[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
ANALISIS NASKAH DRAMA GERR KARYA PUTU WIJAYA MENGGUNAKAN PENDEKATAN STRUKTURAL Tugas Kuliah Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kajian Drama Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Dosen Pengampu : Mulyono Oleh : Angger Tinatan Sarwo Sri / 2101415028 Heni Shoimul Fitroh / 2101415034 Iga Noor Khayati / 2101415036 Hilda Meliana / 2101415044 Wulida Astuti / 2101415048 Tri Oktaviyani / 2101415049 JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ANALISIS NASKAH DRAMA GERR KARYA PUTU WIJAYA MENGGUNAKAN PENDEKATAN STRUKTURAL” ini tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: Mulyono selaku dosen mata kuliah Kajian Drama; Bapak dan Ibu selaku orang tua yang telah memberikan dukungan dan biaya untuk membuat makalah ini sehingga makalah ini dapat terselesaikan; Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas segala bantuan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga Tuhan berkenan membalasnya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, makalah sederhana ini penulis persembahkan kepada segenap pembaca. Meski hanya sebersit, penulis berharap ada manfaat yang dapat dipetik dari makalah ini. Semarang, 17 Maret 2016 Penulis DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL............................................................................................................ 1 PRAKATA............................................................................................................................ 2 DAFTAR ISI........................................................................................................................ 3 BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG............................................................................................... 4 RUMUSAN MASALAH........................................................................................... 4 TUJUAN.................................................................................................................... 5 MANFAAT................................................................................................................ 5 BAB II PEMBAHASAN ANALISIS DRAMA...............................................................................................6 KETERKAITAN ANTARUNSUR........................................................................... 12 GAGASAN PENGARANG...................................................................................... 26 BAB III PENUTUP SIMPULAN............................................................................................................... 27 SARAN...................................................................................................................... 27 DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Dalam penelitian karya sastra, analisis atau pendekatan objektif terhadap unsur-unsur intrinsik karya sastra merupakan tahap awal untuk meneliti karya sastra sebelum memasuki penelitian lebih lanjut (Damono, 1984:2). Pendekatan struktural merupakan pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Pendekatan sruktural mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984:135). Jadi pendekatan struktural merupakan pendekatan yang digunakan untuk menganalisis unsur-unsur intrinsik dalam sebuah karya sastra sehingga dari masing-masing unsur-unsur tersebut dapat berkaitan dan menghasilkan makna yang menyeluruh. Putu Wijaya adalah salah satu sastrawan terkenal di Indonesia. Beliau banyak berkiprah dalam dunia sastra, salah satu hasil karyanya adalah naskah drama Gerr (1986). Naskah drama Gerr (1986) sangat menarik untuk dikaji karena dilihat dari judulnya saja sudah menarik dan membuat penasaran penikmat karya sastra. Tidak hanya judulnya yang menarik, namun Putu Wijaya juga menyajikan masalah-masalah yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Suatu keunikan dari drama ini adalah drama Gerr menghadirkan masalah dengan simbol-simbol. Jalan cerita yang disajikan dalam naskah drama ini juga mengaduk-aduk perasaan pembaca. Dalam naskah drama Gerr, pengarang menyelipkan beberapa pesan dan nilai kehidupan, sehingga penulis tertarik untuk mengkaji naskah drama Gerr karya Putu Wijaya yang dibuat pada tahun 1986 menggunakan analisis struktural. Rumusan Masalah Bagaimana analisis naskah drama Gerr menggunakan pendekatan struktural? Bagaimana keterkaitan antarunsur dalam naskah drama Gerr karya Putu Wijaya? Bagaimana gagasan yang terkandung dalam naskah drama Gerr karya Putu Wijaya? Tujuan Mengetahui analisis naskah drama Gerr menggunakan pendekatan struktural. Mengetahui keterkaitan antarunsur dalam naskah drama Gerr karya Putu Wijaya. Mencari tahu gagasan apa yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui naskah drama Gerr karya Putu Wijaya. Manfaat Mengetahui pendekatan struktural. Mengetahui hubungan antarunsur pembangun dari drama Gerr karya Putu Wijaya. Mengetahui naskah drama angkatan 80-90an. Mengetahui analisis naskah drama Gerr karya Putu Wijaya. BAB II PEMBAHASAN ANALISIS NASKAH DRAMA GERR MENGGUNAKAN PENDEKATANN STRUKTURAL Tema Dalam naskah drama Gerr karya Putu Wijaya dapat disimpulkan bahwa naskah drama ini mempunyai tema kemunafikan, dapat dilihat bahwa kemunafikan itu muncul dari beberapa tokoh seperti ibu, nenek, bapak, Koko, dan istri Bima atau Sita. Salah satu bukti dari kemunafikan para tokoh ini terlihat dari dialog tokoh Koko yang menyatakan bahwa ingin menikahi istrinya walaupun jasad Bima belum tertimbun tanah sekepalpun. Dapat dibuktikan dengan kutipan dialog : KOKO : Ya, saya Koko Bung. (maju) Saya tidak sempat minta maaf kepada Bung. Sekarang saya minta maaf. Tapi saya bersumpah, bahwa saya benar-benar mencintai Sita, saya tidak bisa melupakan Sita istri Bung. Saya berjanji akan merawat anak Bung. Percayalah. Dan saya berjanji akan mencintai Sita untuk selama-lamanya, apa pun yang terjadi. Percayalah dia tidaka akan menderita dengan saya! Jadi jangan ragu-ragu. (maju lagi mendekat) Pergilah dengan tenang. Semuanya akan beres. Kami semua akan mengenangkanBung sebagai orang yang bijaksana, yang berhati agung, yang mengerti segalanya dengan penuh maaf. Saya kira tidak ada orang yang begitu mengerti, begitu agung seperti Bung. Saya respek pada Bung. Jadi pergeilah dengan baik-baik. (Gerr:48). Judul Judul Gerr dalam naskah drama karya Putu Wijaya pengertian secara makna yang sesungguhnya atau leksikal tidak memiliki makna apapun tetapi kata Gerr disini dapat mencerminkan ekspresi tokoh-tokohnya seperti gerr yang ditafsirkan geger, geregetan, dan gerr sebagai ekspresi tertawa yang tertahan. Dalam naskah drama Gerr ada beberapa adegan yang merujuk pada judul tersebut, yang pertama yaitu pada saat semua orang baru menyadari bahwa jasad Bima tiba-tiba bangun dan saat itulah semua orang menjadi geger. Hal ini terbukti dengan kutipan naskah drama pada halaman 27 : Seketika keadaan panik. Penggali kubur cepat berlari menyelamatkan anak. Istri yang kelihatannya memang sudah sejak tadi rebah. Orang-orang segera menyelamatkannya. Jasa-jasa almarhum bergoyang-goyang. Suara-suara bising. Para petugas keamanan nyemprit. Penggali kubur yang pingsan segera bangun. Berdua mereka segera mengangkat tutup peti. Bima diam saja tercengang. Ia baru terkejut ketika kedua penggali kubur menutup peti dengan paksa. Kedua penggali kubur memeluk peti itu. Yang satu jongkok di atasnya. Orang-orang lain mundur ke belakang. Bima mengetuk-ngetuk dalam peti. Kemudian ia menolakkan tutup peti sehingga penggali kubur jatuh, tapi segera bangun lagi dan menutup peti. (Gerr:27) Judul tersebut tidak hanya menjurus pada kata geger. Setelah dikaji, Gerr juga merujuk pada geregetan. Dalam hal ini penikmat karya sastra akan merasa geregetan apabila mengetahui tabiat para tokoh yang ada dalam naskah drama, seperti tokoh nenek, ibu, bapak, dan istri. Memang pada awalnya tokoh nenek digambarkan sangat merasa kehilangan dan sangat mengasihi cucunya, namun pada bagian cerita selanjutnya, tokoh nenek mulai tergambar wataknya yang asli, ia justru mengikhlaskan kepergian Bima dan tidak ingin Bima hidup lagi karena akan menyusahkan dan menghancurkan rencana tokoh istri, ibu, bapak, dan nenek. Dapat dibuktikan dengan kutipan : NENEK : Harus! Istrimu sedih sekali karena kamu mati. Tapi kalau kamu hidup lagi, dia akan lebih sedih lagi, karena semua rencananya, rencana kita semua bisa rusak. Ibumu, bapakmu, anak-anakmu dan tetangga-tetanggamu bahkan polisi dan pak Lurah sudah bersusah payah menerima kematianmu selama tiga hari tiga malam. Sekarang kamu kok hidup lagi. Bagaimana ini? Kan bingung kita semua. (Gerr:67) Namun, pengarang juga menyelipkan gerr dalam adegan naskah drama, gerr yang dimaksud adalah gerr menahan gelak tawa, penikmat akan merasakan “gerr” ketika beberapa adegan muncul, salah satunya yaitu saat anak Bima membacakan syair lalu mayat Bima menjawab dan bertanya darimana anaknya mendapat syair yang begitu indah itu, namun belum ada orang yang menyadari mayat Bima bisa berbicara, lalu ketika orang-orang menyadarinya semua orang menjadi geger. Pada adegan itulah naskah drama menyelipkan “gerr”nya. Tokoh dan Penokohan Nenek Tokoh nenek memunyai tabiat yang licik dan juga munafik, pada saat awal prosesi pemakaman Bima ia berpura-pura menangisi kematian Bima, akan tetapi, pada akhir cerita ia menunjukkan tabiat aslinya yang munafik, karena hanya ingin menguasai kekayaan Bima. Terlihat pada kutipan : NENEK : Harus! Istrimu sedih sekali karena kamu mati. Tapi kalau kamu hidup lagi, dia akan lebih sedih lagi, karena semua rencananya, rencana kita semua bisa rusak. Ibumu, bapakmu, anak-anakmu dan tetangga-tetanggamu bahkan polisi dan pak Lurah sudah bersusah payah menerima kematianmu selama tiga hari tiga malam. Sekarang kamu kok hidup lagi. Bagaimana ini? Kan bingung kita semua. (Gerr:67) Ibu, Bapak, Koko, dan Istri Semua tokoh ini juga memiliki watak antagonis, semua hanya memanfaatkan dan ingin menguasai harta Bima saja ketika Bima sudah meninggal. Istri Bima juga hanya mencintai Bima saat Bima hidup dalam kecukupan, saat Bima sudah tidak ada, Sita atau istri Bima ingin menikah dengan Koko. Berturut-turut terbukti dalam kutipan : IBU : Rumah peningalanmu sudah kami jual untuk membiayai upacara penguburan ini. Mobilnya sudah kami berikan kepada orang lain, supaya kami tidak terlalu ingat kamu. Uang simpananmu di Bank sudah kami ambil karena anak-anak istrimu mau pindah kota. Sedangkan barang-barang yang lain… ISTRI : (memegangi anaknya) Sudahlah Mas kami relakan. Kita dulu sudah hamper bercerai. Terlalu banyak perbedaan, apa yang dipikirkan lagi. Aku akan menjaga anak-anak kita. Percayalah. Aku akan merawat mereka. Pergilah denga tenang, jangan ingat kami. Teruskan perjalanan Mas baik-baik…(masih mau ngomong tapi takut hanya bisa komat-kamit) (Gerr:47) Penggali kubur Penggali kubur memiliki watak yang jujur, ia menungungkapkan siapa yang ada dibalik “kematian” Bima. Dapat di lihat dari kutipan di bawah ini: PENGGALI KUBUR : Memang, sering musuh kita adalah keluarga sendiri. Dengan teman, dengan turis-turis asing kita bisa berteman bahkan sering ngasi tip. Coba kalau keluarga, jangankan tip, ditegur, berterimakasih saja tidak. Ini bukan sakit lagi, bonyok” (Gerr:56). Anak Anak Bima memiliki watak ang jujur, ia mengungkapkan semua tabiat yang dimiliki keluarganya. Dapat dilihat dari kutipan di bawah ini: ANAK : (heran menoleh ke kiri dan ke kanan, lalu mendekati Bima) Tuhan, aku dari tadi diam. Aku hanya bisa menangis. Tapi sekarang aku akan buka mulut dan mengatakan pendapatku meskipun tidak Kau minta. Aku tidak setuju semua ini. Busuk! Tapi jangan salah paham. Maksudku, sejak tadi malam aku sudah curiga. Sekarang aku percaya. Makin keras mereka menangis, makin besar dosa mereka. Aku sudah selidiki baik-baik, tidak seorang pun di antara mereka yang sungguh-sungguh sedih, kecuali aku. Tangis itu hanya di muka umum. Tapi kalau mereka di kamar mandi, di tempat tidur atau di WC sendirian, aku intip, semuanya senang, semuanya tidak ada yang sedih. Mereka pembohong semua! Kakek dan nenek cepat-cepat mau minta dibuatkan rumah, ibu mau kawin lagi, mobil dijual, kami akan dititipkan di rumah piatu, semua orang tidak ada yang suka sama ayah. Mereka semua bersyukur… (Gerr:26) Alur Naskah drama Gerr memiliki alur campuran, namun pada bagian tertentu terdapat alur maju, manun pada bagian tertentu terdapat back tracking (kilatan) yaitu alur yang kembali ke masalalu hanya dalam waktu sebentar atau hanya bayangan dan tidak memunculkan alur baru. Alur dalam drama Gerr membuat pembaca penasaran dan kebingungan apabila tidak dikaji dengan objektif, karena diawal cerita tiba-tiba tokoh Bima mati tanpa diceritakan sebab kematiannya lalu semua keluarganya terisak menangisi kepergiannya. Disini pengarang menceritakan bagaimana kejadian saat Bima lupa dan tiba-tiba ia “mati”. Pengarang juga membuat klimaks menjadi dua, yaitu pada saat Bima mengeahui istrinya dipegang oleh lelaki yang bernama Koko dan mereka akan segera menikah. Dibuktikan dengan kutipan : Anak Bima yang deklamasi dati maju. ANAK : Ini bukan Bukan Ayah! Bukan! Bukan Ayah! Ayah sudah meninggal! Ini setan(mengambil sesuatu dan melempari Bima) Pergi! Perg! ISTRI : (memegangi anaknya) Sudahlah Mas kami relakan. Kita dulu sudah hamper bercerai. Terlalu banyak perbedaan, apa yang dipikirkan lagi. Aku akan menjaga anak-anak kita. Percayalah. Aku akan merawat mereka. Pergilah denga tenang, jangan ingat kami. Teruskan perjalanan Mas baik-baik…(masih mau ngomong tapi takut hanya bisa komat-kamit) Seseorang mendekati mamagengi istri dan melindunginya. Bima tertegun. BIMA : Koko! KOKO : Ya , saya Koko bung. (Maju) Saya tidak sempat minta maaf pada Bung. Sekarang saya minta maaf. Tapi saya bersumpah bahwa vsaya benar-benar mancintai Sitta, saya tidak bisa melupakan istri Bung. Say berjanji akan merawat anak Bung. Percayalah, Dan saya berjanji akan mencintai Sita unutk selama-lamanya, apa pun yang terjadi.Percayalah dia tidakakan menderita dengan saya ! jadi jangan ragu (maju lagi mandekat). Pergilah dengan tenang. Semuanya akan beres. Kami akan mengenangkan Bung sebagai orang bijaksana , yang berhati agung, yang mengerti segalanya denga penuh maaf. Saya kira tidak ada orang yang begitu mengerti, begitu agung seperti Bung. Saya respek pada Bung. Jadi pergilah dengan baik-baik. (Gerr:47) Kemudian kutipan dialog dibawah ini: BIMA : Bajingan! KOKO : Ya, saya mengerti ini pahit sekali. Saya mengerti perasaan Bung. Tapi Tapi ini kenyataan harus kita terima, Bung. BIMA : Bajingan Aku tidak ingin mempertahankan apa yang aku miliki, anjing! Aku hanya mempertahankan kehormatanku sebakai suami yang kau hina. Pergi anjing! KOKO : Tidak bung. Saya lakukan semua dengan jujur Percayalah dengan kejujuran, bukan kerena nafsu birahi. Mari kita saling memaafkan . (mengulurkan tangan) BIMA : Ya tuhan!Terkutuk kamu (gemetar tapi tak bisa bilang apa-apa- mulutnya komat kamit menyumpah-nyumpah memandang Koko) BAPAK : Bima, sudahlah. Pergi dengan beik-baik. IBU : Rumah peningalanmu sudah kami jual untuk membiayai upacara penguburan ini. Mobilnya sudah kami berikan kepada orang lain, supaya kami tidak terlalu ingat kamu. Uang simpananmu di Bank sudah kami ambil karena anak-anak istrimu mau pindah kota. Sedangkan barang-barang yang lain… BIMA : Diammmmm! (Gerr:48) Klimaks kedua terjadi pada saat terjadi suasana yang menegangkan ketika penggali kubur berusaha menolong Bima untuk keluar dari peti di tengah hadangan mumi. Tapi terdapat hal yang janggal disini, tiba-tiba terdapat mumi untuk menguburkan Bima. PENGGALI KUBUR : He lihat mereka sudah datang ! PENGGALI KUBUR : He! gila kamu ada ulat-ulat besar ini. PENGGALI KUBUR : Hee Bung! Bung Bima. Keparat Kamu. Bangun !ini tidak main-main. Lihat ulat-ulat itu datang ! Tahan dulu Bob! Bom maju mendorong mumi itu. Mereka berjatuhan tapi mereka maju terus. Bob memukulnya dan menyeretnya. Tapi mereka bandel terus hendak menghampiri peti. PENGGALI KUBUR : Jon! Tidak bisa jon. Tolong! Aduh. (Jon datang menolong). Mereka memukuli mumi itu. Tapi sementara itu kaki Bima masuk ke peti lagi. (Gerr:73) Ironi Ironi dalam naskah ini yaitu Bima yang diduga benar-benar meninggal dan sudah dalam peti jenazah ternyata hidup kembali. Ironi yang lain yaitu orang-orang yang menangisi kepergiannya adalah orang-orang yang munafik. Amanat Amanat yang terkandung dalam naskah drama Gerr (1986) karya Putu Wijaya yaitu kita tidak boleh munafik, sebaiknya apabila kita tidak suka orang tersebut, kita harus jujur saja. Hal ini tergambar dari tokoh-tokoh antagonis dalam naskha drama yang memiliki kemiripan watak yaitu munafik. Mereka saat prosesi pemakaman semua sedih dan menangis, namun dibalik itu semua, mereka merencanakan sesuatu yaitu mengenai “takdir” buatan yang mereka rencanakan untuk Bima. Saat Bima hidup lagi, mereka justru tidak senang, tetapi malah sebaliknya. Mereka memukuli Bima agar Bima mati lagi karena apabila Bima hidup lagi, Bima akan menghancurkan segala rencana yang telah dibuat keluarganya. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan : NENEK : Harus! Istrimu sedih sekali karena kamu mati. Tapi kalau kamu hidup lagi, dia akan lebih sedih lagi, karena semua rencananya, rencana kita semua bisa rusak. Ibumu, bapakmu, anak-anakmu dan tetangga-tetanggamu bahkan polisi dan pak Lurah sudah bersusah payah menerima kematianmu selama tiga hari tiga malam. Sekarang kamu kok hidup lagi. Bagaimana ini? Kan bingung kita semua. (Gerr:67) Kita juga harus berhati-hati mengambil keputusan karena setiap keputusan yang kita ambil harus kita pertanggung jawabkan. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan dialog: PENGGALI KUBUR : Saudara, kami Cuma minta pengertian. Jangan salah langkah.orang itu hidup. Dia hidup. Dia tidak mati. Dia ingin hidup. (Gerr:75) Simbolisme Naskah drama Gerr yaitu menggunakan simbol mumi putih yang dapat ditafsirkan sebagai kejujuran. Simbol kain merah dan putih yaitu dapat diartikan bahwa kejujuran itu suci dan hanya dapat dilakukan dengan keberanian. Dapat dibuktikan dengan kutipan : KEDUA PENGGALI KUBUR MENEPUK-NEPUK LALU MENGAMBIL SKOP DAN CANGKUL MENGIRINGI PROSESI LALU KEMUDIAN MEREKA MENEMUKAN KAIN MERAH. CEPAT MEREKA KEMBALI DAN MENGALUNGKAN KAIN ITU DI LEHER BIMA... .(Gerr:77) KETERKAITAN ANTARUNSUR DALAM NASKAH DRAMA GERR KARYA PUTU WIJAYA Judul Gerr dalam naskah drama karya Putu Wijaya pengertian secara makna yang sesungguhnya atau leksikal tidak memiliki makna apapun tetapi kata Gerr disini dapat mencerminkan ekspresi tokoh-tokohnya seperti gerr yang ditafsirkan geger, geregetan, dan gerr sebagai ekspresi tertawa yang tertahan. Dalam naskah drama Gerr ada beberapa adegan yang merujuk pada judul tersebut, yang pertama yaitu pada saat semua orang baru menyadari bahwa jasad Bima tiba-tiba bangun dan saat itulah semua orang menjadi geger. Hal ini terbukti dengan kutipan naskah drama pada halaman 27 : Seketika keadaan panik. Penggali kubur cepat berlari menyelamatkan anak. Istri yang kelihatannya memang sudah sejak tadi rebah. Orang-orang segera menyelamatkannya. Jasa-jasa almarhum bergoyang-goyang. Suara-suara bising. Para petugas keamanan nyemprit. Penggali kubur yang pingsan segera bangun. Berdua mereka segera mengangkat tutup peti. Bima diam saja tercengang. Ia baru terkejut ketika kedua penggali kubur menutup peti dengan paksa. Kedua penggali kubur memeluk peti itu. Yang satu jongkok di atasnya. Orang-orang lain mundur ke belakang. Bima mengetuk-ngetuk dalam peti. Kemudian ia menolakkan tutup peti sehingga penggali kubur jatuh, tapi segera bangun lagi dan menutup peti. (Gerr:27) Judul tersebut tidak hanya menjurus pada kata geger. Setelah dikaji, Gerr juga merujuk pada geregetan. Dalam hal ini penikmat karya sastra akan merasa geregetan apabila mengetahui tabiat para tokoh yang ada dalam naskah drama, seperti tokoh nenek, ibu, bapak, dan istri. Memang pada awalnya tokoh nenek digambarkan sangat merasa kehilangan dan sangat mengasihi cucunya, namun pada bagian cerita selanjutnya, tokoh nenek mulai tergambar wataknya yang asli, ia justru mengikhlaskan kepergian Bima dan tidak ingin Bima hidup lagi karena akan menyusahkan dan menghancurkan rencana tokoh istri, ibu, bapak, dan nenek. Dapat dibuktikan dengan kutipan : NENEK : Harus! Istrimu sedih sekali karena kamu mati. Tapi kalau kamu hidup lagi, dia akan lebih sedih lagi, karena semua rencananya, rencana kita semua bisa rusak. Ibumu, bapakmu, anak-anakmu dan tetangga-tetanggamu bahkan polisi dan pak Lurah sudah bersusah payah menerima kematianmu selama tiga hari tiga malam. Sekarang kamu kok hidup lagi. Bagaimana ini? Kan bingung kita semua. (Gerr:67) Namun, pengarang juga menyelipkan gerr dalam adegan naskah drama, gerr yang dimaksud adalah gerr menahan gelak tawa, penikmat akan merasakan “gerr” ketika beberapa adegan muncul, salah satunya yaitu saat anak Bima membacakan syair lalu mayat Bima menjawab dan bertanya darimana anaknya mendapat syair yang begitu indah itu, namun belum ada orang yang menyadari mayat Bima bisa berbicara, lalu ketika orang-orang menyadarinya semua orang menjadi geger. Pada adegan itulah naskah drama menyelipkan “gerr”nya. Judul Gerr ini memberi efek penasaran dan bingung bagi pembaca, untuk memahami maknanya lebih jelas maka para pembaca harus mendalami pembacaan naskah tersebut. Selain efek yang ditimbulkan oleh judul, efek semacam itu juga ditunjukan melalui penulisan alur, latar, tokoh serta penokohan, amanat, tema, dan gaya bahasa. Judul Gerr juga berkaitan dengan jalan atau alur naskah drama, beberapa adegan Gerr muncul pada adegan-adegan yang tulis oleh Putu Wijaya. Naskah drama Gerr memiliki alur back tracking (kilatan) yaitu alur yang kembali ke masalalu hanya dalam waktu sebentar atau hanya bayangan dan tidak memunculkan alur baru. Alur dalam drama Gerr membuat pembaca penasaran dan kebingungan apabila tidak dikaji dengan objektif, karena diawal cerita tiba-tiba tokoh Bima mati tanpa diceritakan sebab kematiannya lalu semua keluarganya terisak menangisi kepergiannya. Dibuktikan dengan kutipan dalam naskah drama: BIMA TIBA-TIBA MATI. SELURUH KELUARGANYA BERKABUNG DAN MERUBUNG DI SEKITAR PETI MATI. DUKA, SUKA, BERBAGAI PERASAAN MASING-MASING BERDESAK DI SEKITAR RUANGAN ITU. AYAH, IBU, ISTRI, ANAK, SAUDARA, TETANGGA TEMAN TAMU DAN PETUGAS KEMANAN SEMUANYA LENGKAP HADIR. TAK LAMA LAGI BIMA AKAN DIKUBUR. SEMUA ORANG KARENA SPONTANITAS, PERNYATAAN JUJUR MAUPUN TUGAS, SERENTAK MENANGIS BERSAMA-SAMA DALAM ERANGAN BERSAMA. MEREKA MENGUMPULKAN SEBUAH GELOMBANG BESAR UNTUK MENGGULINGKAN PETI MATI ITU KE DALAM TIANG YANG TELAH MENGANGA. HANYA DUA PENGGALI KUBUR YANG TEGAK DI SISI PACUL DAN SKOP TAMPAK TENANG. MEREKA MENUNGGU SABAR UPACARA MENANGIS ITU YANG TELAH MENJADI SANTAPAN MEREKA SETIAP HARI. DENGAN DINGIN DAN PERASAAN YANG JAUH DARI PERISTIWA ITU MEREKA JUGA MENGHISAP DAN MENGEBULKAN ASAP ROKOKNYA. (Gerr:2) Sementara yang menangis bertambah seru. Seseorang meju ke depan peti mati dan meratap berkepanjangan. NENEK : Tuhan, betapa tega-Nya Engkau merenggut anak muda harapan kami ini. Anak lelaki ini telah berjuang sejak kecil dengan geregetan, sekarang kau sikut begitu saja, seakan-akan tidak ada yang lebih layak untuk ditarik dari peredaran, padahal di situ di pingir kali banyak sekali orang tua-tua yang ogah hidup lagidengan sukarela menyerahkan bacotnya kalau Kamu panggil. Tapi cucu saya ini. Terlalu… nggak salah ini. Barangkali salah panggil ya ! Hati-hati dong. Lihat akibatnya. Satu gerombolan di sini sampai copot matanya menangis. Itu lihat anak-anaknya, istrinya, mertuanya dan yang lain-lain. Lihat saya Hamba-Mu yang sudah bangkotan ini. Aku memang tidak menangis, karena sejak zaman Belanda, Jepang sejak zaman revolusi aku sudah menangis habis-habisan. Mataku sudah kering. Kalu aku menangis lagi, nanti mataku copot dari liangnya, nanah sudah pernah keluar dari mata tua ini. Meskipun tidak menangis , hatiku sudah berantakan, berserakan dimana-mana. Sungguh mati Gusti aku tidak bisa terima ini. Aku protes! Yang nggak? (Tanya kepada orang-orang lain) hee ya nggak? Kalian kok bilang enggak kalau memang tidak. Apa gunanya menangis tiga hario tiga malam kalu dalam hati kalian setuju. Ini bukan sandiwara Nduk ! Mereka tidak berani bicara karena penakut, akulah yang mewakili mereka. Aku tidak setuju semua ini. Tidak. Ini tidak adil ! Coba bayangkan, cucu saya ini anak-anaknya masih kecil-kecil. Penyakitan lagi. Dia dudah berjuang…(tidak dapat melanjutkan kata-katanya) (Gerr:4) Secara tidak langsung, dalam pengenalan masalah tersebut, tergambarkan suasana dan latar tempat terjadinya cerita. Suasana sangat mengharu biru ketika prosesi pemakaman Bima, semua menangisi kepergiannya. Hampir-hampir tokoh nenek berontak tidak dapat menerima kepergian Bima. Terbukti dalam kutipan: NENEK : Tuhan, betapa tega-Nya Engkau merenggut anak muda harapan kami ini. Anak lelaki ini telah berjuang sejak kecil dengan geregetan, sekarang kau sikut begitu saja, seakan-akan tidak ada yang lebih layak untuk ditarik dari peredaran, padahal di situ di pingir kali banyak sekali orang tua-tua yang ogah hidup lagidengan sukarela menyerahkan bacotnya kalau Kamu panggil. Tapi cucu saya ini. Terlalu… nggak salah ini. Barangkali salah panggil ya ! Hati-hati dong. Lihat akibatnya. Satu gerombolan di sini sampai copot matanya menangis. ... (Gerr:4) Walaupun secara tersirat, penulis menyimpulkan bahwa latar tempat kejadian terjadi di tempat pemakaman. Hal ini disimpulkan dari adanya beberapa bukti dalam naskah drama yaitu prosesi pemakaman, munculnya tokoh penggali kubur, mayat, dan peti jenazah. Hal tersebut secara tidak tertulis mengacu pada pemakaman. Berikut kutipan yang mengacu pada penyimpulan latar tempat: BIMA TIBA-TIBA MATI. SELURUH KELUARGANYA BERKABUNG DAN MERUBUNG DI SEKITAR PETI MATI. DUKA, SUKA, BERBAGAI PERASAAN MASING-MASING BERDESAK DI SEKITAR RUANGAN ITU. AYAH, IBU, ISTRI, ANAK, SAUDARA, TETANGGA TEMAN TAMU DAN PETUGAS KEMANAN SEMUANYA LENGKAP HADIR. TAK LAMA LAGI BIMA AKAN DIKUBUR.... (Gerr:2) Komplikasi masalah dalam naskah Gerr ini muncul ketika semua orang baru menyadari bahwa mayat Bima yang tiba-tiba bangun dan berbicara menanggapi pembacaan syair anaknya. Dibuktikan dengan kutipan : Seketika keadaan panik. Penggali kubur segera berlari menyelamatkan anak. Istri yang yang kelihatannya memeng sudah rebah. Orang-orang segera menyelamatkannya. Jasa-jasa almarhum segera bergoyang-goyang. Suara-suara bising. Para petugas keamanan nyemprit. Penggali kubur yang pingsan segera bangun. Berdua mereka segera mengankat tutup peti. Bima diam saja tercengang. Ian baru terkejut ketika kedua penggali kubur menutup peti dengan paksa. Kedua penggali kubur memeluk peti itu. Yang satu jongkok di atasnya. Orang-orang lain meundur ke belakang. Bima mengetuk-ngetuk dalam peti.Kemudian ia menolakkan tutup peti sehingga penggali kubur jatuh, tapi segera bangun ladi dan menutup peti. (Gerr:27) PENGGALI KUBUR : Kamu ngomong ? Bob ! kamu bilang mayat ini tidak bisa ngomong PENGGALI KUBUR : Awas Jon. PENGGALI KUBUR : Kamu ngomong ? BIMA : Ya. PENGGALI KUBUR : Astagfirullah ! (jatuh) (Gerr:27) Diperjelas dengan kutipan dialog di bawah ini: PENGGALI KUBUR : Jangan main-main. Kamukan sudah mati. BIMA : Mati ? Siapa yang mati ? PENGGALI KUBUR : Anda Bima : Saya mati ? Gila, siapa yang mati ? PENGGALI KUBUR : (yang jatuh bangun lagi ) Fantastis. Aku sedah mati belum? Bima : Siapa yang mati PENGGALI KUBUR : Mayat kok bisa bicara ? Bima : Mayat ? siapa yang mayat ? PENGGALI KUBUR : Awas Bob jangan terlalu dekat. PENGGALI KUBUR : Stttt! Terus saja ajak bicara. Bima : Masak sudah lupa? PENGGALI KUBUR : (mengedipkaj mta dan ketawa jelek )Ya, ya. Dan saya Jon. Kita pernah minum sama-sama di warung. Bima : Ya, Jon Lennon Sofian. Apa kabar ? (mengulurkan tangan ) PENGGALI KUBUR : Ya, ya, baik. (Gerr:34) Komplikasi pada naskah drama Gerr disempurnakan dengan kutipan dibawah: BIMA : Salaman dong. Kita kan kawan lama. PENGGALI KUBUR : Ya, ya. Tapi tidak usah salaman, tangannya kotor abis menggali kubur ini. BIMA : Tidak apa. Ayo (sambil mengulurkan tangnnya) kubur siapa? PENGGALI KUBUR : Nah rasain lhu! Yah begiutulah pekerjaan. BIMA : Sini dong, apa kabar ? PENGGALI KUBUR : (yang satu mecari sesuatu untuk memukul dan memberi isyarat supaya temannya mendekat ) Ayo salaman! (Gerr:35) Dari kutipan di atas terlihat sangat jelas bahwa terjadi komplikasi di sana melalui jalinan kejadian. Terlihat bahwa Bima yang sudah mati dengan sangat mengejutakan tiba-tiba bangun dan hidup kembali, semla orang-orang tidak sadar akan hidupnya si Bima. Tetapi setelah beberapa orang-orang panik dan berlarian serta berteriak ketakutan. Orang-rang masih tidak percaya bahwa Bima telah hidup lagi. Merka menyangka bahwa itu bukanlah Bima melainkan roh jahat yang masuk ke dalam tubuh Bima. Pada tahap komplikasi cerita, suasana tergambar sangat geger dan menciptakan “gerr” pada saat mayat Bima hidup lagi. terbukti dalam kutipan berturut-turut: Seketika keadaan panik. Penggali kubur segera berlari menyelamatkan anak. Istri yang yang kelihatannya memeng sudah rebah. Orang-orang segera menyelamatkannya. Jasa-jasa almarhum segera bergoyang-goyang. Suara-suara bising. (Gerr:27) Dalam bagian alur, Putu Wijaya membuat klimaks dalam naskah drama ini menjadi dua bagan yaitu klimaks pertama yang terjadi pada saat Bima tekejut melihat Koko sedang memegang istrinya dan melindunginya. Ternyata Bima tahu, bahwa istrinya tidak sepenuhnya mencintai dia dan istrinya diam-diam telah menyimpan perasaan terhadap Koko. Bima lebih terkejut lagi ketika ibunya menjelaskan bahwa rumahnya telah dijual untuk biaya pemakaman, mobilnya diberikan pada orang lain serta tabungannya telah diambil karena anak istrinya mau pindah. Bima telah sadar bahwa orang-orang terdekanya tidak sepenuh hati mencintai Bima. Mereka hanya pura-pura saja. Suasana tergambarkan sangat menegangkan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan : Anak Bima yang deklamasi dati maju. ANAK : Ini bukan Bukan Ayah! Bukan! Bukan Ayah! Ayah sudah meninggal! Ini setan(mengambil sesuatu dan melempari Bima) Pergi! Perg! ISTRI : (memegangi anaknya) Sudahlah Mas kami relakan. Kita dulu sudah hamper bercerai. Terlalu banyak perbedaan, apa yang dipikirkan lagi. Aku akan menjaga anak-anak kita. Percayalah. Aku akan merawat mereka. Pergilah denga tenang, jangan ingat kami. Teruskan perjalanan Mas baik-baik…(masih mau ngomong tapi takut hanya bisa komat-kamit) Seseorang mendekati mamagengi istri dan melindunginya. Bima tertegun. BIMA : Koko! Koko : Ya , saya Koko bung. (Maju) Saya tidak sempat minta maaf pada Bung. Sekarang saya minta maaf. Tapi saya bersumpah bahwa vsaya benar-benar mancintai Sitta, saya tidak bisa melupakan istri Bung. Say berjanji akan merawat anak Bung. Percayalah, Dan saya berjanji akan mencintai Sita unutk selama-lamanya, apa pun yang terjadi.Percayalah dia tidakakan menderita dengan saya ! jadi jangan ragu (maju lagi mandekat). Pergilah dengan tenang. Semuanya akan beres. Kami akan mengenangkan Bung sebagai orang bijaksana , yang berhati agung, yang mengerti segalanya denga penuh maaf. Saya kira tidak ada orang yang begitu mengerti, begitu agung seperti Bung. Saya respek pada Bung. Jadi pergilah dengan baik-baik. (Gerr:47) Kemudian kutipan dialog dibawah ini: BIMA : Bajingan! KOKO : Ya, saya mengerti ini pahit sekali. Saya mengerti perasaan Bung. Tapi Tapi ini kenyataan harus kita terima, Bung. BIMA : Bajingan Aku tidak ingin mempertahankan apa yang aku miliki, anjing! Aku hanya mempertahankan kehormatanku sebakai suami yang kau hina. Pergi anjing! KOKO : Tidak bung. Saya lakukan semua dengan jujur Percayalah dengan kejujuran, bbukan kerena nafsu birahi. Mari kita saling memaafkan . (mengulurkan tangan) BIMA : Ya tuhan!Terkutuk kamu (gemetar tapi tak bisa bilang apa-apa- mulutnya komat kamit menyumpah-nyumpah memandang Koko) BAPAK : Bima, sudahlah. Pergi dengan beik-baik. IBU : Rumah peningalanmu sudah kami jual untuk membiayai upacara penguburan ini. Mobilnya sudah kami berikan kepada orang lain, supaya kami tidak terlalu ingat kamu. Uang simpananmu di Bank sudah kami ambil karena anak-anak istrimu mau pindah kota. Sedangkan barang-barang yang lain… BIMA : Diammmmm! (Gerr:48) Klimaks kedua terjadi pada saat terjadi suasana yang menegangkan ketika penggali kubur berusaha menolong Bima untuk keluar dari peti di tengah hadangan mumi. Tapi terdapat hal yang janggal disini, tiba-tiba terdapat mumi untuk menguburkan Bima. PENGGALI KUBUR : He lihat mereka sudah datang ! PENGGALI KUBUR : He! gila kamu ada ulat-ulat besar ini. PENGGALI KUBUR : Hee Bung! Bung Bima. Keparat Kamu. Bangun !ini tidak main-main. Lihat ulat-ulat itu datang ! Tahan dulu Bob! Bom maju mendorong mumi itu. Mereka berjatuhan tapi mereka maju terus. Bob memukulnya dan menyeretnya. Tapi mereka bandel terus hendak menghampiri peti. PENGGALI KUBUR : Jon! Tidak bisa jon. Tolong! Aduh. (Jon datang menolong). Mereka memukuli mumi itu. Tapi sementara itu kaki Bima masuk ke peti lagi. (Gerr:73) Alur naskah drama Gerr (1986) mempunyai penyelesaian masalah dalam naskah drama Gerr diselesaikan dengan Bima yang disuruh berganti nama dan baju supaya tidak diuber-uber orang. Namun prosesi pemakaman terus berlanjut dan Bima hanya melihat dengan tangis yang perkasa. Dapat dilihat dan dibuktikan pada naskah drama Gerr pada kutipan di bawah ini : PENGGALI KUBUR : Kita berpisah dulu di sini. Kami menjalankan tugas. Ayo Jon. (Gerr:76) PENGGALI KUBUR : Supaya selamat, lebih baik ganti nama. PENGGALI KUBUR : ya daripada dauber-uber. Baju juga harus diganti. Terpaksa kan Bung? Apa boleh buat. Bima diam saja. Penggali kubur itu menukar baju Bima. Mereka membalut bima dengan kain-kain putih. Bima diam saja. Semntara itu mumi atau ulat putih itu mulai mengangkat peti. Lalu orang-orang itu ikut bergabung dalam sebuah prosesi sambil menggumamkan doa. Peti itu diarak ke belakang ke bagian panggung yang tinggi. Tali dengan bungkusan jasa turun lagi. Sedang di bagian depan panging dua buah lampion besar sekali telah sikarek naik perlahan-lahan. Terdengar sayup-sayup nyanyian bersama. Kedua penggali kubur menepuk-nepuk lalu mengambil cangkul dan sekop mengiringi prosesi. Tapi kemudian mereka menemukan kain merah. Cepat mereka kembali dan mengalungkan kain itu ke leher Bima. Kemudian kembali bergabung dengan iring-iringan prosesi. Bima tinggal sendirian. Ia memandangi prosesi itu. Kemudian berbalik. Badannya gemetar. Ia coba menahan diri. Tapi makhirnya ia tidak bisa menahan tangisnya. Ia menangis dengan perkasa. Waktu itu suara nyanyian bertambah keras. Lagunya: Jangan menanggis Indonesia. Dan seterusnya…dan seterusnya. (Gerr:77) Dari mengkaji alur, penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam naskah drama Gerr terdapat beberapa tokoh dan latar yang ada, namun tokoh pada naskah drama Gerr yang memiliki kedudukan yang jelas hanyalah tokoh Bima. Tokoh Bima merupakan tokoh protagonis yang menjadi teladan masyarakat dan merupakan tokoh utama dalam naskah drama Gerr. Semua orang memuji dan membanggakanya. Tokoh Bima dalam hal ini diceritakan sebagai orang yang baik, kuat, pekerja keras, memiliki mobil dan banyak berjasa kepada masyarakat. Singkatnya tokoh Bima hidup dalam keadaan baik, dan disenangi masyarakat. Dengan demikian diperoleh bahwa tokoh Bima hidup dalam keadaan baik dan berguna. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: IBU : Anakku memang orang baik, anak lelaki teladan. Tapi kenapa dia harus mati. Kenapa kalian biarkan dia mati? (Gerr:16) LURAH : O ya. Saya sebagai Lurah hanya bisa ikut menyatakan bela sungkawa. Saya kenal Bima sebagai warga yang baik. Dia orang yang sangat berguna. Jasa-jasanya banyak. (Gerr:70) Pengkaji juga menyimpulkan bahwa nama dan watak tokoh Bima mirip seperti Bima dalam Pandawa (tokoh pewayangan), Bima memiliki watak yang keras, sakti, jujur, gagah berani, setia, baik, berdisiplin tinggi, pekerja keras dan penyayang serta menjadi teladan di masyarakat. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam kutipan dialog : IBU : Saya beri dia nama Bima dulu dengan harapan supaya dia bisa kokoh seperti Bima, sehingga bisa melindungi keluarga. Ternyata nama tak ada gunanya. Bahkan namanya yang kokoh itu justru seperti menyindir sekarang. Kalau saya tahu dia begitu ringkih seperti ini, dulu pasti saya namakan Petruk saja, sehingga tepat dengan keadaannya sekarang. Hanya Petruk yang pantas digeser-geser seenak perut seperti ini. Terus terang, apa kata ibu saya, saya dukung. Kami merasa diperlakukan tidak adil. Antara jasa-jasa dan kegunaannya—dalam hal ini anak saya Bima—manfaatnya baik untuk keluarga dan masyarakat di lingkungan RT, RW, dan yah mungkin boleh dikatakan di tingkat nasional—jauh lebih besar dari nasib yang diterimanya sekarang. Saya tidak meniup gelembung sabun. Bukti-bukti ada. He coba itu bawa kemari semua jasa-jasa almarhum. Semua. Semua. Itu yang di bawah meja, yang di gudang juga. Ayo cepat. (Gerr:5) Tokoh lain yang muncul pada drama Gerr adalah nenek. Tokoh nenek adalah tokoh antagonis dalam drama Gerr. Tokoh nenek memiliki sifat yang munafik. Tidak hanya tokoh nenek, namun tokoh ibu, bapak, Pak RT, Lurah, dan Polisi juga memiliki sifat munafik. Mereka seperti Srigala berbulu dompa, hanya berpura-pura baik di depan, namun di belakang mereka jahat. Pada awalnya semua bersikap sedih saat kepergian Bima, namun saat Bima hidup lagi, semua orang malah memukuli Bima supaya Bima meninggal seperti “takdir” yang mereka rencanakan. Kemunafikan tokoh antagonis ini terkuak saat kutipan dialog: ANAK : (heran menoleh ke kiri dan ke kanan, lalu mendekati Bima) Tuhan, aku dari tadi diam. Aku hanya bisa menangis. Tapi sekarang aku akan buka mulut dan mengatakan pendapatku meskipun tidak Kau minta. Aku tidak setuju semua ini. Busuk! Tapi jangan salah paham. Maksudku, sejak tadi malam aku sudah curiga. Sekarang aku percaya. Makin keras mereka menangis, makin besar dosa mereka. Aku sudah selidiki baik-baik, tidak seorang pun di antara mereka yang sungguh-sungguh sedih, kecuali aku. Tangis itu hanya di muka umum. Tapi kalau mereka di kamar mandi, di tempat tidur atau di WC sendirian, aku intip, semuanya senang, semuanya tidak ada yang sedih. Mereka pembohong semua! Kakek dan nenek cepat-cepat mau minta dibuatkan rumah, ibu mau kawin lagi, mobil dijual, kami akan dititipkan di rumah piatu, semua orang tidak ada yang suka sama ayah. Mereka semua bersyukur… (Gerr:26) Istri Bima yang bernama Sita juga sangat munfaik. Istri Bima bukan wanita yang tulus kepada suaminya. Cinta yang dimilikinya itu, terbatas pada kebutuhan. Setelah tokoh Bima tidak kuat dan dianggap tidak berguna, istrinya yang cantik pun lepas dan menjadi milik orang lain yaitu Koko. Koko adalah orang yang Bima kenali juga. Sita menceraikan suaminya dan menikah dengan orang lain. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: ISTRI : (memegangi anaknya) Sudahlah Mas, kami relakan. Kita dulu sudah hampir bercerai. Terlalu banyak perbedaan, apa yang dipikirkan lagi. Aku akan menjaga anak-anak kita. Percayalah. Aku akan merawat mereka. Pergilah dengan tenang, jangan ingat kami. Teruskan perjalanan Mas baik-baik…(Gerr:47) KOKO : Ya, saya Koko Bung. (maju) Saya tidak sempat minta maaf kepada Bung. Sekarang saya minta maaf. Tapi saya bersumpah, bahwa saya benar-benar mencintai Sita, saya tidak bisa melupakan Sita istri Bung. Saya berjanji akan merawat anak Bung. Percayalah. Dan saya berjanji akan mencintai Sita untuk selama-lamanya, apa pun yang terjadi. Percayalah dia tidak akan menderita dengan saya! Jadi jangan ragu-ragu. (Gerr:47) Dari kutipan di atas latar belakang Sita untuk segera menikah dengan Koko adalah karena memang, Sita dan Bima dahulu sudah sering bertengkar dan hampir saja cerai. Namun, ditilik dari watak tokoh Sita, memang sejak awal Sita tidak mencintai Bima, ia hanya ingin menikmati kekayaan yang Bima punya. Dilihat dari kutipan : ISTRI : (memegangi anaknya) Sudahlah Mas, kami relakan. Kita dulu sudah hamper bercerai. Terlalu banyak perbedaan, apa yang dipikirkan lagi. Aku akan menjaga anak-anak kita. Percayalah. Aku akan merawat mereka. Pergilah dengan tenang, jangan ingat kami. Teruskan perjalanan Mas baik-baik…(Gerr:47) Dari beberapa analisis tokoh dalam naskah drama Gerr karya Putu Wijaya dapat disimpulkan bahwa naskah drama ini mempunyai tema kemunafikan, dapat disimpulkan bahwa kemunafikan itu muncul dari beberapa tokoh seperti ibu, nenek, bapak, Koko, dan istri Bima atau Sita. Salah satu bukti dari kemunafikan para tokoh ini terlihat dari dialog tokoh Koko yang menyatakan bahwa ingin menikahi istrinya walaupun jasad Bima belum tertimbun tanah sekepalpun. Dapat dibuktikan dengan kutipan dialog : KOKO : Ya, saya Koko Bung. (maju) Saya tidak sempat minta maaf kepada Bung. Sekarang saya minta maaf. Tapi saya bersumpah, bahwa saya benar-benar mencintai Sita, saya tidak bisa melupakan Sita istri Bung. Saya berjanji akan merawat anak Bung. Percayalah. Dan saya berjanji akan mencintai Sita untuk selama-lamanya, apa pun yang terjadi. Percayalah dia tidaka akan menderita dengan saya! Jadi jangan ragu-ragu. (maju lagi mendekat) Pergilah dengan tenang. Semuanya akan beres. Kami semua akan mengenangkanBung sebagai orang yang bijaksana, yang berhati agung, yang mengerti segalanya dengan penuh maaf. Saya kira tidak ada orang yang begitu mengerti, begitu agung seperti Bung. Saya respek pada Bung. Jadi pergeilah dengan baik-baik. (Gerr:48). Para tokoh dalam naskah drama Gerr terutama ayah, ibu, istri, dan nenek semua tidak menyukai kehadiran Bima, walaupun Bima orang yang baik, menjadi teladan di masyarakat. Tokoh-tokoh tersebut tidak suka dengan kehadiran Bima karena semua orang mengeluh-eluhkan kebaikan Bima, juga karena harta yang dimiliki Bima menjadikan keluarganya “buta”. Dilihat dari kutipan di bawah : BIMA : “Saya hidup, kok dianggap mati. coba. Justru oleh keluarga sendiri. Apa tidak sakit kalau begini? PENGGALI KUBUR : Memang, sering musuh kita adalah keluarga sendiri. Dengan teman, dengan turis-turis asing kita bisa berteman bahkan sering ngasi tip. Coba kalau keluarga, jangankan tip, ditegur, berterimakasih saja tidak. Ini bukan sakit lagi, bonyok” (Gerr:56). Dari kutipan di atas, dapat dilihat bahwa tokoh penggali kubur memiliki watak yang jujur, ia mengungkapkan siapa yang ada dibalik kematian Bima. Keluarga dalam hal ini merekayasa kematian tokoh Bima dengan berpura-pura bersedih atas peristiwa kematian Bima. Sebenarnya mereka merasa bahagia dengan kematian tokoh Bima karena harta bendanya mereka bagi-bagi menjadi bagian mereka sendiri-sendiri. Bukan hanya harta yang ingin mereka bagi-bagi tetapi istrinya pun akan dimiliki oleh mereka. Istrinya akan menikah dengan orang lain. Tidak hanya mengusung tema mengenai kemunafikan, tetapi naskah drama Gerr karya Putu Wijaya juga mengusung tema keserakahan yang membuat para tokoh antagonis dalam naskah drama menjadi hilang akal, misalnya tokoh ibu yang rela anaknya meninggal dikaranekan ingin menguasai harga kekayaan anaknya. Dibuktikan dengan kutipan dialog : IBU : Sudahlah Bima, pergi dengan baik-baik, jangan bikin susah. Jangan bikin aku sedih. (Gerr:42) IBU : Rumah peninggalanmu sudah kami jual untuk membiayai upacara penguburan ini. Mobilmu juga sudah kami berikan orang lain, supaya kami tidak selalu ingat kamu. Uang simpananmu di bank juga sudah kami ambil karena anak istrimu mau pindah kota. Sedangkan barang-barang lain… (Gerr:48) Tokoh nenek juga menggambarkan keserakahanya dengan cara bersekongkol dengan tokoh ibu, istri, bapak, dan lurah, dapat dibuktikan dari simpulan yang didapat dari kutipan : NENEK : Harus! Istrimu sedih sekali karena kamu mati. Tapi kalau kamu hidup lagi, dia akan lebih sedih lagi, karena semua rencananya, rencana kita semua bisa rusak. Ibumu, bapakmu, anak-anakmu dan tetangga-tetanggamu bahkan polisi dan pak Lurah sudah bersusah payah menerima kematianmu selama tiga hari tiga malam. Sekarang kamu kok hidup lagi. Bagaimana ini? Kan bingung kita semua. (Gerr:67) Tema tersebut berkaitan erat dengan amanat yang terkandung dalam naskah drama Gerr (1986) karya Putu Wijaya yaitu kita tidak boleh munafik, sebaiknya apabila kita tidak suka orang tersebut, kita harus jujur saja. Hal ini tergambar dari tokoh-tokoh antagonis dalam naskha drama yang memiliki kemiripan watak yaitu munafik. Mereka saat prosesi pemakaman semua sedih dan menangis, namun dibalik itu semua, mereka merencanakan sesuatu yaitu mengenai “takdir” buatan yang mereka rencanakan untuk Bima. Saat Bima hidup lagi, mereka justru tidak senang, tetapi malah sebaliknya. Mereka memukuli Bima agar Bima mati lagi karena apabila Bima hidup lagi, Bima akan menghancurkan segala rencana yang telah dibuat keluarganya. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan : NENEK : Harus! Istrimu sedih sekali karena kamu mati. Tapi kalau kamu hidup lagi, dia akan lebih sedih lagi, karena semua rencananya, rencana kita semua bisa rusak. Ibumu, bapakmu, anak-anakmu dan tetangga-tetanggamu bahkan polisi dan pak Lurah sudah bersusah payah menerima kematianmu selama tiga hari tiga malam. Sekarang kamu kok hidup lagi. Bagaimana ini? Kan bingung kita semua. (Gerr:67) Kita juga harus berhati-hati mengambil keputusan karena setiap keputusan yang kita ambil harus kita pertanggung jawabkan. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan dialog: PENGGALI KUBUR : Saudara, kami Cuma minta pengertian. Jangan salah langkah.orang itu hidup. Dia hidup. Dia tidak mati. Dia ingin hidup. (Gerr:75) Dalam naskah drama Gerr (1986) secara keseluruhan menggunakan Bahasa Indonesia yang mudah dipahami. Dibuktikan dengan beberapa bukti dalam kutipan diatas. Penikmat karya sastra tidak perlu memberikan pengertian lebih untuk bisa memahami naskah drama tersebut. Gagasan yang Terkandung dalam Naskah Drama Gerr Karya Putu Wijaya Naskah drama Gerr (1986) karya Putu Wijaya memiliki gagasan bahwa penulis ingin menyampaikan bahwa dalam masyarakat, kejujuran sudah dianggap mati dan untuk menghidupkannya kembali butuh keberanian, sementara sebenarnya telah banyak kejujuran-kejujuran yang telah mati dan terkubur juga dengan keberanian berbohong. Putu Wijaya juga ingin menguak masalah yang ada di dalam tataran sosial masyarakat. Harta kini menjadi sangat penting bagi siapa saja. Bahkan, yang sangat ironis adalah harta tersebut menjadikan diri manusia lupa akan kebaikan. Harta bisa membuat orang menjadi munafik, seperti yang ada dalam naskah drama Gerr, tokoh ibu, bapak, nenek, dan istri bahkan lebih senang ketika Bima meninggal, karena ketika Bima meninggal, sang istri bisa kawin lagi dengan Koko, ibu, nenek, dan bapak bisa menguasai seluruh harta Bima. Dalam naskah drama Gerr, penulis secara langsung menuangkan pemikirannya mengenai kemunafikan yang disebabkan oleh harta. Tidak memungkiri bahwa siapapun bisa terlena oleh harta, tak terkecuali keluarga sendiri. Mereka bak Srigala berbulu Domba demi mendapatkan apa yang mereka inginkan, dengan membunuhpun mereka lakukan, bahkan sudah mereka rencanakan dengan matang dan jauh-jauh hari. Banyak pesan dan nilai moral yang terkandung dalam naskah drama Gerr karya Putu Wijaya ini, pengarang menyelipkan pesan-pesan moral yang dapat dijadikan pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari, antara lain : Kita tidak boleh menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keinginan kita. Jangan bersikap seperti pepatah “Srigala berbulu Domba” kita menyembunyikan sesuatu dari oranglain. Bersikaplah jujur kepada siapa saja walaupun jujur itu menyakitkan. Jangan mendekati orang hanya saat orang tersebut berada di puncak kejayaan saja, apapun kondisinya kita harus tetap mendukung dan tidak menjauhinya saat ia berada dalam kesulitan. BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Penerapan pendekatan strukturalisme memiliki manfaat yang sangat besar untuk memahami makna dan menjaga keobjektifan naskah drama Gerr karya Putu Wijaya. Dengan menggunakan pendekatan struktural, dapat ditemukan hubungan antar unsur pembangun karya sastra. Dalam naskah drama Gerr, tokoh dan penokohan mempunyai peran yang besar dalam merumuskan tema. Tidak hanya setting saja yang mendukung tema, namun latar, fakta-fakta cerita dan sarana-sarana sastra naskah drama Gerr ini juga membuat naskah drama menarik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sebuah karya sastra memiliki struktur pembangun karya sastra itu sendiri. Dengan menggunakan pendekatan struktural, karya sastra dapat mudah dipahami dan terjaga keobjektifannya. 3.2 SARAN Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam melakukan analisis karya sastra menggunakan pendekatan struktural ini, untuk itu diharapkan masukan yang membangun. Semoga makalah ini bisa dijadikan acuan pembuatan makalah selanjutnya dan pembaca agar bisa memahami makna dan keobjektifan naskah drama Gerr karya Putu Wijaya. DAFTAR PUSTAKA Aminudin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:Pustaka Pelajar Stanton, Robert. 2007. An Introduction to Fiction (di terjemahkan oleh Sughihastuti: Teori Fiksi Robert Stanton). Yogyakarta: Pustaka Pelajar http://nnlatifah.blogspot.co.id/2015_04_01_archive.html http://download1665.mediafire.com/fbfz4qp1vomg/8gd95y5jyy5arp5/Gerr.rtf Kajian Drama | 28