Skip to main content
Halili Halili
  • Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia
Kekuasaan gubernur dalam menjalankan kewenangannya di beberapa daerah terkadang ditemukan  ketidakharmonisan saat bersinggungan dengan operasionalisasi kekuasaan bupati/ wali kota. Disharmoni yang terjadi dalam relasi gubernur dengan... more
Kekuasaan gubernur dalam menjalankan kewenangannya di beberapa daerah terkadang ditemukan  ketidakharmonisan saat bersinggungan dengan operasionalisasi kekuasaan bupati/ wali kota. Disharmoni yang terjadi dalam relasi gubernur dengan bupati/walikota di beberapa daerah membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai relasi gubernur dengan bupati/ walikota di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilihan kepala daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta dilakukan secara langsung melalui pilkada hanya untuk memilih kepala daerah tingkat kabupaten/ kota sedangkan kepala daerah tingkat provinsi tidak dipilih langsung melainkan melalui pengisian jabatan yang diatur dengan undang-undang keistimewaan. Gubernur yang menjabat juga bertakhta sebagai Raja. Urgensi penelitian ini adalah untuk mengetahui harmonisasi relasi Bupati/ Walikota dengan Gubernur yang cenderung minim konflik sehingga dapat menjadi pencontohan daerah lain. Metode penelitian dalam pelaksanaan penelitian ini menggunakan meto...
Artikel  ini bertujuan untuk menganalisis beberapa pertanyaan kunci:  1) Apakah pembatasan  semacam itu  memiliki pendasaran  dalam teori-teori HAM dan instrumen internasional? 2) Apa  saja  persoalan Undang-Undang (UU) No. 1/PNPS/1965... more
Artikel  ini bertujuan untuk menganalisis beberapa pertanyaan kunci:  1) Apakah pembatasan  semacam itu  memiliki pendasaran  dalam teori-teori HAM dan instrumen internasional? 2) Apa  saja  persoalan Undang-Undang (UU) No. 1/PNPS/1965 dalam konteks itu? 3) Apakah UU tersebut kompatibel dengan upaya perlindungan dan jaminan kebebasan beragama/berkeyakinan oleh negara?Hasil pembahasan dan analisis menunjukkan beberapa kesimpulan utama: Pertama,  UU PNPS bukanlah mekanisme pembatasan kebebasan beragama/ berkeyakinan sebagaimana dimaksudkan dalam berbagai doktrin dan teori HAM serta ketentuan-ketentuan dasar derogasi dan limitasi sebagaimana diintroduksi dalam instrumen internasional dan nasional hak asasi manusia. Kedua,  UU  PNPS  mengandung berbagai cacat materiil berkaitan dengan materi dan konsep penodaan agama serta tidak   memberikan kepastian hukum  dalam  konsepsi-konsepsi  hukum  dan   penegakan   hukumnya. Ketiga, UU PNPS tidak  kompatibel dengan upaya perlindungan dan jamin...
The constitutional design of the institution of the Constitutional Court (MK), as the guardian and the sole interpreter of the Constitution, is to ensure and guarantee the supremacy of the Constitution, constitutional compliance, and to... more
The constitutional design of the institution of the Constitutional Court (MK), as the guardian and the sole interpreter of the Constitution, is to ensure and guarantee the supremacy of the Constitution, constitutional compliance, and to bestow constitutional justice for citizens in the practice of Indonesian administration. However, the reality of the Indonesian state administration shows that there is still disobedience or neglect of the judicial review decision produced by the Constitutional Court. This paper aims to analyze how the Constitutional Court's decision is executed and offer the alternatives to overcome non-compliance with the decision or ensure follow-up on the Constitutional Court's decision in the judicial reviews. This research is normative legal research using a statutory approach, comparison, and conceptual approach. This study's results indicate a constitutional evil in the form of neglect or disobedience to the decision. In that context, institutiona...
This article analyzes human rights and constitutionality issues in the Indonesian Blasphemy Law. It contributes urgently to constitutional studies since constitutionalism requires respect for human rights and democracy obliges to uphold... more
This article analyzes human rights and constitutionality issues in the Indonesian Blasphemy Law. It contributes urgently to constitutional studies since constitutionalism requires respect for human rights and democracy obliges to uphold the supremacy of the constitution. This article was written as the results of research through the desk-study using descriptive-qualitative approach. Data were collected through document study and Internal Focus Group Discussion. Indonesia's blasphemy laws inherently violate human rights and are prone to politicization which places religious minorities in vulnerability, while the main legal provisions that criminalize blasphemy have been tested for their constitutionality dimensions by the Constitutional Court. However, the constitutionality issue remains, partly because the Constitutional Court affirmed a religious constitution whereas the Republic of Indonesia is a Pancasila based state. In addition, the Constitutional Court ignores human right...
Penelitian  ini  bertujuan  untuk  mengkaji  implementasi  Konvensi  Anti Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of all forms of Discrimination Against Women/CEDAW) dalam politik hukum Indonesia  pada  umumnya.... more
Penelitian  ini  bertujuan  untuk  mengkaji  implementasi  Konvensi  Anti Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of all forms of Discrimination Against Women/CEDAW) dalam politik hukum Indonesia  pada  umumnya.  Selain  itu,  juga  untuk  mengkaji  kelemahan- kelemahan   dalam   politik   hukum   Indonesia   yang   terkait   dengan perlindungan   terhadap   perempuan   sebagaimana   digariskan   dalam Konvensi tersebut. Penelitian ini merupakan studi literer yang ditulis dengan menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif. Sumber data penelitian ini adalah jenis paper. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi literature dan dokumentasi. Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan bantuan  chek  list  dan  recording  note.  Check  list  dan  recording  note tersebut digunakan untuk melacak dan merekam data yang dihasilkan melalui studi literatur dan dokumentasi. Pengujian keabsahan data menggunakan   triangulasi.  Langkah-langkah  analis...
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk; pertama, menemukan pola-pola praktik politik uang dalam Pilkades di Pakandangan Barat Bluto Sumenep Madura, dan kedua, menganalisis pengaruh penggunaan politik uang terhadap partisipasi politik... more
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk; pertama, menemukan pola-pola praktik politik uang dalam Pilkades di Pakandangan Barat Bluto Sumenep Madura, dan kedua, menganalisis pengaruh penggunaan politik uang terhadap partisipasi politik dalam Pilkades di desa tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif-deskriptif dengan pendekatan naturalistik. Subjek penelitian ditentukan dengan teknik purposive. Subjek berupa paper digunakan sebagai sumber data sekunder sesuai dengan tujuan penelitian. Teknik pengumpulan data; wawancara mendalam dan dokumentasi. Teknik pengujian keabsahan data menggunakan triangulasi sumber. Teknik analisis data meliputi tahap; reduksi data, display data, pengambilan kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan: Pertama, pola praktik politik uang meliputi: komponen pelaku, strategi, dan sistem nilai yang menggerakkannya. 1) Aktor praktik politik uang dapat dikategorikan pada dua bagian; yakni pelaku langsung (direct actor) dan pelaku tidak lan...
Demokrasi merupakan titik temu antara otonomi daerah dan keindonesiaan, maka dari itu penguatan demokrasi menjadi prasarat kongruensi pemersatu hubungan pemerintah pusat dengan daerah. Beberapa permasalahan yang kerap ditemui kekuasaan... more
Demokrasi merupakan titik temu antara otonomi daerah dan keindonesiaan, maka dari itu penguatan demokrasi menjadi prasarat kongruensi pemersatu hubungan pemerintah pusat dengan daerah. Beberapa permasalahan yang kerap ditemui kekuasaan gubernur dalam menjalankan kewenangannya sering tidak selaras atau bersinggungan dengan operasionalisasi kekuasaan bupati/ wali kota di daerah. Disharmoni yang terjadi dalam relasi gubernur dengan bupati/walikota dibeberapa daerah merupakan latar belakang untuk melakukan penelitian mengenai relasi gubernur dengan bupati/ walikota di DIY. Di DIY Pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung melalui pilkada hanya untuk memilih kepala daerah tingkat kabupaten/ kota. Kepala daerah tingkat provinsi tidak dipilih langsung melainkan melalui pengisian jabatan yang diatur dengan undang-undang keistimewaan. Gubernur yang menjabat juga bertakhta sebagai Raja. Penelitian ini mengkaji bagaimana relasi kepala daerah tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota d...
This article aims to analyze 1) fundamental weakness within Act of Court of Human Rights, 2) portrait of impunity in human rights violation, and 3) reform of law system of court of human rights.  The discussion of this article results... more
This article aims to analyze 1) fundamental weakness within Act of Court of Human Rights, 2) portrait of impunity in human rights violation, and 3) reform of law system of court of human rights.  The discussion of this article results some points of thought: first, some weaknesses of Act no. 26/2000: 1) partial adoption of its jurisdiction from 1998 Rome Statute, 2) some weaknesses in judicial procedure of the Law, 3) deviation of translation toward principles and provisions on genocide and crime against humanity which are defined in Rome Statute, 4) politicization of human rights violation in the former times namely before enactment of the Law on Court of Human Rights. Second, impunity—in the plain definition: the lack of punishment against crime or violation—still occurs in Indonesia. It is drawn on four main factors: power factor, legal factor, cultural factor, and international factor. Third, it is urgent to reform legal system of human rights court. It can be initiated by ratif...
Post implementation of UU No. 22/1999 (revised with UU No. 32/2004) about Local Government, recruitment mechanism of Governor and Vice Governor of D I Yogyakarta is being discussed around public opinions. They are polarized into two main... more
Post implementation of UU No. 22/1999 (revised with UU No. 32/2004) about Local Government, recruitment mechanism of Governor and Vice Governor of D I Yogyakarta is being discussed around public opinions. They are polarized into two main groups; first, a group to agree and support recruitment through decision, and second, to agree and support a conventional mechanism of recruitment used in several provinces, namely election. This paper tries to analyze recruitment of Governor and Vice Governor of DI Yogyakarta on the perspective of political ethics. This perspective of analysis is based on two approaches. The first is formal-juridical approach; it means analysis about recruitment of Governor and Vice Governor of DI Yogyakarta and its congruency with the laws, which are valid. And the second is philosophy of power ethics; it includes resources, legitimacy, and implementation of power. Recruitment mechanism of Governor and Vice Governor of DI Yogyakarta finds legal and juridical justi...
Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan penegakan keadilan prosedural dan substantif dalam peradilan sengketa pemilihan kepala daerah serentak tahun 2017 oleh Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia. Pendekatan yang digunakan... more
Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan penegakan keadilan prosedural dan substantif dalam peradilan sengketa pemilihan kepala daerah serentak tahun 2017 oleh Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif dengan metode analisis isi. Hasil analisis menunjukkan, pertama, MK sepenuhnya konsisten untuk menjadikan pasal mengenai tenggat waktu pengajuan permohonan dan kedudukan hukum pemohon sebagai batu uji mengenai dapat diterima atau tidaknya sebuah permohonan dalam perkara sengketa pilkada 2017. Hal itu sebagai dampak dari diadopsinya proses dismissal (dismissal process). Kedua, penegakan keadilan prosedural dalam peradilan sengketa pilkada oleh MK tidak secara serta merta in line dengan perwujudan keadilan elektoral yang bersifat substantif. Ada kecenderungan bahwa putusan dismissal yang dilakukan oleh MK cenderung mengabaikan keadilan substantif. Ada dua hal yang potensial membuat prosedur beracara tidak dapat mewujudkan keadilan substa...
This study explores the attitudes and behaviors of Yogyakarta State University students within final exams as well as to analyze the factors that influence their attitudes and behaviors in taking those exams. This qualitative research... more
This study explores the attitudes and behaviors of Yogyakarta State University students within final exams as well as to analyze the factors that influence their attitudes and behaviors in taking those exams. This qualitative research employs a descriptive-analytic approach. The data are collected by observation on 740 students participating in the final exams and interviews with 20 people of them. Data gathering techniques used are observation, in-depth interview, and documentation. The result shows that the attitudes and behaviors of observed students within attending the final exams are categorized into the level of maximum-positive (65.7%), while 24.9% of them perform attitudes and behaviors that can be classified into the category of minimum-positive. On the other hand, the minority of them (8.4%) can be grouped into minimum-negative, and the rest (1%) is in the category of maximum-negative. Many factors are influencing the attitudes and behaviors of the maximum and minimum pos...
This article which aimed at (1) describing religious pluralism as the context of “Bhinneka Tunggal Ika” (Unity in Diversity), (2) revealing prominent issues in politic of religious pluralism in Indonesia, and (3) analyzing prospect of... more
This article which aimed at (1) describing religious pluralism as the context of “Bhinneka Tunggal Ika” (Unity in Diversity), (2) revealing prominent issues in politic of religious pluralism in Indonesia, and (3) analyzing prospect of political policy of religious pluralism in Indonesia, discusses some points of insights. First, religious pluralism is natural fact and socio-political consensus that be sociological basic of “Bhinneka Tunggal Ika” as national motto of Indonesia. Second, there are prominent issues linking to politic of religious freedom in Indonesia, namely: 1) inconsistence of governmental regulations against constitutional provisions on freedom of every citizen to follow any religion and worship according to his/her religion and faith, 2) strengthen of religious conservatism leading to violent extremism which shows ineffectiveness of state policies in preserving religious pluralism in Indonesia, and 3) politicking of religious identity and sentiment in electoral poli...
This article was aimed at (1) discovering and constructing the political dynamics in formulating the Law of the Court of Human Rights; (2) analyzing its implication on the future of politic of Human Rights in Indonesia. This essay was a... more
This article was aimed at (1) discovering and constructing the political dynamics in formulating the Law of the Court of Human Rights; (2) analyzing its implication on the future of politic of Human Rights in Indonesia. This essay was a result of content analysis research with qualitative-comparative approach. The finding showed that (1) substantively, the formulation of Law No. 26 Year 2000 on Human Rights Court has fundamental weaknesses such as a partial adaptation of The Roma Statute, the course of human rights court was constructed weak by stating its authority only on investigation, whereas attorney General's Office authority on investigation lacks of detail prescription, deleting the responsibility of command such as those on the Rome Statute, etc. A lot of lacks indicate that the law was only an instrument of transitional authority. The ‘toothless’ law indicates the victory of the old regime in political battlement and tension with the new regime in reformation era. The ...
... sangat kental dengan budaya paternalistik. Ketokohan seseorang dalam sebuah ... pandang sebagai fenomena lunturnya budaya paternalistik mengingat sangat sulit untuk mengidentifikasi apakah sekelompok pemilih itu merupakan massa atau ...
... Strategi penyodoran uang sebelum atau pada saat fajar menyingsing pas hari pencoblosan dilakukan oleh anggota Tim Sukses ... Dalam konteks sosio-historis, demokrasi desa, menurut Heru Cahyono (2006) merupakan demokrasi asli yang sudah... more
... Strategi penyodoran uang sebelum atau pada saat fajar menyingsing pas hari pencoblosan dilakukan oleh anggota Tim Sukses ... Dalam konteks sosio-historis, demokrasi desa, menurut Heru Cahyono (2006) merupakan demokrasi asli yang sudah terbentuk sejak dahulu, ...
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis beberapa pertanyaan kunci: 1) Apakah pembatasan semacam itu memiliki pendasaran dalam teori-teori HAM dan instrumen internasional? 2) Apa saja persoalan UU No. 1/PNPS/1965 dalam konteks itu? 3)... more
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis beberapa pertanyaan kunci: 1) Apakah pembatasan semacam itu memiliki pendasaran dalam teori-teori HAM dan instrumen internasional? 2) Apa saja persoalan UU No. 1/PNPS/1965 dalam konteks itu? 3) Apakah UU tersebut kompatibel dengan upaya perlindungan dan jaminan kebebasan beragama/berkeyakinan oleh negara? Hasil pembahasan dan analisis menunjukkan beberapa kesimpulan utama: Pertama, UU PNPS bukanlah mekanisme pembatasan kebebasan beragama/berkeyakinan sebagaimana dimaksudkan dalam berbagai doktrin dan teori HAM serta ketentuan-ketentuan dasar derogasi dan limitasi sebagaima diintroduksi dalam intrumen internasional dan nasional hak asasi manusia. Kedua, UU PNPS mengandung berbagai cacat materiil berkaitan dengan materi dan konsep penodaan agama serta tidak memberikan kepastian hukum dalam konspsi-konsepsi hukum dan penegakan hukumnya. Ketiga, UU PNPS tidak kompatibel dengan upaya perlindungan dan jaminan kebebasan beragama/berkeyakinan oleh negara. Sebaliknya UU ini berwatak restriktif dan bahkan stimulatif terhadap pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan. Keempat, implikasinya, pemerintah dan DPR harus segera menyusun politik legislasi baru berkaitan dengan kebebasan beragama/berkeyakinan sebagai pengganti UU PNPS.
Research Interests:
Research Interests:
This book is based on indexing study conducted by SETARA Institute including 94 cities as objects of study. The index assessed the quality of tolerance practiced and promoted by city government.
Dengan melintas-korelasikan antara variabel tingkat pelanggaran, aktor pelanggaran, serta posisi dan perlakuan (treatment) negara sepanjang tahun 2016, SETARA Institute mengambil satu kesimpulan umum bahwa yang sedang berlangsung saat ini... more
Dengan melintas-korelasikan antara variabel tingkat pelanggaran, aktor pelanggaran, serta posisi dan perlakuan (treatment) negara sepanjang tahun 2016, SETARA Institute mengambil satu kesimpulan umum bahwa yang sedang berlangsung saat ini dalam konteks kebebasaan beragama/berkeyakinan dan perlindungan minoritas keagamaan adalah menguatnya supremasi intoleransi. Supremasi intoleransi dapat dengan mudah dibaca melalui beberapa gejala berikut: A) Tingginya intensitas pelanggaran dan intoleransi oleh kelompok warga yang secara reguler menjadi pelaku utama tindakan non negara. Grafik tindakan aktor non negara pada Bab II menjelaskan secara nyata bahwa ancaman potensial dan aktual kebebasan beragama/berkeyakinan dan perlindungan minoritas keagamaan berasal dari simpul-simpul sosio-kultural dan horizontal. B) Tindakan-tindakan intoleransi kelompok warga tersebut diperkeruh dengan tindakan serupa yang kerap dilakukan oleh organisasi-organisasi masyarakat dengan latar keagamaan, seperti FPI, FUI dan sebagainya serta aliansi beberapa ormas keagamaan tersebut. C) Tindakan-tindakan tersebut mendapatkan pembenaran melalui penggunaan dogma-dogma agama untuk menegasikan liyan dan instrumentasi fatwa-fatwa keagamaan seperti yang dikeluarkan oleh MUI mengenai penyesatan dan pengharaman. Secara resiprokal, dalam banyak kasus, tindakan-tindakan intoleransi juga muncul akibat dan untuk alasan melaksanakan fatwa-fatwa keagamaan tersebut. Salah satu contoh, Fatwa MUI Nomor 56 Tahun 2016 Tentang Hukum Menggunakan Atribut Keagamaan Non-Muslim telah nyata-nyata mendorong hasrat beberapa kelompok intoleran untuk melakukan razia atribut keagamaan. Demikian pula, fatwa MUI tentang penistaan agama yang dialamatkan pada Basuki Tjahaja Purnama pascapidato yang menyinggung Surat Al-Maidah: 51, telah mengkonsolidasi beberapa kelompok-kelompok intoleran untuk melakukan intoleransi, diskriminasi, ujaran kebencian (hate speech), dan ancaman kejahatan kebencian (hate crime). Dengan demikian terjadi hubungan saling mengakibatkan (inter-causality) antar dogma dan fatwa keagamaan dengan tindakan intoleransi kelompok-kelompok intoleran. D) Tindakan penyelenggara negara dalam dua bentuk; (a) diskriminasi yang dilakukan terhadap kelompok-kelompok minoritas keagamaan akibat ketundukan terhadap kehendak kelompok-kelompok intoleran; dan (b) adaptasi fatwa-fatwa keagamaan ke dalam regulasi formal pemerintahan negara. Dalam banyak kasus, kebijakan-kebijakan diskriminatif mengadaptasi fatwa-fatwa keagamaan, khususnya fatwa MUI, sebagai bagian dari konsideran. E) Kegagalan penegakan hukum secara adil (fair trial). Kriminalisasi korban-korban kekerasan atas nama agama, seperti Tajul Muluk dalam Tragedi Sampang II tahun 2012, serta pengadilan yang tunduk pada kehendak kerumunan massa (trial by mob) merupakan contoh konkrit bahwa penegakan hukum yang berkaitan dengan kebebasan beragama/berkeyakinan gagal bekerja secara imparsial. Lima situasi tersebut secara simultan mengindikasikan terjadinya supremasi intoleransi. Singkatnya, intoleransi yang mengakar secara kultural, memiliki inter-kausalitas dengan dogma dan fatwa keagamaan, dilegitimasi oleh kebijakan negara yang ikut melakukan tindakan diskriminatif untuk “melayani” kehendak kelompok intoleran serta mengeluarkan kebijakan diskriminatif dengan mengadopsi dogma dan fatwa sebagai konsideran, yang kemudian dipungkasi dengan tidak bekerjanya penegakan hukum (fair trial) yang mengakibatkan runtuhnya supremasi hukum dan konstitusi.
Research Interests: