sel darah merah. Pengaturan tekanan darah Modifikasi tonus vaskular oleh ginjal dapat mengatur tekanan darah. Hal ini dilakukan oleh sistem renin-angiotensin aldosteron yang dikeluarkan dari nefron. Keseimbangan kalsium dan fosfor Ginjal memiliki peran untuk mengatur proses metabolisme vitamin D menjadi metabolit yang aktif yaitu 1,25-dihidrovitamin D3. Vitamin D molekul yang aktif bersama hormon paratiroid dapat meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfor dalam usus. Etiologi Gagal ginjal kronik dapat disebabkan oleh penyakit sistemik diantaranya adalah sebagai berikut: Glomerulonefritis, Nefropati analgesic, Nefropati refluks, Ginjal polikistik, Nefropati diabetic, Hipertensi. Klasifikasi Klasifikasi gagal ginjal kronik menurut derajat penyakit dikelompokkan menjadi 5 derajat, dikelompokkan atas penurunan faal ginjal berdasarkan LFG, yaitu: Derajat LFG (mL/meit/1,73m2) G1 ≥ 90 G2 60-89 G3a 45-59 G3b 30-44 G4 15-29 G5 <15 Patofisiologi Gagal ginjal kronik terjadi stelah ginjal atau salurannya mengalami berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal. Dimana penyakit ini lebih banyak diparenkin ginjal, meskipun demikian lesi obstruksi pada saluran kemih juga dapat menyebabkan gagal ginjal kronik. Perjalanan umum penyakit gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi beberapa tahapan: Fungsi renal menurun. Produk akhir metabolisme protein (yang normalnya dieskresikan ke dalam urin ) tertinbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin berat. Gangguan klinis renal. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat penurunan laju glomerulus yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan kliren substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Menurunnya filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomerulus) klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. Retensi cairan dan natrium. Ginjal juga tidak mampu mengkonsetrasikan dan mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Asidosis metabolik. Dengan berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengeksresikan (H+) yang berlebihan. Anemia. Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan mengalami perdarahan akibat status uremik pasien. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat. Abnormalitas lain dari gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lainnya akan menurun. Manifestasi klinik Pada gagal ginjal kronik setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan memperlihatkan tanda dan gejala. Tanda dan gejala yang ditimbulkan menurut Bruner and Sudarth, (2002) yaitu : Manifestasi kardiovaskuler. Pada gagal ginjal kronik mencakup hipertensi, gagal jantung kongesti, oedema pulmoner, dan perikarditis. Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah dan butiran uremi. Gejala gastrointestinal, juga sering terjadi yang mencakup anoreksia, mual, muntah, dan cegukan. Komplikasi Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diit berlebih. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin- angiotensin-aldosteron. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium. Asidosis metabolik, Osteodistropi ginjal Sepsis, Neuropati perifer, Hiperuremia. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium Laboratorium dilakukan untuk menetapkan adanya gagal ginjal kronik, menetapkan ada tidaknya kegawatan, menetukan derajat gagal ginjal kronik, menetapkan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi. Dalam menetapkan ada atau tidaknya gagal ginjal, tidak semua faal ginjal perlu diuji. Untuk keperluan praktis yang paling lazim diuji adalah laju filtrasi glomerulus (LFG) Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG) Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis (misalnya voltase rendah), aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia). Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor yang reversible seperti obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk menilai apakah proses sudah lanjut (ginjal yang lisut). USG ini sering dipakai karena merupakan tindakan yang non-invasif dan tidak memerlukan persiapan khusus. Foto Polos Abdomen Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi dapat memperburuk fungsi ginjal. Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain. Pemeriksaan Pielografi Retrogad Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible. Pemeriksaan Foto Dada Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat penumpukan cairan (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikardial. Penatalaksanaan Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu tindakan konservatif dan dialysis atau transplantasi ginjal : Terapi konservatif Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif : Pengobatan : - Pengaturan diet protein, Kalium, Natrium dan Cairan - Pencegahan dan Pengobatan Komplikasi Hipertensi Hipertensi dapat dikontrol dengan pembatasan natrium dan cairan. Pemberian obat antihipertensi: metildopa (aldomet), propranolol, klonidin (catapres) Hiperkalemia Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin intravena, yang akan memasukkan K+ ke dalam sel, atau dengan pemberian kalsium Glukonat 10%. Anemia Pengobatannya adalah pemberian hormon eritropoetin, yaitu rekombinan eritropeitin (r-EPO) (Escbach et al, 1987), selain dengan pemberian vitamin dan asam folat, besi dan transfusi darah. Diet rendah fosfat Diet rendah fosfat dengan pemberian gel yang dapat mengikat fosfat di dalam usus. Gel yang dapat mengikat fosfat harus di makan bersama dengan makanan. Pengobatan Hiperurisemia Obat pilihan hiperurisemia pada penyakit ginjal lanjut adalah pemberian alopurinol. Obat ini mengurangi kadar asam urat dengan menghambat biosintesis sebagian asam urat total yang dihasilkan tubuh. Dialisis dan Transplantasi Pengobatan gagal ginjal stadium akhir adalah dengan dialysis dan transplantasi ginjal. Dialisis dapat digunakan untuk mempertahankan penderita dalam keadaan klinis yang optimal sampai tersedia donor ginjal. Dialisis dilakukan apabila kadar kreatinin serum biasanya diatas 6mg/100ml pada laki-laki atau 4 ml/100 ml pada wanita, dan GFR kurang dari 4 ml /menit. PAGE \* MERGEFORMAT 18