BAB II
KONDISI UMUM
2.1. Kondisi Saat Ini
Pembangunan Provinsi Jambi yang telah dilaksanakan selama ini
telah menunjukkan kemajuan di berbagai bidang kehidupan. Bedang-bidang
tersebut meliputi ekonomi, sosial budaya dan kehidupan beragama, ilmu
pengetahuan dan teknologi, sarana dan prasarana, politik, ketentraman dan
ketertiban hukum dan aparatur, pembangunan wilayah dan tata ruang,
pengelolaan sumber daya alam (SDA) serta lingkungan hidup. Disamping
banyak kemajuan yang telah dicapai, masih banyak pula tantangan atau
masalah yang belum sepenuhnya terpecahkan dan masih perlu dilanjutkan
upaya mengatasinya dalam pembangunan Provinsi Jambiu dalam 20 tahun
kedepan.
1. Ekonomi
Selama periode Pembangunan Jangka Panjang Tahap 1 ( PJP 1) Tahun
1969-1993, perekonomian Provinsi Jambi dapat tumbuh rata- rata 7 persen
per tahun. Pertumbuhan yang tinggi tersebut juga dapat meningkatkan
PDRB Perkapita dari Rp. 29.710 pertahun pada tahun 1969 kemudian
meningkat menjadi Rp. 729.390 pada tahun 1990 dan pada tahun 2004
meningkat menjadi Rp. 1.857.000,- berdasarkan harga konstan.
Selang waktu 5 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi
menunjukan kenaikan yang mengembirakan. Pada tahun 1999, pertumbukan
ekonomi Provinsi Jambi hanya sebesar 2,90 persen tetapi tahun 2003 telah
mencapai laju pertumbuhan sebesar 4,47 persen, sedangkan pertumbuhan
ekonomi tahun 2004 sebesar 5,42 persen sehingga rata-rata pertumbuhan
ekonomi selama periode 1999-2004 sebesar 4,72 persen. PDRB Perkapita atas
harga berlaku juga menunjukan peningkatan yang signifikan yaitu dari Rp.
3,39 juta tahun 1999 meningkat menjadi Rp.7,422 juta per tahun 2004 atau
tumbuh rata-rata 13,95 persen per tahun. Kenaikan laju pertumbuhan
ekonomi yang baik tersebut juga dibarengi dengan penurunan tingkat
inflasi. Pada tahun 2000, tingkat inflasi Provinsi Jambi sebesar 8,4 persen,
tahun 2001 dan 2002 tingkat inflasi masing-masing sebesar 10,11 persen dan
12,8 persen, tetapi pada tahun 2003 tingkat inflasi dapat diturunkan menjadi
3,7 persen dan inflasi tahun 2004 sebesar 4,92 persen.
Struktur perekonomian Jambi pada awal Pelita I sangat didominasi
oleh sektor pertanian dengan kontribusi lebih dari 55 persen. Memasuki
tahun 1989, awal Pelita V, peran sektor pertanian mulai menurun hingga 35
persen. Dalam era tahun 1990-an, dominasi sektor pertanian cenderung
menurun. Kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB pada
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
6
tahun 1997 sebesar 26,27 persen. Sebagian besar perannya mulai diambil alih
oleh sektor perdagangan dan sektor industri pengolahan yang meningkat
cukup tajam pada periode tersebut.
Sejak tahun 1998 sektor pertanian kembali memberikan kontribusi
yang meningkat yaitu dari 27,33 persen menjadi 27,65 persen tahun 1999 dan
menjadi 28,15 persen tahun 2002 dan meningkat lagi menjadi 28,29 persen
pada tahun 2004. Hal ini mengindikasikan bahwa setor pertanian masih
merupakan tumpuan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Provinsi
Jambi, dimana sektor pertanian selama ini mampu bertahan dalam
menghadapi krisis ekonomi yang telah melanda Indonesia.
Berdasarkan sektor utama, kontribusi sektor primer juga meningkat
dari 35,75 persen tahun 1999 meningkat menjadi 38,19 persen tahun 2004,
sejak krisis ekonomi kontribusi sektor industri sedikit mengalami penurunan
dari 20,85 persen tahun 1999 menjadi 19,46 persen tahun 2004, kontribusi
sektor utulitas sedikit mengalami kenaikan dari 11,46 persen tahun 1999
meningkat 11,63 persen tahun 2004, sedangkan kontribusi sektor jasa-jasa
mengalami penurunan yang relatif kecil dari 31,94 persen tahun 1999
menjadi 30,71 persen tahun 2004. Keadaan ini menggambarkan pengaruh
krisis ekonomi nasional yang belum pulih juga berpengaruh kepada
perekonomian daerah Jambi.
Peranan industri kecil dalam perekonomian daerah sangat penting
kerena mampu menyerap sebagian besar tenaga kerja sehingga dapat
mewujudkan pemerataan kesempatan berusaha dan pemerataan
pendapatan. Sementara itu industri kecil kenyataannya adalah sangat
heterogen karena meliputi berbagai kegiatan sektor ekonomi, seperti
pertanian, peternakan, perikanan, industri pengolahan, angkutan dan
perdagangan serta jasa.
Perkembangan usaha kecil di Provinsi Jambi selama peride 2000-2004,
mengalami kenaikan dari 13.064 unit di tahun 2002 menjadi 14.942 unit pada
tahun 2003 atau naik 14,38 persen. Tenaga kerja yang terserap juga
meningkat dari 44.257 tenaga kerja menjadi 46.823 tahun 2003 atau
meningkat sebesar 5.8 persen. Walaupun demikian pertumbuhan
penyerapan tenaga kerja tersebut tidak terjadi kenaikan yang berarti dari
angka tenaga kerja tersebut belum cukup tinggi karena selama peride 2000
sampai 2004 tersebut tidak terjadi kenaikan yang berarti dari angka tenaga
kerja per unit usaha, yang relatif konstan atau rata-rata jumlah tenaga kerja
per unit usaha adalah 3 orang. Hal ini juga berkaitan dengan kredit yang
dialokasikan untuk usaha kecil masih relatif kecil yaitu Rp. 15 Milyar melalui
penyediaan dana KUPEM atau sekitar 0,63 % dari total kredit yang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
7
disalurkan dunia perbankan di Jambi pada tahun 2003. Disamping itu
penyaluran kredit yang dilakukan perbankan kurang dibarengi dengan
pendampingan dari instansi yang terkait dan evaluasi yang konstruktif dari
dunia perbankan sendiri.
Perdagangan luar negeri Provinsi Jambi selama periode 1999 – 2004
mengalami tekanan yang sangat berat. Pertumbuhan ekspor hanya 3,10
persen per tahun jauh lebih lambat dari pertumbuhan impor yaitu 11,34
persen per tahun pada periode 1999-2004. Hal ini disebabkan ekspor hasil
industri mengalami penurunan sebesar 2,21 persen per tahun dan non
industri -1.17 persen per tahun, namun sektor migas mengalami peningkatan
yang pesat dengan pertumbuhan yang mencapai 47,36 persen per tahun
pada periode 1999-2004. Penurunan ekspor industri ini disebabkan ekspor
Playwood mengalami penurunan 11,88 persen per tahun dan ekspor pulp &
paper juga mengalami penurunan sebesar 8,57 persen per tahun pada
periode 1999-2004. Sedangkan penurunan ekspor non industri disebabkan
ekspor hasil perkebunan mengalami penurunan sebesar 30,47 persen per
tahun, namun ekspor hasil hutan ikutan mengalami pertumbuhan sebesar
10,97 persen pertahun pada periode 1999 - 2004. Dengan demikian
Pemerintah Daerah harus mulai melakukan terobosan untuk meningkatkan
ekspor nonmigas, karena industri kayu olahan yang selama ini menjadi
primadona ekspor daerah Jambi sudah mulai menurun yang disebabkan
pasokan bahan baku yang semakin langka.
Perkembangan rencana dan realisasi investasi swasta domestik
(PMDN) mengalami pertumbuhan, dimana pertumbuhan realisasi lebih
tinggi dibanding pertumbuhan rencana. Pertumbuhan rata-rata realisasi
mencapai 8,89 persen selama periode 1999-2004, sedangkan pertumbuhan
rencana hanya 3,02 persen. Hal ini menunjukkan Provinsi Jambi cukup
prospektif bagi investor swasta nasional. Demikian juga dengan realisasi
investasi yang mengalami peningkatan dari 22,29 persen tahun 1999
meningkat menjadi 29,42 persen pada tahun 2004. Sebagian besar investasi
PMDN bergerak di sektor perkebunan dan hasil kehutanan. Keadaan ini
mengindikasikan kepercayaan investor swasta nasional untuk berinvestasi
ke Jambi semakin baik, karena Provinsi Jambi merupakan salah satu daerah
yang stabilitas keamanannya cukup baik di Indonesia. Untuk meningkatkan
investasi di Jambi, sejak tahun 2000 Pemerintah Provinsi Jambi telah
berupaya meningkatkan infrastruktur lainnya seperti jaringan listrik, air dan
telepon. Sebagian besar investasi PMDN bergerak di sektor perkebunan dan
hasil kehutanan.
Perkembangan rencana dan realisasi investasi swasta asing (PMA) di
Provinsi Jambi mengalami pertumbuhan. Tingkat pertumbuhan realisasi
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
8
PMA di Provinsi Jambi rata-rata mencapai 51,19 persen, sedangkan
pertumbuhan rencana PMA rata-rata 40,56 persen selama periode 1999-2004.
Dengan pertumbuhan yang cukup tinggi tersebut, menunjukkan bahwa
Provinsi Jambi cukup menarik bagi investor asing. Keadaan ini
mengindikasikan kepercayaan investor asing untuk berinvestasi ke Jambi
relatif meningkat, karena Provinsi Jambi merupakan salah satu daerah yang
stabilitas keamanannya cukup baik di Indonesia. Meskipun realisasi
investasi meningkat tetapi dibandingkan sebelum terjadinya krisis tahun
1997, tingkat pertumbuhan investasi terutama PMA cukup tinggi. Adanya
sedikit penurunan invetsasi PMA khusunya pada tahun 1999 di Provinsi
Jambi juga terjadi dalam skala nasional. Salah satu penyebab kondisi yang
demikian yaitu karena banyaknya investor asing yang menunda atau
mengalihkan investasi ke negara lain yang lebih menguntungkan. Sebagian
besar investasi PMA bergerak di sektor minyak dan gas.
Krisis tahun 1997 telah berpengaruh pada perekonomian Provinsi
Jambi, karena dalam waktu kurang dari satu tahun nilai tukar rupiah
merosot drastis mencapai sekitar Rp. 15.000,- per 1 USD. Implikasinya,
industri yang beroperasi di Jambi yang mengandalkan bahan baku ataupun
bahan setengah jadi impor mengalami peningkatan nilai dalam rupiah.
Keadaan ini mendorong biaya produksi meningkat sangat tajam dan
mengakibatkan permintaan agregate domestik terus menurun sampai
dengan pertengahan 1998. Dengan tingginya biaya produksi dan
menurunnya permintaan mengakibtakan menurunnya nilai PDRB sekitar 9,6
persen pada tahun tersebut.
Selain itu, akibat dari krisis ekonomi pada tahun 1997, banyak
perusahaan yang bangkrut, sehingga mengakibatkan pengangguran
meningkat tajam hampir dua kali lipat yaitu 55.000 orang. Selain
pengangguran meningkat, jumlah masyarakat miskin meningkat pula sekitar
20 persen yaitu dari 562.000 orang tahun 1996 menjadi 677.000 orang pada
tahun 1999. Hingga tahun 2004, angka kemiskinan masih relatif tinggi
(325.000 jiwa atau 12,5 persen) dan jumlah pengangguran mencapai 16.129
orang.
Dengan berbagai program penanganan krisis yang diselenggarakan
selama periode transisi politik, kondisi mulai membaik sejak tahun 2000.
Perbaikan kondisi tersebut ditunjukkan dengan beberapa indikator sebagai
berikut: Pertumbuhan ekonomi pasca krisis telah tumbuh dari -9,6 persen
tahun 1998 menjadi 5,42 persen tahun 2004. Laju inflasi dapat ditekan
dibawah 10 persen, pertumbuhan PAD meningkat dari Rp. 34,175 miliar
tahun 1999 menjadi 246,236 miliar tahun 2004, aset perbankan juga
mengalami peningkatan dari Rp. 2,82 triliun tahun 1999 menjadi 5,28 triliun
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
9
tahun 2004, dana pihak ketiga diperbankan juga mengalami peningkatan
dari 2,27 triliun tahun 1999 menjadi Rp. 4,36 triliun tahun 2004, penyaluran
kredit perbankan juga mengalami peningkatan dari Rp. 1,413 triliun tahun
1999 meningkat menjadi Rp. 2,694 triliun tahun 2004. Kemudian terjadi
penurunan suku bunga simpanan perbankan secara signifikan, namun
belum sepenuhnya diikuti oleh penurunan suku bunga kredit perbankan
daerah. Meskipun belum optimal, penurunan suku bunga ini telah
dimanfaatkan oleh perbankan daerah untuk melakukan restrukturisasi
kredit, memperkuat struktur permodalan, dan meningkatkan penyaluran
kredit, terutama untuk usaha kecil dari Rp. 366 miliar tahun 1999 mendjai
Rp. 1,092 triliun tahun 2004. Di sektor riil, kondisi yang stabil tersebut
memberikan kesempatan dunia usaha untuk melakukan restrukturisasi
keuangan secara internal.
Pemerataan pendapatan antar golongan masyarakat relatif baik yang
digambarkan oleh Koefisien Gini pada tahun 1999 sebesar 0,24 yang
kemudian menurun menjadi 0,23 pada tahun 2004. Pemerataan
pembangunan antar wilayah di Provinsi Jambi juga menunjukkan keadaan
yang relatif baik, yang digambarkan oleh nilai Koefisien Williamson sebesar
0,32 tahun 1999, sedikit meningkat menjadi 0,37 pada tahun 2004, namun
angka indeks Williamson tersebut masih berada di bawah tingkat
kesenjangan ringan.
Berbagai kinerja di atas telah berhasil memperbaiki stabilitas ekonomi
makro daerah. Namun demikian, kinerja tersebut belum juga mampu
memulihkan pertumbuhan ekonomi daerah ke tingkat sebelum krisis. Hal
tersebut disebabkan karena motor pertumbuhan masih mengandalkan
konsumsi. Sektor produksi belum berkembang karena sejumlah
permasalahan berkenaan dengan tidak kondusifnya lingkungan usaha yang
menyurutkan gairah investasi, diantaranya praktik-praktik ekonomi biaya
tinggi termasuk praktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan
aturan-aturan yang terkait dengan peraturan daerah dan pelaksanaan
otonomi daerah.
Selain itu, sulitnya pemulihan sektor investasi daerah dan ekspor juga
disebabkan karena lemahnya daya saing daerah terutama dengan semakin
ketatnya persaingan ekonomi di pasar regional dan internasional. Lemahnya
daya saing tersebut, di samping dipengaruhi oleh masalah-masalah yang
diuraikan di atas, juga diakibatkan oleh rendahnya produktivitas Sumber
Daya Manusia (SDM) serta rendahnya penguasaan dan penerapan teknologi
di dalam proses produksi. Permasalahan lain yang juga punya pengaruh
cukup kuat adalah terbatasnya kapasitas infrastruktur di dalam mendukung
peningkatan efisiensi distribusi. Lambatnya penyelesaian dari semua
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
10
permasalahan sektor riil di atas akan mengganggu kinerja kemajuan dan
ketahanan perekonomian daerah, yang pada gilirannya dapat mengurangi
kemandirian daerah.
Pertumbuhan penduduk Jambi masih relatif tinggi, dan
penyebarannya tidak merata pada kabupaten/ kota, dan sebagian besar
tinggal di daerah pedesaan. Karena itu, masalah kemiskinan masih menjadi
perhatian penting dalam pembangunan 20 tahun mendatang. Luasnya
wilayah dan rendahnya infrastruktur dasar serta beragamnya kondisi sosial
budaya masyarakat menyebabkan permasalahan kemiskinan di Provinsi
Jambi menjadi sangat beragam dengan sifat-sifat lokal yang kuat dan
pengalaman kemiskinan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki.
Masalah kemiskinan bersifat multidimensi, bukan hanya menyangkut
ukuran pendapatan tetapi juga kerentanan dan kerawanan orang atau
masyarakat untuk menjadi miskin. Selain itu, masalah kemiskinan juga
menyangkut kegagalan dalam pemenuhan hak dasar dan adanya perbedaan
perlakuan seseorang atau kelompok masyarakat dalam menjalani kehidupan
secara bermartabat.
2. Bidang Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama
Pembangunan bidang sosial budaya dan keagamaan terkati erat
dengan kualitas kehidupan manusia, masyarakat dan lingkungan sosial.
Kondisi tersebut tercermin dari jumlah dan komposisi demografi, maupun
aspek kualitas sumber daya manusia (SDM).
Di bidang kependudukan, upaya pengendalian laju pertumbuhan dan
penyebaran penduduk yang dilakukan selama ini, dari waktu ke waktu telah
mampu menekan tingkat pertumbuhan penduduk dan menyeimbangkan
penyebarannya. Namun demikian, jumlah penduduk Provinsi Jambi terus
meningkat, baik akibat kelahiran maupun perpindahan penduduk dari luar
daerah. Pada tahun 2000 penduduk provinsi Jambi berjumlah 2.407.166 jiwa,
pada tahun 2004 meningkat menjadi 2.619.553 jiwa dengan laju
pertumbuhan penduduk sebesar 1,6 persen dan dengan laju pertumbuhan
demikian maka pada tahun 2025 diprediksi meningkat menjadi 3.509.531
jiwa. Begitu pula dilihat dari mobilitas penduduk terdapat kecenderungan
peningkatan urbanisasi, sehingga peningkatan jumlah penduduk
terkonsentrasi pada wilayah perkotaan.
Pembangunan kualitas manusia harus menjadi perhatian penting.
Sebagai hasil pembangunan yang dilakukan selama ini, saat ini kualitas SDM
menjadi semakin baik, antara lain ditandai dengan meningkatnya Indeksi
Pembangunan Manusia (IPM). Pada tahun 1990, IPM Provinsi Jambi tercatat
65,4 meningkat menjadi 67,1 pada tahun 2002. Meskipun demikian masih
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
11
sedikit di bawah IPM nasional sebesar 69,2 pada tahun 2002. IPM Provinsi
Jambi menempati rangking 10 dari 33 provinsi secara nasional.
Terdapat berbagai indikator yang menunjukkan peningkatan taraf
pendidikan penduduk di Provinsi Jambi. Di antaranya adalah angka melek
huruf, rata-rata lama bersekolah dan partisipasi pendidikan berdasarkan usia sekolah.
Terkait dengan angka melek huruf menunjukkan pada tahun 1990 angka
melek huruf penduduk usia 10 tahun ke atas di Provinsi Jambi sebesar 89,49
persen. Angka ini mengalami peningkatan menjadi 95,68 persen pada tahun
2003. Dari rata-rata lama bersekolah penduduk usia 10 tahun ke atas di
Provinsi Jambi juga menunjukkan peningkatan yang cukup berarti. Pada
tahun 1990 sebesar 5,16 tahun, menjadi 6,77 tahun pada tahun 2003.
Hal yang sama juga terlihat dari tingkat partisipasi pendidikan
penduduk. Dari total penduduk usia sekolah dasar (7-12 tahun), yang masih
bersekolah pada tahun 1990 sebesar 91,27 persen menjadi 98,35 persen pada
tahun 2004. Dari total penduduk usia SMTP (13-15 tahun) yang masih
bersekolah pada tahun 1990 sebesar 66,32 persen menjadi 82,61 persen pada
tahun 2003. Dari total penduduk usia SMTA (16-18 tahun) yang masih
bersekolah pada tahun 1990 sebesar 38,88 persen menjadi 52, 89 persen pada
tahun 2003. Namun demikian, terdapat beberapa catatan penting yang perlu
diperhatikan dalam upaya peningkatan pendidikan ke depan. Pertama,
program wajib belajar 9 tahun untuk Provinsi Jambi sampai tahun 2003
belum sepenuhnya berhasil mengingat angka partisipasi sekolah penduduk
usia SD dan SMTP belum mencapai/ mendekati angka 100 persen. Kedua,
tingkat partisipasi pendidikan yang masil relatif rendah pada jenjang
pendidikan SMTA (baru sekitar separuhnya dari usia sekolah SMTA yang
melanjutkan pendidikan) menjadi tantangan ke depan dalam peningkatan
kualitas SDM di Provinsi Jambi. Ketiga, masih terdapatnya disparitas tingkat
pendidikan antar daerah perkotaan dan perdesaan; antar penduduk kaya
dan miskin, dan disparitas gender. Keempat, masih rendahnya kualitas
lulusan dan rendahnya daya saing lulusan, dan pendidikan yang dilakukan
selama ini belum berorientasi pada keunggulan komperatif daerah.
Peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Provinsi Jambi, antara
lain dapat dilihat dari status kesehatan serta pola penyakit. Status kesehatan
masyarakat antara lain dapat dinilai melalui berbagai indikator kesehatan
seperti meningkatnya usia harapan hidup, menurunnya angka kematian bayi,
Angka kematian ibu dan status gizi buruk. Berdasarkan konsep ini dapat
dikemukakan bahwa selama periode 1990-2004, usia harapan hidup di
Provinsi Jambi telah mengalami peningkatan yang cukup berarti. Pada tahun
1990 usia harapan hidup Provinsi Jambi sebesar 59,30 tahun menjadi 66,9
tahun pada tahun 2002, dan 69,50 tahun pada tahun 2004. Angka kematian
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
12
bayi mengalami penurunan dari 74 per 1000 kelahiran hidup pada tahun
1990 menjdai 30,20 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2004. Sedangkan
angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup telah menurun dari 219,78
pada tahun 1999 menjadi 214,82 pada tahun 2004. Begitu pula dengan status
gizi buruk dari 5,51 persen pada tahun 1999 menurun menjadi 3,2 persen
pada tahun 2004.
Dari sisi pola penyakit yang diderita oleh masyarakat pada umumnya
masih berupa infeksi menular. Sepuluh penyakit dengan prevalensi tertinggi
adalah Penyakit akut Lain pada saluran Pernapasan bagian Atas (ISPA),
Penyakit Kulit Infeksi, Penyakit pada Sistem Otot dan jaringan Pengikat,
Penyakit Malaria, Diare (Termasuk Tersangka Kolera), Malaria Klinis,
Penyakit Pulpa dan Jaringan Peripikal, Penyakit Tekanan Daerah Tinggi,
Kecelakaan dan Rudo Paksa. Kondisi Seperti ini antara lain dipengaruhi oleh
berbagai faktor yaitu lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan.
Sedangkan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain
ketersediaan dan mutu fasilitas pelayanan kesehatan, obat dan perbekalan
kesehatan, tenaga kesehatan, pembiayaan dan manajemen kesehatan.
Namun demikian disparitas status kesehatan antar wilayah, tingkat sosial
ekonomi dan gender masih cukup lebar. Selain itu, masalah kesehatan
masyarakat menghadapi beban ganda penyakit, yaitu di satu pihak masih
banyaknya penyakit infeksi menular yang harus ditangani, di pihak lain
mulai meningkatnya penyakit tidak menular.
Taraf kesejahteraan sosial masyarakat cukup memadai sejalan dengan
berbagai upaya pemberdayaan, pelayanan, rehabilitasi dan perlindungan
sosial bagi masyarakat rentan termasuk bagi penyandang masalah
kesejahteraan sosial (PMKS). Hal ini terlihat antara lain dari menurunnya
angka penduduk miskin di Provinsi Jambi dari 26,64 persen pada tahun 1999
menjadi 12,45 persen pada tahun 2004. Meskipun demikian berbagai
masalah kesejahteraan sosial juga masih ditemui, seperti masih tingginya
keluarga miskin, korban tindak kekerasan, korban bencana sosial, lanjut usia
terlantar, anak terlantar dan anak nakal, korban eks narkoba, keluarga rentan
masalah sosial, dan komunikasi adat terpencil.
Dalam kehidupan beragama, kesadaran melaksanakan ibadah
keagamaan berkembang dengan baik. Hal ini antara lain ditandai dengan
meningkatnya jumlah jemaah haji dari daerah Jambi dari sejumlah 599
jemaah pada tahun 1999 menjadi menjadi 1956 pada tahun 2004 atau
meningkat sebesar 227 persen. Begitu juga jika dilihat dari peningkatan
jumlah sarana peribadatan, pada tahun 1999 terdapat sejumlah 2.442 masjid,
pada tahun 2004 meningkat menjadi 2801 atau 14 persen. Demikian pula
telah tumbuh kesadaran yang kuat di kalangan masyarakat dan pemuka
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
13
agama untuk membangun kerukunan beragama dan hubungan intern dan
antar umat beragama yang aman, damai, dan saling menghargai. Meskipun
demikian peningkatan kesadaran kehidupan beragama tersebut belum
sepenuhnya diikuti dengan kualitas keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Moralitas agama mengenai kejujuran, etos kerja,
penghargaan pada prestasi dan dorongan mencapai kemajuan belum bisa
diwujudkan sebagai inspirasi yang mampu menggerakan masyarakat untuk
membangun diri, masyarakat dan daerahnya. Demikian pula pesan-pesan
moral agama belum sepenuhnya dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari
– hari.
Dalam upaya pemberdayaan perempuan dan anak telah
menunjukkan peningkatan yang tercermin dari semakin baiknya kualitas
hidup perempuan dan anak, antara lain ditunjukan dengan meningkatnya
usia harapan hidup perempuan di Provinsi Jambi dari 68,6 tahun pada tahun
1999 menjadi 68,8 tahun pada tahun 2002. Di sisi lain angka kematian bayi
mengalami penurunan dari 74 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1990
menjadi 30,20 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2003. Keberhasilan lain
terlihat semakin tingginya rata- rata tingkat pendidikan wanita dan semakin
banyaknya jumlah wanita yang memasuki sektor publik, baik pada
eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Meskipun demikian kualitas hidup
dan peran perempuan terutama di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi
dan politik masih rendah di banding laki-laki. Dibidang politik misalnya
hanya 6 orang (13 persen) jumlah perempuan dari 45 jumlah anggota DPRD
Provinsi Jambi tahun 2004 – 2009. Indikatoir lain terlihat dari rendahnya
indek pembangunan gender (IPG) Provinsi Jambi, yaitu pada tahun 2002
tercatat 53,3 menempati ranking ke 25 nasional. Di sisi lain partisipasi
pemuda dalam pembangunan juga semakin membaik seiring dengan
budaya olahraga yang makin meluas di kalangan masyarakat. Dalam bidang
ini prestasi Provinsi Jambi dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) selama ini
selalu berada pada peringkat yang cukup terhormat, namun demikian
prestasi tersebut belum didukung dengan jaminan berkelanjutan.
Meningkatnya pemahaman terhadap keragaman budaya, pentingnya
toleransi, dan pentingnya sosialisasi penyelesaian masalah tanpa kekerasan,
serta mulai berkembangnya interaksi antarbudaya merupakan pertanda
pembangunan budaya sudah mengalami kemajuan. Namun di sisi lain
upaya pembangunan jatidiri bangsa seperti: penghargaan terhadap nilai
budaya nasional dan budaya daerah, nilai-nilai solidaritas sosial,
kekeluargaan, dan rasa cinta tanah air dirasakan semakin memudar. Hal
tersebut disebabkan antara lain oleh kurangnya keteladanan para pemimpin,
lemahnya budaya patuh pada hukum, cepatnya penyerapan budaya global
yang negatif, dan kurang mampunya menyerap budaya global yang lebih
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
14
sesuai dengan karakter bangsa, serta ketidak merataan kondisi sosial dan
ekonomi masyarakat.
3. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Dengan adanya perubahan paradigma pada akhir dekade ini dimana
faktor teknologi memberikan kontribusi yang sangat signifikan dalam
peningkatan kualitas hidup masyarakat yang di kenal dengan Tekno
ekonomi (Techno-Economy Paradigm). Perubahan paradigma ini juga
berimplikasi terhadap transisi perekonomian yang semula berbasiskan
sumberdaya (Resouce Base Economy) menjadi perekonomian berbasis
pengetahuan (knowladge Based Economy). Untuk Indonesia, walaupun terjadi
peningkatan iptek yang tercermin dari peningkatan patent dan publikasi
ilmiah, namun kemampuan iptek yang ada belum sanggup menghadapi
tantangan persaingan global menuju ekonomi berbasis pengetahuan
(knowladge based economy). Hal ini tercermin masih rendahnya indeks
pencapaian teknologi (IPT) yang dilaporkan UNDP tahun 2001 yakni
menempati urutan 60 dari 72 negara.
Untuk provinsi Jambi sejak dua dekade terakhir telah terlihat
kecenderungan terjadinya peningkatan perkembangan IPTEK yang
tercermin dari kemampuan pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan
iptek yang dihasilkan. Hal ini tercermin dari telah mulai dimanfaatkannya
teknologi oleh masyarakat terutama pada tanaman pangan berbagai hasil
penelitian, pengembangan dan rekayasa teknologi. Implikasi terjadinya
pemanfaatan teknologi ini terlihat terjadinya peningkatan produktivitas
komoditi tanaman pangan seperti hasil tanaman padi dari produktivitas
29,82 kw/ ha pada tahun 1990.
Sampai kurun waktu terakhir ini produktivitasnya tersebut terus
meningkat dari 34,01 kw/ ha tahun 1999 dan terus meningkat menjadi 39,18
kw/ ha tahun 2004 dengan pertumbuhan 28,71 persen per tahun. Demikian
juga terhadap palawija seperti jagung pada tahun 1990 produktivitasnya
baru hanya mencapai 14,92 kw/ ha. Kemudian produktivitasnya juga terus
meningkat dari 16,17 kw/ ha tahuyn 1999 menjadi 30,94 kw/ ha tahun 2004
dengan laju pertumbuhan 13,87 persen per tahun. Hal yang sama juga
terjadi pada kedelai, dimana produktivitasnya hanya 8,23 kw/ ha pada tahun
1990, juga terus meningkat dari 10,38 kw/ ha tahun 1999 menjadi 14,00
kw/ ha tahun 2004 dengan laju pertumbuhan 6,96 persen per tahun.
Peningkatan produktivitas ini mengindikasikan terjadinya peningkatan
pemanfaatan IPTEK dan aktivitas diseminasi hasil penelitian pada
masyarakat pertanian di Provinsi Jambi.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
15
Untuk Provinsi Jambi walaupun telah terjadi peningkatan
pemanfaatan IPTEK namun pencapaian ini dinilai belum memadai untuk
meningkatkan daya saing produk terutama produk pertanian di Provinsi
Jambi. Hal ini ditunjukan antara lain oleh masih belum memadainya
sumbangan iptek pada mata rantai agribisnis terutama sektor hulu (upstream) dan hilir (down stream) untuk sebahagian komoditi pertanian, seperti
perkebunan, peternakan dan perikanan. Di sektor hulu (up-stream) sanpai
saat ini Provinsi Jambi belum dapat memenuhi kebutuhan saprodi, seperti
bibit di sektor perkebunan kelapa saawit dan karet yang selama ini
pasokannya dipenuhi dari luar Provinsi Jambi. Karena sangat tingginya
permintaan terhadap bibit, kondisi ini memberi peluang yang sangat besar
beredarnya bibit seperti bibit sawit asalan (bukan unggul) yang sangat
merugikan petani.
Hal serupa juga terjadi pada penyediaan bibit ternak dan perikanan,
terutama bibit ternak sebagian besar kebutuhan bibitnya belum dapat
dipenuhi oleh Provinsi Jambi dan harus didatangkan dari luar provinsi.
Kondisi ini menjadikan pertumbuhan peningkatan populasi terutama ternak
ruminasia seperti sapi, kerbau sejak tahun 1999 sampai tahun 2004
cenderung menurun dengan laju pertumbuhan -1,39 persen dan -1,77 persen
per tahun. Keadaan ini menjadikan Provinsi Jambi tidak dapat memenuhi
kebutuhan bahan pangan protein hewaninya, sehingga harus didatangkan
dari luar Provinsi Jambi.
Pada tahun 2003 data menunjukkan untuk memenuhi kebutuhan
daging Provinsi Jambi, ketergantungan kita pada pihak luar untuk sapi
potong mencapai 10.769 ekor (61,20 persen), sedangkan kerbau 5.965 ekor
(54,48 persen) dan kambing 4.894 ekor (23,32 persen) yang harus
didatangkan dari provinsi lain seperti Provinsi Lampung dan daerah
lainnya. Disamping itu belum efektifnya mekanisme intermediasi IPTEK
juga menjadi salah satu masalah yang perlu diantisipasi bagi Provinsi Jambi.
Sementara itu pada sektor perkebunan di bagian on farm (budidaya)
walaupun terjadi peningkatan yang signifikan sampai tahun 2004, seperti
karet sekarang sudah mencapai luas tanam 565.000 Ha dengan produksi
241.704 ton, kebun sawit 340.000 Ha dengan produksi CPO 664.164 ton,
kelapa 128.000 Ha dengan produksi 119.243 ton, Casiavera 59.000 Ha dengan
produksi 31.353 ton, Kopi 28.400 Ha dengan produksi 5.217 ton namun pada
sektor hilir (down stream) untuk semua komoditi tersebut belum banyak
tersentuhnya oleh pemanfaatan IPTEK sehingga yang dihasilkan baru
berupa produk primer seperti sawit baru hanya tingkat crude palm oil (CPO).
Untuk kedepan sangat perlu semua produk primer ini diberi muatan
processing yang bermuatan IPTEK sehingga dapat meningkatkan daya saing
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
16
produk di pasar global serta juga dapat meningkatkan mata rantai nilai
tambah (value chain) dan berkontribusi terhadapat peningkatan pendapatan
petani.
Peran penyuluh yang sangat signifikan dan menjadi ujung tombak
untuk intermediasi IPTEK ke masyarakat selama ini sudah kurang terdengar
lagi. Hal ini tidak terlepas dari lemahnya sinergi kebijakan yang ditempuh
dengan menyerahkan pembinaan penyuluh ke daerah atau kabupaten. Pola
dan sistem kerja penyuluh yang sudah mapan selama ini menjadi tidak
efektif lagi. Kondisi ini menyebabkan kurang berkembangnya budaya iptek
juga menjadi penyebab belum berkembangnya IPTEK di Provinsi Jambi. Hal
ini tidak terlepas dari masih sangat rendah kontribusi institusi penghasil
IPTEK, seperti Balai Pengkajian Penerapan Teknologi Pertanian (BPPTP),
Balai Penelitian dan Pembangunan Daerah (Balitbangda) dan Perguruan
Tinggi di Provinsi Jambi. Keadaan ini tidak terlepas dari sangat minimnya
SDM, Sarana dan Prasarana serta pembiayaan untuk kemajuan IPTEK di
Provinsi Jambi.
Percepatan perkembangan IPTEK yang sangat pesat dalam akhir dua
dekade ini telah membawa perubahan paradigma yang mendasar pada
sistem dan mekanisme pemerintahan. Dalam kaitannya dengan globalisasi
telah terjadi revolusi teknologi dan informasi yang akan mempengaruhi
terjadinya perubahan dalam bidang pemerintahan. Akan tetapi sampai saat
ini di Provinsi Jambi penggunaan Teknologi Informasi untuk keperluan
pelayanan publik belum menjadi bagian sistem yang utuh untuk
optimalisasi pelayanan publik oleh pemerintah daerah. Hal ini disebabkan
masih terbatasnya SDM yang menguasai Teknologi Iinformasi (TI)
disamping infrastruktur yang tidak memadai dalam pemanfaatan TI,
sehingga proses pelayanan publik masih banyak dilakukan secara manual.
Pelayanan manual ini juga berdampak dengan terjadinya kontak
secara langsung antara konsumen dan para pelayan publik yang cendrung
menyebabkan terjadinya penyalahgunaan kewenangan dalam setiap rantai
pelayanan dalam birokrasi. Untuk ke depan untuk optimalisasi pelayanan
publik dan seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi TI, maka
pemanfaatan TI dalam bentuk e-government, e-procurement, e-business untuk
menghasilkan pelayanan publik yang lebih cepat, lebih transparan dan dapat
meminimalisasi penyalahgunaan wewenang, lebih baik, dan lebih murah
perlu untuk segera dibangun dan dilaksanakan.
Disamping pemanfaatan IPTEK berbasiskan Teknologi Informasi
untuk pelayanan publik, untuk meningkatkan kualitas SDM Provinsi Jambi
juga perlu dibudidayakan penggunaan Teknologi Informasi dalam bentuk
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
17
Cyber-net (internet) terutama untuk pelajar di semua jenjang pendidikan.
Pengenalan Cyber-net atau internet sejak dini terutama bagi pelajar, akan
memudahkan mereka untuk mengakses informasi untuk keperluan dalam
penyelesaian pendidikan mereka. Namun sampai saat ini, penggunaan cybernet dikalangan pelajar di semua jenjang pendidikan di Provinsi Jambi masih
sangat terbatas. Hal ini disebabkan masih sangat terbatasnya fasilitas cybernet di sekolah-sekolah. Untuk ke depan pemberian akses dengan biaya yang
terjangkau di pusat-pusat pendidikan dan sekolah sangat mendesak untuk
dilakukan dalam rangka peningkatan dan pengembangan kualitas SDM di
Provinsi Jambi.
Kemajuan IPTEK dalam dunia kesehatan juga sangat pesat
perkembangannya akhir-akhir ini. Namun bagi masyarakat provinsi Jambi
akses untuk memperoleh manfaat dari kemajuan Iptek di bidang kesehatan
ini sangat jauh dari ideal. Hal ini disebabkan belum memadainya fasilitas
kesehatan dengan peralatan canggih yang tersedia di Provinsi Jambi
disamping pelayanan rumah sakit yang sangat jauh dari sikap hospitality
(keramahan). Kondisi ini menyebabkan sebagian masyarakat Jambi yang
berkemampuan terpaksa berobat ke pusat Ibukota atau ke negara tetangga
seperti Singapura dan Malaysia. Ke depan penyediaan rumah sakit yang
representatif dan mengikuti perkembangan teknologi kesehatan sudah
mutlak harus di hadirkan di Provinsi Jambi dalam rangka pemenuhan dan
peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.
4. Sarana dan Prasarana
Perkembangan pertumbuhan penduduk Provinsi Jambi yang
merupakan pijakan dasar dalam perencanaan pembangunan dalam tiga
dekade terakhir ini pertumbuhannya cukup signifikan, dimana selama
periode 1971 – 1980 mencapai 4,07 persen. Kemudian sedikit turun selama
periode 1980-1990 menjadi sebesar 3,4 persen dan untuk periode 1990-2000
turun lagi mendjai 1,84 persen. Untuk ke depan, pertumbuhan penduduk
rata-rata diperkirakan tetap seperti periode sebelumnya selama periode
2000-2010 kemudian turun pada periode 2010-2020 menjadi 1,44 persen dan
akhirnya pada 2020-2025 tingkat pertumbuhannya menjadi 1,04 persen.
Dengan pola pertumbuhan penduduk seperti di atas diperkirakan jumlah
penduduk mencapai 3.509.531 jiwa pada tahun 2025, kebutuhan perumahan
selama 20 tahun mendatang diperkirakan akan semakin meningkat pula.
Peningkatan jumlah penduduk sangat erat kaitannya dengan peningkatan
kebutuihan perumahan. Pada tahun 1999 kebutuhan rumah untuk Provinsi
Jambi mencapai 550.260 unit, namun pada tahun 2004 terjadi peningkatan
yang cukup tajam yaitu sudah mencapai 813.335 unit dengan laju
pertumbuhan 8,13 persen per tahun. Dari total kebutuhan untuk tahun 2004
tersebut yang dapat dipenuhi baru mencapai 732.477 unit yang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
18
pemenuhannya oleh perumnas 3.950 unit (0,54 persen), perorangan 696.858
unit (95,14 persen) dari yang dapat dipenuhi. Permasalahan dalam hal ini
adalah peran pemerintah dan swasta dalam penyediaan rumah bagi
masyarakat masih sangat terbatas dan sampai saat ini umumnya kebutuhan
rumah sebagian besar penyediaan kebutuhan masih diusahakan sendiri
(perorangan) yang mencapai 85,68 persen dari total kebutuhan perumahan.
Sampai saat ini kemampuan pemerintah dalam penyediaan sarana
dan prasarana perumahan layak dan murah bagi penduduk Jambi yang
berpendapatan rendah masih sangat terbatas. Terbatasnya kemampuan
pemerintah ini menjadi pemicu menurunnya kualitas kawasan perumahan
yang dihuni oleh masyarakat berpendapatan rendah. Menurunnya kualitas
lingkungan perumahan dan permukiman ini kjhususnya di daerah
perkotaan merupakan permasalahan yang perlu diantisipasi ke depan. Hal
ini disebabkan karena cakupan penanganan persampahan di kawasan
perkotaan di Provinsi Jambi masih sangat rendah. Kondisi ini menyebabkan
pencemaran lingkungan akibat meningkatnya jumlah sampah dan akan
berpengaruh pada kesehatan lingkungan dan derajat kesehatan masyarakat.
Air merupakan kebutuhan dasar yang mutlak bagi kelangsungan
kehidupan, baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk pertanian.
Sampai saat ini di Provinsi Jambi penyediaan air minum perpipaan untuk
kebutuhan sehari-hari tidak mengalami kemajuan yang berarti. Sampai
tahun 2004 tingkat pelayanan air bersih masih rendah dibandingkan dengan
jumlah penduduk. Jumlah penduduk perkotaan dan perdesaan di Provinsi
Jambi yang mendapatkan pelayanan air minum perpipaan baru mencapai 35
persen. Masih rendahnya pelayanan air minum ini sangat berpengaruh
terhadap akses masyarakat terhadap air bersih yang berkualitas sehingga
berdampak pada derajat kesehatan masyarakat Jambi.
Di bidang pertanian tingkat pemanfaatan juga irigasi masih rendah
dan sampai tahun 2004 baru hanya mencapai 53,28 persen. Hal ini
mengindikasikan masih banyak lahan pertanian yang bersifat tadah hujan di
Provinsi Jambi. Kondisi ini sangat mempengaruhi terhadap produksi dan
produktivitas hasil pertanian yang sebagian besar merupakan sumber mata
pencarian masyarakat Jambi.
Di bidang kelistrikan, permasalahan pokok yang dihadapi antara lain;
masih besarnya kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan tenaga listrik
karena kemampuan investasi dan pengelolaan penyediaan tenaga listrik
menurun yang berakibat pada terganggunya kesinambungan penyediaan
tenaga listrik termasuk listrik perdesaan. Sampai saat ini untuk Provinsi
Jambi tingkat elektrifikasi baru mencapai 26 persen dan termasuk yang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
19
paling rendah di Sumatera. Bahkan menurut hasil perhitungan bahwa
tingkat pemenuhan kebutuhan energi listrik perorangan penduduk Jambi
baru hanya mencapai 10 watt/ orang (standar 100 watt/ orang), sedangkan di
Pulau Jawa telah mencapai 180 watt/ orang. Hal ini tidak terlepas dari
lemahnya efektivitas dan efiseinsi yang dalam satu dasawarsa terakhir
tingkat losses masih cukup besar; masih besarnya ketergantungan
pembangkit listrik berbahan bakar minyak; serta masih dominannya
peralatan dan material penunjang yang di impor.
Sampai saat ini untuk pemenuhan kebutuhan listrik provinsi Jambi
masih didominasi oleh pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) sebanyak 132
unit dan pembangkit listrik tenga Gas (PLTG) sebanyak 2 unit. Untuk
pemenuhan kebutuhan listrik yang merata dihadapkan pada belum
terbangunnya infrastruktur dasar kelistrikan sampai ke tingkat pedesaan di
wilayah Provinsi Jambi. Hal ini menyulitkan pengembangan system
kelistrikan yang optimal. Permasalahan lainnya yang dihadapi adalah
potensi energi PLTA di Kabupaten Kerinci yang meskipun cukup besar
namun sudah dilirik investor untuk dibangun pembangkit tenaga listrik.
Permasalahan mendasar lainnya di bidang kelistrikan adalah keterbatasan
SDM, iptek, pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik yang tinggi setiap tahun;
serta daya beli masyarakat yang masih rendah.
Sejak terjadi Krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997 sangat
berdampak pada menurunnya kualitas infrastruktur terutama prasarana
jalan yang saat ini kondisinya sangat memperhatinkan. Untuk Provinsi
Jambi sampai tahun 2004 dari seluruh panjang jalan yang berada dalam
kondisi baik hanya mencapai 43,4 persen, kondisi sedang 35,6 persen,
kondisi rusak 27,4 persen dan rusak berat mencapai 16,1 persen. Bahkan
pada wilayah tertentu kondisi jalan rusak mencapai 80 persen. Cukup
tingginya prosentase jalan yang rusak dan rusak berat ini tidak terlepas dari
akibat pembebanan muatan lebih (excessive over loading) terutama yang
disebabkan oleh truk dengan tonase tinggi sehingga berakibat hancurnya
jalan sebelum umur teknis jalan tersebut tercapai.
Dengan cukup tingginya prosentase jalan yang rusak dan rusak berat
tersebut, maka ke depan Pemerintah Provinsi Jambi harus tetap memprioritaskan perbaikan dan peningkatan prasarana jalan seluruh wilayah
Jambi. Selain itu, untuk mendorong pengembangan wilayah, pembangunan
prasarana transportasi jalan yang merupakan urat nadi perekonomian ini
harus terus ditingkatkan. Hal ini disebabkan pertumbuhan ekonomi daerah
yang terus meningkat membutuhkan prasarana jalan yang terus meningkat
pula. Disamping pembangunan jalan, saat ini juga memperioritaskan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
20
pembangunan infrastruktur transportasi darat lainnya yaitu Jembatan
Batanghari II yang terletak di Kelurahan Sijenjang, Jambi – Muara Sabak.
Jembatan ini akan menghubungkan Kota Jambi denga wilayah
sekitarnya, yaitu Kabupatan Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Muaro
Jambi dan memiliki panjang sekitar 2.262 meter dan lebar sekitar 9 meter
yang saat ini masih dalam tahap pengerjaan. Keberadaan jembatan
penghubung ini memiliki manfaat dan keuntungan yang cukup besar, antara
lain : (a) Memperpendek jarak tempuh menuju ke Pelabuhan Muara Sabak
dan (b) mengurangi lalu lintas kendaraan angkutan barang serta orang di
Jalan Lintas Timur.
Sampai saat ini peran armada angkutan darat di Provinsi Jambi sudah
sangat menurun, bahkan cukup banyak armada angkutan darat tidak
melayani route rutinnya lagi terutama dari angkutan antar provinsi.
Keadaan ini terjadi disamping sarana jalan darat yang banyak yang rusak
sehingga perjalanan darat tidak menyenangkan lagi dan butuh waktu yang
lama juga tidak terlepas dari kalah bersaingnya dengan angkutan udara
yang harga tiketnya relative murah. Kondisi ini khususnya pada angkutan
udara walaupun dapat menyediakan pelayanan yang terjangkau, namun
disisi lain akan mematikan usaha angkutan darat berikut rantai ekonomi
yang dilaluinya. Disamping masalah yang disebabkan oleh krisis ekonomi,
pembangunan prasarana transportasi mengalami kendala sejak pelaksanaan
desentralisasi yang berpengaruh pada pembiayaan pembangunan, operasi
dan pemeliharaan prasarana dan sarana transportasi. Hal ini karena
terbatasnya dana pemerintah dan peraturan perundang-undangan yang
masih tumpang tindih.
Provinsi Jambi memiliki dua pelabuhan laut, yaitu Pelabuhan Kuala
Tungkal di pantai Timur Sumatera yang berada di Muara Sungai Pengabuan,
dan Talang Duku di alur Sungai Batanghari yang digunakan untuk ekspor
komoditi antara lain : Karet, Kayu Lapis, dan moulding ke Amerika Serikat,
Eropa, Timur Tengah, Jepang, dan Korea. Untuk kelancaran bongkar muat
serta mengatasi perbedaan permukaan air pada saat musim hujan dan
kemarau yang dapat mencapai 8 meter, maka Pelabuhan Talang Duku ini
dilengkapi dengan dermaga apung.
Saat ini sedang dikembangkan pula Pelabuhan Muara Sabak yang
sangat layak dijadikan Pelabuhan Samudera. Dengan adanya pe;abuhan
samudera ini akan didapat kemudahan bagi para investor yang ingin
melakukan ekspor produknya ke mancanegara. Konsep pengembangan
Pelabuhan Muara Sabak dilakukan secara terintegrasi dengan kawasan
industri, penyiapan dan kelengkapan infrastruktur pendukung. Di samping
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
21
itu, hinterland Pelabuhan Muara Sabak bukan hanya Provinsi Jambi, tetapi
meliputi Provinsi Riau, Provinsi Bangka Belitung, Provinsi Sumatera Barat,
dan Provinsi Sumatera Selatan. Pembangunan ini ke depan sangat perlu
dipercepat penyelesaiannya karena sebagai pelabuhan modern, Pelabuhan
Muara Sabak akan menjadi area pertumbuhan ekonomi wilayah, dimana
pelabuhan ini nantinya akan dilengkapi dengan berbagai fasilitas
infrastruktur pendukung diantaranya jalan akses yang sebagian besar telah
selesai, sarana telekomunikasi, ketersediaan listrik dan air yang akan
disiapkan oleh Pemerintah Provinsi Jambi dan Pemerintah Pusat. Selain itu,
akan menciptakan pertumbuhan zona pertumbuhan industri dan
perdagangan di wilayah Provinsi Jambi dan sekitarnya.
Sementara itu dimasa datang untuk mendukung pergerakan barang
dan jasa pada sangat perlu dibangun dan dikembangkan jalur angkutan
sungai serta dermaga dan pos pengawas untuk memperlancar angkutan
sungai, sehingga dapat mengurangi kepadatan angkutan jalan darat yang
umumnya dilalui kendaraan bertonase tinggi yang menjadi penyebab utama
kerusakan jalan di Provinsi Jambi. Hingga saat ini sudah 12 dermaga yang
telah dibangun untuk melakukan bongkar muat barang, antara lain Dermaga
Ponton Jambi, Dermaga Muara Bulian, Dermaga Muara Tembesi, Dermaga
Tebo, Dermaga Pauh, Dermaga Sarolangun, Dermaga Suak Kandis, Dermaga
Sungai Puding , Dermaga Rantau Rasau, Dermaga Nipah Panjang, Dermaga
Teluk Buan, dan Dermaga Sungai Lokan. Di Samping Dermaga, untuk
menjaga kelancaran dan ketertiban dalam kegiatan lalu lintas angkutan
sungai, maka terdapat dua Pos Pengawas lalu lintas sungai di Provinsi
Jambi, yaitu Pos Pengawas LLASD Rengas dan Pos Pengawas LLASD
Sengeti.
Di era globalisasi, informasi mempunyai nilai ekonomi untuk
mendorong pertumbuhan serta meningkatkan daya saing daerah. Sampai
tahun 2003 untuk melayani informasi sejumlah 2.569.598 jiwa penduduk
Jambi, sarana informasi yang tersedia masih kurang dan sangat jauh dari
memadai terutama di sentra-sentra produksi yang sangat membutuhkan
layanan informasi dan komunikasi. Kurangnya sarana ini tercermin dari
minimnya jumlah fasilitas komunikasi yang ada di Provinsi Jambi yaitu
telepon hanya 57.258 pelanggan, telepon Umum 120 bh, wartel 2.115 unit
dan warnet hanya 619 unit.
Berdasarkan fakta tersebut, ke depan pengembangan telematika di
Provinsi Jambi dihadapkan pada terbatasnya ketersediaan infrastruktur
telematika, juga dihadapkan pada tidak meratanya penyebaran infrastruktur
telematika di berbagai kabupaten. Dari fasilitas telekomunikasi yang ada,
pelayanannya kebanyakan di wilayah perkotaan dan itupun sebahagian
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
22
besar baru melayani instansi pemerintah. Keadaan ini disebabkan
terbatasnya kemampuan pembiayaan penyedia infrastruktur telematika
dengan belum berkembangnya sumber pembiayaan lain untuk mendanai
pembangunan infrastruktur telematika seperti kerjasama pemerintah-swasta,
pemerintah-masyarakat, serta swasta-masyarakat; dan kurang optimalnya
pemanfaatan infrastruktur alternatif lainnya yang dapat dimanfaatkan
dalam mendorongkan tingkat penetrasi layanan telematika. Saat ini
rendahnya kemampuan masyarakat Provinsi Jambi untuk mengakses
informasi pada akhirnya menimbulkan kesenjangan digital dengan daerah
lainnya terutama dengan Pulau Jawa.
5. Politik
Proses reformasi yang bergulir sejak tahun 1997 telah memberikan
peluang untuk membangun demokrasi secara lebih nyata menuju arah
proses konsolidasi demokrasi. Lebih lanjut, format politik ini terumuskan
juga berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik, UU
Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum, dan UU Nomor 22 Tahun
2003 Tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, DPD Dan DPRD, serta
UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden. Kran Demokratisasi yang telah dibuka telah dimanfaatkan secara
optimal oleh masyarakat Provinsi jambi, hal ini terbukti dari terbentuknya
kepengurusan daerah 24 partai politik sebagaimana yang disahkan oleh
Komisi Pemilihan Umum. Partisipasi juga terlihat dari penggunaan hak pilih
dalam pemilu legislatif maupun dalam pemilihan presiden secara langsung.
Meskipun demikian belenggu otoritarian yang berjalan cukup lama
mengakibatkan budaya politik demokrasi tidak berkembang secara sehat.
Dalam konteks pemerintahan di daerah, demokratisasi telah pula
diperkuat dengan diberlakukannya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang pada
intinya mendorong kemandirian daerah untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan mengatur mengenai hubungan wewenang
antara Pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, Kabupaten, dan
kota, atau Provinsi dan Kabupaten dan kota. Dengan berlakunya peraturan
tersebut pemilihan Kepala Daerah yang selama ini menjadi kewenangan
DPRD beralih pada rakyat untuk memilih kepada daerahnya secara
langsung. Meskipun demikian otonomi luas juga membawa berbagai
implikasi politik di daerah yang dapat mengarah pada terjadinya konflik
horizontal.
Kemajuan demokrasi terlihat pula dengan telah berkembang
kesadaran-kesadaran terhadap hak-hak politik dan peningkatan partisipasi
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
23
masyarakat dalam pengambilan kebijakan serta peran masyarakat dalam
mengawasi jalannya pemerintahan di daerah. Perkembangan ini tidak
terlepas dari perkembangannya peran partai politik dan masyarakat sipil
serta kebebasan pers dan media yang telah jauh berkembang, baik dengan
berdirinya berbagai media masa daerah maupun dengan meningkatnya
jangkauan dan akses masyarakat Provinsi Jambi terhadap pers nasional dan
internasional. Meningkatnya jumlah pers juga diikuti dengan peran aktif
pers dan media dalam menyuarakan aspirasi masyarakat dan melakukan
pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Meskipun
demikian pembangunan pers masih juga dihadapkan dengan persoalan
profesionalisme pers dan jangkauan akses masyarakat terhadap media masa.
6. Ketenteraman dan Ketertiban
Upaya peningkatan kegiatan Tramtibmas telah menghasilkan kondisi
Tramtibmas yang semakin kondusif dalam menunjang kegiatan
pembangunan daerah. Namun demikian berbagai gangguan Tramtibmas
masih juga ditemui dalam berbagai bentuknya. Hal ini terlihat dari
perkembangan berbagai indikator kriminalitas di Provinsi Jambi selama
periode 1999 - 2003 sebagai berikut: crime total (jumlah kejahatan
keseluruhan) meningkat 36,65 persen, Crime Indek (bentuk kejahatan dengan
indikator kejahatan yang meresahkan masyarakat : Curat, Curas, Curanmor,
anirat, dan pembunuhan) meningkat 48,08 persen dan Crime rate meningkat
menjadi 19,23 persen serta semakin singkatnya Crime o’ Clock (selang waktu
terjadinya kejahatan) dari setiap 4,31 jam di tahun 1999 menjadi setiap 3,33
jam pada tahun 2003. Peningkatan jumlah kriminalitas diikuti pula dengan
berkembangnya kejahatan-kejahatan non konvensional dan kejahatankejahatan konvesional dengan modus baru.
Secara kelembagaan Polri merupakan pemegang kewenangan utama
dalam upaya peningkatan Tramtibmas, namun seiring dengan otonomi
daerah pemerintah daerah telah pula membentuk Kepolisian Pamong Praja
sebagai organ pengamanan di samping masih kuatnya peran masyarkat
dalam berbagai bentuknya.
7. Hukum dan Aparatur
Sebagai konsekuensi dari digulirkannya otonomi daerah berdasarkan
UU Nomor 22 Tahun 1999, yang telah diubah dengan UU Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintahan Daerah, maka dalam kehidupan bermasyarakat
dan dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, selain didasarkan pada
peraturan perundang-undangan tingkat pusat, seperti undang-undang dan
peraturan pemerintah, juga mengacu pada produk hukum daerah, yang
terdiri dari peraturan daerah (Perda), Keputusan Kepala Daerah (KKD), dan
Peraturan Kepala Daerah (Perkada). Selain itu, di berbagai daerah juga
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
24
masih berlaku hukum adat, sehingga kedudukan peraturan perundangundangan daerah menjadi semakin penting.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka mendukung
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan kemasyarakatan di Provinsi
Jambi, selama tahun 1999 sampai dengan tahun 2004 telah dikeluarkan
sebanyak 63 Peraturan Daerah dengan 2.606 Keputusan Kepala Daerah
meliputi berbagai aspek urusan pemerintahan dan kemasyarakatan. Pada
Pemerintahan Kabupaten/ Kota dalam Provinsi Jambi masing-masing juga
telah mengeluarkan Perda. Dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 telah
dikeluarkan tidak kurang dari 465 perda dari 10 kabupaten dan kota.
Meskipun demikian berkenaan dengan materi muatan Perda maupun
proses pembentukan perda, serta penegakan Perda ternyata masih banyak
ditemui berbagai permasalahan. Dari sisi proses pembentukannya ditemui
berbagai persoalan, diantaranya adalah: a) kecilnya alokasi anggaran untuk
bidang hukum; b) kurangnya tenaga legal drafter dalam penyusunan
raperda di setiap Biro/ Dinas/ Instansi Pemerintah Provinsi Jambi; c) belum
adanya kajian mendalam terhadap Raperda yang diajukan oleh masingmasing Biro/ Dinas/ Instansi Pemerintah Provinsi Jambi ; d) belum adanya
program Legislasi Daerah (PROGLEDA) dan skala prioritas penyusunan
peraturan daerah lima tahunan: e) masih kurangnya partisipasi atau
keterlibatan masyarakat dalam penyusunan Perda; f) Belum terjalinnya
secara sistematik koordinasi antar Pemerintah Kabupaten maupun
Pemerintah Kabupaten/ Kota dengan Pemerintah Provinsi; g) orientasi pada
kepentingan menggali Pendapatan Asli Daerah, sehingga menimbulkan
ekonomi biaya tinggi, dan h) belum mengadopsi nilai-nilai lokal (adat dan
hukum islam).
Mengenai keberadaan hukum adat dalam tata kemasyarakatan dan
pemerintahan, sesungguhnya memainkan peran yang cukup penting dalam
kehidupan, sehingga ditingkat provinsi maupun kabupaten/ kota sudah
terdapat lembaga adat, namun eksistensi hukum adat dalam
penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat maupun dalam pelaksanaan tata
pemerintahan semakin melemah. Hal ini akibat dari kurangnya perhatian
dan upaya pembinaan, pengembangan, pengkajian dan sosialisasi hukum
adat serta menjadikan hukum adat sebagai acuan dalam pembentukan
Perda.
Peningkatan kualitas dan kredibilitas aparatur penegak hukum
merupakan faktor penting dalam penegakan pengembangan budaya dan
penegakan hukum, namun kualitas dan kredibilitas aparat penegak hukum,
masih belum banyak kemajuan yang tercapai.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
25
Dalam rangka meningkatkan budaya hukum (kesadaran dan ketaatan
hukum) telah banyak kegiatan yang dilakukan baik yang dilakukan oleh
pemerintah pusat maupun pemerintah Provinsi Jambi dan juga perguruan
tinggi. Untuk itu tidak kurang dari 1.856 kegiatan telah dilakukan selama
tahun 1999-2003. Dari kegiatan yang telah dilakukan telah menunjukkan
adanya peningkatan budaya hukum, meskipun demikian masih juga
ditemui berbagai pelanggaran hukum. Hal ini tercermin dari jumlah kasus
yang masuk ke pengadilan, selama tahun 1999-2003 telah masuk dan diputus
sejumlah 17688 perkara pidana, dan 1233 perkara perdata.
Dalam upaya meningkatkan kinerja pemerintahan daerah telah
dilakukan berbagai peningkatan kapasitas aparatur pemerintah daerah, baik
melalui peningkatan jenjang pendidikan maupun kemampuan pendidikan
dan latihan tehnis fungsional. Pada tahun 2004 tercatat sejumlah 5.626 orang
PNS, terdiri dari 73 orang PNS golongan I, 1749 orang PNS golongan II, 3461
orang PNS golongan III, dan 343 orang PNS golongan IV. Dari jumlah dan
pendidikan aparatur ditingkat provinsi sebenarnya cukup memadai. Namun
masih ditemui berbagai persoalan seperti penyebaran antara daerah belum
proporsional; tingkat kesejahteraan PNS relatif masih rendah; masih
rendahnya layanan pemerintah daerah terlihat dari rendahnya kualitas dan
kuantitas sarana dan prasarana diberbagai bidang yang dibutuhkan
masyarakat, seperti sarana dan prasarana jalan raya, pendidikan, kesehatan,
dan sarana dan prasarana dasar lainnya, dan masih tingginya angka
pelanggaran kewenangan, hal ini terlihat dari jumlah temuan Banwasda
Provinsi Jambi tahun 1999-2003 mencapai 705 temuan untuk instansi
Provinsi dan 2.994 temuan untuk instansi kabupaten kota.
8. Wilayah dan Tata Ruang
Untuk Provinsi Jambi upaya-upaya pembangunan wilayah yang
relatif masih tertinggal, walaupun telah dimulai dalam dua dekade terakhir
namun sampai saat ini masih banyak dijumpai wilayah-wilayah tertinggal
yang belum tersentuh oleh program-program pembangunan sehingga
masyarakatnya mempunyai keterbatasan akses terhadap pelayanan sosial,
ekonomi dan politik serta terisolir dari wilayah di sekitarnya terutama
daerah perkotaan. Keadaan kabupaten. Keadaan ini akan menciptakan
kantong-kantong kemiskinan sehingga berpengaruh terhadap jumlah
penduduk miskin di Provinsi Jambi.
Sampai tahun 2004, jumlah penduduk miskin masih mencapai 12,45
persen dari jumlah penduduk atau mencapai 325.000 jiwa. Dengan demikian
untuk kesejahteraan kelompok masyarakat yang hidup di wilayah tertinggal
termasuk komunitas adat terpencil (KAT) atau suku anak dalam (SAD) yang
umumnya tergolong miskin ini memerlukan perhatian dan keberpihakan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
26
pembangunan yang besar dari pemerintah Provinsi Jambi. Permasalahan
yang dihadapi dalam pengembangan wilayah tertinggal, termasuk yang
masih dihuni oleh komunitas adat terpencil (KAT) antara lain: (1) sangat
minimnya sarana perhubungan yang menghubungkan wilayah tertinggal
dengan wilayah yang relatif lebih maju: (2) menyebarnya tempat tinggal
penduduk dengan kepadatannya yang relatif rendah: (3) Kebiasaan hidup
berpindah (melangun) khususnya bagi komunitas adat tertinggal (KAT) atau
suku anak dalam (SAD) yang hidup mengembara pada wilayah tertentu di
hutan-hutan provinsi Jambi. (4) miskinnya wilayah-wilayah ini dengan
sumber daya alam dan sumber daya manusia; (5) pembangunan di wilayah
tertinggal belum diprioritaskan oleh pemerintah (6) dukungan sektor terkait
belum optimal untuk pengembangan wilayah-wilayah tertinggal ini.
Untuk Provinsi Jambi cukup banyak wilayah-wilayah yang memiliki
produk unggulan (sawit, karet, kelapa dan casiavera dan tanaman pengan)
serta lokasinya yang strategis, namun belum dikembangkan secara optimal
seperti contohnya Kecamatan Jangkat dengan produk unggulannya kentang
dan kopi. Hal ini disebabkan antara lain: (1) lemahnya penguasaan teknologi
dan terbatasnya informasi pasar dan untuk pengembangan produk
unggulan: (2) belum berkembangnya jiwa kewirausahaan dari petani dan
sikap profesionalisme dari pelaku dunia usaha; (3) dukungan kebijakan
daerah yang berpihak pada petani dan pelaku usaha swasta belum optimal;
(4) infrastruktur kelembagaan sosial dan ekonomi yang berorientasi untuk
pengembangan usaha belum berkembang; (5) koordinasi, sinergi, dan
kerjasama diantara pelaku-pelaku pengembangan kawasan masih lemah
untuk meningkatkan daya saing produk unggulan; (6) keterbatasan akses
petani dan pelaku usaha skala kecil terhadap modal pengembangan usaha,
input produksi, dukungan teknologi, dan jaringan pemasaran untuk
pengambangan peluang usaha dan kerjasama investasi; (7) prasarana dan
sarana fisik (jalan-jalan ke sentra produksi dan ekonomi) untuk mendukung
pengembangan kawasan dan produk unggulan daerah sangat terbatas; serta
(8) kerjasama antar kabupaten untuk mendukung peningkatan daya saing
kawasan dan produk unggulan belum optimal. Pada hakekatnya wilayahwilayah yang strategis ini dapat tumbuh lebih cepat karena memiliki produk
unggulan, dan diharapkan setelah wilayah ini berkembang dapat memicu
pertumbuhan wilayah-wilayah sekitarnya yang masih tertinggal karena
miskin sumberdaya dan masih terbelakang.
Pesatnya aktivitas pembangunan terutama di perkotaan telah
membawa dampak yang negatif baik secara fisik (penurunan kualitas
lingkungan, konversi lahan pertanian) maupun permasalahan sosial
ekonomi. Untuk kedepan, Provinsi Jambi harus mengantisipasi terhadap
dampak negatif yang ditimbulkan oleh pembangunan di perkotaan tersebut.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
27
Dampak tersebut antara lain adalah; (1) untuk mendukung pertumbuhan
ekonomi perkotaan telah dilakukan eksploitasi yang berlebihan terhadap
sumberdaya alamnya sehingga menurunnya kualitas lingkungan fisiknya
dan timbulnya polusi; (2) meningkatnya konversi lahan pertanian produktif
menjadi kawasan pemukiman, perdagangan, dan industri; (3) terjadinya
penurunan kualitas hidup masyarakat di perkotaan karena permasalahan
sosial-ekonomi, serta penurunan kualitas pelayanan kebutuhan dasar
perkotaan.
Secara umum untuk Provinsi Jambi kondisi sosial ekonomi
masyarakat yang tinggal di pedesaan umumnya masih jauh tertinggal
dibandingkan dengan mereka yang tinggal di perkotaan. Keadaan ini
disebabkan kecenderungan investasi ekonomi oleh swasta maupun
pemerintah (infrastruktur dan kelembagaan) terkonsentrasi di daerah
perkotaan. Selain dari pada itu, kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan
masih banyak yang yang tidak sinergis dengan kegiatan ekonomi yang
dikembangkan di wilayah pedesaan. Akibatnya, peran kota yang diharapkan
dapat mendorong perkembangan pedesaan (trickle down effect) justru
memberikan dampak yang merugikan pertumbuhan pedesaan (backwash
effects).
Untuk Provinsi Jambi pembangunan yang dilakukan di suatu wilayah
saat ini masih sering dilakukan tanpa mempertimbangkan keberlanjutannya.
Keinginan untuk memperoleh keuntungan ekonomi jangka pendek
seringkali menimbulkan keinginan untuk mengeksploitasi sumber daya
alam (SDA) secara berkelebihan bahkan cendrung agresif dan exploitatif
sehingga menurunkan kualitas (degradasi) dan kuantitas (deplesi) SDA dan
lingkungan hidup. Selain itu, seringkali pula terjadi konflik antar kehutanan
dan pertambangan. Salah satu penyebab terjadi permasalahan tersebut
adalah karena pembangunan yang dilakukan dalam wilayah tersebut belum
mengunakan ” Rencana Tata Ruang” sebagai acuan koordinasi dan
sinkronosasi pembangunan antar sektor dan antar wilayah.
Untuk Provinsi Jambi telah terjadi penyimpangan pemanfaatan dan
pengendalian ruang RTRW Provinsi Jambi yang disebabkan karena: a).
Tumpang tindihnya pengalokasian ruang baik untuk perkebunan besar
maupun HTI seperti terlihat di kecamatan Tungkal Ulu bagian selatan,
Mendahara Selatan dan Muara Bulian. b). Tumpang tindihnya
pengalokasian ruang untuk perkebunan besar dengan pemukiman
transmigrasi dan Hutan Lindung gambut seperti Pamenang, Tungkal Ulu,
Mendahara dan Kuamang Kuning. c). Tumpang tindihnya areal HPH
dengan kawasan lindung, sehingga diperkirakan beberapa areal HPH yang
telah memasuki kawasan hutan lindung seperti di kecamatan Muara Siau,
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
28
Jangkat, Batang Asai, Kumpeh. Hal ini berarti perlu dilakukan peninjauan
kembali dengan mengakomodasikan perubahan-perubahan tersebut, baik
perubahan ekonomi, asumsi-asumsi, strategi maupun arah kebijakan dalam
pengelolaan ruang wilayah dengan mewujudkan pola dan struktur tata
ruang yang baru.
9. Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Telah diketahui hingga saat ini, sumberdaya alam sangat berperan
dalam pembangunan di Provinsi Jambi. Hal ini disebabkan karena sumber
daya alam dan lingkungan hidup tidak hanya dapat dijadikan sebagai modal
pertumbuhan ekonomi (resourse based economy), tapi juga berfungsi sebagai
penopang sistem kehidupan (life support system). Provinsi Jambi dalam
menopang aktivitas pembangunannya sangat tergantung pada hasil
eksploitasi sumber daya alam yang dimilikinya.
Sampai saat ini, sumber daya alam khususnya pertanian sangat
berperan sebagai sumber perekonomian daerah, dan masih sangat signifikan
perannya untuk 20 tahun mendatang. Hal ini dapat diperkirakan dengan
masih cukup tingginya kontribusi sektor pertanian seperti tanaman pangan,
kehutanan, perkebunan, peternakan dan perikanan yang memberikan
kontribusinya sampai 28,29 persen dari produk domestik regional bruto
(PDRB) Provinsi Jambi pada tahun 2004, dan menyerap cukup banyak
tenaga kerja atau 60 persen dari total angkatan kerja yang ada.
Secara umum pengelolaan SDA di Provinsi Jambi masih belum
berkelanjutan dan masih mengabaikan kelestarian fungsi lingkungan hidup,
bahkan cendrung agresif, exploitatif dan expansif sehingga daya dukung
lingkungan menurun. Ketersediaan SDA menipis, bahkan cendrung sudah
berada pada tahap yang sangat mengkhawatirkan. Hal ini sangat terlihat
sampai saat ini masih sangat maraknya kejadian pembalakan liar (illegal
logging), tebang berlebih (over cutting) serta penyeludupan kayu ke luar negri
yang telah mempercepat pengurangan sebahagian besar hutan di Provinsi
Jambi.
Kejadian tersebut berakibat pada laju penurunan luas hutan yang
cukup signifikan di Provinsi Jambi yang mencapai 2,44 persen per tahun
dalam kurun waktu 13 tahun terakhir. Kalau pada tahun 1991, luas kawasan
hutan Provinsi Jambi mencapai 2.888.718 ha maka pada tahun 2003 menurun
menjadi 2.148.950 ha. Ini berarti bahwa, dalam kurun waktu 13 tahun telah
terjadi penurunan kawasan seluas 739.768 ha. Kondisi ini juga berimplikasi
pada degradasi daya dukung daerah aliran sungai (DAS) yang diakibatkan
kerusakan hutan dan sedimentasi yang tinggi menyebabkan kapasitas daya
tampung sungai Batanghari dan anak-anaknya semakin menurun.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
29
Dengan menurunnya daya dukung daerah DAS, berakibat pada
meningkatnya debit air sungai secara tidak terkendali di musim hujan,
sehingga berakibat pada meningkatnya frekwensi banjir sepanjang tahun.
Seringnya banjir sangat berdampak pada pola tanam dan sangat
berpengaruh pada produktivitas hasil pertanian masyarakat. Bahkan tidak
jarang tingginya frekwensi banjir yang datang secara tiba-tiba telah
menghancurkan sumber kehidupan (pertanian) yang merupakan sumber
ekonomi dan mata pencaharian sebagian besar masyarakat Jambi.
Praktik penebangan liar dan konversi lahan perkebunan di Provinsi
Jambi juga telah menimbulkan dampak yang sangat luas pada ekosistem
dalam tatanan DAS. Pada saat ini diperkirakan DAS Batanghari sudah
berada dalam kondisi kritis. Kerusakan DAS ini juga dipacu oleh
pengelolaan DAS yang kurang terkoordinasi antara hulu dan hilir serta
kelembagaannya yang masih lemah. Hal ini akan mengancam keseimbangan
ekosistem secara luas, khususnya cadangan dan pasokan air yang sangat
dibutuhkan untuk irigasi, industri dan konsumsi rumah tangga.
Karena Pengeloaan yang tidak berkelanjutan satu demi satu
perusahaan HPH itu berguguran. Memasuki tahun 2001 tinggal 14
perusahaan HPH di Provinsi jambi. Namun pada pertengahan 2003, hanya
ada dua perusahaan HPH yang masih aktif, sedangkan hutan tanaman
Industri (HTI), dari 10 perusahaan, hanya tiga yang masih aktif. Hak
Pengusahaan hutan yang sekarang tidak beroperasi lagi kini meninggalkan
permasalahan yang kompleks. Pada HPH dan HTI yang tidak beroperasi ini
lahan yang ditinggalkan rawan perambahan dan menjadi persoalan
tersendiri sehingga perlu dipikirkan dimasa mendatang. Disamping itu
banyaknya lahan-lahan tak bertuan yang kondisinya tidak memungkinkan
lagi sebagai daya dukung satwa liar dan fungsi ekologis yang baik. Tidak
adanya pengelolaan yang baik akan semakin memperparah kondisi
mengingat perlu waktu dan biaya yang sangat besar untuk mengembalikan
kondisi seperti semula. Untuk ke depan rehabilitasi Ex HPH ini sangat
mendesak dilakukan untuk mengembalikannya sebagaimana fungsi
hutannya seperti semula.
Permasalahan lainnya dalam pengelolaan hutan ini adalah
masyarakat sekitar hutan kurang dilibatkan dalam pengusahaan dan
penataan batas kawasan hutan. Masyarakat lokal (adat) yang banyak berada
di sekitar kawasan hutan dan di dalam juga merupakan potensi yang baik
sekaligus menjadi potensi permasalahan jika dalam pengelolaan hutan
tersebut di abaikan, sehingga yang muncul adalah klaim terhadap lahan
hutan. Permasalahan yang muncul tersebut sebenarnya juga tidak dapat
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
30
dilepaskan dari pemerintah sendiri sebagai pemegang otoritas kebijakan.
Sebagai contoh permasalahan yang terjadi adalah penunjukkan suatu
kawasan menjadi hutan konservasi atau hutan lindung seringkali
mengabaikan partisipasi masyarakat setempat. Tanpa ada pengakuan
partisipasi masyarakat setempat sulit terwujud pengelolaan hutan yang
lestari dan berkelanjutan.
Sumberdaya alam Provinsi Jambi lainnya yang perlu mendapat
perhatian adalah daerah Kawasan pesisir dan laut. Dengan diterapkan UU
Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, luas perairan pesisir
Provinsi Jambi mencapai 12 mil laut dari garis pantai Pulau Berhala. Di
perairan yang cukup luas ini hidup beraneka ragam sumberdaya hayati yang
berpotensi sebagai lahan budidaya ikan juga terdapat potensi hutan
mangrove dengan jenis bakau, pidada, serta jenis lainnya yang sangat
potensial untuk menjaga kondisi pantai dari erosi air laut. Sumberdaya
kelautan dan pesisir di Provinsi Jambi tersebar di Kabupaten Tanjung Jabung
Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Luas lautan Provinsi Jambi mencapai 425,5 km2 telah menghasilkan
51.426 ton ikan tahun 2004. Kegiatan perikanan laut telah memberikan
lapangan kerja bagi 3.159 orang yang terdiri dari nelayan penuh 2.053 orang,
nelayan sembilan utama 631 orang dan sambilan tambahan 474 orang. Sesuai
dengan luas wilayah perairan, jumlah nelayan di Kabupaten Tanjung Jabung
Timur mencapai 2.144 orang atau 66,91 persen dari total nelayan Provinsi
Jambi. Namun yang perlu mendapat perhatian adalah ekosistem pesisir dan
laut semakin rusak dan terjadinya pencurian ikan serta penangkapan yang
tidak ramah lingkungan. Untuk ke depan sangat diperlukan upaya
meningkatkan konservasi pesisir dan laut, serta rehabilitas ekosistem yang
rusak. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun sistem pengendalian
dan pengawasan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di wilayah
pesisir dan laut. Di samping itu penataan industri perikanan dan kegiatan
ekonomi masyarakat di wilayah pesisir juga sangat penting diperhatikan
untuk 20 tahun ke depan.
Proses pembentukan Pegunungan Bukit Barisan melalui akibat
penunjaman Kerak Samudra Indo-Australia ke Kerak Benua Eurasia
mengakibatkan terangkatnya batuan-batuan tua berumur Mesozoikum (65
juta tahun yang lalu) dengan beragam batuan. Kemudian melalui proses
geologi berupa aktifnya gunung api yang menerobos batuan-batuan yang
lebih tua membawa kepada dampak terbentuknya cebakan-cebakan mineral
ekonomis yang berdekatan dengan Pegunungan Bukit Barisan ini. Beberapa
di antaranya adalah potensi mineral-mineral tembaga, timbal, emas, perak,
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
31
dan sebagainya yang tersebar di antara Gunung Nagan dan Gunung
Patahsembilan di Kabupaten Bungo.
Pegunungan Bukit Barisan memegang peranan penting di dalam
menjaga lingkungan secara keseluruhan di Provinsi Jambi. Sebagai Taman
Nasional, Pegunungan Bukit Barisan bagi Provinsi Jambi sudah sangat tepat.
karena dengan status ini sumberdaya air dan lingkungan relatif akan terjaga
dengan baik. Namun demikian karena di kawasan ini juga kemungkinan
besar mengandung cadangan mineral ekonomis tinggi, maka pada masa
depan perlu dipikirkan untuk menilai cadangan ini sebagai tabungan masa
depan, setelah cadangan-cadangan di tempat lain menurun kuantitas dan
kualitasnya.
Namun suatu hal yang perlu diwaspadai terhadap hasil exploitasi
bahan tambang ini adalah terjadinya penurunan hasil tambang sejak
beberapa tahun belakangan ini. Hal ini terlihat dari jumlah hasil minyak
mentah yang dihasilkan dari tahun 2000 mencapai 8.905.570 barrel turun
menjadi 4.108.653 barrel tahun 2003. Hal yang sama juga terjadi pada
produksi gas alam dari 667.465 MMBTU tahun 2000 menjadi hanya 27.020
MMBTU tahun 2003. Sedangkan produksi batu bara juga terjadi penurunan
dari 60.585 ton tahun 2000 menjadi hanya tinggal 8.206 ton tahun 2003.
Fenomena terjadinya penurunan produksi hasil tambang ini perlu
didalami dan dipertanyakan apakah hal ini disebabkan memang cadangan
hasil tambang kita yang mulai menipis sehingga hasil tambang menurun
secara signifikan. Atau saat ini tidak banyak lagi dilakukan explorasi
terhadap sumber-sumber tambang baru karena adanya peraturan yang tidak
mendukung, dimana dalam pencarian sumber tambang baru terutama
minyak bumi yang masih berada pada tahap explorasi perusahaan (calon
investor) telah dikenakan pajak sehingga hal ini menjadikan beban yang
cukup berat bagi pengusaha untuk melakukan explorasi di Provinsi Jambi.
Sampai saat ini pencemaran air dan tanah juga masih belum
tertangani secara tepat. Keadaan ini karenakan semakin pesatnya aktivitas
pembangunan, ekonomi dan pemanfaatan SDA
yang kurang
memperhatikan aspek kelestarian kehidupan dan fungsi lingkungan. Salah
satu indikasinya untuk Provinsi Jambi adalah dengan masih beroperasinya
Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di sepanjang DAS Batang hari dan
anak-anak sungainya. Aktivitas PETI dengan ” air raksa” atau ” Mercury” ini
disamping akan mencemari air sungai yang sangat dibutuhkan untuk
keperluan sehari-hari sebagian besar masyarakat Jambi, juga dengan
aktivitas PETI ini akan dapat mencemari air untuk kegiatan pertanian dan
perikanan disepanjang sungai Batang Hari. Disamping itu desentralisasi
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
32
pembangunan dan otonomi daerah juga telah mengakibatkan meningkatnya
konflik pemanfaatan dan pengelolaan SDA baik antar wilayah, antara pusat
dan daerah, serta antar penggunaan. Untuk itu, kebijakan pengeloaan SDA
dan lingkungan hidup secara tepat akan dapat mendorong perilaku
masyarakat untuk menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
dalam 20 tahun mendatang agar Jambi tidak mengalami krisis SDA,
khususnya krisis air, Krisis Pangan, dan krisis energi.
2.2. Tantangan
1. Ekonomi
Pembangunan ekonomi sampai saat ini, meskipun telah menghasilkan
berbagai kemajuan, masih jauh dari cita-citanya mewujudkan perekonomian
daerah yang tangguh dan mensejahterakan seluruh lapisan masyarakat.
Oleh karena itu, tantangan besar kemajuan perekonomian daerah 20 tahun
mendatang adalah meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
secara berkelanjutan dan berkualitas untuk mewujudkan secara nyata
peningkatan kesejahteraan sekaligus mengejar ketertinggalan dari daerahdaerah lain yang lebih maju.
Secara eksternal, tantangan tersebut dihadapkan pada situasi dimana
persaingan ekonomi antar daerah dan regional semakin kompetitif dan pesat
serta semakin meluasnya proses globalisasi. Basis kekuatan ekonomi daerah
yang masih banyak mengandalkan murahnya upah tenaga kerja dan ekspor
bahan mentah dari ekspoitasi sumber-sumber daya alam tak terbarukan, ke
depan perlu diubah menjadi perekonomian daerah yang mengandalkan
keterampilan SDM serta produk-produk bernilai tambah tinggi dan berdaya
saing. Perkembangan ekonomi daerah di kawasan regional dan kawasan
segitiga pertumbuhan Singapura, Batam dan Johor (Sibajo) yang pesat
dengan kekuatan ekonomi Singapura dan Malaysia merupakan salah satu
fokus utama yang perlu dipertimbangkan secara cermat di dalam menyusun
pengembangan struktur dan daya saing perekonomian daerah. Dengan
demikian, integrasi perekonomian daerah ke dalam proses globalisasi dapat
mengambil manfaat sebesar-besarnya dan sekaligus dapat meminimalkan
dampak negatif yang muncul.
Secara internal, tantangan tersebut dihadapkan pada situasi dimana
pertambahan penduduk Jambi masih relatif tinggi dan rasio penduduk usia
produksi diperkirakan mencapai tingkat maksimal (sekitar 55 persen dari
total penduduk) pada periode sekitar 2015-2025. Dalam periode tersebut,
angkatan kerja diperkirakan meningkat hampir dua kali lipat dan kondisi
saat ini. Dengan komposisi pendidikan angkatan kerja yang pada tahun 2004
ke depan komposisi pendidikan angkatan kerja diperkirakan akan
didominasi oleh angkatan kerja yang berpendidikan setingkat SMU. Dengan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
33
demikian, kapasitas perekonomian daerah di masa depan dituntut untuk
mampu tumbuh dan berkembang agar tersedia tambahan lapangan kerja
yang layak bagi mereka.
Tantangan penurunan konstribusi sektor kehutanan dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi daerah terus menurun. Potensi sektor
kehutanan yang terus menurun dihadapkan pada tingkat deforestry yang
relatif tinggi. Tingkat kerusakan hutan yang relatif parah pada saat ini,
berpengaruh pada aspek lingkungan, seperti banjir dan kekeringan serta
tingkat ketersediaan kayu untuk pembangunan perumahan dan infrastuktur
dasar lainnya. Kondisi ini berpengaruh pada aktivitas ekonomi, terutama
keterkaitan sektor hilir dari industri perkayuan yang memberikan multiplier
yang relatif besar dalam penyerapan tenaga kerja dan pendapatan
masyarakat.
Tantangan besar dibidan pertanian adalah meningkatkan nilai tambah
(value added) dan daya saing produk pertanian. Pengembangan subsistem
agribisnis hilir (down stream agribisnis) yang bersinergi adalah upaya untuk
meningkatkan nilai tambah (value added) dan daya saing produk pertanian di
Provinsi Jambi. Kontribusi sektor pertanian yang relatif besar selama dekade
pembangunan Provinsi Jambi, menjadikan sektor pertanian terutama
subsektor perkebunan menjadi dasar yang kuat bagi perekonomian Provinsi
Jambi yang harus dikembangkan. Rendahnya nilai tambah sektor pertanian,
menuntut suatu upaya peningkatan industri hilir sistem agribisnis, sehingga
dapat menghasilkan produk akhir pertanian yang berkualitas yang berdaya
saing.
Tantangan dalam perkembangan subsistem pemasaran (On-Farm
agribisnis) yang dapat menunjang peningkatan penjualan. Pendayagunaan
sistem informasi, pendayagunaan dan penciptaan pasar dalam negeri.
Mengembangkan subsistem Jasa Penunjang (Supporting Institution) sehingga
dapat mendukung peningkatan produk pertanian terutama yang ekspor.
Tantangan internal penting lainnya adalah terlalu teraglomerasinya
aktivitas perekonomian di kota Jambi, sehingga dapat melebihi daya dukung
optimal lingkungan hidupnya. Ke depan, perekonomian daerah juga
dituntut untuk mampu berkembang secara lebih proporsional di seluruh
wilayah Provinsi Jambi dengan mendorong perkembangan ekonomi
terutama di daerah hinterland Kota Jambi. Kebijakan ini bermanfaat untuk
menjaga keseimbangan lingkungan terutama di kota Jambi, hal tersebut juga
akan berguna untuk memperkuat perekonomian daerah yang ditunjukkan
oleh diversifikasi perekonomian sekaligus perbaikan di dalam kesempatan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
34
kerja dan berusaha, yang pada gilirannya akan meningkatkan pemerataan
pendapatan masyarakat di Provinsi Jambi.
Kemajuan ekonomi perlu didukung oleh kemampuan di dalam
mengembangkan potensi masyarakat dan daerah untuk mewujudkan
kemandirian daerah. Kepentingan utamanya adalah mengurangi
ketergantungan perekonomian daerah dari pengaruh luar namun tetap
berdaya saing. Dengan pemahaman ini, tantangan utamanya adalah
mengembangkan aktivitas perekonomian daerah yang didukung oleh
penguasaan dan penerapan teknologi serta peningkatan produktivitas SDM,
mengembangkan kelembagaan ekonomi yang efesien yang menerapkan
praktik-praktik terbaik dan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik, serta
menjamin ketersediaan kebutuhan dasar bagi daerah.
Pemecahan masalah kemiskinan perlu didasarkan pada pemahaman
suara masyarakat miskin dan adanya penghormatan, perlindungan dan
pemenuhan hak-hak dasar rakyat secara bertahap yaitu hak sosial, budaya,
ekonomi dan politik. Tantangan yang dihadapi antara lain yaitu kurangnya
pemahaman terhadap hak-hak dasar masyarakat miskin, kurangnya
keberpihakan dalam perencanaan dan penganggaran, lemahnya sinergi dan
koordinasi kebijakan pemerintah provinsi dan kabupaten dalam berbagai
upaya penanggulangan kemiskinan, rendahnya partisipasi dan terbatasnya
akses masyarakat miskin terutama perempuan dalam pengambilan
keputusan baik dalam keluarga maupun masyarakat.
2. Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama
Dalam 20 tahun mendatang, Provinsi Jambi sebagaimana halnya
wilayah lain di Indonesia akan menghadapi tekanan jumlah penduduk yang
semakin besar. Jumlah penduduk yang pada tahun 2005 sebesar 2.644.135
orang diperkirakan meningkat mencapai sekitar 3.509.531 orang pada tahun
2025. Hal ini terjadi seiring dengan akan perbaikan berbagai parameter
kependudukan yang ditunjukkan dengan menurunnya angka kelahiran,
meningkatnya usia harapan hidup, dan menurunnya angka kematian bayi.
Di samping itu potensi dan kemajuan yang ditunjukkan daerah Jambi juga
akan menjadi daya tarik masyarakat di luar Provinsi Jambi untuk bermigrasi
ke Provinsi Jambi.
Oleh karena itu pengendalian kuantitas dan laju pertumbuhan
penduduk penting diperhatikan untuk menciptakan penduduk tumbuh
seimbang dalam rangka mendukung terjadinya bonus demografi yang
ditandai dengan jumlah penduduk usia produktiv lebih besar daripada
jumlah penduduk usia non-produktif. Kondisi tersebut perlu dimanfaatkan
secara optimal untuk meningkatkan kualitas SDM, daya saing dan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
35
kesejahteraan rakyat. Disamping itu persebaran dan mobilitas penduduk
perlu pula mendapatkan perhatian sehingga ketimpangan persebaran dan
kepadatan penduduk antara wilayah perkotaan dan perdesaan dapat
dikurangi.
Masih rendahnya IPM Provinsi Jambi, menunjukkan rendahnya
kualitas SDM masyarakat Provinsi Jambi. Hal ini berdampak terhadap
produktivitas dan daya saing daerah. Oleh karena itu, pembangunan
kesehatan dan pendidikan memiliki peranan penting dalam peningkatan
kualitas SDM.
Di bidang kesehatan berbagai masalah dan tantangan yang dihadapi
adalah tingginya angka kematian bayi, balita dan ibu melahirkan, serta
tingginya proporsi balita kurang gizi; tingginya kesenjangan status
kesehatan dan akses terhadap pelayanan kesehatan antar wilayah, gender,
dan kelompok pendapatan; dan terjadinya beban ganda penyakit yaitu pola
penyakit yang diderita masyarakat sebagian besar adalah penyakit infeksi
menular, namun pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan penyakit
tidak menular. Sementara itu juga dihadapkan pada persoalan ketersediaan
fasilitas dan SDM kesehatan.
Dalam bidang pendidikan tantangan yang dihadapi adalah dalam
menyediakan pelayanan pendidikan yang berkualitas untuk meningkatkan
proporsi penduduk yang menyelesaikan pendidikan dasar ke jenjang-jenjang
pendidikan yang lebih tinggi, dan menurunkan penduduk buta aksara, serta
menurunkan kesenjangan tingkat pendidikan yang cukup tinggi antar
kelompok masyarakat termasuk antara penduduk kaya dan penduduk
miskin, antara penduduk perkotaan dan perdesaan, antara penduduk di
wilayah maju dan tertinggal, dan antar jenis kelamin. Masih rendahnya
kualitas dan relevansi lulusan, menuntut peningkatan kualitas dan relevansi
termasuk mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antar daerah, antar
jenis kelamin, dan antara penduduk kaya dan miskin, sehingga
pembangunan pendidikan dapat berperan dalam mendorong pembangunan
daerah khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya, termasuk
dalam mengembangkan akhlak mulia, kemampuan untuk hidup dalam
masyarakat yang multikultur serta meningkatnya daya saing. Tantangan
selanjutnya yang dihadapi pembangunan pendidikan adalah untuk
menyediakan pelayanan pendidikan sepanjang hayat.
Masih tertinggalnya peran perempuan dan rendahnya kualitas hidup
perempuan dan anak di berbagai bidang pembangunan, antara lain ditandai
oleh rendahnya angka Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan masih
tingginya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak. Tantangan lain
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
36
adalah masih rendahnya kesejahteraan, partisipasi dan perlindungan anak.
Di sisi lain partisipasi pemuda dalam pembangunan masih belum optimal,
serta budaya dan prestasi olahraga masih rendah. Di samping itu, beban
permasalahan kesejahteraan sosial semakin beragam dan meningkat akibat
terjadinya berbagai krisis sosial seperti menipisnya nilai budaya dan agama,
meningkatnya akses dan gejala sosial dampak dari disparitas kondisi sosial
ekonomi masyarakat, serta terjadinya berbagai bencana sosial dan bencana
alam. Sementara itu, kebutuhan sosial dasar masyarakat masih belum
sepenuhnya terpenuhi.
Pengembangan nilai-nilai budaya lokal dan budaya nasional menjadi
masalah ketika dihadapkan pada desakan arus globalisasi yang didorong
oleh kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, oleh karena itu menjadi
tantangan untuk dapat mempertahankan jati diri bangsa sekaligus
memanfaatkannya untuk pengembangan toleransi terhadap keragaman
budaya dan peningkatan daya saing melalui penyerapan nilai-nilai
universal.
Dibidang kehidupan beragama tantangan yang dihadapi adalah
mewujudkan ajaran agama yang mampu sebagai inspirasi dan sumber
inspirasi serta ajaran moral untuk menggerakkan masyarakat dalam
membangun, mewujudkan kerukunan antar umat beragama dan intern umat
beragama.
3. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Untuk 20 tahun ke depan di Provinsi Jambi tantangan yang perlu
diantisipasi adalah terjadinya persaingan yang makin tinggi yang menuntut
peningkatan kemampuan dalam penguasaan dan penerapan iptek dalam
rangka menghadapi perkembangan global menuju ekonomi berbasis
pengetahuan (knowledge based economy) terutama sektor pertanian
(agroindustri). Dalam rangka meningkatkan kemampuan iptek daerah, maka
tantangan yang dihadapi untuk Provinsi Jambi terutama di bidang agribisnis
adalah meningkatkan kontribusi iptek di sector Hulu dalam penyediaan
bibit (up stream) dan budidaya (on farm) untuk peningkatan produksi dan
produktivitas serta hilir (down stream) untuk melakukan prosesing terhadap
semua produk primer seperti contohnya crude palm oil (CPO) menjadi
minyak goreng dan margarine untuk meningkatkan value added dan value
chain suatu produk sehingga masyarakat Jambi terutama petani dapat
menikmati hasil peningkatan nilai tambah produk ini.
Disamping tantangan di bidang pemanfaatan IPTEK dalam bidang
pertanian, selaras dengan sangat pesatnya perkembangan IPTEK di bidang
lainnya seperti telekomunikasi, transportasi, kesehatan, Industri (jasa,
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
37
perbankan) juga perlu diantisipasi ke depan bagaimana memanfaatkan
kemajuan IPTEK yang ada untuk meningkatkan ektifitas dan efisiensi dalam
setiap aktivitas pembangunan dalam rangka meningkatkan kualitas
kehidupan yang lebih baik (better life). Tantangan pemanfaatan IPTEK dalam
pelayanan publik dalam birokrasi, tantangan ke depan bagaimana kita
memanfaatkan kemajuan informasi dan teknologi (IT) dalam memberikan
pelayanan prima kepada masyarakat melalui paperless document dengan
prosedur yang cepat dan murah sehingga membantu menciptakan sistem
birokrasi yang efisien dan efektif, transparan dan akuntabel.
Sedangkan tantangan pemanfaatan Iptek bagi pendidikan adalah
bagaimana tersedianya akses terhadap Cyber-net (internet) dalam semua
jenjang pendidikan sehingga dapat memberikan percepatan pengembangan
kualitas SDM di Provinsi Jambi. Dibidang kesehatan tantangan yang harus
dihadapi untuk 20 tahun mendatang adalah seiring dengan semakin
membaik tingkat pendapatan dan kesejahteraan masyarakat Jambi, maka
permintaan akan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan prima juga akan
semankin meningkat. Pelayanan kesehatan yang prima sangat identik
dengan sistem pelayanan yang prima dan tersedianya peralatan dan fasilitas
kesehatan yang canggih dan representatif sejalan dengan kemajuan IPTEK.
Untuk ke depan tantangan dalam penyediaan fasilitas kesehatan yang
modern sangat perlu dihadirkan di Jambi sehingga masyarakat tidak perlu
lagi berobat ke pusat ibukota dan provinsi tetangga.
Untuk Provinsi Jambi kondisi kemajuan IPTEK di berbagai bidang ini
perlu disikapi terutama bagi masyarakat dan para pengguna hasil IPTEK
sehingga tidak terjadi ketidaksiapan (kegagapan) teknologi dalam
pemanfaatan IPTEK atau lebih ironis lagi ada kelompok masyarakat yang
tidak tersentuh oleh kemajuan IPTEK sama sekali. Dengan demikian
tantangan kedepan pemberian akses terhadap semua bidang kemajuan
IPTEK bagi masyarakat Provinsi Jambi mutlak dilakukan dimasa
mendatang.
Disamping itu tantangan lainnya ke depan lebih untuk berperannya
IPTEK dalam memberikan kehidupan yang lebih mudah dan lebih baik
(better life) maka perlu dimasa datang dilakukan peningkatan efektifitas
mekanisme intermediasi iptek, memperkuat sinergi kebiijakan iptek di
kalangan masyarakat, meningkatkan peran iptek dalam mengatasi degradasi
fungsi lingkungan, serta meningkatkan ketersediaan dan kualitas sumber
daya iptek, baik SDM, sarana dan prasarana , maupun pembiayaan iptek.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
38
4. Sarana dan Prasarana
Kemajuan teknologi di abad informasi dan tuntutan kebutuhan
masyarakat yang semakin meningkat untuk mendapatkan akses
telekomunikasi menuntut adanya penyempurnaan dalam penyelengaraan
pembangunana telematika. Walaupun pembangunan telematika saat ini
telah mengalami berbagai kemajuan. Informasi masih merupakan barang
yang dianggap mewah dan hanya dapat diakses dan pemanfaatan arus
informasi dan teledensitas pelayanan telematika masyarakat pengguna jasa
di Provinsi Jambi.
Untuk memenuhi kebutuhan hunian bagi masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan penduduk Provinsi Jambi, tantangan yang dihadapi
adalah : (a) memenuhi penyediaan kebutuhan rumah terutama bagi
masyarakat yang berpenghasilan menengah ke bawah untuk memiliki
rumah; (b) menyempurnakan pola subsidi menuju subsidi sektor perumahan
yang tepat sasaran, transparan, akuntabel, dan berkepastian, khususnya
subsidi bagi masyarakat berpendapatan rendah; (c) mendorong adanya
insentif perpajakan kepada dunia usaha guna berpartisipasi secara langsung
dalam penyediaan perumahan; dan (d) melakukan perkuatan swadaya
masyarakat dalam pembangunan rumah melalui pemberian fasilitas kredit
mikro perumahan, fasilitas untuk pemberdayaan masyarakat, dan bantuan
teknis kepada kelompok masyarakat yang berswadaya dalam pembangunan
rumah. Dengan demikian, penyediaan perumahan dapat diselenggarakan
dengan tidak hanya mempertimbangkan kemampuan daya beli masyarakat,
namun juga melibatkan dalam proses pengambilan keputusan.
Dengan semakin berkurangnya sumber dana dari pemerintah,
tantangan ke depan yang dihadapi adalah memanfaatkan dana-dana
masyarakat dan membuka peluang kerjasama dengan badan usaha dalam
penyelenggaraan pembangunan sarana dan prasarana yang dibutuhkan
masyarakat. Hal ini menuntut dilakukannya berbagai penyempurnaan
aturan main terutama yang berkaitan dengan struktur industri penyediaan
sarana dan prasarana.
Penyempurnaan juga perlu dilakukan di sektor keuangan guna
memfasilitasi kebutuhan akan dana-dana jangka panjang masyarakat yang
tersimpan diberbagai lembaga keuangan. Kerjasama dengan badan usaha
terutama ditujukan untuk: (a) menyediakan infrastrukitur transportasi untuk
pelayanan distribusi komoditi perdagangan dan industri, serta pergerakan
penumpang dan barang dan jasa; (b) menghilangkan kesenjangan antara
pasokan dan kebutuhan serta efektivitas dan efisiensi tenaga listrik; (c)
meningkatkan teledensitas pelayanan telematika masyarakat pengguna jasa;
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
39
dan (d) memenuhi kebutuhan hunian bagi masyarakat; (e) meningkatkan
jumlah irigasi untuk pertanian.
5. Politik
Dalam pembangunan politik di daerah tantangan terberat dalam
kurun waktu 20 tahun mendatang adalah menjaga proses konsolidasi
demokrasi secara berkelanjutan. Dalam menjaga momentum demokrasi
tersebut, tantangan yang akan dihadapi adalah melaksanakan reformasi
struktur politik, proses politik dan budaya politik demokratis agar berjalan
bersamaan dan berkelanjutan.
Pada lingkup pemerintahan daerah, konsolidasi demokrasi perlu di
dukung dengan kebijakan daerah yang reformis dan birokrasi yang
memenuhi syarat profesionalisme, efektivitas, dan mandiri serta baik dan
bersih. Disamping itu, salah satu tantangan demokrasi terbesar adalah masih
belum cukup besarnya kapasitas kelas menengah yang dibutuhkan bagi
pembangunan masyarakat madani, baik dari segi ekonomi maupun
pendidikan. Oleh karena itu, dalam kurun waktu dua puluh tahun ke depan,
pendidikan politik akan merupakan alat transformasi sosial menuju
masyarakat yang adil dan demokrasi.
Konsolidasi demokrasi akan dihadapkan pula pada tantangan
bagaimana melembagakan kebebasan pers/ media massa yang profesional.
Peningkatan akses masyarakat terhadap informasi yang bebas dan terbuka,
menjadikan pers sebagai alat kontrol atas pemenuhan kepentingan publik
dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi.
6. Keamanan, Ketertiban dan ketentraman Masyarakat
Kedepan upaya meningkatkan ketertiban dan ketentraman
masyarakat masih dihadapkan pada berbagai persoalan seperti banyaknya
berbagai masalah sosial yang dapat menjadi faktor kriminogen bagi
timbulnya gangguan trantibmas, masih tingginya kriminalitas yang terjadi di
wilayah yang sulit dijangkau oleh penegak hukum seperti di hutan berupa
illegal logging dan penambangan emas tanpa izin. Begitu juga terhadap
gangguan Kamtibmas di laut seperti perambahan kekayaan laut maupun
pencurian dengan kekerasan (bajak laut/ perampokan) di laut sementara
masih ditemui keterbatasan sarana dan prasarana serta aparat. Di sisi lain
peningkatan jumlah krimalitas juga diikuti dengan berkembangnya
kejahatan non konvensional dan kejahatan konvensional dengan modus
baru.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
40
7. Hukum dan Aparatur
Tantangan ke depan di dalam pembangunan hukum di daerah adalah
dalam mewujudkan hukum dan peraturan perundang-undangan daerah
sebagai bagian integral dari sistem hukum nasional yang menjamin tegaknya
supremasi hukum dan HAM berdasarkan keadilan dan kebenaran.
Sampai saat ini, birokrasi di pemerintahan daerah belum banyak
mengalami perubahan yang fundamental. Permasalahan yang ada belum
terselesaikan, di sisi lain muncul pula masalah baru seiring dengan
desentralisasi, demokratisasi, globalisasi dan revolusi teknologi informasi.
Proses demokratisasi yang dijalankan telah membuat rakyat semakin sadar
akan hak dan tanggung jawabnya. Partisipasi masyarakat menjadi tema
penting dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Tingkat partisipasi
masyarakat yang rendah akan membuat aparatur negara tidak dapat
menghasilkan kebijakan pembangunan yang tepat.
Kesiapan aparatur pemerintah daerah dalam mengantisipasi proses
demokratisasi ini perlu dicermati agar mampu memberikan pelayanan yang
dapat memenuhi aspek transparansi, akuntabilitas dan kualitas yang prima
dari kinerja organisasi publik. Globalisasi juga membawa perubahan yang
mendasar pada sistem dan mekanisme pemerintahan daerah. Revolusi
teknologi dan informasi akan mempengaruhi terjadinya perubahan
manajemen penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pemanfaatan TI dalam
bentuk e-government, e-procurement, e-business dan cyber law selain akan
menghasilkan pelayanan publik yang lebih cepat, lebih baik, dan lebih
murah, juga akan meningkatkan diterapkannya prinsip-prinsip tata
kepemerintahan yang baik (good governance).
8. Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Dengan menelaah kondisi SDA terutama sektor pertanian dan
lingkungan yang menjadi tumpuan sumber pembiayaan pembangunan
Provinsi Jambi sampai saat ini, jika tidak diantisipasi dengan kebijakan dan
tindakan yang tepat akan dihadapi tiga ancaman, yaitu krisis pangan, krisis
air, dan krisis energi dalam 20 tahun ke depan. Ketiga krisis ini menjadi
tantangan daerah Provinsi Jambi jangka panjang yang perlu diwaspadai agar
tidak menimbulkan dampak buruk bagi kehidupan masyarakat Jambi.
Meningkatnya jumlah penduduk yang pesat menyebabkan
kemampuan penyediaan pangan semakin terbatas. Hal ini disebabkan oleh
meningkatnya konversi lahan sawah dan lahan pertanian produktif lainnya,
rendahnya peningkatan produktivitas hasil pertanian, menurunnya kondisi
irigasi dan prasarana irigasi. Di lain pihak, bertambahnya kebutuhan lahan
pertanian dan penggunaan lainnya akan mengancam keberadaan hutan dan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
41
terganggunya keseimbangan tata air. Memburuknya kondisi hutan akibat
deforestasi yang meningkat pesat dan memburuknya penutupan lahan di
wilayah hulu daerah aliran sungai Batanghari menyebabkan menurunnya
ketersediaan air yang mengancam turunnya debit air sungai pada musim
kemarau serta pasokan air untuk pertanian. Sementara itu, kelangkaan
ketersediaan energi tak terbarukan juga terus terjadi, karena pola konsumsi
energi masih menunjukkan ketergantungan pada sumber energi tak
terbarukan.
Tantangan utama dalam penyediaan energi adalah meningkatkan
kemampuan produksi minyak dan gas bumi yang sekaligus memperbesar
penerimaan devisa. Selain itu perlu memperbanyak infrastruktur energi
untuk memudahkan layanan kepada masyarakat, dan mengurangi
ketergantungan terhadap minyak dengan cara meningkatkan kontribusi gas,
batubara, serta energi terbarukan seperti biogas, biomassa, energi matahari
dalam pemenuhaan kebutuhan energi.
Kemanjuan dapat diperoleh dengan memanfaatkan SDA daratan
seperti kehutanan, pertambangan, dan pemanfaatan lahan untuk budidaya
yang cakupannya dibatasi oleh wilayah geografis dengan provinsi tetangga.
Alternatif lain adalah dengan mengoptimalkan pendayagunaan sumber
pesisir pantai Provinsi Jambi yang mencakup perhubungan laut, perikanan,
pariwisata, pertambangan menjadi tantangan yang perlu dipersiapkan
sebagai tumpuan masa depan Provinsi Jambi.
Meningkatnya kasus pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh
laju pertumbuhan penduduk yang terkonsentrasi di wilayah perkotaan,
perubahan gaya hidup yang konsumtif, serta rendahnya kesadaran
masyarakat perlu ditangani secara berkelanjutan. Kemajuan transportasi dan
industrialisasi, pencemaran sungai dan tanah oleh industri, pertanian, dan
rumah tangga memberi dampak negatif dan mengakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan sistem lingkungan secara keseluruhan dalam
menyangga kehidupan manusia.
Sementara itu, pemanfaatan keanekaragaman hayati belum
berkembang sebagaimana mestinya. Pengembangan nilai tambah kekayaan
keanekaragaman hayati dapat menjadi alternatif sumber daya pembangunan
yang dapat dinikmati baik oleh generasi sekarang maupun mendatang yang
memerlukan berbagai penelitian, perlindungan, dan pemanfaatan secara
lestari, di samping upaya ke arah pematenan (hak atas kekayaan
intelektual/ HAKI). Oleh karena itu, penyelamatan ekosistem beserta florafauna di dalamnya menjadi bagian integral dalam membangun daya saing
daerah.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
42
2.3. Modal Dasar
Modal dasar pembangunan daerah adalah keseluruhan sumber
kekuatan daerah, baik yang efektif maupun potensial, yang dimiliki dan
didayagunakan daerah provinsi Jambi dalam pembangunan daerah, yaitu:
Pertama, Provinsi Jambi yang terletak ditengah pulau Sumatera yang
membentang dari Bukit Barisan di bagian Barat, dataran rendah lahan kering
tengah di bagian tengah hingga perairan laut dengan pulau Berhala di
bagian Timur. Topografi Provinsi Jambi pada hakekatnya mewakili
Topografi Indonesia yang merupakan sangat potensial untuk dijadikan
modal dalam pembangunan Provinsi Jambi ke depan.
Letak geografis Provinsi Jambi yang berlangsung berhadapan dengan
salah satu pusat pertumbuhan ” Indonesia, Malaysia, Singapura-Growth
Trianggle” memiliki keunggulan komperatif yang dapat dimanfaatkan
menuju keunggulan kompetitif. Unggul banding letak geografis ini akan
bermakna jika dimanfaatkan secara cerdas dengan memberikan dukungan
sarana dan prasarana yang memadai terutama dalam mendukung investasi
disamping penyediaan SDM yang berkualitas dan bisa diandalkan dalam
mengelola pembangunan. Posisi wilayah Provinsi Jambi yang strategis ini
juga penting disadari, karena dengan posisi ini disamping merupakan
kekuatan sekaligus juga kelemahan, dan memberikan peluang serta ancaman
yang menjadi basis bagi kebijakan pembangunan Provinsi Jambi di berbagai
bidang, baik di bidang sosial dan budaya, ekonomi industri, wilayah,
lingkungan hidup, maupun hukum dan aparatur pemerintah.
Kedua, sampai saat ini, modal pembangunan Provinsi Jambi masih
sangat tergantung pada kemampuan mengexploitasi sumberdaya alam yang
dimiliki seperti bahan tambang yang bersifat ektratif seperti migas dan
bahan tambang galian disamping sumberdaya alam lahan yang potensial
untuk pertanian tanaman pangan, kehutanan, perkebunan, peternakan,
perikanan. Dengan hanya bertumpu modal pembangunan Provinsi Jambi ini
pada sumber daya alam ini menjadikan peringatan dini bagi kita dalam
pemanfaatan sumberdaya alam. Pemanfaat SDA ini harus didayagunakan
secara bertanggung jawab dan berkelanjutan untuk kemakmuran rakyat
Provinsi Jambi.
Ketiga, dengan jumlah penduduk yang sampai pada tahun 2004 ini
berjumlah 2.619.553 jiwa juga merupakan modal dasar dalam penyediaan
tenaga kerja yang potensial dan produktif bagi pembangunan daerah
Provinsi Jambi. Keempat, dengan pernah terpilihnya Provinsi Jambi sebagai
provinsi yang aman beberapa waktu yang lalu juga sangat signifikan sebagai
modal pembangunan Provinsi Jambi dimasa mendatang. Kelima,
perkembangan politik yang telah melalui tahap awal reformasi, telah
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
43
memberikan perubahan yang mendasar bagi demokratisasi di bidang politik
dan ekonomi, serta dengan lahirnya UU nomor 32 tahun 2004 mengenai
desentralisasi di bidang pemerintahan dan pengelolaan pembangunan juga
sangat strategis sebagai modal dasar untuk menentukan arah pembangunan
Provinsi Jambi ke depan.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi Tahun 2005-2025
44