Skip to main content

    Hardiantila 050

    Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Negara Indonesia menganut system pemerintahan yang sentralistik. Hal tersebut tercermin dari adanya dominasi pemerintahan pusat dalam merencanakan dan menetapkan prioritas pembangunan di daerah, serta... more
    Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Negara Indonesia menganut system pemerintahan yang sentralistik. Hal tersebut tercermin dari adanya dominasi pemerintahan pusat dalam merencanakan dan menetapkan prioritas pembangunan di daerah, serta kurang melibatkan stakeholders di daerah. System pengaturan keuangannya adalah model pengaturan keuangan yang sangat sentralistis dan lebih menguntungkan pemerintah pusat. Otonomi daerah memberikan kewenangan yang luas kepada daerah sehingga memungkinkan daerah untuk dapat lebih leluasa dan fleksibel dalam menentukan arah pembangunan di daerah sesuai dengan potensi, kondisi dan aspirasi yang berkembang dimasyarakat. Luasnya kewenangan daerah ini menyangkut semua aspek pemerintah dan kemasyarakat kecuali politik luar negeri, pertahanan, keamanan, hukum, moneter dan fiskal serta agama sebagaimana yang diamanatkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini dimaksudkan agar penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terakait erat dengan pelaksanaan otonomi daerah harus benar-benar dilaksanakan sesuai dengan prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab, harus berorientasi pada pemberdayaan daerah, peningkatan kesejahteraan masyarakat serta menjamin keserasian hubungan antar daerah, antara daerah dengan Pemerintahan Provinsi dan antara daerah dengan pemerintahan pusat dalam rangka mewujudkan Good Governance. Dalam prakteknya kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal selama pemerintahan orde baru belum dapat mengurangi ketimpangan vertikal dan horizontal yang ditunjukkan dengan tingginya derajat sentralisasi fiskal dan besarnya ketimpangan antar daerah serta wilayah (Uppal dan Suparmoko, 1986; Sjahrizal, 1997). Desentralisasi fiskal mulai dijalankan pada 1 Januari 2001 berdasarkan UU RI No. 25 Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU RI No. 33 Tahun 2000 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dari hasil penelitian Waluyo (2007) juga menunjukkan bahwa dampak desntralissasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia diduga lebih didominasi oleh meknisme dana alokasi umum yang berfungsi sebagai pemerata fiskal daerah sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Yang diharapkan oleh setiap daerah otonom di masa desentralisasi fiskal in adalah bagaimana setiap pemerintah daerah berusaha untuk membuat kebijakan-kebijakan yang dapat mengoptimalkan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah-nya yang akan berpengaruh besar terhadap pembangunan di daerah.
    Sejak konsep gender berkembang, tidak dapat dipungkiri lagi peran perempuan dalam pembangunan telah mengalami pembaharuan. Di bidang pendidikan misalnya, perempuan telah mengalami peningkatan akses pendidikan yang setara dengan laki-laki.... more
    Sejak konsep gender berkembang, tidak dapat dipungkiri lagi peran perempuan dalam pembangunan telah mengalami pembaharuan. Di bidang pendidikan misalnya, perempuan telah mengalami peningkatan akses pendidikan yang setara dengan laki-laki. Posisi-posisi penting baik di pemerintahan maupun non pemerintahan cukup banyak dijalankan oleh perempuan. Dalam bidang politik, yang seringkali disebut sebagai dunia laki-laki, aspirasi perempuan juga telah mendapat tempat walaupun belum semua aspek terwakili. Kedudukan dan peranan perempuan di Indonesia telah muncul sejak lama. Begitu banyak tercatat sejumlah tokoh perempuan yang turut memberikan andil dalam aktivitas politik, dengan perjuangan fisik melawan penjajah, serta berbagai bentuk perlawanan yang telah dilakukan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan untuk memperoleh pendidikan, peluang kerja yang setara dengan pria, serta bentuk-bentuk kekerasan pada perempuan (Bakti, 2012:149). Begitu banyak cara yang dilakukan oleh tokoh-tokoh perempuan, untuk memperjuangkan hak-haknya. Dan hal itu membuahkan hasil, yaitu telah membuka jalan bagi kaum perempuan untuk berkiprah dalam segala aspek kehidupan termasuk dunia politik. Berbagai bentuk perjuangan politik telah digeluti kaum perempuan, seperti parlemen, kabinet, partai politik, LSM, dan sebagainya. Mereka berpikir perempuan juga mempunyai kemampuan dan kekuasaan yang sama dengan laki-laki, yang juga bisa digunakan untuk mempolitisir dan mengontrol kaum laki-laki, bisa memberikan suara terbanyak, serta bisa dimanfaatkan demi kepentingan tertentu (Primariantari, Salah satu yang perlu diperhitungkan keberadaannya dalam dunia politik sekarang adalah kaum perempuan dimana selain merupakan pemberi suara terbanyak, perempuan juga sudah banyak yang terlibat langsung dalam partai politik misalnya sebagai pengurus partai, pengambil keputusan dan sebagai calon anggota legislatif (Caleg). Keterwakilan perempuan dalam politik, terutama di lembaga perwakilan rakyat (DPR/DPRD), bukan tanpa alasan yang mendasar. Ada beberapa hal yang membuat pemenuhan kuota 30% bagi keterwakilan perempuan dalam politik dianggap sebagai sesuatu yang penting. Beberapa di antaranya adalah tanggung jawab dan kepekaan akan isu-isu kebijakan publik, terutama yang terkait dengan perempuan dan anak, lingkungan sosial, moral yang baik, kemampuan perempuan melakukan pekerjaan multitasking, dan pengelolaan waktu.
    Berbicara tentang pembangunan maka kita tidak terlepas dari adanya bagaimana,dan siapa yang akan menggerakan pembangunan tersebut kearah yang lebih baik atau menuju ke arah yang positif. Pembangunan biasanya adalah rangkaian usaha... more
    Berbicara tentang pembangunan maka kita tidak terlepas dari adanya bagaimana,dan siapa yang akan menggerakan pembangunan tersebut kearah yang lebih baik atau menuju ke arah yang positif. Pembangunan biasanya adalah rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang di tempuh oleh suatu negara dan bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa.(Sondang P. Siagian). Makna pembangunan nasional bangsa indonesia seperti yang tercantum dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara adalah sebagai suatu proses yang mengutamakan atau memprioritaskan seluruh lapisan sasial masyarakat agar tampil dan berperan secara demokratis menjadi pelaku pembangunan. Dalam rangka pembangunan nasional pemerintah dalam hal ini lembaga inspektorat kabupaten pulau morotai tidak hanya melakukan tugas umum saja,tetapi juga sekali gus melaksanakan tugas pembangunan,dan pelaksanaan pengawasan untuk mengerakan pembangunan sesuai dengan tujuan negara. Tujuan pembangunan nasional bangsa indonesia yaitu yang tercantum dalam undang-undang dasar 1945 pada alinea ke-4 yang berbunyi "mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur" material dan spiritual berdasarkan pancasila dan Undang-undang dasar 1945,melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia untuk memajukan kesejahtraan umum,mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunian yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintah Daerah merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pengelolaan daerah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Kegiatan pengawasan juga merupakan salah satu upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Pembangunan yang dimaksud yakni realisasi program dan anggaran di semua sektor pembangunan kehidupan masyarakat.
    This study aims to describe the perception of Balinese women towards gender equality and justice (GEJ) concepts within the scope of Balinese culture. This is a qualitative-phenomenological study. Subjects were defined based on literature... more
    This study aims to describe the perception of Balinese women towards gender equality and justice (GEJ) concepts within the scope of Balinese culture. This is a qualitative-phenomenological study. Subjects were defined based on literature review that resulted three women participated in this study. Depth interview and semi-participant observation was used to collect data. The results showed that GEJ was interpreted differently by each subject. Subject 1 perceived patriarchal culture of Bali is a gender-equitable culture, while Subject 2 and 3 perceived patriarchal culture of Bali is not a gender-equitable culture. To what extent subjects resolved their problems related to the patriarchal culture of Bali in the past impacted their perception on gender equality and justice. Their perception on GEJ were influenced by external factors (such as Balinese culture, educational level, parenting) as well as internal factors (such as needs, attitudes, self-concept, conformity, beliefs, future expectation, value of Balinese women, families and children; resistance as a manifestation of problems encountered by each subject; and social support as a supporting factor that help subjects to resolve their problems). Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan persepsi perempuan Bali terhadap konsep kesetaraan dan keadilan gender (KKG) dalam ruang lingkup budaya Bali. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-fenomenologis. Subjek penelitian sebanyak tiga orang yang diperoleh melalui hasil penelusuran literatur. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa KKG dimaknai berbeda oleh tiap subjek. Subjek 1 menganggap budaya patriarki Bali adalah setara dan adil secara gender, sedangkan Subjek 2 dan 3 menyatakan budaya patriarki Bali tidaklah setara dan adil secara gender. Perbedaan persepsi ini dipengaruhi oleh terselesaikan atau tidaknya permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing subjek akibat budaya patriarki Bali. Proses pembentukan persepsi terhadap KKG dipengaruhi oleh faktor eksternal (seperti: kebudayaan Bali, pendidikan, pola asuh) dan faktor internal (seperti kebutuhan, sikap, konsep diri, penyesuaian diri, keyakinan,harapan di masa depan, penilaian perempuan Bali, keluarga dan anak, resistensi sebagai manifestasi dari permasalahan yang dihadapi tiap subjek; serta dukungan sosial sebagai faktor pendukung subjek dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi). Kata kunci: kesetaraan dan keadilan gender, perempuan Bali, budaya patriarki PENDAHULUAN Keadilan gender adalah proses yang adil bagi perempuan dan laki-laki, untuk menjamin agar proses itu adil bagi perempuan dan laki-laki perlu tindakan-tindakan untuk menghentikan hal-hal yang secara sosial dan menurut sejarah menghambat perempuan dan laki-laki untuk berperan dan menikmati hasil dan peran