Skip to main content
Buku ini berisi upaya mendesain ilmu dakwah yang lebih operasional dan kontekstual dengan menelaah aspek ontologis, epistemologis dan aksiologis ilmu dakwah secara bersamaan
xviii, 204 hlm, 21 c
vii, 310 hlm.; 30 c
Indonesia is one of the countries with the largest Muslim population in the world, but the level of zakat is not too high. This can be seen from the low amount of zakat that has been successful compared to the potential for zakat. In view... more
Indonesia is one of the countries with the largest Muslim population in the world, but the level of zakat is not too high. This can be seen from the low amount of zakat that has been successful compared to the potential for zakat. In view of this fact, the Zakat Management Organization (OPZ) implements a digitalization strategy for collecting zakat funds, including the Magelang Regency. This study was conducted to understand the intention of the community/muzakki to pay zakat online. This study uses the Technology Acceptance Model (TAM) theoretical framework by adding a moderating variable to electronic word of mouth (eWOM). This study used a quantitative approach with 135 respondents. Data were collected randomly from the Internet (online). Structural equation modeling (SEM) and partial least squares (PLS) were used for data analysis. The findings of this study suggest that attitudes can be expressed by perceived ease of use , perceived usefulness, and electronic word of mouth (eWO...
This article aims to explore the concept of non-radicalism dakwah initiated by Ali Mahfudz. In analyzing the data, the researcher used the non-radicalism da'wah indicator formulated by Yusuf al-Qaradawi. The results of this study are:... more
This article aims to explore the concept of non-radicalism dakwah initiated by Ali Mahfudz. In analyzing the data, the researcher used the non-radicalism da'wah indicator formulated by Yusuf al-Qaradawi. The results of this study are: (1) the concept of preaching non-radicalism is manifested through three major conceptions, namely mauidzah (tadzkir and qissah), isryad, and khitabah; (2) a preacher must balance the use of revelation and reason; (3) in khilafiyah matters, Ali Mahfudz only explains it, without forcing readers to become fanatical about one understanding; (4) permits the use of israiliyyat as material for preaching; (5) the dynamism in his preaching is thought to have been caused by the transformation of his religious experience from the syafi'i school to the Hanafi school. AbstrakArtikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi konsep dakwah non radikalisme yang digagas oleh Ali Mahfudz. Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan indikator dakwah non radikalisme ya...
&amp... more
<p>&a…
Dakwah Pada Masyarakat Majmuk dan Toleransi Beragama1 Oleh Muhammad Sulthon2 Pendahuluan Ada keanekaragaman tampilan Islam di berbagai daerah. Tampilan Islam di Indonesia bisa berbeda dari Islam di Malaysia, Singapura atau negara-negara... more
Dakwah Pada Masyarakat Majmuk dan Toleransi Beragama1 Oleh Muhammad Sulthon2 Pendahuluan Ada keanekaragaman tampilan Islam di berbagai daerah. Tampilan Islam di Indonesia bisa berbeda dari Islam di Malaysia, Singapura atau negara-negara lainnya. Bahkan tampilan Islam di satu daerah dengan daerah lain dalam satu negara bisa berbeda. Keanekaragaman tampilan itu misalnya terkait dengan arsitektur masjid, bagian tertentu dari prosesi khutbah Jumat (seperti ada tidaknya tongkat yang dipegang khatib sholat-Jumat ketika berkhotbah Jumat), pemilihan tempat shalat ied, model pakaian dalam menutup aurat, perayaan tertentu (seperti halal bi halal) dan lain lain. Keanekaragaman tampilan itu menandai adanya tenggang-rasa pemeluk Islam terhadap budaya lokal. Tampilan Islam yang berbeda-beda itu suatu kelebihan karena bukan hanya menandai peluang umat muslim untuk mempertahankan budaya lokal masing-masing dalam mengamalkan ajaran islam, akan tetapi juga menunjukkan kemampuan islam untuk menyerap budaya lokal, sehingga memungkinkan setiap muslim mengembangkan tenggang rasa terhadap nilai-nilai, ajaran, pengetahuan dan berbagai produk budaya lokal yang telah hidup sebelumnya. Tenggang-rasa itu bisa mengambil bentuk misalnya pengakuan, penghormatan dan kesediaan umat islam untuk berdampingan dengan kelompok tertentu dengan identitas budaya " yang lain " atau bisa juga dalam wujud penyerapan Islam atas nilai-nilai budaya dari " yang lain " asal tidak bertentangan dengan ajaran pokok Islam. Untuk bangsa Indonesia, kemampuan seperti itu termasuk faktor penting dalam membina kehidupan beragama di Indonesia yang majmuk. Seperti dimaklumi, bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman yang tinggi. Menurut catatan Kementerian Agama, negara Indonesia memiliki lebih dari 300 macam budaya, lebih dari 500 suku bangsa, tidak kurang dari 700 bahasa dan mengakui 6 agama yang dipeluk oleh bangsa Indonesia.3 Keragaman agama memiliki kompleksitas lebih rumit lagi. Kompleksitas itu di samping bisa ditemukan pada lapisan-lapisan identitas agama dalam setiap 6 agama yang diakui dipeluk oleh mayoritas bangsa Indonesia, juga bisa ditemukan pada selera sebagian bangsa Indonesia yang tertarik untuk memeluk agama selain enam agama tersebut, yang boleh hidup di Indonesia. Dalam membangun kerukunan dalam situasi yang beranekaragam seperti itu, agama sebagai salah satu identitas pembentuk keragaman itu harus mempunyai watak tertentu yang mendukung setiap pemeluknya untuk dapat berdampingan dan saling berinteraksi secara positif. Kondisi hidup berdampingan dan saling berinteraksi secara