Skip to main content
Ketua Lakpesdam PBNU, Dosen FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta KETIKA Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta mengeluarkan " larangan " penggunaan cadar di kampusnya, meski akhirnya dicabut karena menyulut... more
Ketua Lakpesdam PBNU, Dosen FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta KETIKA Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta mengeluarkan " larangan " penggunaan cadar di kampusnya, meski akhirnya dicabut karena menyulut kontroversi dan menjadikan iklim akademik tidak kondusif, saya teringat dialog dengan seorang wartawan beberapa waktu lalu. Wartawan dari media online itu minta pendapat saya karena adanya kabar komunitas cadar di Jakarta akan melakukan gerakan melawan stigma radikal, bahkan teroris. Wartawan itu memberikan informasi, komunitas cadar itu akan aktif untuk membangun dialog dengan orang-orang di sekitarnya, aktif melakukan kegiatan sosial dan membuka diri bergaul dengan masyarakat luas. " Bagus, itu artinya mereka menyadari adanya stigma masyarakat terhadap pengguna cadar. Menyadari adanya stigma dan ingin melawan stigma itu merupakan hal positif. Jika tidak mau dituduh sakit, harus dibuktikan bahwa kita memang tidak sakit, " komentar singkat saya. Di Saudi Arabia dan wilayah Timur Tengah pada umumnya, perempuan biasa pakai cadar tanpa ada stigma negatif. Bahkan, cadar dianggap sebagai pakaian " pengaman " bagi perempuan. Perempuan di wilayah itu lebih merasa aman kalua pakai cadar. Mengapa di Indonesia stigma negatif itu muncul? Di sinilah letak masalahnya. Cadar di Saudi Arabia dan sekitarnya lebih sebagai ekspresi kultural, sedang di Indonesia cadar merupakan ekspresi ideologi keagamaan tertentu. Stigma negatif terhadap pemakai cadar tentu tidak muncul secara tiba-tiba. Stigma itu bisa dikontruksi dari luar, namun stigma itu tidak akan kuat yang tidak didukung dengan fakta-fakta internal. Setiap terjadi penangkapan teroris, selalu diikuti dengan pemberitaan keluarganya yang rata-rata pemakai cadar. Lama-lama masyarakat mengidentikkan cadar dengan teroris. Pemakai cadar diidentikkan dengan kelompok eksklusif, keras dan tidak lentur. Bahkan sebagian ada yang memutus tali silaturrahmi dengan keluarga dan orang tua. Narasi seperti ini menjadikan pemakai cadar semakin terpojok, tanpa ada kemampuan untuk memberi penjelasan. Namun penjelasan mungkin juga aka sia-sia jika mereka tidak mampu memberi narasi tandingan atas stigma yang sudah melekat pada diri mereka. Cadar sebagai Ekspresi Budaya Jika di Indonesia cadar sebagai ekspresi agama, di tempat asalnya cadar adalah ekspresi kebudayaan. Cadar, jilbab, khimar, burqa' dan niqab merupakan ragam bentuk hijab yang sudah dikenal masyarakat Arab jauh sebelum Islam datang. Tradisi hijab juga telah dikenal dalam agama-agama samawi sebelum Islam, khususnya Yahudi dan Nasrani. Ragam jenis hijab ini telah dikenakan oleh perempuan-perempuan dari berbagai peradaban dan kepercayaan. Ada berbagai alasan untuk memakainya, seperti alasan melindungi dari cuaca, keamanan perempuan, fashion, menutup identitas, maupun alasan kepercayaan dan mitos-mitos tertentu. Modelnya pun mengalami perkembangan sesuai dengan budaya. Masuknya doktrin-doktrin keagamaan ikut mempengaruhi model hijab. Ketika Islam datang, praktik perempuan-perempuan yang mengenakan hijab dalam berbagai bentuknya: jilbab, khimar dan juga cadar, tetap diakui dengan melakukan
Hate speech issues have become one of interesting topics disscussed by academics of different disciplines since two decades ago. The studies employ various perspectives such as linguistics, sociology, anthropology, psychology, politics,... more
Hate speech issues have become one of interesting topics disscussed by academics of different disciplines since two decades ago. The studies employ various perspectives such as linguistics, sociology, anthropology, psychology, politics, law and even media and communication, making the theme an interdisciplinary study. One of prominent and comprehensive studies on hate speech in US from 1920s to the end of twenty century using social and political history perspective is one written by Samuel Walker (1994), a professor in University of Nebraska, Omaha, AS. Walker focused the study on social context and groups interrelation, prejudice and discrimination as political issues, and attempts to control hate speech through legal institutions. Started from terminology analysis like " race hate " , " group libel " , or " racist speech " , Walker then proposed a definition of hate speech and its related expressions such as race, ethnic, religious groups, minority, age, marital status, physical capacity, sexual preference and sex
Research Interests:
—One of the crucial issues in countries with a Muslim majority, not to mention Indonesia, is the relationship between the religion and the state. Although Pancasila and the Constitution (UUD 1945) are claimed final, it does not mean that... more
—One of the crucial issues in countries with a Muslim majority, not to mention Indonesia, is the relationship between the religion and the state. Although Pancasila and the Constitution (UUD 1945) are claimed final, it does not mean that the position of religion, state, and human rights is also final. Practically, the state, religion and human rights negotiate one another, and sometimes even create tension. Here, the negotiations between religion, state, and human rights are not only in political forums such as House of Representatives but also in the Constitutional Court sessions. Debate and argument contestation often occur in the forums. This article aims at identifying debate and argument contestation in the Constitutional Court. In theory, it focuses on two issues: 1) freedom of religion and belief; and 2) Marriage law. The result of the study argues that the Constitutional Court's decision, especially regarding the relationship among religion, state, and human rights, is based not only on legal considerations but also on non-legal considerations. According to this argument, negotiations and contestations among the three will always continue as Indonesia is neither one religion-based state nor a secular state that does not profess a religion at all.
Research Interests:
MUKTAMAR NU ke-33 yang berlangsung di Jombang, 1-5 Agustur 2015 lalu bisa dikatakan sebagai muktamar yang penuh ujian bagi NU. Ujian itu sudah berlangsung sejak awal proses NU melempar tema Islam Nusantara yang dianggap kontroversial... more
MUKTAMAR NU ke-33 yang berlangsung di Jombang, 1-5 Agustur 2015 lalu bisa dikatakan sebagai muktamar yang penuh ujian bagi NU. Ujian itu sudah berlangsung sejak awal proses NU melempar tema Islam Nusantara yang dianggap kontroversial sebagian kalangan, proses muktamar yang diwarnai dinamika yang sangat tinggi terutama dalam hal mekanisme pengangkatan Rais ‘Am, dan pasca muktamar yang diwarnai ketidakpuasan sebagian Pengurus Wilayah (PW) dan Pengurus Cabang (PC) NU bahkan mengancam akan menggugat panitia Muktamar ke-33 ke pengadilan.
Tema Muktamar NU ke-33 yang akan dilaksanakan 1-5 Agustus 2015 di Jombang adalah “Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia”. Tema ini menunjukkan adanya kesadaran baru orientasi keberislaman, bukan hanya inward... more
Tema Muktamar NU ke-33 yang akan dilaksanakan 1-5 Agustus 2015 di Jombang adalah “Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia”. Tema ini menunjukkan adanya kesadaran baru orientasi keberislaman, bukan hanya inward looking tapi juga outward looking. NU tidak hanya didedikasikan untuk Indonesia tapi juga untuk dunia. Kesadaran ini tentu bukan muncul secara tiba-tiba, tapi melalui diskusi panjang dengan memperhatikan perkembangan NU, Islam Indonesia, dan dunia Islam. Melalui tema ini, NU ingin merubah orientasi Islam nusantara, dari “importir” menjadi “eksportir”; dari “konsumen” menjadi “produsen”.
DI SAMPING soal Islam Nusantara yang ramai diperbincangkan masyarakat, ada persoalan lain yang sekarang menjadi perdebatan menjelang Muktamar NU ke-33 pada 1-5 Agustus 2015 di Jombang Jawa Timur, yaitu terkait dengan mekanisme pemilihan... more
DI SAMPING soal Islam Nusantara yang ramai diperbincangkan masyarakat, ada persoalan lain yang sekarang menjadi perdebatan menjelang Muktamar NU ke-33 pada 1-5 Agustus 2015 di Jombang Jawa Timur, yaitu terkait dengan mekanisme pemilihan pemimpin tertinggi NU yang disebut Rais ‘Am dan Ketua Umum Tanfidziyah.
Idul Fitri di Indonesia merupakan festival keagamaan yang unik. Tradisi halal bihalal merupakan bagian dari Idul Fitri yang khas Islam nusantara.
Diskursus mengenai Islam Nusantara sebenarnya sudah cukup lama. Mengapa banyak kelangan beruara nyaring setelah hal tersebut diangkat sebagai tema Muktamar NU ke-33? Siapa mereka yang menolak Islam Nusantara?
Buku yang akan diulas ini dapat dilihat sebagai kelanjutan dari buku di atas, dengan isu yang lebih spesifik, yaitu persoalan murtad (pindah agama) dan penodaan agama. Dari pilihan anak judul buku ini: How Apostasy and Blasphemy Codes are... more
Buku yang akan diulas ini dapat dilihat sebagai kelanjutan dari buku di atas, dengan isu yang lebih spesifik, yaitu persoalan murtad (pindah agama) dan penodaan agama. Dari pilihan anak judul buku ini: How Apostasy and Blasphemy Codes are Choking Freedom Worldwide, akan dengan mudah ditangkap bahwa persoalan hukum murtad dan penodaan agama (terutama dalam Islam) menjadi persoalan serius yang dianggap bisa mengganggu kebebasan. Tentu saja harus ditegaskan, penulis buku ini menggunakan perspektif tertentu –tepatnya cara pandang Barat- dalam melakukan problematisasi. Peristiwa yang menghentak Paul Marshall dan menjadi titik tolak pembahasan buku ini adalah fatwa mati pemimpin spiritual Iran ayatollah Khumeini pada 1989 terhadap Salman Rusdhie, penulis buku The Satanic Verses yang tinggal di Inggris. Melalui novelnya itu, Rusdhie yang lahir sebagai muslim keturunan India dituduh telah melakukan penodaan terhadap Islam, dia juga sudah tidak pantas disebut Islam. Rusdie dianggap telah murtad, dan halal darahnya.
Research Interests:
Research Interests:
... Victor Rodriguez, Belen Vicens, Priyam and Ashok Das, while the time I have spent with Meera, Lavanya, RC, Rama, Sid—Supriya, and others ... sentiments reflected in the 1917 immigration law restricting entry of Indians to the United... more
... Victor Rodriguez, Belen Vicens, Priyam and Ashok Das, while the time I have spent with Meera, Lavanya, RC, Rama, Sid—Supriya, and others ... sentiments reflected in the 1917 immigration law restricting entry of Indians to the United States followed by the Bhagat Singh Thind ...
... Mereka yang bisa penulis sebut di antaranya adalah Kiai Ayip Usman Yahya, Kiai Husein Muhammad, Kang Affandi Mochtar, Mas Moeslim Abdurrahman, Kang Syubbanuddin Alwy, Kang Fakihuddin, Cak Moqsith Ghazali, Mas Imam Yahya, Mas Suwendi,... more
... Mereka yang bisa penulis sebut di antaranya adalah Kiai Ayip Usman Yahya, Kiai Husein Muhammad, Kang Affandi Mochtar, Mas Moeslim Abdurrahman, Kang Syubbanuddin Alwy, Kang Fakihuddin, Cak Moqsith Ghazali, Mas Imam Yahya, Mas Suwendi, Mas Mushoffa Basyir ...
Abstract: This article examines the local implementation of the national Joint Regulation 2006 on places of worship in Indonesia. It focuses on the case study of the Protestant Christian Batak Congregation, which became one of the first... more
Abstract: This article examines the local implementation of the national Joint Regulation 2006 on places of worship in Indonesia. It focuses on the case study of the Protestant Christian Batak Congregation, which became one of the first churches to successfully challenge the ...
... Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/ 123456789/16803. Title: Penerapan Hukum Islam Di Indonesia : Studi Atas Pemikiran Abdurrahman Wahid. Advisor: Dr.Rumadi,M.Ag.... more
... Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/ 123456789/16803. Title: Penerapan Hukum Islam Di Indonesia : Studi Atas Pemikiran Abdurrahman Wahid. Advisor: Dr.Rumadi,M.Ag. Authors: Junaedih. Issue Date: 5-Oct-2012. ...