Skip to main content
Hasil penelitian ini berkat kerjasama dengan Yayasan WANSA (Warisan Sejarah Aceh) tentang Kerajaan Kuala Batu di Kabupaten Aceh Barat Daya
Naskah ini diperuntukkan sebagai pertimbangan dalam menentukan tata cara zonasi di kawasan permukiman tradisional Bawomataluo, Nias Selatan, Sumatera Utara.
Kegiatan survei ini berfokus melihat secara langsung keberadaan nisan-nisan kuno milik warga dalam rangka studi awal sebelum melakukan tindakan penyelamatan.
Laporan ini adalah hasil survei lapangan yang berfokus pada upaya melihat potensi tinggalan arkeologi di areal bekas istana Daruddunia, Kerajaan Aceh.
Di dalam jurnal ini terdapat beberapa artikel diantaranya: (1) Ramni–Ilamuridesam: Kerajaan Aceh Pra–Samudera Pasai (2) Persebaran Bangunan Pertahanan Jepang Di Telukbetung, Kota Bandar Lampung (3) Identifikasi Budaya Prasejarah Dari... more
Di dalam jurnal ini terdapat beberapa artikel diantaranya: (1) Ramni–Ilamuridesam: Kerajaan Aceh Pra–Samudera Pasai (2) Persebaran Bangunan Pertahanan Jepang Di Telukbetung, Kota Bandar Lampung (3) Identifikasi Budaya Prasejarah Dari Artefak Di Situs Bukit Kerang Kawal Darat I (4) Tradisi Mengunyah Sirih Dan Memotong Kerbau Pada Upacara Adat/ Horja Di Angkola–Mandailing (5) Motif Hias Nisan: Latar Belakang Pembuatan Hiasan Lampu Gantung Pada Nisan Di Baru
Sangkhakalaterdiri dari dua kata yaitu Sangkhadan Kala. Sangkhaadalah sebutan dalam Bahasa Sansekerta untuk jenis kerang atau siput laut. Sangkhadalam mitologi Hindhu digunakan sebagai atribut dewa dalam sekte Siwa dan Wisnu. Sedangkan... more
Sangkhakalaterdiri dari dua kata yaitu Sangkhadan Kala. Sangkhaadalah sebutan dalam Bahasa Sansekerta untuk jenis kerang atau siput laut. Sangkhadalam mitologi Hindhu digunakan sebagai atribut dewa dalam sekte Siwa dan Wisnu. Sedangkan Kalaberarti waktu, ketika atau masa. Jadi Sangkhakalamerupakan alat dari keranglaut yang mengeluarkan suara sebagai tanda bahwa waktu telah tiba untuk memulai suatu tugas atau pekerjaan. Berkenaan dengan itu, BERKALA ARKEOLOGI SANGKHAKALA merupakan istilah yang dikiaskan sebagai terompet ilmuwan arkeologi dalam menyebarluaskan arti dan makna ilmu arkeologi sehingga dapat dinikmati oleh kalangan ilmuwan khususnya dan masyarakat luas umumnya. Selain itu juga merupakan wadah informasi bidang arkeologi yang ditujukan untuk memajukan arkeologi maupun kajian ilmu lain yang terkait. Muatannya adalah hasil penelitian,tinjauan arkeologi dan ilmu terkait. Dalam kaitannya dengan penyebarluasan informasi dimaksud, redaksi menerima sumbangan artikel dalam BahasaIn...
This study aims to study the damage and preserving ancient canals of Indrapatra Fort, Aceh. This study uses archaeological research methods that are descriptive analysis, with data collection techniques using observation, interviews, and... more
This study aims to study the damage and preserving ancient canals of Indrapatra Fort, Aceh. This study uses archaeological research methods that are descriptive analysis, with data collection techniques using observation, interviews, and documentation studies. The results of the study show that Indrapatra Fort is a defensive building inherited from the Aceh sultanate that is estimated to have been built in the 16th century AD. Inside the Indrapatra Fortress Complex, there are canals or waterways that function to regulate the flow of water when a flood occurs. Archaeological technical studies found that the condition of the canal was mostly covered with earth. After excavations were carried out in August 2021, the condition of the canal was 70–80% damaged. The form of damage is broken, cracked, collapsed, crushed, and even shifted. Therefore, the authors hope that the local government and the community will protect and maintain the canal structure of Indrapatra Fort so that the structure can continue to exist in the community.
The 11th century AD Armenian text entitled A Journals of the South China Sea refers to the tofonim Peureulak  by the name Poure (Armenian) as a rich and valuable port. Marco Polo (1293 / late 13th century AD) was called Ferlec... more
The 11th century AD Armenian text entitled A Journals of the South China Sea refers to the tofonim Peureulak  by the name Poure (Armenian) as a rich and valuable port. Marco Polo (1293 / late 13th century AD) was called Ferlec (Portuguese), which was a settlement with an Islamic population that was regularly visited by Islamic traders. The Negarakertagama manuscript of the 14th century AD mentions the name Parllak (Javanese) as one of the vassals of the Majapahit Kingdom. Likewise local texts, especially Hikayat Raja-Raja Pasai, mention that the existence of the Peureulak  Kingdom ended when it merged into the power of the Samudera Pasai Kingdom (1297 AD) through the process of marriage. This paper aims to see whether the records of the above improvements have the support of archaeological remains, especially the pre-Pasai Ocean era. The research method is descriptive by comparing information with the existence of archaeological remains of two pieces of data that have the same space...
This study aims to study the damage and preserving ancient canals of Indrapatra Fort, Aceh. This study uses archaeological research methods that are descriptive analysis, with data collection techniques using observation, interviews, and... more
This study aims to study the damage and preserving ancient canals of Indrapatra Fort, Aceh. This study uses archaeological research methods that are descriptive analysis, with data collection techniques using observation, interviews, and documentation studies. The results of the study show that Indrapatra Fort is a defensive building inherited from the Aceh sultanate that is estimated to have been built in the 16th century AD. Inside the Indrapatra Fortress Complex, there are canals or waterways that function to regulate the flow of water when a flood occurs. Archaeological technical studies found that the condition of the canal was mostly covered with earth. After excavations were carried out in August 2021, the condition of the canal was 70–80% damaged. The form of damage is broken, cracked, collapsed, crushed, and even shifted. Therefore, the authors hope that the local government and the community will protect and maintain the canal structure of Indrapatra Fort so that the struc...
BERKALA ARKEOLOGI SANGKHAKALA merupakan istilah yang dikiaskan sebagai terompet ilmuwan arkeologi dalam menyebarluaskan arti dan makna ilmu arkeologi sehingga dapat dinikmati oleh kalangan ilmuwan khususnya dan masyarakat luas umumnya.... more
BERKALA ARKEOLOGI SANGKHAKALA merupakan istilah yang dikiaskan sebagai terompet ilmuwan arkeologi dalam menyebarluaskan arti dan makna ilmu arkeologi sehingga dapat dinikmati oleh kalangan ilmuwan khususnya dan masyarakat luas umumnya. Selain itu juga merupakan wadah informasi bidang arkeologi yang ditujukan untuk memajukan arkeologi maupun kajian ilmu lain yang terkait. Muatannya adalah hasil penelitian,tinjauan arkeologi dan ilmu terkait. Dalam kaitannya dengan penyebarluasan informasi dimaksud, redaksi menerima sumbangan artikel dalam BahasaIndonesia maupun asing yang dianggap berguna bagi perkembangan ilmu arkeologi. Berkala Arkeologi ini diterbitkan dua kali dalam setahun yaitu pada bulan Mei dan Novembe
AbstrakKajian ini hendak menempatkan kamper sebagai karya budaya yang memenuhi syarat sebagai benda cagar budaya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Kamper merupakan produk budaya dari Barus yang menjadi... more
AbstrakKajian ini hendak menempatkan kamper sebagai karya budaya yang memenuhi syarat sebagai benda cagar budaya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Kamper merupakan produk budaya dari Barus yang menjadi komoditas dunia pada masanya. Kehadirannya sebagai benda yang bernilai penting dibuktikan dengan terciptanya tatanan perdagangannya sendiri dan konsumennya yang spesifik. Meskipun jangkauan pengetahuan dunia tentang kamper melampaui wilayah Sumatera maupun wilayah lain di Indonesia, hingga saat ini, kamper belum mendapatkan pengakuan sebagai benda cagar budaya Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan masukan kepada para pemangku kebijakan pada Pemerintah RI agar dapat mempertimbangkan dan mendorong kamper menjadi salah satu benda cagar budaya di Indonesia, bahkan jika mungkin di dunia. Metode penulisan artikel ini berbentuk eksplanatif dengan merujuk sumber historis yang terpercaya. Hasil kajiannya menunjukkan bahwa terdapat urgensitas pera...
Situs Benteng Gunung Biram terletak di Desa Lamtemot, Kecamatan Lembah Seulawah, KabupatenAceh Besar di Provinsi Aceh merupakan salah satu situs perbentengan yang dipelihara Unit Pelaksana Teknis(UPT) Balai Pelestarian Cagar Budaya... more
Situs Benteng Gunung Biram terletak di Desa Lamtemot, Kecamatan Lembah Seulawah, KabupatenAceh Besar di Provinsi Aceh merupakan salah satu situs perbentengan yang dipelihara Unit Pelaksana Teknis(UPT) Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh.Keunikan situs ini terletak pada design arsitekturnya yang murnilocal genius, seperti: tidak memiliki bastion, menggunakan perekat lokal, adaptif dengan lingkungan dan fungsiyang berkelanjutan dari zaman ke zaman. Sebagai sebuah cagar budaya (CB) yang berusia lebih dari 400 Tahun,permasalahan utama yang dihadapi situs ini adalah kecenderungan ancaman terhadap kualitas fisiknyasemakinmenguat. Hasil dari studi lapangan memperlihatkanada 3 (tiga) sumber ancaman yang sementara ini ditemukan,yaitu: ancaman kebencanaan, ancaman internal dan eksternal yang secara berkelanjutan memproses pelemahanstrukturbenteng dari waktu ke waktu.
The external historical notes from Arabs and Chinese sources in the IX-XIII AD century are mentioned two kingdoms on the northern tip of the island of Sumatra, namely Ramni (Ramin) and Ilamuridesam (Lamuri). How are the developments and... more
The external historical notes from Arabs and Chinese sources in the IX-XIII AD century are mentioned two kingdoms on the northern tip of the island of Sumatra, namely Ramni (Ramin) and Ilamuridesam (Lamuri). How are the developments and conditions of the two kingdoms illustrated in the foreign records? By knowing the representation of the two kingdoms is expected to complement the history of Aceh which has not mentioned the existence of both. The method used to uncover the history is to analyze the external notes that tell about Ramni and/or Ilamuridesam (Lamuri). The information nodes obtained from the data are used as a material to describe the development and condition of the two kingdoms. The results of the data analysis have shown that the Ramni Kingdom is an early kingdom in Aceh and its people still worship idols. The name the Ramni Kingdom was later changed by King Rajendracola I to Ilamuridesam for several reasons. In that notes, it is also illustrated that Ilamuridesam is ...
Ambo Asse Ajis* Bagi umat Islam, bangunan masjid adalah tempat ibadah. Begitupun dengan segala atribut yang ada pada bangunan masjid, tentu terhubung dengan konsep teologi Islam. Pada era kerajaan Islam di Nusantara, atap masjid... more
Ambo Asse Ajis*

Bagi umat Islam, bangunan masjid adalah tempat ibadah. Begitupun dengan segala atribut yang ada pada bangunan masjid, tentu terhubung dengan konsep teologi Islam.

Pada era kerajaan Islam di Nusantara, atap masjid umumnya memiliki bentuk empat persegi dengan bagian tengahnya meninggi membentuk kerucut mirip dengan bentuk umum piramid. Masjid masa kerajaan memiliki atap bertingkat 2, 3, 5 dan bahkan ada yang 7.

Ada sebagian orang mencoba mengaitkan atap susun pada masjid mirip dengan Meru, padahal keduanya jelas berbeda baik konteks maupun historinya.

Pengertian meru dapat ditemukan dalam kamus besar indonesia (KBBI) dimana ditulisakan /me·ru/ /méru/ n 1 gunung dalam mitologi Hindu tempat persemayaman para dewa dan makhluk kedewaan, serta menjadi pusat jagat raya; 2 ragam hias berbentuk segitiga sebagai lambang persemayaman dewa; 3 bangunan yang terdapat di kuil, merupakan tempat persembahan, terdiri atas 3—11 atap atau tingkat (di Bali); 4 Bl atap bangunan pura yang bersusun dan semakin ke atas semakin kecil.

Masjid/mas·jid/ n rumah atau bangunan tempat bersembahyang orang Islam.

Dari kedua istilah menunjukan makna yang berbeda dan sejarah yang berbeda sehingga mengaitkan Meru dengan atap susun pada Masjid jelas keliru dan mengada-ada.

Lalu mengapa atap Masjid di masa lalu bersusun?

Ada dua alasan teknis, pertama, kebutuhan teknis agar suara azan bisa menjangkau umat Islam di sekitar masjid saat itu. Tempat muadzin yang tinggi bisa meningkatkan kemampuan suaranya menjangkau area lebih luas. Dalam hal ini, semakin tinggi posisi muadzin melakukan azan sangat berkorelasi dengan luas jangkaun suaranya.

Kedua, alasan penambahan tingkat atap pada Masjid pada masa kerajaan Islam juga dapat diartikan semakin padat dan atau melebarnya permukiman di sekitar Masjid. Hal ini terjadi karena masjid selalu menjadi inti permukiman sekaligus denyut  nadi aktivitas kehidupan masyarakatnya. Artinya, semakin banyak jumlah atap susun masjid menandakan meluaskan permukiman saat itu.
Archaeological evidence of the existence of the sultans of Samudera Pasai Kingdom is marked by the remains of gravestones that mention their name, title and year of death. From these data we can arrange the order of the sultan’s name,... more
Archaeological evidence of the existence of the sultans of Samudera Pasai Kingdom is marked by the remains of gravestones that mention their name, title and year of death. From these data we can arrange the order of the sultan’s name, title, name of his parents and the year of his death. And, not only that, this archaeological evidence can also map the morphology (form) of tomb and the type of material. As for the study of the morphology of the gravestones of the sultans of Samudera Pasai Kingdom, until now no one has done it. Therefore, this paper becomes a kind of introduction for those interested in the study of the ancient tombstone of Samudera Pasai Kingdom. The method of writing this work uses a historiographic approach in examining the time sequence of the gravestones. This paper then succeeded in recording the morphology of the gravestones and the types of materials according to the tombstone sequences of the sultans of Samudera Pasai Kingdom, starting from the first sultan ...
Bandar Aceh Darussalam adalah ibukota Kerajaan Aceh Darussalam sejak intitusi pemerintahan Islam ini didirikan oleh Sultan Ali Mugahayat Syah tahun 1496 Masehi. Ketika penjajah Belanda berhasil menguasainya di Tahun 1874, ibukota ini... more
Bandar Aceh Darussalam adalah ibukota Kerajaan Aceh Darussalam sejak intitusi pemerintahan Islam ini didirikan oleh Sultan Ali Mugahayat Syah tahun 1496 Masehi. Ketika penjajah Belanda berhasil menguasainya di Tahun 1874, ibukota ini diganti dengan nama Kutaraja. Ketika Aceh menjadi bagian Indonesia, Kutaraja berganti nama menjadi  Banda Aceh pada tahun 1962. Sebagai bekas ibukota kerajaan, seluruh tanah di Bandar Aceh Darussalam tentu menyimpan deposit jejak budaya yang memiliki nilai penting bagi identitas Aceh secara khusus dan Indonesia secara umum. Meskipun demikian, karena berada dalam areal inti perkotaan Kota Banda Aceh dan sekaligus Ibukota Provinsi Aceh, potensi warisan budaya budaya tersebut sedang menghadapai ancaman yang tinggi karena terganggu akibat konflik kepentingan, baik itu atas nama kepentingan penduduk maupun kepentingan pembangunan pemerintah Kota Banda Aceh, Provinsi hingga pembangunan Nasional. Terkait dengan hal itu, tulisan ini dibuat dengan tujuan mengaju...
Hasil dari studi lapangan memperlihatkanada 3 (tiga) sumber ancaman yang sementara ini ditemukan, yaitu: ancaman kebencanaan, ancaman internal dan eksternal yang secara berkelanjutan memproses pelemahan strukturbenteng dari waktu ke waktu.
Pengantar Hubungan Timur Tengah dengan nusantara telah terjalin sebelum Islam hadir abad ke-7 M: ■ Pada abad pertama Masehi, di dalam Al Kitab, Matius 2: 1-12, menyebut saat Yesus lahir, ada tiga orang Majus datang. Satu di antaranya... more
Pengantar Hubungan Timur Tengah dengan nusantara telah terjalin sebelum Islam hadir abad ke-7 M: ■ Pada abad pertama Masehi, di dalam Al Kitab, Matius 2: 1-12, menyebut saat Yesus lahir, ada tiga orang Majus datang. Satu di antaranya mempersembahkan kemenyan. Siapa orang Majus itu? Literatur menyebut, orang majus itu, orang Persia. ■ Pada abad ke-2 M, Gubernur Mesir bernama Ptolemeus memasukan salah satu wilayah nusantara dengan sebutan Barosai yang merujuk pada tempat bernama Barus secara khusus, atau tanah Sumatera secara umum ■ Pada abad ke-4 M, orang-orang Arab (Ta shi), Iran (Possu) sudah memiliki semacam pusat niaga di Canton, Cina yang dimasa kini bisa disebut konsulat dagang Jejak Hubungan Islam (kekhilafaan) dan nusantara ■ Ayat di kitab suci Alquran,surah Al Insan ayat 5 "Innal abraara yasyrabuuna min ka'sin kaana mizaajuhaa kaafuuran." Ada kata Kafura yang dalam leksikon Arab disebut berasal dari bahasa Persia. Tapi dalam kamus Persia, kafura itu disebut berasal dari bahasa Melayu: kapur, pohon kapur, kapur dari Barus. Jika ini benar maka kapur (kafura) adalah kosa kata Melayu yang masuk ke dalam Alquran. Masa Umar bin Khattab (13 H/634-23 H/644) ■ Tahun 16 H/637 M, sewaktu merebut ibu kota Dinasti Sassanid bernama Ctesiphon, umat Islam menemukan kamper=kafur yang dikira garam di antara rempah-rempah dan wangi-wangian (sumber: Histoire du commerce du levant "sejarah perdagangan di kawasan Syria-Libanon." Masa Utsman bin Affan (23 H/644-35 H/656) • pada catatan sejarawan dinasti T'ang itu terdapat cerita mengenai kedatangan perutusan Han Mi Mo Mo Ni (Amiru'lMu'minin) pada tahun B51 M. kB Tiongkok, disertai dengan sepucuk surat yang menyebut bahwa kerajaannya (maksudnya: Islam) sudah berdiri sejak 34 tahun lalu Khalifah Muawwiyah (661-750) Khalifah ke-6 Muawwiyah bin abu Sofyan (661-680 Masehi) Situs makam kuno di kompleks pemakaman Mahligai, Barus. Terdapat nisan dengan tulisan Arab, "Syekh Rukunuddin wafat 672 M" Khalifah ke-12 Sulaiman bin 'Abdul Malik (715-717 Masehi) ■ SQ Fatimi mencatat surat pertama diterima Khalifah sekitar tahun 100H/717 dari Sriwijaya (zabag) Raja Sri Indrawarman (702-728 M) di masa pemerintahan Khalifah ke-12 Sulaiman bin 'Abdul Malik. Berita Cina dari dinasti T'ang, Islam sudah mulai diperkenalkan kepada masyarakat Indonesia pada abad 7-8 M. Berita tersebut menceritakan bahwa orang Ta-shih mengurungkan niatnya untuk menyerang kerajaan Ho-ling[3] yang dipimpin Ratu Si-mo, karena pemerintahan di Holing sangat kuat (Groeneveldt) Khalifah ke-13 Umar bin Abdul-Aziz (berkuasa 717-720 M) di Suriah
Research Interests:
Research Interests:
Pengantar Secara konstitusional, pelibatan masyarakat dalam pelindungan cagar budaya di Indonesia diakui dan diakomodir secara legal dalam perubahan keempat UUD NKRI Tahun 1945 Pasal 32 ayat (1) berbunyi "Negara Indonesia memajukan... more
Pengantar Secara konstitusional, pelibatan masyarakat dalam pelindungan cagar budaya di Indonesia diakui dan diakomodir secara legal dalam perubahan keempat UUD NKRI Tahun 1945 Pasal 32 ayat (1) berbunyi "Negara Indonesia memajukan kebudayaan Indonesia di tengah-tengah peradaban dunia dengan memberikan kebebasan masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya." Kalimat kebebasan masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya menjadi substansi keharusan masyarakat aktif melindungi kekayaan cagar budaya maupun nilai-nilai budayanya. Demikian juga asas pelestarian cagar budaya dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya menyebutkan partisipasi sebagai salah satu pilar pelestarian cagar budaya sehingga keterlibatan masyarakat mutlak hadir dan perlu disediakan oleh konstitusi secara operasional. Fakta yuridis tersebut di atas menegaskan partisipasi sifatnya absolut bagi masyarakat dalam pelindungan cagar budaya. Karenanya maka diperlukan sebuah peta jalan atau konsep yang ideal yang memastikan ruang keterlibatan masyarakat itu benar-benar ada tetapi dalam koridor kontribusi positif dan bukan sebaliknya. Untuk memastikan hal tersebut, maka urgensi penyusunan standar operasional prosedur (SOP) yang memuat peran serta masyarakat dalam pelindungan cagar budaya harus dibuat yang akan yang berfungsi sebagai pedoman petunjuk teknis keterlibatan dalam pelindungan cagar budaya. Diperlukannya SOP ini mengingat definisi partisipasi kegiatan pelestarian cagar budaya selama ini belum dijelaskan secara operasional melainkan hanya bersifat kalimat penegasan saja yang bisa saja multi tafsir. Karenanya, membuat naskah SOP yang mengandung ketegasan tentang seperti apa bentuk partisipasi masyarakat dalam pelindungan cagar budaya diharapkan berfungsi menjelaskan aspek defenisi peranserta, menjelaskan tata aturannya, mengatur hal yang boleh dan tidak boleh, yang pada alhirnya produk
Research Interests:
terminologi tipe Aceh atau “batu Aceh” terasa sangat tidak tepat karena terdengar “menyederhanakan” asal muasal nisan-nisan kuno. Terkecuali istilah tersebut hanya mengacu nama lokasi pemerintahan provinsinya, mungkin bisa dimaklumi... more
terminologi tipe Aceh  atau “batu Aceh” terasa sangat tidak tepat karena terdengar “menyederhanakan” asal muasal nisan-nisan kuno. Terkecuali istilah tersebut hanya mengacu nama lokasi pemerintahan provinsinya, mungkin bisa dimaklumi secara administrasi. Tetapi secara ilmu pengetahuan kehadiran nisan –nisan kuno  ini jauh lebih kompleks dari alasan administrasi sebab terkait kekuasaan kerajaan Islam awal yang pernah eksis di Indonesia dan pengaruhnya ke kawasan Asia Tenggara. Seharusnya, atas nama ilmu pengetahuan, tipe-tipe nisan yang ada di Aceh layak disejajarkan dengan tipe nisan yang diakui secara nasional.
Makam kuno peninggalan Kerajaan Aceh Darussalam dapat dikenali dengan ciri khas yang dimilikinya. Ciri yang dimaksud , pertama, penggunaan material khusus untuk nisan (kaki dan kepala) serta badan makam(jirat); kedua, bentuk atau tipologi... more
Makam kuno peninggalan Kerajaan Aceh Darussalam dapat dikenali dengan ciri khas yang dimilikinya. Ciri yang dimaksud , pertama, penggunaan material khusus untuk nisan (kaki dan kepala) serta badan makam(jirat); kedua, bentuk atau tipologi nisan kuno dan badan makam; ketiga, keletakan makam yang istimewa dalam lansekap lingkungan sekitarnya; dan keempat, lokasi makam kuno umumnya berkarakter pemakaman keluarga dengan ditandai adanya tokoh utama yang memiliki nisan yang lebih baik dari segi ukiran, ukuran dan posisi makamnya. Dalam tulisan ini, penulis tertarik membahas khusus tipologi nisan kuno yang digunakan para sultan Kerajaan Aceh Darussalam semenjak didirikan oleh Ali Mughayat Syah tahun 1514 Masehi sampai era sebelum perang dengan kolonial Belanda di Tahun 1873. Untuk mempermudah pemahaman bagi siapapun yang tertarik menelaah historiografi nisan kuno para sultan Kerajaan Aceh Darussalam ataupun tokoh-tokoh Kerajaan Aceh Darussalam lainnya, sangat disarankan agar memperhatikan betul kerangka waktu (inskripsi) yang ada di nisan-nisan tersebut. Dari dasar kerangka waktu inilah kita bisa mengurut urutan peristiwa sekaligus menanda tipe nisan yang digunakan. Jika hal ini bisa dilakukan, maka setiap orang akan mudah mengetahui berapa jumlah tipologi nisan Kerajaan Aceh Darussalam, pada era apa tipe nisan tertentu digunakan dan banyak lagi hal yang bisa diperoleh darinya. Kronik Nisan Kuno Sultan-Sultan Kerajaan Aceh Darussalam Secara historis, nisan kuno yang pertamakali digunakan Sultan Kerajaan Aceh Darussalam adalah nisan Sultan Ali Mughayat Syah, tertera angka wafatnya tahun 1530. Ciri nisannya, mulai dari kaki sampai badan berbentuk segi empat (balok); di bagian bahu (sebelum puncak) ada ornamen bungong awang; di bagian puncak (kepala/atas) berbentuk bulatan (sering disebut mahkota) yang bersusun 3 (tiga). Bahan batuan yang digunakan jenis batu pasir (sands stone) yang bisa dilihat di Situs Kompleks Makam Kandang XII. Saya menyebut tipe nisan ini sebagai tipe Ali Mughayat Syah karena sebelum tahun 1530 , belum ditemukan nisan sejenis yang usianya lebih tua dari nisan Sultan Ali Mughayat Syah.
Situs Biaro/Candi Tandihat I berada di Desa Tandihat, Kecamatan Barumun Tengah, Kabupaten Padang Lawas, Provinsi Sumatera Utara. Secara astronomis, situs ini berada di koordinat N1.37409 E99.75404 dengan luas areal ± 3.500 m2 dan luas... more
Situs Biaro/Candi Tandihat I berada di Desa Tandihat, Kecamatan Barumun Tengah, Kabupaten Padang Lawas, Provinsi Sumatera Utara. Secara astronomis, situs ini berada di koordinat N1.37409 E99.75404 dengan luas areal ± 3.500 m2 dan luas bangunan + 36 m2. Batas-batas situs, antara lain: sebelah Utara berbatasan dengan kebun sawit, sebelah Selatan berbatasan kebun sawit, sebelah Barat berbatasan dengan kebun sawitdan sebelah Timur berbatasan dengan kebun sawit.
Research Interests:
Situs Biaro/Candi Tandihat I berada di Desa Tandihat, Kecamatan Barumun Tengah, Kabupaten Padang Lawas, Provinsi Sumatera Utara. Secara astronomis, situs ini berada di koordinat N1.37409 E99.75404 dengan luas areal ± 3.500 m2 dan luas... more
Situs Biaro/Candi Tandihat I berada di Desa Tandihat, Kecamatan Barumun Tengah, Kabupaten Padang Lawas, Provinsi Sumatera Utara. Secara astronomis, situs ini berada di koordinat N1.37409 E99.75404 dengan luas areal ± 3.500 m2 dan luas bangunan + 36 m2. Batas-batas situs, antara lain: sebelah Utara berbatasan dengan kebun sawit, sebelah Selatan berbatasan kebun sawit, sebelah Barat berbatasan dengan kebun sawitdan sebelah Timur berbatasan dengan kebun sawit.
Research Interests:
Situs Biaro/Candi Sipamutung berada di Desa Siparau, Kecamatan Barumun Tengah, Kabupaten Padang Lawas, Provinsi Sumatera Utara. Secara astronomis, situs ini berada di koordinat 1˚23’34” LU 99˚45’15” BT dengan luas areal ± 6.000 m2 dan... more
Situs Biaro/Candi Sipamutung berada di Desa Siparau, Kecamatan Barumun Tengah, Kabupaten Padang Lawas, Provinsi Sumatera Utara. Secara astronomis, situs ini berada di koordinat 1˚23’34” LU 99˚45’15” BT dengan luas areal ± 6.000 m2 dan luas bangunan + 3.480 m2. Batas-batas situs, antara lain: sebelah Utara berbatasan dengan pagar situs dan kebun masyarakat, sebelah Selatan berbatasan dengan pagar situs dan kebun masyarakat, sebelah Barat berbatasan dengan pagar situs, pintu masuk situs dan kebun masyarakat, dan sebelah Timur berbatasan dengan pagar situs dan kebun masyarakat.
Research Interests:
Lokasi Tugu Kematian Jenderal Jacobus dan Lokasi Bivak Kolonial Belanda berada di Gampong (Desa) Alue Naga, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh. Secara astronomis, situs ini berada di koordinat 5,59914405N; 95,34803529E... more
Lokasi Tugu Kematian Jenderal Jacobus dan Lokasi Bivak Kolonial Belanda berada di Gampong (Desa) Alue Naga, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh. Secara astronomis, situs ini berada di koordinat 5,59914405N; 95,34803529E dengan luas areal ± 3 m2. Batas-batas situs, antara lain: sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Alue Naga-Lintas Banda Aceh, sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Alue Naga-Lintas Banda Aceh, sebelah Barat berbatasan dengan anak Kanal Krueng Cut, dan sebelah Timur berbatasan dengan Krueng Cut.
Research Interests:
Kompleks Makam Tunggal I dan II berada di Gampong (Desa) Lamgugop, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh. Situs ini berada di koordinat 5º34’33.5”N, 95º21’07.1”E dengan luas areal ± 1.75 m2. Status tanah situs milik... more
Kompleks Makam Tunggal I dan II berada di Gampong (Desa) Lamgugop, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh. Situs ini berada di koordinat 5º34’33.5”N, 95º21’07.1”E  dengan luas areal ± 1.75 m2. Status tanah situs milik pemerintah dengan batas-batas situs sebagai berikut: sebelah Utara berbatasan dengan kandang kambing, tambak; sebelah Selatan berbatasan dengan tanah kosong dan tambak; sebelah Barat berbatasan dengan tamba dan lahan rencana jalan masuk ke situs; dan, sebelah Timur berbatasan dengan semak belukar dan tambak.
Research Interests:
Situs Kompleks Makam Saidil Mukammal berada di Gampong (Desa) Merduati, Kecamatan Kutaraja, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh. Secara astronomis, situs ini berada di koordinat 5°33'18.5"N 95°18'51.3"E dengan luas areal ± 736 m2. Batas-batas... more
Situs Kompleks Makam Saidil Mukammal berada di Gampong (Desa) Merduati, Kecamatan Kutaraja, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh. Secara astronomis, situs ini berada di koordinat 5°33'18.5"N 95°18'51.3"E dengan luas areal ± 736 m2. Batas-batas situs, antara lain: sebelah Utara berbatasan dengan pagar situs dan pertokoan, sebelah Selatan berbatasan dengan pagar situs dan tanah kosong, sebelah Barat berbatasan dengan pagar situs dan ruko, dan sebelah Timur berbatasan dengan pagar situs, jalan lorong situs dan pertokoan.
Situs Kompleks Makam Saidil Mukammal dalam kondisi terawat, memiliki fasilitas pelindungan berupa pagar situs, papan nama situs, papan larangan, meunasah dan juru pelihara.
Situs Kompleks Makam Al Wazir Seri Udahna terletak di Gampong Ilie, Kecamatan Ulee Kareng, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh. Secara astronomis, lokasi situs berada di koordinat 5º32,33.8”N 95º20,51.5”E dengan luas areal ± 162,5 m2.
Kompleks Makam Tengku Di Bitay merupakan kompleks pemakaman kuburan pasukan asal Turki dan keluarganya termasuk Teungku Di Bitay. Situs ini berada di Gampong (Desa) Di Bitay, Kecamatan Jaya Baru, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh. Secara... more
Kompleks Makam Tengku Di Bitay merupakan kompleks pemakaman kuburan pasukan asal Turki dan keluarganya termasuk Teungku Di Bitay. Situs ini berada di Gampong (Desa) Di Bitay, Kecamatan Jaya Baru, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh. Secara astronomis, situs ini berada di koordinat 5°32'16.5"N 95°17'29.8"E dengan luas areal ± 3.245 m2.
Makam Tengku Chik Lamjabat terletak di Gampong Lamjabat, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh dengan luas area 350 meter persegi. Keadaan makam terpelihara dengan baik. Lokasi objek merupakan sebuah areal yang dipagari oleh pemerintah Kota... more
Makam Tengku Chik Lamjabat terletak di Gampong Lamjabat, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh dengan luas area 350 meter persegi. Keadaan makam terpelihara dengan baik. Lokasi objek merupakan sebuah areal yang dipagari oleh pemerintah Kota Banda Aceh, dimana untuk memasuknya melalui pintu pagar di sisi barat, kemudian masuk mengikuti jalan setapak ke makam utama yang sudah diberi cungkup. Adapun keletakan situsberada di koordinat 5°32'46.3"N 95°17'36.5" yang memiliki batas, antara lain: sebelah utara berbatasan dengan kebun dan rumah penduduk, sebelah selatan berbatasan dengan jalan setapak, sebelah Barat berbatasan dengan parit dan jalan setapak serta sebelah Timur berbatasan dengan jalan setapak. Luas areal situs kurang lebih 350 meter persegi.
Alhamdulillah, Walikota Banda Aceh menetapkan 5 (lima)
Cagar Budaya peringkat Kota Banda Aceh di Tahun 2018
Research Interests:
Wartawan media www.atjehdaily.com  dan www.acehmonitor.com berkunjung ke Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh
Research Interests:
Data historis tentang perdagangan kuno di ujung Barat nusantara, secara internal ditemukan di Aceh berasal sekitar abad ke-13 Masehi dan di Sumatera Utara pada kurung waktu sekitar abad ke-11 Masehi. Di Aceh, bukti arkeologisnya dari... more
Data historis tentang perdagangan kuno di ujung Barat nusantara, secara internal ditemukan di Aceh berasal sekitar abad ke-13 Masehi dan di Sumatera Utara pada kurung waktu sekitar abad ke-11 Masehi. Di Aceh, bukti arkeologisnya dari prasasti Neusu, Banda Aceh dan di Sumatera Utara berasal dari prasasti Lobu Tuo, Barus. Kedua prasasti ini memiliki karakteritisk historis yang terkait satu sama lain, menjelaskan tentang persekutuan dagang dari Tamil, India yang aktif berdagang di Selat Malaka dan Samudera Hindia. Tujuan penulisan ini Adapun kedudukan data arkeologis dan historis ini sangat menarik mengungkapkan bagaimana peran-peran pedagang Tamil pada kurun waktu tersebut sekaligus bahan penting untuk memahami kondisi sosiologis Aceh dan Sumatera Utara pada masa-masa itu bahkan era sebelum masa itu sendiri. Tujuan tulisan ini, menyampaikan fakta arkeologis dan historis tentang Aceh dan Sumatera Utara yang sejak zaman lampau telah memiliki kedudukan perniagaan bangsa India. Adapun metode penulisannya menggunakan memakai metode sejarah kritis sebagai sarana eksplanasinya. Abstract Historical data on the ancient trade at the western tip of the archipelago, internally found in Aceh originated around the 13th century AD and in North Sumatra in brackets around the 11th century AD. In Aceh, the archaeological evidence of the Neusu inscriptions, Banda Aceh and North Sumatra comes from the Lobu Tuo inscription, Barus. Both of these inscriptions have related historical characteristics, describing trade alliances of Tamils, Indians who actively trade in the Malacca Straits and the Indian Ocean. The purpose of this writing The position of archaeological and historical data is very interesting revealing how the roles of Tamil merchants at that time as well as important materials to understand the sociological conditions of Aceh and North Sumatra in those times even before the era itself. The purpose of this paper, conveying archaeological and historical facts about Aceh and North Sumatra, which since ancient times has had an Indian trading position. The method of writing using using the method of historical critical as a means of eksplanasinya.
Panai dalam referensi historis disebutkan pada prasasti Tanjore (1030 Masehi), Kitab Nagarakertagama (1365 Masehi) pupuh XIII bait 1 dan catatan perjalanan berbahasa Armenia, berjudul Nama Kota-Kota India dan Kawasan Pinggiran Persia (di... more
Panai dalam referensi historis disebutkan pada prasasti Tanjore (1030 Masehi), Kitab Nagarakertagama (1365 Masehi) pupuh XIII bait 1 dan catatan perjalanan berbahasa Armenia, berjudul Nama Kota-Kota India dan Kawasan Pinggiran Persia (di buat sekitar tahun 1667 Masehi). Ketiga sumber tertulis di atas tidak menjelaskan kedudukan Panai apakah sebagai kerajaan atau sekadar Bandar dagang saja. Berbekal dengan kondisi tersebut, tulisan hadir memberi uraian terkait situasional yang membentuk Panai dari era Kerajaan Sriwijaya hingga Majapahit sekaligus menegaskan kedudukan Panai sebagai Bandar dan bukan pemerintahan kerajaan.
Research Interests:
Several foreign sources and inscriptions ranged from IX-XIII century AD mention two kingdoms names on the northern tip of Sumatran island, namely Ramni (Ramin) and Ilamuridesam (Lamuri). The problems that raised is related to the... more
Several foreign sources and inscriptions ranged from IX-XIII century AD mention two kingdoms names on the northern tip of Sumatran island, namely Ramni (Ramin) and Ilamuridesam (Lamuri). The problems that raised is related to the identification and the kingdom's general condition mentioned in the sources. Through these problems, is expected to complement Aceh's history in general. The method used to reveal the history by analyzing the foreign records relating to the mention of Ramni and/or Ilamuridesam (Lamuri). Information node obtained from the data used as the material of identification and representation of the royal condition. Results of data analysis have shown that the Ramni Kingdom was the early Aceh kingdom when its supporters were still pre-Islamic. The name of the Ramni Kingdom was changed by King Rajendracola I to Ilamuridesam for several reasons. In the foreign record, it is also illustrated that Ilamuridesam is an important location in the international trade route in the Malacca Strait and its inhabitants are Hindus. Abstrak Dalam catatan beberapa sumber asing dan prasasti pada rentang abad IX-XIII Masehi menyebutkan dua nama kerajaan di ujung utara pulau Sumatera, yaitu Ramni (Ramin) dan Ilamuridesam (Lamuri). Adapun permasalahan yang dimunculkan dalam hal ini berkaitan dengan identifikasi dan kondisi umum kerajaan yang disebutkan dalam sumber di atas. Melalui permaslaahan tersebut diharapkan dapat melengkapi sejarah Aceh secara umum. Metode yang digunakan untuk mengungkap sejarah tersebut dengan menganalisis catatan asing yang berkaitan dengan penyebutan Ramni dan/ atau Ilamuridesam (Lamuri). Simpul informasi yang diperoleh dari data tersebut digunakan sebagai bahan identifikasi dan penggambaran kondisi kerajaan tersebut. Hasil analisis data yang telah dilakukan menunjukkan bahwa Kerajaan Ramni merupakan kerajaan Aceh awal, ketika masyarakat pendukungnya masih pra-Islam. Nama Kerajaan Ramni kemudian diubah oleh Raja Rajendracola I menjadi Ilamuridesam karena beberapa alasan. Dalam catatan asing tersebut juga tergambar bahwa Ilamuridesam merupakan lokasi penting dalam jalur perdagangan internasional di Selat Malaka dan penduduknya beragama Hindu. Kata Kunci: Catatan sejarah asing; Ramni (Ramin); Ilamuridesam (Lamuri); Sejarah Aceh PENDAHULUAN Rekonstruksi sejarah Aceh sebelum berdirinya Kesultanan Samudera Pasai pada tahun 1342 M masih mempunyai banyak permasalahan untuk menjadi bahasan penelitian. Sedikitnya data historis yang ditemukan mempersulit pelacakan sejarah pada masa pra-Islam di Aceh, termasuk juga informasi terkait kerajaan sebelum Samudera Pasai. Beberapa data sejarah di ujung utara Pulau Sumatera sebelum bernama Aceh, dipenuhi dengan dinamika selain peran pentingnya dalam perdagangan
Hasil dari studi lapangan memperlihatkanada 3 (tiga) sumber ancaman yang sementara ini ditemukan, yaitu: ancaman kebencanaan, ancaman internal dan eksternal yang secara berkelanjutan memproses pelemahan strukturbenteng dari waktu ke waktu.
Abstrak Situs Benteng Gunung Biram terletak di Desa Lamtemot, Kecamatan Lembah Seulawah, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh merupakan salah satu situs perbentengan yang dipelihara Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Pelestarian Cagar... more
Abstrak Situs Benteng Gunung Biram terletak di Desa Lamtemot, Kecamatan Lembah Seulawah, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh merupakan salah satu situs perbentengan yang dipelihara Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh. Keunikan situs ini terletak pada design arsitekturnya yang murni bersumber local genius, seperti: tidak memiliki bastion, menggunakan perekat lokal, adaptif dengan lingkungan dan fungsi yang berkelanjutan dari zaman ke zaman. Sebagai sebuah cagar budaya (CB) yang berusia lebih dari 400 Tahun, permasalahan utama yang dihadapi situs ini adalah kecenderungan ancaman terhadap kualitas fisiknya semakin menguat. Hasil dari studi lapangan memperlihatkan ada 3 (tiga) sumber ancaman yang sementara ini ditemukan, yaitu: ancaman kebencanaan, ancaman internal dan eksternal yang secara berkelanjutan memproses pelemahan struktur benteng dari waktu ke waktu. Abstract The Biram Gunung Biram site is located in Desa Lamtemot, Kecamatan Seulawah Valley, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh is one of the fortification sites maintained by the Unit Pelaksana Teknis (UPT) of Balai Pelestarian cagar Budaya Aceh. The uniqueness of this site lies in its architectural design that is pure sourced local genius, such as: no bastion, using local adhesive, adaptive with environment and sustainable function from time to time. As a cultural reserve (CB) over the age of 400 years, the main problem faced by this site is the tendency of threat to physical quality strengthen. Results from field studies show that there are 3 (three) threat sources that are currently being discovered,
Research Interests:
Abstrak Kajian ini hendak menempatkan kamper dalam pengertian Undang-Undang No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya sebagai salah satu benda budaya yang memenuhi syarat. Apakah dalam pemaknaan benda, situs maupun kawasan, yang pasti kamper... more
Abstrak Kajian ini hendak menempatkan kamper dalam pengertian Undang-Undang No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya sebagai salah satu benda budaya yang memenuhi syarat. Apakah dalam pemaknaan benda, situs maupun kawasan, yang pasti kamper merupakan produk benda dari manusia nusantara di Barus yang menjadi komoditas dunia pada masanya. Kehadirannya sebagai benda bernilai penting, dibuktikan melalui terciptanya tatanan perdagangannya sendiri dan dengan konsumennya yang spesifik. Namun begitu, meskipun jangkauan pengetahuan dunia tentang kamper terbukti melampaui dunia Sumatera maupun wilayah bangsa Indonesia itu sendiri, saat ini, kamper belum mendapatkan pengakuan sebagai satu produk cagar budaya bangsa Indonesia. Atas dasar tersebut, tulisan ini lahir dengan tujuan untuk memberikan masukan kepada para pemangku kebijakan dari tingkat daerah, provinsi hingga pusat di Indonesia agar dapat mempertimbangkan dan mendorong kamper menjadi salah satu cagar budaya negeri ini bahkan jika mungkin menjadi warisan dunia. Metode penulisan karya ini berbentuk eksplanatif, merujuk sumber historis yang terpercaya. Kesimpulan tulisan ini hendak menggambarkan
Research Interests:
Several foreign sources and inscriptions ranged from IX–XIII century AD mention two kingdoms names on the northern tip of Sumatran island, namely Ramni (Ramin) and Ilamuridesam (Lamuri). The problems that raised is related to the... more
Several foreign sources and inscriptions ranged from IX–XIII century AD mention two kingdoms names on the northern tip of Sumatran island, namely Ramni (Ramin) and Ilamuridesam (Lamuri). The problems that raised is related to the identification and the kingdom's general condition mentioned in the sources. Through these problems, is expected to complement Aceh's history in general. The method used to reveal the history by analyzing the foreign records relating to the mention of Ramni and/or Ilamuridesam (Lamuri). Information node obtained from the data used as the material of identification and representation of the royal condition. Results of data analysis have shown that the Ramni Kingdom was the early Aceh kingdom when its supporters were still pre-Islamic. The name of the Ramni Kingdom was changed by King Rajendracola I to Ilamuridesam for several reasons. In the foreign record, it is also illustrated that Ilamuridesam is an important location in the international trade route in the Malacca Strait and its inhabitants are Hindus.

Dalam catatan beberapa sumber asing dan prasasti pada rentang abad IX-XIII Masehi menyebutkan dua nama kerajaan di ujung utara pulau Sumatera, yaitu Ramni (Ramin) dan Ilamuridesam (Lamuri). Adapun permasalahan yang dimunculkan dalam hal ini berkaitan dengan identifikasi dan kondisi umum kerajaan yang disebutkan dalam sumber di atas. Melalui permaslaahan tersebut diharapkan dapat melengkapi sejarah Aceh secara umum. Metode yang digunakan untuk mengungkap sejarah tersebut dengan menganalisis catatan asing yang berkaitan dengan penyebutan Ramni dan/ atau Ilamuridesam (Lamuri). Simpul informasi yang diperoleh dari data tersebut digunakan sebagai bahan identifikasi dan penggambaran kondisi kerajaan tersebut. Hasil analisis data yang telah dilakukan menunjukkan bahwa Kerajaan Ramni merupakan kerajaan Aceh awal, ketika masyarakat pendukungnya masih pra-Islam. Nama Kerajaan Ramni kemudian diubah oleh Raja Rajendracola I menjadi Ilamuridesam karena beberapa alasan. Dalam catatan asing tersebut juga tergambar bahwa Ilamuridesam merupakan lokasi penting dalam jalur perdagangan internasional di Selat Malaka dan penduduknya beragama Hindu.

Kata Kunci: Catatan sejarah asing; Ramni (Ramin); Ilamuridesam (Lamuri); Sejarah Aceh
Research Interests:
Sumatera, sebuah pulau besar (mayor Island) terbesar ke-6 dari pulau-pulau di seluruh dunia dengan luas daratannya mencapai areal 473.481km². Secara geografis kedudukan Sumatera terletak di bagian Barat rangkaian pulau-pulau nusantara... more
Sumatera, sebuah pulau besar (mayor Island) terbesar ke-6 dari pulau-pulau di seluruh dunia dengan luas daratannya mencapai  areal 473.481km². Secara geografis kedudukan Sumatera terletak di bagian Barat rangkaian pulau-pulau nusantara dengan batas-batas, seperti, sebelah Barat berbatasan dengan Samudra Hindia, sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Benggala dan sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Sunda. Nama Sumatera diduga berawal dari keberadaaan Kerajaan Samudera (terletak di pesisir Timur Aceh). Asal usul penamaan tersebut diawali laporan kunjungan Ibnu Batutah, petualang asal Maroko ke negeri tersebut pada tahun 1345 Masehi, yang secara lingual melafalkan kata Samudera menjadi Samatrah dan kemudian menjadi Sumatra, selanjutnya nama ini tercantum dalam peta-peta abad ke-16 buatan Portugis sampai sekarang.  Dalam berbagai catatan literar prasasti, areal Sumatra disebut dalam bahasa Sanskerta dengan istilah: Suwarnadwipa ("pulau emas") atau Suwarnabhumi ("tanah emas"). Dan, nama-nama tersebut telah tersebutkan dalam naskah-naskah kuno India sebelum tahun Masehi. Naskah Buddha yang termasuk paling tua yang bernama kitab Jataka, menceritakan riwayat bagaimana para pelaut India menyeberangi Teluk Benggala ke Suwarnabhumi. Demikian juga dalam cerita Ramayana dikisahkan tentang pencarian Dewi Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa.
Research Interests:
Menurut UNESCO, jalur rempah adalah nama yang diberikan pada rute jaringan pelayaran yang menghubungkan Dunia Timur dengan Dunia Barat. Jalur rempah ini terbentang mulai dari sebelah barat-selatan Jepang menyambung dengan Kepulauan... more
Menurut UNESCO, jalur rempah adalah nama yang diberikan pada rute jaringan pelayaran yang menghubungkan Dunia Timur dengan Dunia Barat. Jalur rempah ini terbentang mulai dari sebelah barat-selatan Jepang menyambung dengan Kepulauan Nusantara (Indonesia) melewati selatan India menuju laut Merah untuk melintasi daratan Arabia-Mesir terus memasuki Laut Tengah dan pesisir selatan Eropa. Perjalanan melalui rute ini diperkirakan mencapai 15.000 kilometer (Asumardy Azra, 2016).
Research Interests:

And 6 more

Pewaris dari Keluarga Pewakaf Haji Habib bin Buja’ al-Asyi, silaturahmi ke Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh dalam rangka silaturahmi dan diskusi kesejarahan  Haji Habib bin Buja’ al-Asyi
Membahas tentang Pelestarian Cagar Budaya di Kabupaten Aceh Selatan
Presentasi ini sebagai bentuk sosialisasi hasi penelitian.
Research Interests: