BIBLIOTHEEK KITLV
0288 1298
SIO
35*"
ÏHVO
m
perbandingan
^Tflazkab
AHLUS SUNNAH
WAL DJAMA'AH
(Filsafat perkembangan hukum dalam Islam)
Oleh :
Prof. Dr. H. ABOEBAKAR ATJEH
Diterbitkan oleh :
JAJASAN „BAITUL MAL"
Djl. Marabahan No. 14 (Petodjo V.I.J.)
DJAKARTA 1969
MENTERI AGAMA
REPUBLIK INDONEShA
KATA
SAMBUTAN
MENTERI AGAMA K. H. M. DACHLAN
Sudah lama saja ingin melihat adanja sebuah karangan jang baik
mengenai "Ahlus Sunnah wal Djama'ah" jang mentjerilerakan segala sesuatu mengenai aliran terbesar dalam Islam itu, tentang i'tihad, tentang hukum figh dan tentang sijasat, mengenai soal-soal negara. Barulah sekarang
lahir kitab sematjam itu, jang ditulis oleh Sdr. Prof. Dr. H. Aboebakar
Atjeh. jang kita kenal sebagai seorang pengarang, jang membahas setjara
ilmijah dan mengatasi sentimen aliran- Itupun baru terbit bahagian pertama,
jang mengupas sedjarah terdjadinja hukum, sedjarah terdjadinja mazhabmazhab jigh dalam Islam dan isi dari pada kitab-kitab fiqh sepandjang
ja.lw.rn "Ahlus Sunnah wal Djama'ah"- Menurut djandjinja, djilid jang lain
akan segera menjusul, baik jang mengenai aqidah, dimana letak kejakinan
"Ahlus Sunnah wal Djama'ah" terhadap pokok-pokok kejakinan dalam Islam, jang dinamakan Usuluddir. seperti mengenai At-Tauhid, An-Nubuwah.
Al-Ma'ad dan Amar Ma'ruf Nahi Munkar, dalam pergolakan dengan Sji'ah,
Mu'tazilah, Chawaridj, Murdji'ali, dan lain-lain, baik djilid jang mengenai
perkara-perkara jang ada sangkut pautnja dengan sijasah misalnja persoalan imanijah, hak dan kewadjiban penguasa, sekitar musjawarah, mengenai djilmd dalam mempertahankan
tanah air. membasmi kezaliman dan
menjelamatkan kemerdekaan beraganui, maupun djihad jang berisi sedjarah
pergerakan-pergerakan jang mengandung tudjuan mempertahankan
pendirian "Ahlus Sunnah wal Djama'ah".
Saja melihat, bahwa uraian tentang "Ahlus Sunnah wal Djama'ah",
jang dibahas setjara ilmijah, penting diketahui, baik oleh ulama-ulama
Islam, maupun oleh kaum terpeladjar, atau oleh mereka jang mendjadi
penganut dari aliran jang lain dalam Islam. Dengan demikian tidak mentjampur-aduklzan antara masalah Usuluddin, persoalan-persoalan
pokok
kejakinan, dengan masalah Furu'uddin, masalah idjtihad, persoalan juru',
persoalan fiqh jang timbul dari pada bermatjam-matjam alasan iatinbathOrang hams dapat membedaiwn manai hukum hukum jang merupakan
Sjari'atul Islamijah, jang bersumber pada Qur'an dan Sunnah dan oleh
'utrena itu tidak dapat berubah, dengan Fiqhul Islami, hasil idjma' dan
qijas ulama-ulama, untuk menjempurnakan, apa jang kurang djelas dari
pada kitab dan Sunnah, meskipun persoalan idjtihad dan istinbath itu
harus terletak dalam garis-garis jang sudah ditentukan oleh kedua sumber
hukum pertamaMudah-mudahan kitab ini berfaedah untuk penerangan umum dan
untuk menambah isi perpustakaan Islam, dan mudah-mudahan Tuhan memberikan kepada Sdr. H. Aboebakar Atjeh gandjaran jang setimpal dengan
kepentingan karyanja.
»Jakarta, 8 Sepi,
196
Wassalam,
r i Agama H.I.
KATA P E N D A H U L U A N
Dalam rangka Perbandingan Mazhab, kitab saja jang jsudah
keluar baharulah "Sji'ah, Rationalisme dalam Islam". Dan sekarang
alhamdulillah keluarlah sebuah kitab lagi, jang saja namakan
"Ahlus Sunnah wal Djama'ah", meskipun baharu merupakan pembahasan mengetuai sedjarah perkembangan hukum f ; qh.
Alangkah besairnja sjukur saja kepada Tuhan dan terima kasih
saja kepada anggota mesdjid "Al-Uswah", jang telah berkenan
melalui fonds Baitul Malnja, menerbitkan kitab ini, jang naskahnja
telah lama terpendam diailam latji medja tulis saja. Terutama tidak
dapat saja lupakan bantuan dari pada darmawan-darmawan, jang
duduk dalam pengurus Bantul Mal itu, seperti kedua kakak beradik
Sdr. Husni dan Nur Fuad, Umaa: Baki, Kemas Abdurahman, Jakin
Ibrahim, D.A. Pasaribu, D. Djalil dll.
Dengan kemurahan hati mereka segala kesukaran technik penerbitan buku :'lni tersingkir, dan salah sebuah pembahasan jang terpenting dalam rangka Perbandingan Mazhab, jang saja tjitartjitakan, selesai sebelum saja dipanggil Tuhan, dapat mengundjungi sidang pembatja.
Wahai, alangkah besair tjita-tjata manusia, tetapi alangkah beratnja pelaksanaan jang dihadapinja dengan usiianja jang pendek.
Tetapi, o Tuhan, alangkah besar dan melimpah-limpah rahmatmu
kepadaku, karena meskipun agak kurang lamtjar, berdjakn djuga
tjita-tjitalku, untuk berhidmat menjiarkan adjaranmu, dan mendjelaskan titik-titik perbedaan paham dalam kalangan ummat IsBam
sebagai hasil idjitihad dan akalnja jang lemiah dalam menafsirkan fir
manmu dan sabda Rasulmu. Dalam kitab "Ahlus Sunnah wal Djama'ah" ini, aku ingin mendljelaskan titik-titik pertemuem dan titiktitik perbedaan dalam ugul dan furu', agar mereka tidak banjalk
menghabiskan tempo dalam membahas furu' sadja, tetapi mengha
dapkan segala kegiatannja kepada usul agamamu, sehingga dengan
demikian tertpptalah persatuan jang engkau kehendaki diantara
mereka dan sehingga mereka kembali lagi kepada memegang "talimu" jang tidak putusnputus. Amin.
Kemudian terima kas : h jang tidak terhimgga kepada J.M.
Menteri Agama K.H.M. Dachlan atas sambutannja jang indah
dan ichlias itu.
Wassalam
Pengarang.
Djakarta, 17 Agustus 1969.
V
ISI.
,
s'
,Sjari'at
BAB
Salam
I.
QUR'AN DAN SUNNAH
HALAMAN.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
A1-QUR'AN
AL-QUR'AN DAN TUDJUANNJA
ILMU-ILMU QUR'AN
PENGGOLONGAN SUNNAH
TA'RIF SUNNAH
ISTILAH AHLI SUNNAH WAL DJAMA'AH
7
u
17
25
29
33
B A B II.
SUNTSTAH DALAM MASA NABI
1.
2.
SUNNAH DALAM MASA NABI
PENJIARAN SUNNAH HARI-HARI PERTAMA
*l
41
3.
ILMU-ILMU HADIS
51
B A B III.
TADWINUS SUNNAH
1
MENGAPA HADIS DIKUMPULKAN?
2.
'PENGGOLONGAN HADIS
3.
SANAD HADIS
56
63
66
B A B IV.
SAHABAT DAN SUNNAH
73
1.
2.
3.
4
IMAM-IMAM HADIS I
IMAM-IMAM HADIS II
ABU HURAIRAH DAN PENJIARAN HADIS
AZ-ZUHRI DAN PEMBUKUAN SUNNAH
5.
6.
SALMAN FARASI
ABU ZAR AL-GHIFFARI
81
85
93
VII
B A B V.
SUNNAH DAN TABUN
1.
2.
3
TABUN
TABI-TABI'IN
!'^.....!^''.ii.......'[[[I]""]'.'.'.'.'..'.'.'.'.'.
ATBA'IT TABI-TABI'IN ........................!..']'],...!l'.".'!.'.'!.'!
j-ic\k
99
107
115
z)ôlam
B A B VI.
TARICH TASJRI'
1. TARICH TASJRI' I
2. TARICH TASJRI' II
3. TARICH TASJRI' m
125
129
V.'.*.*.*.".".'*.", u!!!!!!!]!!! 133
B A B VII.
IDJTIHAD DAN MUDJTAHID
1.
2.
3.
4.
5.
6.
QUR'AN DAN HUKUM FIQH
PENGARUH MU'TAZILAH DALAM FIQH
AHLI HADIS DAN AHLI RA'JI
IDJTIHAD DAN TAQLID I
IDJTIHAD DAN TAQLID II
IDJTIHAD DAN TAQLID III
139
143
.'.'. 148
[[[
153
157
161
B A B VIII.
EMPAT MAZHAB FIQH AHLUS SUNNAH
1.
2.
3.
4.
6.
SEBAB2 PERBEDAAN PAHAM
MAZHAB ABU HANIFAH
MAZHAB MALIK BIN ANAS
MAZHAB ASJ SJAFIT
MAZHAB AHMAD IBN HAMBAL
167
178
177
181
185
B A B IX.
MAZHAB AHLUS SUNNAH JANG LAIN
1.
2.
MAZHAB ATH-THABARI
MAZHAB AZ-ZAHIRI
191
193
B A B X.
ISI KITAB FIQH
1.
POKOK-POKOK IBADAH
2.
3.
4.
POKOK MU'AMALAT
MUNAKAHAT
HUKUM DJINNJAT
5.
'PENUTUP
VIII
199
""''
......"'..'..]
'..'.
["...'."....'.'.'....'.'.'...'....'.'.'.'.'.'.'.'.'.
'.'.'.'.'.'.'.'.'.'.'.'.'.'.'.'.'.'.'.'.'.'.'.'.'.'[[['''.'.'.'.'.'.'.'.'.'''.'.'.
203
207
209
'.'.....'.'............. ................,,'.,.[.[]".
215
'
Prof. Dr. H. Aboebakar Atjeh
AHLUS SUNNAH WAL DJAMA'AH
"
SJARI'AT
ISLAM
I
QURAN DAN SUNNAH.
r
I.
AL-QUR AN.
AH , P e , m e l u k I s l a m mejakini, bahwa Al-Qur'an itu ialah Kitab
Allah, karena sehiruh isinja adalah wahju Tuhan jang diturunkan
kepada Nabi Muhammad, menurut keperluan dan hadjat ummat
Islam dalam masanja, selama lebih kurang dua puluh dua tahun di
Mekkah dan Madinah. Qur'an adalah Ki'tab Sutji baoi orana
a
a
Islam.
Sesudah wafat Nabi Muhammad semua wahju itu, jang tiap
kali disampaikan, ditjatat oleh sahabat 2 Nabi, pada hari pemerintahan, Chalifah Abu Bakar dikumpulkan dan, kemudian didjadikan
sebuah kitab dalam masa pemerintahan Chalifah Usman tahun
650 M., terutama dalam mempersatukan edfaan dan menjaring
dari pada salah penangkapan .penulis2 wahju itu dan dalam mendjadikannja sebuah Kitab jang dinamakan Mashaf Al-Usmani,
artinja pengumpulan Usman. Mashaf ini disalin dan disiarkan
keseluruh Negara jang termasuk Wilajah pemerintahan Islam.
Kitab Al-Quit'an ini merupakan, sumber pertama bagi hukum
Islam, karena didalamnja terdapat dasar 2 politik dan hukum Islam
setjara umum. Oleh karena itu sangat sukar memahaminja, baik
mengenai arti kata dan tudjuan tiap a/jat, maupun mengenai sebab 2
turun aijat2 itu. Dengan demikian lahirlah kemudian sematjam ilmu
untuk keperluan tersebut, jang dinamakan ilmu tafsir.
Usaha menulis ilmu tafsir itu banjak dilakukan kemudian,
terutama dailam masa pemerintahan Abbasijah. Makp lahirlah
bermatjam 2 kitab tafsir, seperti Tafsir „Ath-Thabari", „Az-Zamachsjari", jang dinamakan Tafsir „Al-Kasjsjaf", Tafsir „ArRazi", Tafsir „Al-Baidhawi" dan Tafsir „Al-Djalala!n".
Diantara tafsir 2 itu jang tertua adalah tafsir karangan Ibn
Djarir Ath-Thabari, salah seorang pendiri mazhab fiqh, dan terke
nal. Tafsir ini terdiri dari tigapuluh djuz besar, berisi keterangan 2
jang mempunjai sumber dan jang bersifat berdasar kejakinan agama. Tafsir ,,A1-Kasjfejaf" dikarang oleh Abui Qasim Mahmud bin
Umar Al-Chawarizmi Az-Zamachsjari (mgl. 538 H ) . Tafsir ini
terdiri dari empat djuz dan isinja bersifat rationalistis karena
Az-Zamachsjari ini adalah seorang Mu'tazilah. Oleh karena itu
tafsir ini tidak sellannanja berdasarkan lafaz jang lahir, tetapi merupakan tafsir madjazi, jang memakai kiasan, istia'rah, tasjbih,
dan oleh karena itu tidak memuat segala churafat dan hal 2 jang
sematjam itu. Demikian kata Ahmad Amin dalam kitabnja "Zuhrul Islam", Cairo, 1902, I I : 37-45.
Dari pengalaman 2 diatas lahirlah sebuah tafsir jang bernama
7
Ma'fatihul Ghaibi", karangan Fachruddin Ar-Razi setebal delapan djuz, tafsir Abu Su'ud, tafsir Baidhawi, tafsir Djalalain, jang
dikerdjakan berdua, jaitu oleh Djalaluddin Al-Mahalli dan oleh
Djalaluddin As-Sujuti, jaitu sebuah tafsir jang terdiri dari dua
djuz, terutama banjak memberi keterangan tentang bahasa dan
istilah-istilah jang sukar dari Al-Qur'an.
Dalam kalangan Sji'ath termasjhur dua buah tafsim, masingmasing bernama Madjma'ul Bajan dan Djami'ul Djawami karangan Ath-Thabrisi.
Terdjadi perbedaan paham antara ulama-ulaima fiqh tentang
persoalan, apakah Al-Qur'an itu boleh diterdjemahkan kedalam
bahasa selain Arab, Sobhi Maihmassani menerangkan dalam kitabmja Legal Systems in The Arab States, Past and Plresent
(Beirut, 1957), bahwa sepandljang jang dapat diselidikinja, menterdjemahkan Al-Qur'an setjara huruf perhuruf kedalam bahasa
selain Arab tidak diperkenankan dan tidak djuga orang sanggup
mengerdjakannja, karena mu'djizat, balaghah dan ketinggian bajan, maksud jang tersembunji dan susunan bahasa jang tersirat
daripada Al-Qur'an itu. Adapun terdjemah setjara makna dibolehkan, karena terdjemah ini merupakan tafsir pendjelasan jang sangat diperlukan untuk memahami maksud Al-Qur'an itu. tambahan pula dapat digunakan yaituk menjampaikan da'wah Al-Qur'an
itu kepada bangsa-bangsa jang tidak memahami bahasa Arab.
Dalam pada itu sehari-hari kita lihat. Al-Qur'an itu diterdjemah
orang kedalam bahasa-bahasa asing dengan tidak ada keberatan
apa-ap,a.
Dr. Hasan Ibrahim Hasan dalam uraiannja mengatakan, bahwa meskipun Q u r a n itu menupakan sumber hukum pertama, tetapi
kitab sutji ini tidak mewadijibkan atau mengandjurkan sesuatu
bentuk negara jang tertentu. Dalam kitabnja, jang bernama „AnNuzumul Islamijah", hal. 23-24, ia berkata : „Sebenarnja AlQur'an tidak menundjukkan suatu bentuk ketatanegaraan, jaing ditentukan untuk diikuti oleh kaum Muslimin sesudah wafat Nabi.
Dalam Al-Qur'an terdapat perintah untuk taat kepada Ulil Amri
(Pemerintah) seperti dalam surat An-NisaT ajat 59 dan setelah
Nabi wafat timbullah chilafat jang dikendalikan oleh Chulafa'ur
Rasjidin dengan tjara pemilihan dan musjawarah. Kemudian sistim
chilafat berubah mendljadi dynasti dimasa Bani Umaijah dan A b basijah. Kadang-kadang ada dilakukan pemilihan, tetapi hanja
sekedar folmalitas sadja. Sardjanan-saidjana Hukum Fiqh berusaha
mentjari alasan untuk itu dari Hadits-hadits Nabi. Mereka menjebutkan sebuah Hadits jang mengatakan : „Sistim Chilafat sesudah saja (Nabi), empat puluh tahun lamanja, dan kemudian
setelah itu mendljadi Dynastà jang kuat". Menurut Sir Thomas
Arnold dalam bukunja "The Caliphate", banjak Hadits-hadits
jang diselundupkan untuk kepentingan ini, sedang sementara Fuqaha Islam mengambil Hadits jang menguatkan pendapat jang
«
mengatakan bahwa "Imam (kepala Negara) adalah dari bangsa
Quraisj".
Teifdjemah bahasa Indonesia diatas ini mengenai bentuk ketatanegaraan, saja petik dari karangan Prof. Toha Jahja Omar
M.A., Ilmu Da'wah Djakarta. 1967.
I
II.
AL-QUR A N D A N T U D J U A N N J A .
Ta'rif jang diberikan oleh Dr. Ma'ruf Ad-Üawalibi kepada
Al-Qur'an jaitu sebuah kitab sutji jang merupakan pokok pertama
dan sumber azas untuk hukum-hukum Sjatiat Islam, diturunkan
kepada Nabi Muhammad sefcjara berangsur pada malam tudjuhbelas Ramadhan, dikala umurnja 41 tahun sampai 9 Zulhiddjah
tahun kesepuluh Hidjrah, dikala umurnja 63 tahun.
Qur'an itu turun kepadanja sebahagian demi sebahagian, seajat atau beberapa ajat, menurut keadaan masa dan kebutuhan
masjarakat. Qur'an itu terbagi atas bahagian-bahagian jang dinamakan Surat, dan djumlah semua Surat dalam Äl-Qur'an itu
adalah 114 buah banjaknja, dimulai dengan Surat Al-Fatihah dan
disudahi dengan Surat An-Nas. Surat-Surat itu tersusun dari pada
ajat-ajat, jang djumlahmija 6342 buah banjaknja, 500 ajat diantaranja berhubungan 'dengan hukum-hukum.
Batja diantaranja kitab Djalaluddin As-Sujuthi, "Al-Iklilfi
Instin bathit Tanzil" (t. tp. 1373 H ) .
Ajat jang pertama turun adalah : „Batjalah dengan nama Tuhanmu jang melaksanakan segala kedjadian dan mentjiptakan manusia dari pada segumpal darah. Batjalah demi Tuhanmu jang mulia, jang mengadjar menggunakan kalam, mengadjadcan manusia
apa jang tidak diketahuiinja". Ajat jang penghabisan 'turun adalah
pada Hadji W i d a ' 'dan berbunji : "Pada hari ini aku sempurnakan
bagimu agamamu, aku lengkapkan kepadamu nikmatku dan aku
relakan untukmu Islam mendjadi agama" (Al-Qur'an). Masa sedjak turun dan achir penjludahan adalah duapuluhdua tahun dan
dua bulan duapuluh dua hari.
Isi dari pada Qur'an itu dapat kita bahagi atas dua bahagian.
Pertama membangkitkan manusia membentji persoalan-persoalan,
iang tidak masuk akal. Kedua memperbaiki pergaulan manusia sebaik-baiknja, baik mengenai agama atau mengenai hubungan pergaulannja. Untuk mentjapai kedua tudjuan ini, Qur'an menjediakan dasar adjarannja, pertama pokok-pdkok kejakinan, kedua kewadjiban-'kewadjiban agama, ketiga pembentukan achlak dan budi
pekerti, dani keempat usul-usul hukum dani furu'nja.
Lalu Qur'an menjalurkan adjarannja jang mumi itu kepada se.
ruan terhadap hidup baik, seruan kepada kebadjikan, perintah ber
buat jang lajak, larangan terhadap perbuatan jang tidak baik, dan
dalam pelaiksaniaam segala itu berpedoman kepada ilmu dan akal ;
Pakok-pSkok adjarandan pelaksanaan ini disalurkan oleh Qur'an
dalam bentuk kesenian jang indah, dalam bentuk kata-kata jang
II
berirama dan bersadjak, dalam bentuk adjakan jang keras teqas
atau lemah lembut untuk mendjaga tudjuan dan maksud pokoknja
bahkan demikian rupa sehingga dapat mengetok djiwa orang jancr
beriman untuk membentji segala perbuatan jang mungkar, meresap
menjerap keda am hati ketjilnja dengan tjara jang belum pernah di.
kenal oleh sedjaflah. Begitu djuga dapat meniup! rasa panggilan
dalam rdhnja untuk bergerak menudju 'kepada kehidupan jang baik
dan kebadjlkan jang bermutu tinggi, sehingga dapat menggerakkan manusia mengadakan adjakan kepada perbuatan jang baik 'dan
ajak dengan kegiatan jang mengagumkan, dan membawa mereka
kepada dasar hukum menggunakan ilmu dan akal. Hal inilah jang
membuat manusia itu mendjadi ummat jang baik, jang menjuruh
berbuat kebadjikan dan mentjegah berbuat kedjahatan.
_ Tidak sedikit ajat Q u r ' a n ijang mendjelaskan perkara-perkara
mi, jang dapat dibatja ikembali oleh bangsa Indonesia dalam terdjemah-terdjemahnja, dan jang untuk memudahkan pembatjaan
risalah ketjil mi, sengadja kita hindarkan ajat-ajat jang membuktikan dasar-dasar tersebut
mener n
a Q k a n dalam karangannja "Ta'rif bil
v* d^S**™*^1
Kitabil Karim , termuat dalam imadjallah Al-Muslimun, September
1952. berkata tentang pengertian agama dalam Al-Qur'an, jang
dalam masa terachir telah mendjadi katjau-balau dengan penqertian agama menurut kejakinan Barat. Untuk kepentingan tudjuan
dan maksud A l - Q u r a n seperti jang digambarkan diatas ia merasa
p
5i™ «nengetjam beberapa istilah agama jang dikemukaikan oleh
ahli filsafat Barat sekarang ini. Dalam "La Grande Encyclopedie
des Sciences des Lettres et des Art, article Religion" dikatakan
bahwa sebaik-baik ta rif jang dapat diterima ialah ta'rif janq dibê
rlkan oleh Goblet di Aviella, dikala ia berkata, bahwa agama itu
ialah suatu djalan jang dapat dilaksanakan oleh manusia dalam men
tjan hubungannja dengan kekuatan ghaib jang tertinggi. Encyclope
die tersebut mengemukakan pula suatu definisi lain mengenai aq,a
ma, sebagaimana jang pernah dikemukakan oleh James Dermestter
jang mengatakan: "Bahwa agama itu ialah sesuatu jang lengkap ter
kandung didalammja segala apa jang perlu diketahui dan segala
apa jang mempunjal kekuasaan, (kadang-kadang bertentanqam dea
ngan ilmu .
Apabila kita mengingat kembali tentang pengertian agama,
jang seperti diberikan oleh Qur'an mengenai tudjuan maksud dan
djiwa jang berhikmah, kita terpaksa mengakui, bahwa pengertian
agama (din) sebagaimana jang diberikan oleh Qur'an berbeda
sama sekali dengan pengertian agama jang berasal dari pudjanqga
pudjangga Barat, jang sadar atau tidak sadar banjak diqunakan seö
karang ini
Islam, meskipun Qur'an menamakan agama, melebihi dari pada
harija pertjaja kepada hubungan ghafc semata-mata. Dalam ajat
jang turun terachir Tuhan berfirman s "Pada hari ini aku sempur12
nakan bagimu agamaku, aku lengkapkan untukmu ni'matku dan
aku relakah bagimu Islam mendjadi agama".
Pengertian jang tersebut dalam ajat ini melebihi dari pada
batas pengertian agama jang diberikan oleh pudjangga-pudjangga
Barat atau mereka jang sepaham dengan itu. Pada waktu jang
achir dk Indonesia bamjak pengarang menafsirkan, bahwa agama
terdiri d a n pada agama, jang berarti tidak katjau, dan perkataan
«11 tidak dapat diterima sebagai terdjemafa dari pada perkataan
Arab dm. Huruf A jang berarti tidak hanja terdapat dalam bahasa
Komaw^ sedang agama adalah perkataan jang berasal dari bahasa
banskerta.
Agama Islam bukanlah hanja sekedar mentjari hubungan dengan kekuatan ghaib jang tinggi semata-mata, tetapi djuga berarti
adjaran-adjaran mengenai perhubungan dengan manusia. Diantara
orang Barat jang berlainan paham terhadap Islam ialah Santillana
jang mentjela kesalahan disiarkan di Barat, bahwa hukum-hukum
jang terdapat dalam Islam tidak sesuai dengan zaman kemadjuan
manusia karena hukum Islam itu merupakan agama untuk ibadat
sadja. Untunglah pada waktu terachir lahir bamjak ahli-ahli ketimuran jang mempeladjari Islam itu setjara mendalam dan berani
mengemukakan kesalahan-kesalahan paham pengaarang-pengaranq
Barat itu, seperti Prof. Dr. C. Snouck-Hurgronje, Prof. D r G F
Pijper dll. Dalam hal ini tepat sekali H.A.R. Gibb, seorang ahli ketimuran dan sosiologie Inggris, berkata dalam kitabnja "Wither
Islam : Islam is much more than a system of theology, it is a
complete civilisation" (hal. 12). Jang artinjja: Islam itu merupakan
systeem jang melebihi dari pada hanja suatu agama. Ia adalah peradaban jang lengkap. Thomas Carlyle memperingatkan kepada
dunia dalam kitabnja "Heroes and Hero-Worship" : " T h e Mahometans regard their Koran with a reverence, which few Christians
pay even t o their Bible. It is admitted everywhere as the standard
of all law and all practice", orang-omang Islam itu memberikan perhatian jang besar kepada Qur'annja, jang tidak terdapat dalam kalangan Kristen terhadap Indjil. Q u r a n itu digunakan dimana-mana
sebagai sumber-hukum dan sumber amal" (hal. 86).
Memang Qur'an itu adalah sumber hukum d a n amal, sebagaimana jang sudah dikeimikakan tadi oleh Dawatóbi dalam tudjuan
dan maksud Qur'an itu, jang tidak lain dari sumber hukum jang
dapat berlaku setiap zaman. Karena itu kita dapati dalam Islam
alat-alat untuk mengulas dan menyesuaikan bukumnja dengan keadaan, seperti ra'ji, akal dan qijas, kesemuanja dinamakan idjtihad,
merupakan pokok dari pada usul fiqh d a n sumber dari pada salah
satu dasar hukum sjariat Islam. Hal ini sudah pernah berdjalan
dimasa jang lampau, sehingga filsafat fiqh Islam itu dapat menggantikan filsafat Aristoteles dan Neo-Platoisme, dan dimasa jang
akan datangpun filsafat sjariat Islam itu masih dapat berdjalan.
QUT an itu adalah pokok asal bagi hukum dan sumber azasi13
nja. Tiap-tiap jang datang kemudian dari pada Qur'an ini pada
hakekatnja adalah perintjian, pengeluasan maksud dan. kelandjutan
roh dan semangatnja ( Asj-Sjathibi, "Al-Muwafaqat", III : 368, ti.
I, Mesir). T e p a t sekali Asj-Sjathibi menerangkan, bahwa hukumhukum Qur'an bentuk umum dan peraturan-peraturan dalam garis
besar, jang wadjib diperhatikan dalam urusan peradilan dan wadjilb dipegang dalam melakukan sesuatu iditihad.
Keadaan jang bersifat umum dalam ajat-ajat hukum dari AlQur'an ini, menjebabkan 'keperluan kepada keterangan-keterangain
Nabi dan pandangannja, jang kita namakan Suninah Nabi. Hal ini
diperintahkan didalam Al-Qur'an sendiri dengan firman Allah kepada Nabinja : "Kami turunkan peringatan (Qur'an) ini, agar engkau mendjelaskan kepada manusia apa jang diturunkan kepadanja".
Dan firmannja pula : "Kami turunkan kitab ini kepadamu penuh
dengan kebenaran, agar engkau menarik dari padanja hukum-hukum untuk manusiai, sebagaimana jang diperingatkan kepadamu
oleh Allah" (Qur'an). Dan dengan demikian lahirlah keperluan
kepada Sunnah Nabi disamping Al-Qur'an, dengan tjara jang luas,
dengan perintjian untuk pokok-pokok jang ringkas dalam Al-Qur'an, dan dengan keterangan-keterangan bagi segala kesukaran jang
terdapat didalaimnja (Asj-Sjathibi, "Äl-Muwafaqat",
Mesir,
I V : 12).
Dengan demikian hubungan antara Qur'an dan Sunnah rapat sekali. Djika kita diperintahkan t h a ' a t kepada Allah dan
Qur'an, djuga kita diwadjibkan tha'at kepada Nabi dan Sunnahnja. Turutlah apa jang diperintahkan oleh Rasul, dan hentikanlah
apa jang dilarangnja.
Apabila Qur'an sudah dianggap sebagai salah satu sumber
hukum, maka sebagai sumber jang kedua adalah Sunnah, jang mau
tidak mau dengan perintah-perintah pokok dalam kedua sumber
tersebut, lahirlah Idjma' dan Idjtihad sebagai sumber hukum jang
berikutnja. Sunnah dan Idjma' ini diakui oleh Tuhan dalam, AlQur'an : ,.Barang siapa jang masih imenjusahkan Rasul sesudah
sampai pertundjuk kepadanja dan masih mengikuti bukan djalan
orang Mu'min, kami biarkan dia meneruskan, tetapi kamu tempatkan dia dalam neraka". Ajat ini mengakui Sunnah dan Idjma' sebagai sumber hu'kum.
Dengan adanja perintah Allah dalam Qur'an, jang benbunji :
"Perintahkan dengan adat kebiasaan jang baik, dan tinggalkan
orang-orang jang djahil" (Qur'an), terbuka pula saluran baru
untuk hu'kum jaitu 'uruf, jaitu adat kebiasaan.
Meskipun ada ahli-ahli fiqh jang mendjadikan 'uruf ini sebagai
dasar hukum sjariat jang kelima, tetapi 'uruf dan adat 'kebiasaan
itu adalah tidak lain dari pada kemuslahatan jang diakui bagi manusia, sedang sjariat harus didirikan diatas kemuslahatan in;
(Asj-Sjathibi, II : 206-288). Mengakui adat istiadat dan 'uruf sangat diperlukan untuk sjariat. baik disebut atau tidak disebut
H
sebagai dasar hukum. Kita lihat dalam kalangan ulama-ulama fiqh
jang disebut sebagai Usulusj Sjari'ah atau Adillatul Ahkam adalah empat sadja, jaitu Qur'an,, Sunnah, Idjma' dan Qijas.
Djika disebut 'uruf dan adat sebagai salah satu dari pada
dasar hulkum, hal ini dimaksudkan selama dia tidak bertentangan
dengan larangan sjara', seperti mengharamkan riba, memakan
harta benda jang bathal, mengharamkan djual buah-buahan dipohon (Sahih Buchari dan Ibn Rusjud "Bidajatul Mudjtahid"
II : 149). Keadaan ini merupakan 'uruf dan adat pada orang Arab
sebelum Islam, kemudian datang Islam dan mengharamkannja.
15
16
IIL ILMU-ILMU QUR'AN.
Qur'an jang merupakan sumber pokok bagi Islam, mengandung pokok 2 pengertian dalam garis 3 besar mengenai seluruh ilmu
pengetahuan, baik jang sudah terbuka bagi manusia, maupun j a n g
masih perlu digali d a n dipeladjari. Penggali jang pertama ialah
Nabi besar kita Muhammad s.a.w., sebagaimana dapat dipeladjari orang dari Sunnahnja, jang merupakan' Hadis, A f a l dan Taq
rirnja, serta segala amal perbuatannja. Dengan penggaiiannja dapatlah orang mentafsirkan Al-Qur'an îtu, jang mendjadi sumber
segala ilmu pengetahuan, baik untuk Nabi sendiri, maupun untuk
ummat dibelakangnja, tidaklah dapat menjelami hakikat jang sebenarnja mengenai isi Al-Qur'an itu. Tuhan sendiri memberi tahukan dengan firmannja : „Tidaklah seorangpum jang dapat mengetahui akan ta'wil Al-Qur'an itu dengan sebenar'nja, melainkan Allah" (Al-Qur'an).
Nabi sendiri pernah berkata : „Pada malam Isra' aku diberi
tiga matjam ilmu, sematjam untuik tidak kukatakan kepada seorang
djuapun, sematjam untuk kupilih, apakah baik kusampaikan apakah tidak, dan sematjam lagi untuk" kusampaikan menurut perintah Tuhan". Al-Djili menerangkan dalam kitabnja „Al-Insan alKamil" (Mesir, 1906), dalam menafsirkan Hadis ini dengan tegas,
bahwa ilmu jang diperintahkan untuk disampaikan itu ialah ilmu
sjari'at, jang disuruh pilih dalam menpmpaikannija atau tidak adalah ilmu hakikat, sedang jang disuruh simpan tidak untuk disampaikan adalah rahasia 3 Tuhan jang dikandung oleh Al-Qur'an itu,
jang se-waktu 2 akan diperlihatkan 'kepada hambanja.
Memang karena itulah Islam sangat menghargakan ulama,
orang 1 alim dan ahli 3 ilmu lebih tinggi beberapa deradjat dari pada
hambanja jang laini. Tuhan menjalksikan bahwa tidak ada pentjipta alam semesta ini melaintkan dia sendiri, tetapi Malaikatpun dan
ahli ilmu pengetahuanpun menjaksikan jang demikian itu, djika
ia dikumiai pembukaan rahasia Tuhan itu, sehingga jang sesungguh 2 nja merasa takut kepada Tuhan diantara hambanja ialah
ulama atau ahli ilmu pengetahuan, jang dianggap merupakan warisan Nabi 2 dan djauh tinggi fcelebihannja daripada 'abid, orang
jang hanja melakukan ibadat sadja. Mengapa Nabi menjuruh menuntut ilmu pengetahuan sampai ketanah Tjima, mengapa Nabi
menetapkan bahwai menuntut ilmu pengetahuan itu wadjib bagi
tiap orang Islam dan mengapa ia katakan, bahwa menuntut satu
bab ilmu pengetahuan lebih baik dari pada semlbahjang seratus
raka'at? Semuanja itu tidak lain dari pada melahirkan penghar17
gaan kepada ilmu pengetahuan, baik bagi jang menqadiar mauo w T I"9 »«"Prf-dNùija. Memang M o ^ g ' S g bergen
dapat, bahwa iknu jang dimaksud oleh Tuhan dalam Q
SL
alah ilmu agama mengenai halal dan haram, tetapi IslanTmeengkap! seluruh hidup, dan oleh karena itu tidaklah dapaï Zn
- t e r s e b u t 'dalam Qur'an itu diistilahkan cbusus b a ß i l a S
Dala
m sedjarah kehidupan, Nabi, kita lihat penqharqaan ke-
g
diutama
9 h
*" B^kanÄh âwanaî
r^
A
ZtJ7n
ti
C
/ dibebaskan, djika tawanan itu mengajarkan bed lB a d
3
berapa anak Islam anembatja dan menulis? Nabi selalu menundjuk
a T A T 9 tT^n 1ftlmeWa k e p a d a ° r a n 9 2 ia*9 mempunTßTSh*
an dalam bidang dam, seperti Ka'ab bin Zubair jang dilkdunqi
djiwanja dan diberi ampunan sebagai pendjahat perani, han^a ka
rena hdahnja terlalu petah dalam menjusun sjair'Arab S a «
kemadjuan sastera ini mendapat penghargaan pula dalam
3
i7s:™iTiyi:turraï
Ban
i ,Umaijah <166 -
7 5 o
>*"-
AIMa'mSn S
^
dalam masa pemerintahan Chalifah
na
SLi T T ( rP>
~ -3enga
h d l m adan
bahasa Griek
' kk ii tt aa ,bb 2 Pengetahuan
er
u 7
t
P u s t a ' k a Hindu, diterjemahLn \ T ,
mahkan kedalam bahasa Arab. Diantara jang bekerdia menterd,emahkan ,tu terdapat djuga orang3 Keristen dan Jahudi " S a n a
S ï ï f f a T ! *"* S U d a h m e m C l u k A 9 a m a I s l a m - seperii'lbn A^«n2 5 J
masa pemerintahan Al-Mansur, sangat besaar djasanja dalam memperbanjak kesusasteraan Islam itu Dengan deS L P e : a d a i T ; I s l a m , * ? * b e r ä 8 a l d a r i b u a h usaha ahli piSr
dan xlniu pengetahuan dan zaman kuno, bertambah dengan alam
pikiran dan teori3 pengetahuan anak3 Islam di Persia d a T l n Ä
serta dengan tjepat sekali tersiar dalam abad jang ke-IX*tu E s £
SeP rt
Ba
f i f Ba9bdad9Kuffah dan
r ' d l n j t r f TP ""T";:
,0
S UJ o l e h kem
3
A O L Î V T
^u r'S ïf
adjiuan Chalifah Bani
Aghlab dl Tunisia, Chalïfah3 Fathimijah di Mesir (sesudah tahun
a a m mh a
a man2 i l m u
kita sKuda
l l ]t dp T a k el,aml .nb aC!l 2Broc
Jan9 hidup itu, bila
T
l Tw
'
^'lmann, Geschichte der
ArahiJlTft
Arabischen Literatur (Weimar und Berlin, 1898, 1909)- E Nit i y
ft h e A r a b s
Gibb°
A Sketch
^ T y ( H of
i &Arabic
l
?
( L o " d - 1925)
1907 ! H A Ï
Gibb A.
Literature (Londen
k a r e n f o u r t î h e r a n m e I i h a f kemadjuan ilmu jang demikian itu.
karena Quran sendu» sangat menjumh memperkembangkan ilmu
2 a h r / v "u3' i n9 i Tb d a hmd i b a h a s
oleb
Thanthawi üTauS
Sh" 3ehFaSw% - /r f
« wad 'Ulumul 'Asrilah , oleh Fand Wadjdi dalam kitabnja. "Al-lslam fiashril 'ilm"
d lam a r t i k e m a d a n d a n
^
Mlnr'TSlka\liam
f
menerangkan
AJ-Qur an itu pokok segala pengetahuan. Batja djuga menqenai
P
Maflt
™*l l n l k i t a b
aMatÜ ilm fil Qur'an"
^ mengenai
Wahju jang pertama dari Quran sendiri adalah mengandung
perintah menjuruh membatja dan menulis, agar manusia dapat
memperluaskan ilmunja dengan kurawa Tuhan. Tetapi berbeda sekali tjlara menggunakan ilmu pengetahuan oleh penganut Islam dan
oleh penganut jang bukan Islam.
Djika penganut jang bukan Islam menggunakan ilmu itu kadang 2 untuk merusakkan prikemanusiaan dan kesopanan dunia ini,
sebaliknja Islam hanja memperkenankan penjiaran ilmu jang ada
manfaatnja dan berguna bagi kemadjuan manusia. T e p a t sekali
Mehdi Khorasani dan A. Baines Hewitt melukiskan kedudukan
Islam terhadap ilmu pengetahuan dalam kitabnja „Islam The Rational Religion" sbb.: Knowledge is sometimes thought to be desirable for its own sake, but this is ultimately a misconception,
for there is a fundamental relatedness between object and observer, and the real aim of knowledge is the furtherance of a purpose.
Human experience may be "a process of learning, but the accumulation of knowledge should not be an end in itself; the end should
be the improvement of the human race.
W e believe .that this is the domain of religion and that, when
shorn of the grosser elements of magic, mythology and man-inade dogma which afflict some present-day nations of it, religion
will be seen t o have an important validity as the source of inspiration for moulding the human purpose, and as the basis for all
effective scales of human values.
Indeed, we would go further than, this and, recognizing that
Islam's contribution to the intellectual development of humanity
has been generally admitted, we would emphasize that its unique
value as a mean of cultivating the qualities needed for the uplifting of the human race has n o t yet been properly understood
by the world at large, while its admirable fulfilment of the still
insufficiently appreciated.
Artinja : „Ilmai kadangkala dianggap perlu bagi kepentingan
dirinija sendiri, tetapi had ini mutlak suatu konsepsi jang salah,
karena terdapat suatu hubungan erat jang fundamentil antara tudjuan dan penindjau, dan tudjuan murni dari ilmu adalah menjeb&rkannja bagi suatu manfaat. Pengalaman kemanusiaan mungkin
merupakan suatu proses peladjaran, tetapi pengumpulan ilmu tidak
harus mendjadi suatu tudjuan achir bagi penuntutan ilmu, tudjuan
achir haruslah mempertinggi derdjat seluruh umat manusia.
Kami pertjaja bahwa inilah tudjuan mutlak dari agama dan
apabila pengikisan habis 'dari unsur 2 klenik, mitologi dan dogma
buatan manusia, jang telah memabukkan umat manusia dewasa ini,
maka agama akan terlihat mempunjai kesanggupannja sebagai sum
ber dorongan untuk memperpadukan keperluan umat manusia, dan
sebagai dasar bagi semua jang baik dari nilai 2 kemanusiaan.
Adalah suatu kebenaran djika kita mendalami lebih djauh
persoalan ini. kita akan sampai kepada kejakinan bahwa sumbang
an Islam terhadap perkembangan intelektuil manusia telah diakui
19
s
^ZCZiul^aa^Lp^gas
kan L,, ^^^t^ï^SofZ^
b ahwa keuirikan
,
>
-
jan9 diperli
"Ilmu Wam»
jang^SrdtÄi
«qh jaitu ilmu u t ï ï L S d ^ ^ ^ » k u t p a u t d e n 9 a "
hadis dalam p m ^ k l ^ ^ Z ^ l T ^ T * ? * * » Üm »
mahami Qur'aa daix H A i Ä
T ^«Jernaih dalam merang sekali d i p e c a t , H t * ÛmU I s l a m J ' ^ k d n k u d * J h 1 3 ^ Ä Ä ^ ? H W » benar. Karena sefiqh, Ümiu alat, ihnu sedia™! il I L ? p a d a Q u r a n , Sunoiah,
«fat Islam, ûnTp^Tan
Î P k e j ^ ' a a n ' a ™ * * * * * fillebih daripada tiga fad^Sam i, K ^ t banjalknja, djauh
adalah hasil idjXd has" I ^ S a T ' **? f " ^ S e m u a i n i
tahuan jang digerakkan S e l . H Q S m e m b f l h M ilmU p e n 9 e '
tidäk ,ukup dengan han a
i
-OertSSKÄ '
A
ï
i
m c ru aikan s u a t
"humi
kumpulan
ilmu
jang meluas. O r Z ' h a Z ^ ^ 1 1, . P
d a n dek
°"
rasi |ang d i g u n Z n ^^Z^ÏÏ™?*'** '
n
f ^ °-ng
hanJ m e V l a d ^ a r n C i t S ^
taö wld
an Al-Quran, dll.
J > itau qira at. sedjarah pembuku-
dan i!mu « M
rfdaffîS"^tZt^L^'^^^
bungan rapat dengan Al-Our'ani?.? TV ? Jan9 lain> Jang berhu^ **"** j a n 9
hendak m e n t e r d 4 a t ó k a i Ï Ï " A l S » ^
3 ad a
pang dari maksud jane,sJbeLrrîl J
™P J i * 9 ^ menjimJ
artikan kearah suatu t u d S n
t ^ n ^ p a j a a*at2 i t u ^ a k di^ Ü d a k dikehe ndaki oleh AJ-Qur'an, d i b e l o k k a n ü n t u 2
tidak h a i ^ ^ J f ê ^ ™ *
}*™ .nafsu, tak dapat
rapat dengan pekerdjaarïïaS T 9 * % ^ ' ^ berh"bunga,n
bimbing f n L b e ^ Ä a ^ a E s ä ^ * * * " * ~ - ^ ^ ^ Ä ^ f Ä 1 ' U 1 U m u l Q u r a n ' * beberapa
sirkan dan memberi tuntunan A^Z,n.
menerangkan m a W n f a s e L ^ T ^
°an^an
W1 kan
|
dal
a
am mental^ Sut Ü **-
sebagainja
Dengan demikian tend jadilah umpamanja ilmu Tadjuid tuntunan untuk menerangkan tjara membatja Al-Qur'an dengan baik
tjara mengeluarkan kata2, tjara membunjikan kata itu, pandjang
dan pendeknja, permulaan dan perhentiannja dan lain2 jang berhubungan dengan itu. Pengetahuan tentang ini d^perkatakan
orang dalam kitab2 jang tersendiri, tetapi dalam waktu jang achir
ini dapat djuga orang membatija keringlkasanmy'a dalam mashaP
jang diterbitkan untuk umum.
Ilmu jang memperkatakan dengan pandjang lebar tentang beberapa matjam tjara membatja Al-Qur'an disebut Ilmu Qira'at.
Dalam pengetahuan ini dibicarakan tidak sadija berimatjam2 tjara
membatja Al-Qur'an, kadang3 sampai empat belas matjam tjaranja,
dengan riwajat matjam2 batjaan atau qira'at itu sampai kepada
Nabi Muhammad sendiri, tetapi djuga menguraikan mana2 tjara
membatja jang sah dan manal2 tjara membatja jang tidak diakui
kebaikannja.
Kitab3 tentang pengetahuan ini ada jang ditulis orang setjara
proza, dan adla pula setjara puisi, untuk memudahkan menghafal
nia, aidia jang hanja menguraikan tudjuh matjam qira'at, jang disebut 'Qira'at Tudjuh", ada jang menguraikan sampai sepuluh matjam batjaan atau lebih. Diantara kitab jang terkenal tentang peIadijaran, sepuluh matjam batjaan Al-Qur'an ditulis oleh Imam Ibnul
Djazari, bernama "An-Nasar fi Qi'ra'atil 'Asjr". Kitab Al-Qur
'an sebgaimana jang banljalk terdapat sekarang dalam tiap-tiap
rumah orang Islam Indonesia, adalah ditulis menurut qira'at Hafas, salah satu tjabang dari tudljiuh matjam batjaan jang sah.
Ilmu ini boleh kita namakan ilmu batjaan Quran landjutan,
karena hanja dipeladjari oleh mereka jang sudah lantjar membatja
Al-Qur'an setjara biasa dan sudah mengetahui Ilmu Tadjwid,
Ilmu jang menerangkan arti kata jang hanja terdapat dalam AlQur'an, jang perlu diketahui supajla djangan disamakan dengan
kata2 Arab biasa dalam pembatjaan se-hari3, sebagai jang pernah
diuraikan dalam kitab "Mufradat", karangan Al-Isfahani, disebut
Ilmu Gharibil Quran. Dalam pengetahuan ini diuraikan pandjang
lebar arti kata» jang aneh jang terdapat dalam kitab Sutji itu, baik
uraian jang mengenai arti biasa maupun arti (kiasan, gunanja supaja djangan salah menterdjemahkan atau mentafsirkan ajat2 itu.
Begitu djuga uaraian tentang kata2 Arab jang buikan dari bahasa
Hidjaz jang terdapat dalam Quran dibitjarakan dalam pengetahuan sematjam ini, sebagai jang dibitjarakan oleh Al-Qasim ibn
Salam dalam kitabmja "Luchatul Qabail".
Ilmu Amsalil Quran biasanja hanja mempeflkatakan beberapa
banjaik perumpamaan, pepatalh idan petitih, perhubungan peri bahasa Arab dengan ajat Al-Qur'an, Al-Mawardi menulis hal ini
dalam kitabnja "Amsalul Quran", Ilmu ini rupanja tumbuh untuk meluaskan pengetahuan bahasa Arab jang bertali dengan isi
21
Al-Qur'an, sebagaimana Ilmu Wudjud wan Nazair, jang isinja
tidak lain dari memperkatakan matjam 2 perkataan Arab jang banjak artinja dan menerangkan arti 8 jang terpakai pada satu 2 tempat ditanah Arab. As-Sujuthi mengupas hal in; dalam kitabmja
"Mu'tarakuil Agram" dengan pandjang lebar. Demikian djuga
Ilmu I'rabil Q u r a n , seperti jang diuraikan oleh Abdul Baqa' Al'Uqbati dalam kitabnja "Imla'ur Rahman", walaupun mengenai
ilmu bahasa Arab, tetapi öhusus disesuaikan dengan djalan bahasa
Al-Qur'an. Didalamnja diperkatakan diantara lain 2 tentang harakah dan kedudukan lafadh dalam djumlah.
Dengan ukuran bahasa dan kesusasteraan itu tidak begitu
sukar mempeladjari Ilmu Bada'il Qur'an, suatu pengetahuan jang
memperlihatkan keindahan susunan Al-Qur'an, memberi uraian
jang luas tentang kesusasteraan dan ketinggian bahasa dan hal 2
jang bertali dengan itu, sebagai pemlbitjaraan jang terdapat dalam
kitab Al-Itqan.
Kemudian diantara Ilmu Qur'an itu kita sebutkan umpamania Ilmu Asbabun Nuzul, suatu pemeriksaan jang menerangkan
sebab 2 turun ajat Al-Quir'an. Sedjaxah ini tentu penting sekali,
terutama dalam memberi arti dan menenentukan tudjuan sesuatu
ajat. Diantara kitab jang memperkatakan pengetahuan sematjam
ini ialah "Lubabun NuquI", karangan As-Sujuthi.
Djuga tidak kita lupakan sematjani ilmu jang banjak ditulis
dan diperkatakan orang, jaitu Ilmu Nasich wal Mansuch, jang
menerangkan ajat2 jang dianggap hukumnja sudah terangkat oleh
ajat 2 jang lain, memperbandingkan arti dan tudjuan uraian antara
sebuah ajat dengan sebuah, memperkatakan arti dan tudjuannja.
perhubungannya dan lain 2 jang perlu untuk menafsirkan ajat 2 itu.
Pertikaian paham jang timbul tentang ini diuraikam orang dalam
beberapa banjak kitab, ada jang chusus untuk pembitjaraan itu
"An-Nasich W a l Mansuch", karangan Abu Dja'far An-Nahhas,
ada jang dimasukkan kedalam kitab 2 lain seperti dalam ,,A1-Itqan"
karangan As-Sujuthi, "Tarich Tasjri", "Usul Fiqh", karangan AlChudhari dan "Dinullalh," karangan Dr. Taufiq.
Salah satu pengetahuan tentang ajat2 Al-Qur'an itu jang penting djuga bagi ahli tafsir ialah Ilmu Ma'rifati Muihkam wal Muta
sjabih, jang menjatakan matjam 2 ajat jang disebut muhkani dan
mutasjabüh, seperti di perkatakan oleh As-Sachawi dalam kitabnja "Al-Manzumah As-Sachawi". Disamping itu tentu sadja ..Ilmu
Tanasubi Ajat" jang berhubungan 'rapat dengan itu, jaitu suatu
penjelidikan jang menerangkan persesuaian antara sebuah ajat
dengan ajat jang lain, baik dengan ajat jang dimukanja atau ajat
jang dibelakangnja. Pandangan sepintas lalu terhadap Al-Qur'an
menjatakan, ajat 2 Al-Qur'an itu se-akan 3 talk ada perhubungan
nja antara satu dengan lain, tetapi menurut penjelidikan ilmu jang
kita sebutkan ini, adai, dan tjontobnja boleh dilbatja dalam kitab
"Nazmud Durar", karangan Ibrahim Al-Biqa'i ajat-ajat itu mem22
punjai munasabahnja masing 2 . Kemudian perlu diketahui, umpamanja. dimana tempat 2 ajat 2 itu diturunkan, waktu turun permulaan dan achirnja, dan sebagainja. Hal ini diterangkan oleh Ilmu
Mawathinin Nuzul, jang tidak kurang pentingnja dengan Ilmu
Asbabun Nuzul, jang menerangkan sebab 2 turun ajat, sebagai jang
sudah kita perkatakan diatas.
Achirnja kita sebutkan sematjam ilmu jang disusun untuk memeriksa arti dan maksud sumpah 2 jang terdapat dalam Al-Qur'an.
jang dinamakan Aqsamul Qur'an. Diantara kitab jang memperkata
kan hal sematjam itu kita sebutkan umpamanja „At-Tibjan", karangan Ibnul Qajjiim.
Ada beberapa buah lagi pengetahuan jang bertali dengan AlQur'an itu, seperti Ilmu Djidalil Qur'an unitulk mengetahui segala
debatan jang telah dihadapkan oleh Al-Qur'an kepada kaum Musjrikin, untuk mengetahui tjara 2 dan sikap mereka menjerang AlQur'an sebagaimana ternjata dari ajat-ajat Al-Qur'an jang di
kumpul dan diuraikan oleh Nadjmuddin At-Thusi. Ilmu I'djazil
Qur'an jang membitjarakan beberapa keterangan untuk mengokohkan kedudukan Al-Qur'an sebagai mu'djizat, sebagai jang
pernah diperbincangkan oleh AlJBaqillani dalam kitabnja
„I'djazil Qur'an", dan tidak kurang pentingnja jaitu Ilmu Adabi
Tilawatil Qur'an, jang memibitjarakan tidak sadja beberapa masaalah jang bersangkutan dengan adab pada waktu membatja AlQur'an, tetapi djuga biasanja imenguraikan beberapa Ajat dan Hadis tentang kelebihan dan fadhilah-fadhilah jang berkenaan dengan
pembatjaan Al-Qur'anul Karim.
Demikianlah beberapa inatjaim itonu kita sebutkan jang berfaedah untuk meluaskan dan memperdalam pengetahuan tentang
Al-Qur'an.
23
1
24
IV.
PENGGOLONGAN SUNNAH.
Menurut Schacht dalam karangannja mengenai pokok-pokok
sjari'at Islam, Oxford, 1950, istilah Sunnah ini pada zaman harihari pertama dalam sedjarah Islam dichususkan kepada Sunnah
Salaf, jaitu perdjalanan dan pengadjaran Nabi sendiri dan chittah
jang digerakkan oleh sababaC-sahabatnja sesudah wafat Nabi.
Demikian Sunnah itu dipahami setjara umum dan mutlak, meskipun dibelakangnja tidak dihubungkan dengain perkataan Nabi atau
Rasulullah. Hal ini dapat djuga kita lihat» bahwa ahli-ahli fiqh
membedakan pengertian antara Sunnàh dan Hadis. Pernah disebut
orang dalam sedjarah, bahwa Sufjan As-Sauri adalah imam dalam
Hadis, bukan imam dalam Sunnah, sedang Al-Auza'i digelarkan
imam dalam Sunnah, bukan imam dalam Hadis. Dalam pada itu
Malik bin Anas disebut orang dengan hormat, bahwa ia adalah
imam dalam Sunnah dan Hadis kedua-duanja.
Ibn Silah pernah ditanja orang tentang arti perkataan perkataan ini, ia mendjawab, bahwa Sunnah itu adalah lawan kata
Bid'ah, manusia itu terkadang alim dalam Hadis, tetapi tidak alim
dalam Sunnah. Demikian tersebut dalam Sjarah Az-Zurqani atau
Al-JMuwatha' dan dalam Tarichul Fiqh Al-Islami, karangan Ali
Abdul Qadir.
Meskipun demikian perkataan Sunnah itu atjap kali digunakan bersama-sama Hadis Nabi s.a.w. jaitu Sunnatun Nabi. Dianta
ra lain hal ini ternjata dari d o a Abu Jusuf, jang tiap-tiap akan
mendjatuhkan sesuatu hukum ia mengutjapkan': "Ja Tuhanku,
engkau ketahui, bahwa aku tiap-tiap akan menghadapi satu kedjadian, pandanganku lebih dulu djatuh kedalam Kitab Sutji-mu,
djika alasan kuperoleh disana; djika tidak aku lalu mentjari-tjari
alasan itu dalam Sunnah Nabi-mu" (Al-Kausari, Husnut Taqadhi).
Dalam perselisihan paham dan pendapat ini, keutamaan kembali kepada imam Asj-Sjafi'i jang memutlakkan perkataan Sunnah
ini kepada Sunnah Nabi sadja, sebagaimana jang diperkatakannja
dalam risalahnja mengenai Ilmu Usul. Disana didjelaskan, bahwa
Sunnah dalam pengertian ini sadja jang wadjib diturut d a n diterangkan djuga disana sjarat-sjarat untuk menerima sesuatu kedjadian sebagai Sunnah Nabi. Imam Sjafi'i berkata, bahwa apabila Sunnah itu diutjapkan setjara mutlak, jang dimaksudkan dengan Sunnah itu adalah Sunnah Rasul (Al-Mabsuth, X X V I : 79).
Sunnah adalah sumber jang kedua bagi sjari'at Islam, karena
dalam menetapkan sesuatu hukum, djika tidak bertemu dasarnja
dalam Al-Qur'an, orang mentjaii dasar itu dalam Sutnnah Nabi,
25
F
kan oleh Nabi mengenai sesuatu hukum atau mengenai sesuatu
pendiandjian dan lain-lain mu'amaSt , E N , v
Ä » S a N * —"'«*» t -
NN1,V"S^
'
£
meiaikukan perdamaian, ,ang selalu ada dilihat oleh sahabat-saha
bata* dan didjadikan suri tauladan dalam kehidupannfa.
ol
^b K.H. Moenawar Chalil daiam k n a Z f T TÏ fs*b?k™
d a M
k
bal
T
' ^ ' ^ ' dan Sunnah" (Djakarta
" T ]
1956?tZ
p e Ï Ï i i s S T ï ba «jak ulama-ulama fiqh membahagikan dan mem
Jah
* * S e b a 9 a i , b e r i k u t Pertama segala pe^
S t a n Nab
kerdjaan Nabi jang mengenai urusan thabi'at seperti makan ™i
mim, berbitjara, tidur, bergaul dan sebagainja bïïc Zul m e t
Ädianan°iana91rUm ^ ^ ^ ' » V kedua Ä
^
b t t t l T ^ n k a 2 î ?. ari t h a b i ' a t kemanusiaan P teta P pr c husu S
P^erdjaan-pekerdjaan jang dilaku
kan N a S t d a k ' t ° a n ^
kan Ä j a - S Ä u L ^ ^
^ ^
^
^
^
Matjam. Sunnah jang ketiga adalah jang dinamakan Sunnah
j a n g ment cri
i terakan 9 sesuatu u t ^ p a n ^
bStjT "T'1
buatan seseorang atau sesuatu kedjadian. jang dibenarkan oleh
,balk d e , 9 a n P e r k a t a a n n a
J
i » » P « » dengan diamnjakarena
K
J
Nabi tidak akan diam dalam sesuatu perkara jang d i
S
ä S ^ N i f Ä f tida,ilain dari Pada P-iapln a S ; g £
akuan Nabi terhadap perbuatan-perbuatan Sahabat <?»,»,*«,„+
jang dikerdjakan dihadapannja atali p e J S L a A S s S Ê î î
,,ang bentan a disampaikan kepada Nabi, tetapi la t S meneaur
n,a dan tidak menjalahkannja, sudah tjukup
MiS^aTà^bA
wa Nabi
menjetudjui
dan
membenarkan
perkataan
atau^perbuatan
mah fa a d , b i
ChaIid bin Walid
P
bL£n
^* * i * r »
memaL n IgSg
n ataSi'aof ^
I
T dh f b d î h a d a ^ Nabi, Nabi t i d a Î T e 9
ngatalkan apa-apa, sedang Nabi sendiri tidak suka memakannja.
Begitu djuga pernah terdjadi Nabi membiarkan wanita Islam keluar dari rumah, berdjalan di djalan umum mendatangi mesdjid.
untuk mendengarkan dhuthbah jang diutjapkan seorang chatib.
Suatu matjam Sunnah lagi bernama Sunnah Hammijah, jaitu
sesuatu pekerdjaan jang ditjita-tjitakan atau diingini oleh Nabi
akan dikerdjakannija, tetapi tidak sampai dilaksanakannya karena
terburu wafat. Misalnja Nabi pernah bersabda, bahwa ia tahun
depan akan berpuasa pada tanggal sembilan bulan Asjura (Muharram), tapi ia wafat sebelumnja. Pekerdjaan ini boleh kita kerdjakan pula sebagai Sunnah.
Terachir ada Suntnah jang disebut Sunnah Tarkijah, jaitu
mengenai segala perbuatan dan perkataan jang tidak disukai Nabi
dan ditinggalkannja. Djika kitapun meninggalkan hal jang demikian itu, maka pekerdjaan kita termasuk Sunnah, jang diberi pahala apabila kita tinggalkan menurut djedjak Nabi, dan beroleh
dosa jang setimpal dengan perbuatan itu. manakala kita mengerdjakannja.
,
Batja H. Moenawar Chalil, "Kembali kepada Al-Qur an dan
As-Sunnah", Djakarta, 1956, hal. 194-204.
27
I 'i
28
V. TARIF SUNNAH.
Sunnah itu berarti dalam pengertian bahasa biasa perdjalanan, baik perdjalanan jang terpudji maupun jang tertjela. Sebuah
Hadis Nabi jang diriwajatkan oleh Muslim mengenai pengertian
sematjam ini berbunji: "Barang siapa membuait suatu perdjalanan
(sanna sunnatan) jang baik, pahalanja kembali kepadanja dan kepada orang jang mengamalkan sampai hari kiamat, dan barang
siapa membuat suatu perdjalanan jang buruk, maka dosanja kembali kepadanja dan kepada orang jang imengamalkannja sampai
i u kiamat". Dalam sebuah Hadis jang lain jang diriwajatkan
oleh Buchari dan Muslim, pernah Nabi mengatakan : "Hendaklah
engkau mengikuti perdjalanan (litattabi'-anna sunanan) orang 2
sebelum kamu sedjengkal demi sedjengkal dan sehasta demi sehasta".
< Arti Sunnah dalam istilah ulama-ulama Hadis jaitu : Apa jang
n Nabi daripada utjapannja, perbuatannja, penetapannja, kelakuan pribadinja, achlaknja dan riwajatnja, baik terdapat
jang demikian itu sebelum ia diangkat mendjadi Nabi atau sesudah itu, sebagaimana jang pernah ditulis oleh Al-Qasimi atau
oleh Sjeich Thahir Al-Djazairi, jang pertama ditjetak di Damaskus dan jang kedua ditjetak di Mesir. Sunnah jang berarti demikian itu kadang-kadang disamakan pengertiannja dengan AlHadis.
Tetapi arti Sunnah dalam istilah ulama-ulama Usul ialah apa
jang diutjapkan, diperbuat atau ditetapkan oleh Nabi Muhammad
Kadang-kadang diartikan Sunnah itu sesuatu perkara jang
berdasarkan dalil sjara', jaitu ada keterangan dalam Qur'an, ada
keterangan dari Nabi atau ada keterangan jang merupakan-'idjtihad daripada sahabat, karena Nabi Pernah mengatakan. : "Turutlah Sunnahku dan Sunnah Chalifahku jang bidjàksana sesudah
aku" (Abu Dawud dan Tarmizi).
Adapun ta'rif Sunnah menurut ahli Fiqh ialah sesuatu jang
sudah tetap mengenai Nabi selain dari pada jang fardhu dan wadjib. Selandjutnja Sunnah ini diartikan menurut istilah ulama fiqh
sesuatu jang djika dikerdjakan mendapat pahala dan djika ditinggalkan tidak berdosa. Sunnah termasuk kedalaim ukuran hukum
fiqh jang lima, jang dinamakan al-ahkamul-chamsah, jaitu wadjib,
perbuatan jang kalau dikerdjakan mendapat pahala dan djika ditinggalkan mendapat dosa, sunnah atau sunat, perbuatan jang kalau dikerdjakan diberi pahala, djika ditinggalkan tidak berdosa,
mubah atau djaiz, perbuatan jang boleh dikerdjakan dan boleh ditinggalkan, makruh, perbuatan jang kalau dikerdjakan tidak me29
ngapa, tapi 'kalau ditinggalkan mendapat pahala, dan haram, jaitu
perbuatan jang kalau dikerdjakan berdosa dan djika ditinggalkan
beroleh pahala.
Ta'rif jang lain mengenai Sunmah ialah apa jantg bertentangan dengan bid'ah, sesuatu pekerdjaan jang tidaik dikerdjakan Nabi, tidak diungkapkan atau dübenarkannja, jang bersifat agama.
Perbedaan pengertian dalam istilah-istilah tersebut bergantung kepada tudjuan jang dihadapi oleh ulama-ulama jang aneka
ragam dalam bidang ihnunja masing-masing.
Adpun ulama-ulama Hadis hanja membahas sesuatu jang diperolehnja mengenai Rasulullah, jang oleh Tuhan telah dinjatakan mendjadi tjointoh dan ikutan bagi manusia. Mereka mentjatat
apa jang berhubungan dengan perdjalanannja, budi pekertimja,
sifat-sifatnija, beritanja, perkataannja dan perbuaitannja, baik tjatatannja diakui dan disahkan menurut hukum sjara' atau tidak.
Ulama-Ulama Usul menindjau Rasulullah sebagai seorang
jang membuat sjari'at dan meletakkan dasar-dasar bagi mudjtahid sesudähnja serta tuntunan hidup bagi «manusia seluruihnja.
Maka mereka lalu mengumpulkan utjapam-utjapan jang pernah dikeluarkannja, perbuatan jang pernah dilakukannja, dan penetapan
jang pernah dilihat orang dalam sesuatu perkara. Mereka mengambil bahan-bahan itu untuk menetapkan sesuatu hukum atau menguat'kannja.
Dalam pada itu ulama-ulama fiqh berusaha sekuat-kuatnja
untuk membimbing manusia djangan keluar dari perbuatan Nabidengan berpedoman kepada hukum sjara'. Mereka membahas hukum sjara' itu dengan melihat kepada perbuatan manusia, sehingga terbahagilah kepada jang wadjib, jang haram, jang harus, dlls.
Kita ketahui bahwa sahabat-sahabat dalam masa Rasulullah
hanja mengambil hukum sjara' dari Al-Qur'an, jang disampaikan
kepadanja oleh Rasulullah sebagai wahju Tuhan. Ajat-ajat AlQur'an jang sangat banjak itu aneka ragam tjoraknja, ada jang
mengandung pengertian setjara umum, ada jang sudah bersifat
terperinltiji, ada jang absolut (mutlak) dan ada jang relatif (muqajjad).
Perintah mengenai sembahjang misalnja datang dalam bentuk
umum dan garis besar. Dalam Qur'an tidak diterangkan djumlah
raka'atnja, tjaranija, waktunja, dsb. Begitu djuga perintah mengeluarkan zakalt datang setjara mutlak, tidak terpermtji dan tidak
disebut batas^batasaja nisabnja, waktunja, sjaratnja dsb. Demikian kita lihat banjak hukum-hukum fang tidak dapat dilaksanakan dengan tidak ada penerangan dan keterangan jang lebih luas,
jang bertali dengan sjarat-sjarat, rukun-rukun dan segala apa jang
dapat merusakkannja.
Dengan pendjelasam diatas ini tidaklah mungkin kita mengetahui hukum-hukum jamig diturunkan Tuhan dalam Qur'an itu setjara baik, terperinttji dan djelas, djika kita tidak kembali kepada
30
Sunnah Rasulullah. Sebagaimana kita tidak dapat memahami dengan baik sesuatu undang-undang dengan tidak ada pendjelasan
lebih landjut (memorie van toelichting), begitulah keadaannja
dengan ajat-ajat dalam Al-Qur'an tidak dapat dipahami dan dilaksanakan dengan tidak ada keterangan lebih landjut jang mend jelaskan maksud dan tjara melaksanakaninja.
Beflitu djuga ada haWoal jang tidak disebut dalam Al-Qur'an
tetapi disampaikan atau dilakukan oleh Nabi dengan petundjuk
Tuhannja, untuk menjempurnakan pelaksanaan hukum Allah itu
guna kebahagiaan manusia.
Bahwa Rasulullah berhak menerangkan lebih landjut penger
tian-pengertian jang pelik dan terperinitji dari pada ajat-ajat AlQur'an, djelas dapat kita batja dalam banjak tempat dalam kitab
sutji itu. Dalam Surat An-Nahil. ajat 44, terdapat firman Tuhan :
"Kami turunkan kepadamu Qur'an ini, untuk kamu djelaskan lebih
landjut kepada manusia apa (maksud) jang diturunkan kepada me
reka, moga-moga mereka berfikir". Dalam Surat An-Nahl djuga,
ajat 64. Tuhan memberi häk kepada Nabi untuk menjingkirkan
salah faham dalam sesuatu pengertian dengan firmannja : "Kami
tidak turunkan kitab Qur'an ini kepadamu melainkan (dengan
maksud) untuk memberi pendjelasan bagi mereka jang berselisih
faham tentang pengentiianraja, agar mendjadi pertundjuk dan rahmat bagi orang-orang jang beriman". Dalam ajat 164 dari Surat
Al-Imran, Tuhan berfirman: "Sesungguhnja Allah telah menurunkan kurnianja kepada orang-orang jang beriman, dikala Tuhan
mengangkat untuk mereka seorang Rasul jang membatjakan kepada mereka ajat-ajatnja, mengadjarkan kitab dan hikmah, meskipun mereka sebelummja berada dalam kesesatan". Dan banjak
lagi ajat-ajat lain dari Al-Qur'an jang menundjukkan dengan terang, bahwa kepada Nabi djuga diperintahkan untuk memperdje'as dan memperluasikan perintah-perintah dan larangan Tuhan itu
dengan hikmah jang lebih terperintjf.
Oleh karena itu kebanjakan ulama menetapkan bahwa jang
dimaksud dengan hikmah atau kebidjaksanaan Rasulullah dalam
Al-Qur'an itu sesuatu jang lain dari pada Al-Qur'an„ j,aitu kurnia
jang diberikan Tuhan kepadanja mengenai rahasia agamanja dan
hukum sja'riatnja, dan inilah jang dimaksudkan oleh ulama-ulama
jang banjak itu (djumhur) dengan nama Sunnah Rasulullah.
Imam Sjafi'i memberi tafsir jang luas dalam Risalahnj,a (hal.
78), djuga dengan mengambil faham-faham ulama-ulama jang lain,
bahwa jang dimaksudkan Tuhan dalam Al-Qur'an dengan perkataan al-hikmah itu ialah Sunnah dan mengambil kesimpulan,
bahwa Al-Qur'an dan Sunnah sama wadjib ditha'ati dan diimani.
Batja lebih landjut Dr. Musthafa As-Siba'i "As-Sunnah wa makanatuha fit tasjri'il Islami" (Cairo, 1961).
31
32
VI.
ISTILAH AHLI S U N N A H W A L DJAMA'AH.
Dalam istilah Ahli Sunnah wal Djama'ah kita dapati dua perkataan jang perlu didjelaskan untuk menghindarkan salah paham,
jaitu perkataan Sunnah dan Djama'ah. Dimuka ini sudah kita
terangkan ta'rif Sunnah menurut istilah bermatjam-matjam aliran
dan djuga apa lebih landjut jang dimaksudkan dalam Sunnah itu.
Bahwa istilah Ahli Sunnah wal Djama'ah lahir atas minat AlAsj'ari jarig mempersatukan ulama-ulama Ahli Hadis dan Ahli
Ra'if dalam suatu ikatan untuk menentang pendirian Mu'tazilah.
jang dalam sesuatu hukum lebih mendahulukan akal daripada nash
djuga djelas dalam sedjarah fiqh.
Sekarang hendak kita tjoba mentjari sebab mengapa ikatan
ulama itu »memilih nama Ahli Sunnah wal Djama'ah dan tidak
suatu istilah jang lain?
Kita ketahui banjak sekali hadis-hadis jang mengandjurkan
berpegang kepada Sunnah dan hadis-hadis jang mentjela mereka
jang meninggalkan atau menjalani Sunnah itu. Sitti Aisjah pernah
meriwajatkan, bahwa diantana enam matjam laknat jang diturunkan Tuhan kepada seseorang ialah orang jang meninggalkan Sunnah
Nabi (Turmuzi dan Hakim). Menurut Djabir Nabi pernah berkata
"Aku diutus dengan agama jang lurus lagi ringan, dan barang
siapa menjalahi akan Sunnahku, ia tidak termasuk umatku" (riwajat Al-Chatib). Dalam hadis jang lain jang diriwajatkan oleh
U m a r Rasulullah tegas mengatakan : "Barang siapa memegang
kepada Sunnahku, ia termasuk umatku dan barang siapa tidak
suka kepada Sunnahku, maka ia tidak termasuk umatku" (Riwajat
Ibn Asakir).
Sitti Aisjah pernah mengatakan bahwa Rasulullah ada mengatakan : "Barang siapa berpegang teguh kepada Sunnahku masuk sorga" (riwajat Ad-Daraquthni).
Djuga Anas bin Malik pernah meriwajatkan sebuah hadis
Rasulullah jang berbunji: „Barang siapa jang menghidupkan Sunnahku, ia mentjintai daku, dan barang siapa mentjintai daku ia
akan bersama aku kedalam sorga" (riwajat As-Sindi). Selandjutnja At-Turmuzi pennah meriwajatkan sebuah hadis dari Abu Sa'id
Al-Chudri, dimana Rasulullah berkata demikian : „Barang siapa
makan makanan jang baik, beramal dalam garis-garis Sunnah, sehingga manusia selamat dari pada kedjahatannja, pasti ia masuk
sorga."
Kata Rasulullah: „Amal perbuatan sedikit tetapi dalam garis
Sunnah, adalah lebih baik dari pada amal perbuatan jang banjak
33
J ' S J«n9 5^ if , at bid>'h"- H a d i s i t u diriwajatkan oleh Abu
Hura rah dan disiarkan oleh Ar-Rafi'i. Menurut Ibn Katsir bin
°Ieh ^
RasuSah btr 9 KH mana Ra diriWaJatkan
Pa
ra
^ ** » « ^
S
S
Ä
?
° t T , f - g h i d u p k a n sesuatu Sunnah
d a n bunnanku dika a Sunnah itu dilenjapkan orang sesudah wafatku baginja disediakan pahala sebagaimana pahala jang diberi
djah)
° r a n 9 i a n 9 m e n 9erdjakannja" (At-Turmuzi, Ibn MaI a n a s 1 u î a i , h b a n j a k ^ . . ^ ^ a d b lain, baik langsung atau t a k
langsung, jang m emudj: orang memegang kepada Sunnah dan
rnenghidupkannja mentjela dan mengutuk mereka jang m e n L c S
kan Sunnah itu dan merusakkannja.
"
Sahabat-sahabatpun banjak memberi peringatan, ag,ar Sunnahrtudjangan ditinggalkan. Ibn Mas'ud misalnjaT pernah beriStal u h a a tidak akan menerima sesuatu utjapan, ketjuali djika di
serta! dengan amal perbuatan, tidak menerima sesuatu amal perbuatan ketjuali jang disertai dengan niat, dan Tuhan tidak akan
menerima utjapan, amal perbuatan dan niat, ketjuali djika semua
itu sesu a i dengan kitab Allah dan Sunnah Nabi". Ka an j a pula
Sederhana dalam Sunnah itu lebih baik daripada b a n j a k t e r i S l
S d a o l " 1 b l d a \ D j U 9 a U b a i b : n K a ' a b P £ m a h -engeluaîkan
pendapatnja »jang hampir sematjam itu. Batja lebih landjut ten-
s i s i r te^jSK0 "KMi *>- AI-««!» <*-
^ ; K : , S e l U d a h k i t a mAef9,eta,hui a I a s a n - a l a s a n mengapa ulama-ulama
J b a w a h pimpinan Al-Asj a n memilih perkataan Sunnah, sekarang
mar.lah kita lihat pula sumber-sumber hadis jang mengutamakan
agar umat Islam selalu hidup dalam musjawarah, L l a m ^ s a t u a "
dan mengambil ukuran kebenaran dari sesuatu pendirian jaitu
suara terbanjak atau djama'ah. Perkataan djama'ah ini terdapat
dalam beberapa hadis, dimana Rasulullah menggambarkan, bahwa
sesudah ia wafat umat Islam akan berpetjah dalam tudjuh puluh
tiga golongan, tudjuh puluh dua golongan akan masuk neraka dan
S
Ïamaïh"
9 o l o n 9 a n i t u J a n g masuk sorga, jaitu golongan
*/r S e l e n , 9 ! C a p n i a h a d i s J a n 9 d i «wajatkan oleh Abu Daud dari
Mu awijah bin Abi Sufjan, berbunji demikian: „Ketahuilah, bahwa
umat sebelum kami dari ahli kitab bertjerai berai dan terbagi atas
tudjuh puluh dua aliran agama. Dan umat M (umat Islam) akan
petjah belah pula atas tudjuh puluh tiga golongan, tudjuh puluh
Jua dan padan ja masuk kedalam neraka dan sebuah qolonqan sadj,a masuk kedalam sorga, jaitu djama'ah".
A c 1 ]? ¥, aC ! j f h d , U 9 a a d a m e r i w a j a t k a n sebuah Hadis Nabi dari
Demi
Aut bin Malik, bahwa Nabi s.a.w. pernah bersabda: "
1 uhan jahg menguasai diri Muhammad, sungguh-sungguh umatku akan petjah belah atas tudjuh puluh tiga golongan, satu golongan masuk kedalam sorga, sedang tudjuh puluh dua jang lain
34
-
masuk kedalam neraka". Tatkala sahabat bertanja kepadanja, golongan manakah jang masuk sorga, Nabi mendjawab : „Golongan
ijang berpegang kepada djama'ah".
Meskipun mengenai penafsiran djama'ah ini, terdapat perbedaan paham, ddantara ulama, karena ada jang mengatakan bahwa
maksud djama'ah itu djama'ah sahabat, tetapi tidak kurang banjaknja utama jang menafsirkan pula, bahwa maksud itu ialah pendapat umum jang terbamjak ddantara umat Islam sepandjang masa
sedjak dari Nabi. Nabi selalu menundjukkan tjontoh-tjontoh, dalami tjonttoh-tjontoh mana ia mengutam'akan' orang berpendirian ke
pada pendapat umat jang terbanjak atau djama'ah.
H. Moenawar Chalil dalam kitabnja.: „Kembali kepada À1Qur'an dan As-Sunnah" (Djakarta, 1956), berkata, bahwa kalau
kita kembali kepada pengertian bahasa, arti djama'ah itu ialah him
punan orang banjak. Dengan arti ini maka orang dapat memahami, bahwa golongan jang akan selamat dari neraka itu ialah golongan orang beragama jang terbanjak. Akan tetapi katanja, kalau
kita kembali kepada bunji hadis jang diriwajatkan oleh Turmuzi.
jang menerangkan bahwa golongan jang masuk kedalam sorga itu
ialah golongan jang mengikuti Sunnäh Nabi dan sahabat, maka
kita mendapat suatu pengertian, bahwa jang dikehendaki dengan
kata "djama'ah" itu ialah golongan orang banjak dari para sahabat
Nabi, jang mereka itu adalah orang-orang jang benar-benar mengikuti Sunnah Nabi. Dengan arti ini maka golongan jang akan
selamat dari neraka itu ialah golongan orang jang dalam beragama
»elalu menurut Sunnah Nabi s.a.w., jang pernah diterangkan dan
ditjontohkan oleh p a r a sahabatnja dimasa itu, atau dengan perkataan lain "jang mengikut djama'ah para sahabat Nabi". Demikianlah pendapat H. Moenawar Chalil jang lebih djauh untuk menguatkan alasannja mengemukakan pendapat As-Sindi, jang menga
takan, bahwa jang dimaksudkan dengan djama'ah ialah "orang
orang jang sesuai kepada djama'ah sahabat jang sama memegang
kepada kepertjajaan mereka dan pendapat mereka" (hal. 139).
H. Moenawar Chalil djuga menjebut beberapa pendapat sahabat dan tabi'in mengenai arti perkataan djama'ah, dalam satu
uraian lengkap dalam kitab tersebut, bab ke-III. hal. 329-358.
Ibn. Mas'ud pernah menerangkan : "Barang siapa ingin berdiri
diatas kebenaran, maka tempat itu ialah djama'ah, meskipun ia
tersendiri adanja". Kepada Amar bin Maimun, Ibn Mas'ud pernah
menerangkan, bahwa sesungguhnja lawan djama'ah itu ialah
orang-orang jang berpisah aneninggalkani djama'ah. Adapun djama'ah itu adalah barang siapa jang bersesuaian dengan kebenaran,
walaupun terpaksa dalam keadaan tersendiri. Banjak utjapan Ibn
Mas'ud jang menerangkan, bahwa jang dimaksudkan dengan dja
ma'ah adalah djama'ah sahabat, pendirian sesuatu jang sesuai dengan Kitab Allah dan Sunnah Nabi, djadi bukanlah hanja suara
orang banjak semata-mata, jang menurut Ibn Mas'ud dapat djuga
3S
membawa kepada kesalahan atau kesesatan. Nu'aim bin Haimmad
dalam mendjelaskan arti djama'ah, berkata demikian : „Apabila
djama'ah telah rusak (maksudnja masjaraikat umum), maka hendaklah kamu mengikuti jang hak, meskipun tersendiri, karena jang
hak itu pada hakikatnja adalah djama'ah jang tumbuh dalam masaraasa pertama, dengan tidak memperhatikan orang banjak ada jang
Berpendapat lain".
Abu Sjamah dalam kitabnja Al-Baits mendjelaskan perkataan
*.tu demikian: „Memang telah mendjadi perintah menjuruh mengikuti djama'ah. Maka jang dikehendaki dengan perintah itu ialah
mengikuti hak, meskipun orang jang mengikuti itu sedikit dan jang
menjalahi banijak, karena jang hak itu ialah pendirian djamai'ah
masa Nabi".
Makaterdjadilah orang memilih istilah "Ahlus Sunnah wal
Djama'ah", jang mengandung dua tudjuan, jaitu mempertahankan
Sunnah dan mempertahankan Djama'ah, baik djama'ah itu berarti
djama'ah para sahabat, atau djama'ah para ulama ahli tauhid dan
fiqh dengan berpedoman kepada sumber-sumber hukum masa
Nabi dan sahabat, jang harus lebih didahulukan daripada akal pikiran manusia. Mereka tidak mengambil perkataan djamhur, jang
berarti djuga orang banjak, karena perkataan ini dapat diregang
begitu luas. kadang-kadang sampai bertentangan dengan nash dari
Qur'an dan Sunnah.
Apa maksud Nabi dengan utjapannja: "Sesungguhnja umatku
tidak akan dapat berkumpul berdjama'ah atas kesesatan, maka
apabila kamu melihat ada perselisihan, hendaklah kamu menjebeIah kepada golongan sawadul a'zaimi (golongan terbanjak)"?
Hal inipun mendjadi pokok perbedaan paham. Disamping
ulama-ulama berpendapat bahwa memang jang dimaksudkan dengan sawadul a'zam ialah himpunan manusia jang terbanjak, meskipun dalam perkara-perkara Islam jang hanja mengenai persoalan
duniawi, tetapi ada ulama-ulama jang mempertahankan bahwa
maksud sawadul a'zam itu ialah orang jang terbanjak dalam kalangan Ahlus Sunnah wal Djama'ah. Banjak ulama-ulama besar
jang berpendirian demikian, diantaranja Sufjan Ats-Tsauri dan
Abu Hanifah. Mereka dalam utjapan jang hampir bersamaan menerangkan, bahwa jang dikehendaki dengan sawadul a'zam itu
ialah ulama-ulama dari Ahlus Sunnah wal Djama'ah, meskipun kurang banjak djumlahnja daripada mereka jang berpendapat lain
dari Ahlus Sunnah wal Djama'ah itu. Pendirian sematjam ini dikuatkan lagi oleh Ishak ibn Rahuwaih, dengan utjapannja "Djika
saja tanja kepada orang-orang jang bodoh, apakah maksud sawadul a'zam, mereka mendjawab himpunan (djama'ah) orang banjak.
Tetapi jang dimaksudkan dengan djama'ah itu sebenarnja adalah
mereka jang memegang teguh kepada djedjak Nabi dan perdjalan
an mereka jang mengikutnja. Itulah djama'ah jang sebenarnja".
Sangat sukar bagi kita untuk menerima seluruh paham alm.
36
H. Moenawar Chalil mengenai penafsirannja tentang djama'ah
dan sawadul a'zam, jang disamakannja sadja dengan Sunnah Nabi
dan Atsar sahabat, karena djika sama, untuk apa N a b i menggunakan dalam utjapannja perkataan-perkataan jang berlain-lainan
bunjinja.
Bagaimanapun djuga penggunaan istilah Ahlus Sunnah wal
Djama'ah sepandjang jang dapat kita peladjari dari sedjarah adalah lebih luas dan ditudjukan kepada suatu ikatan ulama-ulama
ilmu kalam dan ulama-ulama fiqh, imam-imam tafsir dan hadis
jang tergabung dalam ikatan tersebut untuk menghadapi serangan
serangan dari Mu'tazilah, Chawaridj dan Sji'ah dalam segala bentuk alirannja.
\
37
38
II.
SUNNAH DALAM MASA NABI.
39
40
VII. S U N N A H
DALAM
MASA
NABI.
Suinnah dalam masa Nabi 'belum ditulis, artintjla belum dibukukan setjara resmi. Jang diperintahkan Nabi mentjatat kepada sahalbat-sahabatnja ialaii wahju jang kemudian mendjadi Qur'an dan
ditulis atau ditjetak sebagai mashaf.
Tidak demikian halnija dengan Sunnah, meskipun Sunnah itu
sudah merupakan sumber hukum djluiga dalam masa Rasulullah.
Semua ahli sedjaraih sepakat mengatakan, bahwa setjara resmi
Sunnah itu belumlah dibukukan atau ditulis sebagaimana mentjatat Al-Qur'an itu. Rasulullah masih 'hidup dlitengah-tengah sahabatnya, selama dua puluh tiga tahun lamanija orang dapat mendengar perkataannja, melihat perbuatannja dan, bertanja kepadanja, apa jang tidak diketahui dengan djelas. Masing-imaising sahabat mengetahui dan menjimpan dalam.ingatann ja. Djika adapun
sahabat jang mentjatat akan Sunnalh itu sedikit sekali dapat dihitung dengan djari. Kegiatan sahabat ditudjukam kepada menerima dan mempeladjari Al-Qur'an, menghafal dan. mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Perhaitiannija tertuimpahlkaini kepada batjaan dan isi mu'djizat Rasulullah jang abadi ini, dan tidak
ada hadjatnja mentjatat dengan niat mendjadi sebuah buku tebal
jang lengkap untuk tuntunan generasi jang akan datang.
Lain dari pada itu orang-orang Arab jang buta huruf lebih
suka mengingat dan menghafal, dan mengeluarkan kembali dalam
bentuk ajat-Bijàt Qu«'an jang pendek d'an surat-suratnja jam g
sederhana. Bagi mereka Qur'an itu lebih mudah disimpan dalam
dadanja daripada dalam kitab-kitab. Djika mereka membukukan
Sunnalh sebagaimana memlbulkulkan Qur'an dalam mashaf, Sunnah
Nabi jang sekian banjalknja dan sekian luas bidangnja, mengenai
utjapan dan amalnja sedjalk waktu keangkatannja mendjadi Rasul
sampai kepada wafatnja, alangkah besar peikerdjaan itu, harus
dihafal dan ditulis dalam kitab jang berdjilid-djilid. Maka terlantarlah Qur'an jang mendjadi pokok tuntunan, dan beittjamput
aduklah antara Qur'an dan Sunnalh, antara utjapan Nabi dengan
wahju Tuhan, seperti jang terdjadi dengan kitab-kitab sutji agama
lain. Hal ind akan membuka pintu bagi musuh-musuh Islam untuk
menjerang kesutjian Qur'an itu sebagai walhiju Tuhan dan mengatakan pada adhirnja, bahwa Q u r ' a n itu tidak lain dari pada karangan Muhammad belaka.
Inilah agaknja 'rahasia tidak membukukan Sunnah Nabi dalam
masa Rasulullah, Jang dapat kita paham dari Iarangannja. sebagaimana jang disampaikan oleh Muslim dari Abu Sa'id Al-Chudri:
„D jangan/la h kamu tulis daripadaku selain Qur'an, d'an barang
41
siapa ada menulis jang demikian itu, hendaklah dihapusnya".
Dr. Musthafa As-Siba'i "As-Sunnah wa Makanatuha fit Tasj
ri'il Islam':" (Cairo, 1961 ) menerangkan, bahwa hal tersebut diatas
tidaklah mengatakan atau mentjegah orang menulis sesuatu mengenai Sunnah, tidak membukukan setjara resmi sebagaimana
jang terdjadi dengan Al-Qur'an, tetapi ada Ifijeritera jang benar
dari sahabat (atsar) menulndjukkan, bahwa memang ada orang
menulis sesuatu tentang Sunnah dalam masa Nabi. Buchari meriwajatkan dari Abu Hurairah. bahwa Nabi pernah mendjatuhkan
sesuatu hukum dikala Bani Chuza'ah membalas pembunuhan dari
seorang Bani Laite pada tahun Fatah Mekkah dan melarang pembunuhan sematjam itu di Mekkah karena Tuhalm tidak menjukainja. Seorang dari Jaman berkata kepada Nabi: "Ja Rasulullah l'
Tuliskan untukku hukum itu". Rasulullah lalu berkata : „Tulislah
apa (jang kukatakan .itu untuk Abu Sjah!" (As-Sunnah, hal. 72).
_ Kemudian kita ketahui pula, bahwa Rasulullah pernah memerintahkan menulis surat dalam zamannja kepada radja-radja d:~
Djazirah Arab dan sekitamja, mengadjak masuk Islam. Begitu
djuga pernah diberikan surat perintah kepada sahalbataija, jang
tidak boleh dibuka sebelum melewati sesuatu perbatasan.
Semua jang tersebut diatas itu menundjukkan bahwa larangan
Nabi menulis Sunnah bukanlah suatu larangan jang mutlak, hanja
sekedar peringatan agar djamgiato sampai bertjampur aduk anitiara
utjapannja, apa jang disampaikan sebagai wahju dan apa jang
disampaikan sebagai 'buah pendapatnja sendiri.
Selandjutmja dapat kita tjeriteralkan bahwa setengah sahabat
Nabi memang mempunjai buku dimana ia chusus mentljatat apa
apa jang didengar dari mulut Rasulullah, inisainja Abdullah bin
Amr bin Ash. Abdullah bin Amr bin Ash ini mempunjai sebuah
buku tjatatan atau sulhuf, jang diberi bernama Ash-Shadiqah.
Ahmad dan Baihaqi mentjeriterakan dalam kitafanja Al-Madchal,
bahwa Abu Hurairah pernah berkata : ,.Tidak ada seorangpun jang
lebih mengetahui tenWang Hadis Rasulullah dari p a d a ' a k u , ketjuali Abdullalh bin Amr. Ia menlfjjatat dan aku tidak mentjatat".
Utjapan in:. dikeluarkan, karena ada sahabat jang melihat kitab
tjatatan Abdullah bin Amr itu. Sahabat-sahabat iittu lalu berkata :
.JCamu menulfe apa jang djutjapkan Rasulullah, sedang Rasulullah
marah, apa jang termasuk sjara' umum djangan ditulis". Ihn Amr
lalu bertanja kepada Rasulullah, dan Nabi mengatakan : „Tulislah
apa jang engkau dengar dari aku, demi Allah jang mendjadikan
diriku, tidak ada sesuatupun jang keluar dam mulutku melainkan
benar" (Ibn Abdul Bar, Djami'u Bajanil 'Ilm, 1:76).
Tidak dapat disangkal, bahwa Ali bin Abi Thalilb dalam masa
Nabi sudah men'jiimpan beberapa lembar tjatatan, diantaranja
mengenai hukum dijat. Penjimpanan Ali ini dibenarkan oleh kitabkitab Sji'ah, jang mentjeriterakan., bahwa memang ada Rasulullah
pada beberapa ajat Qur'an jnemeiïmitlahkan Ali membuat tjatatan42
^^^i^^^^*^mmm*mmmm
nja. Pada aohimja kita batija dalam kitab As-Suinnah, karangan
Siba'i. jang dipetik dari 'kitab „Nafsul Masdar war Riaqam", bahwa Nabi pernah memerintahkan menulis surat kepada buruhnja,
berisi keterangan tentang nisab zakat onta dan kambing.
Dengan adanja persoalani-persoalan tersebut diatas timbullah
perbedaanifaham diantara ulama Hadis, apakah menulis atau mentjatat Hadis dalam masa Nabi itu dilarang atau dibolehkan. Jang
terbanjak diantara Ulama itu berpendapat, bahwa larangan membukukan Sunnah itu sudah ditjabut (mansuch) dengan adanja
persetudjuan Nabi sebagaimana jang sudah kita terangkan. Mereka jang menganggap larangan itu masih berlaku ketika itu djuga
menafsirkan, bahwa larangan tersebut chusus ditudjukan kepada
orang-orang jang tidak dipertjajai dan dapat berbuat salah atau
mentjampur adukkan antara Qur'an dan Sunnah.
Izin menulis dikuatkan lagi oleh sebuah tjeritera jang diriwajatkan Buchari dari Ibn Abbas bahwa tatkala Nabi sakit 'keras per
nah berkata : „Bawa kemari kertas, aku akan menuliskan untukmu
sesuatu agar kamu tidak tersesat dihelakangku". Tetapi Umar
Hidak memberikan kertas jang diminta itu dengan alasan, bahwa
Nabi tidak ingat lagi akan dirinja karena sakit. Semua itu imenun
djukkan, bahwa sementara mula pertama dilarang pada-achirnja
diizinkan, sebaliknja dari pendapat Rasjid Ridha mula-mula diperbolehkan dan kemudian ditjabut izin itu dengan larangan (madjalah Al-Manar, X: 10).
43
\m
44
^^^^^-i^^^*^mmmmmm
VIII. P E N J I A R A N S U N N A H HARI
PERTAMA.
Sahabat-sahabat Nabi giat sekali menjiarkan dan menjampaikan kepada umat sekitannja apa jang didengar dari pädia Nabi
dan apa jang dilihat Nabi perbuat. Mereka menganggap penjiaran
Sunnah itu suatu amal tabligh jang mendjadi kewadjibannja dalam
rangka mempropagandakan Islam sebagai tuntunan hidup jang
terbaik. Dimasa hidupnja Nabi pernah berkata : „Tuhan memberi
kemenangan kepada manusia jang mendengar perkataanku, menghafalmija, memeliharanja dani melaksanakannja sebagaimana jang
didengannja" (Zaid 'bin Tsabit — Abu Dawud, Turmuzi). Banjak
Hadis jang maksudnja sematjam itu. Dalam sebuah Hadis jang
diriwajatkan dari Abi Baikrah Rasulullah berkata : „Hendaklah
kamu ja,ng hadir ini menjampaikan adjaranku kepada jang tidak
hadir". Dengan andjuraincandjuran ini sahabat-sahabat tidak merasa letih bekerdja dalam menjiarkan Sunnah Nabi itu kian kemari,
dan dalam penjiaran itu mereka berlaku sangat djudjur, tidak melebihi dan mengurangi daripada apa jang didengarnja, karena
Nabi berpesan : „Seorang manusia dianggap sudah tjukup berbuat
dosa, djika ia berbitjaira tentang segala apa jang didengarnja"
(Muslim dari Abu Hurairah).
Dengan berbekal kejakinan ini berdjalanlah sahabat-sahabat
itu menjampaikan amanat Rasulnja bertebaran keseluruh kota, dan
dengan demikian mereka memberikan bantuan jang tidak sedikit
kepada imuridLmuiridlnja jang dinamakan Tabi'in jang mereka kund'lungi dim an a-nian a. Tabi'in itu dalam gilirannja menerima Ha'disHadis itu untuk disampaikan kepada orang-orang lain, jang didatangi ketempat-tempat jang djauh-djauh dengan segala kesukaran.
Dengan demikian pula tersiarlah Sunnah dan Hadis itu kepada
seluruh umat Islam umum.
Ada dua matjam tjara Sahabat-sahabat Nabi menjampaikan
Sunnah. Pertama jang tidak banjak berbitijara tentang itu, ketjuali
k a ^ u sudah sangat perlu daln. mengetahui betul-betul bahwa sesuatu Hadis i*u sah dari Rasulullah. Sahabat jang sematijaim ini ml
salnja Zubair, Zaid bin Arqam dan Imrian bin Hussain.
Buchari mentjeriterakan dalam „Kitabul'Ilm" tentang Abdul
lah bin Zubair jang berkata kepada ajahnja : „Aku tidak pernah
mendengar engkau berbitjara tentang Rasulullah sebagaimana aku
mendengar orang-orang lain mengemukakan Hadis-Hadis itu".
Diawab ajahnja : „Adapun aku belum pernah berpisah dengan
Rasulullah. Tetapi aku mendengar ia berkata : Barang siapa berdusta terhadap aku, maka tempatoja dalam neraka.
Ditjeriterakan oleh Ibn Madjah dalam Suinannja, bahwa Zaid
45
bin Arqam pernah diminta orang : „Tundjukkan kami Hadis". Ia
mendjawab : „Kami sudah tua dan lupa, sedang Hadis Rasulullah
itu sangat sukar". Sa'id bin Sa'id berkata : „Aku pernah berdjalan
dengan Sa'ad bel Malik bersama-sama dari Medinah ke Mekkah.
Aku tidak mendengar ia mengutjapkan sebuah Hadis pun dari
Nabi". Amas bin Malik, djika ia mengutjapkan sebuah Hadis, selalu
diiringkannja dengan perkataan "atau sebagaimana katanja", karena takut ia terdjatuh 'kedalam kedustaan terhadap Nabi bila
lafadh Hadis itu tidak tepat.
Demikianlah hati-hatinja Sahabat Nabi, seperti Zubair dan
Zaid bin Arqam serta teman-temannja dalam menjampaikan Hadis.
Hadis Nabi, karena takut berbuat salah dalam mengutjapkan dan
menjampaikannja, baik mengenai lafadh atau ttudjuan. Mereka ini
dinamakan muqillin, sahabat jang sedikit dan sanqat hati-hati
mengeluarkan Hadis.
Sifat sematjam ini terdapat pada Umar ibn Chattab, ja,ng tidak
djuga suka befbitjara banjäk tentang Hadis dari pada Q u r a n
jang harus merupalkan pokok pengadjjaran bagi kaum Muslimin,
sudah djelas dan tidak Idapat diputar balikkan dalam hafalan dan
utjapan.
Sifat sematjam ini terdapat pada Umar ibn Chattab, jang mengatakan : „Pada suatu kali kami hendak pergi ke Iraq. Ikut bersama kami Umar ibn Chattab. Tatkala kami sampai ke Shirar ia ber,
wudhu' dan ia mentjutji anggota badannja dua-dua kali. Kemudian
ia bertanja: „Kamu tahu, mengapa aku berdjalan bersamamu?"
Mereka mendjawab : „Karena kami sahabat Rasulullah dan karena
rtu engkau berdjalan bersama 'kami". Umar b e r k a t a : „Kamu ini
akan mendatangi suatu negeri, dimana suara orang, membatja
Qur an seperti tawon. Maka dljanganlah kamu hentikan suara itu
dengan Hadis jang membangkang mereka. Perbaiki Qur'an dan
sed&itkan riwajat dari pada Rasulullah. Selamat djalan aku teman
mu . Maka tatkala Qarzah sampßi di Iraq, orang-orang sana
.meminta : „Sampaikan kepada kami sesuatu dari Hadis Rasulullah . Qarzah berkata : „Umar ibn Chattab melarang" (Djlami'u
Bafanil'Ilim, II: 120).
Tetapi djuga terdapat sahabat, jang dinamakan mukatsirln, jang
banjak meriwajatkan Hadis .dan berani menjampaikan segala sesuatu dari pada Rasulullah dengan djudjur dan karena mereka
menganggap penting. Abu Hurairah adalah tjontoh seorang sahabat jang dadanja pernah meluap-luap dengan pengetahuan tentang
Sunnah dan Hadis, sehingga umat Islam banjak sökali beroleh
chabar berita mengenai Rasulullah dan sedjarah Sunmah. Ia termasuk orang jang paling banjak mengetahui dan menghafal Hadis.
Nanti kita akan tjeriterakan kembali tentang Abu Hurairah ini,
karena kedudukannja dalam penjiaran Sunnah sangat penting
sekail.
Selain dari pada Abu Hui=airah jang banjak bertjeritera tentang
46
Hadis, kita sebutkan Abdullah ibn Amr, jang selalu menjampaikan Hadis dengan menggunakan kitab tjatatannja jang bernama
Ash-Shadiqah, dan Abdullah bin Abbas, jang sangat giat mengum
pulkan Hadis dari pada sahabat-sahabat besar dan kadang-kadang
mendatangi sahabat-sahabat itu kerumahnja. Ia berkata : „Pada
mula pertama kami gemar menjampaikan Hadis-Hadis setjara senu
barangan, tetapi tatkala banjak timbul kedustaan, kami tinggalkan
berhadis-hadis itu" (As-Sunnah, hal, 77).
Mungkin banjak sahabat-sahabat jang suka berbitjara tentang
Sunnah, tetapi dalam masa pemerintahan Chalifah Abu Bakar .dan
Umar, bilangan sahabat jang demilkian itu sedikit, karena dua
sebab, pertama perintah penelitian jang saksama tentang kebenar
an hadis, kedua mendorong umat Islam lebih dahulu mempeladjari Qur'an dari pada Sunnah, Pernah ditanjakan orang kepada
Abu Hurairah : „Apakah engkau pernah berbitjara tentang Hadis
setjara begini dalam masa Umar"? Djawabnja : „Djikalau aku ber
bitjara begini tentang Hadis dalam masa Umar seperti jang kusampaikan kepadamu sekarang, pasti ia akan memukul aku dengan
terompahnja".
D>r. Must'hafa As-Siba'i lalu mengemukakan dua pertanjaan me
ngenai pendirian Umar terhadap penjiaran Sunnah, jaitu :
l'. Pernahkah Umar memendjaratkan seseorang sahabat karena
banjak berbitjara tentang Hadis?.
2. Pernahkah sahabat diwadjibkan memenuhi sjarat-sjarat untuk
menerima chabar berita jang disampaikannja oleh seorang
sahabat pula?.
Siba'i mengemukakan tuduhan otnang bahwa Umar pernah me*
masukkan kedalam pendjara tiga orang sahabat besar, jaitu Ibn
Mas'ud, Abu Darda' dan Abu Zar, karena banjak berbitjara tentang Hadis, tetapi ia memberi uraian bahwa bal itu tidak mungkin terdjadi, karena ketiga-tiga orang itu adalah sahabat besar
jang sama kedudukannja dengan Umar dan tugasnja dalam menjiarkan agama Islam, baik di Iraq maupun di Sjam.
Ibn Mas'ud adalah seorang sahabat besar, seorang sahabat Nabi
jang disegani d'an jang sangat terkemuka dalam Islam. Ia mempunjai kedudukan chusus paida diri Umar. Hal ini kelihatan dalam
surat kepertjajaan Umar, tatkala mengirimnja 'ke Iraq, dengan kedudukannja sebagai wakil pribadi jang berkuasa penuh dari Chalifah Umar. Ia dikirimkan djuga untuk mengadjarkan agama dan
hukum, dan hukum itu diambil dari Al-Qur'an, jang tidak boleh
tidak pendjelasamnja harus ditjahari dari Sunnah Nabi.
Adapun Abu Zair dan Abu Darda' tidak dikenal banjak berbitjara tentang Sunnah tetapi banjak meriwajatkannja djika ditanja orang. Abu Darda' adalah guru umat Islam di Sjam, sedang
Ibn Mas'ud adalah guru agama Islam di Iraq. Bagaimana mungkin
Umar menghukumnja I
Apa jang disampaikan Abu Z a r dari pada Hadis Nabi merupa47
kan sebagian ketjil djika dibandingkan dengan apa jang dikemukakan oleh Abu Hurairah, sedang Abu Hurairah sedikit sekali
berbitjara tentang Hadis dalam masa Umar karena takut dan segan
kepada pendirian Umar.
Jang agak banjak berbitjara tentang Hadis dari pada sahabatsahabat itu adalah Ibn Abbas, Djabir bin Abdullah dan Ibn Mas'
ud. Memang ada terdjadi pada suatu kali, tatkala Abu Hurairah
banjak berbitjara. Umar bertanja kepadanja: „Apakah engkau beserta kami tatkala Rasulullah bersama kami?" Abu Hurairah mendjawab: „Ada hadir, dan Rasulullah berkata: Barang siapa berdusta terhadap aku dengan sengadja, akan disediakan tempat duduknja dalam neraka". Lalu Umar berkata: „Djika engkau sudah pernah dengar (utjapan Nabi itu, silahkan engkau berbitjara tentang
Sunnah dan Hadisnja".
Dalam mendjawab pertanjaan kedua, Siba'i memberikan beber
rapa tjontoh, jang meniundjukkan kepada kita, bahwa Chalifah Abu
Bakar, Umar dan AM meletakkan sjarat-sjarat jang berat bagi sahabat, jang (meriwajatkan Hadis. Mereka dapat menerima Hadis
jang diriwajatlkan oleh seorang sahabat salhadja (Hadis U h a d ) ,
karena sahabat-sahabat Nabi itu adalah orang-orang jang sangat
dapat dliipertjajai.
Dalam hal ini mari kita ambil tjontoh Abu Hurairah. Abu Hurairah adalah seorang sahabat besar, jang selalu berada dekat Nabi
dan oleh karena itu jang paling tahu tentang utjapan dan perbuatan Rasulullah. Abu Hurairah jang berasal dari Jaman dan jang
sebelum masuk Islam bernama Abdu S jams bin Shachar kemudian
ditukar dengan nama Abdur Rahman, adalah seorang miskin jang
berchidmat kepada Nabi siang malam dan pernah dido'akannja,
agar k u a t imgatannja. Meskipun pengarang-pengarang Barat seperti Goldzihr, mentjelanja sebagai pembikin-pembikin hadis, t e tapi hampir semua imam-ilmam Hadis memudjinja sebagai seorang
sahabat jang djudjur, dipertjajai dan sangat teliti dalam menjampaikan Hadis-Hadis Rasulullah, jang sangat banjak dihafalnja, sehingga tidak kurang dari delapan ratus orang jang meriwajatkan
Hadis dari padanjia.
Menurut Ibn Katsir dalam sedjarähnja, Abu Jasar anak Abu
Amir pernah bertjeritera demikian : Pada suatu hari kami berada
dirumah Thalhah bin Ubaidillah, tiba-tiba datang kesana seorang
laki-laki dan berkata : „Hai, Abu Muhammad. Demii Allah kami
tidak mengerti tentang orang Jamaln ini (miaksudnja Abu Hurairah), jang kelihatamnja lebih mengenal Rasulullah, dari pada kamu. Apakah ia bertjeritera mengenai Rasulullah, apa jang tidak dia
dengar atau tidak diutjapkan Nabi?" Thalhah mendjawab: „Demi
Allah, kami tidak menaruh sjak wasangka bahwa ia mendengar
dari Nabi, apa jang kami tidak dengar dan dia mengetahui apa
jang kami tidak tahu. Kami ini orang kaija-kaja, punja rumah dan
keluarga. Kami datangi Rasulullah sebentar pada siang hari, ke48
mudian kami pulang kembali. Sedang Abu Hurairah adalah seorang miskin, tidak pun ja harta benda dan tidak punja keluarga.
Dia hidup dari dan. bersama Rasulullah. Ia mengikut kemana Rasulullah pergi. Kami ini tidak sjak wasangka bahwa ia tahu apa
jang kami tidak tahu .dan ia mendengar apa jang kami tidak dengar", Kata Ibn Katsir, bahwa tjeritera ini disampaikan oleh Turmuzi dan teman-tema nn j a (Ibn Katsir, VIII : 109).
Bagaimana djudjurnja Abu Hurairah dapat kita ketahui dari
sebuah (tjeritera jang disampaikan' oleh Al-Walid bin Abdur Rahman, demikian :
Pada suatu hari Abu Hurairah mentjeriterakan sebuah Hadis
Nabi, jang berbunji : „Barang siapa mengikut djenazah seseorang,
ia akan mendapat pahala satu girath". Lalu Ibn Umar berkata :
„Hatii-hati berbitjara, hai Abu Hurairah. Engkau terlalu banjak
menghamburkan Hadis". Abu Hurairah lalu memegang tangan
Ibn Umar dan membawanja kepada Sitti Aisjah, seraja berkata :
„Tjewterakan kepadanja apa jang kau dengar dikatakan Rasulul*lah". Sitti Aisijah -membenarkan Abu Hurairah. Kemudian Abu
Hurairah berkata kepada Ibn Umar : „Hai Abdur Rahman, aku
selalu bersama Nabi tidak direpotkan oleh penggarapan wadi
atau kesibukan pasar". Ibn Umar lalu berkata : „Hai, Abu Hurairah, engkau lebih mengetahui tentang Rasulullah dari pada kami dan lebih banjak menghafal hadis dari pada kami". (Ibn Sa'ad.
Thabaqat, V I I : 363).
Dengan dua tjontoh diatas ini, kita ketahuilah bahwa Abu Hurairah adalah seorang jang sangat djudjur dalam meriwajatkan
Hadis. Begitu djuga sahabat-sahabat jang lain. Batja djuga AsSunnah wa makanatuha fit tasjri'il Islami, Cairo, 1961, mengenai
kedudukan Abu Hurairah dalam Sunmah, hal. 273-360.
49
50
IX. I L M U -
ILMU
HADIS.
Dalam mempeladjari Sulnnah Nabi ini, baik mengenai dirajah
n riwajah, banjak menghendaki ilmu pengetahuan. Abu Ab
dullah Al-Halkim menerangkan dalam risalahnja „ma'rifatu ulumil Hadis", ba'hwa tidalk (kurang dari lima puluh dua ilmu jang
harus diketahui untuk mempeladjari Sunnah Nabi dengan baik,
sedang Imam N a w a w i dalam kitabnja „At-Taqrib" menerangkan
sebanjak enam puluh lima ilmu jaing merupakan djembafcan unituk
mentjapai pengetahuan dan memahami Sunnah Nabi. Dibawah ini
kita sebutka.n sepintas lalu beberapa jang terpenting dari pada
ilmu-ilmu itu.
Pertama ialah jang dinamakan ilmu Ma'rifatu ShuduqM Muhaddisin, jang berisi uraian mengena: sifat-sifat kedjudjuran dari perawi Hadis, mengenai 'kupasan tentang kuat dan sah pokoknja,
dan apa jang bersangkut paut dengan sanad dll. Didalam ilmu ini
kita akan bertemu dengan djawaban^djawaban mengenai i'tiqad
orang jang meriwajatkan Hadis itu, iketerangan mengenai bid'ahbid'ah jang diperbuatnja, asal usul dan tjara mereka meriwajatkan
Hadis itu.
Ilmu jang lain ialah jang dinamakan Ma'rifatul Masanid, jang
berisi matjam-matjam pengetahuan mengenai sanad Hadis. Al-Hakim pema'h mengatallcan, baihwa ilmu ini penting sekali, karena
perbedaan pendapat ulama-ulama mengenai pemakaian sesuatu
Hadis mendjadi hudjdjah. Ilmu sanad ini membawa (kita mengetahui mata rantai riwajat berpuluh-puluh ulama sampai kepada T a bi'in. sahabat dan kepada- Nabi.
Disamping itu d'jiuga perlu kita ketalhui ilmu jang dinamakan
Ma'rifatul Mauqufat, untuk mengikuti bagaimana orang menetapkan sebuah hadis mauquf, Ihanija sampai kepada sahabat sadja.
Mempeladjari Sunnah tidak sempurna, djika tidak mengetahui
keadaan salhabat Nabi dan tinglkat-tingkat keutatmaannja pada
pandangan ulama Islam. Maka lahirlalh ilmu Ma'rifatul Shahabah,
jang pernah disebut oleh Al-Hakim dibahagi-bahagi sampai kepa
da dua belas tingkatan, dimulai dengan jang Islam di Mekkah sam
pai kepada merdka jang maisilh kanaik-Jkaina'k pada hari Fatah Mek
kah atau Hadji Widia'. Semua mereka disebutkan dalam ilmu ini,
baik sedjarab hidupnja, baik ikeahliannja, baik dekat atau djauhnja
dari pada Rasulullah, dan segala sifat-sifat jang lain mengenai
kepribadiannja, jang dapat membedakan antara satu dengan lain
sahabat dan dengan demikian nilai Hadis jang disampaikannjapun
dapat diketahui,
51
Lain dari pada itu ada pengetahuan chusus mengenai Hadis
Hadis jang mursal, Ma'rifatul Marasiil, Hadis-Hadis jang dinama
kan maathu', Ma'rifatul Munqathi' jang didalamnja disebutkan
banjalk keterangan mengenai sanad, seperti dalam sanad jang terdapat dua orang jang tidak dikenal dan tidak disebutkan nama
nja, jang didalam sanadnja disebutkan seorang jang tidak ternama
tetapi namaimja dikenal dari riwajat Hadis jang lain, dan dalam
sanadnja terdapat riwajat jang belum pernah didengar sebelum
sampai kepada Tabi'in. Ilmu-ilmu mengenai dan menilai HadisHadis, jang biasa dinamakan mu'an-'an, mu'dbal, shahih dan dha'if, masjhur dan gnarib meskipun dibahas setjara pandjang lebar
dalam ilmu Musthalah Hadis, tetapi terdapat dalam uraian-uraian
jang tersendiri dengn bermatjam-matjam pendapat ulama Hadis
tjara mengu'kurnija.
Diantara jang penting djuga ialah ilmu Ma'rifatut Tabi'in, se
matjam ilmu jang chusus ditudjukan untuk mengetahui kehidupan
Tabi'in, generasi jang berguru kepada sahabat-sahabat Nabi. Dalam ilmu ini dibahas hubungan antara Tabi'in dan sahabat-sahabat,
antara Tabi'in dan Tabi' Tabi'in dan seterusnja, jang dibagibagi atas tidak kurang daripada lima belas tingkat, dimulai dengan merrJta jang sepuluh orang, jang dapat dilihat Rasulullah,
seperti Said bin Musaijab, Qais bin Abi Hasjim, dan mereka jang
dibelakangnja jang dapat menemui Anas bin Malik dan ahli Basharah. Abdullah ibn Aufa dari ahli Kuffah, Sa'id bin Jazid dari
ahli Madinah, Abdullah ibnal Haris dan Djara' dari ahli Mesir,
dan 'Abu Usama'h Al-Bahili dari Sjam.
Orang mengumpulkan pula tentang anak-anak sahabat Nabi
dalam sebuah ilmu jang digolongkan kedalam Ma'rifatu Auliadis
Sahabah, jang dianggap orang paling banjak mengetahui tentang
orang tuanja. Jang lebih dahulu dibitjarakan ialah anak-anak keturunan dari Rasulullah, kemudaan anak-anak jang digelarkan dengan nama sahabat besar, anak-analk tabi'in dan anak-anak tabi'
tabi'in, dsb. Segala sesuatu baik jang bersangkut paut dengan
orang tuanja ditjatat daripada keterangan-keterangan jang diper
oleh dari pada anak-anak itu, begitu djuga mengenai apa jang
mereka ketahui daripada Hadis dan Sunnah Nabi.
Meskipun uraian-uraian mengenai persoalan jang diatas ini kadang-kadang dikumpulkan orang dalam sualtu ilmu jang dinama
kan penggolongannja dengan Kutubur Ridjal atau Ridjalul Hadis,
jang kadang-kadang kita dapati pada achir 'kitab-kitab Hadis,
tetapi pembitjaraan jang tersendiri tidak kurang bamjaknja dalam
bermatjam-matjam buku sebagai hasil penjelidi'kan ulama-ulama
Hadis.
Dalam ilmu jang dinamakan 'Ilmud Djarah wat Ta'dil dibitjara
kan terbanjak mengenai nilai-nilai Hadis dan sanadnja, djika ditolak ada alasannja dan djika diterima apa kekuramgao-kekurang
annja. Dengan mengetahui alasan-alasan penerimaannja dapatlah
52
dibagi Hadis-Hadis itu dalam bermatjam-matjam tingkatannya.
Ada sematjam ilmu Sunnah Fighul Hadis namanja jang didalamnja dikumpulkan chusus Hadis-Hadis jang mendjadi dasar-dasar
hukum sjari'at, j,ang kadang-kadang disebut djuga dengan nama
Hadisul Ahkam.'Pengumpulan Hadis sematjam ini dengan uraian
dan tafsir-tafsirnja banjak mendapat perhatian dari misalnja Ibn
Sjihab Az-Zuhri Abdur Rahman ibn Amr, Al-Auza'i. Abdullah
bin Al-Mubarak. Sufjan bin Ujainah, Ahmad bin Hanbal, dll.
Imam-imam mazhab itu sangat memerlukan pengetahuan Hadis
semaltijam ini untuk menetapkan hukum-hukum ibadat dan mu'a
malat dalam fiqh, sepandjang jang tidak djelas menurut Qur'an.
Djuga penting dalam mempeladjari Hadis mengetahui ilmu sebab-sebab Hadis itu diutjapkan Nabi, sematjam Asbabun Nuzul,
oagi Qur'an, ilmu mengenai masih terpakai atau tidak terpakai
lagi hukum jang terdapat dalam sesuatu Hadis, jang dinamakan
Ma'rifatu Nasich wal Mansuch, selandjutnja ilmu Hadis jang ber
tentangan, Ulumul Achbar ilmu tambahan lafadh, ilmu mengenai
mazhab-mazhab ulama Hadis dsb. jang banjak sekali djika kita
lebutkan satu persatu, apalagi tidak berguna dengan uraian jang
pandljang lebar melihat kepada sifatnja dari risalah ini.
Dalam kitab ini hanja kita batasi diri dengan segala sesuatu
fang berdjalan dalam kalangan Ahli Sunnah wal Djama'ah, tidak
kita singgung apa jang berlaku dalam kalangan Sji'ah dan Chawa
ridj, dalam kalangan Mu'tazilah dlan Mutakallimin. jang tentu
mempunjai tjorak-tjorafc dan tjara-tara tersendiri.
Ulama-ulama Hadis dan fiqh giat sekali menggali ilmu-ilmu ini
dan mengetahui sampai seketjil-Jketjilnija apa jang »erdjadi dengan
pribadi-—pribadi mereka jang pernah meriwajatkan Hadis, sebagaimana mereka mengetahui aliran—alirannja dan pertentangan
pahamnja satu sama lain, sehingga djika mereka menentukan nilai
sebuah Hadis memang sesudah melakukan penjelidikan jang luar
biasa seksamanja. Saja kagum imembatja kupasan mengenai perso
alan jang ketjil-ketjil, jang pernah dikemukakan oleh Siba'i dalam
kitabnija jang bernama As—-Sunnah wa makanatuha fit Tasjri'il
Islami (Mesir, 1961), dimama tertondjolkan kedepan tanggung dja
wab jang besar dari Imam-imam Hadis, terutama imam-imam jang
terkemuka dalam mazhab fiqh. Sajang saja tidak dapat banjak memetik persoalan dari kitab ini, karena jang punjanja M. Iskandar
Ishaq belum beberapa hari memindjamkan kitab itu kepada saja
sudah menjuruh mengambil kembali, sedang kitab sematjam ini tidak mudah terdapat di Indonesia, dan oleh karena itu pengetahuan
mengenai Sunnah atau mengenai pengertian Ahli Sunnah wal Dja
ma'ah sedikit sekali, terutama bagi mereka jang tidak dapat menguasai sesuatu partai jang sudah tertentu mazhabnja.
53
54
'IH
TADWINUS SUNNAH.
55
56
X. M E N G A P A HADIS D I K U M P U L K A N ?
Sunnah Nabi belum ditulis atau dibukukan dalam masa Nabi
sebagaimana orang menulis wahju jang diturunkan kepadanja dan
jang kemudian merupakan ajat-ajat Qur'an. Sunnah Nabi pada
masa itu hanja diketahui dan diingat oleh sahabat-sahabalfc, jang
kemudian disampaikan kepada Tabi'in. Meskipun demikian, tidak
dapat kita sangkal, bahwa banjak utjapan-utjapan Nabi jang ditulis
orang dalam masanja, dengan perkataan sudah ada ketika itu tad
winul hadis. Sampai masa sahabat masih sedikit sekali Sunnah itu
dibukukan atau ditulis orang, jang dalam sedjarah Islam terkena)
sebagai istilah tadwinus sunnah.
Orang menjampaikan sunnah itu dari mulut kemulut dimana
perlu ketika menafsirkan ajat-ajat Qur'an atau menerangkan se
u ibadah dan kelakuan Nabi.
Memang Chalifah Umar ibn Chattab pernah memikirkan akan
membukukan Sunnah Nabi, tetapi niat itu dibatalkan. Menurut
Baihaqi dalam kitabnja "Al-Madchal", Urwah bin Zubair pernah
jienerangkan, bahwa Umar bin Chattab berniat akan membukukan Sunnah-Sunnah Nabi dan memusjawaratkan hal itu dengan
sahabat-sahabat Nabi jang laini. Sebulan lamanja Umar beristicha
rah dan pada suatu pagi ia lalu mengambil kesimpulan dan berkata dihadapan sahabat-sahabat lain : „Sungguh aku berkehendak
akan menulis Sunnah, tetapi aku teringat akan sesuatu kaum agama jang berani menulis sebuah kitab sematjam itu, tetapi
kemudian mereka pegang kitab itu demikian rupa, sehingga mereka meninggalkan Kitab Allah. Demi Allah aku tidak akan men
fcjampuri Kitab Allah ini dengan sesuatu apapun djuga" (Djami'u
Bajanil"Ilm. I : 76).
Keputusan Umar ini sesuai dengan
kepentingan kaum Muslimin ketika itu. Qur'an itu adalah pokok jang terpenting. Umat
manusia baharu masuk Islam berbondong-bondong pada waktu
itu. Mereka harus dibimbing membatja, mempeladjari dan menghafal Qur'an, jang mendjadi azas i'tiqadnja dan karena itu Qur'an
itu harus dipelihara dari pada segala pertjampuran dan penyelewengan. Penhatiannja harus diarahkan kepada Qur'an sematamata. Hal ini sudah kita djelaskan.
Suasana jang demikian itu berdjalan terus sampai kepada masa
bertjabulnia fitnah dan tersebar pendustaan dalam sampai menjam
paikan Hadis disana-sini. Maka tatkala itu bangkitlah Tabi'in
jang besar-besar dan ulama dibelakangimja berusaha mengumpul57
kan Hadis Nabi untuk dibukukan. Mereka mengusahakan membukukan Sunah-Sunnah Nabi karena «akut hilang dan ttakut ditambah atau dikurangi dari pada jang sebenarnya.
Sangat mungkin sekali bahwa jang mula-mula memikirkan pengumpulan dan membukukan Sunnah itu diantara Tabi'in ialah
Umar bin Abdul Aziz, jang mengirimkan surat kepada Abu Bakar
bin Hazm, ketika itu gubernurnja dan qadi di Madinah, berisi :
„Perhatikan tentang Hadis Rasulullah dan bukukan, karena aku
takut lenjap ilmu itu dan takut habis ulama". Terutama ia kehendaki menulis apa jang ada terdapat pada Umrah binti Abdur
Rahman (imgl. 98 H ) , dan Al-Qasim bin Muhammad bim Abu
Bakar (120 H ) . Umar bin Abdul Aziz tidak hanja mengemukakan
permintaan itu kepada Ibn Hazm sadja, tetapi pernah mengirim
perintah jang sematjam itu kepada gubernur-gubernur dan ulama
ulama besar dikota-kota lain dengan permohonan jang serupa.
Abu Na'im dalam Tarich Asbahan mentjeriterakan, bahwa Umar
pernah mengirim surat permintaan itu kepada semua daerah, agar
ditumpahkan perhatian untuk mengumpulkan Hadis Nabi. Chatib
menerangkan 'dalam Taqjidil Um, bahwa Umar mengirimkan surat
kepada penduduk Madinah. Bagaimanapun djuga djelas, bahwa
Umar ingin melaksanakan keinginan neneknja Umar ibn Chattab
jang masih takut mengerdjakan niat itu.
Ibn Hazam mendjalankan tugas itu dan mengumpulkan apa jang
ada tertjatat pada Umarah dan Al-Qasim serta mengirimkannja
kepada Umar bin Abdul Aziz, tetapi kelihatan tidak lengkap terkumpul Sunnah dan jang atsar jang ada di Madinah. Kemudian
hal ini dikerdjakan oleh Imam Muhammad bin Muslimin ihn Sjihab Az-Zuhri (124 H ) , seorang jang ketika itu dianggap paling
banjak mengetahui tentang ilmu Sunnah pada masanja. Umar me
merintahkan teman-temannja pergi kepadanja mengambil ilmunja.
Muslim memudji Zuhri sebagai seorang jang sangat alim dan
mengatakan, bahwa ada sembilan puluh Hadis jang diriwajatkan
nja belum pernah diriwajatkan oleh orang lain. Banjak ahli-ahli
ilmu-dalam masanja itu diantaranja terdapat Hasân Al-Basri dan
Tabi'in Tabi'in besar jang lain.
Diakui bahwa pembukuan Sunnah oleh Az-Zuhri belum begitu
merupakan kitab jang sempurna seperti jang dikarangkan oleh
Buchari dan Muslim. Ahmad atau ulama-ulama penjusun masnad
jang lain, tetapi pembukuan Az-Zuhri itu dengan segala kekurang
annja sangat penting sekali karena merupakan penggalian perta
ma untuk menjelamatkan Sunnah. Karangan Az-Zuhri berisi tjalatan mengenai Hadis-Hadis jang berasal dari sahabat, belum
diberi berhab atau penggolongan setjara ilmijah dan belum diteliti
betul satu persatu, sehingga sangat mungkin banjak diantera Hadis itu jang bertjampur baur dengan utjapan sahabat sendiri atau
--lengan fatwa-fatwa Tabi'in. Sesuatu dalam masa pertama tidak
58
dapat diharapkan sempurna, tetapi minat untuk merintis dan
menggali mengumpulkan Sunnah dihari-hari pertama itu harus
dihargakan tinggi sekali. Az-Zuhri adalah dalam sedjarah Hadis
peletak batu pertama dan seorang jang berani membuka djalain
kearah itu, sementara ulama-ulama jang lain dari kalangan T a bi'in penuh ketakutan dan melarang menulis kitab Hadis, Az-Zuhri
pun pada waktu mula pertama berpendirian demikian, tetapi se. telah Umar bin Abdul Aziz menjatakan kepentingan pendaftaran
Sunnah-Sumnah itu, iapun timbullah keberaniannja memulai peKerdjaan jang baharu tetapi penting ini.
Sesudah zaman Az-Zuhri baharulah terbuka mata dan keinginan
teman-teman semasanja mengikuti djedjaknja turut menjusun dan
mengumpulkan Sunnah-Sunnah jang bertaburan disana-sini. Kita
tjatat nama-nama penjusum hari-hari pertama ini misalnja di Mekkah ialah Ibn Djuraidj (150 H ) , Ibn Ishaq (151 H ) , di Madinah
Sa'id bin Abi Urubah (156 H ) , Rabi* bin Sabih (160 H ) , Imam
Malik (179 H ) , di Basrah Hummad bin Salmah (176 H ) , di Kufah
Sufjan Ats Tsauri (161 H ) , di Sjam Abu Amr Al-Auza'i (156 H ) ,
Bawasith Husjaim (188 H ) , di Churasan Ibn Mubarak (181 H ) .
di Jaman, Ma'mart (153 H ) , di Ray Djarir bin Abdul Hamid (18S
H ) , begitu d'juga nama-nama seperti Sufjan bin Ujainah (198 H ) .
Al-Laits bin Sa'ad (175 H ) , Sju'bah ibn Al-Hadjdjadj (160 H )
dll. Semua mereka dapat dimasukkan kedalam suatu masa, dan
tidak diketahui mana jang lebih dahulu melakukan pekerdjaan
nja dan mana jang kemudian. Tetapi d a p a t diketahui bahwa pem
bukuan mereka masih bertjampur aduk antara Hadiis Nabi dan
perkataan sahabat dan fatwa Tabi'in.
Ada jang sudah kelihatan dalam kitabnja membagi Hadis-Hadis
itu dalam bab meskipun sangat sederhana.
Ibn Hadjar menerangkan: „Penggolongan Hadis sesama Hadis
sudah terdapat dikerdjakan oleh Sju'bi, karena dalam kitabnja
sudah tertulis : Inilah bab mengenai thalaq" (Taudjihun Nazar,
hal. 8).
Kemudian datanglah zaman abad jang ke-III, jaitu abad kemegahan Sunnah dengan ulama-ulama Hadis dan karangan-karangan
besar jang dikagumi, Tjara mengarang dalam abad ini dimulai
dengan mengemukakan sanad, dan oleh karena itu kitab-kitabnja
dinamakan masnad. Kitab-kitabnja berisi Hadis-Hadis jang diri
wajatkan dari sahabat, jang dibahagi menurut bab dan pokok
pembitjaraan. Jang mula-mula mentjiptakan tjara ini ialah Abdullah
bin Musa Al-Absi Al—Kufi, Musaddad Al—Basari, Asad bin Musa
dan Na'im bin Hummad Al—Chuza'i. Kemudian ikut pula meniru
tjara ini Imam Ahmad dan lahirlah Masnad Imam Ahmad jang
terkenal. Kita lihat pula turut mengikut tjara ini Ishaq bin Rahu
waih, Usmain bin Abi Sjaibah dll,
Gedjala jang terpenting dalam perlombaan pengumpulan ini ia
59
lah bahwa mereka dalam kitalb-kitabnja memisahkan mana Hadis
Nabi, mana perkataan Sahabat dan mana fatwa Tabi'in. Tetapi
tentang sahih dan tidaknja masih tjampur aduk. Jang menjebabkan
demikian ialah karena mereka pada waktu itu belum imempunjai
ukuran atau ta'rif tentang sahih dan matjam-matjam Hadis jang
lain. Perkembangan fikiran kearah ini belum ada dikala itu.
Baharulah kemudian orang menumpahkan perhatiannja kepada
istilah sahih dan dha'if, jaitu dikala Muhammad bin Ismail Al—
Buchani (256 H ) mengeluarkan tjara mengumpulkan! jang istimewa
untuk karangannja, jaitu memilih Hadis-Hadis jang sahih sadja,
dan jang tidak sahih tidak dimasukkan kedalam pembukuannja.
Maka lahirlah kitabnja jang termasjhur jang dinamakan Al-Djami'
^s-Sahih, jang sampai sekarang tidak ada tandingannja dan lang
oleh Ahli Sunnah wal Djama'ah dipudjikan sebagai kitab jang kedua
sesudah Al-Qur'an untuk sumber hukum Islam. Dalam perlombaan
membukukan Sunnah Nabi, Imam Buchari adalah bintangnja dan
pemenang pertama dalam masanja.
Sesudah Buchari dapat kita katakan orang jang berhasil djuga
dalam mengumpulkan Sunnah itu jaitu muridnja Imam Muslimin
bin Hadjdjadj Al-Qusjairi (126 H ) , Kitabnja djuga bernama Sahih
dan masjhur sampai sekarang ini, berisi dengan hadis-hadis jang
sudah terpilih dan sangat disaring. Dengan tidak banjak bertanja
tanja orang dapat) memperoleh hadis-ihadis jang sahih dalam kitab
nja itu. Baik pengumpulan Buchari maupun pengumpulan Muslim
banjak sekali digunakan orang Islam dalam mempeladjari Sunnah
dan Hadis.
Setelah itu banjaklah orang menjusun kitab Hadis, jang terpenting diantaranja ialah Sunan Abu Dawud (276 H ) , An-Nasa'i (303
H ) , At-Turmuzi (279 H) Ibn Madjah (273 H ) . Orang-orang ini
sebenarnja tjuma memindahkan kedalam kitabnja apa-apa jang
sudah dikumpulkan oleh orang-orang terdahulu dan menjaring,
menggolongkannja kedalam bab-bab jang berdjenis dan teratur.
Dalam abad jamg ke-IV tidaklah menambah banjak penjusun
dan pengarang dari pada djumlah jang telah sudah. Hanja beberapa
orang sadja jang turut menjelidiki kembali, menilai dan memilih,
mentjari Hadis dari bermatjam djalan lain, memperundingkan lafadhnja, dan mendjadikain kitab-kitab jang memudahkan bagi pem
batja. Diantara imam-imam Hadis jang masjhur dalam abad ini
kita sebutkan Sulaiman ibn Ahmad Ath-Thabrani (360 H ) , jang
mengarang tiga buah kitab, jaitu Al-Kabir, dimana sahabat disebut menurut huruf abdjad dan berisi tidak kurang dari 525.000
Hadis, Al-Awsath dan Al-Asghar. Kemudian kita sebutkan pula
.Ad u Darquthni (375 H) dengan 'kitab Sunnahnja jang masjhur.
Ibn Hibban Al-Basti (345 H ) , Ibn Chuzaimah (311 H ) , At-Tha
hawi (321 H ) , dll.
Dengan demikian selesailah abad-abad jang terpenting me60
ngenai pembukuan Sunnah Nabi, mengumpulkannja, memilih jang
sahih dan membersihkannja. Abad-abad jang berikutnja tidak
ada lagi melahirkan ulama-ulama Hadis jang penting melainkan
hanja orang jang melengkapkan atau meringkaskan, seperti Abu
Abdullah Al-Hakim An-Nisaburi jang mentjahari Hadis jang dise
pakati oleh Buchari dan Muslim dalam 'kitabnja masing-masing.
61
62
XL P E N G G O L O N G A N
HADIS.
Mulai sekitar abad jang ke-IV dan k e - V Hidjrah sudah mulai
orang menumpahkan banjak perhatian kepada pemilihan dan peng
golongan Hadis, karena ulama-ulama Hadis tidak ingin memasukkan lagi kedalam kitabnja Hadis-Hadis jang tidak sahih. Mesk : pun belum ada pada masa itu kitab jaing tegas-tegas bernama
Mushthalah Hadis, sebagaimana jang dikenal orang sekarang ini,
tetapi persoalan-persoalan jang dikemukakan dalam ilmu itu sudah
mendjadi pikiran umum.
<
Ilmu Hadis itu sudah terbagi atas dua bahagian, pertama ilmu
Hadis dirajah, jang sebenarnja berhak dinamakan dengan nama
ilmu Mushthalah Hadis, karena ilmu ini mengadakan penjelidikan
tentang sanad, matan Hadis, tjara menerima dan menjampaikan
Hadis, sifat-sifat perawi Hadis d.U.. sehingga dengan demikian
dapat ditetapkan, apakah Hadis jang dikemukakan itu boleh dipertjaja atau tidak, (termasuk dha'if atau sahih, djika termasuk
dha'if, ia digolongkan dalam Hadis-Hadis dha'if matjam mana.
Dan apakah ia termasuk sahih, dan apabila termasuk sahih,
hendak digolongkan, kedalam Hadis matjam mana.
Jang mula-mula meletakkan ilmu ini ialah Abu Muhammad
Al-Hasan Ar-Ramahurmuzi (wafat 360 H ) .
Kedua ilmu Hadis Riwajah jaitu ilmu jang memeriksa HadisHadis jang pernah diutjapkan oleh Nabi, Hadis-Hadis jang mentjeriterakan tentang perbuatan Nabi dan Hadis-Hadis jang merupakan ketetapan dari pada Rasulullah. Dari satu pihak ilmu ini
mengenai matan atau lafad Hadis, dikutip atau ditjatat sebagai
mana mustinja, dari lain sudut djuga mengenai keterangan-keterangan jang lain, misalnja mengenai djalan riwajat daripada Hadis
itu. Kita sudah terangkan, bahwa jang mula-mula mentjiptakan
tlmu ini adalah Muhammad bin Sjihab Az-Zuhri (wafat 124 H . ) .
Kedua matjam ilmu ini kemudian berkembang dan mendapat
kekuasaannja, terutama dikala Hadis-Hadis itu hendak digunakan
mendjadi alasan penetapan sesuatu hukum.
Bagi orang jang ingin mempeladjari ilmu Mushthalah Hadis
ini, tidak boleh tidak memahami betul-betul beberapa istilah jang
digunakan orang dalam mempeladjarinja. Hadis misalnja adalah
utjapan Rasulullah, meskipun djuga diartikan perbuatamnja, penetapannya dan sifat-sifat atau perilakunja. Chabar berarti dari satu
pihak sama dengan Hadis, dari lain pihak berarti tjeritera dari
Sahabat mengenai apa jang tersebut diatas. Orang Sji'ah djarang
menggunakan perkataan Hadis, sebab mereka menganggap, bahwa
63
Hadis itu adalah sesuatu utjapan jang persis betul sebagaimana
keluar dari mulut Rasulullah, sedang hal ini sangat sulit mendapatkannja.
Adapun jang dinamakan Atsar biasanja sesuatu keterangan
jang datangnja dari pada Sahabat, tetapi tidak djarang orang
menggunakan istilah in: setjara keliru sama dengan Hadis Nabi.
Perkataan Sunnah lebih umum dari pada Hadis, jang berarti
utjapan, Hadis itu dikatakan Sunnah Qaulijah, disamping Sunnah
Fi'lijah dan Sunnah Taqririjah, dll. sebagaimana jang sudah kita
terangkan.
Sementara matan berarti lafad sesuatu Hadis, perkataan ini
tidak bisa terlepas dari pada sanad, djalan jang menjampaikannja kepada matan, isnad keterangan-keterangan jang menerangkan sanad itu, dan musnad jaitu kumpulan Hadis-Hadis jang
disusun menurut nama Sahabat setjara huruf abdjadl
^ Disamping muhaddis, jang berarti ahli Hadis, kita dapati
hafidh, jaitu djulukan jang diberikan kepada seseorang jang banjak menghafal dan ahl' tentang seluk beluk Hadis.
Kemudian disamping harus kita ketahui, bahwa perkataan
hudjdjah, jang berarti alasan agama, perlu djuga kita pahami akan
perkataan hakim jang biasa diberikan kepada mereka jang sangat
populer dan diakui pengaruhnlja dalam ilmu Hadis.
Diantara sjarat-sjarat jang dikemukakan untuk diterima Ha~
disnija, telah sepaham pada waktu itu, diantara lain haruslah
seorang Islam, sudah dewasa berakal sehat, berkelakuan baik menurut pandangan agama, tadjam îngatannja, t : dak pelupa, tidak
pernah berdusta, teliti, dll. sifat jang baik. Dari pada sifat-sifat
ini ditetapkan oranglah ketika itu, apakah perawi sebuah Hadis
diterima atau ditolak. Lalu orang berbitjara tentang ta'dil, bahwa
seseorang perawi itu adil tidak tjurang, atau sebaliknja tadjrih,
jaitu sesudah diselidiki ternjata orang jang menjampaikan Hadis
itu, tidak memenuhi sjarat-sjarat, dan oleh karena itu Hadis jang
disampaikanmja ditolak.
Melihat kepada banjak atau seorang jang meriwajatkan sebuah Hadis, lalu Hadis itu diberi 'istilah Hadis mutawatir dan
Hadis Ahad, tetapi djika ditindjau dari sudut kemungkinan diterima atau ditolak, maka Hadis itu bernama Hadis maqbul dan
mardud.
Kemudian dalam ilmu Musthalah Hadis itu kita bertemu dengan keterangan-keterangan jang pandjang lebar mengenai Hadis sahih, jaitu Hadis jang sanadnja bersambung, jang orang meriwajatkannja adil, dan Hadis itu tidak bertentangan dengan Hadis
jang lain. Hadis Hasan, jaitu Hadis jang memenuhi sjarat-sjarat
Hadis sahih tetapi ada seorang diantaranja perawinja tidak tjukup terdjamin keadilannja. Sanad Hadis Hasan ini djuga bersambung, perawinja kebanjakan terdjamin keadilannja dan tidak bertentangan dengan Hadis-Hadis jang dipandang lebih kuat.
64
Hadis jang masjhur adalah Hadis jang dikenal oleh banjak
Sahabat diriwajatkan oleh paling sedikit tiga orang Sahabat,
dan Hadis ini dianggap baik. Hadis Aziz jaitu Hadis jang diriwajatkan paling banjak oleh dua orang, sedang Hadis Gharib
adalah Hadis jang diriwajatkan oleh seorang perawi sadja.
Kemudian ilmu Mushthalah Hadis ini (membitjarakan pandang
lebar tentang Hadis-Hadis lain dengan melihat kepada sanadnja,
misalnja Hadis martfu', jang disandarkan langsung kepada Nabi,
tidak melalui Sahabat dan kadang-kadang Tabi'in, Hadis mauquf,
Hadis jang disandarkan kepada Sahabat sadja, sedang Hadis
Maqthu' ialah Hadis jang hanja disandarkan kepada Tabi'in sadja.
Sedang Hadis Muttashil, adalah sanadnja bersambung dari perawi-perawinja sampai kepada Sahabat dan Nabi, Hadis mursal ialah
Hadis jang diriwajatkan Tabi'in langsung dari Nabi, dengan meninggalkan Sahabat. Hadis munqathi' tidak lain dari pada sebuah
Hadis jang didalam sanadnja sebelum Sahabat terbuang seorang
perawinja, sedang Hadis mu'dlal dinamakan, djika dalam sanadnja tidak disebutkan dua orang atau lebih lawinja sebelum Sahabat. Hadis mu'aHaq adalah Hadis jang tidak disebut sama sekali
rawinja, sedang Hadis jang ma'ruf dikenal orang banjak dan Hadis
sjadz adalah Hadis jang djarang tersua.
Disamping itu terdapat Hadis dha'if, jaitu Hadis jang kurang
satu atau beberapa sjarat penerimaan dalam sanadnja. Hadis dha'if
banjak matjamnja, diperbolehkan untuk diamal, djika dha'ifnja
itu tidak keterlaluan dan. isinja terdapat pada Hadis-Hadis jang
lain.
Lain dari pada itu dalam Mushthalah Hadis dibitjarakan Hadis ma'lul, jang ada tjatjatnja, Hadis mudradj, jaitu Hadis jang
banjak disisip-sisipkan orang kedalamnja, Hadis mudallas, Hadis
jang diulas dan disembunjikan sebahagian. Hadis matruk, jang hanja diriwajatkan. oleh seorang ulama sadja. Hadis mubham jang di
dalam matan tidak disebut-sebut sanadnja, Hadis mastur atau madjhul. Hadis jang dalam sanadnja disebut orang jang tjdak dikenal.
Hadis maudhu. Hadis jang bukan 'dari Rasulullah, sama dengan
Hadis palsu, jaitu Hadis j a n g dibikin-bikin dalam masa perkelahian
antara aliran dengan aliran dalam Islam.
Disamping itu semua kita dapati Hadis, jang bernama Hadis
qudsi, jaitu Hadis jang diutjapkan oleh Rasulullah, tetapi didalam
nja terdapat firman Allah s.w^t.
65
XII. S A N A D HADIS.
Kita sudah menjinggung sanad Hadis.
Dr. Mustafa As^Siba'i menerangkan dalam kitabnja „As-Sun—
nah", bagaimana kegiatannja ulama-ulama Hadis itu berusaha men
tjari Hadis-Hadis jang sah, dengan meneliti sanadnja. Ia berkata,
bahwa tidak ada seorangpun jang mentjurigai sahabat Nabi dalam
menjampaikan Hadis, begitu djuga tidak ada tabi'in jang waswas
tentang Hadis jang diriwajatkan oleh sahabat Nabi, 'hingga datanglah fitnah jang ditaburkan oleh seoarng Jahudi, bernama Abdullah bin Saba', jang menjiar-injiarkan pikiran Sji'ah mengenai
ke Tuhanan pada diri Ali, sehingga timbullah kekatjauan dalam
masjarakat Islam ketika itu dan tjuriga mentjurigai antara satu
sama lain. Sahabat-sahabat dan tabi'in lalu mengadakan penjelidik
an tentang Hadis, dan tidak mau menerima sebuah Hadispun jang
tidak diketahui djalannja dan rawinja, dan tidak mau memakainja
melainkan apabila mereka jang meriwajatkan Hadis itu tjukup
djudjur dan benarnja (tsiqqah dan 'adalah). Sebagaimana jang
sudah kita djelaskan dalam bahagian terdahulu.
Imam Muslim meriwaatkan dalam Muqaddimah Shahihnja,
bahwa Ibn Sirin pennah berkata : ,.Mereka t d a k pernah bertanja,
tentang sanad Hadis, tetapi tatkala fitnah bertjabul, mereka lalu
berkata pada tiap-tiap utjapan sebuah Hadis : Sebutkan orang jang
meriwajatkannja. Ia melihat bahwa djika Hadis itu berasal dari
Ahli Sunnah, maka diambilnja, dan djika berasal dari Ahli Bid'ah,
tidak mau menggunakan Hadis itu".
Ketjurigaan ini timbul sedjak zaman sahabat ketjil, jang menang
gal dalam masa fitnah. Muslim meriwajatkan dalam Muqaddimah
nja, bahwa Mudjahid pernah mentjeriterakan, bahwa Basjir AlAdawi datang kep,ada Ibn Abbas dan menerangkan Rasulullah ber
kata begini dan begitu. Ibn Abbas tidak mau mendengar dan. menutup kupingnja. Lalu Basjir berkata : „Hai ihn Abbas, agak aneh
bagiku engkau tidak mendengar Hadisku, jang kusampaikan dari
pada Rasulullan". Ihn Abbas mendjawab, bahwa "kami pernah
menghadapi kedjadian begini suatu kali, Rasulullah menasehatkan
akan tidak memperhatikannja. Kami hanja mengambil utjapan
sesuatu dari orang jang kami kenal."
Oleh karena itu tabi'in sangat memperhatikan sanad Hadis, terutama tatkala telah bertjabul penjiaran kedustaan dimana-mana.
Abui Alijah mentjeriterakan : „Djika kami perlu mendengar sebuah
Hadis dari seorang sahabat, kami pergi sendiri kepadanja dan
mendengar dari mulutnja". Az-Zuhri menerangkan : Sanad itu
66
dari pada agama, djika tidak ada Sanad, orang alkan menjulam
Hadis bagaimana ia suka". Ihn Mubarak mengatakan : „Antara
kami dan golongan kami ada qawa'im ,jaitu isnad" (Muqaddimah
Sahih Muslim, As-Sunnah, 107).
Memang sifat tsiqqah dari sebuah Hadis sangat mendjadi djaminan tentang sahnja. Mula pertama untuk mentjari sifat ini haruslah orang kembali kepada sahabat, tabi'in dan imam-imam
Hadis. Dengan pertolongan Tuhan terdapat banjaklah sahabatsahabat besar dan orang-orang alim dikalangan mereka, jang me
rupakan tempat umat Islam kembali memperoleh pertundjuk, terutama dikala-kala dusta tersiar luas mereka pergi bertanja kepada
sahabat-sahabat itu dan minta fatwa tentang Hadis dan atsar
jang didengamja. Tabi'iin>-Tabi'in berdjalanlah dari kota kekota
untuk mendengar Hadis-Hadis jang benar dan djudjur. Dengan
demikian Djabir bin Abdullah pergi ke Sjam, Abu Ajjub ke Mesir
hanja untuk mendengar dan menjelidiki Hadis. Sa'id bin Musajjab
pernah berkata : „Aku berdjalan siang malam hanja untuk
menjelidiki kebenaran sebuah Hadis" (Djami' Bajanil Ilm, 1: 94).
Sju'bi pernah menjampaikan sebuah Hadis Rasulullah, kemudian
ia berkata kepada orang jang menerimanja, bahwa Hadis itu dite
rimanja dari seorang laki-laki, jang sengadja pergi ke Madinah
jang d jauh itu untuk mentjatatnja (Naf sus Sadar, I : 92). Bisjir
bin Abdullah Al-Hadhrami pernah mengatakan : „Untuk mendapat sebuah Hadis atau menderigairnja aku berdjalan dari kota-kc
kota".
Memang sangat sulit untuk menetapkan apakah sebuah utjapan
sungguh-sungguh berasal daripada Rasulullah, karena hal ini sa
ngat bergantung kepada nilai kepribadian orang jang meriwajatkannja. Oleh karena itu orang sangat menumpahkan perhatian ke
pada keadaan orang jang meriwajatkan Hadis Nabi, karena dari
kepribadiannja dapat dibedakan antara Hadis jang sah dari pada
Hadis jang dusta, Hadis jang kuat daripada sebuah Hadis jang
dhaif. Imam-imam Hadis mengikuti sedjarah hidup rawi-rawinja,
mempeladjari keadaannja sehari-hari, meneliti buruk baiknja budi
pekerti, karena sangat takut akan memasukkan sesuatu utjapan
kedalam Hadis Rasulullah. Bagaimana ketakutan atas kedustaan
itu, dapat kita ketahui dari pendirian Jahja bin Sa'id Al-Qathan,
jang tatkala ditanja orang, apakah ia tidak takut dengan penjelidikannja terhadap pribadi orang, bahwa orang itu akan mendjadi
musuhmja didepan Allah nanti pada hari kiamat, ia mendjawab:
„Lebih baik aku bermusuh dengan orang itu dihadapan pengadilan Tuhan daripada aku bermusuh dengan Rasulullah karena
aku menjiarkan sebuah Hadis jang dusta. Aku dengar Rasulullah
berkata : Mengapa engkau tidak singkirkan kedustaan jang diselundupkan orang kedalam Hadisku?" (As-Sunnah, 108).
Dengan demikian timbullah hasrat dari imam-imam Hadis itu
07
\
untuk membuat peraturan tentang orang jang boleh diterima riwa
jatnja dan jang tidak, tentang orang jang boleh ditulis Hadis jang
disampaikannja atau jang tidak.
Diantara orang-orang jang dianggap perlu ditinggalkan riwajat
nja dalam menjampaikan Hadis Nabi adalah sebagai berikut :
1. Orang-orang jang mendustakan Rasulullah. Semua ahli ilmu
sepakat, bahwa tidak boleh diterima Hadis dari seorang jang
pernah mendustakan Nabi, karena perbuatan demikian itu sama
dengan dosa besar. Ulama berselisih paham, sebagian mengatakan
seorang jang berbuat demikian itu kafir hukumnja, jang lain
mengemukakan pendapat orang itu harus dibunuh, sedang jang lain
lagi masih dalam pertanjaan, apakah taubatnja diterima atau tidak.
Ahmad ibm Hambal dan Abu Bakar Al-Humaidi, guru Buchari,
menerangkan, bahwa riwajaitt orang jang sematjam itu tidak dapat
diterima sama sekali. Imam Nawawi menolak sah Hadis daripada
orang jang mendustai Nabi dan tidak diterima riwajatnja sebagaimana tidak diterima kesaksiannja dalam sesuatu perkara. Keadaan
orang itu menurut Imam Nawawi seperti keadaan seorang kafir
jang masuk Islam. Abui Muzafar As-Sam'ani berpendapat, bahwa
orang jang pernah berdkista dalam sebuah Hadis, harus ditolak
seluruh Hadisnja jang pernah dikemukakan sebelumnja.
2. Orang-orang jang umumnja dikenal berdusta, tetapi tidak
pernah mendustai Rasulullah. Semua ulama berpendapat, 'bahwa
djika seseorang sudah dikenal sebagai pendusta, meskipun satu
kali, ditolak semua Hadis jang diriwajatkannja. Imam Malik per
nah mengemukakan pemdapatnja : „Tidak diambil Hadis dari se
orang jang dikenal saf ih (kurang waras piikirannja), meskpun ia
paling ahli dalam meriwajatkan Hadis, kemudian/ orang jang per
nah mendustai Hadis-Hadjis jang diriwajatkan oleh orang lain
meskipun ia tidak pernah mendustai Rasulullah, dan orang jang
mengutamakan hawa nafsu dan menjerulkan manusia untuk kepuasan hawa nafsu, djuga tidak diterima Hadisnja seorang jang
banjak ibadat dan keutamaainnja, tetapi ia tidak paham tentang
persoalan Hadis jang dikemukakannja".
Ada ulama jang berpendapat, bahwa seseorang jang sudah menjatakan taubatnja daripada dusta, kemudian ia berlaku djudjur
diterima taubatnja dan riwajat Hadisnja. Tetapi Abu Bakar AshShirfi berkata : „Mereka jang sudah kita tolak riwajatnja karena
dusta, tidak akan kita terima lagi Hadisnja dengan hanja sebab
ia bertaubat".
3. Orang-orang jang suka berbuat b i d a h dam menuruti hawa
nafsu djuga tidak diterima Hadisnja. Semua ulama sepakat tidak
mau menerima Hadis jang disampaikan oleh seseorang jang sudah
terkenal berbuat b i d a h . Ibn Katsir menerangkan, bahwa keadaan
sematjam ini pernah diperdebatkan, apakah orang jang dimaksud
kan itu hanja mengutjapkan sesuatu jang tidak sesuai dengan asal
68
nja karena keperluan da'wah. Sjafi'i dan Ibn Hibban menerangkan
bersama, bahwa tidak boleh Hadis jang diriwajatkan sematjam itu
didjadikan hudjdjah.
4. Tidak diterima Hadis-Hadis Nabi, djika diriwajatkan oleh
orang-orang jang bersifat zindiq, fasiq dan pelupa, jang tidak
mengetahui apa jang disampaikan dalam bentuk hadisnja. Ibn
Katsir menerangkan, bahwa hadis-hadis jang dapat diterima ialah jang diriwajatkan oleh seorang Islam, jang berakal, jang sam
pai umur, jang selamat daripada fasiq, jang sadar akan segala
kealpaan dan ingat sungguh-sungguh akan lafadh Hadis jang disampaikannja dsb. (Ichtisar Ulumil Hadis, hal. 98).
Kemudian dapat kita tambahkan disini, bahwa Ahli Sunnah wal
Djama'ah umumnja tidak dapat menerima Hadis dari propagandispropagandis sesuatu aliran tertentu jang menentang mereka, seperti orang-orang dari Chawaridj. Rafdhijah, Sji'ah Ghulah.
Mengenai orang-orang jang meriwajatkan Hadis jang ditolak
djuga, djika tersua dalam sanad sebuah Hadis ialah jang masih
dipertengkarkan orang buruk dan adil kelakuannja, jang sepak
terdjangnja banjak menentang ulama Hadis jang benar;, orang jang
banjak pelupa, orang jang banjak mentjampur aduk antara Hadis
dan lain Hadis, orang jang buruk hafalannja, dan orang jang tjeroboh mengambil Hadis jang benar dan jang dha'if dengan tidak
mengadakan perbedaan (As-Sunnah, 108-111).
I Oleh karena itu mempeladjari sanad Hadis adalah penting sekali,
disamping mempeladjari beberapa ilmu Hadis jang lain, jang kita
bitjarakan djuga dalam risalah ini.
69
m
70
^
IV
SAHABAT DAN SUNNAH
71
72
XIII. I M A M - I M A M HADIS.
I.
Kurang lebih Hadis-Hadis dan Sunnah Nabi itu mulai dikumpulkan orang pada abad jang ke—II Hidjrah.
Akan tetapi, sebagai kata Abdul Aziz Al-Chuli dalam kitabnja
„Miftahus Suinnah Tarich Fununil Hadis" (Mesir, 1928), pengum
pulan pada abad itu masih bertjampur aduk dengan perkataannper
kataan daan fatwa sahabaifr-sahabat.
Selain Ihn Hazam, Gubernur dan Hakim Negara, Amrah, anak
perempuan Abdurrahman (mgl. 720), Qasim Abi Bakar (mgl. 742),
Muhammad bin Muslim Az-Zuhri, salah seorang alim jang terkenal di Hidjaz dan Sjam (mgl. 746), semua orang-orang jang mendapat surat perintah dari Chalifah Umar bin Abdul Aziz tsb., jang
boleh kita masukkan kedalam golongan mereka jang besar djasa
n.ja dalam abad ke-II Hidjrah itu, ialah Ibn Djuraidj di Mekkah
(mg]. 772). Ibn Ishaq (mgl. 773), Malik di Madinah (mgl. 802).
Rabi' ibn Shubaih (mgl. 782), Sa'id ibn Urbah (mgl. 778), dan
Himad bin, Salmah di Basrah (mgl. 789).
Tidaik heran kita melihati bamjak diantara mereka jang gagal
dalam usahanja mengumpulkan Hadis-Hadis jang benar, jang baik
dan sahih. Kesukarannlja tidak terletak dalam mentjatat dan mengumpulkan Hadis-Hadis itu sadja, tetapi terutama dalam menjelidi'ki orang-orang jang memberitakannja dari mulut kemulut, pem
bitjara-pembitjara jang akan mendjadi dljaminan benar atau tidak
nja, boleh dipentjaja atau ditjurigai kebaikan Hadis-Hadis itu.
Oleh karena itu kita lihat bahwai tiap-tiap buah Hadis jang dibuku
kan orang terdljadi dari dua bahagian : bahagian pertama' bernama
sanad atau isnad, jang menjebutkan nama-nama pemberita sambung
menjambung sampai kepada sahabat atau Nabi sendiri, dan bahagian kedua matan atau lafad Hadis itu, jang mengandung sesuatu
pengertian hukum agama.
Maka bergantung kepada kcpertjajaan tentang kedjudjuran
orang-orang jang tersebut dalam sedjaralh isnad itu, lahj terdjadi
pembahag : an Hadis-Hadis itu menurut tingkatnja, umpamanja
Hadis sehat (sahih). Hadis jang baik atau hasan, dan Hadis jang
lemah isnadnja (t'.ha'if). Sebuah Hadis jang diberitakan oleh b e berapa orang dalam tiap-tiap generasi, disebut orang mutawatir.
sedang Hadis jang diberitakan oleh seorang dalam tiap-tiap gene
rasi dinamakan ahad. Sebuah Hadis jang berasal dari berita seorang generasi iang paling dekat kepadla Nabi, tetapi kemudian
73
Hadis itu umum dikenal dalam kalangan kaum Muslimin, diberi
bernama masjhur. Hadis Qudsi jaitu Hadis jang isinja sebenarnja
ialah Firman Allah.
Demikianlah selandjutnja dalam sedjarah penjelidikan Hadis dengan memperhatikan isnadnja dibahagi dan ddlberi bermatjammatjam nama, misalnja : marfu', kalau benar berasal dari Nabi
sendiri atau menerangkan perbuatannja, mauquf, kalau didalamnja
terdapat perkataan atau uraian perbuatan sahabat-sahabat Nabi
mutfcasil, kalau semua isnadnja lengkap, mursal kalau nama salah
seorang sahabat jang memperhubungkan hadis itu dengan Nabi
tidak terdapat dalam isnadnja, maqtu', kalau tidaik terdapat seorang atau lebih pemberita dalam generasi jang paling achir, atau
hanja menerangkan perkataan atau perbuatan mereka jang masuk
golongan tabi'in, dan mu'dhal, kalau tidak terdapat dua orang
atau lebih pemberita dalam generasi jang paling achir, dan sebagainja. Semua hal jang sematjam itu sangat meniukarkan penjelidikan-penjelidikan ilmu Al-Hadis.
Hal ini sudah kita bitjarakan.
Meskipun demikian selama abad jang ke III Hidjrah berhasil
orang mengumpulkan Hadis dan Sunnah, jang akan dipakai untuk
pendjelasan disamping firman Tuhan itu. Diantara kitab-kitab
pengumpulan Hadis jang terkenal, jang kedudukannja mendapat
tempat tingkat kedua dalam penjelesaian hukum sesudah Al-Qur'an, ialah jang dinamakan "Kutubus Sittah" (Kitab Enam), jang
ke-enam-enamnja lama kelamaan mendjadi masjhur dalam kalangan
kaum Muslimin, karena jang termuat didalamnja ialah Hadis-Hadis
jang sahih. Hadis-Hadis jang baik dan kuat. Itu pula sebabnja
kitab jang enam buah tersebut dinamakan orang djuga „Sahih jang
Enam".
Terutama pengumpulan dari Al-Buchari (mgl. 870 M ) da ndari
Muslim (mgl. 875) sangat mendapat penghargaan pada kaum
Muslimin. Kedua bua'h kitab itu biasa disebut dalam bahasa Arab
,,Sahihain" (Dua Kitab Sahih).
Kedua pengumpul Hadis, Buchari dan Muslim, berichtiar sedapat-dapatnja, agar dalam pengumpulannja hanja termuat Hadis
Hadis, jang menurut penjelidikan, semua pemberiitanja turun temu
rum boleh dipertjaja kelurusannja.
Empat kitab pengumpulan jang lain masing-masing, ialah usaha
Ibn Madjah (mgl. 887 M ) , Abu Daud (mgl. 888 M ) . At-Tirmizi
(mgl. 892) dan An-Nasa'i (mgl. 915 M ) jang semua diberi bernama ,,Sunan", artinja Sunnah. Kitab Hadis karangan Tirmizi'
umumnja dipandang terpenting, sesudah kedua kitab Sahih itu.
Adapun susunan isinja antara kitab Buchari dan Muslim itu
hampir bersamaan. Hadis-Hadis jang tersebut dalam kitab-kitab
itu disusun menurut pembahagian jang tertentu. Bab dan fasalnja
dibahagi menurut isi Hadis-Hadis itu. Sebagaimana sudah dikatakan diatas, tidak ada sebuah djuga Hadis jamg dimasukkan ke74
dalam kitab-kitab itu, melainkan Hadis jang pada pandangan pengarang-pengarang itu saihih.
Djilkalau ada sesuatu jang boleh dianggap perbedaan antara
kedua buah kitab itu ialah, bahwa Buchari pada tian-tiap bab dan
fasal menambah keterangan jang lengkap tentang Hadis-Hadis
jang akan dibitjarakan, untuk memberi kesan kearah tertentu
bagi pembatja. Uraian jang seperti ini tidak tersua dalam kitab
Muslim. Beliau men jerahkan seluimh ikesempatan kepada pembatja,
untuk imentjahari dalam kumpulan Hadis itu apa jang dihadjatnja. Lebih d jauh Hadis-Hadis dalam kedua kitab itu kadang-kadang
diulang beberapa kali, menurut bunji batjaan Hadis itu masingmasing. Istilah ilmu Hadis menjebut „menurut rawinja".
Ada anggapan dalam 'kalangan 'kaum Muslimin, jang memberi
tempat kedudukan kepada kitab-kitab Buchari lebih tinggi dari
kitab Muslim.
Adapun susunan isi 'keempat kitab Hadis jang lain itu umumnia
bersamaan dengan kitab-kitab Sahih tersebut. Keempat pengumpul Hadis itu umumnja hanja memasukkan kedalam kitabnja Hadis
Hadis tentang apa-apa jang dibolehkan, diwadjibkan atau dilarang
oleh Islam. Biasanja Hadis-Hadis jang mengenai sedjairah dan
dogma, sebagai jang terdapalt dalam 'kedua kitab sahih itu, tidak
dimuafcnja. Lebih djanih dapat kita lihat, bahwa pengumpul jang
empat orang itu tidak seteliti Budhari dan Muslim dalam memilih
Hadis-Hadis jang akan dibitjarakannja. Dalam memilih Hadis
mereka itu tidaik hanja mengambil ukuran kepada persetudjuan
sahih seluruh Hadis itu tetapi terkadang dimasukkan djuga HadisHadis jang menurut anggapan mereka Hadis baik (hasan).
Achirnja baik djuga kita ketahui, bahwa pada waktu jan 3 hampir bersamaan, pernah diusahakan orang enam buah kitab F a d ' s
jang lain, jang atjap kali dinamakan „Kitab Enam", tetapi tidak
dapat menjamai Kitab Enam jang tersebut d'atas, malah achirnja
hampir dilupakan orang. Meskipun demikian boleh 'kita ketjualikaa
kitab Sunan Ad u Darimi (mgl. 868), terutama kitab Musnad dari
Ahmad ibn Ha'mbal (mgl. 855 M ) , pembentuk mazhab Hambali,
seorang jang oleh karena salihmja hampir dianggap seperti keramat. Oleh karena sangat sibuk dengan pekerdjaannja, Ahmad bin
Hambal tidak dapat menjebut pengumpulan itu sesempurna-sempurnanja, dan oleh karena Hadis-Hadis dalam pengumpulan Ibn
Hambal disusun menurut isnad, maka banjak karangan lain jang
mengambil bahan dari sana.
Kiitab Malik bin Anas (mgl. 795 M ) jang termasjhur dan terkenal
dengan nama „Al-Muwattha" menurut Prof. Dr. Th. W . Juynboll.
tidak dapat kita masukkan kedalam kumpulan kitab-kitab Al-Hadis,
kaiena katanja maksud pengarang p1 ada waktu membuat kfltab
itu, ialah mengumpulkan berita-berita jang boleh dipertjaja tentang apa-apa jang dibolehkan, diperintah atau dilarang di Madinah
dalam zaman Rasulullah. Djadi Muwattha itu lebih tepat dimasuk
75
kan kedalam kumpulan kitab-kitab Sunnah fiqh daripada kedalam
kumpulan kitab-kitab Al-Hadis. Dalam kitab Muwattha itu terka
dang kita lihat ada fasal jang sama sekali berisi Hadis, oleh Imam
Malik hanja diisi dengan berita-berita, jamg menerangkan pahampaham ditambah dengan fikiran beliau sendiri (Goldziher. Muh.
Stud. II).
Dalam kitab-kitab Hadis jang dikarangkan kemudian biasanja
berisi petikan d a n Kütab Enam tersebut, ada jang dengan maksud
untuk lebih memperdjelas, ada jang hendak menghimpunkan dalam
suatu kumpulan jang cbusus Hadis-Hadis itu, misalnja chusus jang
mengenai achlak, jang mengenai hukum, tauhid dll. Jang banjak
dipergunakan orang untuk mentjapai maksud itu biasanja bahanbahan Hadis dari pengumpulan Ibn Hambal.
Diantara kitab-kitab Hadis sematjam ini, jang agak terkenal
kita sebut umpamanja karangan Al-Baghawi (mgl. 1122 M ) bernama „Masabih as-Sunnah", kitab „Masjikat al-Masabih" uraian
lebih luas d'ar kitab Masabih itu, diusahakan kira-kira" dalam
abad (ke-VIII oleh Walijuddin At-Tibrizi, selandjutnja kitab ,Dja
mi as-Shagihir".
Berhubung dengan Hadis Djundjungan kita Muhammad s.a.v».
jang pernah mengatakan: „Barang siapa jang memperingati masjara'kat kaum Muslimin dengan empat puluh Hadis mengenai urusan
agamanja, nistjaja Tuhan akan membangkitkan dia kelak dihari
kemudian d'tengah-tengah golongan Ulama", maka atas andjuran
itu diperbuat oranglaih 'kitab-kitab jang dinamakan „Hadis Arba'in"
berisi empat puluh Hadis, tentang sesuatu pokok pembitjaraan
agama jang penting. Diantara karangan sematjam itu terkenal
kitab „Hadis Arba'in" kumpulan Imam Nawawi (mgl. 1277).
Bagi golongan Sji'ah atau golongan lain sebangsanja mempunjai kitab-kitab sendiri tentang kumpulan Hadis. Sebuah diantara
kitabJkitab itu ialah jang dinamakan,' „Muntaqal Achbar", karangan Abui Barakat. Didalamnja tersebut beberapa Hadis jang
dipilih dari Kitab Enam dan petikan, dari Musnad Ibn Hambal.
Isinja terutama mengenai fiqh. Kitab ini diiringi oleh sebuah sjarh.
namanja „Nailul Authar", karangan seorang ulama pengikut Za'
id. Muhammad ibn Ali Asj-Sjaukani (1172-1250 H.)
Diantara sjarh jang ditulis orang tentang Hadis 'kita sebut
umpamanja buah tangan Qastallani, mengenai Sahih Buchari. Nawawi. mengenai Sahih Muslim dan Zarqanî, mengenai Muwattha
d a r Malik bin Anas.
Banjak penerbitan-penerbitan jang mengenai Kitab Enam dar.
kitab-kitab Hadis jang lain, diusahakan orang-orang baik di Timur maupun di Barat. Penerbitan Timur banjak ditjetak orang
di Mesir, Syria, Arab dan India.
7(>
XIV. I M A M - I M A M HADIS. v
Ii
Sahih Buchari pernah djuga ditjetak di Leiden dengan nama
„Le requeil des traditions tmahometanes parel-Bokhari", 4 vol. Ley
de, 1862—1908, dan diterdjemahkan kedalam bahasa Perantjis oleh
O. Houdas dan W . Margais, dengan nama „Les traditions Islamiques de l'Arabe (Paris 1903 — 1914). Oleh A.N. Mathews
diterdjemahkan kedalam bahasa Inggris kitab Hadis
karangan
Walijuddin At-Tibrizi, dengan nama „Mishcat ul-masabih, or a
collection of the most authentic traditions regarding the actions
and sayings of Muhammad", Calcutta, 1909 — 1810, Prof. A. J.
Wensinck pernah mengusahakan sebuah kitab fihrasat besar untuk
mentjahari Hadis, terutama dari 'kitab-kitab Hadis jang terkenal,
oernama „Concordance et Indices de la Traditions Musulmane"
(Al-Mu'djamul Mufahras), Leiden 1936. Tetapi baharu beberapa
djilid dapat diterbitkan oleh Union Académique Internationale
beliau telah meninggal dunia. Prof. Wensinck diantara lain-lain
pernah menulis sebuah buku jang sangat berfaedah tentang Hadis,
bernama „Over een plan tot ontginning der Arabische traditie literatuur", jang mendjadi dorongan penerbitan kitab tersebut diatas
(Dr. Th. W . Juynboll, Ini. Moh. W e t , Leiden. 1925).
Adapun Imam Buchari itu namanja jang lengkap ialah Abu Abdillah Muhammad bini Ismail, dilahirkan di Buchara dalam tahun
810 M. Sedjak ketjil ia sudah menampakkan dSrinja seorang jang
tjerdas dan kuat ingatannja. Kira-kira umur 10 tahun ia telah mu
lai menghafal Hadis.
Tentang 'kesusasteraan Arab dan agama Islam diperolehnja diantara lain dari pada Malcki bin Ibrahim, Abdan bin Usman, Abdullah bin Musa, Abu Ashim As-Sjaibani, Muhammad bin Abdullah Al-Ansari, dan lain-lain ulama jang terkenal.
Pada waktu berusia 16 tahun ia telah terkenal sebagai seorang
hafiz Hadis, seorang alim jang menghafal dan ahli tentang Hadis.
Kegemarannja dalam mempeladjari ilmu fiqh dan Hadis itu amat
besar. Beberapa kali ia meninggalkan tanah tumpah darahnja untuk mengundjungi tempat-tempat dan ulama jang termasjhur dalam
lapangan pengetahuan itu. Diantara negeri-negeri jang pernah dikundjunginja ialah : Sjam, Mesir, Algeria, chabarnja sampai dua
kali, selandjutnja Basrah sampai empat kali dan kira-kira 6 tahun
tinggal dharaah Hidjaz.
Diantara kitab-kitab jang dikarangnja, kita sebutkan umpama77
raja: Kitab Qadhaja, As-Sahabah w a t Tab'.'in, Tarichul Kabir,
Tarichul Ausath Al-Adabul Mufrad, Al-Qira'ah chalfal imam'.
Birrul Walidain, Kitabul Dhuafa. Al-Djami'ul Kabir, Al-Musnad
Kabir, At-Tafsinul Kabir, Kitabul Hibbah, Asma'is Sahabah dan
banjak lagi jang lain-lain.
Sebuah diantara kitab-ikitab jang dikarangnja jang telah membawa namanja terkenal dan harum dalam kalangan kaum Muslimin
dan ahli sedjarah. ialah Kitab Sahih, pengumpulan Hadis Nabi
Muhammad jang terbesar sebagai tersebut diatas.
Imam Buchari ialah seorang jang W a r ' a , peramah dan tinggi
budi. Siang malam ia menghabiskan waktunja untuk membatja
dan mempeladjari isi Al-Qur'an. Dalam memelihara dan memadjukan agama Islam ia besar sekali djasanja. Untuk mengumpulkan Hadis dan menjusun Kitab Sahih jang terkenal itu, ia telah
menghabiskan waktu kira-kira 16 tahun, berkeliling negeri dengan
pengorbanan jang tidak terhingga.
Dalam memilih Hadis-Hadis jang dikumpulkan ?a~ sangat teliti
Ada berita jang mengatakan, bahwa tiap-tiap ia hendak menulis
sebuah Hadis jang telah diselidiki kedalam Kitab Sahihnja, ia sem
bahjang lebih dahulu dua raka'at isticharah kepada Tuhan.
Dalam tahun 870 M. ia meninggal dunia, pada suatu malam
'Idul Fitri, berangkat menghadap Tuhan mempersembahkan amal
dan djasanja selama hidup didunia jang fana ini.
Nama jang lengkap dari Imam Muslim ialah Muslim bin Hadjdjadi Al-Qusjairi dilahirkan di Nisabur dalam tahun 826 M. Sebagaimana Buchari begitu pula Muslim mengundjungi negeri-negeri jang penting, untuk mempeladjari dan mengumpulkan HadisHadis Nabi, diantaranija Iraq, Hidjaz, Sj'am dll.
Diantara guru-gurunja kita sebut: Jahja bin Jahja An-Nisa
ouri, Outaibah bin Sa'ad, Ishaq ! bin Rahuwaih. Ali bin D j a d i
Ahmad ibn Hambal. Abdullah bin Al-Qawairi dll. ulama jang besar lagi terkenal.
Oleh karena Muslim seorang murid dari Buchari maka tjara ia
bekerdlja dalam mengumpulkan Hadis-H,adis itu hampir bersamaan. Dalam ilmu Hadis ia mendjadi Imam Besar, Imam jang kedua
sesudah Buchari. Diantara, kitab-kitab jang dikarangkan, janq pa
ling populer ialah Kitab Sahih Muslim.
Ia meninggal dalam tahun 883 dan dikuburkan di Nisabur.
Diantara anli-ahli Hadis jang lain baiklah kita sebutkan sebagai berikut :
j£*¥*, * " sebe ™> a b e M a A ° " Isa Muhammad bin Isa:
At-Tirmiz., lahir pada 822 M. Ia beladjar pada Outaibah b n
bald. Ishaq bin Musa, Muhammad bin Ailan, Muhammad bin
Ismail dan Imam Buchari sendiri.
Karangannja jang terkenal ialah kitab „Sunan'nja jang tersebut diatas. Ia sendiri pernah mentjeriterakan dalam kitabnja
kira-kira demikian: „Setelah Kitabku selesai kukarang, maka kua
78
;
tundjukkanlah kepada ulama-ulama besar di Hidjaz, di Khurasan.
Iraq, jang semuanja menjatakan senang terhadap usahaku, Sungguh barang siapa jang menjimpan kitab itu dalam rumahnja, seolah-olah ditempatnja itu ada seorang Nabi jang selalu bersabda". Tirmizi meninggal tahun 901 M.
Tentang Abu Abdurrahman Ahmad bin Suaib An-Nasai ditjeriterakan orang, bahwa ia lahir pada th. 836 M. Sesudah beladjar
pada beberapa ulama besar, seperti Qutaibah bin Said, Ishaq bin
Ibrahim dan lain-lain ulama dari Khurasan. Hidjaz, Iraq, Mesir
dan Algeria, maka iapun mulai mengarang, dan karangannja banjak tersebar disana sini. Bahwa ia seorang jang tjerdas otaknja
ternjata dari pudjian jang diutjapkan oleh Imam Tadjus Subki,
iang hidup semasa dengan beliau kira-kira demikian : „Sesungguh
nja Imam Nasai itu lebih kuat ingatan dan hafalannja dari Imam
Muslim".
Adapun Sulaiman bir? Asj'as Sadjastani, lebih dikenal orang dengan nama Abu Daud dalam kalangan ulama Hadis. Ia dilahirkan
pada tahun 824 M. Mula—mula ia beladjar ilmu Hadis itu pad3
Ahmad dan Qa'nabi dam Sulaiman bin Harb. Diantara guru-guru
nia jang lain kita sebutkan umpamanja Usman Abi Sjaiban, Abilwnlid At-Tajalisi dan la : n-lain.
Kitab ,,Sunan"nja terdapat dan diperbanjak orang di Bagdad dan
mendapat pudjian tentang isi dan susunannja, diantara lain-lain
dari Al-Chatibi dan Al-Ghazall.
Untuk mengetahui berapa banjak Hadis jang telah dikumpulkan
Abu Dawud tjukup agaknja kita bawakan disini perkataannja
demikian : „Telah kutulis dari Rasulullah kurang lebih 500.000
buah Hadis, akan tetapi tjukuplah kumuatkan dalam kitabku itu
4.100 buah sadja dari Hadis itu, 'jang telah kupilih dan jang tersahih pada pendapatku".
Abu Dawud meninggal di Basrah pada tahun 900 M.
Kemudian sebagaimana kita ketahui, tidak kurang djasanja
Abu Abdillah Ibn Madjah Al-Qazawinf, jang lahir pada tahun 831
M. Seperti jang lain iapun terpaksa mengembara dalam beberapa
neqeri untuk mempeladjari dan mengumpulkan Hadis. Jang paling banjak didapat pengetahuannja tentang Hadis itu ialah dari
Imam Malik dan Lais. Diantara orang-orang jang sangat menghargakan pekerdjaan Ibn Madjah ialah Ibn Asakir Al-Magdasi
dan Hafiz Abdal Ghani, sama-sama meninggal pada tahun 1244 M.
Ibn Madjah wafat dalam bulan Puasa tahun 897 M.
Diantara ahli-ahli Hadis jang lain tidak dapat kita lupakan
Ibn Hibban, jaitu Muhammad bin Hibban Al-Basti. Beliau tidak
sadja terkenal dan disegani orang terutama di Mesir dan Khurasan, tempatnja beliau jang paling lama tinggal, oleh karena penge
tahuan umumnja. Beliau ahli tentang ilmu kedokteran, terutama
ilmu bintang dan djuga seorang pengarang jang ulung pada zaman itu. Selain dari „Musnadnja" karangannja ialah Kitab „Dzu79
afa", „Fiqhun N a s " dlll.
Hakim pernah mengatakan demikian: „Sungguh Imam Hibbam
itu sumber pengetahuan, ia tasik ilmu fiqh, lautan bahasa dan ilmu
da'wah".
Ibn Hibban meninggal pada tahun 976 M.
Kemudian jang tidak dapat kita lupalkan sebagai ahli Hadis
jaitu Imam Dar Quthni. Namanja jang lengkap ialah Abui Hasan
Ali bim Umar. Lahir 928 M. Selain dari „Musnadnja" karangan
nja ialah Al-I'lalul Waridah, Al-Mudjtabi, Al-Muchtalaf, AlMu'talaf dll. jang semuanja mengenai agama Islam dan mendapat
perhatian besar.
Namanja terambil dari nama sebuah kampung tempat beliau
lahir Dar Quin., di Baghdad, jang banjak menghasilkan kapas.
Imam Dar Quthni meninggal pada tahun 1005 M.
Walaupun, tidak ada niat kita akan menjebut semua ahli Hadis
itu, tetapi achirnja 'kita harus memperingati djuga disini nama
Al-Hakim, jaitu tidak laini dari Muhammad bin Abdillah Nairn
Ad-Dhabbi, dilahirkan di Nisabur pada tahun 943 M. Diantara
negeri jang dSkundijunginja Iraq (963) dan Khurasan, dan konon
gurunja tidak kurang dari 1000 orang banjaknja. Beberapa lama
beliau mendjadî Hakim Negara Nisabur. Diantara Kitab jang
dikanangnja, selain dari sebuah Tarich Nisabur jang besar, ilalah
- Mustadrak as-Shahihain dam AL-Iklil. Beliau wafat dalam tahun
1027 M .
M)
\
X V . ABU H U R A I R A H D A N P E N J I A R A N
HADIS.
Kita ketahui, bahwa salah seorang sahabat besar jang banjak
menjiarkan Sunnaih dan menjamipaikan Hadis Nabi ialah Abu
Hurairah Siapa Abu Hurairah? Dalam masa djahilijah Abu Hurairah bernama Abdu Sjams bin Shachar, salah seorang anggota ka
bilah Daus di Jaman, jang kemudian sesudah masuk Islam dipang
gil oleh Nabi dengan nama Abdur Rahman. Ibunja bernama Am
samah, anak perempuan dari Sbafiah ibnl Haris, djuga dari kabilah Dausijah. Menurut tjeriteranja sendiri ia lebih dikenal dengan gelar Abu Hurairah, ialah karena ia sebagai gembala kambing mempunjai seekor kultjing ketjil jang selalu dibawa kemanamiana. Abu Hurairah artinja jang sebenamija adalah Bapa Kutjing.
Abu Hurairah masuk Islam pada th.. Hidjrah jang ke-VII, antara masa Hudaibijah dan Chaibar, dikala umurnja tiga puluh
tahun. Ia turut kedalam perang Chaibar membela Islam dan tatkala
pulang dari situ ia pergi ke Madinah bersama Nabi, tinggal diasrama Shuffah, mengikuti Nabi dan menemaninja siang malam dan
makan bersama Rasulullah hingga Nabi wafat.
Sifat dan tabi'atnja sangat halus, mendjadi ketjintaan kepada
Nabi dan sahabat-sahabatoja, sulka berkelakar tetapi dalam garis
garis jang benar, oleh ikarena itu ia sangat disukai orang-orang
disekitarnja. Ibn Abid Dunya mentjeriterakan dari Zubair, bah
wa ada seorang laki-laki datang kepada Abu Hurairah dan berkata : „Sedjak pagi-pagi aku berpuasa, tetapi kemudian aku men
datangi ajahku, jang padanja kudapati roti dan dagang. Lalu ku
makan sampai kenjang, lupa bahwa aku puasa". Abu Hurairah
berkata: 'Allah sudah memberi makan kepadamu". Orang itu inert jambun g: „Kemudian aku meneruskan perdjalanan kerumah t e manku. Kudapati dia sedang memeras susu kambing, lalu aku minum sepuas-puasnja". Abu Hurairah berkata : „Allah telah mem
t e r i minum kepadamu". Orang itu berkata pula : ..Kemudian aku
pulang kerumah. Aku tidur dengan seenak-enaknja, dan sesudah
aku bangun aku minta air segelas serta akupun minum pula".
Abu Hurairah berkata: „ W a h a i kemanakanku, engkau tidak biasa
berpuasa".
v
Abu Hurairah belum pernah mengeluarkan sesuatu perkataan
>ang kedji terhadap orang lain dan.' belum pernah berdusta. Ia
seorang jang zahid, kuat îbadatnja dam wara', tidak mau makan
sesuatu jang belum tentu halal dan haramnja. Banjaik kali ia men
derita lapar, dan duduk berdjam-djam dekat mimbar Rasulullah
dengan memangku batu diperutnja. Orang menuduh dia gila,
etapi ia sendiri b e r k a t a : „Aku tidak gila tetapi aku l a p a r "
SI
Abu Hurairah kuat sekali ingatannja dan karena ia menemani
Nabi setiap waktu ia lebih banjak dapat mentjeriterakan tentang
Sunnah daripada sahabat-sahabat jang lain. Banjak oramg-orang
bahkan dari kalangan sahabat sendiri mentjurigainja dan mertuduhnja mengada-adakan Sunnah jang sebenarnja tidak tersua pada
diri Nabi. Pada waktu mula pertama ia memang seorang pelupa,
kemudian ia datang kepada Nabi dan memohon dido'akan supaja
kuat ingatannja. Sedjak itu ia mendjadi seorang jang terkenal
kuat ingatan dan hafalannja. Tjeritera ini dibenarkan oleh Imamimam Hadis, seperti Buohari, Muslim, Ahmad, Nasa'i. Ibm Abi
Ju'la dan Abe Nu'aim.
Goldziher dengan Itemam-temamnija ahli ketimuran jang lain
mengedjek tjeritera itu dan mengatakan bahwa tidak mungkin
Abu Hurairah dapat menghafal sekian banjak Hadis Nabi. Meskipun pikiran ini sudah terang dikeluarkan untuk menarik perhatian orang baniak untuk menuduh, bahwa dalam Sunnah banjak
terdapat Hadis-Hadis palsu jang dibuat-tmat oleh sematjam Abu
Hurairah, tetapi anak-anak Islampun banjak jang turut menjerang
dan mentjertja Abu Hurairah itu, misalnja pengarang Fadjrul
Islam, bahkan Abu Rajih, jang oleh Dr. Musthafa As-Siba'i dalam
kitabnja "As-Sunnah wa makamatuha fit tasjri'il Islami" (Cairo.
1961) didjawab dengan keritik jang tadjam, sehingga menghabiskan puluhan halaman.
Dalam pada itu Abu Hura : rah tetap Abu Hurairah dan namanja terlukis dengan tinta emas dalam kitab-kitab Hadis seb.agai
seorang sahabat jang djudjur.
Kekuatan ingatan untuk menghafal sesuatu memang sudah
mendjad: keistimewaan orang Arab. Keadaan ini sudah terdjadi
dengan sahabat, tabi'in dan tabi'tabi'in jang menundjukkan keistimewaan jang luar biasa ini. Lihat Buchari, jang sanggup menghafal tiga ratus ribu Hadis dengan sanad-sanadnja, lihat Ahmad
ibn Hambal jang sanggup menghafal enam ratus ribu Hadis dan
lihat Abu Zar'ah jang dapat menghafal tudjuh ratus ribu Hadis, ke
tiga-tiganja lantjar keluar dari mulutnja seperti air mantjur. Siba'j
bertanja, mengapa orang mengetjam Abu Hurairah dalam menjampaikan hafalan Hadisnja, jang hanja berdjumlah lima ribu
tiga ratus tudjuh puluh empat buah. Tidakkah orang mengetahui
bahwa penjair-penjair Arab dapat menghafal beratus-ratus ribu
gurindam? Bukankah sudah biasa dalam masa sahabat beratusratus orang jang menghafal diluar kepala, Qur'an tiga puluh djuz?
Al Asma'i pernah menghafal lima belas ribu gurindam Arab. Muhibbuddin Al-Chatib mentjeriterakan, bahwa temannja Ahmad bin
Amin Asj-Sianqithi menghafal seluruh sjair dari pengarang-pênga
rang djahiliah, dan dia hafal djuga seluruh sjair Abui Ulä AlMa'arri. Mengapa timbul keritik terhadap kepada kekuatan hafalan Abu Hurairah ?
Hampir semua sahabat mengakui bahwa Abu Hurairah sangat
U
kuat mengingat Hadis. Marwan pernah mengadakan pertjobaan
kekuatan mengingat dari beberapa orang jang dipilih. Maka keluarlah Abu Hurairah sebagai pemenang pertama. Pernah djuga
Marwan mengirimkan sjeorang sekretarisnja, iang dengan diamdiam menulis Hadis-Hadis jang diutjapkan oleh Abu Hurairah.
Kemudian Marwan mengirimkan pula setjara resmi sekretarisnja
jang bernama Abu Za'iza'ah itu kesuatu pertemuan dan meminta
Abu Hurairah menerangkan Hadis-Hadis jang pernah didengarnya. Haldis jiang diutjapkan oleh Abu Hurairah ditengah ramai
itu sama betul bunjinja dengan Hadis-Hadis jang ditjatatnja setjara
diam-diam.
Oleh karena itu sahabat-sahabat, tabi'in dam ulama-ulama
Hadis banjak terdapat memudji akan ketjakapan Abu Hurairah.
Thalhah bin Ubaidillah berkata: „Aku tidak pernah sjalk, bahwa
Abu Hurairah banjak mendengar dari Rasulullah apa jang kita
tidak dengar". Ibn Umar menegaskan : „Abu Hurairah lebih baik
daripadaku dan lebih bamjak mengetahui tentang apa jang diutjap
kannja". Begitu djuga pendapat-pendapat sahabat dan tabi'in jang
lain.
Mengenai kedjudjuran Abu Hurairah diantara lain pernah
disebutkan oleh Asj-Sjafi'i, jang mengatakan: „Abu Hurairah ada
lah orang jang paling banjak menghafal Hadis dalam masanja. Begitu djuga pendapat Buchari dll. Saudara Hasan Al-Basri, Sa'id,
pernah mengatakan, bahwa tidak pernah ada seorang sahabat jang
lebih banjak menghafal dan menjampaikan Had r s Nabi daripada
Abu Hurairah. Utjapam ini sama dengan utjapan Hakim, Abu N u '
aim, Ibn Hadjar dan lain-lain pengarang lama jang terkenal.
Mengapa Abu Hurairah lebih banjak mengetahui tentang
Sunnah Nabi daripada sahabat-sahabat jang lain? Menurut Thalhah, pernah seorang laki-laki bertanja tentang hal itu kepadanja.
Ia mendjawab, bahwa sahabat-sahabat itu adalah orang jang kajakaja dan punja rumah masing-masing di Madinah beserta keluarganja, tetapi Abu Hurairah seorang miskin jang makan minumnja diberikan Nabi dam saban saat mengikuti Nabi 'kemana-mana,
sehingga semua dia tahu apa jang kami tidak tahu tentang Nabi.
Kami semua tidak pernah sjak wasangka tentang kebenaran Abu
Hurairah itu (Al-Bidajah wan Nihajah, VIII : 109).
Oleh karena kedjudjuranmja banjak sekali ia menjampaikan
riwajat dari sahabat dan Hadis-Hadis jang diutjapkannja atau
Sunnah Nabi jang disampaikannja banjak diambil orang dari pada
Tabi'in dengan penuh kepertjajaan. Dalam kalangan Ahlus Sunnah
wal Djama'ah 'tidak ada seorangpun jang tjuriga akan kedjudjuran
Abu Hurairah.
Bagaimana ia wafat ditjeriterakan oleh Abu Salmah bin Abdur
Rahman, jang masuk memgundjungi Abu Hurairah dirumahhja. Ia
berkata: „Ja Tuhanku sembuihkanlah Abu Hurairah. Abu Hurairah
lalu kaget dan mendjawab: „Djangan kamu ulang lagi utjapan itu".
83
Rupamja ia lebih suka menghadap Tuhanmja sesudah wafatnja N a b i
dari pada hanja memamdjang-mandjang umur vsadja. Al-Baghawi
mentjeriterakan tatkala ia menghadiri kematian Abu Hurairah
melihat ia menangis. Tatkala ditanja mengapa, Abu Hurairah men
djawab: „Aku menangis karena merasa kekurangan amal jang akan
kupersembahkan". Tatkala Marwan mengutjapkain kepadanja supaja ia disembuhkan Tuhan dengan segera. Abu Hurairah dengan
tjepat menjusulkan utjapan itu dengan: ,,Ja Tuhanku, aku ingin
menemui engkau, terimalah tjintaku dan keinginan ini serta lekas
pertemukan aku dengan dikau". Sebelum Marwan sampai kepasar
sekeluarnja dari rumah Abu Hurairah, Abu Hurairah meninggal
dunia. Ia meninggal dalam tahun 59 H. dalam umurnja 79 th. Ia
meninggal pada waktu Ashar dan disembahyangkan oleh Walid
bin Uqbah,
Beberapa tjatatan mengenai sahabat Nabi ini, saja sudah djuga
sebutkan pada tempat jang lain, terutama mengenai ketelitiannja
Abu Hurairah ini dalam menerima dan mengutjapkan kembali
Hadis-Hadis i v Nabi, jang didengar langsung atau jang didapati
dari sahabat-sahabatnja.
84
XVI. A Z - Z U H R l D A N P E M B U K U A N S U N N A H .
Kita sebutkan Az-Zuhri sebagai seorang jang berdjasa dalam
sedjarah pembukuan Sunnah, karena meskipun Suinmah itu sebelum
zamannja sudah ditjatat, diala'h jang menjempurnakan tjatatan itu
serta membangkitkan 'keinginan orang untuk menulis banjak tentang Sunnah Rasulullah. Namanja jang sebenarnja Muhammad bin
Muslim ibn Zuhrah Al-Qura:sji Az-Zuhri. Ia dilahirkan, pada th.
51 H. Ajahnja Muslim bin Ubaidillah itu bersekutu dengan Abdullah bin Zubair dalam peperangan menentang Bani Umajah.
Ia dit : nggalkan bapaknja diwaktu sangat muda, tidak mempunjai
harta warisan, hidup tumbuh sebagai seorang anak jatim, dan
tidak dikenal sebelummja dalam sedj.arah.
Dikala ia sudah dapat berfikir, perhatian Az-Zuhri jang pertama-tama ditudjukan untuk menghafal Q u r a n , konon menurut
saudarartja kemudian sampai dapat ia menamatkan delapan puluh
kali semalam. Ia berguru kepada Abdullah bin Tsa'lab, jang menga
djarkan dia silsilah keluarganja, halal dan haram dan beberapa
ilmu mengenai riwajat Hadis.
Lalu timbullah kegemaranmja kepada mengumpulkan Sunnah
dan Hadis itu dengan mendatangi dan mentjatat apa-apa jang
dapat ditulisi daripada sahabat, terutama jang sepuluh orang berulang-ulang disebutkan dalam karangan^karanganmja, seperti Anas,
Ibn Umar, Djabir, Sabal ibn Sa'ad. Ia mendatangi tabi'in-tabi'in
jang besar, seperti Sa'ad ibn Masajjab, Urwah bin Zubair, Ubaidillah bin Ubaidillah bin Utbah, Abu Bakar bin Abdur Rahman,
Jang terbanjak ia bergaul ialah dengan Sa'ad bin Musajjab, sampai delapan tahun berturut-turut lamanja. Ia pernah pergi ke Sjam
dalam masa Marwan dan berhubungan dengan Abdul Malik sesu
dah pembunuhan atas diri Abdullah bin Zubair.
Diantara chalifah jang dipergaulinja ialah Al-Walid, Sulaiman, Umar bin Abdul Aziz, Jazid II, Hisjam bim Abdul Malik,
Djuga dia pernah pergi ke Iraq dan Mesir keliling Hidjaz, serta
giat sekali berusaha mengumpulkan Hadis-Hadis jang didengarnja disana-sini.
Orang jang pernah melihatnja menerangkan bahwa ia bertubuh pendek, berdjanggut, suka memberi inai kepada rambut dan
djanggutnja itu. Lebih penting dari pada itu bahwa ia fasih dalam
berbitjara, sehingga beroleh pudjian disana sini. Dalam masanja
terdjadi pepatah : „Tiga orang jang fasih dalam sedjarahnja, jaitu
Az-Zuhri, Umar bin Abdul Aziz dan Thalhah bin Ubaidillah".
Diantara achlaiknja ialah mulia hati dan lapang-dada, pemu/
85
rah terhadap teman-temannja dan orang miskin. Al-Lais bin Sa'ad
pernah mentjeriterakan, bahwa Ibn Sjihab atau Az-Zuhri adaiah
orang jang paling pemurah. Ia memberikan kepada siapa sadja
jang meminta sesuatu kepadanja. Katanja apabila ia tidak mempunjai uang ia pindjam dari orang lain atau dari seorang budak
untuk memenuhi permintaan seseorang miskin jang meminta kepa
danja. Pada suatu kali ia tidak dapat memberikan apa-apa, lalu
ia berkata: "Bergembiralah 'kamu. moga-moga Allah akan memberikan sesuatu kepadamu".
Dalam menuntut ilmu Hadis ia sangat giat menemui ulamaulama menulis apa jang didengar, sebagaimana jang dilihat orang
sampai tengah malam buta, dihafalnja dan digunakannja dimiama
perlu. Kata Abu Zinad : „Kami menulis tentang halal dan haram,
tetapi Ibn Sjihab (Az-Zuhri) menulis apa sadja jang ia dengar,
sehingga ia mendjadi seorang jang mengetahui segala-galanja. AzZuhri mengumdjumgi tjeramah-tjeramah agama untuk dapat mentja
tat apa jang diperlukan.. Ia berchidmat kepada Ubaidillah bin Utbah bin Mus'ud dan banjak mentjatat riwajat-riwajat Hadis dari
pada orang itu.
Az-Zuhri termasuk orang jang kuat imgatanmja, salah satu
Ikurnia Tuhan kepadanja, sehingga ia sendiri pernah berkata : „Apa
jang kudengar dan tempatkan dalam hatiku, sukar kulupakan".
Abdur Rahman Ibn Ishaq pernah menerangkan bahwa ia tidak
pernah menaruh sjak wasangka kepada Az-Zuhri, ketjuali sebuah
Hadis, jang kemudian sesudah ditanjakan kepada salah seorang
temamnja ibupun dibenarkanmja.
Salah satu daripada keistimewaannja tentang kekuatan ingat annja ditjeriterakan oleh Ihn, Asakir dengan djaminan kebenaran
dari Abdul Aziz bin Imran, bahwa Abdul Malik menulis ke Madinah untuk sesuatu persoalan. Djawaban surat itu terlalu pandjang dan oleh Abdul Malik diumumkan diatas mimbar dalam sidang Djum'at. Tatkala sembahjang sudah bubar, orang datang
kepada Sa'ad b jin Musajjab memanjakan apa isi surat jamg diiumum
kan itu, Baik Sa'ad maupun orang lain mentjoba-tjoba memberikan
isinja jang lengkap. Tetapi orang banjak belum puas, hingga didatangilah Ibn Sijhab atau Az-Zuhri, jang hadir djuga mendengar
batjaan itu. Az-Zuhri menerangkan seluruh isi surat itu sebagaimana jang dibatja, sehimqga orang mendengarnja dengani mulut
ternganga karena satu kalimatpun tidak ada jang ketinggalan.
Dongeng ini menundjukkan kekuatan ingatan Az-Zuhri sehing
ga ia lajak disebutkan sebagai salah seorang perawi Hadis jang
utama dalam masanja. Tatkala orang sudah mengetahui kedjudjuran dan kekuatan ingatannja itu, orang lalu menerima Hadisnja dengan tidak ragu-ragu. Imam Malik pernah berkata : „AzZuhri dikala masuk ke Madinah tidak masjhur dan belum dikenal
orang. Kemudian kuketahui bahwa di Madinah ada tudjuh puluh
atau delapan puluh jang meriwajatkan Hadis, tetapi banjak orang
S6
tidak mau mengambil dari pada mereka. Tatkala Ibn Sjihab datang lagi dan ia berusaha mengumpulkan Sunnah, maka kulihatlah
orang berdesak-desak mendatanginja untuk mengambil HadisHadis daripadanja" (As-Sunnah, hal 390).
Diamtara pudjian-pudjian ulama djuga ialah sebagai jang dikatakan oleh Az-Zahabi dan Ibn Asakir masing-masing dalam
sedjarahnja, apa jang pernah diutjapkan oleh Al-Laits : „Saja
belum pernah melihat seorang jang lebih alim dan lebih banjak
mengumpulkan Hadis daripada Az-Zuhri. Ia menjampaikan Hadis
targhlb dengan tegas serta ia berbitjara tentang Qur'an dan Sunnah dengan tidak ragu-ragu". Menurut Imam Malik pernah terdjadi di Madinah Ibm Sjihab atau Az-Zuhri membawa masuk
Rabi'ah kedalam sebuah ruang sidang berbitjara. Tatkala Ibn Sjihab keluar dari situ ia menerangkan kepada umum : „Tidak ada
seorangpun di Madinah sematjam Rabi'ah". Kemudian Rabi'ah
keluar dan menerangkan djuga kepada umum : „Aku menjangka
tidak ada seorangpun jang begitu banjak ilmunja tentang Sunnah
dikota Madinah ini melebihi Ibn Sjihab". Demikianlah keistimewaan. Az-Zuhri, jang tidak dapat dilupakan namanja oleh sedjarah
pembukuan Sunnah Nabi.
Menurut Ibn Asakir, sebagaimana jang pernah disebutkan
oleh Ibn Abi Hasjim dalam " F l Djarh w a t Ta'dil", bahwa Umar
bin Abdul Aziz pernah menasehatk,an orang-orangnja untuk selalu
mendekati dan memanjakan ttg. Sunnah kepada Ibn Sjihab, karena
katanja : ,,Ia adalah salah seorang jang sangat alim dengan Sunnah
Nabi, peninggalan masa jang lampau. Ali bin/ Al-Madyami berkata : „Kedjudjuran Hadis (tsiqqat) hamja terdapat pada AzZuhri. Amr bin Dinar di Hidjdjaz. pada Qatadah dan Jahja b : n
Abi Katsir di Basrah, pada Abu Ishak dan A'masj di Kufah", dengan maksud bahwa Hadis-Hadis jang sahih hanja didapat pada
mereka jang enam itu. Saja tidak perpandjang tjeritera tentang
kedudukan Az-Zuhri dalam Sunnah, karena kebanjakan Ulamaulama Hadis membenarkan kedudukannja jang sangat pentinq itu.
seperti Amr bin Dinar. Ajjub, Suf jaro bin Ujainah, Makhul, Jahja
bin Sa'id. kemudian dikuatkan oleh Ibm Sa'ad, An-Nasa'i. Imam
Ahmad, Ibn Abi Hatim. Ibn Hibban, Saleh bin Ahmad, Muslim.
Ibn Hadjar. Nawawi dlll. jang semuanja memudji dan membenarkan kedjudjuran Az-Zuhri dalam menjampaikan Sunnah dan Hadisnja.
Untuk melihat djasa Az-Zuhri jang terbesar dalam sedjarah
Sunnah, Dr. Mustafa As-Siba'i dalam kitiabnja „As-Sunnah", menerangkan bahwa djasa itu terletak dalam tiga persoalan :
1
Membukukan Suminah atas perintah Umar bin Abdul Aziz.
jang sebelumnja tidak dikerdjakan orang. Umar bin Abdul
Aziz menulis kepada gubernurnja d'. Madinah, Abu Bakar bin
Hazam, dengan perintah untuk mengumpulkan Suramah Nabi,
dan perintah ini oleh Abu Bakar tersebut hanja dipentjajakan
87
kepada Az-Zuhri jang melaksanakannja dengan puas. Ibn
Hadjar dalam kitabmja „Fathul Bari" membenarkan, bahwa
Ibn Sjihab adalah orang jang pertama-tama membukukan
Sunnah dalam sedjarah atas perintah Umar bin Abdul Aziz,
sebagaimana jang diriwajatkan Abu Nu'aim, Malikpun berpendapat dem'kiam. Ibn Asakir djuga membenarkan fakta sedjarah ini, sehingga tidak ada lagi jang ragu-ragu menerangkan, bahwa jang mula pertama membukukan Sunnah itu dengan bangga dapat disebutkan ialah Ibn Sjihab atau AzZuhri.
2. Keistimewaan! jang lain ialah bahwa Az-Zuhri banjak menghafal Sunnah dam kuat dalam hafalannja, sehingga dengan
demikian terpeliharalah Sunnah Nabi dalam hari-hari jang
pertama, dimana onang berpendapat tidak boleh membukukan
Sunnah karena Nabi melarang. Hal ini dibenarkan oleh Ibn
Asakir, Al-Laits, jang mengemukakan pendapat Sa'id bin
Abdur Rahman bin Hambail: „Hai Abui Haris ! Djika tidak
ada Ibn Sjihab sungguh sudah hilanglah sebahagian besar
daripada Sunmah Nabi'. Djuga Al-Djuhmi mengatakan demikian, sehingga Muslim dalam sahihinja, bg. Imam dan Nusur.
menerangkan banjak Hadis-Hadis jang sanadnja baik dikembalikan kepada Az-Zuhri".
3. Az-Zuhri adalah orang jang pertama membangkitkan perhatian umum untuk memperbaiki sanad Hadis, sedang jang sebelumnja belum memperhatikan, hal ini. Tidakkah benar Imam
Malik mengatakan, bahwa Ibn Sjihab adalah pengarang jang
pertama jamg memberikan sanad kepada Hadis? Muslim menerangkan', bahwa Ibm Sjihab pernah menerangkan kepada
ulama Sjam, bahwa mereka dalam mengemukakan Sunmah dan
Hadis harus memjelïdïki sanad dan memberikan sanad jang
baik.
Inilah keistimewaan Ibn Sjihab atau Az-Zuhri dalam sedjarah
tadwinus sunnah. Namanja jang harum, sikapnja jang djudjur menjebabkan banijak ulamia^ulaima Hadis mengambil Sunnah dam Hadis dari padanja serta memasukkan kedalam bukunja, diantaranja
Imam Malik. Abu Hanifa-h, Atha' bin Abi Rabah. Umar bin Abdul
Aziiz, Ibn Ujainah Al-Laife bin Sa'ad, Al-Auza'i, Ibn Djuraidj,
Buchari, Muslim, Sjafi'i, Ahmad dll. Maka kita batjalah riwajatriwajatnja itu kembali dalam kitab Hadis jamg utama, jang dinamakan Kutubus Sittah.
Saja tinggalkan tjeritera-tjeritera jang lain mengenai AzZuhri, karena saja anggap tidak berhubungan langsung dengan
sedjarah pembukuan Sunnah.
Menurut berita ia meninggal dalam tahun 124 H., dikala umurnja 72 th. Menurut wasiatnja ia dimakamkan dipinggir djalan,
agar tiap manusia jang lalu. mendo'akan kepadanja.
88
XVII. S A L M A N FARISL
Kedudukan Salman pada Nabi Muhammad dan kedudukan
Islam pada Salman sudah bamjak ditjeriterakan orang. Menurut
Ibn Hadjar dalam kitab Al-Asabah fi Tamjizis Sahabah Salman
Abu Abdillah al-Farisi itu atjapkali dinamakan Salman Chair dan
Salman anak Islam. Banjak jang meriwajatkan, ddamtaratnja Anas
bin Malik, bahwa Salman, apabila ditanjakan oramg siapa namanja,
mendjawab : „Saja Salman bin Islam, dari anak Adam !'.
Seorang sahabat Nabi bernama Ma'mar mentjeriterakan, bahwa pada suatu hari ada segolongan orang datang menemui Salman
dirumahnja, pada waktu Salman itiu sUdah 'diangkat imendjadi radja
dli Mada'in, dam mendapati Salmam itu sedang menganjam tikar.
Tatkala orang bertanja kepadanja, mengapa ia berbuat jang demikian itu, pada hal sebagai radja ia memiliki rezeki berlimpahlimpah, ia mendjawab : „Saja ingin makan dari usaha tangan saja
sendiri !" Ditjeriterakan orang, bahwa Salmam itu memang seorang
jang baik, seorang jang memiliki kemuliaan diri, seorang jang luas
pengetahuamnija, alim, zahid dan tidak thama' kepada dunia. Suatu
tjeritera menerangkan, bahwa Nabi pernah berkata : „Djikalau
agama itu ada dilangit, mistjaja akan dapat ditjapai djuga oleh
Salman !" Aisjah menerangkan, bahwa Salman selalu bergaul dengan Nabi sedemikian banjaknja dan demikian rupamja, sehingga
lebih banjak dan rapat dari kami sendiri.
Abu Buraidah mendengar dari ajahnja, bahwa Nabi pernah
berkata : „Tuhanku menjuruh daku mentjintai empat orang, jang
ditjintainja, jaitu Ali, Abu Zar, Miqdad dan Salman".
Dan oleh karena itu Islam menundjukkan tidak membedakan
mana jang lebih baik, keturunan Quraisjkah, keturunan Adjamkah,
dan Salman tentu lebih baik daripada ketiurunam Muawijah, meskipun mereka nenek mojangnja orang Arab dan Quraisi.
Pada suatu hari Abu Bakar berbitjara agak keras suaranja
terhadap Salman, demikian kata Maqrizi. Abu Quhafah, ajahnja
berkata kepada Abu Bakar : „Rendahkan suaramu terhadao kepada Pahlawan ini!" Maka kata Abu B a k a r : „Tuhan telah mendirikan dengan Islam bangunan jang tidak ada, dan telah meruntuhkan bangunan jang sudah ada dalam zaman Djahilijah. Maka
bangunan Abu Sufjan itu merupakan salah satu bangunan jang
harus diruntuhkan djuga". Demikian tersebut dalam kitab „AsShrra' bainal Umawijah wa Mabadil Islam", karangan Dr. Nuri
Dja'far (Bagdad, 1956).
Memang Salman salah seorang daripada jang terpenting dalam sedjarah Islam, terpenting dalam segala bidang, dalam bidang
89
siasat, dalam bidang peperangan dan taktik perang, pentjipta parit
pertahanan untuk mempertahankan Madinah, seorang ahli ibadat
jang mengetahui sungguh-sungguh hukuminija, seorang daripada
rufaqa dan nudjaba, jang selalu mengapit serta ditjintai Rasulullah
sudah dikatakan seorang jang zahid tak ada taranja.v
Tentang Salman pernah Rasulullah b e r k a t a : „Kedalam golongan sabiqun ada termasuk empat orang, saja sabiqum Arab.
Suihaib termasuk sabiqun Romawi, Salman termasuk sabiqun Persi'
dan Bilal termasuk sabiqun Islam dari Habsjah". Demikian ditjeriterakan oleh Anas.
Bahwa Salman seorang jang betul-betul hendak hidup sepandjang adjaran Nabi, kelihatan ketika ia kawin dengan seorang
wanita dari Kindah. Ia diantarkan oleh sahabat-sahabat Nabi sebagai mempelai kerumah penganten, jang sudah dihiasi dengan
tirai dan langit-langit jang indah. Tatkala sampai, Salman berkata kepada pengiringnja : „Sehingga inilah tuan-tuan mengantar
sajadaim terima kasih. Pulanglah keitempat masing-masing, karena
demikian kukehendaki". Kemudian ia masuk sendiri kedalaim bilik dan melihat segala perhiasan. Lalu ia berkata: „Apakah rumah
ini dihiasi atau sudah dipindahkankah Ka'bah ke Kindah ?" Sesudah disederhanakan, barulah ia masulk menemui isterinja, sedang
wanita-wanita jang laini dikeluarkan semua dari dalam djurai itu.
Kemudian sesudah ia berdo'a lalu bertanja kepada isterinja : „Apa
kah engkau akan memba'ati daku dalam segala perintah?" Sesudah
isterinja mengaku menta'atinja, barulah ia pergi kemesdjid sembahjang, sesudah itu baharulah ia memalangi isterinja itu, sambil
berkata, bahwa Nabi pernah menasihatkan tiap-tiap keluarga haruslah patuh satu sama laini dalam berkumpul menta'ati Tuhan.
Salman, seorang jang melimpah-limpah ilmunja, seorang jang
mengetahui isi hampir semua kitab Sutji. Ia banjak sekali menger
djakan ibadat malam dan mengandjurkan teman-temannja berbuat
jang demikian itu. Ia seorang jang ditjintai oleh penghuni Suffah,
ditjintai oleh Nabi dan ditjfatai oleh Allah. Abu Buiraidah mentjeriterakan, bahwa ajahnja pernah mendengar Rasulullah berkata:
„Pernah datang kepadaku Ruhul Amin, jang mentjeriterakan kepadaku, bahwa Allah sangat mentjintai empat orang sahabatku".
Tatkala ditamjakan orang, siapa mereka itu, Rasulullah mendjawab : „Jaitu Ali, Salman. Abu Z a r dan Al-M'qdad". Dalam sebuah hadis jang lain, jang diriwajatkan Anas bin Malik, Rasulullah pernah berkata : „Sudah disediakan sorga untuk empat
orang, jaitu Al!, Al-Miqdad, Ammar dan Salman".
Banjak sekali tjeritera jang aneh-aneh tentang hidupnja Salman Eairisi. Kitab Hillijatui Aulija membuka halaman untuk Salimah
Farisi berlembar-lembar, djauh lebih banjak daripada untuk sahabat-sahabat jang lain.
Sebagaimana kebanjakan ahli Suffah, Salman hidup sederhana. Ia memegang teguh kepada amanat Nabi, bahwa „harta benda
90
mu didunia djangan melebihi daripada perbekalan seorang musafir". Salman seorang jang gemar makan dari hasil tangannja sen'
diri.
Pada suatu hari Salman dikundjungi oleh Asj'as ibn Qais
dan Djarid bin Abdullah Al-Badjali, jang datang dari Madarin
dan berkata, bahwa mereka datang dari saudara Sulaiman jang ada
di Sjam, jaitu Abu Dauda', jang dipersaudarakan Nabi dengan
Salman Farisi. Salman bertanja, bahwa saudaranja iitu suka mengirimkan hadiah kepadanja, dan mengapa tamu-tamu itu tidak
membawa hadiah itu. Tatkala didesak-desak, tamu itu berkata :
„Kami tidalk dititipkan hadiah apa 2 . Tjuma Abu Darda' pernah ber
kata , kamu akan bertemu dengan seorang, jang tidak dapat djganti-gantikan oleh orang lain. Apabila engkau bertemu dengan
orang itu, sampaikanlah salamku. Maka kami diperintahkan, supaja kami menjampaikan kepadamu salamnja !" Djawab Sulaiman:
„Itulah jang kutuniggu-tunggu: Hadiah jang terbaik tidak lain dari
pada salam dan utjapan selamat. Terima kasih kepadamu" (Abu
Al-Bachtari).
Dalam hidup kerohanian Salman memang terkenal diantara
sahabat-sahabat Nabi. Banjak silsilah tarekat melalui Salman sebelum sampai kepada Nabi. Banjak utjapan-utjapannja dan amalan
amalan zuhud jang oleh golongan Sufi hendak dihidupkan 'kembali dalam tasawwuf dan tarekat berasal dari padanija.
Aus bin Dham'adj mentjeriterakan, bahwa ia dengan temantemannja pernah menanjakan 'kepada Salman, miana-manakah amal
jang baik diikerdljalkan menurut pandamigannja. Djawab Salman sesuai dengan adjaran Nabi, demikian: „Memberi salam, memberi
makan kepada orang, dan sembahjang pada waktu orang-orang
lain sudah tidur".
Pada suatu hari Abu Darda' menulis surat kepada Salman
Farisi, bahwa ia hendaknja segera datang ke Tanah Sutji, dimaksudkan Baituil Maqdis, Salman mendjawab: „Tidak ada sepotong ta
nahpun jang dapat mensutjikan manusia, tetapi jang dapat mensutjikan manusia ialah amalnja. Saja dengar, bahwa engkau sekarang mendjadi tabib, djika hal ini berupa ichtiar jang dapat menejmbuhkan manusia, engkau pasti akan masuk sorga, sebaliiknja
engkau akan masuk neraka, djika bantuanmu jang tanggung itu
akan membunuh manusia".
Pada suatu hari Salman menemui temannja Abdullah bin Salam, dan membuat perdjandjian, siapa jang mati lebih dahulu
pkan mentjeriterakan pengalamannja kepada temannja jang masih
hidup. Kebetulan jang wafat lebih dahulu Salman. Dalam sebuah
mimpi Abdullah bin Salam bertemu dengan Salman dan bertanja;
„Apakah amal jang kamu dapat paling afdal". Salman mendjawab : „Tidak ada jang lebih istimeda daripada tawakkâl".
Pada suatu hari Huzaifah dan Salman ingin sembahjang. Ada
seorang perempuan bernama Nabithah berkata kepada keduanja :
91
„Djangan tjari tempat jang sufcji. Tjari kesutjian hatimu!" Salman
segera berkata kepada Huzaifah : „Ambil utjapan ini meskipun
ia dikeluarkan oleh seorang wanita Kafir".
Salman menggambarkan, kehidupan seorang mukmin didunia sebagai seorang sakit' jlang dirawati oleh dokter jang ahli tentang penjakit dan obatnja, jaitu Allah jang dijakininja.. Apabila
orang mukmin jang sakit itu ingin makan sesuatu jang berbahaja
buat penjakitmja, dokter mentjegahnja karena hal itu berbahaja
bagi dirinja. Tetapi sebaliknja diandjurkan menggunakan tiap
sesuatu jang dapat memperbaiki kesehatannja. Dengan demikian
Tuhan menjelamatkan orang mukmin itu sampai ia sembuh dan
masuk kedalam sorga.
Isteri Salman, bernama Buqairah, mentjeriterakan keadaan
Salman pada waktu wafat. Salman memerintahkan dia membuka
ke-empat-empat pintu rumahnja seluas-luasnja, sambil berkata:
„Aku akan kedatangan tamu hari ini dan aku tidak tahu ia masuk
dari pintu mana. Bakarlah bau-bauan dan bersihkan sekeliling
tempat tidurku, kemudian engkau menanti dari djauh dan melihat". Isterinja mentjeriterakan, bahwa Salman seakan-akan tertidur dan melepaskan djiwanja dengan tenang !
/
XVIII. ABU Z A R A L - G H I F F A R I .
Djika kita berada dalam bulan puasa mesti kita teringat kepada seorang tokoh sosialis terbesar dalam Islam, jaitu Abu Z a r
Al-Ghiffari, jang sebelum lahir Islam sudah iman kepada Allah
dan sibuk dengan amal ibadat. Tetapi djika orang menamakan
Abu Z a r itu penjinta manusia tiada ada taranja sesudah Nabi
Muhammad, seorang jang dalam pergaulannja melaksanakan hidup
sama rata dan sama rasa dalam arti kata jang sebenannja.
Djika kita menjebut Abu Z a r maka tergambarlah dalam pikiran
kita seorang sahabat Nab; jang paling miskin, seorang jang terkenal diantara Ahli^ Suffah, sebuah asrama jang didirikan Nabi
dekat mesdjid Madinah, jang oleh orang-orang Quraisj dinamakan kumpulan rosokan fakir misikin. Meskipun demikian Abu Zar
belum pernah merasa tidak punja, ia selalu merasa seorang hamba
Allah jang tjukup, seorang kaja dalam djasmani dan kaja dalam
rohani, i a merasa berbahagia dengan nikmat Tuhan jang pada
anggapannja saban detik dan s a a t ditaburkan kepada mereka jang
tulus ichlas manjembahnja. Orang boleh menamakan dia seorang
Sufi, bahkan termasuk Sufi jang pertama diantara sahabat, karena
memang dialah janig mula-mula membitjarakan tentang pengetahuan mengenai baqa dam fana, mengenai zuhud dan qana'ah, karena bukan dunia ini baginja tidak berguna, tetapi mentjinta'; dunia jang berlebih-lebihan, katanija, pasti akan membawa manusia
itu pada achir kelaknja kepada bentjana.
Dalam sedjarah Islam tertjatat, bahwa Abu Z a r termasuk
orang jang mula-mula memeluk Islam, orang jang keempat memeluk Islam. Oleh karena itu Nabi sangat sajang kepadanja. Djarang Nabi dalam sesuatu peketdjaam jang penting tidak didampingi
oleh orang jang ditjintainja, jaitu Abu Z a r Al-Ghiffari. Banjak
ilmu pengetahuan Islam jang pelik-pelik, mengenai sedjarah dan
ibadat, keluar dari mulut Nabi karena pertanijaan-perflanjaan Abu
Zar.
Memang Abu Z a r mendjad; buah tutur sahabat-sahabat mengenai kesabarannja dalam menghadapi kesederhanaan hidup,
dalam menghadapi kesengsaraan, dan dalam menghadapi sesuatu
bala bentjana. Ia sendiri pernah mentjeriterakan Rasulullah berkata kepadanja: „Engkau akan mendapat sesuatu bentjana dibelakang saja". Abu Z a r bertanja, apakah itu merupakan pertjobaain
daripada Tuhan ?. Tatkala Rasulullah mendjawab benar merupakan pertjobaan dari Tuhan, Abu Z a r dengan muka berseri-seri
hanja berkata : „Aku akan menerima bentjana itu dengan penuh
kegembiraan, ja Rasulullah".
93
Oleh karena itu Rasulullah tjinta kepadanja. Sahabat-sahabatpun tjiioita kepadlanja. Abu Bakar menaruh penghormatan
terhadap Abu Zar, Umarpun memudji-mudji Abu Zar, sampai
masa Usman, jang memerintahkan dia pergi ke Sjam menemui
Mu'awijah. Djuga di Sjam ia mengadjarkan : „ W a h a i kauim Muslimin djangan berani ada diantara kamu tidur, kalau dalam rumah
mu masih terdapat sebuah dirham jang belum dibelandjakan atas
djalan Allah". Pada suatu hari Mu'awijah mengirimkan kepadanja
hadiah seribu dinar, jang disuruh antarkan kepada seorang pesuruh, mungkiini unltiuk mengudji kepribadian Abu Zar. Seketika itu
djuga Abu Z a r membagi-bagikan seluruh dinar itu kepada fakir
miskin. Esok harinja Mu'awijah mengirimkan lagi utusannja untuk
meminta kembali seribu dinar itu dengan alasan salah alamat,
sebenarnja bukan untuk Abu Z a r tetapi untuk orang lain. Abu
Z a r mendjawab kepada utusan tersebut, bahwa seluruh dinar itu
sudah dibagi-bagi kepada orang jang memerlukannja, tetapi djika
Mu'awijah meminta djuga, ia bersedia mengumpulkan kembali dinar itu dan memulangfcannja".
Tatkala orang meminta kepada Abu Z a r disampaikan beberapa Hadis Nabi jang pernah didengarmja, ia berkata : „Rasulullah
ketjintaanku, pernah mengadakan: „Orang boleh bersedekah dengan
unta, orang, boleh bersedekah dengan sajur-sajuràn, orang boleh
bersedekah dengan dirham, bahkan orang boleh bersedekah dengan seekor kambing. Tetapi barang s : apa bermalam, sedang dirumahmja masih terdapat sisa sebuah dirham, jang tidak disediakan untuk berbuat baik guna masjarakat sepandjang djalan Allah,
orang itu akan dibakar dalam ap ! neraka dihari kiamat dengan
alasan menimbun-,nimbun harta benda dan itu diharapkan Tuhan". Kemudian Abu Z a r membatjakan sebuah ajalt Qur'an: „Mereka jang menimbun-nimbuinlkan emas dan perak, tidak digunakan
untuk kebadjikam menurut djalan Allah, djelaskah kepadanja, bahwa mereka itu akan menderita azab jang paling pedih" (Qur'an).
Sebagaimana tidak takut hidup'dalam kesengsaraan, Abu Z a r
itu tidak tekut dalam kekurangan. Orang mendengar tjeritera
kematiannja daripada isterinja : „Tatkala Abu Zan hampir mati
aku menangis. Ia bertanja, apa jang m'enjebabkan aku menangis
itu. Aku mendjawab dengan terus terang, bahwa ia akan mati
ditengah-tengah padang pasir, sedang aku tidak mempumjai sepotong kainpun untuk mengafaninja." Djawabnj'a: „Djangan kamu
menangis, bergembiralah engkau. Aku pennah mendengar Rasulullah berkata : „Dipadang pasir itu akan ada orang mati jang disaksikan oleh orang-orang jang mukmin, karena tjinta orang kepadanja, bahkan dj&a tidak ada orang itu padangnpadang pasir
itu akan penuh dengan kedjahatan dan perampokan". Ketahuilah
bahwa orang jang dimaksudkan mati dipadang pasir itu ialah aku
ini. Mengapa engkau bersedih hati, djika lakimu mati dalam kehormatan jang demikian!?"
94
Memang kematian Abu Z a r jang sepi itu sudah digambarkan
oleh Rasulullah dimasa hidupnja.
Ibn Mas'ud mentjeriterakan, bahwa pada suatu hari dalam
perang Tabuk, Nabi gelisah karena Abu Z a r belum hadir diantara
orang banjak. Memang Abu Z a r ketika itu agak terlambat, karena
keledai tunggangannja bertingkah. Sehingga Abu Z a r meninggalkan keledai itu, dan mengambil serta memanggul sendiri barangbarangnja seraja berdjalan kaki kemedan perang itu jang demikian
djauhnja, dan demikian painasnja seorang dirinja. Alangkah gembiranja Rasulullah tatkala orang melaporkan, bahwa jang kelihatan
datang dari dljauh sendirian itu adalah Abu Zar. Dengan, air mata
jang mengalir, Rasulullah berkata: „Achirnja datang djuga engkau
hai Abu Zar! Tuhan akan memberi rahmat kepada Abu Z a r jang
berdjalan sendiri, ia mati sendiri dan dibangkitkan Tuhannja diliari kemudian djuga sendiri". Apa jang dikatakan Rasulullah itu
terdjadi kepada diri tokoh sosialis Islam ini. D jauh kemudian dalam masa pemerintahan Usman bin Affan, Abu Z a r berangkat
ke Rabzah dengan isterinja dan seorang budaknja. Ia mewasiatkan
kepada mereka, bahwa djika ia mati dalam perdjalanan itu, djanganlah mereka terlalu bersusah-susah. Sesudah memandikan dan
mengafand' dia, dimintamja digulingkan sadja dipinggir djalan, sambil menunggu orang jang lewat ditempat itu. Kepada orang itu
hendaklah disampaikan, bahwa jang mati itu Abu Zar, sahabat
Rasulullah. Kebetulan ia wafat, isterinja dan budaknja mendjalankan wasiataja, kemudian meletakkan majat itu dipinggir djalan,
sambil berkata kepada orang jang mula-imula lalu ditempat itu :
„Inilah majat Abu Zar, sahabat Rasulullah. Tolonglah kami membantu menguburkannja !"
Kebetulan jang lalu itu ialah seorang sahabat besar Rasulullah. Ibn Mas'ud. Ia berhenti seraja menangis dan berteriak :
„Wahai Abu Zar, benam berlaku apa jang dikatakan Rasulullah
atas dirimu. Engkau berdjalan sendiri, meninggal sendiri, dan
akan dibangkitkan Tuhan dihari kemudian sendiri pula!" (Abu
Na'im Al-Ashbahani, Hillijalut Aulia (Mesir 1932 dan Samarqandi, Tanbfhul Ghafilin (Mesir, 1339 H.)
95
/
96
SUNNAH DAN TABIIN
97
"
98
:
J l
XIX.
TABI'IN.
Djanganlah menjangka, bahwa Sahabat-Sahabat Nabi jang
lain dari pada jang kita sebutkan namanja itu kurang nilainja, karena seorang melebihi jang lain dalam keistimewaannja.
Selain dari pada empat orang Sahabat, jang merupakan dan
jang selalu disebut dengan nama Empat Chalifah Utama, djuga
Thalhah bin Abdillah, Zubair ibnal Awam, Abdur Rahman bin
Auf, Sa'id bin Zaid dan Abu Ubaidah bin Djarrah, djuga termasuk
kedalam sepuluh sahabat, jang oleh Nabi dimasa hidupnja sudah
dinjatakan terdjamin masuk sorga (mubasjsjirin bil djannah), dan
oleh ulama-ulama Islam dianggap mempunjai kelebihan-kelebihan
dan keistimewaan dalam kehidupannja, jang didjadikan suri teladan sebagai Ahli Salaf.
Bahkan saja ada membatja uraian jang lebih luas tentang penentuan Ahli Sorga itu jang menerangkan, tidak terbatas kepada
sepuluh orang tersebut sadja, karena Hasan, Husein tjutju Nabi.
ibunja Fatimah, anak Nabi, semuanja isteri Nabi, semua Sahabat
jang turut dalam perang Badr dan perang Uhud dan semua Sahabat jang hadir pada waktu Baiat Ridwan, semuanja pernah diterangkan terdjamin masuk sorga. Ibn Hadjar menerangkan, bahwa
semua Sahabat Nabi terdjamin masuk sorga, sebagaimana jang
tersebut dalam Qur'an, bahwa "tidaklah sama kamu ini dengan
mereka jang pernah memberikan sumbangannja sebelum Fath dan
jang turut berperang, tinggi deradjat mereka daripada orangorang jang berkorban kemudian dan turut berperang sebagaimana
jang sudah didjandjikan T u h a n " (Qur'an). Batjalah kitab As-Sa'adah fi hubbis Sahabah karangan Muhammad Ali Abdul Hamid
Kudus (Weltevreden).
Dalam sebuah Hadis disebutkan, bahwa termasuk dosa jang
tidak diampuni Tuhan membentji Sahabat Nabi, jang semua mereka itu selalu berlomba-lomba mengharapkan kunnia Tuhan metjintai dan ditjintai, membantu Allah dan Rasulnja, dan oleh karen a_ itu semua mereka itu termasuk orang jang benar. Dalam
Hadis jang lain pernah Nabi menerangkan, bahwa Allah telah memilihnja mendjadi Nabi dan memilih untuknja Sahabat-Sahabat
jang merupakan wazir, pembantu penolongnja, dan oleh karena
itu barang siapa mengetjamnja dengan makian, ia beroleh laknat
dari pada Tuhan.
Orang boleh membatja betapa besar usaha Sahabat-Sahabat
itu dalam membangun masjarakat Islam dan menjempurnakan hukum-hukum serta peraturan, diantara lain dalam kitab 'Tlamuî M u
waqqi'in", karangan Ibn Qajjîm Al-Djauzijah (Damascus, t. th.)
99
atau jang sudah dikupas oleh Prof. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy dalam karangamnja "Hukum Islam" (Djakarta, 1962), terutama dalam bahagian sedjarah pemuka-pemuka Muidjtahidiin.
Sebagaimana sudah kita katakan, berpegang kepada Sunnah
Sahabat sama dengan memegang kepada Sunnah Nabi sendiri,
karena jang demikian itu sudah dinjatakan sebelum wafat ^ Nabi.
Maka oleh karena itu banjak ulama-ulama, diantaranja Sjafi'i, bcr
pendapat bahwa bid'ah, sesuatu jang baru dalam agama, ialah
apa jang menjalahi Q u r a n , Sunnah Nabi atau djedjak, atsar Sahabat-Sahabat Nabi, Ulama-ulama itu memasukkan 'ke dial am golongan bid'ah, suatu tambahan jang dilarang diperbuat dalam agama, semua perbuatan jang menjalani Sahabat, Bahkan Sjafi'i pada
beberapa tempat mengharamkan berfatwa dengan sesuatu fatwa
jang bertentangan dengan, fatwa Sahabat, serta mewadjibkan umat
Islam mengikuti fatwa-fatwa Sahabat itu. Pendapat ini dibenarkan oleh semua alim ulama Islam jang lain.
Meskipun demikian tidak kurang nilai mereka jang menjusuli
masa Sahabat itu, jang biasa dinamakan dengan Pengikut Sahabat
atau Tabi'in.
Diantara Tabi'in jang terkemuka, jang atjapkali kita bertemu dalam uraian-uraian mengenai Ahli Salaf, ialah Uruwah bin
Zubair (93 H ) , Sa'ad ibn Al-Musajjab (91 H.), Sa'id bin Zubair
(95 H.), Any: bin Sjura.hbil Asj-Sja'bi (104 H . ) , AI-Hasan bin Abi
Al-Hasan bin Jassar Al-Basri (110 H.), Muhammad bin Sirin. AlBasri (110 H.), Nafi', Maula ibn Umar (130 H . ) , Abdurrahman
bin Hurmuz Al-A'radj (112 H.), Qatadah ibn Da'amah (117 H . ) .
Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdullah
bin Sjahab Az-Zuhri (125 H.), Zaid bin Ali bin, Al-Husain bin AH
bin Abi Thalib (123 H.), Sulaiman bin Muhram Al-Amasj (140 h )
Dia'fa* As-Sadia Al-Xlawi (148 H . ) . Abu Hanifah An Nu'man
(150 H . ) .
Umumnja Tabi'in ini mengalami masa Sahabat, dan ada jang
mengalami masa Nabi, tetapi dikala itu masih kanak-kanak. Mereka
tidak mengenal Nabi setjara pribadi, tetapi banjak mendengar
segala sesuatu mengenai kehidupan Nabi dari Sahabat-Sahabatnja.
Kebanjakan mereka mempeladjari agama Islam dari Sahabat
Sahabat Nabi itu, baik mengenai QUIT'an dan penafsirannya, maupun mengenai Sunnah Nabi dalam segala bidang. Hadis-Hadis jang
mereka siarkan kemudian mengenai utjapan, perbuatan atau penetapan Nabi, tersebar luas sebagai Hadis-Hadis jang masjhur.
Diantara tabi'in jang paling terkenal ialah Hasan Al-Basri.
Hasan Al-Basri.
Al-Hasan bin Abi Al-Hasan bin Uassar Al-Basri (100 H.),
salah seorang tokoh Tabi'in jang sangat terkemuka, karena mempunjai sifat-sifat jang istimewa. Ia adalah murid dari Sahabat Nabi
jang sangat ditjintai dan disegani jaitu Huzaifah ibnal Jaman.
100
Diterangkan orang, bahwa ia pernah menemui tiga ratus orang
ahli peperangan Badr, jang berperang pertama kali untuk membela
Islam, dan oleh karena itu termasuk Sahabat Nabi jang teristimewa, serta Hasan bergaul dengan mereka. Ditjeriterakan orang,
bahwa ibunja pernah melajani isteri Nabi Muhammad jang 'bernama Ummu Salamah. Pada suatu hari ia dibawa ibunja kepada
Ummu Salamah jang susunja tidak berair karena sakit. Tatkala
anak ini mendjerit kehausan Ummu Salamah mendiamkannja dengan memasukkan tetek-nja jang kering itu kedalam mulutnja. Ko'
non tiba-tiba teteknja itü menjemburkan susunja jang berlimpahlimpah.
Kita batja dalam sedjarah, bahwa utjapannja dan tjaranja
mengeluarkan kata4catanja itu menjerupai perkataan dan tjara Nabi bertutur. Abu Qatadah pernah berkata kepada teman-temannja menghadapi Hasan: "Pegang orang ini. Demi Allah belum pernah kulihat Rasulullah 'mempergauli sahabat-sahabatoja tidak sebagai mempergauli dia". Orang-orang berkata, bahwa dalam kesa
barannja, dalam chusju'nja, dan dalam meadjaga kehormatannja
dan ketenangan hidupnja menjamai Nabi Ibrahim, jang djuga diikuti sifat-sifatnja oleh Hasan dalam 'kehidupannja sehari-lhari.
Suatu tjeritera menerangkan, bahwa ada seorang perempuan
di Basrah bernazar kepada Tuhan, dan kalau nazar itu sudah dipenuhi, ia akan membuat selembar badju dari pada bulu kidjangnja, serta akan menghadiahkan pakaian itu kepada seorang jang
terbaik dikota Basrah. Konon permintaannja itu terkabul, dan sesudah ia membuat pakaian jang didjandjikannja itu, iapun pergilah
bertanja-tanja. siapakah orang jang terbaik di Basrah itu. Orang
mendawab: "Hasan".
Hasan inilah jang mula-mula merentjanakan ilmu tasawuf
itu. Dengan lidahnja jang petah ia menjiarkan ilmu ini, ia menguraikan dan mengolah artinja jang dalam dan pelik, ialah jang menjiarkan tjahajanja dan membuka zuhud kesufian ilmu itu kepada
murid-muridnja. Ia berbitjara dengan suatu tjara jang tidak dikenal orang sebelum itu. Orang bertanja kepadanja: W a h a i Abu
Sa'id ! Engkau berkata-kata tentang ilmu ini dalam suatu tjara
jang belum pernah kami dengar dari seorangpun sebelum engkau.
Dari siapa engkau tnendapatmja?" Hasan mendjawab: "Dari Huzaifah ibnal Jaman".
Hasan Basri itu memang suatu pribadi jang sangat menarik.
Sedjak ketjil telah pernah beroleh jbudjian dari Ali bin Abi Thalib.
Pada suatu harj Ali masuk kedalam sebuah mesdjid di Basrah. Ia
mendapat beberapa anak sedang bertjcritera dalam mesdjid itu
dengan sibuknja. Anak-anak itu diusirnja, sambil berkata, bahwa
bertjeritera dalam mesdjid itu bid'ah. Tiba-tiba ia sampai kepada
satu golongan kanak-kanak, dan menghadapi seorang anak muda
jang sedang berbitjara pula. Ali berkata kepadanja: "Hai anak mu
da! Aku ingin bertanja kepadamu dua perkara, djikalau engkau
101
dapat mendjelaskannja, aku membiarkan engkau berbitjara terus.
Tetapi djfka engkau tidak memberikan daku djawabam jang puas.
engkau akan kukeluarkan dari dalam mesdjid ini sebagai kanakkanak lain".
Anak itu berkata: "Bertanjalah, wahai Amirul Mukminin!"
Ali berkata: "Tjeriterakankih kepadaku, apa kebaikan agama
dan apa kesukarannja?".
Anak itu mendjawab: "Kebaikan agama itu hidup wara', dan
kesukarannja adalah hidup thama' ".
Ali berkata pula: "Benar engkau. Sekarang berbitjara!ah!
Orang jang seperti engkau ini lajak dan baik berbitjara dihadapan
orang banjak".
Anak jang bidjaksana itu tidak lain dari pada Hasan Basri.
Ditjeriterakan orang, bahwa Hasan Basri itu adalah seorang
jang sangat takut kepada Tuhan, konon ia tidak'pernah tertawa
selama empat puluh tahun lamanja. Djika ia berada dalam keadaan
gundan-gulana, ia merasakan dirinja seakan-akan tawanan perang
jang akan diangkut untuk dipantjung.
Djika berbitjara tentang kehidupan batin, seakan-akan tampak didepan matanja achirat, maka ia berkata-katalah dengan musjahadah .Dalam pada itu apabila ia diam, orang seakan-akan melihat ada api dalam kedua belah matanja, karena ketakutan dan
kerusakannja. Dalam keadaan demikian dengan tidak sadar kadang-kadang ia berkata, siapa jang dapat mengamankan hatinja,
karena ia takut Tuhan murka kepadanja dan tidak memberi ampun.
Diantara utjapan-utjapan jang berdjiwa Sufi kita kutip sebagai berikut. Tatkala ia melihat orang-orang dalam bulan Puasa
berbondong-bondong ia berkata: "Tuhan Allah mendjadikan bulan
Ramadhan ini tempat patjuialn bagi hambanja, agar mereka dahulu
mendahului berbuat ta'at untuk memperoleh kerelaannja. Segolongan manusia lulus maka djajalah mereka. Segolongan manusia
gagal dan ketlinggalan, maka rugilah mereka. Ma'ka aku heran melihat orang pada hari perlombaan itu, pada hari orang jang berbuat
baik beroleh kemenangan dan orang jang berbuat djahat beroleh
kerugian, orang-orang bergembira ria. Demikianlah, djika terang
katlah itebir penutup bagi manusia itu, pasti mereka akan sibuk
menjelesaikan kebaikan-kebaikannja".
Tatkala ia melihat orang-orang jang pulang dari sembahjang
'Idul Fitri berdesak.desak, singgung^menjinggung dan tertawa terbahak-bahak, ia menundukkan kepalanja sambil meminta ampun
kepada Tuhan seraja berkata: ' W a h a i Tuhan tempat kami meminta tolong! Djika mereka menjangka, bahwa puasanja sudah
diterima, apakah begini keadaan dan ini tempat orang bersjukur?
Djika mereka mengetahui, bahwa puasanja tidak diterima, apakah
begini keadaan dan inikah tempatnja orang menundjukkan kesialannja?"
Pribadi Hasan Basri mendjadi pembitjaraan. Al-Basri menga102
takan, bahwa tidak ada orang jang termasuk golongan tabi'in jang
lebih dari padanja. Jang demikian itu menurut pendapat ulamaulama Iraq. Tetapi menurut ulama-ulama Hidjaz. Sa'id bin Musajjab lebih terkemuka dari padanja, karena ia lebih wara', lebih
takut dan taqwa, lebih sedikit berkata-kata, sedang Hasan banjak
sekali berbitjara, karena isi dadanja berlimpah-limpah. Kita tidak
heran bahwa Hasan banjak berbitjara, karena ia itu adalah seorang
guru, dan guru sudah selajaknja banjak memberikan pandanganpandangan kepada murid-muridruja. Apa lagi ia seorang pembentuk mazhab baru, jaitu mazhab Sufi, jang harus menjiarkan kepada
manusia rahasia-rahasia hati dan ilmu jang pelik-pelik, harus mem
beri djawaban atas pertanjaatirpertanjaan jang kadang-kadang me
rupakan serangan terhadap kejakinannja.
Dan oleh karena itu sebenarnja ia lebih ternama, dam, namanja itu banjak disebut orang dalam karangan-karangan tasawuf
dengan utjapan-utjapannja jang bernilai dan berbekas tidak terhitung banjaknja.
Umumnja namanja disekitar Basrah lebih dikenal orang dan
diagungkan.
Ia meninggal pada tahun 110 H. sesudah ia membina usaha
usaha Sufi dalam membasmi kesukaran-kesukaran djiwa dan penja,
kit hati.
Sebagaimana kita lihat dalam 'kalangan Tabi'in itu dijuga terdapat Abu Hanifah An-Nu'man, pendiri maehab Hanafi jang terkenal. Dalam dunia ilmu Fiqh Abu Hanifah terkenal atau lebih
tepat dinamakan pemuka Ahli Qijas, karena dialah diantara imamimam Mazhab Fiqh jang terbanjaik memakai Qijas pada waktu menetapkan sesuatu hukum. Sebagaimana mudjtahid jang lain ia
mula-mula mentjari hukum dalam Qur'an, djika tidak didapatnja
ia lalu mentjari dalam Sunnah Nabi, djuga tidak keberatan ia memakai Hadis-Hadis jang masjhur, kemudian lalu ditjarinja dari
pada utjapan-utjapannja atau perbuatan Sahabat. Pernah ia meninggalkan sesuatu Qijas karena sesuatu tjontoh dari pada perbuatan Sahabat, tetapi atjapkali djuga ia membuat sesuatu penetapan menurut 'kaidah umum, jang dinamakannja istihsan, sehingga sumber hukum Fiqhnja mendjadi lima, jaitu Qur'an, Sunnah,
Idjma' Qijas dan Istihsan.
Abu Hanifah tidak menulis kitab sendiri, kebanjakan fatwa
fatwanja disusun mendjadi buku oleh imurid-muridnja, seperti oleh
Abu Jusuf, seorang hakim dari Chalifah Harun Al-Rasjid, oleh Mu
hammad Ibn Al-Hasan, jang menulis kitab-kitab jang besar menge
nai pendapat Mazhab ini, seperti Al-Djami'ul Kabir. Al-Mabsuth,
pada permulaan abad jang ke-IV oleh Al-Hakim Asj-Sjahid bernama Al-Kafi, jang kemudian diperluas oleh murid-muridnja dan
penganut-penganuitnja Mazhab jang lain. Pembentuk-pembentoik
jang lain ialah misalnja Zufar ibn Husin, Muhammad Ibn Zijad,
103
begitu djuga Ibn Rustam, Al-Muraisi, Al-Kindi, Ibn Sadaqah, AtTamami, At-Tahawi dll. semuanja merupakan penjilar-penjiar Maz
hab ini.
Mazhab Hanafi jang berkembang di Khufah dan Iraq mudah
diterima orang, karena sesuai dengan kebutuhan umat didaerah
itu, jang gemar mempergunakan akal sebagai dasar kemadjuan
jang sedang dikedjarnja, kemudian mazhab ini banjak mendapat
bantuan dari penguasa-penguasa didaerah Abbasijah itu.
Ibn Hazm pernah menerangkan: "Ada dua buah mazhab jang
berdiri dengan djajanja dibawah naungan kekuasaan, jaitu mazhab
Abu Hanifah di Timur dan Mazhab Malik di Batet (Andalusia").
Abu Hanifah hidup antara th. 80 — 150 H. Dalam membitjarakan Ahli Sunnah atau Mazhab Empat 'barangkali kita kembali
lagi menjeriterakan beberapa hal mengenai Abu Hanifah ini.
Diantara Tabi'in kita dapat dua orang tokoh Sji'ah jang terbesar, jang telah membentuk dua Mazhab jang terpenting dalam
golongan Sji'ah jang benar, jaitu Zaid bin Ali, tjutju Ali bin Abi
Thalib, dan Dja'far As-Sadiq, anak Muhammad Al-Baqir.
Sebagaimana kita ketahui sedjak masa Nabi sudah terdapat
Sahabat-Sahabat jang menijokong pendirian Ali bin Abi Thalib.
Kesetiaan ini makin tampak dalam masa sesudah wafat Nabi. Disana sini orang sudah menggunakan kata Alawi. Disekitar pembunuhan atas diri Usman, bin Affan penggolongan ini lebih njata dengan nama Sji'ah. Kemudian sji'ah petjah atas beberapa golongan,
ada jang dalam i'tikad bertentangan dengan kejakinan, Ahli Sunnah, seperti Saba'ijah, tetali ada jang hanja dalam siasat tidak sepaham, tetapi dalam pokok-pokok Islam tidak berapa berbeda dengan Ahli Sunnah. Golongan, terachir ini ialah Sji'ah Imamijah dlan
Zaidijah. Perbedaannja hanja terdapat dalam perkara 2 jang bersangkutan dengan imam dalam Islam sesudah wafat Nabi.
Sjiah Imamijah selain, dari pada mempunjai Usuluddin mengenai pokok-pokok kejakinan Islam, jang terdiri dari Tauhid, Nubuwah dan Ma'ad pertjaja kepada semua atau salah satu dari pada
keterangan Ali bin Abi Thalib.
Dua belas imam itu adalah sbb.:
1. Mengenai Ali bin Abi Thalib sudah kita bitjarakan. Ali
dilahirkan di Mekkah pada th. ketiga puluh sesudah Tahun Gadjah. Ia adalah keluarga jang terdekat dan sahabat jang seiring
dengan Nabi, tidak sadja ia mengikuti seluruh kedjadian jang terpenting dan pengetahuamnja jang pelik-pelik.
Demikian tinggi ilmunja, sehingga Nabi sendiri perniah bersabda: "Aku ini medan ilmu, dan Ali adalah pintunja". Oleh karena itu kebanjakam thariqat sebelum sampai kepada Nabi, biasanja melalui Ali bin Abi Thalibi. Oleh karena itu djuga dia bukan
sadja dihormati orang Sufi, tetapi seluruh keturunannja mendapat
104
kedudukan jang istimewa dalam dunia Sufi umumnja, dan dalam
Sji'ah chususnja. Orang Sji'ah menganggap dia imam pertama dari
dua belas imam.
/
2. Sebagai imam jang kedua ialah Hasan anak Ali bin
Abi Thalib, lahir di Madinah th. 3 H. Hasan adalah seorang keturunan jang menjalin rupa dan ahlak Nabi Muhammad terbanjak.
Sesudah enam bulan ia mendjadi Chalifah, ia berdamai kembali
dengan Mu'awijah jang berperang dengan ajahnja. Ia meninggal
th. 51 H.
3. Husain anak Ali bin Abi Thalib, lahir di Madinah th. 4
H. Sebagaimana Hasan ia lahir dari Fatim.ah anak Nabi. Jang
memberi nama kepadanja ialah Nabi, kakeknja sendiri. Ia dibunuh
di Karbala atas perintah Jasiz bin Mu'awijah dalam th. 61 H. Diantaranja enam anaknja, ada tiga laki-laki jang semuanja bernama
Ali, Zainal Abidin, jang sudah kita tjeriterakan diatas.
Husain dibunuh dengan panah oleh tentera Ubaidillah bin Zijad, setelah didepan matanja diperlihatkan pembunuh pengikutpengikutnja setjara kedjam, batok kepalanja kemudian diantarkan
kepada Ubaidillah bin Zijad itu, jang diterimanja dengan penghinaan dan tjutji maki. Anggota keluargamja diusir ke Sjam dibawah iringan jang membawa tombak sulaan tengkorak Husain. Me
mang Sajjidina Husain sudh menggambarkan kekedjamannja ini
dalam pidato perpisahannja, jang beirbumji, bahwa ia akan menghadapi nasib jang sudah ditentukan Tuhan bagi tiap-tiap anak
Adam, ia teringat kepada nenek dan kakeknja sebagaimana teringat
kepada perpisahan kemedam perang, sebagaimana umat Islam menumpahkan air matanja melihat kepada tjutju Nabi dihina dan di
permainkan.
4. Imam jang keempat ialah Ali bin Husain. jang terkenal
dengan nama Zainal Abidin, jang sudah kita tjeriterakan diatas.
Djuga Imam ini sudah menggambarkan kekedjaman terhadap dirinja jang dilakukan oleh mereka jang ditji.ntai dunia dam, kemegahan
berlebih-lebihan.
5. Imam i,ang kelima bernama Muhammad Al-lBaqir, anak dari
Ali Zainal Abidin. Lahirnja th. 75 H. dan meninggal th. 115 H.
dikuburnja di Baqi' Madinah. Menurut tjeritera, ia adalah seorang
ahli haid jang terkemuka, ilmunja melimpah-limpah, ahli ibadat
jang tidak ada tandingamnja, ahli wirid jang tidak putus-putus,
jang mengikuti sungguh-sungguh isi Qur'an dan menafsirkannja
dengan indah, seluruh waktuinja berisi ketha'atan, muhasabah.
Tjeritera-tjeriteranja membuat orang tertarik kepada hidup zuhud
dan meninggalkan keduniaan.
6. Keenam ialah Imam Dja'far Sadid, anak Muhammad AlBaqir, dilahirkan th. 83 H., dan meninggal 148 H. Ia seorang jang
wara' dan abid, mengeluarkan utjapan-utjapan jang indah untuk
kehidupan jang murni.
105
7. Jang dianggap sebagai Imam jang ketudjuh oleh golongan
Sji'ah ialah Musa Al-Kazim, anak dari Dja'far 'Sadiq, lahir di
Madinah th. 108 H. dan meninggal th. 186 H. Dalam zaman pemerintahan Abbasijah, Al-Mansur, ia selalu ditjurigai dan diawasi. Oleh karena itu peladjarannja banjak bersifat rahasia.
8. Ali Ridha adalah Imam jang kedelapan bagi orang Sji'ah,
jaitu anak dari Al-Kazim. Ia dilahirkan th. 153 H. dan meninggal
th. 202 H. Ditjeriterakan, bahwa Chalifah Ma'mun pernah mentjalonkan dia mendjadi Chalifah Abbasijah, dan akan berbasil djika
tidak diketahui fitnah golongan Bani Abbas. Ia ditjimtai karena
zuhud dan murah tangan.
9 Imam jang kesembilan ialah Muhammad Al-Djawad, anak
Ali Ridha, lahir th. 195 H. dan meninggal thn. 220 H. di Bagdad.
Ia diangkat sebagai wali sudah sedjak keljil disegani oleh Ulama
dan tjerdik pandai menentang keras sjirk, dan hidup wara' jang
tak ada nilainja. Ia kawin dengan anak Chalifah Ma'mun. Tatkala
Chalifah Ma'mun pada suatu hari berd'jlalan-djalan didjalan raja
dan semua anak lain menjingkir, ia tetap berdiri dengan tenang.
Atas pertanjaan Ma'mun mengapa ia tidak menuruti djedjak anakanak lain, ia mendjawab: "Karena, djalan tidak sempit ! Dan saja
tidak berdosa, sehingga saja tidak takut kepada Amirul Mu'minin!
Saja pertjaja bahwa Amirul Mu'minin tidak menuntut orang jang
tidak berdosa!"
10. Imam jang kesepuluh iallah Ali Al-Hadi, anak dari Muham
mad Al-Djawad. Ia lahir th. 214 H. dan meninggal 254 H. dikota
Samaria dan kuburannja banjak diziarahi orang. Imam inipun terkenal akan kemurahan tangamnja dan hidup zuhud. Kesalahannja
disegani oleh Chalifah.
11. Kesebelas ialah Imam Hasan Al-Askari, anak Ali AlHadi. Ia lahir th. 231 H. dan meninggal th. 260 H. Meskipun ia
dimusuhi oleh pemerintah Abbasijah tetapi pengaruhnja dalam kalangan umat sangat besar dan mendjalar sampai kekota-kota jang
djauh. Ia terkenal dengan do'.a dan mumadjatmja jang m eng harukan
djiwa.
12. Imam jang kedua belas ialah Muhammad bin Hasan AlMahdi. Ia anak Hasan Al-Askari, dilahirkan th. 255 H. Ia dituduh
menentang Abbasijah, dan dikepung akan ditangkap dlalam suatu
rumah, ia tidak terdapat dan hilang. Maka timbullah kejakinan
mengenai Imam Mahdi ini, jang akan mendjelma 'kembali kedunia
membawa keadilan dan pembersihan agama Islam. Hadis-Hadis
mengenai Imam Mahdi ini sampai sekarang dipertengkarkan
orang, begitu djuga disana^sini ada berita kelahiran Imam Mahdi,
jang dibelakangnja tidak lain daripada harapan rakjat jang dizalimi akan beroleh kembali keaidilannja.
106
XX.
TABI'-TABI'IN.
Dalam bahagian, jang telah sudah, telah dibitjarakan namanama golongan-golongan jang terpenting jang dimasukkan kedaltU bal k S a h a D a , t S a h a b a t
AI"'
'
'
Nabi besar dan ketjil, baik
Ahli Suffah, maupun Tabi'in daripada omnag-orang jang saleh itu
setengahja diberi riwajat hidup jang pand'jang lebar dan setengahnja hanja dapat kita sebutkan n&manja sadja, karena tidak "ada
terdapat sedjarah hidupmja jang chusus ditulis orang.
Kedalam golongan berikutnja jang membentuk Ahli Salaf
jang saleh itu, dimasukkan orang Tabi-Tabi'in. Jang dimaksudkan
dengan l a b i - T a b s m , ialah ulama-ulama jang saleh jang mendapati, apa lagi beladjar pada orang-orang jang termasuk Tabi'in.
Banjak ahh pengetahuan dan ahli sedjarah Islam memasukkan
orang-orang jang hidup sebagai Tabi'-Tabi'in ini kedalam qurun
jang baik dan jang ketiga, jang pernah disebut dan dipudji-pudii
Nabi dalam Hadisnja.
.
,
Biasanja sebagai orang-orang jang termasuk dalam Tabi'-Tabiin itu, kitab-kitab menjebutkan Muhammad bin As-Sa'i'b AlKalbi (146 H.), Abdul Malik bin Abdul Aziz Djuraidj Al-Umawi
(150 H ) Muqatil bin Hajjan Al-Balchir (150 H.). Muhammad
bm Ishak (152 H.). Sju'bah bin Al-Hadjdjadj (161 R ) , Abdullah
bin Rabi'ah (174 H ) , Al-Lais bin. Sa'ad, Imam Mesir (175 H )
Malik bin Anas (179 H.), Sufjan bin U fain ah (198 H.) dan Abu
Abdullah Muhammad bin Idris As-Sjafi'i (204 H.).
Mengenai Tabi'-Tabi'in ini djuga belum seluruh sedjarah hidupnja dapat kita bentangkan setjara luas. Bermatjam-matjam kiP u k
J' an 9 ^'berikan. Abdul Malik bin
A3^^1"1^""13'11311
^ataUnAbdul Aziz biasanja dalam kumpulan sedjarahnja orang besarbesar Islam, seperti "Tazkiratul Huffaz", karangan Az-Zahabi
(mgl. 748 H.), disebut Ibn Djuraidj, dari golongan Bani Umajah.
Ia termasuk ulama Fiqh Mekkah, jang banjak mengarang kitabkitab penting, banjak mentjeriterakan 'Hadis-Hadis jang berasal
dari ajahnja sendiri', Mudlfahid, Atha' bin Abi Rabah, Maimun bin
Mahran. Umar bin Sju'aib, Nufi' dan Zuhri. Ia lahir sekitar th.
70 H., tetapi memiurut Ibn Qutaibah tegas diterangkan, bahwa ia
lahir di Mekkah dalam th. 80 H. Ia mendapati beberapa SahabatSahabat Nabi teltapi ketika ia masih sangat ketjiil.
Menurut Ahmad ibn Hambal, ia seorang jang giat menuntut
ilmu pengetahuan, dan oleh karena itu seorang jang terkemuka
dalam segala bidang ilmu, ia termasusk orang jang mula-mula mengarang kitab diantara Tabi--Tabi'in. Bahwa ia seorang ahli iba107
dah, tidak dapat disangkal, karena ajahnja jang saleh dimilikinja,
sehingga banjak orang jang beladjar sembahjang kepadanja, seorang j,ang sangat takut kepada Tuhan, ia tempat orang bertanja
dalam segala matjam ibadat dan mu'alamat. Meskipun dalam tjara
menetapkan wad'jib zakat harta anak jatim Ibn Duraidj kadangkadang berbeda fahamnja dengan teman-temaminja, tetapi ia disegani oleh Tabi'-Tabi'in jlang lain. Begitu djuga ia pernah melakukan nikat Mut'ah jang dilaksanakan enam puluh kali. Ia bamijak
bergaul dengan Atha' dan mendekati tjaranja berfikir dalam hukum. Diakui orang, bahwa ia lebih pandai dari Atha'. Meskipun
ia jang paling banjak mengadjar di Mekkah, pernah ditjeriterakan
orang ia pergi ke Basrah mendljelang achir hajatnja.
B.anjak orang mentjeriterakani, bahwa ia berasal dari Rumawi
dan diasuh lama oleh keluarga Chalid bin Usahid Al-Umawi. Ibn
Asim-pum mentjeriterakan, bahwa Ibn Djuraidj sesorang jang ahli
ibadah dan terus-menerus puasa, kctjuali tiga hari jang tidak,
pada tiap-tiap bulan. Isterinjapun seorang jang saleh.
Muakil bin Hajjan berasal dari Churasan, seorang alim, seorang ahli Hadis jang banjak meriwajatkam Hadis-Haidis berasal
dari Sju'bi, Ikrimah, Mudjahid, Abdullah bin Buraidah, Salim bin
Abdullah, Muslim bin Haizam, Az-Zahak dll. Muqaiil jang atjap
kali digelar Abu Bustaim Al-Balchi, Al-Charnaz, adalah seorang
imam jang djudjur, seorang jang dikagumi tentang ibadatnja, seorang besar jang kuat sekali memegang Sunnah. Pada waktu kekatjauan Churasan oleh Abu Muslim, ia lari ke Kabul dan menggabungkan diri kedalam golongan Islam, Ia banjak memasukkan
orang-orang kedalam Islam.
Suatu jang meragukan dalam kalangan Tabi'-Tabi'in, bahwa
disamping Muqatil bin Hayjan, ada seorang jang bernama Muqatil
bin Sulaiman, 'jang ketiga itu masjhur sebagai ahli tafsir dan seorang alim besar dalam segala bidang.
Dalam sedjarah hidup Muhammad bin Ishak kita batja, bahwa ia anak Jassar, digelarkan Abu B,akar Al-Mathlabi, lama tinggal di Madinah, pernah mengarang sebuah kitab jang penting
mengenai peperangan Rasulullah. Pahamnja sesuai dengan tjara
berfikir Anas bin Malik, banjak meriwajatkan Hadis-Hadis dari
ajahnja, dari pamannija, Musa, Nafi', Atha', Abu Dja'far Al-Baqir
dan Zuhri. Dalam sedijarah dïkenal Ibn Ishak seorang jang djudjur, seorang jang dapat dipertjajai dalam penetapan hukum, Hadisnja dibenarkan oleh Ahmad ibn Hambal, Nasa'i, Dar Qithmi,
dan Sju'bah menambah dia: "Amirul Mu'minin dalam urusan Hadis".
;
Ibn Ishak memudai banjak pengikutnja, bahkan merupakan
seakan-akan suatu mazhab fiqh sendiri. Ia meninggal pada th.
152 H.
108
Diantara Tabi'-Tabi'in kita kenal pula seorang besar Malik
bin Anas bin Malik, pendiri mazhab Maliki. Riwajat hidupnja lebih
pandjang akan kita tjeriterakan dalam bagian jang lain. Disini
hanja kita singgung, bahwa ia atjap kali dipanggil Ibn Abi Amir
bin Amr bin Haris, terkenal sebagai orang jang alim besar dalam'
hukum pidana dan perdata Islam dikota Madinah, termasuk serikat Usman At-Taimi. Malik bin Anas dalam pertimbangan hukumnja banjak sekali memakai Hadis-Hadis dari Nafi 2 . Maqbari,
Na'im. Al-Mudjamir, Az-Zuhri. Amir bin Abdullah bin Zubair,
Ibn Munkad'is. Abdullah bin Dinar dll. Abdur Raz.ak menerangkan, bahwa tidak ada orang selain Malik di Madinah dalam masanja, dan pudjian ini dibenarkan oleh Abdur Rahman bin Mahdi,
Imam Sjafi'i menamakan Malik sebuah bintang jang gemerlapan
dan berkata-, djika tidak ada Malik di Madinah dan Ibn Ujainah
akan hilanglah pengetahuan-pengetahuan jang ada di Hidjaz. 'begitu djuga pengakuan Ibn W a h ab. Begitu hati-hati Malik dalam
memutuskan sesuatu hukum, sehingga ia berkata: "Belum saja
anggap diri saja mengerti dan ahli dalam satu-satu fatwa, sebelum
disaksikan oleh tudljuh puluh orang". Demikianlah tjeritera Abu
Mas'ab.
Imam Sjafi'i
menerangkan terus-teramg, bahwa diantara
kitab Hadis jang tenar jaing terbaik ialah kitab Muwattha', karangan Malik.
Ishak bin Ibrahim pernah menerangkan, bahwa djika dalam
sesuatu hukum terdapat persesuaian faham antara As-Sauri, Malik dan Auza'i, tidak ragu-ragu lagi bahwa itulah Sunnah jang ditjari-tj'ari.
Malik seorang jang berhati-hati sekali menafsirkan a'jat-ajat
Qur'an atau Hadis-Hadis jang berisi sifat Tuhan dan jang digolongkan dalam pengertian Mutasjabih, dan ia takut sekali terhadap bid'ah, berhati-hati dalam memutuskan hukum halal dan
haram.
Bahwa Malik seorang jang saleh dan zahid tak ada taramja,
tidak dapat disangkal lagi, semua orang mentjeriteriakannja kehidupannja jang murni dan jang sesuai dengan Sunnah. Ibn W a h a b
mentjeriterakan demikian, Ismail mentjeriterakan demikian, begitu djuga orang-orang besar jang lain mengakuinja, sseperti Qutaibah, Marmalah, Mash'ab, Zubair, dan Ismail bin Abi Uwais.
Az-Zahabi dalam kitab Tazkiratul Huffaz mengemukakan keistimewaan 2 Malik: Pertama pandjang umurnja, kedua tinggi nilai
riwajatnja, ketiga tjerdas dan dalam pemikirannja, keempat luas
ilmunja, kelima selalu imam-imam daln orang alim sepakat mendjadikan hudjdjadijmja sebagai alasan, keenam berkumpul pada
dirinja rasa agama, keadilan, kegemaran menurut Sunnah Nabi
dan ketud'juh, kedudukan jang terkemuka dalam dunia fiqh, dalam dunia berfatwa dan dalam dunia memilih dasar hukum.
1C9
Jahja bin Bukair menerangkan, ba<hwa Imam Malik dilahirkan dalam tahun 93 H., pada tanggal 10 Rabi'ul Awwal, dan ia
meninggal dunia th. 179 H.
Tjeritera Imam Mal ilk jang lebih pand jang dapat dibatja dalam bahagian mengenai Mazhab Empat.
Saleh Djurrah berkata, bahwa Abu Abdallah Sufjan bin Sa'id
As-Sauri lebih banjak menghafal Hadis dari pada Malik bim Anas,
hamja bedanja Malik lebih saleh hidupnja dari Sufjan, Sufjan lebih
banijak menghafal Hadis dari pada Sju'bah, Sufjan menghafal
30.000 hadis, sedang Sju'bah hatmja 10.000 Hadis.
Sufjan dilahirkan dalami th. 97 H., ajahnja adalah seorang
ulaima jang terkenal di Kufah. Ia giat sekali menuntut ilmu pada
waktu ketjil, dan banjak menghafal Hadis dari ajahnja, Zubaid
bin Haris, Hubaifo bin Abi Sabit, Aswab b'm Qias, Zijad bin Alaqh,
Muiharib bin, Dassa,r, dl.l. Ia lebih dikenal dalam sedjarah dengan
nama Sufjan bin Masruq, dan beroleh panggilan disana-sini Imam,
Sjaichul Islam, tokoh terutama dalam menghafal Hadis. Ada orang
menamakan dia bintang Madhar, bintang Hamdan, bintang fiqh
di Kuffah. Memang Sufjan adalah pendiri Mazhab Az Zauri jang
terkenal. Ia dipudji orang mengenai otaknja jang tjerdas dan mengenai hidupnja jang saleh dan murni. Ibn Mubarak mentjeriterakan: "Saja sudah menulis sedjarah hidup dari seribu seratus orang
besar, saja belum dapat seorang jang lebih afdhal dari Sufjan".
Memang Sufjan banjak sekali menghafal Hadis, menjelidikinja dan
mempergunakannja dalami penetapan hukum. Ia mendjadi tempat
orang bertanja mengenai Hadis. Ibn Mubarak berkata: "Saja belum pernah mengetahui dialas muka bumi ini seorang jang lebih
alim dari pada Sufjan": Al-Qattha,n menerangkan, bahwa dalam
segala bidang Sufjan mengatasi Malik.
Al-Chaini pernah mendengar As-Sauri berkata :
"Bagiku
tidak ada sesuatupun jang lebih manfaat bagi manusia daripada
mempeladjari dan mengamalkan Hadis". Ihn Djarir pernah meminta supaja Sufjan memberikan dia sebuah Hadis untuk dihafal
dan diaimalkannja. Lama ia menunggu, dan sudah didesak-desak
beoerapa kali, Sufjan benkata kepadanja: "Ambil kertas dan tulis
dengan nama Allafh jang pengasih lagi penjajang. Qur'an itu kalam
Allah, bukan mahluk, mulai dari Tuhan kembali kepada Tuhan,
Barang siapa berkata lain daripada itu dia kafir. Adapun jang dinamakan iman ialah penkataan, amal, niat jang dapat bertambah
dan berkurang". Kemudian diperintaihhkami imörnjapunja dengan
katanja bahwa penulisan itu tidak perlu. Katanja: "Apa 'jang tertulis tersembunji dalam Bismillah itu, itulah jang lebih penting bagimu, pertjajalah dengan Qaidlar
"
Demikianlah tjara As-Sauri berfikir sebagai seorang Salaf.
As-Sauri meninggal dunia dalam bulan Sja'ban pada th. 161
H., walaupun seorang saleh ini sudah meninggal, paham-paham110
nja dalam bentuk Mazhab As-Sa,uri dianut dan disiarkan oleh
murid-muridnja.
Sebagaimana kita lihat dalam golongan Tabi'-Tabi'in ini terdapat seorang tokoh jaing besar, terutama bagi kita bangsai Indonesia, jaitu Muhammad bin Idris Asj-Sjafi'i, jang mendirikan Maz
hab Sjafi'i, jang pemeluknja tersiar diseluruh dunia, dan terdapat
di Indonesia melingkupi seluruh bangsa 'kita. Keturunannja sampai kepada Rasulullah, melalui Hasjim bin Mutthalib bin Abdi
Manaf bin Qushaj bin Kilab Al-Quraisji. Ia dilahirkan pada th.
150 H. di Ghuzzah, kemudian dibawa ke Mekkah, dimana ia dibesarkan dan menuntut ilmu pengetahuan. Banjak gurunja. diantaranja beladjar fiqh pada Muslim Az-Zamdji. Ia seorang jang
pandai, tadjam akalnija, djauh pemamdangannja, menghafal Qur'an
dan Hadis, banjak meriwajatkan Hadis-Hadis dari pamannja Muhammad bin Ali, dari Abdul ibn Al-Madjisun, terutama dari Malik, hampir seluruh karangannja yang bernama Muwattha' dihafal
diluar 'kepala oleh Imam Sjafi'i. kemudian banjak ia meriwajatkan
Hadis-Hadis dari Ismail bin Dja'far, Ibrahim bin Abi Jahja, dll.
Sedjak ketjil ia sudah menghafal Al-Qur'an dengan baik, terutama
dengan bantuan Ismail blin Qustanthin, salah seorang Qari Qur''an jang terkenal di Mekkah dalam masa itu, sampai ia bisa menamatkan enam puluh kali tamat Qur'an itu dalam satu bulan Ramadhan, begitu lantjarnja ia menghafal Hadis-Hadis jang termuat
dalam kitab Muwattha', sehingga pada suatu hari ia datang membatjakan seluruh isi buku itu diluar kepalamja dihadapan Malik
bin Anas, sehingga Malik sendiri tertjengang, semuarija itu terdjadi pada waktu ia baru berumur dua puluh tahun. Memang Sjafi'i seorang luar biasa, seorang pengarang terkenal, seorang chatib
jang tidak ada taranja, seorang penjair jang atjap kali menusuknusuk djiwa orang dengan gubahan<-gubahan dan sadj.aknja jang
indah, seorang sjufi dan seorang jang saleh, zahid, qina'ah. pemakai segala sifat-sifat jang baik dan iterpudji, djuga ahli bahasa
dan kesusasteraan Arab, ahli sedjarah bangsa-bangsa Arab.
Memang atjap kali ulama-ulama besar menjebut nama Sjafi'i
itu dengan penuh kehormatan. Tatkala Ishak bin Rahawaih menanjakan kepada Ahmad ibin Hambal siapa jang alim di Mekkah jang
dapat saja kundjung-kundjumgi, Imam Ahmad mendjawab: "Mari
saja bawa engkau kepada seorang alim jang matamu belum pernah
melihatnja dan ada taranja". Ishak berkata, bahwa ia dibawa oleh
Imam Ahmad kedepan Muhammad bin Idris Asj-Sjafi'i, dan berkata dengan hormatnja: "Ini dia, tanjakan apa sukamu"! Abu Saur
pernah berkata, bahwa ia belum pernah bertemu dengan seorang
jang lengkap alimnja dan salehnja seperti Sjafi'i. Pengakuan ini
dibenarkan oleh Harmalah. Sj.afi'i pernah menerangkan, bahwa ia
di Bagdad dinamkam "Nasirul Hadis", pendjaga dan perawat
Sunnah Nabi. Fidhail bin Zajad mendengar Ahmad bin Hambal
bertjeritera: "Tidak ada satu bekas tinta atau bekas kalampun
111
dimasa ini, ketjuali sudah pernah diterangkan oleh Sjafi'i". Ibn
Rahawaih berkata: "Tidak ada satu Imam jang berbitjara dengan
pikiranmja, melainkan Sjafi'i jang melebihinja dan mendapat pengikutnja jang banjak". Abu Daud dan Abu Hakim berlomba-lomba
menerangkan, bahwa Sjafi'i belum pernah salah menggunakan Hadis. Semua mereka membenarkan apa jang diutjapkan Imam Muhammad bin Idris Asij-Sjafi'i. "Apabila Hadis jang digunakan itu
sjah, pakailah pendapatku". Rabi' mendengar Sjafi'i berkata: "Apa
bila aku menerangkan sesuatu, dan keterangan itu bertentangan
dengan Hadis jang saleh, ketahuilah bahwa pada ketika itu akalku sudah hilang".
Sedjarah hidup Sjafi'i disiairkan orang di-mana 2 . Malah saja
menjimpan sebuah diamtaranja jang terdiri dari dua djilid besar,
jang memang k.aguim dljika kita membatjanja. Orang besar ini sibuk dikala hidupnja dengan mengadjar dan memberi fatwa, dan
oleh karena itu tidak banijak meninggalkan buah tangannja berupa
karangan-karangan. Jang banjak menulis dan membitjarakan fa
ham dan pendiriannj,a ialah murid-muridnja. Sebuah kitab jang
terpenting jang memuat pendirian Sjafi'i mengenai hukum fiqh
ialah kitab Umum.
Imam Sjafi'i wafat pada awal bulan Sja'ban th. 204 H. dan
dikuburkan di Mesir. Saja pernah mengundjungi kuburan itu, sangat sederhana, tetapi saja kagum dibawah tanah itu terletak Kunarpa seorang besar dan berdjasa.dia'ntara lain untuk pengetahuan Islam di Indonesia.
Tjeriteranja jang lebih pandjang saja tempatkan dalam bab
jang chusus dalam risalah ini, bersama dengan mazhab-mazhab
jang lain.
Tidak akan kita perpandjang riwajat hidup Tabi'-Tabi'in ini
semuanja disini, meskpun mengenai orang-orang jang sudah kita
sebutkan namanja diatas, karena tidak akan tjukup halaman, memuatnja. Sju'bah bin AI-Hadjadj (160 H.) misalnja mempunjai
sedjarah hidup jang pandjang, karena memang ia seorang besar
jang pengetahuannja dalam Hadis melimpah-limpah, dalam tafsir
Qur'an meluap-luap, ia seorang sjaichul Islam, ia berasal dari suku
Al-Azdi.
I,a dilahirkan pada th. 80 H., banjak mempeladjari hadis dari
Al-Hasan di Basrah, dari Mu'awijalh bin Qurrah, dari Anir bin
Murrah, dari Anas bin Sirrain, dari Qatadah dll. Sjafi'i menerangkan, bahwa djikalau tidak ada Sjubah di Irak tidak akan tersiar
Hadis disana. Sju'bah seorang jang saleh dan ahli ibadat. Ia berpuasa terus menerus, memakai pakaian jang sederhana, melakukan sembahjaing hampir saban saat, ia pernah mengambil Hadis,
membitjarakannja dan mengamalkannja lebih daripada empat ratus
Tabi'in.
112
Banjak sekali orang jang beladjar Hadis kepadanja, diantaranja Abu Daud jang mengaku sendiri, bahwa ada tidak kurang dari
tudjuh ribu Hadis diambil dari Sju'bah. Abdul W a l i b bertanja
kepada Jahja bin Sa'id, kalau ia mengenal seorang jang sangat t e liti dalam memilih Hadis. Jahja mendjawab: "Aku belum pernah
melihat seorang jang lebih teliti dalam mengumpulkan dan menggunakan Al-Hadis dari pada Sju'bah, oleh karena itu aku mengikuti dia selama dua puluh tahun lamamja. Memang demikian sifat
ahli salaf. Menurut Abu Quthun, Sju'bah pernah berkata: "Tidak
ada jang lebih kutakuti sesuatu jang dapat memasukkan daku kedalam neraka dari pada perkara Hadis ini". Sju'bah meninggal
dunia pada tahun 160 H.
Djuga mengenai hidup Sufjan bin Ujainah (m. 198 H.) akan
sangat pandjang lebar djika kita kemukakan disini. Baiklah djika
kita hanja mengetahui, bahwa ia seorang sjaichul Islam, seorang
ahli Hadis jang terkemuka di Kufah. Ia dilahirkan pada tahun 107
H., dan menuntut ilmu pada waktu ketjil pada Umar bin Dinar,
Az-Zahri, Zijad bini Alaqah, Abu Ishak, Aswab bin Qais, Zaia
bin Aslam. Abdullah bin Dinar, Mansur bin Al-Mu'tamar, dll.
Tabi'in j,ang dapat dipergaulinja, utjapan-utjapan dan Hadis-Hadisnja sangat banjak digunakan oleh Al-A'mas. Ibn Djuraidj, Ibn
Mubarak, Sjafi'i, Ibn Hambal dll. orang besar Fuqaha. Sjafi'i memudji Ibn Ujainah: "Semua Hadis hukum kuperoleh dari Malik,
ketjuali tiga puluh buah, jang semuanja dari Ibn Ujainah. Imam
Buchari, seorang pengumpul Hadis jang termasjhur. berkata, bahwa Sufjan bin Ujainah lebih banjak menghafal daripada Humad
Zaid.
Pada suatu kali Ibn Ujainah bermimpi, bahwa giginja seluruhnja tanggal. Tatkala ia mengatakan hal ini kepada Zuhri. Zuhri
mendjawab: "Gigi kamu mati, jang hidup engkau dan Hadis riwajatmu!" Memang Ibn Ujainah seorang terpudji. djudjur, amanah,
naik hadji tudjuh kali. seorang jang saleh tidak ada taranja, dan
achirnja seorang jang buta kepalanja, tetapi seorang jang terang
benderang hatinja.
Tidak dapat kita tinggalkan Al-Lais bin Sa'ad, Imam Mesir
jang terkenal, (m. 175 H.), karena meskipun ketjil sampai sekarang
masih berdiri mazhabnja dan dianut orang. Al-Lais berasal dari
Mesir, seorang jang sangat ailim dalam Hadis dan tafsiran, banjak
mengambil Hadis dari Atha' bon Abi Rabah, Nafi' ibn Abi Mulaikah, Said Makbari, Zuhri, dll., dan jang menggunakan Hadisnjapun banjak seperti Muhammad bin Adjlan, Ibn Wabbin, Jahja
bin Bakair, Al-Quthubi. dll. Al-Lais naik hadji pada umur 13 tahun
dan tinggal lama di Mekkah beladjar. Tatkala ia pergi ke Irak,
ia ditahan Al-Mahdi untuk membantunja, Al-Mahdi berkata
kepada menterinja : "Pegang orang ini menurut pirasatku,
tidak ada jang lebih alim dari dia sekarang ini". Al-Lais ahli Hadis, ahli Qur'an, ahli Hukum, ahli Arab, ahli Nahwu, penjair, pen113
debat persoalan-persoalan ilmijah jang tidak ada taranja. seorang
jang ichlas, seorang jang ingin djudjur terus-menerus didalam perkataan dan perbuatannja. Ketjakapannja tidak kurang dari Malik.
Pada suatu kali Al-Lais mengirimaikn hadiah seratus dinar kepada
Malik, tetapi Malik mengirimkan kembali kepadanja Ima ratus
dinar dengan perkataan, bahwa uang itu utangnja kepada Lais.
Banjak sekali orang menulis riwajat hidup Al-Lais ini, oleh
karena itu disini kita perpandjang. Ia seorang imam Mudjtahid
jang sangat bidjaksana, banjak mengarang buku dan meninggal
dunia pada malam Djum'at, malam nishfu Sja'ban, jang oleh kebanjakan orang awam Mesir dianggap berkah, dalam tahun 175 H.
114
XXI
A T B A I T TABI'-TABI'IN.
Dengan memibitjaraikan Tabi'-Tabi'in selesai kita menjebut
beberapa banjak nama daripada ahli Salaf itu. Masih banjak nama-nama jang lain, jang dapat dibatja riwajat hidupnja dalam
kitab-kitab Hadis, sedjarah Islam, sedjarah peperangan Islam, dan
terutama, dalam biografi jang dinamakan Kutubur Ridjal, dimana
pembatja dapat menemui kembali riwajat hidup dari sekian banjak
Tabi'-Tabi'in, jang kita sebutkan namanja dalam bahagian jang
telah sudah.
Pada salah satu kesempatan kita sudah terangkan, bahwa |
ada orang jang memasukkan djuga kedalam golongan Ahli Salaf
itu pengikut Tabi-'-Tabi'in, dengan lain perkataan satu generasi
lagi sesudah Tabi'-Tabi'in. Bagi mereka jang memasukkan generasi itu golongan Ahli Salaf, kita sebutkan nama-nama jang mereka maksudkan itu sebagai berikut. Orang-orang tersebut ialah
misalnja Jahja bin Mu'in Al-Baghdadi (233 H.), Abu Ajjub Ishak
bin Rahawaih (238 H.), Muhammad Ismail Al-Buchari (206 H . ) .
Ahmad ibn Hambal (241 H.), Abu Husain Muslim bin AlHadjdjadj' (216 H.), Muhammad bin. Jazid bin Madjah (273 H.),
Abu Daud Asj-Sjadjaztani (275 H.), Muhammad bin Is ja At-Tarmizi (174 H ) , Ahmad bin Ali An-Nasa'i (203 H . ) , Ahmad bin
Chalilbin Harb (210 H.) dan Abdullah Ad-Darimi (255 H ) .
Sebagaimana j.ang kita ketahui, bahwa orang-oirang jang kita
sebutkan nama-namanja diatas adalah ahli-ahli Hadis, jang terkemuka dan lahir sesudah qurun atau generasi ketiga. Dam oleh karena itu lebih tepat kita golongkan mereka itu kedalam ahli Chalaf, meskipun tidak usah kita artikan menjimpang dari pada kehidupan ahli Salaf. Dalam kitab-kitabnja djuga kita bertemu, djika
akan diperingatkan kita kepada sesuatu keadaan jang baik jang
pecnah dilakukan dimasa jang telah sudah, atjap kali dikatakan
"menurut Salaf dan Chalaf jang saleh". Bedanja golongan ahli
Salaf lebih banjak diam, dan mengeluarkan hukum djika sudah
ada kedjadian sesuatu, sedang ahli Chalaf 'banjak mengadakan
perdebatan, dan kadang-kadang menjusun pe/raturan lebih dahulu
sebelum ada kedjadian. Dengan demikian sebagaimana kita katakan terdjadilah papatah: "Ahlus Salaf aslam Adlul Chalaf ahkam".
Ahli S.alaf lebih dekat kehidupannja kepada Islam jang sedjati,
sedang ahli Chalaf lebih mengemukakan hukum-hukum jang menjempurnakan Islam.
Dalam namav-nama jang kita sebutkan diatas terdapat beberapa ahli Hadis, jang merupakan penjusun sumber jang kedua un115
tuk masjarakat Islam. Mari kita mengenal sedjarah hidupnya beberapa dari ahli-ahli Hadis itu.
Kita mulai dengan seorang ahli Hadis jang terbesar dan termasyhur, jaitu Imam Buchari. Adapun Imam Buchari itu namanja
jang lengkap ialah Abdullah Muhammad bin Ismail, dilahirkan di
Buchara dalam tahun 810 H. Sedjak ketjil ia sudah menampakkan
dirinja seorang jang tjerdas dan kuat ingatannja. Kira-kira umur
10 tahun ia telah mulai menghafal Hadis.
Tentang kesusasteraan Arab dan agama Islam diperolehmja
diantara lain daripada Makki ibn Ibrahim, Abdan bin Usman, Abdullah bim Musa. Abu Ashim Asj-Sjaibani, Muhammad bin Abdullah Al-Ansari, dll. ulama jang terkenal.
Pada waktu berusia 16 tahun ia telah terkenal sebagai seorang hlafiz Hadis, seorang jang alim jang menghafal dan ahli
tentang Hadis. Kegemarannya dalam mempeladjari ilmu fiqh dan
Hadis itu amat besar. Beberapa kali ia meninggalkan! tanah tumpah darahnja untuk mengundjungi tempat-tempat dan ulama jang
termasjhur dalam lapangan pengetahuan itu. Diantaranja negerinegeri jang pamah dikundjunginja ialah: Sjam, Mesir, Algeria,
chabarnja sampai düa kali, selandjutnja Basrah sampai empat kali,
dan kira-kira 6 tahun tinggal ditanah HidjazDiantara kitab-kitab jang dikarangnia kita sebutkan umpamanja: Kitab Qadhaja, As-Sahabah wat^Tabi'in, Tarichul Kabir, T a richul Ausath. Al-Abdul Mufrad, Al-Qara'ah Imam, Bfcrul W a lidain, Kitafoud Dhuafa. Al-Djami' Kabir, Al-Masnad Kabir. AtTafsir Kabir, Kitabul Hibbah, Ama'is Sahabah dan banjak lagi
jang lain-lainSebuah diantara kitab-kitab jang dikarangnja. iang telah
membawa namanja terkenal dan harum dalam kalangan kaum
Muslimin dan ahli sedjarah, ialah Kitab Sahih, pengumpulan Hadis Nabi Muhammad jang terbesar sebagai tersebut diatas.
Imam Buchari ialah seorang jang wara', peramah dan
tinggi budi. Siang malam ia menghabiskan waktunja untuk membatja dan mempeladiari isi Al-Qur'an. Dalam memelihara dam memadjukan agama Islam ia besar djasanja. Untuk mengumpulkan
Hadis dan menyusun, kitab Sahih jang terkenal itu, ia telah menghabiskan waktu kira-kira 16 tahun, berkeliling negeri dengan pengorbanan jang tidak terhingga.
Dalam memilih Hadis-Hadis jang dikumpulkan ia sangat teliti. Ada berita jang telah diselidiki kedalam kitab Sahih-nja, ia
sembahjang lebih dahulu dua raka'at istieharah kepada Tuhan.
Dalam tahun 870 M. ia meninggal dunia, pada suatu malam
'Idul Fitri, berangkat menghadap Tuhan mempersembahkan amal
dan djasanja selama hidup didunia jang fana ini.
Nama jang lengkap dari Imam Muslim ialah Muslim bin Hadjadj Al-Qusjairi, dilahirkan, di Nisabur dalam tahun 826 M. Sebagaimana Buchari begitu djuga Muslim mengundjungi negeri-ne116
geri jang penting, untuk mempeladjari dan mengumpulkan HadisHadis Nabi, diantaranja Iraq, Hidjaz, Sjam dll.
_ Diantara guru-gurunja kita sebut: Jahja bin Jahja An-Nisa
buri, Qutadbah bin Sa'ad, Ishaq bin Ruwaijah, Ali bin Dja'di, Ah
mad bin Hambal, Abdullah bin Al-Qawairi dll. ulama jang besar
lagi terkenal.
Oleh karena Muslim seorang murid dari Buchari maka tjara
ia bekerdja dalam mengumpulkan Hadis-Hadis itu hampir bersamaan. Dalam ilmu Hadis ia mendjadi Imam besar, Imam jang kedua sesudah Buchari. Diantfara kitab-kitab jang dikarangkan,'jang
.paling populer ialah kitab Sahih Muslim.
Ia meninggal dalam tahun 883 M. dan dikuburkan di Naisabur.
Diantara ahli-ahli Hadis jang lain baiklah kita sebutkan sebagai berikut:
Tarmizi. itu sebenarnja bernama Abu Isa Muhammad bin Isa
At-Tarmizi, lahir pada 822 M. Ia beladjar pada Quraibah bin
Said. Ishaq bin Musa, Muhammad bin Ailan, Muhammad bin Ismail dan Imam Buchari sendiri.
Karangannya banj,ak jang terkenal ialah "Sunan'nja jang tersebut dialas. Ia sendiri pernah mentjeriterakan dalam kitabnja
kira-kira demikian: "Setelah kitabku selesai kukarangkan. Iraq,
jang semuanja menjatakan senang terhadap usahaku. Sungguh
barang siapa jang menjimpan kitab itu dalam rumah.nia, seoîaholah ditempatnja itu ada Nabi jang selalu bersabda".
Tarmizi meninggal tahun 901 M.
Tentang Abu Abdurrahman Ahmad bin Suaib An-Nasa ditjeriterak.an orang, bahwa ia dilahirkan pada th. 836 M. Sasudah
beladjar pada beberapa ulama besar, seperti Qutaibah bin Said,
Ishaq bin Ibrahim dll. ulama dari Khurasan, Hidjaz, Iraq, Mesir,
dan Algeria, maka iapun mulai mengarang, dan karawgannja banjak tersebar disana-sini. Bahwa ia seorang jang tjerdas otaknja
ternj.ata dari pudjian jang diutjapkan oleh Imam Tadjus Subki,
jang hidup semasa dengan dia kira-kira demikian: "Sesungguhnja
Imam Nasai itu lebih kuat ingatan dan hafalnja dair Imam Muslim".
Nasai meninggal di Mekkah dalam th. 925 M.
Adapun Sulaiman bin A:j'as Sadjastani, lebih dikenal orang
dengan nama Abu Dawud, dalam kalangan ilmu Hadis: Ia dilahirkan pada th. 824 M. Mula-mula ia beladjar ilmu Hadis itu pada
Ahmad dan Qa'nabi dan Sulaiman bin Harb. Diantara guru-guruni,a jang lain kita sebutkan umpama.nja Usman bin Sjaibah, Abil
W a l i t At-Tajalisi dll.
Kitab ' Sunan"nja terdapat dan diperbaiki orang di Bagdad
dan mendapat pudjian tentang isi dan susunannja, diantara lainlain dari Al-Chitabi dan Al-Ghazali.
117
Untuk mengetahui berapa banjak Hadis jang telah dikumpulkan Abu Dawud tjukup agaknja kita bawakan disini perkataannja
demikian: Telah kutulis dari Rasulullah kurang lebih 500.000
, , t e t a p i tju-kupïah kumuatkan dalam kitabku itu
T\nn u ,
4.100 buah sadja dari Hadis itu, j,ang telah kupilih dan jang terb
sahih pada pendapatku".
Abu Dawud meninggal di Basrah pada th. 900 M.
ketahui tfdak k u r a n d asan
Ah
u
Sh l T
-Mad
f fh t ^ f t
l
a
lb
'
'
9 )'
!'a
K
"
^
Al-Qazawani, jang lahir pada th. 832
M Seperti yang lam iapum terpaksa mengembara dalam beberapa
nege.i untuk mempeladjari dan mengumpulkan Hadis. Jang paling
banjak didapat pengetahuannya tentang Hadis itu ialah dari Imam
M a l i k d a n Lais. Diaatara orang-orang jang sangat menghargakan
pekerdyaan Ibn Madjah ialah Ibn, Thahir Al-Maqdasi dan Hafiz
Abdul Cham, sama-sama meninggal pada tahun,. 1244 M
Ibn Madjah wafat dalam bulan Puasa th. 897 M
T i . ^ \ 9 . a i m a n a J a ' n g dapat dilihat kedalam, golongan penqikut
Tab, Tab
, a 6 u k seorang alim besar Ahmac b i n H a m b a l
itu t e
Syaicbul Islam pendiri Mazhab Hambali. satu-satunja jang dengan
tegas-tegas dalam kalangan pengikut Tabi'-Tabi'in ini mengemukakan dirinya sebagai Mulhji Asar As-Salaf, bcrtjita-tüta d a b e r d i a n g untuk menghidupkan kembali tjara bekerdja 'tjara ï i d u p
tyara beribadat, tjara memutuskan perkara, sebagal ahli Salaf ? '
Ahmad bin Hambal As-Sjibani dilahirkan pada th. 164 H
banyak mempeladjari Hadis dari Hasjim, Ibrahim Sa'ad Sufjan
b i nA b
l\Ubbad " , U b W ' ^
' Zaidah, dan be 1 f
gaul banyak dengan Buchari, Muslim, Abu Dawud-, Abu Zur'ah
A -Baghawidll. pengarang jang banjak mengambil Hadis dan me
nuh,; buah pikiran, Ahmad ibn Hambal. Ibrahim Al-Harabi, tatkala,
m e r e n t a k a n ketjerdasan Ahmad ibn Hambal ini, menerangkan
bahwa padanya terkumpul ilmu-ilmu awwalin dan. achirin
byahi menerangkan, bahwa tatkala ia keluar dari Baqdad
tidak meninggalkan dalam kota itu seorang jang lebih afdhal, terhormat, lebih ahm dan, lebih memahami hukum fiqh daripada Ahmad ibn Hambal. Abu Saur, pendiri Mazhab As-Sauri, menerangkan bahwa^ Ahmad ihn Hambal lebih banjak ilmunja daripada ia
sendin Sedjarah hidupnya jang lebih pandjang akan dikupas dalami bahagian Mazhab Empat. Ahmad ihn Hambal meninggal th.
Kemudian datanglah suatu golongan, jang dengan tidak ada
pertentangan paham, dapat kita masukkan kedalam golongan ahli
t-halaf, orang-orang itu ialah misalnja Ibn Hibban (354 H.) A d ? f ^ V r i 3 8 . 5 "'V I h n Chuzaimah ( =
), Sulaiman bin
^ t T , o A t ; T h T a r b r a n i ( 3 6 ° R ) ' A 1 " H a k i m Muhammad bin Abdullah (321-405 H.) At-Thahwi Al-Hanafi (321 H.), dll. alim ulama
yang tidak kita sebutkan disini setjara perintjian satu persatu apalagi membentangkan sedjarah hidupnja karena kekurangan
118
tempat
Kita minta perhatian untuk beberapa tokoh, misalnja Ibn
Hibban, seorang ahli Hadis jang termasjhur. Sebenamja namanja
jang lengkap jaitu Muhammad bin Hibban Al-Basti. Ia tidak sadja terkenal dan disegani orang terutama di Mesir dan Khurasan,
ditempat jang paling lama beliau tinggal, oleh karena pengetahuan umumnja. Ia ahli tentang ilmu kedokteran, tentang ilmu bintang
dan djuga seorang pengarang jang ulung pada zaman itu. Selain
dari "Musnadnja" karangannja ialah kitab "Dzu'afa", "Fiqhun
N a s " dll.
Hakim pernah mengatakan demikian: "Sungguh Imam Hibban itu sumber pengetahuan, ia tasik ilmu fiqh, lautan bahasan
dan ilmu da'wah. Ibn Hibban meninggal pada th. 976 M.
Seorang tokoh lagi, ialah Imam Dar-Quthani. Namanja jang
lengkap ialah Abu Hasan Ali bin Umar. Lahir 928 M. Selain dari
"Musnadnja" karangamnja ialah AlTlalul Waridah, Al-Mudjtabi
Al-Muchthalafa, Al-Mu'talaf dll. jang semuanja mengenai agama
Islam dan mendapat perhatian besar.
Namanja terambil dari nama sebuah kampung tempat lahirnja, '
jaitu Bagdad, jang banjak menghasilkan kapas atau quthn.
Imam Dar-Quflhni meninggal pada th. 1005 M.
Seorang lagi tokoh jang ternama dan terutama dalam golongan Chalaf itu, ialah Al-Hakim, jaitu tidak lain dari Muhammad
bin Abdillah Nairn Az-Zahabi, dilahirkan di Nisabur pada th. 943
M. Diantara negeri jang dikumdjunginja Iraq (63 M.) dan Khurasan, dan kanon gurunja tidak kurang dari 1-000 orang banjaknja. Beberapa lama beliau mendjadi Hakim Negara di Nisabur.
Diantara kitab jang dikarangnja, selain d&ri sebuah Tarich Nisabur jang besar, ialah Mustadrak As-Shahihai dan A-Iklil. Dia wafat pada tahun 1027 M.
Sebagaimana sudah kita terangkan, bahwa djika hanja ditindjau kepada perkembangan ilmu fiqh, orang mengatakan pembahagian jang lain, jaitu golongan Mutaqaddimin dan golongan Mutaachchirin.
Jang dimasukkan orang kedalam golongan Mutaqaddimin ialah umummja Imam-imam Mazhab, jang sebagaimana kita ketahui termassuk Ahli S.alaf, misalnja Abu Hanifah, Malik bin Anas,
Sjafi'i, Ahmad bin Hambal, As-Sauri, Al-Auza'i, Abu Ubaid, Ibn
Mubarak, Al-Makhul, Masruq, Al-Lais.
Jang dimasukkan orang kedalam golongan Mutaachirin ini
ialah As-Siibki, Ar-Rifa'i, An-Nawawi, Ibn Al-Djaizi, Ibn Radjab,
Ibn Taimijah, As-Sajuthi, Ibn Hadjar Al-Asqalani, As-Zahabi,
Ibn Hadjar Al-Qasthalani, Bahruddin Az-Zarkasji, Ibn Hadjar
Al-Haitami, Ar-Rambli, Abdul W a h a b An-Nadjdi, Asj Sjaukani.
Abu Nu'im Al-Ashfahani, Ibn Abdul Barr, dll pada lain kesempatan akan kita bentangkan riwajat hidupnja.
119
'
120
:
m
FIQH
ISLAM.
121
122
VI
TARICH TASJRI'
123
124
XXII.
T A R I C H TASJRI
I
Kita ketahui, bahwa sebelum Islam orang-orang Arab itu
hidup dalam daerah semenandjungnja setjara sangat sederhana.
Adat-adat jang ada pada mereka merupakan, sumber-sumber peraturan jang digunakan untuk menjelesaikan segala persoalan dalam masjarakatnja. Orang-orang Arab itu hidup terbagi bersukusuku, kabilah namanja, dan tiap-tiap kabilah itu ada kepala kabilahnja, biasanja dïpilih dari keluarga jang tertua, terhormat dan
terpengaruh. Tidak ada sesuatu kekuatan jang dapat mengikat
semua kabilah itu mendjadi suatu negara dengan alat-alatnja. Kabilah-kabilah itu hidup sendiri-sendiri setjara ta'assub dan chauvinist«, tidak mau mengaku kabilah lain jang lebih tinggi dari padanja dan kebesarannja itu dipertahankan dengan sendjata serta
kekuatan, dalam pimpinan, seorang kepala kabilah jang ke,adila,nnja dan segala daja upajanja ditudjukan untuk membela kabilah
nja sendiri. Kepala kabilah itu berkuasa dalam segala-galanja, da
am agama, dalam ekonomi, dalam hidup pergaulan, berdasarkan
kepada adat-istiadatnja j,ang sudah turun-temurun.
Sebuah kabilah dapat meluas karena keturunan, karena pengangkatan anak ataiu saudara, karena bersumpah setia dengan
salah satu kabilah lain, dan karena menang perang, sehingga'semua tawanan manusia baik laki-laki maupun perempuan dari kabilah jang kalah itu, didjadikan budak untuk menambah besar kabilah-kabilahnja.
Kadang-kadang peperangan dengan kabilah lain terdjadi, itu
hanja karena perkara ketjil, seperti pelanggaran batas dengan
tidak izin, pengambilan kaju api dengan tidak permisi, perznkan
dengan seorang wanita kabilah lain dsb. maka terdjadilah peperangan jang maha dahsjat, lalu berachir dengan hantjurnja salah
satu kabilah atau tjulik-mentjulik dan bunuh-membunuh sampai
habis kediua-duanja. Kabilah j,ang menang beroleh rampasan jang
merupakan 'harta benda, laki-laki jang didjadikan budak dan perempuan jang didjadikan gundik atau didjual sebagai hamba sahaja
jang dimiliki. Adapun jang kalah, o wee, hantju'rlah sama sekaü
bangsanja, harta bendania daim peradabannja. Oleh karena itu berlomba-lombalah kabilah Arab pada waktu itu dalam mentjapai kebesaran, kekuatan dan pengaruh, atau lekas menjelesaikan soal
setjara damai.
125
Peraturan ekonomi sangat sederhana sekali. Bekcrdja dianggap hina dan saingat rendah. Pekerdjaan-pekerdjaan, baik jang merupakan pertanian, baik jang merupakan perdagangan, maupun
jang merupakan, perusahaan pengangkutan kebanjakan dikcrdjakan oleh buak-budak dengan pimpinan anak-anak atau keluarga
daripada, jang punja perusahaan itu. Pekerdjaan-pekerdjaan itu
dilakukan menurut tjaia jang pernah diterima dari nenek mojangnja. Perdagangan menurut kebiasaan dilakukan setjara menukarbalikkan barang keperluan. Seorang petani sajur-sajuran, misalnja
menukarkan harangnja dengan gandumnja atau hewan jang dibutuhkannya. Riba biasanja dipegang oleh seorang Jahudi jang mentjari keuntungan dengan memperdagangkan uangnja. Segala perdjandjian tidak pernah ditulis, karena hampir semua bangsa Arab
p,ada waktu itu belum dapat menulis dan. membaitja. Djadi djika
perdagangan diadakan dalam sesuatu pasar, misalnja d i Ukkaz
(Arafah) dan di Marbad (dekat Bagdad) adalah dengan tjaratjara jang tersendiri, umpamanja dengan memegang barang jang
ditawar itu atau meletakkan diatasnja sepotong pakaian untuk me
nutup barang itu.
,
Undang-undang dasar tidak ada. Tuhan belum dikenal, penjembahan dilakukan terhadap berhala jang dipunjai oleh tiaptiap suku Arab itu. Kesenian jang digemari diantara lain ialah mengutjapkain sjair-sjair dan kata-kata sadjak, jang memudji-mudji
kemegahan dan kebesaran rienek-mojang dan pahlawan-pahlawan
dalam sukunja.
Mengenai kekeluargaan dapat kita sebutkan bahwa mereka
belum menaruh penghargaan, terhadap isteri dan wanita umumnja.
Kedudukan wanita sama dengan budak belian. Adat membunuh
anak-anak perempuan berdjalan dalam kalangan mereka, karena
dianggap tidak berfaedah, karena tidak dapat digunakan untuk
menambah kekuatan suku bangsa, apalagi dianggap banjak menimbulkan malu dan lebih-lebih pula djika orang tuanja miskin,
tidak d a p a t memberi makan.. Tetapi sebaliknja adat membolehkan
kawin banjak dengan tidalk terbatas, membolehkan kawin bersenang-senang (mut'ah), jang sudah ditentukan pertjeraiannja sebelum didekati. Begitu djuga kawin untuk tempo jang tertentu
(nikah mawaqqat), jang hampir bersamaan, dengan zina. Laki-laki
memegang hak talak setjara merdeka, sehingga ia dengan tidak
ada sebab sesuatupun dapat mentjeraikan isterinija. Kehormatan
terhadap perempuan dan anak-anak tidak ada. Warisan dibagi
untuk anak-anak dari pada harta benda dan binatang ternak orang
tua jang meninggal, termasuk iburibunja jang boleh diikawininja,
sebagaimana aneireka boleh mengawini perempuan jang bersifat
kakak beradik.
Kelahiran Nabi Muhammad membawa perobahan besar ditanah Arab. Keangkatannja mendj,adi Raisul dalam th. 610 M.
sampai wafatnja dalam th. 632 M. membawa revolusi masjarakat
126
jang paling besar kepada kehidupan orang-orang Arab itu, bahkan kepada seluruh dunia.
Dalam masa RassuMullah ini sumber hukum jang terpenting
ialah Al-Qur'an. Kita lihat, dengan lahirnja Al-Qur'an ini orang
Arab mengalami dua perobahan terbesar dalam masjarakat hukum
nja, bahwa ada Tuhan jang lebih berkuasa diatas semua kepalakepala kabilah dalam keadilan, dan peradilan. Dan kedua ada
Qur'an >ang merupakan undang-undang dasar bagi semua suku
dan kabilah Arab.
Qur'an adalah wah'ju jang diturunkan kepada Nabi Muhammad untuk tuntunan hidup bagi semua manusia dalam segala bidang politik, ekonomi, agama, sosial, pengetahuan dsb., sehingga sesuatu persoalan dalam bidang hidup tidak lagi hanja dapat
diputuskan oleh masing-masing kabilah Arab sendiri atau oleh kepalanja, melainkan harus tunduk kepada wahju Tuhan jang merupakan ajat-ajat Qur'an, jang diturunkan kepada Nabi Muhammad, ditulis oleh sahabat-salhabatoja dan didjalankan dalam ibadat
dan mu'amalat. Qur'an turun selama dua puluh dua tahun, dua
belas tahun-di Mekkah sebelum hidjrah ke Madilah, dan jang lain
selama sebelas tahun turun di Madinah. Alat-alat Qur'an jang
turun di Mekkah kebanjakan mengenai kejakiman dan ibadat, sedang ajat-ajat jang turun di Madinah umumnja menggunai mu amalat dan hukum beirnegara.
Tetapi selain dari pada Qur'an dalam masa Nabi itu djuga
didjadikan sumber hukum jaitu Sunnah, jang terdiri dari pada
utjapan-utjapan Nabi, perbuatan Nabi dan penetapan-penetapan
nja, sebagaimana sudah kita djelaskan dalam bahagian-bahagian
terdahulu.
Maka pada waktu itu didapatilah dua sumber jang penting
dalam tarich tasjri' Islam, sedjarah hukum Islam, jaitu Qur'an. dan
Sunnah jang mengandung pokok-pokok kejakinan, pokok-pokok
biadat. pokok-pokok penjiatfan Islam, pokok-pokok kehidupan berkeluarga, pokok-pokok pergaulan dalam masjarakat dan pokokpokok hukum pidana.
Dapat kita katakan, bahwa kedatangan Nabi Muhammad
membawa revolusi besar dalam hidup ber-kaum dain, bermasjarakat dalam kalangan bangsa-bangsa Arab, jang sebelumnja belum
memipunjai tjara-tjara hidup jang teratur. Adapun pokok-pokok
dasar jang dibawa oleh revolusi Islam itu adalah sebagai berikut.
1. Peraturan b ©rim us jawara t dalam menetapkan suatu hukum, kewadjiban jang dipikulkan kepada hakim untuk memperhatikan kepentingan umum lebih dahulu dari pada kepentingan pribadi dan suku 'bangsa dan djuga dipikulkan kepadamja untuk meng
ambil sebagai dasar hukumnja nash dari kitab sutji Al Qur'an dan
Sunnah Nabi.
2. Deng,an lahirnja Islam lahir pula kewadjiban berlaku
adil dan berbuat baik dalam segala pekerdjaan, menganggap se127
mua manusia itu sama kedudu.kan.nja, dalam menanamkan dimanamana rasa persaudaraan jang berdasarkan perikemanusiaan dengan tidak memandang tingkat warna kulit, bahasa dan bangsa.
3. Islam membawa larangan perang jang bersifat permusuhan, bersifat memperluas daerah dan mempertinggi kehormatan
dan kekuasaan, tetapi membolehkan peperangan jang bersifat pertahanan., sementaira itu sangat mengandjurkan. berdamai dan bekerdjasama antara bangsa dengan bangsa.
4. Islam membawa perbaikan bagi kaum wanita dan bagi
orang miskin, kaum lemah dan tidak berdaja.
5. Islam menghormati hak milik pribadi, mewadjibkan menepati djandji, jang diperbuat baik setjara perorangan maupun antara negara dengan negara, selandjutnja sangat menentang kedjahatan dan pelanggaran-pelanggaran susila.
6. Dengan datangnja Islam itu diperbedakan, mana jang hak
Allah atau umum dengan hak hamba, Allah atau hak manusia perseorangan dalam persoalan-persoalan jang bersangkut-paut dengan
hukum pidana.
Inilah beberapa pokok hukum jang dibawa Nabi Muhammad
dengan Al-Qur'an dan Sunnahnja ketengah-tengah masjarakat
Arab jang belum teratur seperti jang kita lukiskan diatas dan ini
lah sumber-sumber hukum jang pertama dalam masa Nabi Mu^
hammad masih hidup.
128
XXII.
TARICH TASJRI.
II
Sesudah wafat Nabi (632 M.) urusan pemerintahan dipegang
berturut-turut oleh Chalifah Abu Bakar (632-634 M . ) , kemudian
oleh Umar ihn Chathab (634-644 M.), Usman .bim Affan (644-655
M.) dan Ali bin Abi Thalib (655-661 M . ) , jang dinamakan masa
pemerintahan Chulafa'ur Rasjidin. Sedjak Usman memerintah, di
Asia Ketjil pemerintahan dipegang oleh Bani Umajtjah. Dalam
masa-masa ini semua, diimani a daerah Islam sudah sangat luas dan
persoalan hidup bertambah banjak, maka Sahabat-Sahabat itu da
lam menetapkan sesuatu hukum jang tidak terdapat dalam Qur'an
dan Sunnah, mengeluarkan fatwanja. Mereka berkumpul membitjarakan persoalan-persoalan, jang dihadapinja! lalu dengan mendasarkan paham kepada dtua pokok dasar tersebut, mereka memutuskan hukum itu setjara kebulatan pendapat (idjma') atau dengan
memperbandingkan sifat-sifat hukum baru dengan hukum jang
sudah ditemui dalami masa Nabi (qijas).
Maka dengan demikian terdjadilah dua sumber hukum baru
dalam Islam, disampimg Qur'an dan Sunnah, jaitu idjma' dan qijas.
Maka jang kita anggap mula-mula mengeluarkan fatwa disamping Qur'an dan Sunnah ini ialah keempat Chalifah tersebut
diatas. Terlebih-lebih Chalifah Umar. jang merupakan pendiri keradjaan Islam jang luas sesudah Nabi, dan jang lebih banjak melihat kepada djiwa dan hakekat Islam dalam menetapkan sesuatu
hukum dan jang mendjalankannja dengan penuh ketetapan hati
dan kekuasaan. Ia adalah seorang Chaüfah jang paling adil dam
paling banjak berbuat kebadjikan. Ia penjusum negara dan bahagian-bahagian pemerintahannja menurut keperluan zaman ketika
itu.
Sahabat-sahabat Nabi dalam masa itu adalah orang-orang
baik dan jang sangat boleh dipertjaja. Mereka dalam menetapkan
sesuatu hukum sangat hati-hati. Hukum-hukum jang ditetapkan
menurut idijtibad mereka, tidak mau mereka namakan "hukum
sjara'", melainkan "keputusan idijtihad" mereka sendiri. Pada hal
Nabi telah memberikan hak penuh kepada mereka dalam menetapkan sesuatu hukum, dengan katanja: "Ikutilah Suninahku dan Sunnah Chulafa'ur Rasjidun".
Chalifah Abu Bakar tiap-tiap memutuskan perkara berkata :
"Ini pendapatku. Djika ia benar, maka ia adalah dari Allah, dan
129
djika ia salah, maka ia berasal daripadaku. Aku meminta ampun
kepada Allah tentaing kesalahanku".
Umar bin Chatthab berkata pada tiap-tiap ia foeridjtihad menetapkan sesuatu hukum: "Demikian inilah pendapat Umar, djika
benar dari Allah., djika salah daxipadanja sendiri. W a h a i temanteman, adapun jang dinamalkan Sunnah itu han/ja jang berasal dari
Allah dan Rasulnja. Dj.anganlah kamu anggap pendapatku jang
salah itu adalah suatu Sunnah".
Abdullah ibn Mas'ud pun pernah menegaskan: "Djika fatwaku ini benar, maka dia 'dari Allah, djika salah maka ia datang dari
padaku atau dari syaitan. Allah dan Rasullnja terlepas dari pada
penetapan ini".
Batja lebih lamdju* tjontoh-tfontoh fatwa Sahabat dalam "Hukum Islam", karangan Prof. T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Djakarta,
1962, mengenai sedjarah fiqh masa kedua.
Sesudah masa Sahabat besar ini, kita masuki masa Sahabat
dan tabi'in, Diantara perbedaan jang sangat besar ialah, bahwa
fatwa-fatwa dalam masa Sahabat-Sahabat besar itu tidak ditjatat
dan dibukukan. Djikalau ada beberapa tjatatan adalah jang merupakan beberapa keterangan jang ditulis disamping tjatatan ajatajat Al-Qur'an, seperti jang pernah dikerdjakan oleh Ali bin Abi
rhali'b. Dalam masa Sahabat dan tabi'in perhatian orang telah
mulai timbul untuk mengumpulkan persoalan-persoalan dan fatwafatwa itu, terutama untuk kepentingan penijiaran agama Islam didaerah-daeirah jang djauh letaknja diairi pusat Madinah dan MekSahabat-Sahabat keluar kenegara-negara Islam dan kota-kota
fang djauh, karena diperlukan orang ilmunja. Diantarania Abdullah bin Abbas tetap di Mekkah, Zai-d ibn sabit dan Abdullah bin
Umar tetap di Madinah, tetapi Abdullah bin Mas'ud pergi ke Kufah dan Abdullah bin Amr bin Ash pergi ke Mesir. Makin banjak
berkumpul Sahabat dalam sesua-tu kota makin lantj.ar djalannja
fatwa. Nanti akan kita dijelaskan bahwa ulama-ulama di Mekkah
dan Madinah lebih mudah memperoleh bahan-bahan dari Suninah
Nabi daripada ulama-ulama di Kufah dan Basrah, jang kemudian
menjebabkan perlainan dan perbedaan dalam penetapan hukum
menurut Ahli Hadis di Madinah dengan Ahli Ra'ji didaerah Baghdad.
Pada waktu Sahabat dan tabi'in itu terdjadilah perbedaan paham antara beberapa golongan Islam, terutama antara Ahli Sunnah dan Sji'ah. Golongan jang pertama ini menetapkan sebagai
chalifah berturut-turut Abu Bakar, Umar bin Chatthab dan U s man bin Affan, sebagaimana kita ketahui atas beberapa pertimbangan politik sedjak wafat Nabi. Banjak Ahli Sunnah jang pada
waktu itu meskipun menganggap Ali sebagai kemenakan Nabi
jang terutama memberi suara kepada keangkatan Chalifah-ChaUfah jang lain itu, karena melihat dari sudut perdamaian politik.
130
Tetapi Ahli Sji'ah tetap dalam pendiriannja, bahwa Ali bin Abi
Thalib adalah satu-satunja jang lebih berhak mendjadi chalifah
sesudah wafat Nabi daripada jang l a b . Maka Sahabat-Sahabat
jang berpendapat demikian lalu menggabungkan dirinja dalam
suatu ikatan Sji'ah, jaitiu partai pengikut Ali atau Sji'ah Ali,
Djadi perbedaan paham ini adalah p,ada asalnja berdasarkan
politik. Tetapi orang-orang Sji'ah mempunjai alasan-alasan jang
berdasarkan Sunnah Nabi, bahwa Ali itu memang sudah ditundjuk mendjadi Chalifah sebelum wafatnja.
Dalam masa Chulaf'ur Rasjddin dikumpulkan orang Qur'an,
pertama atas perintah Abu Bakar kepada Zaid bin Tsabit, dan banjak Sahabat-Sahabat lain turut berusaha dalam penjusunan itu,
diantaramija Ali bin Abi Thalib (batja Abdullah Az-Zandjani, Tarichul Q u r ' a n " ) . Dalam masa Usman bin Affan, th. 650 M. Qur'an
itu disusuoi atas satu batjaan dan satu mashaf. Sunnah belum dikumpulkan dan dibukukan ketika itu.
Dianltara Sahabat-Sahabat besar jang kita anggap penting
karena banjak mengeluarkan fatwa-fatwa dalam bidang hukum
Islam ialah Abu Bakar As-Siddiq, Umar ibn Chatthalb, Usman bin
Affan, AH bin Abi Thalib, Abdullah ibn Mas'ud, Abu Musa AlAsj'ari, Mu'az ihn Djabal, Ubaj ibn Ka'ab, Zaid Tsabit, Aisjah
isteri Nabi, Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Abdullah bin
Abbas, Abdullah bin Amr Ibn Ash, dll.
Walaupun pendapat mereka ini (kadang-kadang berlainan t e tapi t'idalk begitu kelihatan perselisihan pahamnja, karena mereka
hanja menggunakan idjtihad dan qijas pada waktu sangat terpaksa, tidak menetapkan sesuatu hukum sebelum ada kedjadian. Mereka mudah mengadakan perembukan antara saùu sama lain, karena masih sedikit, kebanjakannja hanja mengenai bidang ibadah
dan hidup kekeluargaan, mereka dalam memberikan fatwanja tidak
menandjollkan diri, dan achirraja perlu djuga kita tjatat disini, bahwa Hadis-Hadis jang palsu dan jang hanja dibuat-buat untuk mengalahkan golongan lain belum banjak.
131
132
XXII.
T A R I C H TASJRI'
III
Zaman keemasan dalam sedjarah hukum Islam adalah zaman
V I T T S M V ' J a n 9 . T i J d e n 9 a n a l b a d k E ' n H i d l i r a l h (^ad
keMr«. Y M\ r? , a C l' , , d e n 9 a n ' P e r t e n g a h a n dbad ke-IV Hidjrah
san
M - ï v L '" f T a^d\}ni'
to
9 a t dipudji oleh Dr. Sobhi
M c W s a n i , , dalam kitahnja "Falsafatut Tasjri' fil Islam", Beirut. 1951. berkembangmja ilmu pengetahuan dalam segala bidanq
dalam Anu ekonomi, dalam ilmu pasti, dalam ilmu falsafatdan
agama sehingga turut djuga terdorong pengarang-pengarang
agama bekerdja untuk menjusun, ilmu fiqh dan ilmu Hadis guna
menjamgi orang-orang Mu'tazilah j,ang terlalu radikal dan berKuasa pada waktu itu.
D a h m masa ini dikumpulkan orang Hadis Nabi dan dikumpulkan Sunnah Rasullulah. sebagaimana jang ,nanti dalam salah
satu bag»a,n jaing lain kita kupas lebih dalam dan mendalam. Begitu djuga keuntungan masa ini ialah kemadjuan dalam menulisi
Tafsir Qur an dan menulisi kitab-kitab jang ba.njak, mengenai
masalah-masalah furu tentang fiqh dan, usulnja. Maka diperluaslah peladjarar, foqh itu dengan bermatj,am.matjam djala.n dan
persoalan jang berdasarkan ilmu pengetahuan, diantaranja ilmu
Tafsir, ilmu Mustha ah Hadis, ilmu Usul, mengenai i'tikad dan
mengenai fiqh dan i,lmu furu' jang persoalannya tidak hanja mengenai masalah-masalah agama sadja, seperti sembahjang, puasa,
zakat diami hadji, jang biasa terdapat di Madinah, tetapi sudah
meluas dengan masalah-masalah ekonomi, masalah jang timbul
d a n peperangan seperti rampasan dan hak milik atas tanah masalah pindjam-memindjam dan djual-beli, masalah peradilan dan
d U
t^K
lCT
Kl^ih
kitar
Mekkah
dan tMadinah.
pelik
dari
P a d a i a n 9 terdapat dise-
Umumnja ulama-ulama fiqh itu dapat k i t a bagi atas dua bagian, meskipun kedua-duanja pada achimja .nanti menamakan dinnja Ahlus Sunnah W a l Djama'ah. Golongan jang pertama dinamakan Ah ur Ra ji di Iraq dengan pimpinan Abu Hanifah AnNu man, golongan jang kedua dinamakan Ahlul Hadis di Hedjaz, di bawah pimpinlaln Malik bin Anas.
Mazhab A h M Hadis ini masjhur karena kuat berpegang kepada Sunnah Nabi dan banjak meninggalkan idjtihad, ketjuali
icaiau sangat perlu. Jang demikian itu mungkin karena tanah Hidjaz adalah tempat lahir Sunmah dan banjak Sahabat-Sahabat
133
jang ada disana d a p a t digunakan sebagai tempat bertanja. Lain
daripada sebagai jang dikatakan tadi masjarakat masih sangat
sederhana tidak menghendaki pembahasan persoalan-persoalan
jang mendalam, jang memerlukan id'jtihad setjara luas atau istidM
jang terlalu sukar.
Di Iraq terdjadl sebaliknja. Disana (terdapat manusia dengan
peradaban jang lebih tinggi dan kedjadian-kedjadian jang anekaragam, jang kadang-kadang tidak terdapat dallam masa Nabi dan
Sahabat-Sahabatnja. Sahabat-Sahabat jang sampai kesana tidak
ada berapa orang, Bahan-bahan Sunnah jang akan didjadikan
Sumber hukum sedikit sekali, itupun sudah banjak bertjampuraduk dengan Hadis-Hadis jang dusta, sehingga mereka terpaksa
kembali dalam masalah-masalah fiqh dan memahami Al-Qur'an kepada akal dan ra'ji, kepada idjtihad, kepada qijas, dan istihsan
Radja 3 Abbasijah, baik jang menganut paham Mu'tazilah
maupun jang menganut paham Ahlus Sunnah wal Djama'ah sangat giat membantu ilmu pengetahuan, apalagi didorong oleh persaingan nadja-radja dari Bani Umajjah jang dalam pada itu sudah
berkuasa di Sepanjol dan mendirikan peradaban Islam disana.
Pertentangan antara Bani Abbias dengan Sji'ah Ali djuga
membawa perpisahan jang pada achirnja merupakan persaingan
dalam ilmu hukum Islam. Dikala orang 2 Sji'ah diperintah oleh
radja-radja Abbasjiah, mereka tidak mau mengakui keradjaan
chalifah itu karena terlalu bersifat keduniaan dan dalam banjak
hal kehidupan meninggalkan agama. Mereka tunduk kepadanja
sebagai pemerintah biasa, dalam uriusan dunia, tetapi dalam urusan
achirat mereka mempunjai imam tersendiri, jang harus diakui sebagai chalifah-chalifah sesudah wafat Nabi.
Deng,an demikian timbullah ikatan Sji'ah Isna'asjar Imamijah,
jang berurut-turut i mempuinlj,ai chalifah-chalifah: 1 Ali Bin Abi
Thalib, 2 Al-Hasan, 3 Al-Husain, 4 Ali Zainal Abidin 5 Muhammad Al-Baqir, 6 Dja'far As-Shadiq. 7 Musa Al-Kazim 8 Al Ridha, 9 Muhammad Al-Djawad. 10 Ali-Al-Hadi, 11 Hasan Al-Askari, dan Muhammad Bin Hasan atau Al-Mahdi. Selain daripada
itu bangkitlah miazhab-Hmazhab Sji'ah jang laini, jang sudah pernah saja kupas dalam sebuah buku tertentu dalam rangka Perbandingan Mazhab ini, bersama "Sji'ah, Rationalisme dalam
Islam".
Dja'far Shadiq, jang termasuk salah seorang ulama Fiqh jang
terkenal, guru Abu Hanifah dan Imam Malik, diainigap oleh golongan Sji'ah Imamijah itu sebagai salah seorang jang sangat
penting dalam sedijariah pengembangan fiqhnja. Mazhabnja di
namakan mazhab Al-Dja'fari, sekarang diadjarkan di Universitas
Azhar.
Fiqh Sjitah djuga berdasarkan Qur'an dan Sunnah, tetapi
lebih bersifat rationalisas. Qur'an mereka adalah Qur'an jang
dinamakan Mashaf Usman djuga, mashaf jang kita ipunjai s e ka134
<rang ini dan jang diakui oleh Ahli Sunnah wal Djama'ah karena
dalam panitia penjusunan duduk Ali bin Abi Thalib, dan oleh
karena itu dianggap sah. Mereka mempunjai empat buah kitab
Hadis besar, jang dianggap mu'tamad, jaitu Al-Kati, AHstiabshar,
At-Tahzib dan Mala JahdhurUhul Faqih, jang tingkatnja bagi mereka sama dengan tingkat Kutubus Sittah bagi Ahli Sunnah wal
Djalma'ah. Mengenai Sunnah ini bagi Sji'ah dapat kita katakan,
bahwa djika semua Sahabat sepakat tentang sesuatu Hadis mereka dapat menerima Hadis itu, tetapi djika dalam penetapan sah
tidaknja Hadis itu ada perselisihan faham dalam kalangan Sahabat maka mereka ambil Hadis jang dalam riwajataja ada imamimam sendiri. Sebuah Hadis jang riwajatnja sambung-menjambung
melalui imam-imamnja, sampai kepada "Rasullulah, Hadis jang demikian itu dianggap sangat baik, dan diberi nama "Silsiilatuz
Zahabijah". Dengan demikian mereka tidak mau menerima tafsir
Qur'an dari golongan "lain, melainkan dari ilmam-imam sendiri.
Bahwa Sji'ah tidak dapat menerima Idjma' dan Qijas sebagai
dasar hukum Islam, sebagaimana jang pernah dikatakan oleh
Hasbi Ash Shiddieqy dalam kitahnja "Hukum Islam", saja sangka
tidak benar. Dalam penetapan hukum, Sji'alh menggunakan dua
dasar, jaitu nash dan akal. Jang dinamakan mash jaitu Qur'an dan
Sunnah, dan jang dinamakan akal itu jaitu idjtihad dan Qijas, tetapi tidak dilakukan oleh orang banjak, melainkan oleh imammja
jg. dianggap ma'shum dalam arti kata mahfuz dari pada dosa-dosa
besar jang dapalt dilihat manusia. Qijas baginja adalah akal jang
digunakan dalam memahami Al-Qur'an dan Sunnah.
Bahwa Idjma' dapat diterima sebagai dasar hukum, Al-Hasani menerangkan, hal ini berdasarkan utjapan Nabi kepada Ali :
"Apabila engkau imeragthjadapi sesuatu perkara, jang tidak aida
keputusannja dalam Qur'an dan Sunnah, kumpulkanlah orangorang alim, dan suruhlah mereka bermusjawarah, dan dljangan
kamu memutuskan perkara dengan pikiran seorang sadja" (Tarithul Fiqh, Al-Djla'fari (hal. 114).
Al-Hasani menerangkan, bahwa sesudah kedjadian, perpetjahan dan lahirnja perbedaan paham diantara mazhab-mazhab
Islam, Sji'ah takut akan ada orang menjiar-njiarkan Hadis palsu
untuk mempertahankan pendiriannja masing-masing.
Kedjadian
ini sudah pernah berlaku dalam masa Sahabat, Ali pernah menijuruh bersumpah seseorang jang menjampaikan Hadis dari Nabi.
Umar pernah memukul orang jang membuat Hadis dusta dan Abu
Hurairah pernah diselidiki Hadisnija, meskipun ia seorang Sahabat
jang sangat dipertjajai. Oleh karena itu terdjadilah kesukaran dalam memilih Hadis dan tjeritera Nabi dan dalam melaksanakan
serta menetapkan dasar hukum jang empat tersebut diatas, jaitu
Kitab, Sunnah, Qijas dan Idjima'.
135
Memang Idjma' dan Qijas ini banjak sekali dipertengkarkan
orang, sebagai tersebut didalam kitab "Tarichut Tasjri' ", karangan Al-Chudhari. Ada jang menganggap idjma' itu, idjma'' Sahabat, menurut pendapat bersama, sebagaimana terdjadi dengan
idjma' dalam kalangan Anshair. Pendapat seorang Sahabat bukan
idjma.
136
VII
IDJTIHAD DAN MUDJTAHED
137
138
XXIII.
QUR'AN DAN HUKUM FIQH.
Sudah j diterangkan, bahwa hukum-hukum jang tersebut
dalam Q u r a n itu hanjalah mengenai pokok-pokok belaka dan
sangat rmgkas. Sunnah Rasul jang tersimpan dalam Hadis-Hadis
mendjelaskan hukum-hukum itu terutama perkara-perkara Jana
terdjadi dalam zaman Nabi.
Djika iterdjadi sesuatu perkara pada zaman Nabi maka perkara itu dibawa kehadapan beliau dan beliau menentukan hukum
nja, berdasarkan kepada wahju Tuhan. Sesudah beliau wafat segala sesuatu perkara jang terdjadi didalam masjarakat Islam diputuskan oleh Sahabat-Sahabatnja, berdasarkan tuntuten Qur'an
dan Sunnah Rasul itu. Djika perkara itu belum pernah terdjadi
da am zaman Nabi, tidak didapat hukumnja daiam Al-Qur'an atas
dalam Sunnah Rasul, maka biasanja perkara itu oleh Sahabat-Sahabat tersebut, dibawa kedalam pembitjaraan atas, antara sesamanja, dan dengan mempergunakan perbandingan kepada hal
jang sudah pennah dilakukan dalam zaman Nabi, ditetapkan hukum tentang perkara itu menurut kebidjaksanaan. Dengan demikian hukum-hukum jang minglkas dalam Qur'an itu dapat diuraikan, dan dengan pertolongan Hadis-Hadis dan Sunnah Rasul
persesuaan paham (idjma') dan perbandingan (qijas) maka
diiohtiarkan oranglah kemudian menjusun hukum-hukum Islam
dalam pembitjaraan jang tersendiri jang kemudian mendjadi suatu
fam ilmu pengetahuan agama jang dinamakan ilmu fiqh, uraian
tentang hukum-hukum jang mengenai perhubungan antara manusia dengan, Tuhan (ibadah) atau jang mengenai perhubungan
alntara manusia dengan manusia (muamalah).
Didalam fiqh itu terutama bagi mereka jang telah djauh masanja dari zaman Nabi, tentu perlu sekali karena dengan tidak
melalui ilmu fiqh akan terlalu sukar dan lama mempeladijari agama Islam langsung dari Qur'an dan Hadis, oleh sebab baik dalam
Qur an maupun dalam Hadis-Hadis, hukum Islam itu masih berupa pokok-pokok jang hanja diselami, setelah mengetahui berbagai-bagai ilmu pengetahuan jang lain, jang langsung atau tidak
langsung bertali dengan itu. Kesukaran inilah barangkali jang
menggerakkan Djahiz (mgl. 868 M.) seorang penulis Arab jang
terkenal berkata dalam karangannja "Kitabul Hajawan", orang
orang boleh mempeladjari Qur'an dan Hadis sampai 50 tahun,
tetapi hasilnja akan tidak sewadjarnja dibanding kan dengan
mempeladjari ilmu fiqh dalam beberapa tahun sadja sudah dapat
memberi ketjakapan kepada mereka itu untuk mendjabat beberapa pekerdjaan urusan agama".
139
Isi Q u r a n itu sangat umum dan Hadis itu sangat banjaknja.
Akan mengetahui arti jang lahir sadja sudah sedemikian sukar,
apalagi mengetahui maksud dan tudjuannija. D a n oleh karena itu
keringkasan hukum-hukum itu jang tersimpul dalam kedua sumber
agama Islam diutoaikan orang dengan setjara jang praktis dan
mudah dipahami oleh umum, dalam ilimu fiqh.
Walaupun dalam zaman Nabi maupulni semasa Sahabat nama
ilmu fiqh itu belum dikenal orang, tetapi SahabaltrSahabat jang
memberi ketentuan tentang peneitlapain ihukum-huikum (fatwa), sesudah wafat Djundjungan kita Muhammad s.a.w. bolehlah kita
masukkan kedadam golongan ahli ulama fiqh jang pertama. Diantara Sahabat-Sahabat Nabi jang terkenal kepamdaiannja dan
kemahirannya dalam ilmu itu saja sebutkan 'dalam nama-nama
seperti S M 'Aisjalh, Ghulafaur Rasjidin, Abdurahman bin Auf,
Ubai bin Ka'ab, Abdullah bin Mafs'ud, Mu'az bin Djabal, Amar
bin Jasir, Huzaifah bini Jaman, Said bin Sabit, Salman a l F a r i s i ,
Abu Darda', Abu Musa Al-Aaj'ari dan lain-lain.
Kemudian di'antara orang-orang jang terkenal sebagai ahli
fiqh dalam masa Tabi'in misallnja Sa'id bini Musajjab, Salman bin
Jasar, Qasim bin Muhammad, Salim bin Abdullah, Abdullah bin
Atabah, Abusalaimah bin Abdurrahman. Urwah bin Zubair, Hibban bin Usman, Ibni Sjlihab Malik bin Anas, Abdul Azziz bin Abi
Salam, semua dari daerah Madinah. Jang terkenal di Mekkah dan
Jaman umpamanja Al-Qamah, Aswad, Ubaidah, Marktuq, Sja-bi,
Ibrahim AnnNadha'i, Said bin Zubair, Al-Haris, As-Sauri, dan
Ibnal Mubarak. Dari Basräh umpamanja Hasan ibn Siran, Djabir
ban bin Usman, Ibn Sjifcad, Malik bin Anas, Abdul Azziz bin Abi
Hasan, Siwar Al-Qad(i dan lain-lain.
Disamipimg nama-naima jang terkenal di Sjam, seperti Ma'hul
Sulian, Abu Musa, Al-Auza'i. Zaid bin Abdul Aziz dan Jazid bin
Djabir, di Mesir seperti Jazid bin Abi Hasib, Uma-r bin Haris,
Al-Lais bin Sa'ad, Abdullah bin Wa'hab, Ibnal Qasim, Ashab!
Isa Abi Hakam, Asbagh, Al-Mazani, Al-Buwaithi, Hanmalah, ArRabi, djuga di Baghdad tidak boleh kita lupakan seperti Abu Saur,
Ishaqh, Rahawi, Abu-Ubaid, Qasim bin Salam, dan Abu Djafar
At-Thalbari, semuanja boleh kita masukkan kedalam golongan
ahli fiqh, golongan imudjtahid, jang bidjak bestari dalam ilmu fiqh.
Kemudian baik kita tegaskan, bahwa tak dapat tidak ahliahli fiqh (fuqaha) jang tenfcua ibu dalam ichtiar meletakkan hukum-hukum fiqh, langsung mendasarkan fahamnja kepada Qur'an
dan Hadis, dengan idjtihad memakai tjaira berfikir jang merdeka.
Dengan demikian walaupun tjara mereka meletakkan hukum
itu pada dasarnja sama dlengan para ahli-ahli fiqh zaman tertua
itu, tetapi buah penetapan itu tidak selamanja tidak berbeda!.
Hal ani telah sejogianja demikian. Djundjuangan kita sendiri,
Muhammad s.a.w. telah meninggalkan suatu alat jang penting
untuk mengatur hukum, selain daripada Qur-an dan Hadis, jaitu
140
pedoman jang ketiga, jang dapat memberi penerangan kepada
umat Islam dalam hal-hal jang tidak terdapat masnja dalam Qur'an
dan Hadis, jaitu idjtihad jainig diandjurkain baik dengan, sabdanja
maupun dan penetapamnja. Dengan demikian dibuktikan oleh tjara-tjara beliau dalam menjampaikam sesuatu hukum jang selalu
disertai dengan pendjelasan 2 tentang guna dan manfaatnja.
Hal ini menumbuhkan beberapa aliran faham dalam ilmu
fiqh jang dinamakan mazhab, dan aliran-aliran faham itu mempunjai pengikut-pengikut dalam daerah jang tertentu diseluruh
tanah Islam.
Dari ulama-ulama fiqh mazhab tertua ini dapat kita sebutkan
antaranja nama seperti Al-Auza'i (mgl. 773 M.) dengan teman
jang semasa dengan beliau, Sjufjan As.-Sau.ri (mgl. 777 M.), lebih
landjut dua ahli sedjarah jang terkenal At-Thahari (922 M ) , dan
Dawud ibn Ali (mgl. 202 M . ) . Aliran mazhab jang achir ini'jang
dinamakan orang Zahirijah, oleh karena dalam tjara penetapan
hukum sangat berpegangan kepada arti jang njata (lahir), dalam beberapa abad lamamja mempunjai beberapa pengikut jang
besar djuga djumlahnja. Lih. I. Goldziher, "Die Zahiritennibr
Lehrsystem und ihre Geschichte", Leipzzig. 1884).
T e t a p i lama kemudian mazihab-mazhab itu tidak terdengar
lagi .niamanja. Dalam abad jamg ke VII masih terdengar "enam
mazhab" jang diakui tetapi kemudian daripada itu sampai sekarang hanja dikenal orang "empat mazhab" sadja.
Adapun mazhab-mazhab jang banjak itu, hanja timbul kirakira abad jang ke-III Hidjrah. Dalam garis besarnja dapat kita bagi
atas dua golongan, jang mempunjai aliran faham jang sangat berfiqh, jaitu golongan Ahli Hadis, jang berpegang kepada nash dan
golonqan Ahli P.Vji atau idjtihad, bersifat1 rasionil.
Golongan pertama berpendapat, bahwa kalau dalam Al-Qur'
an tidak terdapat hukum agama, maka Sunnah Nalbi-lah jang mendjadi sandaran hukum itu. Tidak boleh sekali-kali ditetapkan menurut ra'ji atau idjliihad, sedang golongan jang kedua berpendapat, bahwa kalau dalam Al-Qur'an tidak terdapat alasan dan tidak
pula dalam Hadis Mutawatir, maka hukum agama ditetapkan dengan idjtihad. Golongan pertama diketuai oleh Imam Malik bin
Anas dani berpusat di Madinah, golongan kedua dituntun oleh
Imam Abu Hanifah jang berpusat di Kufah.
Makin lama pertentangan ini makin besar. Masing-masing
golongan itu menguatikan pendirian mazhalbnja dengan dalil-dalil
jang kokoh, untuk menentang golongan jang lain. Pengikut-pengikut mazhab itu memperbesar pengaruh alinannja dengara djalan
propaganda dan penerbitan kitab-kitab. Dengan demikian kekuasaan kedua mazhab ini mendjadi besar dalam kalangan dunia Islam.
Tadi sudah dikatakan, bahwa sesudah timbul beberapa banjak mazhab, achirnja tinggallah empat mazhab sadja jang berpengaruh dan tenkenal dalam kalangan kaum Muslimin, jaitu maz141
hafo Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Sjafi'i dan mazhab Hambali.
Perbedaan antara empat mazhab ini ialah, bahwa djika Abu Hanifah dalam menetapkan sesuatu hukum mempergunakan qijas,
dengan dasannja ialah Qur'an dan sedikit bagi ia mempergunakan
Hadas (hamja Hadis Mutawatir), sedang Imam Malik dalam hal
ini jang mendjadi pokok ialah Hadis-Hadis dan Suninah jang diselidikinja dï Madinah. Dalam pada itu Sj'afi'i-ptuni mendasarkan
qijasmja kepada Qur'an: dan Hadis, seperti Abu Hanifah, tetapi
dalam memakai Hadis lebih luas dari beliau itu, bahkan Hadis
jang tidak Mutawatirpun dipakainja djuga. Oleh karena Imam
Hambali hampir seluruh qijasnja didasarkan kepada Hadis, terpaksalah beliau dalam menetapkan sesuatu hukumi terkadang memakai sampai kepada Haldliis jang dha-if sekalipun.
Pengaruh mazhab-mazhab ini, besar ketjil dijumlah pengilkutpengikutnja pada suatu tempat, bergantung benar kepada keadaan. Sebuah mazhab umpamainja, jang pada suatu tempat sangat
mempengaruhi masjarakat kaum Muslimin dengan pengikut-pengikutnja jang besar djumlahnja, atjapkali pada suatu tempat jang
lain sama sekali tidak dikenal orang. Hidup subur dan tersiarnja
sesuatu aliran faham mazhab atjapkali iijuga tergantung kepada
susunan pemerintahan pada tempat itu. Djika seseorang qadli
atau pembesar-pembesar negara pada suatu tempat mendjadi pemeluk sesuatu mazhab jang tertentu, biasanja keadaan, ini mendjadi dorongan untuk orang banjak, menjesuaikan dirinja dengan
aliran itu, demikian pula sebaliknjia. Begitu djuga pengaruh sesuatu mazhab akan berangsur-angsur ketjil, kalau pengikut-pengikutnja terpisah dari pusat mazhab itu, sehingga aliran pahamnja
lama J kelamaan [terdesak kebelakang.
142
XXIV.
PENGARUH MU'TAZILAH DALAM FIQH.
Dalam bagian dïmuka sudah kita bajangkan, bahwa pendapat seorang Sahabat dengan Sahabat lain mungkin berbeda, karena
perbedaan pengetahuannja mengenai utjapan dan perbuatan Nabi,
bergantung kepada mereka jang melihat dan mengetahuinja atau
tidak melihat dan mengetahui, mungkin kemudian mendapat keterangan dari Sahabat jang melihatnja. Maka dengan demikian
kita djumpai dalam' suatu penetapan hukum, fatwa Sahabat itu
berbeda-beda. Begitu djuga kita dapati, bahwa meskipun sesuatu
Hadis sudah diakui sahnja dan dapati diterima, masih terdapat
pandangan Sahabat jang berlain-lainan tentang Hadis itu. Djelas
kelihatan tentang faham Sahabat jang berbeda-beda ini dikala
mereka menafsirkan dan menta'wilkan ajat-ajat Qur'an, sebabsebab turunnja, sebagaimana nasioh dan mansuch dalam Hadis
Nabi. karena ada 'jang mereka ketahui dan ada jang mereka tidak
ketahui, misalnja mengenai 'hukum berlari dalam tawaf, hukum
nikah mut'ah dan hukum 'berdiri untuk menghormati djenazah.
Dalam masa tabi'in bertambah pula fatwa dalam kedjadiankedjadian jang tidak 'berlaku masa Nabi dan Sahabat, baru didjumpai sekarang dalam masa tabi'in. Maka tabi'in jang besarbesar inipun mempunjai pikiran sendiri dalam menafsirkan ajatajat Al-Quir'an dan dalam menta'wilkan Hadis-Hadis Nabi, bahkan dalam menilai fatwa-fatwa Sahabat jang sudah dikemukakan
dan bahlkan dalam memilih dan menguatkan sesuatu fatwa Sahabat
itu, Kita lihat misalmijla ada tabi'in jang lebih mengutamakan perkataan Abdullah ibn Mas'ud daripada fatwa orang lain, ada jang
lebih menghargakan pikiran-pikiran Ali bin Abi Thalib dan pendapat-pendapat Ibn Abbas daripada orang lain. Maka terdjadilah suatu tjara pemilihan, tardjih, untuk dikuatkan dengan sesuatu fatwa,
terutama mengenai Sahabat dan tabi'in dalam sesuatu negeri .tertentu, dimama terdapat banjak murid-murid atau orang-orang berguru kepadanja.
Murid-murid jang beladjar kepada tabi'in ini dinamakan T a bi'-Tabi'in, diantaranja terdapat orang-orang besar jang diharapkan fatwa dan pendapatnja.
Djika kita selidiki kepada sedjarah perkembangan idjtihad
dan menggunakan pikiran dalam menetapkan sesuatu hukum, kita
terpaksa kembali dahulu kepada zaman pertama. Jang merupakan
guru ulama-ulama di Madinah itu ialah Umar bin Chathah, Usman
bin Affan, Abdullah bini Umar, Sitti Aisjah, Ibn Abbas dan Zaid
bin Tsa'bit, Sebagai murid-muridnja ialah diantaranja jang terkenal
143
Sa'id bin Musajjab, Salira 'bin Abdullah bin Umar, dan muridmurid ini dalam generasi berJkutnja ialah Az-Zuhri, Jahja bin
Sa'id, Rabi'ah Ar-Raji, sedang dalam generasi dibelakana ini terkenal Malik, kepala rombongan ahli Hadis, salah seorang jang
banjak mengetahui tentang penetapan hukum Umar bin Chatthab,
tentang utjapau-utjapan Abdullah ihn Umar dan keterangan-keterangan dari Sitti Aisjah.
Sementara itu di Kufah terdapat Sahabat-Sahabat besar
seperti Abdullah bin Mas'ud dan Ali bin Abi Thalib, jang dalam
generasi berikutnja disusul oleh Sjura'ih dan Asju'bi, dalam generasi berikutnja oleh Al-Qamah dan Ibrahim An-Nacha'i, disambung kemudian oleh Abu Hanifah, kepala ahli Ra'ji, jang kemudian membentuk suatu mazhab tertentu, jang banjak menggunakan akal dan pikiran dalam menetapkan sesuatu hukum, sebagai akibat dan pengarah perkembangan faham Mu'tazilah disekitarnja. Ahmad Amin didalam Ikitabnja jang kita sebutkan diatas
(hal. 178) imembemairkam, bahwa faham-faham ilmu kalam banjak
mempengaruhi tjara berpikir Abu Hanifah. Ia mentjeriterakan dalam halaman tersebut, bahwa pada hari-hari pertama ia beladjar
dalam ruang Mutakalliimin dalam mesdjid Kufah disamping ia
mengikuti djuga sebagai murid ruang fiqh, ruang sja'ir dan s.astera dan ruang nahuri, dimana orang membitjarakan tentang qadha
dan qadar, tentang kufur dan iman dll. masalah ilmu kalam. AlMakki mentjeriterakan dalam "Manaqib Abi Hanifah" (55), bahwa Abu Hanifah rapat sekali hubungannja dengan Hummad bin
Abi Sulaiman, dan dalam kitab itu djuga (59) dikutip perkataan
Abu Hanifah sendiri, jang pernah mengutjapkan: "Aku ini seorang jang dikurmiai Tuhan kesenian berdebat dalam ilmu kalam.
Lama masanja aku menerangkan dan menampik tangkisan orangorang besar, kebanjakan dari Basrah. Aku memasuki kota Basrah
tidak kurang dari duapuluh kali, diantaranja aku pernah tinggal
disana setahun lamanja. Aku pernah bertengkar dengan golongangolongan ilmu kalam, dan oleh karena itu memahami perbedaan
antara Chawaridj, Ubaidijah, Sulfrijah dik jang sematjam itu. Aku
menganggap ilmu kalam itu sesuatu ilmu ijang Utama, tetapi kemudian aku ketahui, djiJka banjaklah kebaikan didalamnja, tentu ilmu
ini terdapat pada golongan-golongan salaf jang saliih, maka kutinggalkan pertengkaran ini" (lih. djuga Ahmad Amin, Dhuhal Islam
Mesir, 1952 hal. 178-179). Tidak sadja'berhubungan lingkaran tem
pat kelahirannja, tetapi djuga keturunannjapun Abu Hanifah banjak sedikit mendolrbng dia kepada menggunakan akal lebih banjak sebagai alat berdjuang dalam kalangan bangsa Persi jang dihadapinja di Kufah, tempat lahktnja dan di Iraq atau Basrah tempat ia berdjuang.
Terutama disekitar Iraq pegaruh Abu Hanifha besar, sebagaimana Malik dengan ilmunja pernah beroleh pengairuh penghargaan kepada guru-gurunja, dan melekatkan penghargaan kepada
144
mereka lebih daripada kepada jang lain. Pernah Abu Hanifah dalam suatu sidang perdebatan mengatakan, bahwa Ibrahim AnNacha'i (di Kufah) lebih mahir dalam ilmu fiqh daripada Salim
bin Abdullah bin Umar (di Madinah), dan djika tidak karena keutamaan Sahabat katanja, ia akan mengatakan Al-Qamah lebih
utama dari pada Ibn Umar. Demikianlah kita lihat, bahwa sebagaimana Malik adalah seorang jang alim dan mengetahui sungguh-sungguh tentang Hadis-Hadis di Madinah, tentang penetapan-penetapan hukum oleh Sahabat-Sahabat disana, tentang fatwa
dan perkembangan pikiran mereka, kita lihat Abu Hanifah adalah seorang jang alim dan mengetahui sungguh-sungguh tentang
penetapan-penetapan hukum oleh Abdullah bin Mas'ud, Ali bin
Abi Thalib dill. Sahabat jang pernah ada di Iraq, begitu djuga seorang jang mengikuti dari dekat faham-fahatm tabi'in jang besarbesar jang terdapat di Kufah. Dikala datang masanja meletakkan
hukum-hukum itu dalam karangan tertulis, terutama dalam masa
Abbasijah, kita lihat segera Malik menulis kitabnja jang terkenal,
bernama Al-Muwatta, dani ulama-ulama Iraqpun mentjatat fatwafatwanja dalam kitab-kitab jang tidak ketji.l
Memang perbedaan menjolok sangat terhadap penggunaan
akal ulama-ulama Madinah, seperti Sa'id bin Musajjab dan AzZuhri, membentji Ra'ji atau pendapat akal dalam hukum mendjadi fatiwa tjara demikian, jang dihiltlungnja sebagai suatu kesukaran
tetapi bagi ahli Iraq tidak ada djalan laini karena kekurangan bahan Hadis dalam penetapan hukum. Kekurangan ini terasa bagi
ulama 2 Kufah dan Iraq, dan oleh karena itu digerakkanlah usaha
untuk merantau kedalam banjak negara, jang didatangi oleh Sahabat Nabi, untuk mentjatat Hadis-Hadis jang tidak terdapat di
Madinah dan Iraq. Maka berangkatlah orang-orang itu, baik dari
Iraq maupun dari Madinah, ke Sjam dan ke Mesir, serta ketempat-tempat jang lain, mentjatat dan membukukan Hadis-Hadis
jang tersimpan pada Sahabat-Sahabat Nabi jang telah bertaburan
dimana-mana.
Salah satu daripada usaha untuk mengurangi pertentangan
faham ialah menjelidiki orang-orang jang menjampaikan Hadis
itu, jang dinamakan rawi, hendaknja îengkap ilmunja dan benar
mengenai persoalan dari kedua tempat itu masih kembali berpegang kepada perkattaan Sahabat dan .tabi'in, bagaimanapun' sederhananja, djika tidak pula terdapat jang demikian itu, maka mereka kembali kepada sumber jang tidak pennah dipertengkarkan,
j,aitu Qur'an dan Sunnah, meskipun berbeda tafsirannja dan ta'wilnja.
Dari uraian jang kita sebutkan diatas kelihatan kepada kita,
bahwa ulama-ulama Iraq ini memberi tjorak filsafat manthik kepada ilmu fiqhnja, berluas-luas dalam penetapan hukum dsb., bahkan ahli-ahli hukum mereka lebih banjak menggunakan rasa
keadilan hukum, zauq qanuni, untuk lebih mendekati keadilan dan
145
melaksanakan kemaslahatan sehingga mereka seolah-olah keluar
daripada hukum nas jang ada, jang oleh Ahli Hadis dinamakan
tachndj .
Temjata ada menjolok dua aliran faham dalam fiqh. Pertama
orang-orang jang sangat kuat memegang Hadis, sehingga mereka
menolak qijas sama sekali dan berbitjara dengan pikiran atau ra'ji
memutuskan sesuatu dengan fatwa jlamg terdapat naanja dalam
Q u r a n dan Hadis; Itidak mau membitjarakan masalah-masalah
jang tidak ada nasnja. Dapat kita katakan mazhab ini dikepalai
oleh Malik di Madinah. Kedua mereka jang lebih menengah tjaranja, membolehkna. bekerdja dengan pikiran dalam batas-batas
jang tertentu. Pada kepalanja berdiri Abu Hanifah. Ada satu
golongan lain jang tidak begitu meletakkan penghargaan kepada
Hadis, karena katanja riwapatnja itu ditjurigai. Dengan demikian
terpaksalah dalam masa Abbasijah mengadakan suatu peraturan
jang dapat mengatasi semua aliran dalam daerahnja, dan terusmenerus berichtiar untuk mentjari kedekatan diantara mazhabmazhab jang bertentangan itu, jang baru ditjapai dalam abad keV Hidjrah.
Mazhab-mazhab jang banjak ketika itu ialah mazhab Hasan
Al-Basri, mazhab Abu Hanifah, mazhab Sufjan As-Sauri, mazhab
Auza'i, mazhab Al-Lais bin Sa'ad, mazhab MaÜk, mazhab Sufjan
bin Ujainah, mazhab Sjafi'i, mazhab Ishak bin Rahawaih, mazhab
Abu Saur, mazhab Ahmad bin Hambal, mazhab Az-Zah»ri dan
mazhab Ibn Djarir Ath-Thabari, dll. jang baqi tiap-tiap aliran ini
mempunjai pendapat-pendapat dan djalan-djalan beridjtihad. jang
berlain-lainan. Jang mau menjesuaikan fahamnja dengan pemerintah, selamatlah ia, jang tidak mau bekerdjasama dengan pemerintah terkenalah hukuman. Kita lihat, bagaimana ulama-ulama beroleh kedudukan selama ia t a a t kepada pemerintah Abbasijah dan
bagaimana siksaan atau hukuman jang didjatuhkan kepada mereka jang tidak mau bekerdjasma, seperti Malik, Abu Hanifah, Sufjan As-Sauri, Ahmad bin Hambal dll.
Begitu djuga kita lihat, bahwa tempat dan keadaanpun sangat
mempengaruhi penetapan hukum dari ulama-ulama itu. Ulamaulama di Hid'jaz banjak membitjairakan t e n t a n g urusan 'hadji dan
sembahjang, sementara ulama-ulama di Madinah dimana terdapat
kebun-kebun jang subur, mendalam membitjarakan tanah, urusan
buah-Jbuahan, urusan zakat buah dan lain-lain, sedang ulama di
Iraq banjak uiembitjarakan soal-soal rampasan, soal-soal perkawinan tjampuran, dan soal-soal bea tjukai, sedang ulama-ulama
di Mesir, termasuk Sjafi'i, mengambil sebagai pembitjaraan banjak persoalan-persoalan jang berlaku disana.
Kita ketahui bahwa Sjafi'i pernah mempeladjari aliran Malik
dan pernah djuga mempeladjari tjara Abu Hanifah berpikir. Maka
dalam kehidupan Sjafi'i dapat kita pisahkan pada mula pertama
dua aliran dan tjara berfikir, pertama Iraq, terdekat kepada fa146
ham Abu Hanifah, disebut "Qaul Qadim" dan kedua tjara Malik
berfikir, jang dapat berpegang kepada Hadis sadja, dan dengan
pengalaman daripada kedua gelombang pikiran ini kemudian di
Mesir ia mentjiptakan suatu pendekatan tjara berpikir jang dinamakan "Qaul Dj&did". Di Iraq ia dibantu oleh Az-Za'farani, Ibn
Sauir,, Ibln Hambal, Al-Laghawi, dan di Mesir ia dibantu oleh AlBuwaithi, Al-Mazani, Rabi Al-Muradi. Di Iraq ia berdjuang dalam
kemiskinan dan kesukaran, kemudian ia berangkat ke Mesir untuk mengubah nasibnja, agar. kehidupannja lebih baik dan perdjuangannj'a lebih sempurna. Di Iraq orang menggunakan pikiran,
di Mesir terdapat lapangan imam lebih luas. Oleh karena itu tatkala ia hendak berangkat ia bertanja dalam sjairnja :
Diriku hendak melajang ke Mesir,
Dari bumi miskin dan fakir,
Atau tak tahu hatiku berdesir,
Djajakah aku atau tersingkir,
Djajakah aku atau kalah,
T a k ada bagiku suatu gambaran,
Menang dengan pertolongan Allah,
Atau miskin masuk kuburan.
Demikian Imam Sjafi'i bersja'ir tatkala ia hendak melangkahkan kakinja ke Mesir. Sja'ir Arab ini berasal dari temannja AzZa'farani, jang mendjawab bahwa kedua-duanja ditjapai oleh Muhammad bin Idris Asj-Sjafi'i, baik kekajaan menghilangkan kemiskinanmja, maupun kedjajaani jang membuat penganut mazhabnja ra
tusan kali lipat-ganda daripada jang terdjadi' didaenah Mu'tazilah
itu. Untuk mentjegah dan menjalurkan perselisihan faham Sjafi'i
segera menulis Usul Fiqh, jang mengatlur tjara menetapkan sesuatu hukum fiqh menurut sumber-sumbernja, sehingga dengan
buku ini nama Asj-Sjafi'i harum sekali diantara nama-nama mudjtahid dan ahli mazhab ketika itu. Oirang memperbandingkan djasanja dengan usaha Aristoteles, dalam mentjiptakan ilmu manthik atau Chalil bin Ahmad dalam karyanja ilmu 'Arudh. Meskipun ada orang sebutkan usul fiqh pernah dikarang oleh Muhammad bin Hasan dari mazhab Hanafi, tetapi karya ini tidak beroleh nama jang populer seperti usul fiqh karangan Asj-Sjafi'i, jang
termuat djuga garis-garis besarnja dalam kitab Al-Umm.
Pada lain tempat akan kita bitjarakan perbandingan mazhabmazhab ini antara satu sama lain, tetapi disini kita tjukupkan dengan mengemukakan, betapa pengaruh tjara berpikir Mu'tazilah
masuk kedalam ilmu fiqh.
147
XXV.
AHLI HADIS D A N AHLI RA'JI.
Ulama-ulama fiqh dalam masa-masa pertama dapat kita baai
atesdua rombongan. Sudah kita katakan b a h w T A h U H a d ï
dalam menetapkan sesuatu hukum Islam jang kurangT d e e b e t i a m Q , T n b e r P £ 9 T 9 l e b i h d a h u ] u kepada" Sunnah 9 Nab
sebelum mereka menggunakan akal dan perbandingan. Golongan
Me£ r ? 3 ' " *$¥* *
Hid,jaZ )terutama
'
koltaMadmah fan
Mekkah, dimana Nabi sesudah kembali d a d peranq Hunain mtnmggaikan dua beha ribu orang S ah ab atnj anjang ' s e s u d a t m a t i
kira-kira sepuluh ribu, masih terdapat dua ribu orang
bertaburan
a
ouran
diseluruh negara Islam.
Golongan kedua dinamakan Ahli Ra'ji, golongan ulama Jana
banjak terdapat disekitar Irak, Kufah dan Basrah, jang ka ena
Ä t ^ t t t Sumf N a b i ' W n a t i d a , k b a n U terdapat
Sahabat-Sahabat disana, dalam penetapan-penetapan hukum ba
njak menggunakan akal dan pikiran serta perbandingan dengan
kedjaduan-kedjadian dalam masa, Nabi. Hai ini lebih sesuai denoan
tempat dan keadaan, karena ditempa t-temp at itu banjak terdapat
orang-orang jang baru memeluk agama Islam dan banjak menggunakan pikiran. Lain daripada itu mereka banjak berguru kepada
beberapa Sahabat dan oleh karena itu tidak dapat dengan mudah
memberakan penghargaan kepada Sahabat-Sahabat Nabi ditempai
laun jang belum mereka kenal. Orang-orang Irak ini terlalu banqga dengan Abdullah bin Mas'ud, Ali hin Abi Thalib Sa'ad b?n
Abi W,aqqa,s Amar bin Jasir, Abu Musa Al-Asj'ari, dll. Keduaduanja mengukuti kekurangannja masing-masing, tidak tjukup nas
sadja untuk menetapkan dan tidak pula tjukup akal dan perban!
dingan sadja, karena banjak diantara hukum-hukum dalam menqatasi akal manusia, jang mesti diturut oleh orang Islam. Misalnja
Islam mewad-jibkan qadha puasa bagi orang wanita jang datang
bulan, tetapi tidak mewadjibkan qadha ketinggalan sembahjang 9
sedang sembahjang lebih penting, lebih dahulu harus dipelihara
«egjtu djuga umpamanja Islam mengharamkan emlihat tubuh
orang wanita mereka jang terbuka jang sudah tua banqka dan
membolehkan melihat tubuh terbuka daripada seorang budak wanita jang muda dan tjantilk djelita. Mengapa untuk menetapkan
pembunuhan, dua orang saksi, mengapa untuk zina tidak? Mengapa
seorang perempuan jang sudah ditjeraikam dengan tiga talak tidak
boleh dlradju sebelum kawin lagi dengan seorang laki-laki lain
mengapa seorang laki-laki dibolehkan dengan empat orang wan,ta, mengapa wanita hanja dibolehkan mempunjai seorang laki
sadja?
148
Mengapa seorang pentjuri dipotong tangannja, jang dianggap
digunakan sebagai alat berbuat ma'siat, mengapa tidak dipotong
lidah jang digunakan djuga sebagai alat untuk mengadjak seorang
wanita berzina, dan mengapa Islam mewadjibkan zakat dalam
djumlah lima ekor unta, dan tidak memungut zalkat dari djumlah
beribu kuda?
Djika semua pdkerdjaan buruk dan baik dapat diukur dengan
akal, mengapa buruk dan baik dari semua pekerdjaan tersebut diatas itu tidak dapat diukur dengan akal. Memang ada dasar-dasar
hukum, jang harus dipetik dari pada Qur'an dan Sunnah sadja
diluar kekuatan akal. Tetapi sebaliknja dalam banjak hal harus
pula digunakan akal dalam menetapkan sesuatu ketentuan mengenai hukum jang tidak djelas dalam Qur'an dan Hadis d a n hukum
menetapkan buruk baik untuk menjelamatkan pergaulan manusia.
Sebagaimana kita katakan diatas ulama-ulama Iraq karena ke
kurangan Hadis banjak sekali menggunakan akal untuk menetapkan sesuatu. Demikiam banjaknja mereka mengumpulkan akal ini
sehingga ulama-ulama mentjemoohkan mereka dan menuduh, bahwa orang 2 Iraq itu melebih-lebihkan hukum akal daripada HadisHadis jang sahih dan memperbanjak tjiptaan Hadis-Hadis maudhu'. Imam Malik sendiri pernah menamakan orang-orang Kufah
itu penempa Hadis, karena di Kufah itu banjak diperbuat orang
Hadis-Hadis palsu untuk digunakan sebagai dasar hukum sebagai
m,ana seorang perempuan mentji[ptakan dirham dan dinar-dinar
baru. Ibn Sjiha'b menerangkan: "Djika sebuah Hadis keluar dari
Hedjaz sedjengkal pandjangnja maka sesudah sampai di Iraq Hadis itu akan pandjang satu hasta".
Lain daripada itu masih terdapat pula suatu kesukaran besar di Iraq, jang tidak terdapat di Hedjaz, dimana hidup orangorang jang masih mendalam limaninija kepada agama masih takut
mentjampur-adukkan Hadis-Hadis Nabi dengan sesuatu pendapat
akal jang berlainan. Di klag terdapat banjak sekali matjam pemeluk-pemeluk Islam dari berbagai pokok kejakinan, jang lebih memerlukan, keterangan jang berdasarkan akal dan pikiran daripada
hanja berdasarkan ajalt Qur'an dani Hadis. Di Iraq dan sekiternja
lahir suatu pertemuan antara Islam dengan kejaikinan-kejakinan
lain, dan oleh karena itu lahir pula disana golongan-golongan se
perti Mu'tazilah, Murdji'ah dan gerakan-gerakan ahli ilmu kalam
jang lain, dengan pemlbitjiaraan dan pengupasan masalah-masalah
agama jang tidak pernah dilakukan di Hedjaz, karena luas pengetahuan penduduknja tentang kehidupan dan kejakinan Islam.
Orang-orang Islam di Iraq terpaksa mentjari djalan lain, jaitu
pikiran untuk mempertahankan Islam daripada serangan-serangan
golongan itu. Sebagaimana orang-orang Hedjaz dalam penetapan
hukum terpaksa melihat lebih dahulu kepada Hadis, begitu djuga
orang-orang Iraq dalam tugasnja jang sama, untuk menjempurnakan bahan-bahan nas jang ada padanja, lari kepada dasar akal,
149
ra'ji atau qijas, terutama dalam persoalan dan kedjadian-kedjadian
jang baru mengenal ekonomi, pidana, urusan tawanan, jang tidak
banjak terdapat di Hedjaz. Maka terdjadilah penggunaan qijas
ini dalam beberapa tjabang ilmu Islam, dalam usul fiqh, dalam
hukum fiqh, dalam bahasa dan sastera, dalam ilmu manthik, d.U.
jang banjak sedikitnja mempengaruhi djuga hukum agama dengan
tidak langsung. Pengertian jang pertama mengenai qijas, bahwa
qijas itu ialah mengetahui sesuatu hukum jang diterangkan atau
jang terdjadi dengan penetapan Nabi, kemudian, diperbandingkan
hukum ini dengan kedjadiian-kedjadian baru untuk ditetapkan hu~
kumn/ja.
Untuk penetapan itu digunakan idjtihad jang mempengaruhi
tjara berpikir,, ra'ji dan mempengaruhi tjara memperbandingkan
sesuatu, qijas, sehingga terdijadilah perbedaan paham dan terdjadilah perbedaan pendapat antara seorang ulama dengan ulama
jang lain sedjak zaman Bani Umajjah. Ada ulama jang tidak mau
memberikan fatwanja ketjuali berdasarkan nas dari Qur'an dan
Hadis, seperti Abdluilalh bin Umax, ada ulama jang berani mengeluarkan pendapatn'ja dalam sesuatu kedjadian menurut pertimbangan idjtihadnjai, seperti Chalifah Umar, Abdullah bin Mas'ud
dll. Hal inj sudah t&rdjadi sedjak wafat Nabi dan ipimpinannja diganti oleh Sahabat-Sahabat Nabi ikita itu. Lihatlah perbedaan ini
lebih dîbesar-besarlkan oleh keadaan di Iraq, sehingga lahirlah
persoalan penetapan baik dan buruk dengan akal, tahsin. dan taqbih kedua-duanja adalah pokok pendiran Mu'tazilah, jang lahir
kraena pernijataan, adalkah pada afal Tulhan terdapat buruk dan
baik hasan dan qabih, jang sengadja didjadikan Tuhan dsb.
Dengan sendininja mazhab Hanafi, jang lahir disekitar Iraq
jang dipengaruhi hanja oleh faham-faham Mu'itazilah, memberikan kesempatan terdahulu kepada akal, karena pendapat mereka
akal itiu dapat menetapkan mana jang baik dan mana jang buruk,
mereka manjetudjiui tjara menggunakan akal jang lahir dalam
bangsa manusia jang primitif, sebelum mereka mengenal da'wah
dan agama Tuhan. Tjara berfMr jang merdeka dari Hanafi ini
mempengaruhi ulama-ulama besar jang lain dari aliran Hambali,
Maliki dan kemudian Sjafi'i. Meskipun dengan nama jang lain
mereka menggunakan tjara menggunakan äkal j,ang lahir dalam
kalangan Hanafi, seperti istihsan, memilih jang terbaik, muslahatul
mursalah, mengemukakan dalam sesuatu lebih dahulu kemaslahatan umum.
Meskipun misalnja Imam Sjafi'i menolak istihsan tjara Hanafi, dengan kaltianja : "Barang siapa melakukan istihsan, sama
dengan mengadakan sesuatu sjari'at baru" (Ghazali. MustaSjfa I :
274). Begitu d'juga tidak tjukup alasan untuk mendjadikan istilah
(Maslahatul mursalah) mendjadi sumber hukum untuk memelihara agama dalam lima pokok, jaitu agama, pribadi, akal, keturunan dan harta benda. Ulama-ulalma Hedjaz tidak dapat meng150
gunakan dua sumber diatas untuk mendljaga keadilan dalam hukum Islam, dengan mengabaikan Qur'an dan Hadis. Kita ketahui
bahwa umumnja ulama-ulama Hedjaz itu berturut-turut menggunakan sumber hukum sesudah Qur'an ialah Sunnah Nabi, perkataan dan perbuatan Sahabat, fatwa Sahabat, fatwa Tabi'in dan
pendapat Tabi'in dan tidak sekali-kali men-djatuhikan sesuatu hukum keluar daripada sumber-sulmiber itu (tachridj).
Sesudah Rasulullah wafat ia meninggalkan Qur'an, disamping
Hadisnja atau utjapan-utjapannja dan perbuatan-perbuatannja
jang disaksikan oleh Sahabat-Sahabatnja atau didengar sambungmenjambung setjara terang. Ada Sahabat jang mendengar seluruh
nja atau melihat perbuatan Nabi seluruh kedjadiannja, SahabatSahabat ini kemudian berpisah satu sama lain dan bertaburan hidupnja dimana-mana, setengah tinggal di Iraq, setengah mengambil tempat di Sjam, dan setengah lagi berdiam di Mesir.
Semuanja mantjeriterakan utjapan dan perbuatan jang dilihat
pada Rasulullah dikala jang lampau. Tidak ada kitab jang ditulis,
keterangan hanja disampaikan dari mulut-kemulut, sedikit sekali
jang mentjatal: perkataan dan kedjadian itu karena (kesibukannja.
Kemudian datang pula Sahabat-Sahabat besar jang kadangkadang tidak mengalami seluruhnja kedjadian dalam masa Nabi
tetapi memerlukan penetapan sesuatu hukum dengan pendapatmja
sendiri. Ia pernah berbuat demikian karena dalam masa Nabi pernah kedjadian, bahwa Mu'az bin Djabal dikirim Nabi ke Jaman
dan ditanjakan kep.adanja, bagaimana tjara ia menetapkan hukum
disana. Mu'az mendjawab, hanja ia mentjari lebih dahulu dalam
Qur'an djika tidak terdapat disana akan ditjari didalam Hadis,
dan djika tidak terdapat dalam Sunnah Nabi akan digunakan akal
pikiiriannja. N,a bimembemairikan tjara bertindak Mu'az bin Djabal litu.
Sebagaimana Mu'az, Sahabat-Sahabat jang lainpun berbuat
demikian. Tjara begini dilkerdjakairu Chalifah Abu Bakar, dikerdakan oleh Umar bin Chatthab, dlilalkuikan oleh Usmain bin Affas
dan dilaksanakan oleh Ali bin Abi Thalib. Begitu djuga oleh Sahabalti-Sahabat jang lain, lalu menggunakan akal dan pikiran,
djika sesuatu sumber hukum tidak terdapat dalam Qur'an
dan Sunnah, Sebagai tjontoh kita lihat Abdullah bin Mas'ud pernah ditanjakan orang tentang seorang perempuan jang kematian
laikinja, jang belum menunaikan mas kawin kepadanja sebagaima
na didjandjikan. Ibn Mas'ud berkata, bahwa ia belum pernah melihat perkara jang seperti itu dihadapkan kepada Nabi, oleh karena itu ia lalu beridjtihad dan memerintahkan pembaj.aran mas kawin dari harta pusaka.
Kemudian datang menemuinja Maqqal bin Jassar dani uientjeritakan, bahwa kedjadian sematjam itu pernah berlaku dimasa
Nabi, dan Nabi memutuskan perkara seperti jang diputuskan, oleh
151
Jbn Mas'ud. Alangkah gembiranja ibn Mas'ud itu mendengar laporan ihn Jassar. Belum pernah kelihatan ia segembira itu sesudah
memeluk agama Islam (Hadis Nasa'd).
Kadang-kadang terd'jadi pula seorang Sahabat memutuskan
hukum tidak sesuai dengan Sunnah Nabi. Abu Hurairah pernah
menetapkan, bahwa seorang djunub tidak diperkenankan berpuasa siang ha«, dan pendirian ini -baru dliubahnja sesudah ia
mendengar keterangan-keterangan dari beberapa isteri Nabi Jana
sebabknja (Ahmad Amin, Dhuhal Islam I : 158)
152
XXVI.
IDJTIHAD D A N T A Q L I D .
I
Oleh karena hukum Islam itu adalah sjari'at ketuhanan, jang
berdasarkan kepada pokok-pokok hukum jang sudah ditentukan,
seperti Qur'an, Sunnah, jang hanja diterima untuik diamalkan,
atau seperti idjma', qijas dan isltdhsan, jang ikemudian dipikirkan
sebagai dasar tambahan, adalah idjtihad itu suatu dialami untuk
menetapkan hukum-hukum jang bertembang dalam masjarakat
pergaulan manusia. Idjtihad merupakan usaha jang berfaedah sekali dalam sedjarah perkembangan hukum Islam. Orang jang melakukan idjtihad, mudjtahid, menetapkan sesuatu hukum dengan
nas Qur'an dan Hadis apabila ia berhasil memperolehnja, djuga
menetapkan dengan pikirannja, ra'ji, apabila ia tidak mendapati
nas itu. Kadang-kadang ia memperbandingkan sesuatu perkara
dengan perkara jang sudah terdjadi, qijas, memilih hukum jang
lebih baik dan lebih tjdtjok dengan masa dan tempat, istihsan, atau
mendasarkan pertimbangannja kepada sesuatu kemaslahatan, mus
lahatul mursalah.
Semua djalan-d'jaliam jang ditempuh ini tidak sama, dan dengan demikian hasilnjapun berlain-lainan, sehingga terdjadilah
perbedaami pendapat dalam idjtihad, dan perbedaan mazhab-mazhab, terutama dalam zaman keemasan Abbasijah, dalam zaman
mana sebagai jang kita kenal lahirlah empat buah mazhab Ahli
Sunnah, jang besar sekali kemadjuannja dalam ilmu fiqh dan ilmu
usul.
Perbedaan paham dan kemerdekaan berpikir serta debatmendebat sangat menguntungkan peradaban fiqh. Tetapi sajang
kemadjuan ini berachir tatkala Baghdad diserbu oleh Hulagu
Khan dalam pertengahan abad ke-VII H. atau abad ke-XIII M.,
sesuatu penjerbuan jang kedjam dan merusak-binasakan hampir
seluruh kebudajaan Islam jang dlbentuk. berabad-abad. Mungkin
untuik menutup kesempatan Hulagu Khan menggunakan ulamalama Islam memberi fatwa-fatwa jang merugikan Islam, mungkin
djuga alasan karena lainnja, ulama-ulama Sunnah menjatakan
pintu idjtihad itu tertutup pada waktu itu dan menganggap tjukup
beramal dengan peraturan-peraturan jang telah ditetapkan oleh
empalt mazhab besar, jaitu Hanafi, Malifci, Sjafi'i dan.' Hambali,
dalam urusan ibadat dan, mu'alamat.
Banjak orang menjajangkan, bahwa dengan tertutup pintu
injtihad itu, tertutup pula kemerdekaan berfikir dalam kalangan
153
oraing Islam, sehingga umat Islam itu mendjadi beku dalam segala bidang dan segi kehidupan.
Dr. Sobhi Mahmassani termasuk seorang jang menjatakan keketjewaan tentang kebekuan itu. Hal ini didjelaskani pandjanglebar dalam kitabnja "Filsafatut" Tasjri' Fil Islam" (Beirut 1952).
Ia berpendapat, bahwa keadaan, inilah jang menjebabkan timbulnja banjak taqlid, banjak bid'ah jang berdasarkani atas kebodohan
dan sjak-wasang'ka, dan tersiarlah churafat) bikin-bikinan dari zaman kezamam, jang membuat Islam jang bertaqlid ikepada perkara
perkara agama dalam ibadat, jang sudah diselidiki tidak ada hubungan sama sekali dengani fiqh.
Keadaan ini lebih merugikan, karena ahli ketimuran dari
Barat, jang menjelidiki Islam pada waktu jang achir, menetapkan
bahwa Islam itu dalam sjarat-sjaratnja sudah mundur dan tidak
dapat lagi mengikuti zaman peradaban bairu sekarang ini.
Kita ketahui, demikian Mahmassani lebih landjut, bahwa dalam abad ke-XIX lahirlah gerakan pada beberapa tempat, jang
berichtiar akan memperbaiki tjar,a berfikir dalam kehidupan Islam itu. Maka lahirlah jang dinamakan Mazhab Salab dengan
tudjuan mempropagandakan untuk tidak berpegang kepada
salah satu mazhab tertentu, begitu djuga ia menjeru umat Islam
untuk mempersatukan mazhab-mazhabnja dan kembali kepada pokok hukum Sjari'at serta semangatnja jang sebesar-besarnja, agar
umat Islam imadju dalam peradabannja.
Dapat kita terangkan disini, bahwa menurut pendapat umum
dalam dunia Islam tidalklah idjtihad itu diperbolehkan bagi
sebarang orang, tetapi seorang mudjahrd jang ingin menetapkan
sesuatu hukum, istinbath, atau menetapkan dalil-dalil bagi sesuatu
kedjadian, istidlal, harus mempunjai beberapa sjarat, jaitu tjerdas,
berakal, adil, bersifat dengan sifat-sifat jang achlak jang baik, alim
dalam hukum dengan, mengetahui alasan-alasan sjara', mengetahui
benar tentang bahasa Arab, ahli dalam tafsir Qur'an, mengetahui sebab-sebab «urunnja Qur'an, mengetahui sedjarah-sedjarah
perawi-perawi, 'baik dan buruk sifat mereka dalam Hadis, mengetahui ajat-ajat jang nasich dan mansuch, sebagaimana jang telah
dibitjaraikan oleh Asj-Sjathibi dalam 'kitabnja "Al-Muwafaqat" IV:
106.
Sjarat-sijarat jang dikemukakan itu terutama bagi orang jang
dinamakan mudjahid mutlak, jang ingin beridjtihad dalam seluruh masalah fiqh, tidak diwadjibkan bagi mudjahid matjam lain
mudjtahid jang hendak menetapkan sesuatu hukum mengenai sebuah masalah agama, tjukup baginja sebagai sjarat alim dalam
pokok-pokok hukum fiqh jang empat itu dan mengetahui sungguh-sungguh akan perkara jang dilhadapinja.
Mudjtahid mutlak atau jang dinamakan djuga mudjtahid dalam hukum sjara', adalah orang jang istimewa keahliannja dalam
sesuatu mazhab atau djalan tertentu imam-imam dari mazhab em154
pat, Abu Hanifah, Malik, Sjafi'i dan Ahmad ibn Hambal, atau seperti imam-imam mazhab lain, seperti Auza'i, Daud Zahiri, Thabari, Imam Dja'far As-Shahiq, dll.
Mudjtahid mazhab adalah mudjtahid jang tidak mentjiptakan
suatu mazhab sendiri, tetapi ia dalam mazhabnja menjalani imam
jang diikutinja dalam idjtihadmja mengenai beberapa perkara pokok atau tjabang hukum Islam. Sebagai tjontoh kita sebutkan Abu
Jusuf dan Muhammad bin Hasan dalam mazhab Hanafi, dan M a zani dalam mazhab Sjafi'i, jang keputusan-keputusan idjtihadmja
tidak selalu sedjalan dengan tjara benpikir imaim-imamnja.
Mudjltahid mazhab ialah orang jang beridjtihad dalam sesuatu
masalah jang tidak merupakan atau mengenai pokok 3 umum bagi
sesuatu mazhab. Misalnja Thahawi dan Zarohasi dalam mazhab
Hanafi Imam Ghazali dalam mazhab Sjafi'i, mereka beiridjtihad
dan menetapkan hukum sesuatu masalah jang tidak menjalahi pokok-pokok asal dari pada mazhab jang dianutnja.
Mudjtahid muqajjid ialah orang jang mengikatkan sesuatu penetapan hukum dengan tjara berpikir Salaf dan mengikuti
idjtihad mereka, kemudian menjatakan hukum ini untuk diamalkan. Dengan sendirimja mudjtahid ini keluar daripada tjara berpikir mazhab jang ada, dam oleh karena itu mereka dimasukkan ke
dalam golongan jang dinamakan Ashab Tachridj. d a n mereka
sanggup mengatasi pendapat-pendapat mazhab jang sudah diakui kekuasaannija, mengistimewakan paham-paham salaf, mendje
laskan perbedaan riwajat jang kuat dan dhaif, riwajat jang umum
dan riwajat jang djarang tersua, dan dengan demikian mentjiptakan sesuatu hukum baru dalam sesuatu persoalan. Sebagai tjontoh kita sebutkan Al-Kara,chi dan Al-Quduri dalam mazhab Hanafi, jang dalam pendirian sesuatu masalah ia berpisah sama sekali dengan imam mazhabnja, lalu berpegang kepada tjara-tjara
berpikir orang Salaf.
/
155
156
XXVI.
IDJTIHAD D A N T A Q L I D .
II
Dalam Qur'an, Sunnah dan Idjma' Sahabat, begitu djuga pen
dapat imam mazhab empat, terdapat banjak keterangan-keterang
an jang menundjukkan bahwa idjtihad itu untuk oraing-orang jang
memenuhi sjarat mudjtahid wadjib hulkumnja, dan tiak boleh ditinggalkan. Demikian pendapat umum dalam dunia Islam.
Jang didjadikan alasan untuk mewadjibkan itu diantara lain
ialah ajat Qur'an jang berbunji: "Gunakanlah pikiranmu, wahai
orang jang mempumjai akal" (Al-Hasjar, 59), dan ajat Qur'an jamg
barbunji: "Djika engkau berbantahan dalam sesuatu perkara,
kembalikanlah perkara itu kepada Allah dan Rasulnja" (an-Nisa',
59). Dalam Sunnah terdapat keterangan jang lebih njata, dianta
lam sabda Nabi: "Beridjtihadlah kamu, segala sesuatu jang didjadikan Tuhan mudah adanja" (Amadi, Al-Ahkam, III : 170), sabdanja: "Apabila seorang hakim hendak mendjatuhkan sesuatu hukum dan ia beridjtihad, kemudian, ternjata hukumnja itu benar,
maka ia beroleh dua pahala, dan apabila ternjata bahwa hukumnja
itu salah maka i a mendapat suatu pahala" (Buchari-Muslim). Dan
banjak lagi Hadis-Hadïs jang lain> jang menjuruh menuntut ilmu,
jang menerangkan, bahwa ulama itu amanat, peüta bumi, pengganti Nabi-Nabi atau ahli waris Nabi-Nabi, jang semuanja mengandjurkan berfikir, mentjari ilmu dan beridjtihad.
Chalifah Abu Bakar pernah melalukan idjtihad mengenai per
kara warisan kalalah dan Chalifah Umar bin Chatthab pun banjak kali beridjtihad, sambil berkata: "Umar tidak tahu apakah
ia mentjapai kebenaran atau tidak, tetapi ia tidak mau meninggalkan idjtihad" (Amadi dan Imam Al-Ghazali).
Menurut Ibn Qajjim, Abu Hanifah dan Abu Jusuf pernah berkata: "Tidak diperkenankan bagi seseorang berkata menggunakan perkataan kami, hingga ia tahu dari sumber mana kami berkata itu". Mu'in bin Isa pernah mendengar Imam Malik berkata:
"Aku ini hanja seorang manusia, dapat berbuat salah dan dapat
berbuat jang benar. Lihatlah kepada pendapatku, djika i a sesuai
dengan Kitab dan Sunnah, gunakanlah pendapat itu, tetapi djika
tidak sesuai dengan Kitab dan Sunnah tinggalkanlah pendapat
itu." Imam Sjafi'i pernah berkata: "Meskipun aku sudah menjatakam pikiranku, tetapi djika engkau dapati Nabi berkata berlainan dengan kataku itu, maka jang benar adalah utjapan Nabi, dan
djanganlah engkau bertaqlid kepadaku. Apabila ada sebuah Hadis
157
jang memjalahi perkataanku dan Hadis itu sah, ikutilah Hadis itu,
ketahuilah bahwa itulah mazhabku". Djuga Imam Malik bin Hambal, seorang Imam jang terkenal kuat memegang Sunnah dan sedapat mungkin menghindari dirinja dari menggunakan pikiran,
berkata kepada muridhja : "Djangan kamu berltlaqlid kepadakau,
djangani kepada Malik, djangan kepada Sjafi'i dan djangan pula
kepada Sauri, ambillah sesuatu dari sumber tempat mereka menqambil pikiran itu".
_ Dari semua uraian diatas ternjata, bahwa taqlid buta, taqlidul
a ma, dalam agama dilarang, dan bahwa beridjtihad itu wadjib
hukumnja bagi orang alim Ijang berkuasa. Uraian itu menundjukkan djuga, bahwa seorang mudjtahid mungkin mengalami salah
dan benar Mereka berfikir setjara merdeka. Berlainan dengan
pendapat Mu'tazilah, jang berkata bahwa tiap-tiap mudjtahid jang
mennqumakan akalnja pasti benar, dengan demikian aliran ini seakar -kan memaksa seseorang manusia apa jang tidak sa-ionup diperbudtnja. Tentu hal ini tidak diperkenankan pada sjara', dengan alasan firman Tuhan dalam Qur'an: "Tuhan Allah tidak
memberatkan seseorang melainkan sekuasanja" (Al-Baqarah, 268).
Disamping wadjib beridjtihad dan haram taqlid ada satu perkara jang harus diperhatikani, jaitu bahwa seorang mudjtahid
atau qadi tidak terikat kepada ikeputusan idjtihadnja dimasa jang
telah lampau, apabila keputusan itu ternjata kurang benar. Dalam
hal ini Umar ibn Chatthab pernah memperingatkan dalam suratnja kepada Abu Musa Al-Asj'ari sbb.: "Tidak ada sesuatu jang
dapat mentjegah engkau memeriksa kembali keputusan idjtihad
dalam sesuatu hukum. Mudah-mudahan engkau beroleh petundjuk
dan engkau pulang kepada jg. berhak, karena hak itu asli (qadim),
tidak dapat dibatalkan oleh sesuatu, dan kembali kepada jang
hak lebih baik dari pada perpegang kepada jang bathil" (Mawardi, Al-Ahkamus Sulthanijah, dlll.).
Mengenai taqlid pendapat umum mengatakan, bahwa menuruti pendapat orang lain dengan tidak mengetahui hudjdjah jang
diwadjibkain, tidak diperkenankan bagi orang jang berkuasa beridjtihad. Taqlid hanja dibolehlkan kepada orang jang tidaik sanggup
beridjtihad, jaitu orang awam, orang jang belum mengetahui apaapa, murid jang belum diapat beridjtihad. Bagi mereka berlaku hukum: fatwa untuk orang djahil sama kekuataninja dengan idjtihad bagi mudjtahid, atau fatwa mudjtahid untuk orang awam sama dengan dalil sjara' bagi orang mudjtahid.
Pendapat ini masuk diakal, karena hidup bermasjarakat sosial dan ekonomi sekarang ini sibuk dengan urusan-urusan tersen
diri. sehingga tidaik setiap orang dapat membuat dirinja ahli dalam hukum fiqh dan usul. Orang jang sematjam itu dibolehkan
mengikuti pericaltaan mudjtahid, sesuai dengan firman Tuhan dalam Qur'an: "Tanjaiah kepada orang alim djika kamu sendiri
tidak mengetahui!" (An-Nahal, 43).
158
Demikian perkembangan tjara berfikir dalam dunia ulama
ahli Sunnah. Sekarang mari kita tindjau pendirian golongan Sji'ah., jang sebagaimana dapat dilihat hampir tidak berbeda dengan
itu, ketjuali mengenai idjtihad Jang oleh Sji'ah dianggap tetap
terbuka selama-lamanja. Pendirian inipun sesuai dengan pendirian
sebahagian ulama Ahlus Sunnah.
Tentang mengubah sesuatu idjtihad, sebagaimana pendapat
Umar bin Chatthab, tidak sadja terdjadi dalam golongan Sji'ah,
tetapi djuga dalam golongan Ahli Sunnah. Ingat akas mazhab Sjafi'i, jang mempunjai dua aliran berfikir, jang biasa dikenal dengan
Qaul Qadim masa Baghdad, dan Qaul Djadid masa Mesir.
Dr. Mahmassani mengatakan, bahwa kemerdekaan idjtihad
dalam mazzhab Sji'ah Isna Asjar Imamijah lebih luas dari Ahli
Sunnah. Pada mereka pintu idjtihad itu selamanja terbuka sampai
zaman sekarang ini. Mereka melekatkan penghargaan kepada idjtihad lebih tinggi dari Idjpia' dan Qijas. Imam pada mereka berkedudukan sebagai kepala mudjtahid, sajjidul mudjtahidin, tempat mereka memperoleh ilmu pengetahuan agama. Imam itu dianggap ma'sum dari pada segala kesalahan, berlainan sekali dengan kedudukan seorang chalifah dalam kalangan Ahli Sunnah
(Falsafat dst., hal. 144).
Tentu sadja Imam itu boleh beridjtihad dalam hukum-hukum
furu' dan bukan dalam sesuatu jang bertentangan dengan Qur'an
dan Sunnah.
159
160
XXVI.
IDJTIHAD D A N TAQLID.
Ill
Menurut Sji'ah tiap-tiap orang Islam jang mukallaf diw.adjibkan mengerdjakan segala hukum Islam jang dipikulkan kepadanja dengan jakin, dan jakin itu menurut mereka diperoleh melalui
salah satu djalan idjtihad, taqlid dan ihtijath. Pengertian ketiga
matjam djalam ini did'jelaskan dalam kitab-kitab Sji'ah sebagai
berikut:
Idjtihad jaitu menetapkan hiulkum sjara' dengan sjaratnja
jang sudah ditetapkan. Taqlid jaitu berpegang kepada fatwa seorang mudjtahid dalam mengerdjakan segala amal ibadat. Ihtijath
jaitu beramal dengan sesuatu tjara jang jakin dari kebiasaan jang
belum diketahui sungguh-sungguh duduk perkara jang sebenarnja.
Bagi orang-orang Sji'ah beridjtihad itu wadjib kifajah dan
apabila ada segolongan manusia mengerdjakan pekerdjaan ini,
terbebaslah manusia jang lain daripada kewadjiban itu, tetapi apa
bila tidaik ada jang sanggup melakukan idjtihad itu, maka seluruh
masjarakat Islam berdosa kepada Tuhan. Orang jang sanggup me
lakulkan idjtihad d»namia(kan mudjtaihid, jaitu ada dua matjam, pertama mudjtahid mutlak dan (kedua mudjtahid muttadjiz. Jang dinamakan mudjtahid mutlak ialah orang Islam jang sanggup menetapkan hukum mengenai seluruh persoalan fiqh, sedang mudjtahid muttadjiz ialah orang jang berkuasa menetapkan sesuatu hukum sjara' dalam Ibelberapa hukum furu' fiqh. Seorang mudjtaihid
mutlak diwadjibkan beramal dengan ihasil idjtihadnja. Ia boleh
djuga beramal seüjara Jhtijath. Mudjtaihid muttadjiz djuga diwadjib
kan beramal dengan hasil idjtihadnja djilka ia mungkin dalam
mentjiptakan hukum furu'. Tetapi djika ia tidak mungkin, maka
ia dihukum bukan mudjtahid, dan boleh ia memilih salah satu
djalan antara taqlid dan beramal dengan ihtijath.
Keadaan ini (hampir bersamaan dengan pendirian Ahli Sunnah. Dalam dunia Ihukum Ahli Suninah dikenal : Mudjtahid Muttah,
Mudjtahid Mazbab, Mudjitehid F a t w a dan Mudjtaihid Tardjih.
Mengenai taqlid diterangkan, bahwa taqlid itu ialah menuruti tjara benfikir seseorang mudjtahid karena tidak sanggup beridjtihad sendiri. Amal seorang awam jang tidak didasarkan kepada taqlid atau ihtijatlh dianggap bathal. Orang (jang iberltiaqlid dinamakan muqallid dan terbagi atas dua bahagian, pertama awam
semata-mata, jaitu seseoraang jang tidak mengenal sama sekali
161
hukum sjara'. Kedua muqallid berilmu, jaitu seorang jang mempunjai ilmu tentang Islam dalam galris-garis besarnja, tetapi tidak
sanggup menetapkan sesuatu hukum dengan idjtihadnja.
Dalam bertaqlid disjaratkaini dua perkara sebagai berikut:
pertama amalnja sesuai dengan fatwa mudjtahid jang diiikutinja
dalam' bertaqlid', kedua benar qasad ibadatnja untulk berbakti ikepada Tuhan dengan setjara jang diputuskan mudjtahid itu.
Seorang muqallid dapat mentljapai fatwa jang diikultinja dengan salah satu dari pada tiga djalan: pertama ia mendengari lang
sung hukum sesuatu masalah pada mudjtahid itu sendiri, kedua
bahwa ada dUa orang jang adil dan dapat dipertjajai meinjampaikan fatwa mudjtaihid itu 'kepadanja, boleh djuga hanja oleh se*
orang sadja jang dipertjajainja sungguh-sungguh dan dapat me*
neraingkan kejakinannja, ketiga ia membatija sebaran tertulis, dimanja diuraikan/ mudijtahid itu dan ikeputusan itu hendakinja dapat
menenteramkan djiwanja tentang sahnja dan benannja penetapan
hukum tersebut.
Apabila seorang mudjltiaihiid mati, sedang muqalüd tiadk mengetahuinja melainkan sesudah beberapa waktu 'kemudian, amal
muqallid jang sesuali' dengan mudjtahid jang wafat itu sah menurut
Sji'ah. Bah'kani di'hulkum sah dalam beberapa perkara jang berlainan, asal jang berlainan itu mengenai persoalan-persoalan jang
dapat dianggap uzur, seperti antara satu kali atau itiga kali
mengutjapkan tasbih, jang fatwanja berbeda antara mudjtahid jang
sudah mati dengan mudjtahid jang dibelakangnja, jang berlaku
fatwanja dalam masa itu. Djadi berlainan djumlah kali tasbih karena berlainan fatwa mudjtahid tidak merusakkan sahnja sembahjang seorang muqallid dalam mazhab Sji'ah.
Seorang muqallid harus bertaqlid kepada mudjtahid jang lebih alim dani jang lain. Djika ia mendengar utjapan dua jang berlainan dari dua orang mudjtahid, dani orang tundjukkan kepadanja, bahwa mudjtahid jang seorang itu lebih alim dari jang lain,
maka muqallid itu harus mengikuti mudjtahid jang alim itu. Seorang anak boleh bertaqlid, dan apabila mudjtaihid jang diikutinja
itu mati sebelum sampai umurnja, anak itu boleh bertaqlid terus
kepadanja dengan tidak usah memilih mudjtahid jang lebih alto,
Orang-orang jang dibofehikan bertaqlid kepadanja, harus
mempunjai sjarat-sjarat tertentu, seperti bahwa ia sudah baligh,
berakal, seorang laki-laki, seorang jang teguh imannja (dalam
hal ini dimaksudkan Sji'ah penganut-ipenganut mazhab Isna Asjarijah), adil, bersih keturuimannja, ahli agama, mempunjai kekuatan itójatJh dan masih hidup. Tidak dibolehkan bertaqlid pada
umummja kepada mudjtahid jang sudah mati, meskipun diketahui
bahwa, ia pada waktu hidupnja adalah seorang mudji;ialhid jang
lebih adil dari jang lain. Dalam mazhab Ahlus Sunnah hal foi diperbolehkan.
162
Dalam memilih mudjifcahid jang lebih alim ditentukan dua buah sjarat. Djika ada seorang mudjtahid mengadjarkan perselisihhan pendapat dalam fatwanja, baik setjara besar atau setjara pe
rinitjii, seorang muqallid wadjib memilih mudjtaihid jang lebih alim.
Djika seorang mudjtahid memberikan fatwa tidak mengadjarkan
perselisihan faham sama sekali, kepadanja dibolehkan taqlid de
ngan tidak usah mantjari orang lain jang lebih alim.
Djika seorang muqallid memerlukan sebuah fatwa, ia boleh
memilih seorang mudjtahid jang sanggup memberikan fatwa itu
kepadanja, meskipun ada disampingnja mudjtahid lain jang lebih
alim.
Ihtijath artinja boleh miengerdja'kan, boleh meninggalkan dan
boleh mengulang sesuatu jang tidak diketahui tjaranija, tetapi
dijakini dapat melepaskannija dari suatu perintah agama. Jang
masuk bahagian pertama ialah hukum-hukum jang diragu-ragui
antara wadjib dan tidak haram, mazhab Sji'ah dalam keadaan
jang demikian memerinltlahlkan mengerdjakannja. Mengenai matjam kedua, djika diragu-ragui antara perintah dan tidak wadjib,
ihtijath dalam hal ini menghendaki agar pekerdjaan jang demikian
itu ditinggalkan dan djangan dikerdjakan. Dalam perkara jang
ketiga misalnja mengenai suatu hukum jang diragu-ragui wadjibnja mengenai dua matjam ibadat, seperti pertanjaan, apakah sembahjang dilalkulkamnlja harus lengkap atau dipendekkan dalam bentuk qasar, maka ihtijath dalam keadaan begini diulang dua kali,
sekali setjara qasar dan sekali setjara tamam atau lengkap.
Mungkin terdjadi seorang awam tidak pernah dapat membedakan tjara ihtijath seniatjam itu, misalnja karena ahli fiqh berbeda paham mengenai harus berwudhu' atau mandi dengan air
musta'mal dalam menghilangkan hadas besar. Ihtijath dalam keadaan seperti' ini ialah meninggalkan seluruh matjam itu. Djika
orang awam itu mempunjai air jang tidak musta'mal, maka boleh
dilakukannja ihtijath, jaiitu berwudhu' atau mandi dengan air itu.
Boleh djuga ia tajammum djika ia mungkin melakukan pekerdjaan ini.
Demikian beberapa tjontoh jang ikita ambil dari kitab Sji'ah
sendiri, jaitu kitab "Al-Masa'il Al-Muntachabah" (Nedjef, 1382
H ) , karangan seorang ulama Sji'ah Cerikenail Sajjid Abui Qasim
Al-Ohu'i.
163
164
vin
EMPAT MAZHAB FIQH AHLUS SUNNAH
165
166
XXVII.
SEBAB-SEBAB P E R B E D A A N P A H A M .
Kita sudah djelaskan, bahwa aliran-aliran dalam Islam jang
pendiriannja berbeda antara satu sama lain, dapat dibahagi atas
tiga golongan, golongan i'tikad, golongan siasat dan golongan
fiqh atau hukum. Sebab-sebab umum mengenai perbedaan dalam
tjara berfilkir manusia 'djuga sudah ik'ta perkataikan. Dalam bahagian ini akan 'kita djelaskan sebab-sebab chusus jang melahirkan
perbedaan paham dalam kalangan ummat Islam, sehingga mendjadi
beberapa banjak aliran, meskipun dalam pokok-pokok agamanja
mereka bersatu dan tidak berbeda.
Diantara sebab-sebab itu, sebagaimana jang dikatakan oleh
Abu Zährah dalam kitalbnja Al-Mazahibul Islamijah (Mesir, t. th.)
ialah jang dinamaikan asabijah al-'arabijah, tjinta bangsa jang
sempit atau chauvinisme dan tjinta kabilah atau su'ku keturunan,
jang terdjadi dalam masa djahilijah sedjak berabad-abad sebelum
Islam dan jang dibasmi oleh Nabi Muhammad dengan adjaran
Islam- Ingat sadja pertentangan antara Bani Hasjiim dan Bani
Umajjah di Mekkah dan pertentangan antara kabilah Aus Chazradj di Madinah. Djuga kejaikinan bangsa Arab bahwa mereka
lebih mulia dari lalin, lebih tinggi' nilainja dari Adjam,, memakukan
rol jang penting dlalaim pertentangan.
Dalam masa hidup Nabi semua itu tidak terdapat lagi. Usman
bini Affan dari Bani Umajjah dipungut mendjadi menantunja dan
Quraisj diperangi sampai Abu Suf jan tunduk kepada Islam, nama
Aus dan Chazradij tidak terdengar lagi, diganti dengan nama Anshar, begitu djuga orang-orang Bani Hasjim dan Bani Umajjah
jang telah turut bersama Nabi diberi bernama Muhadjirfo, jang
dapat menghilangkan perbedaan satu sama lain. Muhammad membawa adjaran : "Bukan golongan kami mereka jang chauvinistis.
Semua 'kamu dari Adam dan Adam berasal dari tanah. Tidak ada
kelebihan orang Arab atas oranig Adjam ketjuali karena taqwa
kepada Tuhan. Qur'an menerangkan : " W a h a i manusia, Kami
djadikan kamu laki-laki dan perempuan, dan kami djadikan kamu
bersuku-suku dan berkabilah-kabilah agar kamu berkenalan satu
sama lain" ( Q u r ' a n ) .
Oleh karena itu tidak terdapat pertentangan jang menjolok
dalam masa Nabi dliantara semua golongan umat Islam. Tetapi sesudah Nabi wafat, terutama dalam masa pemerintahan Usman bin
Affan perasaan kesukuan Arab ini timbul kembali, dan rasa kesukuan ini mendjadi salah satu sebab pertentangan paham dikemudian
hari, Perbedaainl paham antara B.ani Hasjim dan Bani Umajjah kemu
167
daan merupakan perbedaan paham antara Chawaridj dan aliranaliran lain Ahran Chawaridj ini paling banjak tersiar dalam kalangan kabilah Rabi'ah, tidak ada dalam kabilah^ MuShrlbah dan
n
a dUa
dikenal l e h Sed a h dalam
K i t
? u , - T f ^ t e r p e n d a m , tetapi sesudah wafat
Nabi, lahir kembali dalam bentuk Chawaridj.
diXliÏÏh D^'f
sesud^rS-
"V/"
°
'' ™
™S
Seb
f^ P e r t e m ^ m 9 a " P° l i t i k -alah rebutan chalifah
SS
i T^uPerS0calan i a I a J l s i a P * jang berhak mendjadi
chal fah sesudah Nabi wafat, orang Ansharkah (Aus atau Ohazrad,), o r a , n g Muhadjirinlkah (Bani Hasjim atau Bani U m a ä h )
atau sembarang orang Islam? Orang Anshar berkata: "Kami fana'
memberakan tempa« kalian berdjuang, kami turut merebut kerne
c h a S " Ora1?iviTn;--itU ^
^ ° ^ *°* h ^ k m e n d ï a d i
rnXi '
r ? Muhadjirw mendjawab: "Kami lebih dahulu memeluk ,agama Islam dan oleh karena itu kami jang lebih berhak"Islam N Unr„,nal d i a d i ^ T 9 ? ™
**** ^ 9 berarti hantjumja
lsJam. Untunglah orang Anshar imannja kuat dan menqalah sehingga terpilihlah Abu Bakar sebagai chalifah pertama Tetaoi
persoalan tidak habis sekian. Aliran-aliran membitjarakan s i a o f
kah ,ang berhalk mendjadi chahfah jang pertama t ï S r i o r a «
Quraisjkah, d a n keturunan Ali bin Abi Thalibkah aïau d a r i S
a 9
a g a,kaP
S f lahirlah
t ™ ^ »Sji'ah
9 edll.
b i l a h dan W u n an
alu 0 Talnr!a
ri
an. £Lalu
lahiriah hChawaridj,
HA. v e n ^ h a 9 f m a I a m a ' b a i l k I allluldi - Nasrani altau Mad jusi
üdak s e d l k l t m e m b
perbedaan paham dalam Islam Ada l a
matjam penganut Islam lama jang masuk kedalam IslamPertama mereka jang kemudian jakin sungguh-sunqquh akan
kebenaran Islam Tetapi meskipun demikian bekas-bekaï k e j a k "
an agama lama tidak mudah ditinggalkan, baik jang berupa tjentera-tjeritera maupun -kebiasaan dalam bergaul d a n beribadat
dengan tidak sengadja mereka selundupkan kedalam adjaran Islam. Terutama pengaruh mereka jang kemudian dalam Islam mem
punja kedudukan sebagai Sahabat, tidak sedikit, seperti W a h a b
bin Munabbih, Ibn Djuraidj, Suhaib dan Farisi. Banyak tjeriteradaen M a d i ^ 9 , î e m u d j a n . t e r k ^ a l d e n 9 a n Israilijat. Nasrandjat
dan Mad us.jat berasal dart mereka sematjam itu. Sedang utjapanutjapan dan perbuatan Sahabat itu merupakan keterangan S e rangan penting bagi pengluasan hukum-hukum Islam selandjutnja
Kedua disamping mereka jang datang memeluk Islam dengan
ÊÏÏ5
f . m e r ? a j a n g m a S U k i k e d a I a m I s k m t i d a k dengan
kejafanan, tetapi dengan maksud hendak memetjah.belahkan
umat Islam d a n dalam. Mereka jang masuk Islam dengan terpaksapun bergerak kerjurusan memetjah belahkan Islam. Keturunanketurunan Jahudi jang pernah dihukum atau jang dirugikan
dalam masa Nabi, sesudah melihat kelemahan Islam, turut berusaha mr-nghantjurkan Islam dari dalam, seperti jang terdjadi dengan
168
Abdullah bin Saba' jang mendirikan aliran Sji'ah Saba'ijah dan mem
peropagandakan bahwa Ali bin Abi Thalib lebih berhak mendjadi
Nabi daripada Nabi Muhammad.
Dalam pada itu penduduk daerah jang dahulu dikalahkan
oleh orang Islam dikala mereka tidak bersenang hati dengan radjaradja Arab, seperti Persi, berusaha mengadakan gerakan dibawah
tanah atau gerakan bathin, untuk menggulingkan radja-radja keturunan asing itu. Laäu masuklah hasrat ini kedalam beberapa alir
an tasawwuf jang hidup di Perisi iouAliran Sji'ah Saba'ijah jang dibangkitkan oleh Abdullah bin
Saba' seorang Jahudi jang berkejalkinan akan merobohkan Islam
dari dalam, membawa adjaran, bahwa Ali bin Abi Thalib adalah
orang jang sebenarnja beroleh nur Tuhan dan berhak mendjadi
Nabi, sedang Nabi Muhammad hanja merupakan hudjdj,ah atau
bukti kenabian Ali bin Abi Thalib itu. Mengenai aliran-aliran jang
menjeleweng ini Ifon Hazm mentjeriterakan dalam kitalhnja
jang terkenal "Al-Fisal fil Milal dan Nihal" setjara pandjang
lebar dan djika ada kesempatan akan kita petik djuga hal-hal
jang perlu untuk risalah ini.
Lain daripada itu ada faktor lain djuga jang mendjadli sebab
timbulnja pertentangan pikiran dalam kalangan umat Islam, jaitu
terdjemah kitab-Jkitab filsafat kedalam bahasa Arab dari (karangan
ahli-ahli pikir Rumawi dan Junani. Penterdjemahan ini membawa
banjak pikiran-pikiran baru dalam Islam, mengenai alam, mengenai benda dan mengenai persoalan-persoalan alam jang tidak dapat ditjapai oleh pikiran dan perasaan manusia. Pendirian-pendirian ahli-ahli pikir Junani jang hidup sebelum miaupun jang hidup
sesudah Nabi Isa dibitjarakan 'kembali oleh ulama-ulama Islam.
Pemikiran setjara filsafat itu memang ada jang mendorongnja, jaitu untuk memetjahkan persoalan-persoalan jang terdapat dalam
Islam, terutama jang mengatasi pikiran manusia, setjara filsafat.
Tetapi ada pula kerugian karena banjak anak-anak Islam jang
mula-mula mempeladjari filsafat Junani itu sebagai suatu ilmu, kemudian lama-kelamaan mendjadi kejakinan dan melahirkan tjaratjara tertentu dalam pemetjahan soal agama- Maka lahirlah suatu
golongan ahli pikir jang membahas i'tikad Islam setjara filsafat,
seperti jang kita lihalt dalam kalangan Mu'tazilah, jang menggunakan sumber-sumber filsafat dalam menguraikan persoalan-persoalan ikejakinan dalam Islam.
Maka terdjadiilah pertentangan paham antara aliran-aliran
Mu'tazilah dengan ulama-ulama Sunnah, jang kadang-kadang demikian djauhnja sampai merupakan permusuhan dan bunuh-membunuh. K,ita dapat melihat (kekatjauan ini terutama dalam masa
Chalifah Ma'mun, jang memberikan kemerdekaan luas sekali dalam bidang pemikiran akal dan filsafat itu, sebagaimana jang kita
kenal dalam sedjarah Ilmu Kalam. Ma'mun sendiri sepandjang
jang dapat diketahui orang adalah penganut Mu'tazilah jang ber169
kejakman, jang dalam perselisihan paham seluruhnja mengambil
undakan ,t«idakan jang menguntungkan Mu'tazilah. Memanq
penggunaan filsafat dam manthik serta tjara berpikir akal ini
menimbulkan suasana perpetjahani dalam kalangan umat Islam
meskpum tidak dapat disangkal bahwa keadaan itu menguntungkan sedjarah Islam dalam bidang filsafat, jang kemudian dapat
dinamakan filsafat ketuhanan dalam Islam, jang merupakan, senti jata baru dan ampuh dalam menentang serangan-serangan terhadap adjaran Islam dari luar.
_
Pemikiran-pemikiran filsafat mengenai pokok-pokok persoalan
jang mendalam digunakan oleh ulama-ulama Islam dalam masaalah-masiaalah aqa'id jang tidak dapat dipertjajakan dengan akal
manusm, untuk mentjapai sesuatu pendirian jang kokoh, jang dapat diakui kebenarannja oleh Islam, seperti masaalalh mengakui
adanja atau tidak adanja sifat Allah, masaJah kesanggupan manusia melakukan sesuatu disamping kodrat Tuhan d l l , dan pembahasan-pembahasan ini membuka pintu luas untuk pertentangan
paham karena berlain-lainan pendapat dan pandangan, berlainlainan: djalan dan tjara jang ditempuh, dan berlain-lainan tudjuan
dan hasil jang akan diperoleh- Persoalan-persoalan ini kita dapati
daiam ilmu kalam,
^
Tidak boleh kita lupakan pula, bahwa kisah-kisah dam fcjearitera-tjentera jang mendjadi pokok pembahasan, setemga'hnja berasal dari agama dan kejakinan lain, setengahnja berasal dari
tachjul dan churafat dari nenek^mojang, ,jang dimasukkan kedaiam
Islam dan diterangkan kepada umum dalam mesdjid-mesdjid disamping adjaran agama. Tjara bertjeritera ini timbulnja dalam
masa pemerintahan Usman bin Affan- Ali bin Abi Thalib menentang sangat adanja tjara penjampaian kisah-kisah ini sebagai keterangan agama dan pernah mengusir muballigh-muballigh dari
mesdjid jang menggunakan tjara ini. Dalam masa Bani Umajjah
tukang-tukang tjeritera sematjam itu bertambah banjak, diantaran,a ada jang baik dan ,ada jang tidak baik dan dengan adanja
bah-kiah itu termasuklah kedaiam tafsir-tafsir d a n kitab-kitab
tancn, apa jang dinamakan Israillijat dan Nasranijat, kadang-kadang oleh orang-orang jang terpenting, jang dikemudian hari dianggap sebagai agama. Tjeritera.tjeritera ini kemudian tersiar
kepada umum dengan akibat jang tidak baik, diantara lain jang
rnent,amipur-adukkan 1antara Hadis-Hadis dtengan dongeng-dongeng
Kita ketahui, bahwa dalam Al-Qur'an disamping ajat-ajat
Q u r a n hukum terdapat ajat-ajat mutasjabihat, jaitu ajat-ajat
Uur an jang kebanjaikannja mentjeriterakan keadaan Tuhan dan
keadaan hari kemudian,, jang ada keserupaannja dengan manusia
sekarang uni Penafsiran ajat-ajat ini dan perta'wilannja menum
buhkan pertikaian paham dalam kalangan ulama, masing-masing
menggunakan akakja untuk menfcjapai hakikat maknanja. Maka
170
terdjadilah perbedaan paham dalam tafsiran dan Ta'wil, jang satu
berlainan dengan jang lain. Segolongan ingin memberi Ta'wil,
agar dapat diterima pengertiannja oleh akal manusia, segolongan
lagi tidak mau mengutik-utik ajat-ajat itu dengan Ta'wil dan tidak
berpandjang tutur dalam menjampaikannja, karena memang tidak
dapat diltjapai oleh otak manusia. Q u r a n sudah memperingatkan adania perpetjahan ini dengan firman Tuhan : "Ialah
Tuhan jang menurunkan kepadamu kitab, setengaihnja mengandung ajat-ajat hukum, jang merupakan pokok-pokok isi kitab itu,
dan jang lain ajat-ajat keserupaan. Mereka jang dalam hatinja
ada keragu-raguan, mengikuti ajat-ajat keserupaan itu, dan dengan demikian menimbulkan fitnah dan membangkitkan matjammatjam ta'wil, sedang tidak ada jang mengetahui ta'wil jang sebenarnja melainkan Allah djuga. Orang-orang jang mendalam
ilmunja dalam hal ini hanja berkata: "Kami pertjaja tentang ajatajat itu dan kami pertjaja bahwa semuanja datang dari Tuhan
kami, tidak ada jang mengingatkan demikian itu ketjuali orangorang jang mempunijai pengetahuan". (Qur'an, Al-Imran, ajat 7).
Penetapan-penetapan hukum sjari'at djuga merupakan pokok
perbedaan paham, bukan dalam Qur'an dan Sunnah, tetapi dalam memperdj'elaskan perintjiannja atau dalam mentjari suatu penjelesaiam hukum jang tidak terdapat dalam kedua sumber Islam,
Qur'an dan Sunnah. Dalami menetapkan sesuatu hukum memang
digunakan ajat Qur'an atau Sunnah, tetapi orang berbeda dalam
memahami ajat Qur'an itu dan Sahabat-Sahabat berbeda pula dalam menjampaikan sesuatu mengenai Sunnah jang dialaminja.
Maka terdjadilah perbedaan dalam mendjatuhkan sesuatu hukum
mengenai perintjian itu, terutama mengenai persoalan-persoalan
baru dalam kehidupan manusia jang tumbuh disana-sini dalam
daerah Islam jang sudah meluas itu- Sudah kita katakan, bahwa
dalam pokok-pokok agama, jang dinamakan usuluddin ,atau hukum jang sudah djelas dalam sumber pokok, ulama-ulama tidak
berselisih paham satu sama lain, tetapi dalam pendjelasan lebih
landjut, dalam tjabang-tjabamg hukum, jang dinamakan furu'uddin, mengenai halal dan haram, wadjib dan sunat dsb- ulamaulama menggunakan idjma', qijas, pikiran dani akal dsb. dan oleh
karena itu penetapan hukumnja berbeda J beda satu sama lain, dan
dengan demikian lahirlah golongan-golongan dalam hukum, jang
dinamakan mazhab fiqh, seperti Hanafi Maliki Sjafi'i, Hambali
dll.
Setengah orang jang besar tasamuhnj.a atau luas dadanja, perbedaan pendapat dalairm furu' itu tidak mendjadikan kegelisahan,
karena Nabipun sudah pernah mengatakan, bahwa : Perselisihan
pendapat antara umatku adalah merupakan rachmat.
Umar bin Abdul Aziz dalam menghadapi pertikaian paham
antara Sahabat-Sahabat dalam persoalan furu', berkata : "Aku
tidak suka djlika Sahabat-Sahabat Nabi ittu tidak berbeda paham
171
antara satu sama lain, karena djikalau semua tjeritera itu sama dan
bersamaan, maka bidang bergerak manusia mendjadi sempit. Saha-,
bat-bahabat itu .adalah imam-imam jang lajak diikuti, dan oleh karena itu, djika orang mempergunakan utjapan untuk lamalnja, adalah merupakan sunnah djuga" (Al-I'tisham, karangan Sjathibi dj.
172
XXVIII.
M A Z H A B ABU H A N I F A H .
Sepintas lalu sudah kita singgung didepan, mengapa hasil
idjtihad ulama-ulama fiqh berbeda-beda antara satu sama lain.
Djika terdapat dalam Qur'an dan Sunnah perintah jang djelas
atau larangan jang terang, perbedaan penetapan hukum tidak
terdapat dalam kalangan ulama. Tetapi djika dalam sumber Penting ini ada sesuatu jang tidak djelas, baik artinja atau penafsirannya, maka ulama-ulama fiqh itu, baik Sahabat, tabi'in a t a u tabi'ta
bi'in, maupun ulama fiqh jang lain, adalah bebas dalam memilih
dasar pendirian mazhabnja. Djika kia kembali kepada tjeritera
Mu'az bin Djabal, jang dikala ia diangkat mendjadi penguasa
salah satu daerah Islam, ditanjai Nabi, dari mana ia mengambil
sumber 'hukum, dengan tegas mendjawaib dari Qur'an, manakala
tid,ak terdapat dari sana dari Sunnah, djika didalam kedua sumber itu tidak djuga tersua, ia akan beridjtihad menurut pendapatnya. Pendapat ini dibenarkan Nabi.
Herankah kita, djika Abu Hanifah menjatakan, bahwa ia
mendasarkan hukum-hukum jang ditetapkan, pertama-tama kepada
Kitabullah, djika tidak diperolehnja disana, kepada Sunnah Rasul,
terutama kepada Hadis-Hadis Nabi jang masjhur, kemudian barulah ia memilih mana jang ia suka dari pada utjapam-utijapan sahabat, pertama-tama jang bersamaan antara beberapa orang mereka, dan kemudian djuga meskipun kepada utjapan seorang sahabat sadjia. Ia beridjtihad, djika ia sudah gagal mentjari salah satu
pendirian dari pada utjapan Ibrahim An-Nachai, Asj-Sjubi, Ibn
Sirin, AI-Hasan diam Ihn Musajjad, barulah ia berasa dirinja berhak beridjtihad memutuskan sesuatu hukum.
Atjapkali Abu Hanifah menerima Hadis jang masjur dan
meninggalkan qijas, tetapi djuga terdjadi sebaliknja, jaitu mengambil qijas dari sebuah Hadis jang masjhur, djika ia menganggap,
bahwa jang demikian ito lebih baik, lalu dinamakan Istihsan.
Diamtara imam-imam mudjtahiid mutlak, Abu Hanifahlah jang
paling banjak mempergunakan qijas dan istihsan.
Bahkan konon sampai pernah terdjadi perselisihan paham
pada suau kali antara Abu Hanifah dan gurunja Dja'far Shadiq,
jang berkata: " W a h a i Abu Hanifah 'tidaklah usah kita bertengkar
didunia ini mengenai pendirianmu dalam menggunakan banjak
qijas dengan pendirianku jang langsung kuambili dari Kitabullah.
Pada waktu Tuhan bertanja, siapa jang menetapkan hukum jang
berdasarkan qijas ini, engkau boleh memdjawab: Abu Hanifah.
Djika Tuhan menanjakan kepadaku, mengapa aku menetapkan
173
hukum jang maksudnja berbeda dengan Qur'an, aku akan mendjawab: " T a ' sampai akalku untuk memahami wahju itu, hanja
sekedar inilah jang dapat kutetapkan" (batja Sji'ah, karangan H.
Aboebakar Atjeh, Djakara 1965).
Maka dengan demikian dasar pendirian mazhab Abu Hanifah
ialah: 1. Kitabullah atau Q u r a n , 2. As-Sunnah, 3. Al-Idj,ma', 4.
Al-Qijas, dan 5. Al-Istihsan.
Apa artimja al-istihsan? Menurut Hasan Sja'ab : Mengambil
jang lebih adil dari pada dua buah masalah jang sama pandangan
hukumuja (Al-Hiwar, "Ra'ji fil Idjtihad fil Islam 1966, hal. 99).
Abu Hanifah bukan bangsa Arab tetapi keturunan bangsa
Persia, pekerdjaannja mula-mula mendjadi saudagar sutera, dan
oleh karena banjak wafctunija jang terluang lalu ia beladljar memperdalami ilmu ag,ama Islam- Peladjarannja terutama memakai
dasar ra'ji, pikiran, (ratio), dalam menerangkan ajat-ajat. AlQur'an dan Hadis Kitab jang paling banjak dipergunakan oleh
pemeluk Mazhab Hanafi ini ialah "Muchtasar" dari Chuduri
(meninggal 1036).
Dalam kehidupannja beliau pernah mengadjar di Kufah tentang ilmu fiqh dan djuga pernah mendjadi Mufti. Djabatam-djabatan jamg lain banjak jang ditolaknja.
Ketika Chalifah Al-Mansur mendirikan kota Baghdad (767771) ia turut bekerdja dalam usaha pembangunan kota iltu.
Chabar tentang kematiannja bermatjam-matjam. Jang satu
menerangkan, bahwa ia itu menolak djabatan qadhi jang ditawarkan kepadanja, lalu ia dimasukkan kedaiam pendjara dan dipukuli
atas perintah Al-Mansur. Jang lain menerangkan, bahwa Al-Mahdi, putera Al-Mansurlah jang memerintahkan ia dimasukkan pendjara, karena tidak mau bekerdja bersama-sama memangku djabatan hakim agama. Dan jang lain lagi menerangkan, bahwa
alasan memasukkan Abu. Hanifah kedaiam pendjara karena tidak
mau mendjadi qadhi itu, hanjalah sebagai camouflage sadja, tetapi
jang sesungguhnja karena beliau disangka menjebelah kepihak
Ali dan membantu dengan kekajaan kepada Ibrahim ibn Abdullah,
jang menimbulkan pemberontakan di Kufah dalam tahun 767.
Sesudah tahun 786 mulai Mazhab Hanafi dikenal orang di
Mesir, karena pada waktu itu telah diangkat oleh Chalifah AlMa'hdi seorang Qadhi Hanafi disana, jaitu Ismail bin Jasa' AlKufi. Dialah jang mula-mulla mengembangkan mazhab Hanafi disana, terutama selama keradjaan Islam berada dalam kekuasaan
Chalifa'h-Chalifah Abbasijah, berangsur-angsur mazhab ini berkembang dikota MesirTatkala Mesin dikuasai oleh radja 2 Fathimijah, masuk pula
kesana mazhab ini tensiar karenanja, tetapi djuga kedudukan qadhi
dipengaruhi oleh mazhab itu. Malah pernah mazhab Sji'ah itu
mendjadi mazhab keradjaan dengan resmi. Jang didjalankan oleh
174
Pemerindah waktu itu 'hukum-hukum mazhab ini, ketiuali dalam
soal-soal ibadah, masih bebas mendjalankannja menurut itljara masing-masingSebaliknja sesudah pemerintah Mesir kembali kedaiam tangan
(Ajtjubi), /ang suIthan^-suMannja bermazhab Sjafi'i, lalu mereka tindas mazhab Sji'ah itu dengan segala aliran-aliran jang berbau Sji'ah. Tidak hanja sekian sadja, malah mereka mendirikan
beberapa banjak sekolahan untuk ulama-ulama mazhab Sjafi'i dan
Maliki.
Salahuddin Al-Ajjubi mendirikan di Cairo sebuah sekolah
untuk mazhab Hanafi, bernama Madrasah As-Salahijah. Sedjak
ketika itu bertambah kuatlah kedudukan mazhab ini ditengah-tengah kota Cairo. Pada tahun 1263 oleh Nadjamuddin Ajjub disusun peladjaran-peladj,aran mazhab empat, jaitu Sjafi'i, Hanafi, Mar
liki dani Hambali, sebagai tindakan untuk membasmi segala aliran..aliran mazhab jang lain. Rantjangan peladjaran ini berdjalan dengan baik dlailam Madrasah Salialhijah di Cairo.
Setelah Mesir djatuh kedaiam kekuasaan keradjaan Turki,
maka kedudukan qadhi dan kehakiman tetapi kembali dalam tangan pemeluk mazhab Hanafi. Karena mazhab Hanafi telah mendjadi mazhab jang resmi dari keradjaan (Usmanijah) Turki dan
pembesar-pembesamija, lalu timbullah keinginan, kebamjakan penduduk hendak mendjadi Hanafi, supaja mudah mendapat pangkat qadhi. Meskipun begitu mazhab ini tidaklah demikian tersebar
kedesa-desa dan kehulu-hulu Mesir, tetapi terbatas didalam kota
sadja. Begitu Iftjorak daerahmja, penduduk desa hulu Mesir tetap
bermazhab Sjafi'i.
_
Mazhab Hanafi ini terdapat djuga di Algeria, Tunisia dan, T r a .
blus (Tripoli).
Selandjutnja pemelukmja banjak terdapat di Sjam, Iraq, India,
Afganistan, Turkestan, Kaukasus, Turki, Balkan. Pengikutaja di
India dïtaksir kira-kira 48 miljun djiwa, di Braziïia (Amerika Selat a n ) terdapat kira-kira 25 ribu djiwa.
Adapun Abu Hanifah An-Nu'man As-Tsabit, jang mendirikan
Mazhab Hanafi itu lahir dalam tahun 699 M. di Kufah dan meninggal di Bagdhad pada tahun 772 M.
175
176
XXIX.
M A Z H A B MALIK BIN A N A S .
Berbeda sekali pendirian Abu Hanifah ini dengan pendirian
Malik bin Anas, jang menjusun dasar-dasar untuk penetapan hukum sebagai berikut : Nas Al-Qur'an, Zahir Al-Qur'an, mafhum
pengertiannja jang tjotjok, dan dalil jang tidak tjotjok, Tambih
Al-Qur'an, Nas Al-Hadis, Zahir Al-Hadis, Mafhum Al-Hadis,
Dalil Al-Hadis, Tanbih Al-Hadis, Ijdma', Qijas, pekerdjaan ulama
Madinah, utjapan-utjapan sahabat, istihsan, upaja menutup keburukan, memelihara achlak, istihsan maslahatulmursalah dan sjariat
umat-umat jang terdahulu.
Kita lihat, bahwa Imam Malik ini mempunjai luas sekali dasar penetapan sesuatu hukum untuk mazhabmlja. Jamg demikian, itu
karena ia di Madinah dan Mekkah dengan mudah ia mentjari ke.
teranganrketerangan mengenai Al-Qur'an dan Sunnah, karena
dalam masanja masih terdapat banjak sahabat terkumpul dan masih hidup disana.
Menurut Prof. T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, perbedaan mazhab Maliki dengan mazhab-mazhab jang lain ialah bahwa Imam
Malik mandjadikan amal orang-orang Madinah djadi h u d ] d J a £
hukum fiqhnja, karena pada pendapatnja orang-orang di Madinah
itu bersih mengerdjakan amal ibadat: sebagaimana jang dilihat
pada Nabi dan sahabat-sahabat serta orang-orang Islam sekitar
kota sutji itu. Ia mendahulukan, amal orang Madinah itu d a n p a d i
qijas dan dari pada Hadis jang hanja diriwajatkan oleh seorang
rawi sadja, jamg biasa dinamakan chabar uhad. Ulama-ulama fiqh
jang lain tidak ada jang mendjadikan amal orang-orang Madinah
itu mendjadi hudjdjah agamaPerbedaan jang lain pädia Malik bin Anas ini kita dapati dalam dasar penetapan hukuminija, jang dinamakan mashlahatul mursalah, jang artinja menurut Hasan Sja'ab dalam karangannja tersebut' diatas ialah membina sesuatu hukum atas dasar kemashlahatam umum (104), seperti membolehkan orang memukul pentjuri
agar ia mengaku kesalahanmja. Ulama lalim tidak membolehkan
pekerdjaan itu. Lain daripada itu Imam Malik djuga mendjadikan
hudjdjah hukum fatwa-fatwa sahabat besar, manakala sanad riwajatnja itu sah, bahkan mendahulukannja fatwa-fatwa itu atas qijas.
Pekerdfàannja ini sangat mendapat bantahan dari Imam Al-Ghaaali, sebagaimana tersebut dalam kitab Al-Mustasjfa.
' Seperkara lagi jang agak berlainan pendirian Malik bim Anas
ini dengan ulama lain, terutama ulama-ulama Hanafi, j alah bahwa
ia tidak mendjadikan sjarat baik sesuatu hadis dengan sifataja
177
masjhur, bahkan ia atjap kali menggunakan hadis-hadis jaag bersifat mursal- Malik menggunakan djuga istihsan sebagai Abu Hanifah dan mengutamakan riwajat Hadis dari penduduk Hedjaz
Malik bm Anas, jang membentuk mazhab Maliki, hidup di
Madinah antara tahun 710-795. Disitu ia beladjar dan disitu pula
ia mengadjar Beberapa lama ia mendjabat pekerdjaan Mufti dan
ahli hukum Islam.
!
, , , B e b f a P a s i l k a P n J a d a l a m m e m b e r i fatwa menjebaibkan Pem
Abbasijah mentjurigat dia, sehingga ia pernah merasai penjiksaan
dan penderitaan.
'
Kitabnja jang terpenting ialah "Al-Muwattha"
Pemeluknja sekarang terutama terdapat di Afrika Utara (ketjuah Mesir) dan A rika Tengah. Jang terutama dipelajari orang
sebagai kitab Maliki ialah kitab-kitab "Mudawana", karangan
Ibnul Qasim (mgl. 806) dan, "Muchtasar", karangan Chali Ibn
isnab (mgl. 1365).
Djika kaum Orientalisten Belanda gemar mempeladj.ari hukum-hukum mazhab Sjafi'i, maka sebaliknja Orientalisten Perantjis dan Italia gemar menjelidiki hukum-hukum Islam menurut mazhab Maliki.
Sebagaimana Mazhab Sjafi'i begitu djuga mazhab Maliki
berdasarkan empat pokok: Qur'an, Sunnah, Idjma' dan QijasUianitara orang-orang jang mula-mula memperkenalkan kitabhitab fiqh mazhab Imam Malik di Mesir kita sebutkan Usman bin
Hakam Al-Djazami, Abdurrahman bin Chalid bin Jazid bin Jahja,
Ibn W a h a b dan Rasjid bin Sa'ad, jang meninggal di Alexandria
pada tahun 786 Diantara jang giat sekali menijiarkannia kita seA ü f u , U ? k a n bliin Q a s i m ' A s b a d bin Abdul Aziz Ibnul
Abdii Makam dam Haris bin Miskin.
Pengaruh Mazhab Maliki ini suram, tatkala ke Mesir masuk
pula mazhab. Sjafi i.
«UK 7 S « d l h ^ u ? a b , M a l i k i m a s u k ' k e Andatos, jang dibawa
oleh Zalid bm Abdurrachman, Al-Qurtubi, jang atjapkali digelarkan orang Sjibthun, maka Mazhab Auza'i jang sudah lebih dahulu
disana, mulai terdesak dan tidak diperhatikan lagi. Mazhab Maliki
*£toS%&lg).
Id,alam maSa
P — - t a h - ? * » bin Ab-
Sebagaiimana di Mesir begitu djuga di Andalus dalam zaman
pemerintahan Hisjam in Abdurrahman, terutama jang mendapat
*T?t
u " 9 b a i ' k : d a l a m d ! a 'batan kehakiman, ialah ulama-ulama
Maliki, sehingga dengan demikian aliran mazhab ini bertambah
mad'juJ,ang memasukkan Mazhab Maliki ke Afrika kita sebutkan
sadja nama' Sahmum bin Sa'id At-Tanuchi, jang menggantikan
qadiii Asad bin Furad, dan lalu disiarkannja paham Mazhab Malik, besudah Ma'az bin Badis mendjadi Mufti di Afrika Utara
178
pada tahun 1029, maka tanah Maroco pun tunduk kepada Mazhab
' K i t a b - k i t a b Maliki jang banjak terpakai di Andalus Ulah
umpamanja sesudah kitab Muwattha, jaitu kitab W a d h i h a h , karangan Abdul Malik bin Habib, kitab "Atabijah' jang dikarang
oleh Altiabi murid Ibnu Habib.
Diantara kitab-kitab jang tmasjhur di Afrika ialah kitab ' Asadijah" karangan Asad bin Furald dbn idjpga kitab karangan Sahnun. kemudian boleh kita sebutkan djuga Kitab "Tahzib ' karangan Abu Sa'id Al-Baradi'i.
Ditimurpun Mazhab Maliki itu mendapat tempat, umpamanja di Bagdhad, tetapi kemudian terdesak oleh Mazhab Abu Hanifah, di Basrah sampai abad ke-V untuk sementara waktu di Hedjaz, Palestina, Jaman, Kuwait, Koltfter dan Bahrain.
179
"'i
180
XXX.
M A Z H A B ASJ-SJAFI'I.
Sesudah kita mengetahui kedua dasar pendirian mazhab diatas dengan mudah kita dapat mengikuti djalan pikiran Muhammad bin Idris AsfSjafi'i, jang dengan kebidjaksanaannja mengambil dijalan .tengah. Dalam kitab Al-Ummm disebutkan sebagai
dasar istinbath hukum bagi Imam Sjafd'i. pertama Al-Qur,ain, kedua As-Sunnah ketiga id'jma* dan keempat Qijas, djiJca pendjelasan
perkara tidak didapatinja dalam kedua sumber h u k u m p o k o k itu.
Ia memandang idjma' sahabat lebih kuat dari pada Hadis ahad.
Dalam ia memahami hadis, atjapkaili Imam Sjafii menrfc beratkan kepada paham lahir, terutama bila banjak pengertian jang ditimbulkan oleh Hadis itu. Ia tidak mau mengqijaskan asal hukum
kepada hukum, tidak membuat sjarat tentang Hadis masjhur dam
tidak pula kepada sesuatu amal penduduk Madinah. Sedapat mung
kin ia memilih Hadis-Hadis jang sahih, atau menerima Itjorak-tjorak Hadis jang lain tetapi dari sahabat-sahabat Nabi jam.g Itertentu,
ia tidak mau menggunakan istihsan, hanja menggunakan qijas djika 'illatmja terang diam njata. Sebagaimana Imam Sjah i tidak mau
menqqunakam masalahtiul mursalah dan tidak membedakan antara
Hadis sahih jang diriwayatkan oleh oran.g Hedjaz dengan rawi
lainnja, ia tidak mau mendjadikan hudjdjaih atau dasar penetapan
hukum ham-ja deng.am utjapan sahabat-sahabat Nabi sadja, te.api
bersama nash Qur'an.
..111
J i.:*Dfika kita peladjari dengan .beliti, akan njatalah kepada kita
bahwa hukum-hukum jang ditetapkamnja dipengaruhi oleh Ibjara
berpikir Imam Malik, sampai tahum 195, ( Dhuhal Islam , 11 : 211)
dam tiara berpikir Abu Hamifah, menurut dj.alan pemikiran orangoranq Arab. Hal ini ternjata dalam sebuah sjairnija jang diutjapkan Imam besar ini tatkala ia hendak pergi ke Mesir mengadu
untuing:
Diriku hendak melajang ke Mesir,
Dari bumi miskin dan fakir,
Aku tak tahu hialtiiku berdesir.
Djajakah aku atou tersingkir.
Djajakah aku ataukah kalah,
T a k ada bagiku sesuatu gambaran,
Menang dengan pertolongan Allah,
Atau miskin masuk kuburanDemikian Imam Sjafi'i bersja'ir, tatkala ia hendak melangkah
kakinja ke Mesir- Sja'ir Arab M berasal dari temannja Az-Z-a tarani, jang mendjawab bahwa kedua-duanja jang tersebut dalam
181
lang terdapat dîdaerah I - * 5 J ] K Ä Ä
"
*^
^
^^tùS^a^JSSipaham dan r***- *
J
enu
fi h mFiqh"
et S m k a i l f8 C
,
, U SaC 9 eUr a m hU,kUm
"Usui
jang memqatur
™
1
^ » 3 ^ a ^ ° a c î ï , 9 fa " M o*u ™ m a m a^ Asj-Sjafïi
men
djadi harum s e E S ? 3 9
hab S & ^ S r t « ^
<*a- Ahli MTz-
Aristoteles dalam Ä S a E ™ iT Ö ^ n * ? a s a n , a d e n 9 a n u s a h a
bin Ahmad dalam ï £ j K £ ? ; £ & * & £ a t M * d e »8an Chalil
kan usul fiqh pennah d J ™ j f ^ f P U I \ a d a ° r a n 9 * * * *
9
tja Sji'ah, 299).
9
' b e s a r n 'J a ^alam kitab Al-Umm (ba-
A l - K a ^ ^ T h a u f £nmHeIUï f t * S?*1* ^ ' ^ a n i .
Sallam A W B a g J w d a n d i M e ï I ' ^ AAH Î , a^ Al-Qasim Bin
dan A r - R a b i ' A l l i u S i
™ * K ALMazan
^ ^
^ÄÄlKÄär M n a m m a d ibn Idris
hasa *u, sehingga ia s e n d f i k t „ S ^ ^ a d j a k dam sja'ir baKira-kira tahun 792 i f « ? - i ^ T t e r l k e n a l « a m sastra itu
huw f Ä ^ £ » 5 îS£î 'Sitb^rhukum
mendirikan Mazhab Maliki Sesud/h T
™ rk , b t a A n 9a sa' l J an 9
? ^ fceda(lam
**"
lam talhun 801 to pergi k f h ^ J ^ - ^ te ?libat
f
perkara k,aum Afewi sehfoiaaTt
^ ^ ^
orang h u ( k u m a , n (ke B a ^ * J f eP f ^ kap .dan dibawa sebagai
dilepaskan (kembali.
Sufcbain Harunur Rasjid
P ^ K ^ ^ ^ ^ ^ ^ ' ^ ^
* » Pernah beladjar
lain- dari Jaman, i a ï h MesiT S T£^ A ^
* ^ « " W « a se' t / T , S beIa'd,Jar d a n
mengadjar. Sesudah k Ä Ä i Ä
ia di Baghdad sebagai Ä ^ Ä / S L ^
***
^
P emenÏ
aCijam,n,n,|a
^
* * » * « * * - m p u n j a i ™irid dan
orang jang termasuk mula-mula meletakkan dasar tentang pengetahuan Usul Fiqh.
Mazhab Sjafi'i menurut djalan hukum dapat dikatakan kedudükannja antara paham Mazhab Maliki dan Mazhab Hanafi,
dijadi antara pemeluk traidisionil dam rasionil dalam memaham
kan Qur'an dan Hadis.
Pada masa ini ijang paling banjak terdapat pemeluk Mazhab
Sjafi'i itu ialah di Mesdffl, Syria, beberapa bahagian tanah Arab
dan seluruh Indonesia. Dahulu lebih luas lagi daerahnja, tetapi
dalam waktu jang achir ini banjak terdesak oleh paham Mazhab
Haruafi,
Terutama sesudah tahun 922 M. sangat tjepafc kelihatan kemadjuan Mazhab ini di Mesir, di Iraq, Khorasan, Daghistan,
Tauran, Sjam, Jaman, didaerah-daerah sungai Saihun Djaihun, Per
sia, Hid'jaz,/ India, sebagian dari Afrika dan Spanjol.
Pada umumnja dewasa ini penduduk Mesiri itu bermazhab
Sjafi'i. Perimbangannya dapat kita lihat dalam Azhar jaitu Perguruan Islam Tinggi di Cairo, didirikan dalam tahun 969 oleh
Gubernur Djauhar. Sedjak tahun 1759 sampai tahun 1909 jang
mendjadi Sjeidh Al-Azhar adalah ulama-ulama Sjafi'i. Setelah iibu
barulah diganti oleh seorang Hanafi, jaitu Sjeich Muhammad AlMahdil Abb a si.
Selandjutnja tidaklah ada ketenltUan jang chusus kepada sesuatu mazhab, tetapi djabatan Sjeich Al-Azhar itu belum pernah
dipegang oleh Mazhab Hambali, karena Mazhab ini sedikit sekali
pemeluknja di Mesir.
Kemudian djabatan Sjeich Al-Azhar itu kembali laqi kepada
Mazhab Sjafi'i, jaitu sedjak Mahaguru Muhammad Al-Ahmadi
mendjadi-Sjeieh Al-Djami" AkAzhar.
Jang mula-mula menjiarkan Mazhab Sjafi'i dinegeri Damaskus ialah Abu Zur'ah Muhammad bin Usman (wafat 826 M ) sehing
ga mazhab itu berpengaruh disana. Jang terkenal djuga namanja
dalam mengembangkan aliran itu disana, ialah Muhammad bin
Ismail Al-Qaffal Al-Kabir (wafat 987). Demikianlah madjunja
mazhab ini di Baghdad disiarkan, oleh Hasan bin Muhammad AlDja'farani (wafat 860), sehingga hampir bersaingan dengan Hanafi. Di Marw mazhab ini disiarkan oleh Ahmad bin Saij,ar dan
Hafiz Abdullah bin Muhammad. Penjiar di Ghazma dan Khorasan
ialah Wadjihuddin Abui Fatah Al-Maruzini dan Abu Uwanah
Ja'qub ihn Ishak An-Nisaburi (wafat 938) dan oleh pemeluk Sjafi'i didirikan disana sebuah mesdjid jang indah sekali jaitu pada
'tahun 1207. Dengan demikian tersabarlah mazhab ini di Timur.
Sekarang umumnja pemeluk mazhab ini terdapat di Mesir,
Palestina, Armenia, Persia, Ceylon, Indonesia, Tjina, Australia,
Jaman, Adam, Hadraimaut, PihiMpina, begitu djuga di Hedjaz,
Sjam dan Iraq. Di India terdapat kira-kira satu miljun djiwa pemeluk Mazhab Sjafi'i.
183
Kitab-kitab Mazhab Sjafi'i itu banjak dan, nanti akan dibitjarakan pada waktu membitjarakan kitab-kitab Mazhab Empat lebih
landjuit.
Walaupun pokok-pokok fiqh menurut aliran Sjafi'i itu terutama terkumpul dalam kitab-kitab karangan Sjafi'i sendiri .tetapi
aclnr-adhirnja, kitab-kitab jang dikarangkan kemudian oleh murid-mundkija dan pengikut-pengikultinja djuga telah mendapat peïig
aruh jang sekian besarnja dalam kalangan pemeluk Sjafi'i, sehinqga kitab-kitab jang terdahulu seakan-akan tidak dikenal oranq
lagi. Sedjak abad ke X V I kita dapati kitab-kitab jang sematjam
itu sepera Kitab Tuhfah karangan Ibtti Hadjar (mgl. 1567) Kitab
Nihajah karangan Ar-Ramli (mgl. 1596), keduanja ditulis berupa
uraian (sjarih) dari .kitab Minhadj Ath-Thahbim, karangan AnNawawi (mgl. 1277 MT).
™ ,uLfb.ih l a r n d j r t b a t j , a D r - T h - W - JuyniboH, Handl tik v
Moh. W e t (Leiden, 1930, hal. 173, aart. 14).
184
de
XXXI.
M A Z H A B A H M A D IBN HANBAL.
Pembentuk Mazhab Hanbal itu jalah Ahmad bin Muhammad
ibn Hanbal (780-855). Ia laihr di Baghdad dan sesudah beberapa
waktu menuntut illmu disana lalu pergi beladjar ke Sjam, Hedjaz
dan Jaman.
Diantara kitab-kitab jang dikairangnja jang termasjhur ialah
"Musnad Ahmad ihn Hambal". Tetapi banjak sekali kitab-kitab
jang lain, pernah disebut orang sampai sebanjak dua belas bebain-unltaDasar mazhabnja terletak atas empat: pertama Nas, kedua
fatwa sahabat, ketiga Hadis (mursal dani dhaif) dan keempat
qijas.
Pengikutnja sangat sedikit dan kebamjakan pengikut-pengikutnja itu tidak mau beridjtihad menuruit mazhabnja, Ibnu Chaldun menerangkan, bahwa sebabnja Mazhab Ibn Hanbal kurang ter
siar dimuka bumi, ialah karena sempitnija beridjtihad dalam mazhab itu. Mazhab ini lahir di Bagdad tempat lahimija Imam Ahmad.
Pengaruhmja kelihatan dalam abad ke-IV H.
Di Mesir mazhab ini baru dikenal orang pada abad ke-VII
Jang membawa mazhab ini kesana ialah pengarang kitab jang bernama "Kitabul Umbah" jaitu Al-Hafiz Abdul Ghani Al-Makdisi.
Mazhab ini 'tidak tersebut sebagai mazhab-mazhab jang lain, tjuma di Ned j d sadja.
Djuga terdapat sedikit dari pemeluknja di Kotter dan Bahrain.
Demikian keringkasan sedjarah tersiar Mazhab Empat ituLebih land jut tentang dasar-dasar untuk menetapkan sesuatu
hukum fiqh itu dibicarakan dalam suatu ilmu pula, j,ang disebut
Usul Fiqh.
Kitab jang ternama dikarangkan orang untuk menguraikan
hal ini misalnja: Ar-Risalah, karangan Imam Sjafi'i (mgl- 820 M.).
Al-Waraqat fi usulil fiqh, karangan Imam Al-Hanamain Djuwaini
(mg. 1085). Kanzul Wusul ila Ma'arifatil Usul, Iterutama masjhur
dalam kalangan orang Turki, karangan Ali bin Muhammad AlMazdawi (mgl. 1089). At-Tawdhih fi hilli ghawamiah at-Tanqih,
sebuah sjarh atas karangammja sendiri dari Sadr Asj-Sjari'ah II
(mgl- 1346), jang bernama Tanqihul Usul, diterbitkan di Kassan
dalam th. 1883, bersama sjarh dari seorang ulama Sjafi'i, bernama Taftazani (mgl. 1389), Djami'ul Djawami', karangan As-Subki (mgl. 1369) disertai uraian dari Djalaluddin Al-M<ahalli (mgl.
1459) dan dari Al-Banani (mgl. 1784), diterbitkan di Cairo, Mir185
d ' n l W U S K î i l m l l u U , S u l k a r a n 9 a n M a u l a C h u s r a m (mgl 1380)
dengan sebuah s-jarh
karangannja sendiri, bernama M r ' L UsuiHanbal
Baghdad
M A dan ^men
^ nqqal
^ dalam
aVS
wagnaad. th
th. 780
/OU M.,
(Uh^ R^* »M* r krial»
M , dan Basrah, sehingga kitab Hadisnja i L mendjadi 'peÏÏlng S n
i a l ^ n ï k ^ P a d a i t U j a n 9 m e m a s J h u r k a n Ahmad ibn Hanbal ini
jalah pnbadmja jang sangat salih, dan perdjuanqannja sanaLt
kuat memegang nash Qur'an dan Hadis, serta m e E n k i r d i r i
seban.ak mungkin dari pada akal atau „ ' i. s e h i n Z b a S orana
memasukkan Ahmad ibn Hanbal ini kedalam golongan Ahli
H
dan tidak kedalam golongan Mudjtahid, misalnja oleh Ibn Nadfm
d a n n 9 o ï h T b n ' A L U ^ " " "*«**"*" m a U m e n e*b ^ ^ ^ ' .
Hanbal daiam ÏH
' ^
***
J ^ a n nama Ibn
rianoal dalam kitabnja mengenai keutamaan Imam-imam Fich
H a n b Ä a i d J T - Thabari tidak ^
memasukkan nama i t
Hanbal kedalam j kitabnja: "Ichtilaful Fuqaha" ' dan begitu djnaa
Ibn Qutaibah tidak. menjebu-tkan sesuatu tentang Ibn Hanbal dan
Mazhabnja dalam "Kitabul Ma'arif".
«««noai aan
r e n a T m a 2 L b d S TT$*
P ^ d a p a t ini dapat kita benarkan, karena mazhab Hanbah rtu termasuk salah satu mazhab fiqh iaina
Siafi^t&Sf
H a n b a l
Pada
m
f^
- o r a n g murid dari Imam
RnI, D l a K n t a H P^gikut-pcngikutnja Ahmad ibn Hanbal jalah Abu
Bakar k u H a m , Abui Qasim Al-Karadri (mgl.
334 H ) Abdul
Aziz b » Dja'far (mgl. 363 H-), Ibn Qudamah 9 (mg]L 620 H )
£
T a l m i j a h ( 6 6 1 7 2 8 H . ) , L b n Q a j j i m ( m ,. ? 5 ^ S ' ^ J ^
™
ngarang kitab fiqh menurut adjaran Imam Ahmad bin Hanbal
J a l a m kitab "Hamuli Muwaqqi'ien", karangan Ibnal Gafiim
l9lam
(
TJÏT
?S^S
" t s b - ) ' ' b a ' h w a dasar-dasL penSrian
ut anan s a S ä
b a S JÄ* ,
aka sendtr
den9an tidak
lPUn
n m e f ta,ra
uT^
Sebabnja
jalah b a h w a d i k«»»peidulikan
ak
?'
ia hidup,
H " " ? " ! ! t " 1 36113
^ TitU ^dengattl
™ Pt ue tnue t a Pmaa*t ahukum
menurut
ia
Sn Sf t, Ur I t U Z"
membersih
enga n kemb
be eP a
NTbi
K
i
t
r
S
r
K
î
;
*
f
*P
9
»9
kepada
Sunnah
W abu Kita ketahui bahwa Imam Ahmad hidupnja adalah dalam
S f S S S ?
9kat
M U t,a2tah
i n 9
'iang
dalam dan d
keC Ua b a g i n i j a
aIah
^ P - e r i n . t a h a n sa
t ' .. J
d,^,^ï
J
fatwa-fatwa sahabat, jang
didjadikanmja hudjdjah atau dasar hukum, djilka ia tidak m e S
186
ada tantangan atau sanggahan dari sahabat-sahabat jang lain.
Pendapat-pendapalt! sahabatpun, jang dekat kepada Qur'an dan
Sunnah diguuiakannja, terutama untuk membuat sesuatu idjtihad
sendiri, meskipun tidak lupa ia dalam fatwa-fatwanja itu menjebutkan perbedaan paham dan perbedaan pendapat dari golongan
lain.
Dalam tingkat jang keempat Ahmad ibn Hanbal menggunakan djuga Hadis muirisal dan. d'hadlf, dalam arti kata Hadis jang
belum sampai ketingkat sahih, lebih diutamakan dari pada qijas.
Ia kelihatan menggunakan qijas pada waktu-waktu sangat d a rurat, artinja dikala ia tidak mendapat sesuatu Hadis atau perkataan sahabat. Jang sangat penting kita peringatkan dlsini jalah sikapnja Ahmad ibmi Hanbal dalam memberikan sesuatu fatwa dalam hukum. I,a tidak sekali-kali mau mengeluarkan fatwa itu dalam
sesualtu masalah, sebelum ia memperoleh keterangan dari mereka jang hidup dalam masa Salaf dengan memperhaltikan HadisHadis sekitannja.
Disini 'letaknja ketjintaan orang kepada Imam Ahmad, jang
tidak sadja mempertahankan kesutjialn. Al-Quir'an dari pada serangan-serangan Mu'tazilah, tetapi djuga dalam membersihkan
Islam dengan mengembalikan dasar-dasar hukumnja kepada kehidupan jang bersih dalam masa SalafPengikut-pengikuitnja, seperti Ihn Taimijah dan Ibn Qajjim
Al-Djauzijah, penganut mazhab Ahmad Ibn Hanbal ini. menghidupkan kembali dalam abad ke-VIII H. adjaram-adljaran Ahmad
ibn Hanbal, jang kemudian dalam masa ke-XIl H. disambung 'agi
dengan aktif oleh Muhammad bisa. Abdul W a h a b , jang biasa dinamakan gerakan Wahabi, dalam abad ke-XIX H. digerakkan
kembali oleh Djamaluddin Al-Afgható dan Sjech Muhammad Abduh serta murid-muridnja, dengan tudjuan kembali kepada dasardasar pendirian dan penetapan sjari'at jang asli, serta mendjauhkan diri dari pada bid'afa, sjirik dan churafat.
Mengenai gerakan Salaf ini akan kita bitjarakan dalam sebuah kitab jang tertentu mengenai perbandingan mazhab, terdini
dari djilid ke-I: Salaf, zaman tauhid dan sosialisme jang murni
dalam Islam, djilid ke-II: Kembali kepada Qur'an d a n Sunnah,
dan djilid ke-III: Gerakan Salaf dan kebangkitan ummat Islam d»
seluruh dunia.
187
188
IX
MAZHAB AHLUS SUNNAH
JANG LAIN
189
190
XXXII.
M A Z H A B AT-THABARI.
Abu Dja'far Muhammad bin Djarir (bin Jazid bin Chalid bin
Ghalib At-Thabari dilahirkan dalam taihuin 224 H., bersamaan dengan 839 M . dli Atmul dalam daerah Thabaristan.
Meskipun ia lebih terkenal sebagai seorang ahli sedjarah de
agan karyamja "Tairich At-Thabari", jang berdjilid-djilid banjaknja, dan meskipun ia lebih terkenal sebagai seorang ahli tafsir AlQur'an, jang atjapkali disebut orang "Tafsir At-Thabari", jang
berpuluh djilid pula dan jang mempunjai keistimewaan dalam me
ngupas sedjarah-sedijarah jang bertali dengan (turun dan tersiarnja ajat-,ajat kitab sutji itu, ia adalah djuga seorang ahli fiqh, seorang imam jang mempunjai mazhab fiqh iterseinidiri, jang kadangkadang berlainan idjtihadnja dari pada imam-imam mazhab jang
lain. Ia tidak bertaqlid kepada salah satu mazhab dalam masanya,
dia mentjiptalkan mazhab sendiri, menganutnja dan mengamalkan
nja, dan dianut pula oleh ulama-ulama jang lain,, seperti Xbul Faradj Al-Ma'afi, Ibn Zakaria An-Nahrawani, jang atjapkali dipanggil dengan^ Ibn Tha.rrar. Berkatalah Muhammad bin Ishaq
ibn Cbuzaimah: "Saja belum mengenal ada dia'tas bumi lini seorang
jang alim seperti Muhammad bin Djarir". Al-Chathib Al-Baghdadi
berkata pula: "Ia (At-Thabari) adalah seorang jang hafal seluruh
Al-Qur'an, mengetahui arti dan maksudmja sampai kepada seketjilnketjilnja, ia adalah seorang fuqaha' dalam hukum Qur'an, sangat luas pengetahuannja dalam Sunnah dan Sunan, mengetahui,
riwajat-riwajalti jang luas dari pada Sunnah Nabi, jang sahih dan
jang tidak sahih, jang naschih dan jang sudah mansuch, mengetahui setjaira luas dengan utjapan-utjapan, Sahabat dan Tabi'in.
dan generasi jang lain sampai kepada masanja. Dan oleh karena itu
ia dengan mudah dapat menetapkan hukum-hukum, jang kemudian
dianggap Mazhab At-Thabari.
H . A J R - Gibb mentjariiterakan dalam Shorter Encycl. of Islam (Leiden, 1853, hal. 556), Itentaing ulama besar ini sbb.:
At-Thabari sudah belad^ar sedjak umuirnja masih sangat muda,
menurut tjeritera orang dikala ia berumur Itudjuh tahun, ia sudah
menghafal seluruh kitab sutji Al-Qur'am. Sesudah itu ia beroleh
pengadjaran agama dari ajahnja dan dari ulama-ulama dalam tempat tinggalnja mengenai bahasa Artab dan pokok-pokok agama Islam. Kemudian ia kundjungJ negeri Raiy jang terkenal kemadjuan
ilmu pengetahuannja, dam sesudah itu pergilah ia ke Baghdad, dimana ia ingin mengundjungi Ahmad bin Hambal, tetapi beberapa
hari sebelum ia datang sudah meninggal dunia. Sesudah ia tinggal
191
beberapa waktu di Basrah dan Kufah, ia kembali lagi ke Baghdad
dan tinggal dïsana beberapa lama. Iß berangkat ke Mesir, tetapi di
tengah djalan ia tersangkut dalam beberapa buah kota di Syria,
untuk mempeladijari Hadis. Kemudian dilkala ia mengundljungi Mesir ia sudah mendjadi seorang ulama jang dikagumi orang. Dari
Mesir ia pulan lagi ke Baghdad, dan sesudah dua kali ia pulang ke
tanah airmja Thabaristan (289-291/902-903), dia tinggal beberapa
waktu di Baghdad dan meninggal dalam tahun 310 H. jang bersamaan dengan 923 MThabari adalah seorang jang tenang dan mempunjai hidup
sederhana, tetapi berachlak sangat tinggi. Dalam tahun-tahun pertama ia mempeladjam dengan penuh imani dan kegiatan serta mengumpulkan bahan-bahan sedijairiah tanah Arab 'dan adat-istiadat
serta bahan-bahan sedjarah ummat Islam umumnja. Banjak waktu
nja dihabiskan untuk mengadjar dan menulis. Meskipun ia seorang
pintar, dalam kehidupannja ia menolak kekajaan jang berlimpahlimpah dan menolak tawaran pekerdjaan-pekerdjaan jang sangat
menguntungkan, baik dalam djabatan pemerintah maupun dalam
masjarakat. Dengan demikian mempunjai waktu jang luas untuk
mengadakan penjelidikan dalam kesusastraan dan hukum-hukum
Islam. Istimewa ia tertarik kepada persoalan-persoalan sedjarah,
hukum fiqh, membatja dan. menafsirkan Q u r a n , membuat sjair-sjair,
kamus, ilmu bahasa, achlak, ilmu pasti dan ilmu kedokteran.
Kira-kira sepuluh tahun ia menganut mazhab Sjafi'i. Kemudian
ia membentuk sendiri suatu mazhab menurut idjtihadnja, jang pengainut-penganutnja menamakan dirinja golongan Djariirijah menurut nama bapaknja. Mazhab ini berbeda sedikit dengan Mazhab
Sjafi'i, tetapi agak banjak dani pada Mazhab Ahmad bin Hanbal.
Ia menganggap Ahmad bin, Hanbal bukan seorang ulama fiqh, tetapi seorang ahli Hadis.
At-Thabari banjak sekali menulis kitab-kitabnja, meskipun sebahagian besar sudah hilang dan tidak dapat diketahui isinja. Terutama jang hilang itu jalah sebahagian karamgan-karanganimja, jang
berisi garis-garis besar dalam fiqh menurut idjtihadnja jang terbaru.
Sebaliknja ,ada kartangannja jang tanggal jang dikagumi orang,
jaitu mengenai tafsir Al~Qur'am, bernama "Djami'ul bajan fi Tafsiril Q u r a n " , dengan singkat dinamakan dan masjhur "Tafsir Atr
Thabari". Dalam karyanja ini ia mengumpulkan banjalk sekali Hadis-Hadis, terutama jlang mengenai sedjarah dan sebab-sebab turunnja ajat Qur'an, sehingga kitabnja ini merupakan pokok keterangan J keterangan jang bersifat sedjarah dan bersifat ilmu pengetahuan, jang mendjadi bahan-bahan penjelidikan ahli-ahli pengetahuan Barat
Karyanja jang lain jang masjhur djuga dalam bidang sedjarah bernama "Tarichur Rusul wal Muluk". Penerbitan Universitas
Leiden dinegeri Belanda dikatakan adalah keringkasan dari pada
karangan At-Thabari itu, itupun sudah beberapa djilid besarnja192
XXXIII.
MAZHAB AZ-ZAHIRI.
Mazhab ini didirikan oleh Abu Sulaiman Dawud bin Ali bin
Chalaf, jang dikenal dengan Az-Zahiri, lahir di Kufah tahun 202 H.
dibesarkan di Baghdad dan meninggal djuga disana dalam tahun
270 H.
Az-Zahirijah adalah satu mazhab jang mempunjai dasar mengambil sesuatu hukum dari makna jang lahir dari pada Qur'an dan
Sunnah. Memang tiap-tiap mazhab dalam menetapkan hukum furu'
fiqh mempunjai keistimewaan sendiri, jang berbeda antara satu
sama lain. Begitu djuga Mazhab A-Zahiri atau jang dinamakan
djuga Dawudi, mempunjai pegangan sendiri dalam istinfoath, atau
penetapan hukum-hukum fiqh dalam masalah furu', jaitu masalah
jang tidak termasuk mengenai perkara-perkara usuluddin, jarg
sudah ditetapkan didalam Al-Qur'an dan Sunnah, terutama mengenai akidah dan ibadah- Mazhab ini adalah salah satu mazhab
jang masih hidup sampai sekarang, diamalkan baik oleh perseorangan atau golongan ulama-ulaima Islam. Golongan ini sangat
radikal dalam mengamalkan idjtihad, menggunakan akal, tidak
mau menerima idjma', ketjuali apabila datang dari sahabat-sahabat, dan tidak mau menerima qijas, melainkan apabila ada sandaran kepada nash, jaitu Qur'an dan Sunnah, sebagaimana jang
didjelaskan, oleh Ibn Ha^m dalam kitabnja "Al-Ahkam li usuli
ahkam" atau dalam Ikitabnja jang bernama "Maritul Idjma' ", salah seorang penganut mazhab ini; jang sedia dan giat.
Mazhab ini jang lahir dalam abad ke-II H. dengan lekas tersiar di Baghdad, kemudian meluas sampai Andalus atau Spaiajol,
disiarkan oleh seorang alim besar dan seorang pengarang jang
ulung serta tadjam penanja, bernama Ibn Hazm. Oleh Ibn Hazm
paham mazhab ini disiarkan luas dalam karangan-karangannja
iang sangat berharga, diantaranja "Al-Muhalla fi furu'il fiqh",
jang terdiri dari pada sebelas djilid buku dan dalam kitab-kitabnja jang penting, jang sudah kita sebutkan namanja baru sadja
diatas ini.
Meskipun mazhab ini mendjauhkan dirinja dari pada ra'ji
dan qijas, tetapi ia memperlihatkan pandangan-pandangan dalam
hukum fiqh jang mendekati kehidupan modem dalam Islam, misalnja wadjib membajar narakah kepada seorang isteri jang kaja
dan tjukup oleh lakinja, mengambil lahir pengertian dari ajat Qur'an. Surat Al-Baqarah, aja<t 228. Lihat bagaimana Ibn Hazim mengupas persoalan ini dalam kitabnja Al-Muhalla dengan tadjam
dan menjerang pendapat-pendapat mazbab-mazhab jang lain jang
193
membebaskan laki-laki membajar mafakah isterinja jang kaja dan
tjukup^ Tjontoh jang lain jalah bahwa Mazhab Az-Zahiri dari Ibn
Hazm ini, sesuai pula dengan pendirian Mazhab At-Thabari, bahwa Ibn Hazm dan At-Thabari membolehkan seorang wanita men
djadi qadhi mutlak dalam segala hal, jang bertentangan dengan
pendapat Mazhab Abu Hanifah, jang menetapkan, bahwa tidak
boleh seorang wanita mendjadi qadhd atau hakim, ketjuali dalam
perkara urusan harta benda, dan bertentangan pula dengan mazhao-mazhab jang lain dari golongan Ahlus Sunnah ini, jang mengatakan, seorang wanita tidak boleh mendjadi qadhi atau hakim
setjara mutlak dalam semua urusan (lih. Bidajatul Muditahid II
381, lih. pula Al-Muhalla, IX : 180).
'
'
Asad Haidar dalam kitabnja jang tersebut diatas mengatakan bahwa Mazhab Dawud ini hidup sampai pertengahan abad
ke-V, kemudian tidak begitu berkembang lagi. Demikianlah utjap
an beberapa pengarang. Tetapi jang sebenannja mazhab ini hidup
sampai ahad ke-VII H. karena diantara pengikut-pengikutnja dan
lmam-imamm.ja, seperti Abdul Haq bin Abdur Rahman Al-Isjbili meninggal th. 610 H-, Muhammad bin Al-Husein, jang nama
nja masjhur dipanggil dengan Al-Mijuerqi meninggal pada pertengaahn abad ke-VI, dan Madjidud Din Amr bin Husein bin Ali
bin Muhammad bin Furadj meninggal th. 623 H. jang terachir ini
adalah salah seorang dari pada ahli hadis.
Jang penting djuga kita peringati diantara imam-imamnja
ialah seorang pengarang besar, jang sudah beberapa kita sebutkan namanja diatas, jaitu Muhammad ibn Hazm, mengarang dan
peletak batu pertama dalam ilmu perbandingan agama-agama.
Kitabnja "AJ-Fisal fil Milal wan Nihal" adalah kitab jang pertama ditulis orang diatas muka bumi ini, mengenai perbandingan
agama-agama dan aliran-aliran dalam agama, baik aliran-aliran
dalam Islam, maupun aliran-aliran diluar agama Islam. Kitab
jang kedua jang sangat penting jalah kitab jang sudah kita sebutkan diatas, jaitu 'kitab hadis dan fiqh "Al-Muhalla". Kitab ini kita
katakan penting diantara karyanja, karena kitab ini adalah kitab
fiqh sunnah jang pertama-tama, jang ditulis berbab, berpasal dan
bernomor-nomor, seperti kitab undang-undang " Burgerlijk W e t boek" dari Barat. Dalam kedua buah kitab itu dapat kita lihat
unsur-unsur dan dasar berfilkir dalam mazhab Az-Zahiri.
Memang Ibn Hazm dari Andalus itu adalah seorang ulama
intelek kaliber besar, jang telah mengagumkan dunia fiqh dalam
Islam. Namanja selengkapnja ialah Ali bin Ahmad bin Sa'id bin
Hazm. dilahirikan tahun 994 M. dam meninggal tahun 1064 M. Ia
adalah seorang huffaz jang besar dan mempunjai karangan-karangan jang sangat banjak diantaranja jang kita sebutkan diatas,
jang sampai sekarang masih terdapat dalam pasaran buku. Fatwafatwanja banjak jang gandjil-gandjil, misalmja sah Djum'at, jang
194
dikerdilkan oleh seoralng Islam, karena Djumiait itu baqimja bukanlah ganti Zuhur.
Saja ingat sebuah tjeritera mengenai Ibn Hazm pada waktu
masih ketjil. Ia adalah anak seorang mantri. Satu kali ia turut
mengantarkan djenazah sahabat ajahnja ke masdjid- Majat diletakkan untuk sementara dipinggir masdjid menanti selesai salat
Zuhur. Orang menantikan salat wadjib ini dengan mengerdjakan
salat sunat, sedang dia terus masuk dan duduk- Oleh karena belum biasa bamjak urusan salat jang salah dikerdjakannja dan gurunja, jang berdiri disampimgnja menegor beberapa kali. Achirnja
konon ia malu karena tidak paham hukum fiqh. Lalu bertanja akan
nama seorang guru jang paling pandai mengadjar fiqh. Ibn Hazm
lalu beladjar kepada ulama itu, d a n kemudian tumbuhlah dari anak
muda jang atheis ini seorang ulama besar jang telah menggemparkan dunia fiqh. Banjak temannja, banjak pengikutnja, tetapi
banjak pula musuhnja sampai zaman sekarang ini.
Ibn Hazm sangat disegani dan ditakuti orang, terutama ulama-ulama Sji'ah, jang banjak mengeluarkan kritik terhadap kepribadiannja. Penanja sangat tadjam. Orang membandingkan persamaannja dengan Al-Hadjdjadj, kedua-duanja hidup dalam daerah Bani Umajjah.
Ditjeriterakan orang, bahwa mula pertama ia menganut Maz
hab Sjafi'i, tetapi Ibnal Arabi menerangkan, bahwa ia kemudian
pindah kepada Mazhab Dawud dalam seluruh hukum furu', bahkan membuat satu mazhab sendiri dan mengakui bahwa ia adalah imamnja, (ketika ia dalam 'kedudukan qadhi pada suatu tempat
di Andalus. Ia membuat hukum, ia melakukan istinbath langsung
dari Qur'an dan Sunnah, sebagaimana dapat kita lihat dalam
kitab-kitabnja, kadang-kadang stamgat berlainan dengan mazhabmazhab Islam jang lain dan berdiri sendiri dalam idjtihad hukum
fiqh. Lebih landjut perhatikanlah perdjoangannja dalam kitab
"Tazkiratul Huffaz" (III : 323), dan Shorter Encyl. of Islam.
Fatwa-fatwanja merupakan tijambuk untuk berpikir setjara
modern. Oleh karena itu mazhabnja lekas tersiar sampai ke Magribi. Ja'qub bin Jusuf bin Abdul Mu'min jang memegang kedudukan penting disana menjatakan diri berpegang kepada mazhab
ini, dan dengan demikian menolak Mazhab Malik jang djuga banjak pengaruhnja disana. Maka tersiarlah banjak hukum-hukum
furu' di Magribi itu, sehingga orang banjak takut kepada tindakan Sulthan jang mewadjibkan menganut mazhab ini, serta memerintahkan membakar kitab-kitab Mazhab Malik, dan kitab-kitab
jang lain seperti karangan Ibn Jumus, kitab "Nawarid", "Muchtasar" karangan Ihn Abi Zaid, begitu djuga kitab "At-Tahzib".
Maka ramailah persoalan ini di FezAl-Muqaddasi dalam kitabnja "Ahsanut Taqasim" mendjadikain Mazhab Dawud ini Mazhab jang kelima dalam gabungan
Ahli Sunnah wal Djamia'ah.
195
R- Strothmann dalam karangannja Az-Zahirijah (Shorter
Encycl. of Islam, Leiden, 1953, hal. 649) menerangkan, bahwa
d, Iraq Mazhab ini, j,ang terkenal dengan Mazhab Dawudi, teratur rapi sebagai suatu mazhab hukum, sehingga pengaruhnja
meluas sampai Persia dan Churasan. Ia menerangkan., bahwa Sja'rarii menempatkan mazhab Dawud Az-Zahiri ini antara Mazhnb
Abu Hanifah dan Ibn Hanbal dengan Mazhab Al-Lais bin Sa'ad
Hal itu disebutkan Sja'rani dalam kitabnya "Al-Mizan". Ia memberikan banjak sekali petikan tjontoh-tjontoh dari mazhab ini
dalam masa lah furu', jang kita tidak ingin bitjarakan seluruhmja
dismi. Ktla persiiliahkan sadja pembatja untuk lebih landjut melihat kepada karangan tersebut diatas.
196
X
ISI KITAB FIQH
197
198
i
i
XXXIV.
P O K O K - P O K O K IBADAT.
Mengenai ibadat ini jang terpenting dibitjarakan dalam kitab
îiqh ialah perkataan-perkataan jang tersebut dalam hukum Islam,
jang banjakmja ada lima jaitu, mengucapkan kalimah sjahadat, mengerdjakan sembah jang, berpuasa dalam bulan Ramadhan mengeluarkan zakat, dan mengerdjakan hadji, apabila sanggup melalkukannja. Rukun Islam ini lahirnja dalam sedjarah bersamaan, dengan
rukun Iman daln Ichsan, menurut sebuah Hadis jang diriwajatkan
oleh Muslim dari pada Umar ibn Chattalb, jang mentjeriterakan
keadaan sebagai berikut :
Umar mentjeriterakan : "Pada suatu hari tatkala kami duduk
duduk dengan Rasulullah, sdkonjong-konjong hadirlah ditengahtengah kami seorang laki-laki jang memakai badju sangat putih
dan rambutnja sangat hitam, serta tidak terlihat padanja tandatanda bahwa ia baru datang dari suatu perdjalanan jang djauh. Seorang diantara kami tak ada jang mengenalnja. Tatkala ia sudah
duduk dihadapan Nabi, maka disandarkanlah lututaija kepada lutut
Nabi dam meletakkan tangamnja diatas paha Nabi. Ia lalu berkata :
"Hai Muhammad, tjeriterakan kepadaku tentang Islam" Nabi mendjawab : "Islam itu ialah bahwa engikau menjaksikan, bahwasanja
tiada Tuhan melainkan Allah dan bahwasanja Muhammad itu pesuruh Allah. Kemudian hendaklah engikau mengerdjakan sembahjang, mengeluarkan zakat dan berpuasa dalam bulan Ramadhan,
serta engkau mengerdjakan hadji ke Baittullah, djika engkau kuasa
mendjalankannja.". Maka orang itupun berkata: "Benar apa jang
kamu katakan itu". Umar mentjeriterakan : "Kami heran bahwa
ia bertanja dan ia pula jang membenarkannja"Umar menerangkan bahwa orang itu bertanja lagi : "Beritahukanlah pula kepadaku tentang iman" Nabi mendjawab : "Hendaklah engkau pertjaja kepada Allah, kepada Malaikat-Malaikatnja, kepada kitab-kitabnja, kepada utusan-utusannja, kepada hari kiamat
dan hendaklah engkau pertjaja pula kepada qadar jang baik dan
jang buruk". Lalu orang itu berkata : "Benar sekarang katamu itu".
Pada achirmrja orang itu berkata : "Beritehukanlah kepadaku tentang Ichsan". Nabi mendjawab : "Hendaklah engkau beribadat kepada Allah seakan-akan engkau melihatnja, sekalipun engikau tak
dapat melihatmja, maka sesungguhnja Allah itu melihatmu". Orang
itu berkata lagi : "Beritehukanlah kepadaku tentang hari kiamat".
Nabi lalu mendjawab : "Orang jang ditasnja tentang perkara itu
199
tidak akan lebih mengetahui d a d pada orang jang bentlanja sendiri". Masih orang itu berbainga pula : "Berittahulkainlah kepadaku
akan tandaritandanja''. Malka Nabi mend jawab :
"Diaintara tanda-ltanda itu ialah bahwa ibu akan melahirkan
bukan anaknja, tetapi tuannija, bahwa engkau melihat orang ja,ng
tadimja mislkin papa, berhadju tjompang tjaimping, gembala kambing, sudah mampu dalam kekajaannja, hingga mereka berlombalomiba dalam mengadakan bangun-bangunan jang tinggi". Kemudian pergilah orang itu.
Umar mengatakan : "Alku hening sedjenak, kemudian Nabi
berkata kepadaku"- "Wahai Umar, taukah engkau siapa jang mengemukakan pertalnljiaampertainjaan tahadi itu?" Djawab U m a r :
"Allah daln Rasulnja jang lebih mengetahui aikan hal itu". Malka
Nabi udjar pula : "Orang itu ialah Djibrail, jang datang (kepadamu
untuk mengadjarkan kamu semua tentang agamlamiu". Hadis ini diriwajatkatii oléh Muslim.
Hadis-Hadis jang menenangkan Rukun Islam jang lima perkara ini banjak, dianitaranja jang diriwajatkan oleh Buchari dan
Muslim dari pada Abdullah bin Umar, anak dam Umar ihn Chattab.
Hadlis-Hadis ini merupalkan pokdk dan memdjadi sumlber ibadat dalam Islam, jang dilbiltjaralkan pandjang lebar dalam kitab-kitab fiqh
bahagian ilbadat. Tetapi dalam bahagian ini tidaklah dibitjarakan
dalam kitab-kitab fiqh itu setjara pandjang lebar mengenai sjahadat
Rukun Islam jang pertama, 'karena pembiUjanaan ini dikupas dalam
satu bahagian, ilmu Islam jang chtusus, bernama Ilmu Tauhid. Bati agian filsafat dalam ilmu Tauhid ini bernama Ilmu kalam, jang
dibahas oleh ulama-ulama jang ahli dalam bidang itu, jang dinamakan mutakallimun. Oleh karena ilmu Tauhiid itu termasuk pokok
adjaran dalam agama, atjapkiali djuga diberi nama Usuluddin.
Jang dibahas dalam ilmu Fiqh dan jang merupakan bahagian
ibadat jamg terpenting ialah empat Rulkun Islam jang 'lain, jaitu mengenai sembahjang atau salat, mengenai puasa atau saum dahm
bulan Ramadhan, mengenai zakat dalam segala matjam bentuknja,
dam mengetahui hadji dengan segala rukun dan sjaratnja.
Sebagai mana Ikita lihat, bahwa agama itu terdiri dari pada tiga
perkara jang terpenting, jaitu Iman, Islam dan Ichsain. Mengenai
Iman dilbifbjarakan dalam Ilmu Tauhid, mengenai Islam dibitijarakm dalam Ilmu Fiqh, dan mengenai Ichsan dikupas pandjang lebar
dalam suatu ilmu jang chusus, bernama ilmu Tasawwuf.
Kitab J kitab fiqh tjara lama ditulis orang setjara matang mengenai pokok-pckok persoalan ibadat jalng diuraikan setjara praktis, sebagaimana jang harus dipahami atau dilakulkan, tidak setjara
mengupas ajat-ajat Q u r a n dan Hadis-Hadis Nabi dalam bentuk
idjtihad, atau ditulis orang setjara sjach, artinja kupasan jang lebih
200
luas dari pada matan-matan fiqh itu, biasanja dikendjakan oleh murid atau teman pada dmaim-imaim fiqh jang terkenal. Sjanh ini kemudian diperpandjang lagi mendjadi hasjijah, jang berisi kupasan dari
segala sudut, dari sudut ibahasa dan tata-bahasa, dari siudut pengertian dan ibarat) dari sudut penambahan pendapat-pendapat pengarang-pengarang lain mengenai persoalan dalam matan dan sjanh itu.
Kemudian ada pula jang meringkaskan ketiga matjam kitab ini kedalam bentuk gubahan jalng sangat sederhana, jang dapat dipergunakan untuk pengadjiian-pengadjian jang tidaik mendalam, bernama
muchtasar, jang berarit keringkasan. Semua benltuk kitab tersebut
terbahagi dallam dua bahagian, bahagian ibadat dan bahagian mu'amalat. Demikianlah gambaran 'kitab-kitab fiqh dalam bahasa Arab
sebagai peninggalan dari pada ulalma-uilama fiqh dizaman jang lampau itu. Kadang-kadang ketiga matjam jang pertama itu dikumpulkan dalam sebuah kitab, dilüengah dan dipinggir, sehingga kitab itu
merupakan djilid-djilid jamg tebal, jang terlepas kuras-kurasnja,
untuk memudahkan ,baik guru maupun' murid, mempergumalkannja
dallam pengadjiannja, jang biasanja dilakukan dalam mesdjid langgar atau tempat-tempat jang terluangi dalam rumah guru.
Kupasan persoalan dalam kitab-kitab fiqh sebagaimana jang
kita sebutkan diatas biasanja manunut adjaran satu mialzhab sadja,
dalam mazhab Hanafi, Sjafi'i, Maliki dan Hambali. Hal ini 'dapat
kita ketahui pada lembar permulkaan kitab itu, dimana ditulis nama
kitab tersebut dengan pengarangnja dan mazbjabnja. Djika ada ke
perkiian untuk menjebult pendapat mazhab jang lain, maka hal itu
diberitahukan biasanja daterai hasjijah, bukan dalam matan dan
sjanh.
Berlainan sekali dengan, kitab-kitab fiqh jang ditulis orang
pada waktu terachir, jang dapat kiltla namakan fiqh atas dasar perbandingan mazhab, misalnja jalng disusun oleh Abdur Rahman AlDjiazzairi, jamg bernama "Kitabul Fiqh ateü Mazahibill Araba'ah,
jang terdiri atas empat djilid besar. Kitab ini mengenai isinja terdiri atas matan fiqh, jang dapat diterima oleh semua mazhab, kemudian dibawah tiap-tiap matan itu diberi pandangan-pandangan dan
pendirian masing-masing mazhab, Iterutama Hanafi, Maliki Sjafi'i
dan Hambali, itupun kalau ada perbeidalaln jang sangat tertondjol
dalam persoalan fiqh jang sedang dikupas itu.
Pada waktu jang terachir ini, dalam masa ummat Islam dan
ulamanja sudah sadar hendak mengembalikan persoalan-persoalan
fiqh ini terutama kepada Q u r a n dan Sunnah, tidak hanja dilukiskan
sebagai pendirian mazhab semata-mata, sudah kelihatan pula
aliran baru mengenai tjara mengupas fiqh. Diantara lain kita 'liha't
dengan keluarga "Hiqhus Sunnah", karangan Sajjid Sabiq, y'lang
terdiri atas beberapa djilid ketjil, dimana persoalan fiqh jang diuraikan dengan hadis-hadis dan atsar 'jang bersangkut dengan persoalan-persoalan fiq hijang sedang dikupas itu.
201'
_ Pada waktu jang paling terachir ini saja bertemu pula dengan
kHüab-kitalb fiqh jang modern, jang han|ja mengupas sesuatu persoalan saidja dengan memiperlihatfcan perobahan-perobaham zaman
sekarang dan fceperluannjia, misalnja karangan Ali Ali Mansur
jang bernama "Asj-Sjari'atul Islamijah wal qanunud duwalil'am''
jang diterbitkan oleh madjelis tertinggi untuk Perkara-Perkara Islam, jang didirikan oleh Republik Persatuan Arab. Dalam kitab ini
ibahas hukum-hukum fiqh jang ada hubungannja dengan hukum
antara negara dan initeirgentiel recht mengenai perdagangan, politik, sosial, peperangan, hak warisan dsb.
202
XXXV.
POKOK-POKOK MU'AMALAT.
Disana sini sudah kita singgung bahwa kebanjakan kitab fiqh
terbagi atas dua bahagian, bahagian jang pertama mengenai ibadat,
dan jang terpenting dibi'tjaralkan dalam ibadat ini jalah jang dinamakan rukun Islam, jaitu sjahadat, shalat, puasa, zakat dan had j i,
dengan kupasan setjara lebar pandjang. Djuga sudah didjelaskan
bahwa bahagian jang kedua dari pada kitab-kitab fiqh itu terutama
mengandung persoalan mu'amalalt, jaitu membitjarakan persoalanpersoalan jang ada hubungan antara manusia dengan manusia.
Dalam bahagian ini kfilta ingin menjinggung beberapa perkara
jang bersangkut paut dengan mu'amalalt itu lebih luas sehingga
orang mendapat gambaran, bahwa Islam itu bukan, hanja memperbaiki hubungan antara manusia dan Tuhannja sadja, seperti dalam
agama Masehi, tetapi djuga segala matjam perhubungan antara
manusia dengan manusia dalam segala bidang hidupnja, termasuk
urusan pemerintahan negara, urusan ekonomi dan masjarakat,
urusan perang dan damai, dll.
Dalam bahagian mu'amalat ini uraian tantang fiqh dimulai
dengan pendjelasan tentang apa jang dinamakan hailal dan apa jang
dinamakan haram, mengenai perburuan binatang, mengenai menggunakan sumpah dalam sesuatu perkara, mengenai nazar dam tljara
melepaskannya, mengenai hukum djual-beli, dengan segala sjarat dan
rukunnja, akadnja, mengenai riba, jang pada waktu achir ini merupakan persoalan sangat penting bagi kemiadjuan Islam, karena
agama-agama lain dengan menggunakan bank4>anknja dapat mendirikan kelenteng dam geredjanja dimana-mana, sedang uimmat Islam
belum persoalkan, apakah interest baink itu termasuk riba atau tidak,
Selain dari pada iltlu termasuk djuga dalam persoalan djual-beli,
ma'asal salam, jaitu d jual beli benda jang ketika itu tidak hadir,
hanja dengan menjebutkan sifat-sifaitnja, perkara-raham, jaitu urusan
utang, jang dipindjam dengan djamiman sesuatu benda, qarudh,
tukar-menukar barang, hadj'ar, kekuasaan ipemerintahan mentjabut
haik seseorang atas hairta bendanja untuk dipelihana dan diawasi,
karena misalnja sebab gila, boros dll. hukum sjarikah, tjara be'kerdja sama dalam dagang dengan segala jang bertali dengan itu mengenai permodalan dan pembahagiam laba dan rugi, idjanah, jaitu
perkara sewaimenjewa dan perkara gad j i mengadji buruh, wifcalah
segala sesuatu jang bertali dengan sjarat-sjarait sah pemberian sesuatu surat kekuasaan, baik dällam urusan perkawinan, djualbel; dll.
Kita dapati djuga dalam mu'amalat ini peroalan dan hukumhukum ibertjotjok tanam, pengairan ipemeliharaan binatang, sewamenjewa dan pindijam-memindjam, jang diuraikan setjara pandjang
203
lébar dengan segala hikmah, sjarat dan rukunnja. Selandjutnja kita
batja urusan hiWailah, tulkar menulkar dlalam arti kewadjiban berutang dipindahkan kepada orang lain, jang hampir sama dengan
giro atau chaqe, simain, urusan djamin-mendjamin, wadi'ah, urusan
pertjiimpanan, 'arijalh, pind|jam-memindjam barang jang akan dikembalikan sebagaimana barang itu seperti buiku dll., hibah, pemberian sesuatu benda kepada orang lain, jang tidak boleh diminta
kembali dengan sjarat-sjarat dan rukunnja, wasiah, mewasiatkan
dari harta benda kita kepada orang lain untuk did jadikan milifcnja,
apabila 'kita mati. Adapun wasiat ini ditetapkan tidak boleh melebihi 'dari pada sepertiga harta benda fcepunjaan, dan hal inipun
harus mendapat izin dar', ahli waris. Ada ditjeriterakan orang dalam sedjarah, bahwa Nabi Muhammad selalu mengadakan kulliah
subuh sesudah sembabjamg subuh, 'jang selalu banjak dihadiri oleh
sahabat-sahabat untuk mendengar wahju-wahju jang akan disampaikan Nabi, 'jang biasanja [turun pada malam hari kepadanja. Pada
suatu kali tidak ha|dir dalam kulliah subuh itu Sahabat Abu Thalhah,
tetapi ia mendengar dari orang lain, bahwa Nabi pada subuh jang
tidak dihadirinja, imenljampaikan sebuah ajjlat Qur'an jang penting :
"Kamu tidak afcaira mendapat kebadjikan, sehingga engkau mengurniai kepada orang lain, sesuatu jang kamu tjintai." Abu Thalhah
adalah seorang sahabat jang telah banjak berkorban untuk Islam
dari pada harta bendanja jang berlimpah-limpah- Mendengar ajat
itu ia belum merasa puas, karena memang maisih ada sebuah kebon
'kurma jamg sangat baik, (jang tengah-tengahntja terdapat sebuah
sumur jang hening airnjja dam sedap sekali unlftuk diminum, banjak
untungnja kalau diidjualkan. Lalu ia lari menemui Nabi untuk mentjeriterakam tentang kebon jamg d'itj'ilntainja itu, satu-satunja harta
bendanja jang tinggal1 sesudah Abu Thalhah mengorbankan seluruh
harta bendanja untuk Islam. Nabi terharu 'dan pada waktu itu diadakanlah peraturan pertigaan hibah itu, seraja katanja kepada
Abu Thalhah : "Wahai Abu Thalhah ! Amalmu sudah terlalu banjak. Engkau tidak memikirkan akan nasib keluargamu, apabila
engkau kelak 'meninggal dunia. Apakah engkau senang, bahwa eng
kau sendiri masuk surga dengan semua amalanmu jang berupa har
ta benda hibah daln sedekah itu, sedang kemudian keluargamu hidup miskin dan mengemis ke sana-sini?"
Lain 'dari pada itu dalam mu'amalat ini dibit j arakan djuga haq
sjuff'ah, jaitu haik dari seorang sekutu dalam perdagangan, altau
dalam perserikatan memiliki tanah. Terutama dalam persoalan terachir hak ini digunakan, bahwa djika seorang sekutu mendjual tanah itu, ia harus menawarkan pend|jiualannja itu lebih dahulu kepada temainnja. Dengan penuh chitmat kita batja dalam bahagian
mu'amalat fiqh itu djuga peraturan-peraturan waqaf jang sangat
diandjurkan, bagi orang-orang jang mempunjai kekajaannja untuk
memberikan sesuatu, berupa rumah atau tanah, air dsb. untuk kepentingan masjarafcalt umum, jang dinamakan waqaf. Waqaf itu
tidak boleh diambil oleh keluarga (jang berwaqaf, hanja digunakan
204
untuk tudjuan jang ditentukan pädia niat pertama melakukan waqaf
itu. Jang berwaqaf hanja berhak membentuk suatu panitia, nazir
namianja, jang akan mengawasi dan mendjalankan tudjuan waqaf
itu sebaik-baifcnjaSebenarnja 'banjak urusan lain jang mengenai masyarakat dimasukkan orang persoalannja kedalam bahagian mu'amalat ini, seperti djihad, jaitu fcewadjiban berperang dallam Islam, tidak untuk
mendjadjah, tetapi untuk mentijapai tudjuan tiga perkara, jaitu 1.
mempentahankan tanah air, termasuk mempertahankan diri dan
keluarga, mempertahankan harta benda, dll., 2. mempertahankan
kesutjian agama Islam atau agama lain dengan lain perkataan mcm
pertahankan kemerdekaan beragama, dan 3. membasmi permusuhan
dan kezaliman. Untuk tiga perkaira ini ummat Islam diperintahkan
mengangkat sendjata, berperang dan berdjuang.
Ada kitab fiqh jang mempunjai bahagian mu'amalat mengenai
urusan perkawinan, urusan keturunan, urusan Warisan, urusan jang
lain-lain. Tetapi kitab-kitab fiqh jang modern sekarang ini, mengumpulkan semua persoalan ini dalam satu djilid tertentu, jang dinaimlakan Ahwalusj Sjachsijah, dimana dibifcjaralkan sdtjara pandjang
lebar urusan perkawinan, misalnja wanita jang boleh dikawini dan
jang tidak boleh dikawini, sjaralt dan rukun nikah, perkara wali,
perkara mahar atau maskawin, perkara nafkah, perkara talaq, perkara rudju', penkaira chulu", perkara fasah, petfkara talik-talak, perkara ila', perkara zhihar perkana lian, perkara walimah, selandjutnja
perkara faraidh atau membagi harta benda, perkata baitul mal, badan jang mengurus kepentingan sosial kaum muslimin, perkara kedjahatan dan hukummlja, baik jang mengenai hukuman djiwa atau
anggota, baik jang mengenai kedjahatan hak milik, atau kedjahatan
mengenai agama atau fcejakinan.
Selandjutnja dibitjarakan perkara djihad, perkara akikah, chitan dll. Saja andjurkan bagi mereka jang ingin mempeladjari pokokpokok Islam membatja buku "Serba-serbi tentang Islam", Medan,
1959, karangan Mr- O.K. Rahmat, Dosen Sedjarah Islam dan Islamologi pada Kursus B-I Sedjarah Negeri di Medan, jang saja anggap ringkas dan djelais didalam kitab itu dikupas segala sesuatu me
ngenai Islam dalam segala bidangnja menurut paham dan tjara berfikir Ahlus Sunnah wal Djama'ah.
Sebagaimana jang saja katakan perkara-perkara jang bersang
kut kekeluargaan pada waktu jang achir ini sudah didjadilkan satu
kitab tersendiri, jang diberi bennama Al-Ahmalusj Sjachsijah, artinja segala penkaira jang bertali dengan kepribadian, sebagaimana
jang pernah ditulis oleh Abdurrachman Al-Djaziri dalam kitahnja
"Al-Fiqh alal Mazahibil Arba'ah".
Pada waktu saja menulis karangan ini saja menerima sebuah
sebuah kitab baru jang bernama "At-Tasjri'ul Djana'il Islami"
(Cairo, 1963), dua djilid besar, karangan pedjoang Islam jang terkenal Abdul Kadir 'Audah. Dalam kitab ini dibahas dengan lengkap
205
segala hukum-hukum pidana dalam Islam dalam perbandingan dengan hukum-hukum pidana Barat.
Begitu djuga pernah saja lihat beberapa buah kitab-kitab jang
tebal-tebal, terachir diterbitkan dan dipakai untuk perguruan-perguruan tinggi d i Mesir, mengenai persoalan-persoalan ümu fiqh,
jang telah dipisahkan pembitjaraannja dari pada susunan lama, men
dj adi kitab-kitab jang tersendiri, modern dalam b a h
i bentuknja dan dalam tjara berfikir pengarang^pengarangnja. S u: mem
punjai harapan, bahwa masa jang akan datang akan membukakan
suatu kesempatan bagi ummat Islam kembali dalam kemadjuan mem
bahas ilmiah untuk Islam, sebagaimana terdjadi dalam masa Abbasijah. Dan ketika itulah kita berbangga diri akan berkata sekali
lagi sesudah masa keemasan lampau, bahwa fiqh kita tidak djumud,
tetapi mengikuti keperluan zaman.
206
XXXVI.
MUNAKAHAT.
Perkataan Munakahad terambil dari kata nikah, jang artinja
perkawinan. Mumafcahat dalam ilmu fiqh atjap kali digunakan untuk pendjelasan segala sesuatu jang bersangkut paut dengan perkawinan.
Dalam masai djahilijah Arab mempunjai bermatjam-matjam tjara
perkawinan jang aneh dan tidak sesuai dengan masjarakat jang sopan, seperti boleh kawin dengan bekas ibu tiri, kawin m u t a h , jaitu
perkawinan jang dilakukan untuk waktu jang tertentu dengan tidak usah tjerai dan tidak usah memakai wali, dll- Islam datang dengan peraturan baru tentang kehidupan rumah tangga. Dalam AlQur'an, terutama dalam surat An-Nisa', kita dapati peraturan-peraturan mengenai nikah dalam Islam itu, jang kemudian lebih diperdjelas dengan sunnah dan idjtilhad, jang lalu mendjadi bahagian
dari pada hukum fiqh.
Dalam munakahad disebutkan wanita-wanita jang tidak dibolehkan menikahinja, misalnja karena pertalian sanak (nasab), seperti ibu, ibu dari ibu, dari ajah d'st., anak, anak dari anak dst.,
saudara kandung, saudara seajah, saudara seibu, saudara ajah dist.,
saudara ibu, anak Saudara, karena pertalian susu (ridha'ah), disebabkan persemadaan (musaharh), seperti ibu tiri dat., anak tiri dst.
mertua dst., menantu dst., dll- Begitu djuga dalam munakahad ini
dibitjarakan segala sesuatu jang berkenaan dengan mereka jang
berhak menikahkan (wali), mengenai aqad, utjapan, penjerahan
(idjab), utjapan penerimaan (qabul), mengenai mahar atau maskawin, mengenai saksi, dll. Dalam kitab fiqh bahagian munakahad ini
didjelaskan pandjang lebair, masing-masing menurut pendapat mazhabmja, mengenai wali mudjebir, wali nasab, wali hakim, wali tahkim, mengena mahar waktu aqad nikah, mahar misal, mengenai nafalkah, seperti makan, pakaian, tempat tinggal, dll.
Uraian mengenai pertjeraian djuga dibahas setjara pandjang
lebar, mengenai talak tegas (sarih, ba'in), talak sindirin (kinajah),
karena ada hubungannja dengan rudju' dan idah. Tetapi selain
dari pada itu ada pula pertjeraian jang dilakukan dengan chulu'
jaitu menebais talak jang merupakan hak isteri, f asah, jang merupakan pentjeraian jang ditetapkan oleh hakim dengan pengaduan isteri,
karena berbagai sebab, misalnja djika suami tidaik menunaikan kewadjibainnja, memberikan nafkah lahir dan bathin kepada isterinja.
Talak dapat dkiltjjapfcan pada waktu nikah (ta'liq), sebagai sumpah
(i'la) karena menjamafcan isterinja dengan mereka jang tidak boleh
dinikahi (zihar), karena menuduh isterinja berzina (li'an), dll.
Kedalam bab nikah ini dimasukkan djuga persoalan mengada-
207
kan selamatan kawin (walimah), penentuan pembahagian harta pusaka (faraidh), jang masing-masing mazhab mempunjai perbedaan
sendiri-sendiri. Tjonltoh-tjontoh jang ringikas dan tegas dapalt dibiar
tja dalam kitab "Serbaiserbi tentang Islam" karangan Mr. O K .
Rahmat, Medan, jang saja anggap sangat baik dipeladjari sebagai
keringkasan segala perkara mengenai urusan Islam.
Uraian jang lebih pandjang lagi dibitjarakan oleh Dr. Th. W .
Juynboll, maha guru pada universitas di Utrecht, mengenai munakahad menurut mazhab Sjafi'i, dalam Ikitabnja "Handl. t.d. De Moh
W e t " (Leiden, 1930), suatu keringkalsan jang lengkap mengenai
urusan perkawinan dalam Islam, dengan segala peraturan-peraturan
pemerintah dan keadaan peradilan-peradilan. Djika peraturan ini
disambung dengan peraturaniperaturan jang dipenbualt oleh Kementerian Agama R.I., malka orang sudah mengetahui banjak tentang
seluk beluk urusan perkawinan dalam Islam dan urusan warisan
jang berdjjalain di Indonesia (munakahat dan wirasat).
208
XXXVII.
H U K U M DJINAJAT.
Hukum pidana dinamakan Uqubat.
Hukum pidana dalam masa sebelum Islam terlalu kedjam. Seorang jang menuduh orang lain dengan tidak beralasan, dipotong
lidahnja. Seorang jang berbualt) dosa biasa, dipotong tangannja, sedang disamping itu dibawah 'bertanggung djawab keluarga orang
jang berdosa itu. Dengan demikian kekedjaman ini menanam dendam antara satu suku dengan suku Arab jang lata.
Jang mendg'iadikan kezaliman itu ialah karena undang-undang
belum ada. Jang merupakan hakim ialah tiap-tiap kepala suku sendiri, jang mtenangkap kalhin, ahli tentang, jang dianggap oleh anggota sukunja satu-satu orang jang berhak memutuskan perkara.
Keadilan hanja berarti untuk sukunja, sedang untuk orang lain
tidaik didapati keadilan jang sebenarnja. Keadaan ini terdjadi disekitar Mekkah. Di Medinah dimana fcebanjakan orang berperkara
kepada ikahin jang biasanja terdiri dari orang-orang Jahudi, jang
kebanjalkanmja mengambil hukum dari Taurat dan TafsinnjaDiantarakahin-kahin jang terkenal dalam sedjarah hukum
masa djahilijah ialah Sathin Az-Zi'bi, Afctsam Ilbnu Shaifi, dan
Amir Ibnuzh Zharib.
Kemudian terdapat kemadjuan dalam perkembangan hukum
jaitu perkara-perkara besar dari pada suku-suku Arab itu diserahkan dan diputuskan oleh hakim-hakim di Mekkah, untuk menghin
darkan kezaliman-kezaliman dari pada suku-suku Arab jang banjak
itu.
Semua keadaan berubah sama sekali pada waktu Islam datang
dan disiarkan oleh Nabi Muhammad. Qur'an melarang memakai hukum lain selain dari pada hukum Tuhan dalam Al-Qur'an. Dalam
Surat Al-Maidah, ajat 50, larangan itu didjelasikan dengan firman:
"Apakah hukum Djahilijah djuga mereka kehendaki? Hukum manakah jang lebih baik dari hukum Allah bagi orang-orang jang jakin
(akan keaidilan)". Dalam firman jang lain Tuhan benkata : "Tidak
demi Allah ! Mereka tidak dianggap beriman, sehingga mereka mengangkat engkau mendjadi Hakim, untuk menjelesaikan persoalan
jang timbul diantara mereka, dan mereka tidaik berkeberatan menerima putusanmu itu, mereka putus dengan sebenar-benarnja" (Surat An-Nisa, ajat 65).
Agama Islam adalah agama demokrasi, agama untuk keadilan
dan persamaan. Agama Islam tidak akain memberikan ada perbedaan dalam hukum, terutalma Hukum Pidana antara satu Qabilah
dengan Qabilah jamg lain, antara orang kaja dan miskin, antara
209
bangsawan dan rakjat djelata, antara laki-laki dan perempuan semuanja sama kedudukannja dihadapan Allah. Tetapi sdkali Prof.
Ahmad Sjalaby menerangkan (fentang hukum Islam d'adam kitab
nja Pembinaan Hukum Islam" (Djakarta, 1961) diantara lain demikian :
"Hukum dapat dianggap bersifat demokrasi dan istimewa apa
bila memenuhi segalai sifat keumuman, baik mengenai isi sebenarnia
maupun pelaksanaannja- Jakin hendaknya sumber hukum itu bersifat
umum. 1 idajk ada golongan berupa bangsa ataupun keturunan tertentu ,ang dichususkan dan diberi hak serta kekuasaan penuh supaja (bertugas membentuk hukum untuk manusia. Dam pembentukan
hukum jang demokratis itu hendalknja bersifat umum jakni mengenai! semua orang, tidak ada perbedaan antara bangsa dan banqsa, antara warna dam warna, antara golongan dan golongan.
Hukum Islam adalah demikian itu tjoraknja karena sumbernja bersifat umum dan pelaksanaannja bersifat umum. Sumbernia
ada-lah Al-Quran dan Hadis, dan talk ada satu golongan, tertentu
jang berhak sendiri memahami Al-Qur'an dan Hadis serta melakukan idjtihad untulk soal-soal jang tidak didapati nasnja dalam kedua
sumber #u. Bahkan tiap-tiap oraing Islam memiliki pengetahuan, jang
memungkinlkannja menitjapai tingkat idjtihad, berhak melakukan
id'jti'had utu.
Begitupun hukum-hukum Islam bersifat umum pelaksanaannja
r 3 , 9 1 ^ ! ^ ; 0 ^ , o r a n 9 - T i d d k P e r d u»' ia orang besar atau orang ketjil. lidak peduli hartawan atau miskin.
Nabi pun pernah berkata : "Barang siapa jang pernah aku
tjamibuk pumggnngnja, maka inilaih ounggungiku, membalas siapa
j-ang angin membalas. Barang siapa jang pernah aku tjertja maka
milah aku bersedia menerima pembalasan- Dan barangsiapa jang
pernah aku ambil hartanja maka inilah hartaku untuk penggantinja"
Kata seorang sahabat: "KefMka aku bermohon kepada Nabi
agar sudi mengampuni dosa fitnah Al-Machzumijah. maka Nabi
berkatalah : Inilah jang membinasakan orang-orang dulu
Kalau
seorang bangsawan jang mentjuri dibiarlkannja. Dan kalau orang
miskin mentjuri dikenakan hukuman".
Ketika Umar Ibnu Chaittab menjamakan antara Djabalah Ibnul
Aitham, seorang radja dari suku Ghassan, dengan seorang biasa
dan 'kaum muslimin serltia memerintahkan dikenakan hukuman pembalasan jang sama (qawad), radja itu berkata : "Apakah Tuhan
mau menjamaratalkan antara saja, sebagai seorang radja denqan
seorang dari rakjat djelata?".
D jawab U m a r : "Islam telah menyamaratakan kamu berdua"
(hal. 123 - 124).
Memang pokok jang terpentang hukum Islam adalah Q u r a n .
Hukum-hukum jang tersebut dalam Al-Qur'an itu kebanjakainnja
menenffiukan batas penghabisan (had hudud). Sepintas lalu kita
melihat, bahwa hukum-hukum itu terlalu keras dan kedjam, seperti
hukum bunuh (qisas) buat orang jang sudah membunuh orang lain,
210
hukum potong tangan bagi orang jang mentjuri. Hukum-hukum ini
tidak dilakukan demikian sadja, dengan tidak memperhatikan penafskannja dalam hadis, idjjraia' dan pemeriksaan suasana jang
tel»
Djelas Tuhan berkata dalam Al-Qur'an misalnja tentang pentjuri : "Pentjuri lalki-laki dan perempuan, hendaklah kamu potong
tangan keduanja sebagai balasan bagi penbuatannja dan sebagai
siksaan Allah kepadanja ( Q u r a n , AHMa'idah, ajat 38).
Meskipun hukum ini sudah djelas, tetapi tidak dapat didjalankan begitu sadu'a, sebelum dibahas dan diperiksa. Ada perkara-perkara jang harus diselidiki lebih dahulu, misalnja salksi, bukti barang
tjuriain, apakah barang jang ditjuri itu kurang dari satu nisab, apakah barang jang dtjur tu ada sangkut paut dengan harta kepunjaamnja, apakah ia menitjuri itu terpaksa atau dipaksakan, dan lainlain pemeriksaan jang harus dilakukan dengan sangat teliti dan
seksama. Jang demikian itu ialah karena hukum-hukum dalam Qur'an itu kebatnyalkannja bersifat mutlalk.
Tepat sekali Prof. Dr. Ahmad Sjalaby menerangkan sebagai
pendapataja, bahwa tak boleh kita mengambil sesuatu hukum dari
ajat tersebut semata-malfla, tanpa memperhatikan hadist-hadist jang
diriwajaitkan sekitar masailah itu, dan tanpa memperhatikan fatwa
para ulama kaum muslimin.
Kalau tidak, tenitiu kita akan memotong tangan pentjuri, (kendatipun ia mentjuri sedjumlah jang lebih ketjil dari djumlah jang
ditetapkan. Kita alkan memotong tangan pentjuri jang masih disangsikan kesalahannja.
Namun demikian, hal ini tidak menghalangi Al-Qur'an menempati tempat jang perama, Hadis menempati tempat Ikedua. Disusul
oleh Idjtihad, karena Al-Qur'an mempunjai sifat jang istimewa,
jalkni sanggup memahami soal-soal jang tak sanggkup difahami oleh
akal manusia. Dan karena Al-Qur'an itu diriwajatkan setjara mutawatir, sehingga sedikitpuin talk disangsikan kebenarannja.
Sebagai hakim Nabi Muhammad selalu memilih jang paling
ringan hukumnja, djika kepadanja dihadapkan, dua perkara jang
seimbang dosanja.
Keadaan-keadaan jang seperti ini kemudian disalurkan oleh
ulama fiqh dalam semalhjam ilmu jang mereka namakan "Usul
Fiqh", jang memuatkan garis-garis besar dalam mengadakan sesuatu pemeriksaan hukum, misalnja istilah "kesukaran membawa
keringan", "keadaan terpaksa dapat mempergunakan barang^ jang
terlarang", "adat kebiasaan dapat disamakan dengan sjarat" dan
"tidaklah diingkari berubahmja hukum lantaran berubahmja zaman".
Lihat Prof. Dr. Ahmad Sjalaby, "Pembinaan Hukum Islam" (Pen.
Djajamurni, Djakarta, 1961).
Atas dasar itu terdirilah hukum-hukum mu'amalat, urusan hubungan antara manusia dengan manusia, muaakahat, urusan jang
bersangkut paut dengan perkawinan dan akibat-akibatnja, dan
211
urusan djiniajat, segala urusan jang bertali dengan kedjahaltan atau
pidana.
Perbuatan-perbuatan jang termasuk hukum djinajat ini diantara lain adalah ikedjjiahatam-kedjahatan mengenai perampasan
djiwa atau anggota badan seseorang, merampok, mentjuri hak milik orang lain, melakukan perzinaan atau menuduh seseorang melakukan zina dengan tidak ada bukti jang tjukup, kedjahatan terhadap agama, seperti kufur, murtad, dan Ikedjahatan-kedjahatan dosa
besar lainnja, seperti minum chamar, dll.
Dalam ilmu fiqh dibitjarakan pandjang lebar tentang djinajat
itu. Tentang merampas djiwa atau merusakkan anggota tubuh
orang lain, ibiasanja dibagi atas tiga bahagian, pertama 'Amdan
(dengan sengadja)- Djilka perbuatan jang disengadja ini berlaku
dengan akibat sebagaimana, direntljanakam, jang terdakwa tidak akan
keluar dari pada hukum qishash, atas tuntutan walinja dapat dihukum mati, Dijat, hukuman diganti dengan denda atau ganti kerugian, jang wadjib dihajar oleh terdakwa atas pernjataan jang bersangkutan atau walimja, Ta'zir, jaitu hukuman badan jang didjatuh
kan oléh hakim, karena walinja tidak menuntut jang laini, dan Afwain, bebais dari hukum kalau wali dan hakim berpendapat demikian.
Kedua Sjibhu 'Amdirn (menyerupai sengadja), dikatakan demikian kai.au sesuatu kedjahatan jang dilakukan sengadja, tetapi
akil-ainja dengan tidak sengadja melampaui batas jang tidak diharapkan. Hukumnya dijat.
Ketiga Ohata' (tersalah), jaitu suatu perbuatan jang sama sekali tidak disengadja. Hukuman jattig dapat didjatuhkan adalah
dijat.
Selandjutmja mengenai kedjahatan mentjuri atau merampok
hak milik orang lain, dapat diterangkan, bahwa seseorang jang
mentjuri sekurangnkurangmja sampai batas seperempat dinar, maka orang jang mentjuri itu dipotong ttanganinja. Djika tidak sampai
sedjumiah tersebut pentjuri itu didjatuhlkan hukuman ta'zir. Perampok jang merampas harta dam membunuh, dihukum bunuh. Djika
ia hanja merampok, dan tidak membunuh hukumnja ialah dipotong
sebelah tangan dan sdbeiah kakinja, djilka perampokan ini diatas
seperempat dinar. Pentjegatan ditengah djalan dengan tidak mengambil harta dan membunuh, hukumnja ta'zir, jaitu hukuman siksa,
jang berlaitnja tidak ditentukan, tetapi diserahkan kepada pertimbangan agung.
Mengenai zina kita dapati hukum demikian- Seorang jang pernah kawin dengan sah (mubshin) melakukan perzinaan, didjatuhi
hukuman mati dengan radjam, jaitu dilempari dengan batu sampai
mati. Djika ia tidak muhshin dihukum tjambuk dengan rotlain seratus kali. Perbuatan liwath (homo sexuel) sama hukumnja dengan
perzinaan. Orang jang bertsetubuh idengan hewan hulkumnja ialah
ta'zir.
212
Kedjahatan-kedljahatain jang bertali dengan agama adalah diantara lain : Menijembah berhala dengan kehendak sendiri, tidak
dengan paksaan, menghina sesuatu jang dimuliakan oleh agama
Islam» misalnja menghina Tuhan, menghina Rasul, mengakui de
ngan feann'ja, bahwa ia keluar dari agama Islam, menghalalkan jang
diharamlkan Tuhan dan mengharamkan apa jang dihalalkannja, bersumpah dengan nama lain Allah, sengadja untuk memuliakan sesuatu selain Allah, dill.
Hukuman jang didjatuhkan, atas orang jang murtad itu pada
permulaannja istitab, menjuruh ia tobat, tetapi sesudah tiga kali.
masih ia dalam keadaan biasa, hukuman dapat diubah mendjadi
ta'zir atau hukuman mati. Harta bendanja dirampas oldh pemerintah.
Batja lebih landjut keterangan tentang ini dalam M r . O.K.
Rahmat, "Serba-serbi tenteng Islam" (Medan, 1959), dari mana
keterangan diatas ini saja petikLebih landjut dapat diterangkan, bahwa orang dapat membatja filsafat pidana Islam ini dalam kitab, karangan A. Hanafi M.A.
"Asas-Asas Hukum Pidana Islam" (Djakarta, 1967), dimana didje
laskan beberapa pikiran baru dari seorang pengarang Islam terkenal
alm. Abdulkadir 'Audah dengan kitabnja jang terkenal "At-Tasiri'al
Djina'il Islami", jang terdiri atas tiga djilid besar.
Dari karangan Sdr. A. Hanafi M-A., tersebut diatas, saja petik
beberapa perkara seperti dibawah ini.
Larangan-larangan sjara' dinamakan djarimah jang diantjain
dengan hukuman menurut tingkatnja. Ulaima-ulama lebih sering
menggunakan kata djarimah itu dari djinajah, jang sebenarnja berarti akibat perbuatan seorang jang sudah melewat batas-batas jang
dibolehkan dalam agama. Dengan djinajah ini ahli-ahli fiqh memaksudkan sesuatu perbuatan jang dilarang oleh sjara', baik jang mengenai atau merugikan djiwa orang lain, baik jang merusakkan
anggota badanmja, seperti membunuh, memukul, melukai, menggugurkan kandungan, maupun ikedjahatan-kedjahatan pidana jang lain.
Tetapi ada pula ahli-ahli fiqh ijang membatasi pemakaian kata-kata
djarimah itu kepada perkara-perkara jang diantjarn dengan hukuman
hudud dan qisiais sadja.
Djarimah-djarimah dapat berbeda panggolangannja, menurut
perbedaan tjara menindjaunja. (1) Dilihat dari segi berat ringannja
hukum, djarimah dibagi mendjadi tiga jaitu djarimah hudud, djarimah qîsas dijat, dan djarimah ta'zir. (2) Dilihat dari segi niat si
pembuat, djarimah dibagi dua jaitu djarimah sengadja dan djarimah
tidak sengadja. (3) Dilihat dari segi tjara mengerdjakanmja, djarimah dibagi mendjadi djarimah positif dan djarimah negatif. (4)
Dilihat dari segi orang jang mendjadi korban (jang terkena) akibat
perbuatan, djarimah dibagi mendjadi djarimah perseorangan dan
djarimah masjarakat. (5) Dilihat dari segi tabiatnja jang chusus,
djarimah dibagi mendjadi djarimah biasa dan djarimah politik. Un213
tuk djelasnja penggolongan-penggolongan tersebut akan diterangJ
kan berikut ini.
Djarimah hudud ialaH djarimah jang diantjamkan dengan hukuman had, jaitu hukuman jang telah ditentukan matjam dan djumlahnja, dan, jang mendjadi hak Tuhan, dengan lain perkataan hukuman jang dianggap peri
:- kepentingan umum atau masjaraPe
m
r^L
u
^ e h h a r a kelentraman dan keamanan masijarakat, sehingga mendjatuhkam hukuman itu dirasakan manfaatnja
oleh anggota masjarakat tersebut. Kedalam djarimah hudud ini termasuk a o a . bersetubuh dibiar nikah, qadzaf, menuduh orang làïi
berzina, meminum chama,r, minuman jang memabokkan, sjaraq
mentjuri, hirabah membegal, merampok atau mengganggu keamanan umum, murtad, menjatakan keluar dari pada kejakinam bertuhan
bagh'ju, memberontak terhadap pemerintah jang sah
d j a r i m a , h h u d u d toi
K«ir fa
Mak ada pengampunan sama sekali,
baik dan mereka jang menderita korban, maupun dari pada penguasa tertinggi, misalnja kepala negara, Hukuman ini didjalankan
sebagaimana jang sudah ditetapkan dalam hukum Tuhan.
Mengenai djarimah qisas dan dijat, diterangkan, bahwa d.janmah ini adalah akibat perbuatan-perbuatan jang diantjam dengan
hukuman qisas dan dijat itu, sepert! qatJul-amdu, membunuh dengan
sengadja, qatlul sjibhul amdi. membunuh seperti disengadja qathd
chata, membunuh tidak disengadja, djarhul amdu menganiaja dengan sengadja, djarhul chata'. penganiayaan jang tidak disengadja.
Ada djanmah-djarimah qisas, jang dapat diberikan ampunan
oleh orang jang menderita, dan dapaW djuga diganti dengan hukuman oijat, uang damai atau uang ganti kerugian.
Menurut mazhab Sjafi'i, sebagaimana jang tersebut dalam
Dr. T.H. Juynboll Handl. v.d. Moh. W e t (Leiden 1930 ha' 3CP)
jang bertanggung djawab untuk pembunuhan jang disengadja adalah pembunuh sendiri, untuk pembunuhan jang tidak disengadja
dijat atau uang damai atau uang darah, dipikulkan kepada anqqota
keluarganja jang laki-laki-
Kepada djaminan ta'zir dimasukkan riba,, menggelapkan titip
an, memaki-maki orang, main suapan, dll, umumnya segala perbuatan jang salah, jang pantas diberi pengadjaran (at ta'-d.b).
Dalam Islam hukum ini diserahkan kepada hakim Islam hamja
memberikan batas-batas untuk hukuman kedjahatain ini jang ringan
dan jang berat. Ditengah-tengah itu diberi kemerdekaan kepala
halom atau penguasa menentukan hukum jang lajak, bahkan memberi kebebasan aan ampunai dengan melihat kepada keadaan.
Lebih landjut saja persilahkan membaitja Abdul Kadir Audah
dan A. Hanafi M.A., (tentang hukum pidana dalam Islam itu.
214
XXXVIIL
PENUTUP.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa pembitjaraan tentang Ahlus
Sunnah wal Djama'ah dapat ditindjau dari tiga sudut, pertama da,ri
sudut fiqh, kedua dari sudut 'aqidah, dan ketiga dari sudut siasah
Jang sudah saja ikemukakan ini ialah pembahaisian fiqh dalam Ahlus
Sunnah wal Djama'ah. Adapun pembitjaraan tentalng 'aqidah dan
siasah akan saja bahas dalam dj'ilid-djiilid jang berikut.
Lebih penting dari pada pembtjaraan tentang fiqh adalah mengenai 'aqidalh, karena pembitjaraan 'aqidah itu mengenai hampir
seluruh ilmu kalam dengan aliiran-alirannja. Dari pada perbedaan
perbeadan paham aliran-aliran itu, seperti Sji'ah, Mu'-tazilah, Djaba
rijah. Qadarijah, Chanddjijah dan Murdji'ah, lahirlah 'aqidah Al
Asj'arijah dan Maturidijah, jaitu pendirian kejakinan dalam kalangan Ahli Sunnah wal Djama'ah.
Tidak kurang pentingnja pembitjaraan tentang siasah dalam
kejakinan Ahli Sunnah wal Djama'ah, untuk memahami pendirian
tentang "Ulil Amri" dari pada bermatjam-matjam aliran dalam Islam itu, sangat diperlukan unituk pengertian mengenai pemilihan
presiden, pengangkatan radja-radja dan penetapan hukum dari pada
badan-badan perwakilan dalam negara Islam.
215
216
BAHAN BATJAAN.
AL-QUR'ANUL KARIM.
AL-HADISUSJ SJARIF.
AHMAD AMIN, Zuhrul Islam, Cairo, 1902 II : 37-45.
SOBHI MAHMASSANI, Legal Systems in the Arab States. Past and Present,.
Beirut, 1957.
DR. C. SNOUCK HURGRONJE, Mekka, I dan II.
DR. HASAN IBRAHIM HASAN, An-Nuzumul Islamijah.
SIR THOMAS ARNOLD, The Caliphate.
PROF. TOH A JAHJA OMAR M. A., Ilmiu Da'wah. Djakarta 1967.
DJALALUDDIN AS-SUJUTHI, Al-Iklilfi Instinbathit Tanzil, 1373 H.
THOMAS CARLYLE, Heroes and Hero-Worship- 1840.
AL-DJILI, Al-Insan Al-Kamil, Mesir- 1906.
C. BROCKELMANN, Geschichte der Arabischen Literatur (Eimar und Berlin,~f898Tl909).
E. NICHOLSON, A Literary History of the Arabs, Londen- 1907.
H A R . GIBB. A Sketch of Arabic Literature, Londen, 1925.
- THANTHAWI DJAUHARI, Al-Qur'an wal 'Ulumul 'Ashrijah.
FARID DADJDI, Al-Islam fi ashril 'ilm.
DR. G. F. PIJPER, Fragmenta Islamica, Leiden.
IMAM IBNUL DJAZARI, An-Nasar fi Qi'ra'atil 'Asjr.
AL-ISFAHANI, Mufradat.
AL-MAWARDI, Amtsalul Qur'an.
H. MOENAWAR CHALIL. Kembali kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Djakarta. 1956. hal. 194-204.
DR. MUSTHAFA AS-SIBAI', As-Sunnah wa makanatuha fit tasjri'il Islami,
Cairo, 1961.
IMAM MUSLIM, Muqaddinah ShahihABDUL AZIZ AL-CHULI, Miftahus Sunnah, Mesir, 1928.
GOLDZIHER, Miuh.Stud- II.
AL-BAGHAWI, Miftah as-Sunnah.
WALIJUDDIN AT-TIBRIZI, Masjikat al-Masabih.
O. HOUDAS DAN W- MARGAIS, Les traditions Islamiques de l'Arabe,
Paris, 1903-1914.
A.N. MATHEWS, Miftahul Masabih, or a collection of the most' authentic
tradions regarding the actions and saying of Muhammad, Calcutta,
1909 -1910.
PROF. A.J. WESINCK, Concordanche et Indices de la Traditions Musulman
(Al-Miu'djamul Mufahras, Leiden, 1936.
DR- NURI DJA'FAR, As-Shira' bainal Umawijah wa Mabadil Islam, Bagdad, 1956.
217
ABU NATN AL-ASHBAHANI, Hiiijatul Aulia Mesir 1932.
SAMARQANDI, Tanbihul Ghafilin, 1339 H '
MUHAMMAD ALI ABDUL HAMID, As-Sa'adah fi hubbis Sahabah Kudus
(Wellevreden).
IBN QAJJIM AL-DJAUZUAH, riamu! Muwaqqi'in, Damascus.
AL-CHUDHARI, Tarichut Tasjri'.
I- GOLDZIHER, Die Zahir Zahiriten Lehrsystem und ihre Geschishte
Leipzig. 1884.
AL-MAKKI, Manaqib Abu Hanifah.
AHMAD AMIN, Dhuhal Islam, Mesir 1952.
DR. SOBHI MAHMASSANI, Filsafatut Tasjri' fil Islam, Beirut 1952
ASJ-SJATHIBI, Al-Muwafaqat.
DR. TH. W. JUYNBOL, Handl. t/k de Moh. Wel, volgens. Sjafi'itishe School,
Leiden, 1930.
IBN RUSJD, Dids.jatul Mudjtahid MI Mesir, 1950ABDUR RAHMAN AL-DJAZAIRI, Kitabul Fiqh alal Mazahibil Arba'ah
MV Cairo, 1939.
O.K. RACHMAT Serba Serbi ttg. Islam, Medan, 1959.
PROF. T. M. HASBI ASH-SHIDDIEQY, Hukum Islam,
218
Djakarta, 1962.
TJATATAN
219
TJATATAN
220
TJATATAN
221
TJATATAN
222
TJATATAN
223
Hm
TJATATAN
224
H