Papers by Resmila Dewi, S.Si.,M.Sc
Jurnal Farmasi Udayana, 2021
Today, folk remedies are commonly used because they are more accessible. Raw materials are used f... more Today, folk remedies are commonly used because they are more accessible. Raw materials are used from animals, plants, minerals, or combination of these materials. The plants usually used are roots, rhizomes, stems, leaves, fruits, flowers, and seeds. These ingredients are usually used still fresh or dry (simplicia). Simplisia stored in poor conditions will be contaminated by various types of microbes, especially mold. This study aimed to analyze the level of leafy contamination in traditional medicinal plant simplicia. Samples used rhizome of ginger, curcuma, turmeric, god's crown fruit, and sambiloto leaves. Simplicia is obtained from five traders in Aceh Traditional Market. Testing of plate contamination from samples using cup technique to spread plate method on PDA media. The results showed that the mold/yeast count (MYC) ranged from 2.3×10 1-1.2×10 2 colonies/g. The number of colonies of mold/yeast differs significantly for each simplicia of different traders. Saffron rhizome simplicia has MYC 46-120 colonies/gram, curcuma rhizome 50-96 colonies/gram, ginger rhizome 23-43 colonies/gram, sambiloto leaves 46-100 colonies/gram, and god's crown fruit 43-83 colonies/gram. The number of mold/yeast is less than that determined by Drug and Food Control Agencies (≤10 4 colonies/g) so that the traditional drug simplicia is well consumed.
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Jurnal Saintek Lahan Kering, 2019
Lidah buaya merupakan tanaman fungsional karena dapat dimanfaatkan untuk mengobati berbagai penya... more Lidah buaya merupakan tanaman fungsional karena dapat dimanfaatkan untuk mengobati berbagai penyakit, termasuk penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi Staphylococcus aureus sehingga menyebabkan radang kulit, bisul, jerawat dan sebagainya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya hambat dari gel lidah buaya (Aloe vera) terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus dan konsentrasi yang paling efektif dalam menghambat bakteri tersebut. Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi sumur pada media Mueller Hinton Agar (MHA) dengan konsentrasi gel lidah buaya 30; 40; 50; 60; 70%. Pengamatan dilakukan setelah masa inkubasi selama 48 jam pada suhu ruang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lidah buaya dapat menghambat pertumbuhan S. aureus yang ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambatan. Konsentrasi gel daun lidah buaya yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan S. aureus adalah pada kosentrasi 70% dengan diameter zona hambat 12,81 mm. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi gel lidah buaya yang diberikan maka semakin besar diameter zona hambatnya. DOI: https://doi.org/10.32938/slk.v2i2.888 1. Pendahuluan Staphylococcus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam rangkaian tidak beraturan seperti anggur. Beberapa diantaranya tergolong flora normal pada kulit, nasofaring, selaput mukosa, dan sering menyebabkan berbagai infeksi. Lebih dari 30 spesies Staphylococcus dapat menginfeksi manusia, namun kebanyakan infeksi disebabkan oleh Staphylococcus aureus (Gibson, 1996). Infeksi S. aureus pada manusia dapat ditularkan secara langsung melalui selaput mukosa yang bertemu dengan kulit. Bakteri ini dapat menyebabkan endokarditis, osteomielitis akut hematogen, meningitis, ataupun infeksi paru-paru (Jawetz et al., 2005). Pemberian antibakteri merupakan salah satu pilihan dalam menangani penyakit infeksi. Namun penggunaan antibakteri yang tidak terkontrol dapat mendorong terjadinya perkembangan resistensi terhadap antibakteri yang diberikan (Elliot et al., 2013). Adanya resistensi ini dapat menimbulkan banyak masalah dalam pengobatan penyakit infeksi, sehingga diperlukan usaha untuk mengembangkan obat tradisional berbahan herbal yang dapat membunuh bakteri untuk menghindari terjadinya resistensis tersebut. Berbagai macam tumbuhan memiliki manfaat yang luas bagi manusia, tidak hanya sebagai tanaman hias namun dapat dimanfaatkan sebagai obat. Salah satu tanaman yang secara empiris digunakan sebagai bahan obat herbal adalah lidah buaya (Aloe vera). Bagian yang biasa digunakan dari lidah buaya yaitu pada bagian gel lendir yang diperoleh dari bagian dalam daun. Kandungan zat aktif lidah buaya yang sudah teridentifikasi antara lain saponin, sterol, acemannan, antrakuinon (Furnawanthi, 2007). Beberapa penelitian melaporkan bahwa lidah buaya memiliki aktivitas antimikroba. Penelitian Ariane (2009), menyatakan bahwa ekstrak lidah buaya mampu menghambat pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa secara in vitro. Selain itu, hasil penelitian Wahyudianingsih (2003) menunjukkan bahwa lidah buaya mampu menghambat beberapa pertumbuhan bakteri diantaranya, Salmonella typhi, Shigella jlexneri, Klebsiella pneumonia, Streptococcus pneumonia, dan Corynebacterium diphtheria. Kemampuan gel lidah buaya dalam menekan pertumbuhan mikroba ini karena mengandung saponin dan antrakuinon yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang (Kedarnath et al., 2013), sehingga gel lidah buaya dapat dijadikan alternatif untuk mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui daya hambat dari gel lidah buaya (Aloe vera) terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus dan konsentrasi yang paling efektif dalam menghambat bakteri tersebut. 2. Metode Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi STIKES Assyifa Aceh. Sampel penelitian diambil secara purposive sampling di Desa Lambhuk, Banda Aceh. Biakan murni bakteri Staphylococcus aureus diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada. Persiapan isolate bakteri Staphylococcus aureus Isolat bakteri Staphylococcus aureus diinokulasikan, lalu disuspensikan kedalam tabung yang berisi 0,5 ml larutan NaCl 0,9% hingga diperoleh kekeruhan yang sama dengan standar Mc. Farland. Pembuatan Sediaan Gel Lidah Buaya Lidah buaya dicuci terlebih dahulu dan dihilangkan durinya, kemudian dipotong dan dikupas. Setelah itu, dihaluskan dengan blender, disaring hingga diperoleh filtrate berupa jus lidah buaya. Dilakukan pemekatan jus lidah buaya dengan alat rotary vacum evaporator pada suhu 35°C selama 2 jam. Uji Aktivitas Antibakteri Gel Lidah Buaya terhadap S. aureus Pengujian aktivitas antibakteri gel daun lidah buaya terhadap bakteri S. aureus dilakukan dengan metode difusi sumur (Sen & Amla, 2012) pada media Mueller Hinton Agar (MHA). Sebanyak 1 ml suspensi bakteri ditumbuhkan secara spread dipermukaan media. Selanjutnya dibuat lubang menggunakan cork borer dengan diameter 5 mm. Setiap petridisc dibuat 6 sumuran. Sumuran diisi dengan gel lidah buaya sebanyak 25 µL sesuai dengan kelompok perlakuan. Adapun konsentrasi kitosan yang digunakan adalah 30%, 40%, 50%, 60%, dan 70%. Pada perlakuan kontrol digunakan aquadest. Masing-masing perlakuan terdiri dari 3 ulangan. Biakan diinkubasi selama 48 jam dan dilakukan pengukuran diameter zona hambat dengan menggunakan penggaris dengan satuan millimeter (mm). 3. Hasil dan Pembahasan Uji aktivitas antibakteri gel lidah buaya terhadap S. aureus dilakukan dengan metode difusi sumur. Uji ini dilakukan dengan menentukan daya hambat dengan melihat terbentuknya zona bening disekitar sumur yang berisi gel lidah buaya. Semakin besar zona bening yang terbentuk, maka semakin baik aktivitas antibakterinya (Jawetz et al., 2007). Hasil pengamatan daya hambat gel lidah buaya terhadap S. aureus setelah diinkubasi selama 48 jam tersaji pada Tabel 1. Tabel 1. Diameter zona hambat gel lidah buaya terhadap S. aureus Perlakuan Diameter Zona Hambat (mm) Kontrol 0 Gel lidah buaya 30% 4,75 40% 5,92 50% 7,22 60% 9,59 70% 12,81 Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi gel lidah buaya berpengaruh nyata terhadap diameter zona hambat S. aureus. Semakin tinggi konsentrasi gel lidah buaya yang diberikan, maka diameter zona hambat yang terbentuk pada S.aureus semakin besar. Perbedaan diameter zona hambat pada masing-masing konsentrasi disebabkan karena perbedaan zat aktif yang terkandung didalamnya sehingga zona hambat yang terbentuk akan berbeda pada tiap-tiap konsentrasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pelczar & Chan (2005) bahwa konsentrasi senyawa antimikroba merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efesiensi dan efektivitas dari antimikroba tersebut. Hasil pengukuran diameter zona hambat menunjukkan bahwa zona hambat tertinggi terdapat pada konsentrasi gel lidah buaya 70% dengan rata-rata diameter zona hambat 12,81 mm dan zona hambat terkecil pada konsentrasi 30% dengan rata-rata diameter zona hambat 4,75 mm. Hal ini sesuai dengan pernyataan Obistioiu et al. (2014), bahwa konsentrasi komponen senyawa antimikroba yang rendah akan mengurangi aktivitas antimikrobanya. Konsentrasi gel lidah buaya sebagai antibakteri merupakan salah satu faktor penentu besar kecilnya kemampuan dalam menghambat bakteri. Selain itu kemampuan difusi dari gel lidah buaya kedalam media dan interaksinya dengan bakteri yang diuji juga merupakan faktor yang mempengaruhi timbulnya zona hambat. Semakin cepat gel lidah buaya berdifusi ke dalam sel bakteri maka pertumbuhan bakteri menjadi terganggu. Lidah buaya diketahui mengandung antrakuinon yang sebelunya telah terbukti memiliki aktivitas antimikroba. Antrakuinon bekerja dengan cara menghambat sintesis protein sehingga bakteri tersebut tidak dapat tumbuh dalam media yang terdapat ekstrak lidah buaya (Kibret et al., 2018) Selain itu. lidah buaya juga
Bookmarks Related papers MentionsView impact
International Journal of Nursing and Health Science, 2019
Candida albicans is an oral commensal flora that causes opportunistic local and systemic infectio... more Candida albicans is an oral commensal flora that causes opportunistic local and systemic infections in immune compromised individuals. The main chemical agents for eradication of pathogenic microbes are antibiotics. For many times antibiotics was gold key for treatment of pathogens. However, in recent years antibiotic resistant microbes was increased and the use of antibiotics for treatment of pathogenic microbes had less efficiency. Chitosan is a natural polymer derived from chitin, which exerts antimicrobial effects against bacteria and fungi. This study aims to utilize waste milkfish scales as raw materials for making chitosan and applying chitosan from milkfish waste scales as antimicrobial against C. albicans. The antimicrobial activity was carried out by using the well diffusion method. The result of this research shows that chitosan that maats the standar of Proton Biopolymer. The result can be concluded that chitosan can inhibit the growth of C. albicans. The inhibition of chitosan concentration of 0.5%, 1%, 1.5% and 2% of the growth of C. albicans each inhibitory zone formed with an average diameter of 9.5 mm, 10.8 mm, 14.3 mm and 16,6 mm. Based on the category of David and Stout, chitosan concentration of 1.5% and 2% belong to the category of strong inhibitory power in inhibiting the growth of C. albicans, a concentration of 0.5% and 1% falls into the category of medium.
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Seminar nasional Pendidikan Biologi, 2018
ABSTRAK Kitosan merupakan suatu polisakarida yang dideasetilasi dari kitin dan dapat ditemukan pa... more ABSTRAK Kitosan merupakan suatu polisakarida yang dideasetilasi dari kitin dan dapat ditemukan pada eksoskeleton invertebrata. Kitosan dapat digunakan sebagai bahan pengawet makanan karena memiliki aktivitas anti mikroba. Salah satu mikroba penghasil aflatoksin yang sering ditemukan mengontaminasi pangan adalah Aspergillus flavus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antifungi kitosan terhada A. flavus dan menemukan konsentrasi kitosan yang tepat sebagai antifungi terhadap kapang kontaminan. Aspergillus flavus merupakan salah satu jenis kapang penghasil aflatoksin yang sering ditemukan mengontaminasi produk pangan. Pengujian aktivitas antifungi kitosan terhadap A. flavus dilakukan dengan metode difusi sumur menggunakan media PDA. Larutan kitosan dibuat dengan menggunakan pelarut asam asetat 0,5%. Konsentrasi kitosan yang digunakan ialah 0; 0,5; 1; 1,5; dan 2%. Ketokonazole 2% digunakan sebagai kontrol positif. Setiap perlakuan dibuat dalam 4 ulangan. Biakan diinkubasi selama 7 hari dan dilakukan pengukuran diameter zona hambat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kitosan dapat menghambat pertumbuhan A. flavus. Selain itu, pembentukan zona hambat lebih besar pada perlakuan kitosan 2% (13,81±0,24 mm) dan hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan ketokonazole 2% (14,56±0,43 mm). Kata kunci: kitosan, antifungi, aspergillus flavus PENDAHULUAN Kitosan merupakan suatu polisakarida yang dideasetilasi dari kitin. Kitosan dapat diperoleh dari eksoskeleton invertebrata terutama crustacea. Kitosan dapat diekstrak dari kulit udang (Cheng dkk., 2006; Sri dkk., 2013; Nur dan Dewi, 2016), kulit kepiting/rajungan (Silvia, 2015), sisik ikan, dan hewan lainnya yang mengandung kitin. Ongki dkk. (2016) juga melaporkan bahwa kitosan diperoleh dari proses deproteinasi, demineralisasi dan deasetilasi limbah industri ebi. Kitosan umumnya berbetuk serbuk, berwarna krem atau putih, dan larut dalam larutan asam. Kitosan dilaporkan dapat dijadikan sebagai adsorben logam berat yang terdapat dalam air yaang tercemar (Sri dkk., 2013). Kitosan bahkan digunakan sebagai peregenerasi tulang (Zhao dkk., 2002; Seo dkk., 2004). Kitosan juga digunakan sebagai bahan pelapis (edible coating). Selain itu, kitosan juga dilaporkan memiliki sifat bakteriostatik dan fungistatik untuk mencegah infeksi (Aprilia, 2018). Kapang merupakan salah satu kontaminan yang sering ditemukan pada bahan pangan. Kontaminan ini menyebabkan mutu bahan tersebut menurun. Salah satu jenis kapang yang sering ditemukan mengontaminasi bahan pangan adalah Aspergillus flavus. Aspergills flavus merupakan kapang penghasil mikotoksin (aflatoksin). Aflatoksin yang dihasilkan bersifat
Bookmarks Related papers MentionsView impact
International Journal of Microbiology and Application, 2018
Wooden fish (keumamah) is a traditional food made from tuna (Euthynnus affinis) coated with wheat... more Wooden fish (keumamah) is a traditional food made from tuna (Euthynnus affinis) coated with wheat flour and be drained. During the storage and marketing, wooden fish may be contaminated by certain types of fungi, especially Aspergillus. The presence of fungi contaminants would reduce the wooden fish quality and dangerous for consumption. This study aims were to isolate and identify Aspergillus species in wooden fish. The study commenced with analysis of fungal population contaminating wooden fish samples from five major markets in Banda Aceh and isolated through serial dilution and spread plate method. The growths were identified using standard mycological techniques. Based on the analysis the fungal population on wooden fish was 0.5x10 2-3.5x10 2 CFU/g. Colonies the grew were then taken to the purified to obtain pure cultures. The result of identification obtained four Aspergillus species contaminants on wooden fish namely A. flavus (JIK-1), A. fumigatus (JIK-2), A. ochracheus (JIK-3), and A. niger (JIK-4). The results showed that samples of wooden fish examined, all were contaminated with A. flavus (100%).
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Abstrak Kitosan merupakan polimer hasil ekstraksi kulit udang yang dapat digunakan sebagai pengaw... more Abstrak Kitosan merupakan polimer hasil ekstraksi kulit udang yang dapat digunakan sebagai pengawet makanan. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti kehadiran jenis-jenis kapang kontaminan pada ikan kayu yang diperoleh dari Pasar Banda Aceh dan menganalisis aktivitas antifungi kitosan terhadap kapang. Penelitian ini diawali dengan menyiapkan kitosan dari kulit udang. Isolasi kapang dari ikan kayu dilakukan dengan metode serial dilution dan spread plate. Uji aktivitas antifungi kitosan dilakukan dengan metode difusi sumur pada media PDA dengan berbagai konsentrasi (0, 0,5, 1, 1,5, dan 2%). Hasil isolasi diperoleh tiga isolat kapang kontaminan pada ikan kayu yaitu Aspergillus flavus, A. ochraceus, dan A. niger. Uji antifungi kitosan terhadap kapang menunjukkan bahwa kitosan mampu membentuk zona hambat terbesar pada A. ochraceus dibandingkan kedua jenis lainnya. Pemberian kitosan 0,5 dan 1% pada A. niger tidak terbentuk zona hambat, sedangkan kedua jenis kapang lainnya menunjukkan adanya zona hambat dengan pemberian kitosan 0,5%. Konsentrasi penghambatan minimum kitosan adalah pada konsentrasi 1,5% karena dapat membentuk zona hambat terhadap A. flavus, A. ochraceus, dan A. niger. Pendahuluan Ikan kayu merupakan salah satu makanan tradisional khas Aceh yang dibuat dari ikan tongkol (Euthynnus affinis). Ikan tongkol diolah melalui serangkaian proses yaitu pencucian, perebusan, pelapisan ikan dengan tepung terigu, dan pengeringan di bawah sinar matahari. Pada saat dijual di pasar umumnya ikan tersebut dijual tanpa kemasan sehingga memungkinkan ikan tersebut terkontaminasi oleh mikroba, khususnya kapang. Hasil penelitian terdahulu (Safika, 2008) menunjukkan bahwa hampir semua ikan kayu yang diperoleh dari pasar Banda Aceh terkontaminasi oleh Aspergillus, terutama Aspergillus flavus dengan populasi yang bervariasi. Hasil penelitian Putri (2015) menunjukkan bahwa ikan kayu yang dijual di 5 pasar tradisional Kota Banda Aceh positif mengandung formalin. Resiko kesehatan yang ditimbulkan jika konsumen mengonsumsi produk yang telah terkontaminasi oleh
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Aspergillus is a mold that is often found to contaminate food. Therefore, it is necessary to prev... more Aspergillus is a mold that is often found to contaminate food. Therefore, it is necessary to prevent the contamination of mold by referring to food grade standard. The use of chitosan biomaterials is one of the alternatives that can be used to overcome the problem of kapang because it has antimicrobial activity. This study aims to analyze the the antifungal activity of chitosan to inhibition on the growth of Aspergillus and determine the effective concentration of chitosan on inhibition the Aspergillus growth. Antifungal activity test to be used solid dilution method. Concentration of chitosan used was 0; 0.5; 1; 1.5; and 2% (w/v). Observation was conducted after incubation for 7 days at room temperature. The parameters observed was the inhibition Aspergillus growth with indicated size of the diameter mycelial colony. The results showed that the chitosa had an inhibitory effect on mycelial colony Aspergillus growth. The higher concentration of chitosan gave the smaller average diameter mycelial colonies and the greater percentage of the inhibition potency. The treatment of chitosan with a concentration of 1.5% can inhibit more than 50% growth of A. flavus, A. fumigatus, A. ochraceus, and A. niger.
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Wooden fish (keumamah) is a traditional food made from tuna (Euthynnus affinis) coated with wheat... more Wooden fish (keumamah) is a traditional food made from tuna (Euthynnus affinis) coated with wheat flour and be drained. During the process of storage and marketing of wooden fish is often contaminated by certain types of mold, especially Aspergillus sp. The presence of mold contaminants would reduce the wooden fish quality and dangerous for consumption. It is therefore necessary natural ingredients that can act as a preservative, one of which is chitosan. The purpose of this study was to analyze the long wooden fish optimum soaking in a solution of chitosan to produce wooden fish that have a longer shelf life than fish-covered wood flour. The study begins by preparing chitosan from shrimp shells. Chitosan is extracted from shrimp shells, with a solution of NaOH and HCl and dried at a temperature of 65°C. Wooden fish with chitosan coating is done by soaking the fish in a timber with 1.5% chitosan larutam time variation of 0, 15, 30, 45, 60 and 75 minutes. The fish dried in the sun to harden fish such as timber, stored at room temperature (± 30°C). Test storability of wooden fish is done until a certain time limit (4 weeks), namely on days 0, 7, 14, 21, and 28, through organoleptic (color, texture, aroma and taste) and mold on the fish population analysis of timber. The results showed that soaking the fish for 60-75 minutes in a solution of chitosan 1.5% (w/v) to produce the most good organoleptic value, with no evidence of mold growth on the shelf life of 28 days so that the wooden fish unfit for consumption.
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Aspergillus is a mold that is often found to contaminate food. Therefore, it is necessary to prev... more Aspergillus is a mold that is often found to contaminate food. Therefore, it is necessary to prevent the contamination of mold by referring to food grade standard. The use of chitosan biomaterials is one of the alternatives that can be used to overcome the problem of kapang because it has antimicrobial activity. This study aims to analyze the the antifungal activity of chitosan to inhibition on the growth of Aspergillus and determine the effective concentration of chitosan on inhibition the Aspergillus growth. Antifungal activity test to be used solid dilution method. Concentration of chitosan used was 0; 0.5; 1; 1.5; and 2% (w/v). Observation was conducted after incubation for 7 days at room temperature. The parameters observed was the inhibition Aspergillus growth with indicated size of the diameter mycelial colony. The results showed that the chitosa had an inhibitory effect on mycelial colony Aspergillus growth. The higher concentration of chitosan gave the smaller average diameter mycelial colonies and the greater percentage of the inhibition potency. The treatment of chitosan with a concentration of 1.5% can inhibit more than 50% growth of A. flavus, A. fumigatus, A. ochraceus, and A. niger.
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Conference Presentations by Resmila Dewi, S.Si.,M.Sc
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Teaching Documents by Resmila Dewi, S.Si.,M.Sc
Suatu teknik bioteknologi yang digunakan untuk mentransfer gen dari suatu organisme ke organisme ... more Suatu teknik bioteknologi yang digunakan untuk mentransfer gen dari suatu organisme ke organisme lain untuk mendapatkan produk baru dengan cara membuat DNA rekombinan.
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Kumpulan teknik atau metode yang digunakan untuk mengkombinasikan gen-gen secara buatan.
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Memberikan nama pada tumbuhan sesuai dengan karakter secara lengkap (deskripsi) dan penempatan ya... more Memberikan nama pada tumbuhan sesuai dengan karakter secara lengkap (deskripsi) dan penempatan yang tepat dalam sistem klasifikasi.
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Uploads
Papers by Resmila Dewi, S.Si.,M.Sc
Conference Presentations by Resmila Dewi, S.Si.,M.Sc
Teaching Documents by Resmila Dewi, S.Si.,M.Sc