Taiko
Alat musik perkusi | |
---|---|
Nama lain | wadaiko, drum taiko |
Klasifikasi | Perkusi tak bernada |
Dikembangkan | Tidak diketahui; bukti arkeologi menunjukkan penggunaannya di kepulauan Jepang sejak abad ke-6 M. |
Taiko (太鼓) adalah serangkaian besar alat musik perkusi Jepang. Dalam bahasa Jepang, istilah taiko mengacu pada segala jenis drum, tetapi di luar Jepang, istilah ini digunakan secara khusus untuk merujuk pada berbagai jenis drum Jepang yang disebut wadaiko (和太鼓, secara harfiah "drum Jepang") serta bentuk dari pertunjukan kumpulan drum taiko yang lebih spesifik disebut kumi-daiko (組太鼓, secara harfiah "seperangkat drum"). Proses pembuatan taiko berbeda tiap produsen, persiapan kerangka dan kulit drum dapat memakan waktu beberapa tahun tergantung pada metodenya.
Taiko memiliki asal mitologis dalam cerita rakyat Jepang, tetapi catatan sejarah menunjukkan bahwa taiko diperkenalkan ke Jepang melalui pengaruh budaya Tiongkok dan Korea pada abad ke-6 M; tembikar dari zaman Haniwa yang menggambarkan drum taiko juga ditemukan. Beberapa taiko mirip dengan alat musik yang berasal dari India. Bukti arkeologis juga mendukung pandangan bahwa taiko terdapat di Jepang selama abad ke-6 pada zaman Kofun. Fungsinya bervariasi sepanjang sejarah, mulai dari komunikasi, aksi militer, iringan teater, upacara keagamaan, dan pertunjukan konser. Pada zaman modern, taiko juga memainkan peran utama dalam gerakan sosial bagi minoritas baik di dalam maupun di luar Jepang.
Pertunjukan kumi-daiko, yang dicirikan dengan sebuah kelompok yang memainkan drum berbeda, dikembangkan pada tahun 1951 melalui karya Daihachi Oguchi dan kemudian pada tahun 1961 oleh Ondekoza, dan taiko kemudian menjadi populer dengan banyak kelompok lain yang meniru format dari Ondekoza seperti Kodo, Yamato, Tao, Taikoza, Fuun No Kai, Sukeroku Taiko, dan sebagainya. Gaya pertunjukan lain, seperti hachijō-daiko, juga muncul dari komunitas tertentu di Jepang. Kelompok pertunjukan kumi-daiko tidak hanya aktif di Jepang, tetapi juga di Amerika Serikat, Australia, Kanada, Eropa, Taiwan, dan Brasil. Pertunjukan taiko terdiri dari banyak komponen dalam ritme teknis, bentuk, pegangan tongkat, pakaian, dan instrumentasi tertentu. Kelompok tersebut biasanya menggunakan berbagai jenis nagadō-daiko berbentuk tabung serta shime-daiko yang lebih kecil. Banyak kelompok yang mengiringi drum dengan vokal, alat musik dawai, dan alat musik tiup kayu.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Asal usul
[sunting | sunting sumber]Asal usul taiko dan jenisnya belum diketahui secara jelas, meskipun terdapat beberapa gagasan mengenai hal tersebut. Catatan sejarah, yang paling awal berasal dari tahun 588 M, mencatat bahwa remaja pria Jepang pergi ke Korea untuk mempelajari kakko, sebuah drum yang berasal dari Tiongkok Selatan. Studi dan apropriasi alat musik Tiongkok ini mungkin mempengaruhi kemunculan taiko.[1] Gaya musik istana tertentu, terutama gigaku dan gagaku, tiba di Jepang melalui Tiongkok dan Korea.[2][3] Dalam kedua tradisi tersebut, penari diiringi oleh beberapa alat musik termasuk drum yang mirip dengan taiko.[3][4] Pola dan terminologi perkusi tertentu dalam tōgaku, gaya tari dan musik awal di Jepang, serta tampilan fisik kakko, juga mencerminkan pengaruh dari Tiongkok dan India dalam penggunaan drum pada pertunjukan gagaku.[5][6]
Bukti arkeologis menunjukkan bahwa taiko digunakan di Jepang sejak abad ke-6 M,[7] selama bagian akhir dari zaman Kofun, dan kemungkinan besar digunakan untuk komunikasi, dalam festival, dan dalam ritual lainnya.[8] Bukti ini diperkuat dengan ditemukannya patung haniwa di Distrik Sawa di Prefektur Gunma. Dua di antaranya digambarkan sedang bermain drum;[8] salah satunya, memakai busana, dilengkapi dengan drum berbentuk tabung yang digantung dari bahunya dan menggunakan tongkat untuk memainkan drum setinggi pinggul.[9][10] Patung ini berjudul "Pria Pemukul Taiko" dan dianggap sebagai bukti tertua pertunjukan taiko di Jepang.[10][11] Kemiripan antara gaya bermain yang ditunjukkan oleh haniwa ini dengan tradisi musik yang dikenal di Tiongkok dan Korea menunjukkan pengaruh dari wilayah ini.[11]
Nihon Shoki, yang merupakan buku tertua kedua dari sejarah klasik Jepang, berisi cerita mitologis mengenai asal usul taiko. Mitos itu menceritakan betapa Amaterasu, yang menyegel dirinya di dalam gua dalam kemarahan, dibujuk keluar oleh tetua dewi Ama-no-Uzume ketika yang lain gagal. Ame-no-Uzume berhasil melakukannya dengan mengosongkan satu tong sake dan menari sekuat tenaga di atasnya. Sejarawan menganggap penampilannya sebagai penciptaan mitologis dari musik taiko.[12]
Penggunaan dalam peperangan
[sunting | sunting sumber]Di Jepang feodal, taiko sering digunakan untuk memotivasi pasukan, menyerukan perintah atau pengumuman, dan mengatur langkah barisan; barisan tersebut biasanya diatur dalam enam langkah tiap ketukan drum.[13][14] Selama zaman negara-negara berperang pada abad ke-16, seruan drum khusus digunakan untuk menyampaikan perintah untuk mundur dan maju.[15] Ritme dan teknik lainnya dijelaskan dalam teks-teks dari periode tersebut. Menurut kronik perang Gunji Yoshū, sembilan rangkai dari lima ketukan berarti memanggil sekutu untuk berperang, sementara sembilan rangkai dari tiga ketukan, yang dipercepat tiga atau empat kali, adalah panggilan untuk maju dan mengintimidasi musuh.[16] Cerita rakyat dari abad ke-16 menceritakan kisah tentang Kaisar Keitai yang legendaris dari abad ke-6 yang memperoleh sebuah drum besar dari Tiongkok, yang diberi nama Senjin-daiko (線陣太鼓, "drum barisan depan").[17] Kaisar itu diduga menggunakannya untuk mendorong pasukannya sendiri dan mengintimidasi musuh-musuhnya.[17]
Dalam latar tradisional
[sunting | sunting sumber]Taiko dimasukkan dalam teater Jepang untuk kebutuhan ritmis, suasana umum, dan seting latar tertentu. Dalam drama kabuki "Kisah Shiroishi dan Kronik Taihei", adegan di tempat hiburan disertai dengan taiko untuk menciptakan ketegangan dramatis.[18] Teater Noh juga menampilkan musik taiko,[19][20] dengan penampilannya terdiri dari pola ritmik yang sangat spesifik. Sekolah drum Konparu (金春流 ), misalnya, memiliki 65 pola dasar selain 25 pola khusus; pola-pola ini dikategorikan dalam beberapa kelas.[21] Perbedaannya antara lain perubahan tempo, aksen, dinamika, tinggi nada, dan fungsi dalam pertunjukan teater. Pola-pola itu juga sering dihubungkan bersama dalam prosesnya.[21]
Taiko terus digunakan dalam gagaku, sebuah tradisi musik klasik yang biasanya dipentaskan di Istana Kekaisaran Tokyo serta kuil dan tempat suci setempat.[22] Dalam gagaku, salah satu komponen bentuk keseniannya adalah tari tradisional, yang sebagian diiringi oleh ritme dari taiko.[23]
Taiko memainkan peran penting dalam banyak festival lokal di Jepang.[24] Alat musik itu juga digunakan untuk mengiringi musik ritual keagamaan. Dalam kagura, kategori dari musik dan tarian yang berakar dari praktik Shinto, taiko sering dihadirkan bersama pementas lain selama festival lokal. Dalam tradisi Buddhis, taiko digunakan untuk tarian ritual sebagai bagian dari Festival Bon.[25][26] Taiko, bersama dengan instrumen lainnya, ditampilkan di atas menara yang dihiasi dengan kain merah-putih dan berfungsi untuk memberikan ritme bagi para penari yang mengelilingi para pementas.[27]
Kumi-daiko
[sunting | sunting sumber]Selain alat musik, istilah taiko juga mengacu pada pertunjukan itu sendiri,[28][29] dan biasanya pada satu gaya yang disebut kumi-daiko, atau pertunjukan bergaya kumpulan musik (berbeda dengan pertunjukan festival, ritual, atau penggunaan drum di teater).[30][31] Kumi-daiko dikembangkan oleh Daihachi Oguchi pada tahun 1951.[30][32] Ia dianggap sebagai pemain ulung dan membantu dalam mengubah penampilan taiko dari akarnya dalam latar tradisional di festival dan kuil.[33] Oguchi terlatih sebagai musisi jazz di Nagano, dan pada suatu saat, seorang kerabat memberinya potongan lama dari musik taiko yang ditulis.[34] Tidak dapat membaca notasi tradisional dan esoteris,[34] Oguchi mendapat bantuan untuk mentranskripsikan karya itu, dan menambah ritmenya sendiri serta mengubah karya itu untuk mengakomodasi beberapa pemain taiko pada alat musik yang berukuran berbeda.[35] Setiap alat musik memiliki tujuan tertentu yang membentuk konvensi saat ini dalam pertunjukan kumi-daiko.[36][37]
Kelompok Oguchi, Osuwa Daiko, memasukkan perubahan ini dan drum lainnya ke dalam pertunjukan mereka. Mereka juga menyusun potongan musik baru yang ditujukan untuk pertunjukan non-religius.[34] Beberapa kelompok lain muncul di Jepang mulai dari tahun 1950-an hingga 1960-an. Oedo Sukeroku Daiko dibentuk di Tokyo pada tahun 1959 di bawah Seidō Kobayashi,[38] dan disebut sebagai kelompok taiko pertama yang melakukan tur secara profesional.[39] Secara global, pertunjukan kumi-daiko semakin jelas selama Olimpiade Musim Panas 1964 di Tokyo, ketika ditampilkan selama acara Festival of Arts.[40]
Kumi-daiko juga dikembangkan melalui kepemimpinan Den Tagayasu (田耕 ), yang mengumpulkan para pemuda yang bersedia mengabdikan seluruh gaya hidup mereka untuk bermain taiko dan membawa mereka ke Pulau Sado untuk pelatihan[36][41] tempat Den dan keluarganya menetap pada tahun 1968.[42] Den memilih pulau tersebut karena ingin menghidupkan kembali kesenian rakyat di Jepang, khususnya taiko; ia terinspirasi oleh tradisi drum yang unik untuk Sado yang disebut ondeko (鬼太鼓, "drum setan" dalam dialek Sado) yang membutuhkan kekuatan yang cukup besar untuk bermain dengan baik.[43] Den menyebut kelompoknya sebagai "Za Ondekoza" atau Ondekoza untuk jangka pendek, dan menerapkan serangkaian pelatihan ketat untuk anggotanya termasuk lari jarak jauh.[35][41] Pada tahun 1975, Ondekoza adalah kelompok taiko pertama yang melakukan tur di Amerika Serikat. Penampilan pertama mereka terjadi tepat setelah kelompok tersebut selesai berlari dalam Maraton Boston sambil mengenakan seragam tradisional mereka.[44][45] Pada tahun 1981, beberapa anggota Ondekoza berpisah dari Den dan membentuk kelompok lain yang disebut Kodo di bawah kepemimpinan Eitetsu Hayashi.[46] Kodo terus menggunakan Pulau Sado untuk melakukan pelatihan ketat dan kehidupan bermasyarakat, dan kemudian mempopulerkan taiko melalui tur dan kolaborasi dengan pemain musik lainnya.[47] Kodo adalah salah satu kelompok taiko yang paling dikenal baik di Jepang[48][49] maupun seluruh dunia.[50][51]
Perkiraan jumlah kelompok taiko di Jepang dapat bervariasi hingga 5.000 kelompok aktif di Jepang,[52] tetapi penilaian yang lebih konservatif menempatkan jumlahnya mendekati 800 kelompok berdasarkan keanggotaan dalam Nippon Taiko Foundation, organisasi nasional terbesar dari kelompok taiko.[53] Beberapa potongan musik dari kelompok kumi-daiko awal yang masih terus dibawakan antara lain Yatai-bayashi dari Ondekoza,[54] Isami-goma (勇み駒 , secara harfiah "kuda yang berderap") dari Osuwa Daiko,[55] dan Zoku (族 , secara harfiah "suku") dari Kodo.[56]
Kategorisasi
[sunting | sunting sumber]Byō-uchi-daiko (鋲打ち太鼓 ) | Shime-daiko (締め太鼓 ) | Tsuzumi (鼓 )[note 1] | Lainnya |
---|---|---|---|
nagadō-daiko (長胴太鼓 )
|
tsukeshime-daiko (附け締め太鼓 )
|
ko-tsuzumi (小鼓 ) | uchiwa-daiko (団扇太鼓 )[58][59] |
hira-daiko (平太鼓 ) | naguta shime-daiko (長唄締め太鼓 ) | san-no-tsuzumi (三の鼓 ) | den-den-daiko (でんでん太鼓 ) |
tsuri-daiko (釣太鼓 ) | okedō-daiko (桶胴太鼓 ) | ō-tsuzumi (大鼓 ) | |
kakko (羯鼓 ) | |||
dadaiko (鼉太鼓 )[note 2] |
Taiko dikembangkan menjadi berbagai alat musik perkusi yang digunakan dalam tradisi musik tradisional dan klasik Jepang. Sistem klasifikasi awal berdasarkan bentuk dan tegangan dikembangkan oleh Francis Taylor Piggott pada tahun 1909.[61] Taiko umumnya diklasifikasikan berdasarkan proses konstruksi, atau konteks khusus penggunaan drum,[17] tetapi beberapa tidak diklasifikasikan, seperti mainan den-den daiko.[62]
Dengan sedikit pengecualian, taiko memiliki badan drum dengan kepala di kedua sisi dari kerangka drum, dan rongga resonansi tertutup rapat.[17] Kepalanya dapat terpasang pada badan menggunakan beberapa sistem, seperti menggunakan tali.[17] Taiko dapat disetel atau tidak tergantung pada sistem yang digunakan.[63]
Taiko dikategorikan menjadi tiga jenis berdasarkan proses konstruksi. Byō-uchi-daiko dibuat dengan kepala drum dipaku pada kerangkanya.[17] Shime-daiko secara klasik dibuat dengan kulit ditempatkan di atas cincin baja atau besi, yang kemudian dikencangkan dengan tali.[64] Shime-daiko kontemporer dikencangkan menggunakan sistem baut atau peregang yang dipasang pada kerangka drum.[17][65] Tsuzumi juga merupakan drum yang dikencangkan dengan tali, tetapi memiliki bentuk jam pasir yang berbeda dan kulitnya terbuat dari kulit rusa.[64]
Byō-uchi-daiko secara historis dibuat hanya dengan menggunakan sepotong kayu;[66] drum tersebut terus dibuat dengan cara ini, tetapi ada juga yang dibuat dari batang kayu.[17] Drum yang lebih besar dapat dibuat dengan menggunakan sepotong kayu, tetapi dengan biaya yang jauh lebih besar karena sulitnya menemukan pohon yang sesuai.[17] Kayu pilihan yang digunakan adalah zelkova Jepang atau keyaki,[67] tetapi beberapa kayu lain, dan bahkan tong anggur, dapat digunakan untuk membuat taiko.[67][68] Byō-uchi-daiko tidak dapat disetel.[63]
Byō-uchi-daiko yang biasa dijumpai adalah nagadō-daiko,[69] drum memanjang yang kurang lebih berbentuk seperti tong anggur.[70] Nagadō-daiko tersedia dalam berbagai ukuran, dan diameter kepalanya biasanya diukur dalam shaku (satuan dengan ukuran sekitar 30 cm). Diameter kepala drum ini beragam mulai dari 1 hingga 6 shaku (30 hingga 182 cm; 12 hingga 72 in). Ko-daiko (小太鼓) adalah yang terkecil dari drum ini dan biasanya memiliki diameter sekitar 1 shaku (30 cm; 12 in).[70] Chū-daiko (中太鼓) adalah nagadō-daiko berukuran sedang yang memiliki ukuran beragam mulai dari 16 hingga 28 shaku (480 hingga 850 cm; 190 hingga 330 in),[69] dan beratnya sekitar 27 kilogram (60 pon).[70] Ō-daiko (大太鼓) bervariasi dalam ukuran, biasanya memiliki diameter sebesar 6 shaku (180 cm; 72 in).[71] Beberapa ō-daiko sulit untuk dipindahkan karena ukurannya, dan karena itu tetap berada di dalam ruang pertunjukan secara permanen, seperti candi atau kuil.[72] Ō-daiko berarti "drum besar" dan untuk kelompok tertentu, istilah ini mengacu pada drum terbesar mereka.[71][72] Jenis lain dari byō-uchi-daiko disebut hira-daiko (平太鼓 "flat drum") dan dapat berupa drum apa saja yang dibuat sedemikian rupa sehingga diameter kepala lebih besar dari panjang kerangka.[73]
Shime-daiko adalah seperangkat alat musik berukuran lebih kecil, kira-kira seukuran snare drum yang dapat disetel.[64] Sistem tegangan drum ini biasanya terdiri dari tali rami atau tali biasa, tetapi sistem baut atau peregang juga dapat digunakan.[65][74] Nagauta shime-daiko (長唄締め太鼓), terkadang disebut "taiko" dalam konteks teater, memiliki kepala lebih tipis dibandingkan jenis shime-daiko lainnya.[74] Kepalanya termasuk secarik kulit rusa yang ditempatkan di tengah, dan dalam pertunjukan, pukulan drum umumnya terbatas pada area ini.[65] Tsukeshime-daiko (付け締め太鼓) adalah jenis shime-daiko yang lebih berat.[64] Drum itu tersedia dalam ukuran 1-5, dan diberi nama sesuai dengan nomornya:namitsuke (1), nichō-gakke (2), sanchō-gakke (3), yonchō-gakke (4), dan gochō-gakke (5).[75] Namitsuke memiliki kulit tertipis dan kerangka terpendek dalam hal tinggi; ketebalan dan ketegangan kulit, serta tinggi kerangka, meningkat sampai ke goch-gakke.[76] Diameter kepala dari semua ukuran shime-daiko sekitar 27 cm (10,6 in).[65]
Uchiwa-daiko (団扇太鼓 , secara harfiah, drum kipas) adalah jenis drum Jepang yang berbentuk raket. Drum ini adalah satu-satunya drum tradisional Jepang tanpa kotak suara dan hanya memiliki satu kulit. Drum ini dimainkan dengan tongkat drum sambil menggantungnya dengan tangan lain.[58][59]
-
Sebuah chū-daiko berukuran sedang dimainkan pada stan yang miring
-
Contoh shime-daiko, yang dikencangkan dengan tali
-
Contoh okedō, yang dikencangkan dengan tali
-
Sebuah tsuri-daiko dipajang di Museu de la Música de Barcelona
-
Sebuah ko-tsuzumi dari abad ke-17
-
Sebuah uchiwa-daiko.
Gagakki | Noh | Kabuki |
---|---|---|
dadaiko | ō-tsuzumi | ko-tsuzumi |
tsuri-daiko | ko-tsuzumi | ō-tsuzumi |
san-no-tsuzumi | nagauta shime-daiko | nagauta shime-daiko |
kakko | ō-daiko |
Okedō-daiko atau singkatnya okedō, adalah jenis dari shime-daiko yang dibuat menggunakan konstruksi tongkat kayu dengan potongan kayu yang lebih tipis,[17][77] memiliki kerangka berbentuk tabung. Seperti shime-daiko lainnya, kepala drum dipasang dengan lingkaran logam dan diikat dengan tali biasa atau tali yang lebih tebal.[69][78] Okedō dapat dimainkan menggunakan tongkat drum yang sama (disebut bachi) sebagai shime-daiko, tetapi juga bisa dimainkan dengan tangan.[78] Okedō hadir dalam tipe kerangka pendek dan panjang.[69]
Tsuzumi adalah jenis drum berbentuk jam pasir. Kerangka drum ini dibentuk pada gulungan dan kerangka bagian dalam diukir dengan tangan.[79] Kulit drum ini dapat dibuat dari kulit sapi, kulit kuda, atau kulit rusa.[80] Sementara kulit ō-tsuzumi terbuat dari kulit sapi, ko-tsuzumi terbuat dari kulit kuda. Beberapa orang mengklasifikasikan tsuzumi sebagai jenis taiko,[80][64] sementara yang lain menggambarkannya sebagai drum yang sepenuhnya terpisah dari taiko.[57][81]
Taiko juga dapat dikategorikan berdasarkan konteks penggunaannya. miya-daiko, misalnya, dibuat dengan cara yang sama seperti byō-uchi-daiko lainnya, tetapi dibedakan dengan stan hias dan digunakan untuk keperluan upacara di Kuil Buddha.[82][83] Sumō-daiko (相撲太鼓) (ko-daiko) dan sairei-nagadō (祭礼長胴) (nagadō-daiko dengan kerangka berbentuk cerutu) masing-masing digunakan dalam sumo dan festival.[84]
Beberapa drum, dikategorikan sebagai gagakki, digunakan dalam salah satu jenis teater Jepang, gagaku.[85] Alat musik utama kelompok teater tersebut adalah kakko,[86] yang merupakan shime-daiko yang lebih kecil dengan kepala yang terbuat dari kulit rusa, dan ditempatkan secara horizontal di atas penyangga selama pertunjukan.[86] Sebuah tsuzumi, disebut san-no-tsuzumi adalah drum kecil lain dalam gagaku yang ditempatkan secara horizontal dan dipukul dengan tongkat tipis.[87] Dadaiko (鼉太鼓) adalah drum terbesar dari kelompok itu,[88] dan memiliki diameter kepala yang sekitar 127 cm (50 in). Selama pertunjukan, drum ditempatkan di atas alas yang tinggi dan dikelilingi oleh tepi yang dilukis dengan api dan dihiasi dengan tokoh-tokoh mistis seperti wivern.[89] Dadaiko dimainkan sambil berdiri,[90] dan biasanya hanya dimainkan pada nada turun dari musik tersebut.[85] Tsuri-daiko (釣太鼓 "suspended drum") adalah drum yang lebih kecil yang menghasilkan suara yang lebih rendah, kepalanya memiliki diameter sekitar 55 cm (22 in).[91] Drum ini digunakan dalam kelompok yang mengiringi bugaku, tarian tradisional yang dilakukan di Istana Kekaisaran Tokyo dan dalam konteks keagamaan.[1] Tsuri-daiko digantung di stan kecil, dan dimainkan sambil duduk.[91] Pemain Tsuri-daiko biasanya menggunakan palu pendek yang dilapisi kenop kulit daripada bachi.[1] Drum tersebut dapat dimainkan secara bersamaan oleh dua pemain; satu pemain memainkan kepala drum, sedangkan pemain lain menggunakan bachi untuk memainkan kerangka drum.[1]
Ō-tsuzumi yang lebih besar dan ko-tsuzumi yang lebih kecil digunakan dalam pembukaan dan tarian teater Noh.[92] Kedua drum tersebut ditabuh menggunakan jari; pemain juga dapat menyesuaikan nada dengan memberikan tekanan secara manual pada tali yang terikat pada drum.[93] Warna tali drum ini juga menunjukkan keterampilan musisi: Jingga dan merah untuk pemain amatir, biru muda untuk pemain berpengalaman, dan lila untuk pemain ahli alat musik tersebut.[94] Nagauta-shime daiko atau uta daiko juga ditampilkan dalam pertunjukan Noh.[95][96]
Banyak taiko dalam Noh juga ditampilkan dalam pertunjukan kabuki dan digunakan dengan cara yang sama.[97] Selain ō-tsuzumi, ko-tsuzumi, dan nagauta-shime daiko,[98] pertunjukan Kabuki menggunakan ō-daiko yang lebih besar di luar panggung untuk membantu mengatur suasana dalam adegan-adegan yang berbeda.[99]
Konstruksi
[sunting | sunting sumber]Proses
[sunting | sunting sumber]Konstruksi Taiko memiliki beberapa tahapan, antara lain pembuatan dan pembentukan kerangka (atau badan) drum, penyiapan kulit drum, dan penyesuaian kulit pada kepala drum. Variasi dalam proses konstruksi biasanya terdapat pada dua bagian terakhir dari proses ini.[100] Secara historis, byō-uchi-daiko dibuat dari batang pohon zelkova Jepang yang dikeringkan selama bertahun-tahun, menggunakan teknik untuk mencegah pembelahan. Seorang tukang kayu ahli kemudian mengukir bentuk kasar dari kerangka gendang dengan pahat; tekstur kayu setelah diukir dapat melembutkan nada drum.[100][101] Pada zaman sekarang, taiko diukir pada mesin bubut besar menggunakan batang[66] atau gelondongan kayu yang dapat dibentuk agar sesuai dengan berbagai ukuran kerangka drum.[102] Kepala drum dapat dibiarkan kering selama beberapa tahun,[103] tetapi beberapa perusahaan menggunakan gudang besar yang dipenuhi asap untuk mempercepat proses pengeringan.[101] Setelah pengeringan selesai, bagian dalam drum dikerjakan dengan pahat beralur dalam dan diampelas.[103] Terakhir, pegangan ditempatkan pada drum. Pegangan ini digunakan untuk membawa drum yang lebih kecil dan menjadi hiasan untuk drum yang lebih besar.[104]
Kulit atau kepala taiko umumnya terbuat dari kulit sapi dari sapi holstein yang berumur sekitar tiga atau empat tahun. Kulit juga berasal dari kuda, dan kulit banteng lebih disukai untuk drum yang lebih besar.[21][100] Kulit yang lebih tipis lebih disukai untuk taiko yang lebih kecil, dan kulit yang lebih tebal digunakan untuk taiko yang lebih besar.[105] Pada beberapa kepala drum, secarik kulit rusa yang ditempatkan di tengah berfungsi sebagai sasaran untuk banyak pukulan selama pertunjukan.[21] Sebelum dipasang pada kerangka gendang, bulu dicabut dari kulitnya dengan merendamnya di sungai atau aliran selama kurang lebih satu bulan; bulan-bulan pada musim dingin lebih disukai karena suhu yang lebih dingin memudahkan dalam pencabutan bulu.[104] Untuk meregangkan kulit di atas drum dengan benar, suatu proses mengharuskan kerangka ditahan di atas panggung dengan beberapa dongkrak hidrolik di bawahnya. Tepi kulit sapi dipasangkan pada peralatan di bawah dongkrak, dan dongkrak meregangkan kulit secara bertahap untuk menerapkan tegangan secara tepat di seluruh kepala drum.[106] Bentuk peregangan lain menggunakan tali biasa atau tali yang lebih tebal dengan pasak kayu atau roda besi untuk menciptakan tegangan yang sesuai.[104][107] Penyesuaian tegangan kecil dapat dilakukan selama proses ini menggunakan potongan bambu kecil yang dililitkan di sekitar tali.[104] Kepala drum yang sangat besar kadang-kadang diregangkan dengan beberapa pekerja, mengenakan kaos kaki, melompat berirama di atasnya, membentuk lingkaran di sepanjang tepinya. Setelah kulit mengering, paku payung, yang disebut byō, ditambahkan pada drum yang sesuai untuk menguncinya; chū-daiko membutuhkan sekitar 300 buah paku payung untuk setiap sisi.[108] Setelah kerangka dan kulit selesai, sisa kulit dipotong dan drum dapat diwarnai sesuai kebutuhan.[108]
Pembuat drum
[sunting | sunting sumber]Beberapa perusahaan mengkhususkan diri dalam produksi taiko. Salah satu perusahaan yang membuat drum khusus untuk Kaisar Jepang, Miyamoto Unosuke Shoten di Tokyo, telah membuat taiko sejak tahun 1861.[100] Asano Taiko Corporation yang merupakan organisasi penghasil taiko terkemuka lainnya, telah memproduksi taiko selama lebih dari 400 tahun.[109][110] Bisnis milik keluarga tersebut bermula di Mattō, Ishikawa, dan, selain membuat peralatan militer, mereka juga membuat taiko untuk teater Noh dan kemudian berkembang dengan membuat alat musik untuk festival selama zaman Meiji. Asano saat ini memelihara sebuah kompleks bangunan besar yang disebut sebagai Desa Asano Taiko,[109] dan perusahaan tersebut melaporkan bahwa mereka memproduksi hingga 8000 drum setiap tahun.[111] Pada tahun 2012, terdapat setidaknya satu perusahaan besar penghasil taiko di setiap prefektur Jepang, dengan beberapa wilayah memiliki banyak perusahaan.[112] Dari banyaknya pabrik manufaktur di Naniwa, Taikoya Matabē merupakan salah satu yang paling sukses dan dianggap telah membawa pengakuan yang cukup besar kepada masyarakat dan menarik banyak pembuat drum di sana.[113] Umetsu Daiko, sebuah perusahaan yang beroperasi di Hakata, telah memproduksi taiko sejak tahun 1821.[103]
Pertunjukan
[sunting | sunting sumber]Gaya pertunjukan Taiko berbeda-beda tiap kelompok dalam hal jumlah pemain, repertoar, pilihan alat musik, dan teknik panggung.[114] Namun demikian, beberapa kelompok awal memiliki pengaruh luas pada tradisi ini. Misalnya, banyak karya yang dikembangkan oleh Ondekoza dan Kodo dianggap sebagai standar di dalam banyak grup taiko.[115]
Bentuk
[sunting | sunting sumber]Kata adalah postur dan gerakan yang terkait dengan penampilan taiko.[31][116] Konsepnya mirip dengan kata dalam seni bela diri: misalnya, kedua tradisi ini memasukkan konsep bahwa hara merupakan pusat keberadaan.[31][117] Penulis Shawn Bender berpendapat bahwa kata adalah ciri khas utama yang membedakan tiap kelompok taiko dan merupakan faktor utama dalam menilai kualitas pertunjukan.[118] Untuk alasan ini, beberapa ruang latihan taiko dilengkapi cermin untuk memberikan umpan balik visual kepada para pemain.[119] Bagian penting dari kata dalam taiko adalah menjaga tubuh tetap stabil ketika pertunjukan dan bisa dilakukan dengan menjaga posisi kaki yang lebar dan rendah, dengan lutut kiri ditekuk di atas jari kaki dan menjaga kaki kanan tetap lurus.[31][120] Hal ini penting agar pinggul menghadap drum dan bahu tetap santai.[120] Beberapa guru mencatat kecenderungan untuk mengandalkan tubuh bagian atas saat bermain dan menekankan pentingnya penggunaan tubuh secara holistik selama pertunjukan.[121]
Beberapa kelompok di Jepang, khususnya yang aktif di Tokyo, juga menekankan pentingnya estetika iki yang hidup dan semangat.[122] Dalam taiko, hal ini mengacu pada jenis gerakan yang sangat spesifik ketika pertunjukan yang membangkitkan keanggunan yang berasal dari kelas pedagang dan pengrajin yang aktif selama zaman Edo (1603–1868).[122]
Tongkat untuk bermain taiko disebut bachi, dan dibuat dalam berbagai ukuran dan dari berbagai jenis kayu seperti oak putih, bambu, dan cempaka merah.[123] Bachi juga dibuat dalam beberapa bentuk yang berbeda.[124] Dalam kumi-daiko, biasanya seorang pemain memegang tongkat mereka dengan santai di antara bentuk V dari jari telunjuk dan ibu jari, yang menunjuk kepada pemain.[124] Ada pula genggaman lain yang memungkinkan pemain memainkan ritme yang jauh lebih sulit secara teknis, seperti genggaman shime, yang mirip dengan genggaman sepadan: bachi digenggam di bagian belakang, dan titik tumpu berada di antara jari telunjuk dan ibu jari pemain, sementara jari lainnya tetap santai dan sedikit melengkung di sekitar tongkat.[125]
Pertunjukan di dalam beberapa kelompok juga berpedoman pada prinsip-prinsip berdasarkan aliran Buddha Zen. Misalnya, di antara konsep lainnya, San Francisco Taiko Dojo berpedoman pada rei (礼) yang menekankan komunikasi, rasa hormat, dan harmoni.[126] Cara bachi dipegang juga bisa menjadi signifikan; untuk beberapa kelompok, bachi mewakili hubungan spiritual antara tubuh dan langit.[127] Beberapa bagian fisik taiko, seperti kerangka drum, kulitnya, dan paku payung juga memiliki makna simbolis dalam agama Buddha.[127]
Instrumentasi
[sunting | sunting sumber]Kelompok Kumi-daiko biasanya terdiri dari alat musik perkusi yang masing-masing drum memainkan peran tertentu. Dari berbagai jenis taiko, yang paling umum dalam kelompok tersebut adalah nagadō-daiko.[128] Chū-daiko biasa ada dalam kelompok taiko[31] dan mewakili ritme utama dari kelompok tersebut, sedangkan shime-daiko mengatur dan mengubah tempo.[70] Shime-daiko biasa memainkan Jiuchi, ritme dasar yang menyatukan kelompok. Ō-daiko memberikan denyut yang mendasari dan stabil[34] serta berfungsi sebagai counter-ritme ke bagian lain.[129] Pertunjukan biasanya dimulai dengan pukulan dasar tunggal yang disebut oroshi (颪 "angin bertiup dari pegunungan").[130] Pemain memulai perlahan, meninggalkan ruang yang cukup di antara pukulan, secara bertahap memperpendek selang waktu antar pukulan, hingga pemain drum memainkan pukulan cepat.[130] Oroshi juga dimainkan sebagai bagian dari pertunjukan teater, seperti di teater Noh.[21]
Drum bukan satu-satunya alat musik yang dimainkan dalam kelompok; instrumen Jepang lainnya juga digunakan. Jenis alat musik perkusi lainnya termasuk: atarigane (当り鉦), gong seukuran tangan dimainkan dengan palu kecil.[131] Dalam kabuki, shamisen, sebuah alat musik dawai yang dipetik, sering menyertai taiko selama pertunjukan teater.[132] Pertunjukan Kumi-daiko juga dapat menampilkan alat musik tiup seperti shakuhachi[133] dan shinobue.[134][135]
Sorakan atau teriakan bersuara yang disebut kakegoe dan kiai juga biasa ada dalam pertunjukan taiko.[136][137] Suara itu digunakan sebagai dorongan kepada pemain lain atau isyarat untuk transisi atau perubahan dinamika seperti peningkatan tempo.[138] Sebaliknya, konsep filosofis ma, atau ruang antara pukulan drum, juga penting dalam membentuk frasa berirama dan menciptakan kontras yang sesuai.[139]
Pakaian
[sunting | sunting sumber]Ada berbagai macam pakaian tradisional yang dikenakan pemain selama pertunjukan taiko. Umumnya kebanyakan kelompok kumi-daiko menggunakan happi, sebuah mantel berkain tipis yang dekoratif, dan ikat kepala tradisional yang disebut hachimaki.[140] Tabi, momohiki (もも引き "celana longgar"), dan haragake (腹掛け "celemek kerja") juga banyak digunakan.[141] Saat masih bersama grup Ondekoza, Eitetsu Hayashi menyarankan agar kain pinggang yang disebut fundoshi dikenakan ketika pertunjukannya untuk perancang busana Prancis Pierre Cardin, yang melihat pertunjukan Ondekoza pada tahun 1975.[142] Kelompok Kodo dari Jepang terkadang mengenakan fundoshi untuk pertunjukannya.[143]
Pendidikan
[sunting | sunting sumber]Pertunjukan Taiko umumnya diajarkan secara lisan dan melalui demonstrasi.[144][145] Secara historis, pola umum untuk taiko dituliskan, seperti dalam ensiklopedia tahun 1512 yang disebut Taigensho,[146] tetapi skor tertulis untuk karya taiko umumnya tidak tersedia. Salah satu alasan dipatuhinya tradisi lisan adalah bahwa, dari kelompok ke kelompok, pola ritmis dalam suatu karya seringkali dilakukan secara berbeda.[147] Selanjutnya, ahli etnomusikologi William P. Malm mengamati bahwa pemain Jepang dalam suatu grup tidak dapat memprediksi satu dan lainnya dengan mudah menggunakan notasi tertulis, dan sebaliknya memainkannya dengan mendengarkan.[148] Di Jepang, bagian yang dicetak tidak digunakan selama pelajaran.[146]
Secara lisan, pola onomatopoeia yang disebut kuchi shōga diajarkan dari guru ke siswa yang menyampaikan irama dan timbre pukulan gendang untuk lagu tertentu.[149][150] Contohnya, don (どん) mewakili pukulan tunggal ke tengah drum,[150] sedangkan do-ko (どこ) mewakili dua pukulan berturut-turut, pertama di kanan dan kemudian di kiri, dan berlangsung dalam jumlah waktu yang sama dengan satu pukulan don.[151] Beberapa karya taiko, seperti Yatai-bayashi, termasuk pola yang sulit untuk direpresentasikan dalam notasi musik Barat.[151] Kata-kata persis yang digunakan juga dapat berbeda dari satu daerah ke daerah lain.[151]
Baru-baru ini, publikasi Jepang telah muncul dalam upaya untuk membakukan pertunjukan taiko. Nippon Taiko Foundation dibentuk pada tahun 1979; tujuan utamanya adalah untuk membina hubungan baik di antara kelompok taiko di Jepang serta mempublikasikan dan mengajarkan cara memainkan taiko.[152][153] Daihachi Oguchi, pemimpin yayasan, menulis Japan Taiko dengan guru lain pada tahun 1994 karena khawatir bentuk kinerja yang benar akan menurun seiring waktu.[154] Publikasi instruksional menggambarkan berbagai drum yang digunakan dalam pertunjukan kumi-daiko, metode memegang, bentuk yang benar, dan saran tentang instrumentasi. Buku ini juga berisi latihan soal dan transkrip dari kelompok Oguchi, Osuwa Daiko. Meskipun terdapat buku teks serupa yang diterbitkan sebelum tahun 1994, publikasi ini lebih terlihat karena ruang lingkup yayasan.[155]
Sistem fundamental Japan Taiko yang diajukan tidak diadopsi secara luas karena kinerja taiko bervariasi secara substansial di seluruh Jepang. Publikasi tahun 2001 yang diperbarui dari yayasan, disebut Nihon Taiko Kyōhon (日本太鼓教本 "Buku Teks Taiko Jepang"), menggambarkan variasi daerah yang berangkat dari teknik utama yang diajarkan dalam buku teks. Para pembuat teks menegaskan bahwa menguasai seperangkat dasar yang ditentukan harus bersesuaian dengan mempelajari tradisi lokal.[156]
Gaya daerah
[sunting | sunting sumber]Selain pertunjukan kumi-daiko, sejumlah tradisi rakyat yang menggunakan taiko telah dikenal di berbagai daerah di Jepang. Beberapa di antaranya ondeko (鬼太鼓 "drum iblis") dari Pulau Sado, gion-daiko dari kota Kokura, dan sansa-odori dari Prefektur Iwate.[157]
Eisa
[sunting | sunting sumber]Berbagai tarian rakyat yang berasal dari Okinawa, dikenal secara kolektif sebagai eisa, biasa menggunakan taiko.[158] Beberapa penampil menggunakan drum saat menari, dan secara umum, tampil dalam salah satu dari dua gaya:[159] kelompok di Semenanjung Yokatsu dan Pulau Hamahiga menggunakan drum kecil satu sisi yang disebut pāranku (パーランク) sedangkan kelompok di dekat kota Okinawa umumnya menggunakan shime-daiko.[158][160] Penggunaan shime-daiko di atas pāranku telah menyebar ke seluruh pulau, dan dianggap sebagai gaya yang dominan.[160] Nagadō-daiko kecil, disebut sebagai ō-daiko dalam tradisi, juga digunakan[161] dan dikenakan di depan pemain.[162] Tarian drum ini tidak terbatas di Okinawa dan telah muncul di tempat-tempat yang berisi komunitas Okinawa seperti di São Paulo, Hawaii, dan kota-kota besar di daratan Jepang.[163]
Hachijō-daiko
[sunting | sunting sumber]Hachijō-daiko (八丈太鼓, terj. "Taiko gaya Hachijō") adalah tradisi taiko yang berasal dari pulau Hachijō-jima.[164] Dua gaya Hachijō-daiko muncul dan telah dipopulerkan di kalangan penduduk: tradisi yang lebih tua berdasarkan catatan sejarah, dan tradisi yang lebih baru yang dipengaruhi oleh kelompok daratan dan dipraktikkan oleh mayoritas penduduk pulau.[164]
Tradisi Hachijō-daiko didokumentasikan sejak tahun 1849 berdasarkan jurnal yang disimpan oleh seorang pengasingan bernama Kakuso Kizan. Ia menyebutkan beberapa ciri khasnya, seperti "taiko digantung di pohon saat wanita dan anak-anak berkumpul", dan mengamati bahwa seorang pemain menggunakan kedua sisi drum saat tampil.[165] Ilustrasi dari jurnal Kizan menampilkan ciri khas Hachijō-daiko. Ilustrasi ini juga menampilkan pertunjukan wanita, yang tidak biasa karena pertunjukan taiko di tempat lain selama periode ini biasanya diperuntukkan bagi pria. Guru tradisi telah mencatat bahwa mayoritas penampilnya adalah wanita; suatu perkiraan menyatakan bahwa pemain wanita melebihi jumlah pria dengan selisih tiga banding satu.[166]
Diperkirakan gaya pertama Hachijō-daiko diturunkan langsung dari gaya yang dilaporkan oleh Kizan. Gaya ini disebut Kumaoji-daiko, dinamai menurut penciptanya Okuyama Kumaoji, pemain sentral dari gaya itu.[167] Kumaoji-daiko memiliki dua pemain pada satu drum, salah satunya disebut shita-byōshi (下拍子 "ketukan bawah"), untuk ketukan dasar.[168] Pemain lain, disebut uwa-byōshi (上拍子 "ketukan atas"), dibangun di atas fondasi ritmis ini dengan ritme yang unik dan biasanya diimprovisasi.[168][169] Meskipun ada jenis ritme dasar tertentu, pemain pengiring bebas untuk mengekspresikan irama musik asli.[168] Kumaoji-daiko juga menampilkan posisi yang tidak biasa untuk taiko: drum terkadang digantung di tali,[170] dan secara historis, terkadang drum digantung di pohon.[165]
Gaya kontemporer Hachijō-daiko disebut shin-daiko (新太鼓 "taiko baru"), berbeda dari Kumaoji-daiko dalam banyak hal. Misalnya, sementara peran utama dan pengiring masih hadir, pertunjukan shin-daiko menggunakan drum yang lebih besar secara eksklusif di tribun.[171] Shin-daiko menekankan suara yang lebih kuat, dan akibatnya, pemain menggunakan bachi besar yang terbuat dari kayu kuat.[172] Pakaian yang lebih longgar dikenakan oleh pemain shin-daiko dibandingkan dengan kimono yang dikenakan oleh pemain Kumaoji-daiko; pakaian yang lebih longgar dalam shin-daiko memungkinkan pemain mengadopsi sikap yang lebih terbuka dan gerakan yang lebih besar dengan kaki dan tangan.[173] Ritme yang digunakan untuk peran pengiring shita-byōshi juga bisa berbeda. Salah satu jenis irama, yang disebut yūkichi, sebagai berikut:
Ritme ini ditemukan di kedua gaya, tetapi selalu dimainkan lebih cepat dalam shin-daiko.[174] Jenis ritme lain, yang disebut honbadaki, merupakan jenis ritme yang unik untuk shin-daiko dan juga berisi lagu yang dibawakan dalam bahasa Jepang standar.[174]
Miyake-daiko
[sunting | sunting sumber]Miyake-daiko (三宅太鼓, trans. "Miyake-style taiko") adalah gaya yang menyebar di antara kelompok-kelompok melalui Kodo, dan secara resmi dikenal sebagai Miyake-jima Kamitsuki mikoshi-daiko (三宅島神着神輿太鼓).[175] Kata miyake berasal dari Miyake-jima, bagian dari Kepulauan Izu, dan kata Kamitsuki mengacu pada desa asal tradisi tersebut. Taiko gaya Miyake dihadirkan dalam pertunjukan untuk Gozu Tennō Sai (牛頭天王祭 "Festival Gozu Tennō")— festival tradisional yang diadakan setiap tahun pada bulan Juli di Pulau Miyake sejak 1820 untuk menghormati dewa Gozu Tennō.[176] Dalam festival ini, pemain bermain taiko sementara kuil portabel dibawa berkeliling kota.[177] Gaya itu sendiri dicirikan dalam beberapa cara. Sebuah "nagadō-daiko" biasanya diletakkan rendah ke tanah dan dimainkan oleh dua pemain, dengan satu pemain di setiap sisi; alih-alih duduk, pemain berdiri dan menahan posisi yang juga sangat rendah ke tanah, hampir sampai berlutut.[177][178]
Luar Jepang
[sunting | sunting sumber]Australia
[sunting | sunting sumber]Grup Taiko di Australia mulai terbentuk pada 1990-an.[179] Grup pertama, bernama Ataru Taru Taiko, dibentuk pada tahun 1995 oleh Paulene Thomas, Harold Gent, dan Kaomori Kamei.[180] TaikOz kemudian dibentuk oleh pemain perkusi Ian Cleworth dan Riley Lee, mantan anggota Ondekoza, dan telah tampil di Australia sejak 1997.[181] Mereka dikenal karena kiprahnya dalam membangkitkan minat pertunjukan taiko di kalangan penonton Australia, seperti dengan mengembangkan program pendidikan lengkap dengan kelas formal dan informal,[182] and have a strong fan base.[183] Cleworth dan anggota grup lainnya telah mengembangkan beberapa karya asli.[184]
Brazil
[sunting | sunting sumber]Pengenalan pertunjukan "kumi-daiko" di Brasil dapat ditelusuri kembali ke tahun 1970-an dan 1980-an di São Paulo.[185] Tangue Setsuko mendirikan taiko dojo eponim dan merupakan grup taiko pertama di Brasil;[185] Setsuo Kinoshita kemudian membentuk grup Wadaiko Sho.[186] Grup Brasil telah mengombinasikan musik asli dan teknik drum Afrika dengan penampilan taiko. Salah satu karya yang dikembangkan oleh Kinoshita disebut "Taiko de Samba", yang menekankan estetika Brasil dan Jepang dalam tradisi perkusi.[187] Taiko juga dipopulerkan di Brazil sejak tahun 2002 melalui karya Yukihisa Oda, seorang penduduk asli Jepang yang beberapa kali mengunjungi Brazil melalui Japan International Cooperation Agency.[188]
Asosiasi Taiko Brasil (ABT) menyatakan bahwa terdapat sekitar 150 grup taiko di Brasil dan sekitar 10–15% pemainnya bukan orang Jepang; Izumo Honda, koordinator festival tahunan besar di São Paulo, memperkirakan sekitar 60% dari semua pemain taiko di Brasil adalah wanita.[188]
Amerika Utara
[sunting | sunting sumber]Taiko muncul di Amerika Serikat pada akhir 1960-an. Grup pertama, San Francisco Taiko Dojo, dibentuk pada tahun 1968 oleh Seiichi Tanaka, seorang imigran pascaperang yang mempelajari taiko di Jepang dan membawa gaya dan ajarannya ke AS.[189][190] Setahun kemudian, beberapa anggota Kuil Buddha Senshin di Los Angeles dipimpin oleh pendetanya Masao Kodani memprakarsai kelompok lain yang disebut Kinnara Taiko.[191] San Jose Taiko kemudian dibentuk pada tahun 1973 di Japantown, San Jose, di bawah Roy dan PJ Hirabayashi.[192][193] Taiko mulai bercabang ke AS bagian timur pada akhir 1970-an.[194] Hal ini termasuk pembentukan Denver Taiko pada tahun 1976,[194] dan Soh Daiko di New York City pada tahun 1979.[195][196] Banyak dari kelompok awal ini kekurangan sumber daya untuk melengkapi setiap anggota dengan drum dan menggunakan bahan perkusi seadanya seperti ban karet atau membuat taiko dari tong anggur.[194]
Taiko Jepang-Kanada dimulai pada tahun 1979 dengan Katari Taiko, dan terinspirasi oleh grup San Jose Taiko.[197][198] Keanggotaan awalnya didominasi oleh perempuan.[199] Katari Taiko dan grup masa depan dianggap mewakili kesempatan bagi pemuda, generasi ketiga dari orang Kanada Jepang untuk mengeksplorasi akar mereka, mengembangkan kembali rasa komunitas etnis, dan memperluas taiko ke dalam tradisi musik lainnya.[200]
Tidak ada hitungan atau perkiraan resmi dari jumlah kelompok taiko aktif di Amerika Serikat atau Kanada, karena tidak ada badan pengatur untuk kelompok taiko di kedua negara. Perkiraan tidak resmi telah dibuat. Pada tahun 1989, terdapat sebanyak 30 grup di AS dan Kanada, tujuh di antaranya berada di California.[201] Suatu perkiraan menunjukkan bahwa sekitar 120 grup aktif di AS dan Kanada pada tahun 2001, banyak di antaranya dapat ditelusuri ke San Francisco Taiko Dojo;[68] later estimates in 2005 and 2006 suggested there were about 200 groups in the United States alone.[52][193]
Pertunjukan Cirque du Soleil Mystère di Las Vegas[202] dan Dralion menampilkan pertunjukan taiko.[203][204] Pertunjukan taiko juga ditampilkan dalam produksi komersial seperti kampanye iklan tahun 2005 Mitsubishi Eclipse,[205] dan dalam acara seperti Academy Awards tahun 2009 dan Grammy Award tahun 2011.[206]
Cornell University juga rumah bagi tim taiko, Yamatai, yang didirikan pada tahun 2006. Grup ini menyelenggarakan konser pameran tahunan di Bailey Hall, bersama dengan pertunjukan lainnya sepanjang tahun.[207]
Dari tahun 2005 hingga 2006, Museum Nasional Amerika Jepang mengadakan pameran yang disebut Big Drum: Taiko in the United States.[208] Pameran tersebut mencakup beberapa topik terkait taiko di Amerika Serikat, seperti pembentukan kelompok pertunjukan, konstruksinya menggunakan bahan yang tersedia, dan gerakan sosial. Pengunjung dapat memainkan drum yang lebih kecil.[209]
Italia
[sunting | sunting sumber]Grup pertama, bernama Quelli del Taiko, dibentuk pada tahun 2000 oleh Pietro Notarnicola. Mereka bermain di World Premiere - 2017 - "On Western Terror 8" - Concerto untuk Taiko Ensemble and Orchestra of the Italian disusun Luigi Morleo.
Pergerakan budaya dan sosial terkait
[sunting | sunting sumber]Orang-orang tertentu menggunakan taiko untuk memajukan gerakan sosial atau budaya, baik di Jepang maupun di tempat lain di dunia.
Konvensi gender
[sunting | sunting sumber]Pertunjukan Taiko sering dipandang sebagai bentuk seni yang didominasi para pria.[210][211] Sejarawan taiko berpendapat bahwa penampilannya berasal dari tradisi maskulin. Orang yang mengembangkan taiko gaya ansambel di Jepang adalah para pria,[211] dan melalui pengaruh Ondekoza, pemain taiko yang ideal dilambangkan dalam citra kelas petani maskulin,[211] khususnya melalui karakter Muhōmatsu dalam film tahun 1958 Rickshaw Man.[140][211] Akar maskulin juga dikaitkan dengan kapasitas yang dirasakan untuk "kinerja tubuh yang spektakuler" [212] dengan tubuh wanita terkadang dinilai tidak mampu memenuhi tuntutan fisik bermain.[213]
Sebelum tahun 1980-an, wanita Jepang tidak biasa memainkan alat musik tradisional, termasuk taiko, karena partisipasi mereka dibatasi secara sistematis; pengecualian adalah San Francisco Taiko Dojo di bawah bimbingan master besar Seiichi Tanaka, yang merupakan orang pertama yang menerima perempuan dalam bentuk seni tersebut.[211] Di Ondekoza dan di awal pertunjukan Kodo, para wanita hanya menampilkan tarian rutin baik selama atau di antara pertunjukan taiko.[214] Setelah itu, partisipasi wanita dalam kumi-daiko mulai meningkat secara dramatis, dan pada tahun 1990-an, wanita menyamai dan mungkin melebihi representasi dari pria.[211] Sementara proporsi wanita dalam taiko telah menjadi substansial, beberapa orang menyatakan keprihatinan bahwa wanita masih tidak melakukan peran yang sama dengan pria dan penampilan taiko terus menjadi profesi yang didominasi pria.[213] Misalnya, seorang anggota Kodo diberitahu oleh direktur program magang kelompok itu bahwa wanita diizinkan bermain, tetapi hanya bisa bermain "sebagai wanita".[215] Wanita lain dalam program magang mengakui perbedaan gender dalam peran penampilan, seperti karya apa yang boleh mereka tampilkan, atau dalam istilah fisik berdasarkan standar pria.[216]
Pertunjukan taiko wanita juga berfungsi sebagai tanggapan terhadap stereotip gender tentang wanita Jepang sebagai pendiam,[200] tunduk, atau femme fatale.[217] Melalui pertunjukan, beberapa kelompok percaya bahwa mereka membantu mendefinisikan kembali tidak hanya peran wanita dalam taiko, tetapi juga bagaimana wanita dipandang secara lebih umum.[217][218]
Burakumin
[sunting | sunting sumber]Mereka yang terlibat dalam pembuatan taiko biasanya dianggap sebagai bagian dari burakumin, kelas minoritas yang terpinggirkan dalam masyarakat Jepang, khususnya mereka yang bekerja dengan bahan kulit atau kulit binatang.[105] Prasangka terhadap kelas ini sudah ada sejak zaman Tokugawa dalam hal diskriminasi hukum dan perlakuan sebagai orang buangan sosial.[219] Meskipun diskriminasi resmi berakhir dengan zaman Tokugawa, burakumin terus menghadapi diskriminasi sosial, seperti pengawasan oleh majikan atau dalam pengaturan pernikahan.[220] Pembuat drum telah menggunakan perdagangan dan kesuksesan mereka sebagai sarana untuk mengadvokasi diakhirinya praktik diskriminatif terhadap kelas mereka.[219]
Jalan Taiko (人権太鼓ロード "Jalan Taiko dari Hak Asasi Manusia"), mewakili kontribusi burakumin, ditemukan di Distrik Naniwa di Osaka, rumah bagi sebagian besar burakumin.[112] Di antara ciri-ciri lainnya, jalan tersebut berisi bangku-bangku berbentuk taiko yang mewakili tradisi mereka dalam pembuatan taiko dan pengerjaan kulit, serta pengaruhnya terhadap budaya nasional.[113][220] Jalan berakhir di Museum Hak Asasi Manusia Osaka, yang memamerkan sejarah diskriminasi sistematis terhadap burakumin.[220] Jalan dan museum dikembangkan sebagian karena kampanye advokasi yang dipimpin oleh Buraku Liberation League dan sekelompok penampil muda taiko bernama Taiko Ikari (太鼓怒り "amarah taiko").[112]
Sansei di Amerika Utara
[sunting | sunting sumber]Pertunjukan taiko merupakan bagian penting dari perkembangan budaya oleh penduduk Jepang generasi ketiga di Amerika Utara, yang disebut sansei.[193][221] Selama Perang Dunia II, penduduk Jepang generasi kedua, yang disebut nisei menghadapi penginterniran di Amerika Serikat dan Kanada berdasarkan ras mereka.[222][223] Selama dan setelah perang, penduduk Jepang dilarang melakukan kegiatan seperti berbicara bahasa Jepang atau membentuk komunitas etnis.[223] Selanjutnya, sansei tidak dapat terlibat dalam budaya Jepang dan malah dibesarkan untuk berasimilasi dengan aktivitas yang lebih normatif.[224] Ada pula stereotip yang berlaku tentang orang Jepang, yang ingin dihindari atau ditumbangkan oleh sansei.[224] Selama tahun 1960-an di Amerika Serikat, gerakan hak-hak sipil memengaruhi sansei untuk memeriksa kembali warisan dengan melibatkan budaya Jepang di komunitas mereka; salah satu pendekatan tersebut melalui pertunjukan taiko.[223][224] Kelompok-kelompok seperti San Jose Taiko diorganisir untuk memenuhi kebutuhan akan solidaritas dan media untuk mengekspresikan pengalaman mereka sebagai orang Jepang-Amerika.[225] Generasi selanjutnya mengadopsi taiko dalam program atau lokakarya yang didirikan oleh sansei; Ilmuwan sosial Hideyo Konagaya menyatakan bahwa ketertarikan pada taiko di antara bentuk seni Jepang lainnya mungkin karena aksesibilitas dan sifatnya yang energik.[226] Konagaya juga berpendapat bahwa kebangkitan taiko di Amerika Serikat dan Jepang memiliki motivasi yang berbeda: di Jepang, pertunjukan dimaksudkan untuk mewakili kebutuhan untuk merebut kembali tradisi sakral, sementara di Amerika Serikat hal itu dimaksudkan untuk merepresentasikan maskulinitas dan kekuasaan pada pria Jepang-Amerika.[227]
Penampil dan grup terkenal
[sunting | sunting sumber]Sejumlah penampil dan grup, termasuk beberapa pemimpin awal, telah diakui atas kontribusi mereka pada pertunjukan taiko. Daihachi Oguchi terkenal karena mengembangkan penampilan kumi-daiko. Oguchi mendirikan grup kumi-daiko pertama yang disebut Osuwa Daiko pada tahun 1951, dan memfasilitasi dalam mempopulerkan grup pertunjukan taiko di Jepang.[228]
Seidō Kobayashi adalah pemimpin kelompok taiko yang berbasis di Tokyo Oedo Sukeroku Taiko per Desember 2014.[229][230] Kobayashi mendirikan grup tersebut pada tahun 1959 dan merupakan grup pertama yang melakukan tur secara profesional.[229] Kobayashi dianggap sebagai master penampil taiko.[231] Ia juga dikenal karena menegaskan kontrol intelektual atas gaya penampilan grup, yang telah memengaruhi penampilan banyak grup, khususnya di Amerika Utara.[232]
Pada tahun 1968, Seiichi Tanaka mendirikan San Francisco Taiko Dojo dan dianggap sebagai Kakek Taiko dan pengembang utama pertunjukan taiko di Amerika Serikat.[233][234] Ia adalah penerima National Heritage Fellowship tahun 2001 yang diberikan oleh National Endowment for the Arts[189] dan sejak tahun 2013 adalah satu-satunya profesional taiko yang diberikan Orde Matahari Terbit Kelas 5: Sinar Emas dan Perak oleh Kaisar Akihito dari Jepang, sebagai pengakuan atas kontribusi master besar Seiichi Tanaka dalam membina hubungan AS-Jepang serta promosi pemahaman budaya Jepang di Amerika Serikat.[235]
Pada tahun 1969, Den Tagayasu (田耕 Den Tagayasu) mendirikan Ondekoza, sebuah kelompok yang terkenal membuat pertunjukan taiko terlihat secara internasional dan atas kontribusi artistiknya pada tradisi.[115] Den juga dikenal karena mengembangkan tempat tinggal komunal dan fasilitas pelatihan untuk Ondekoza di Pulau Sado di Jepang, yang terkenal dengan intensitas dan program pendidikannya yang luas dalam cerita rakyat dan musik.[236]
Penampil dan grup di luar praktisi awal juga telah dicatat. Eitetsu Hayashi terkenal karena penampilan solonya.[237] Saat berusia 19 tahun, Hayashi bergabung dengan Ondekoza, grup yang kemudian berkembang dan didirikan kembali sebagai Kodo, salah satu grup pertunjukan taiko paling terkenal dan berpengaruh di dunia.[238] Hayashi segera meninggalkan grup untuk memulai karir solo[237] dan tampil di tempat-tempat seperti Carnegie Hall pada tahun 1984, penampil taiko unggulan pertama di sana.[46][239] Ia dianugerahi Hadiah Pendorong Seni Menteri Pendidikan ke-47, sebuah penghargaan nasional, pada tahun 1997 serta Penghargaan ke-8 untuk Promosi Kebudayaan Tradisional Jepang dari Japan Arts Foundation pada tahun 2001.[240]
Istilah terkait
[sunting | sunting sumber]Romaji | Pelafalan IPA | Kanji | Definisi[241] |
---|---|---|---|
Bachi | [batɕi] | 撥 | Berbagai tongkat drum yang digunakan untuk pertunjukan taiko |
Byō-uchi-daiko | [bʲoːɯtɕidaiko] | 鋲打ち太鼓 | Taiko yang kulitnya dipaku pada kepala |
Gagakki | [ɡaɡakki] | 雅楽器 | Alat musik yang digunakan dalam tradisi teater yang disebut gagaku |
Kumi-daiko | [kɯmidaiko] | 組太鼓 | Jenis pertunjukan yang melibatkan banyak pemain dan berbagai jenis taiko |
Nagadō-daiko | [naɡadoːdaiko] | 長胴太鼓 | Subkategori dari byō-uchi-daiko yang memiliki kerangka berbentuk tabung yang lebih panjang |
Miya-daiko | [mijadaiko] | 宮太鼓 | Sama seperti Nagado tetapi hanya untuk penggunaan yang suci di kuil |
Okedō-daiko | [okedoːdaiko] | 桶胴太鼓 | Taiko dengan kerangka seperti ember, dan dikencangkan menggunakan tali atau baut |
Shime-daiko | [ɕimedaiko] | 締め太鼓 | Taiko kecil bernada tinggi yang kulitnya ditarik di seluruh kepala menggunakan tali atau melalui baut |
Tsuzumi | [tsɯzɯmi] | 鼓 | Drum berbentuk jam pasir yang diikat dengan tali dan dimainkan dengan jari |
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]- Kuchi shoga, sistem ritmik lisan untuk taiko dan alat musik Jepang lainnya.
- Musik Jepang
- Taiko: Drum Master dan Taiko no Tatsujin, permainan video ritme yang terkait dengan penampilan taiko.
Referensi
[sunting | sunting sumber]Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]Kutipan
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d Blades 1992, hlm. 122–123.
- ^ Nelson 2007, hlm. 36, 39.
- ^ a b Schuller 1989, hlm. 202.
- ^ Cossío 2001, hlm. 179.
- ^ Bender 2012, hlm. 26.
- ^ Harich-Schneider 1973, hlm. 108, 110.
- ^ "Music Festival at the Museum". Tokyo National Museum. Diarsipkan dari versi asli tanggal 21 September 2013. Diakses tanggal 24 August 2013.
- ^ a b Dean 2012, hlm. 122.
- ^ Dean 2012, hlm. 122; Varian 2013, hlm. 21.
- ^ a b Ochi, Megumi. "What The Haniwa Have to Say About Taiko's Roots: The History of Taiko". Rolling Thunder. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 February 2015. Diakses tanggal 27 December 2014.
- ^ a b Varian 2013, hlm. 21.
- ^ Minor 2003, hlm. 37–39; Izumi 2001, hlm. 37–39; Raz 1983, hlm. 19.
- ^ Turnbull 2008, hlm. 37.
- ^ Turnbull 2012, hlm. 27–28.
- ^ Turnbull 2012, hlm. 27.
- ^ Turnbull 2008, hlm. 49.
- ^ a b c d e f g h i j Gould 1998, hlm. 12.
- ^ Brandon & Leiter 2002, hlm. 86.
- ^ Miki 2008, hlm. 176.
- ^ Malm 2000, hlm. 286–288.
- ^ a b c d e Malm 1960, hlm. 75–78.
- ^ Malm 2000, hlm. 101–102.
- ^ Malm 2000, hlm. 103.
- ^ "Kenny Endo: Connecting to Heritage through Music". Big Drum. Japanese American National Museum. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 November 2013. Diakses tanggal 7 November 2013.
- ^ Miki 2008, hlm. 180.
- ^ Bender 2012, hlm. 110.
- ^ Malm 2000, hlm. 77.
- ^ Konagaya 2005, hlm. 134.
- ^ Ingram 2004, hlm. 71.
- ^ a b Miller & Shahriari 2014, hlm. 146.
- ^ a b c d e Powell 2012a.
- ^ Varian 2005, hlm. 33.
- ^ "Daihachi Oguchi, 84, Japanese Drummer, Dies". The New York Times. Associated Press. 28 June 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 April 2017. Diakses tanggal 21 August 2013.
- ^ a b c d Alves 2012, hlm. 312.
- ^ a b Varian 2005, hlm. 28.
- ^ a b Varian 2005, hlm. 29.
- ^ Bender 2012, hlm. 51.
- ^ Powell 2012b, hlm. 125.
- ^ Wong 2004, hlm. 204.
- ^ Varian 2005, hlm. 28–29.
- ^ a b Wald & Vartoogian 2007, hlm. 251.
- ^ Konagaya 2005, hlm. 65.
- ^ Konagaya 2005, hlm. 64–65.
- ^ Konagaya 2005, hlm. 149.
- ^ McLeod 2013, hlm. 171.
- ^ a b Hoover 2011, hlm. 98.
- ^ Lacashire 2011, hlm. 14.
- ^ Arita, Eriko (17 August 2012). "Kodo drum troupe marks 25 years of Earth Celebration". The Japan Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 July 2016. Diakses tanggal 10 December 2014.
- ^ Matsumoto, John (17 August 1990). "Gospel and Drums According to Kodo : Music: Southland choir members will blend their talents with rhythms of Japanese ensemble in non-traditional concert on Sado Island in Japan". Los Angeles Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 11 December 2014. Diakses tanggal 10 December 2014.
- ^ Bender 2012, hlm. 72.
- ^
- Barr, Gordon (19 February 2014). "Japanese taiko drumming troupe Kodo head to Sage Gateshead". Chronicle Live. Trinity Mirror North East. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 December 2014. Diakses tanggal 10 December 2014.
- Keogh, Tom (30 January 2009). "Top taiko drum group, Kodo, rolls into town". The Seattle Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20 December 2014. Diakses tanggal 10 December 2014.
- "Soh Daiko, the Fine Art of Japanese Drumming". The New York Times. 2 May 1986. Diarsipkan dari versi asli tanggal 11 November 2014. Diakses tanggal 11 November 2014.
- ^ a b Varian 2005, hlm. 17.
- ^ Bender 2012, hlm. 3.
- ^ Bender 2012, hlm. 74.
- ^ Bender 2012, hlm. 87.
- ^ Bender 2012, hlm. 102.
- ^ a b Blades 1992, hlm. 124.
- ^ a b 【身延山開闢会・入山行列2009】by<SAL> その1 (dalam bahasa Jepang), diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-11-14, diakses tanggal 2019-12-14
- ^ a b だんだん近づく法華の太鼓 身延 七面山 日蓮宗の信仰登山風景 (dalam bahasa Jepang), diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-11-14, diakses tanggal 2019-12-14
- ^ 30秒の心象風景8350・大きな彫刻装飾~鼉太鼓~ (dalam bahasa Jepang), diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-11-14, diakses tanggal 2019-12-14
- ^ Piggott 1971, hlm. 191–203.
- ^ Kakehi, Tamori & Schourup 1996, hlm. 251.
- ^ a b Tusler 2003, hlm. 60.
- ^ a b c d e Varian 2013, hlm. 57.
- ^ a b c d Miki 2008, hlm. 177.
- ^ a b Carlsen 2009, hlm. 130–131.
- ^ a b Ammer 2004, hlm. 420.
- ^ a b Liu, Terry (2001). "Go For Broke". 2001 NEA National Heritage Scholarships. National Endowment for the Arts. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20 October 2013. Diakses tanggal 24 August 2013.
- ^ a b c d "Drums and Other Instruments". The Shumei Taiko Ensemble. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 June 2015. Diakses tanggal 26 February 2015.
- ^ a b c d Varian 2013, hlm. 55.
- ^ a b Titon & Fujie 2005, hlm. 184.
- ^ a b "Heartbeat of Drums". Classical TV. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 February 2015. Diakses tanggal 15 February 2015.
- ^ Varian 2013, hlm. 121–122.
- ^ a b Varian 2013, hlm. 130.
- ^ Varian 2013, hlm. 119, 126.
- ^ Varian 2013, hlm. 119.
- ^ "Taiko in the United States". Japanese American National Museum. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 October 2014. Diakses tanggal 20 August 2013.
- ^ a b Miki 2008, hlm. 181.
- ^ Blades 1992, hlm. 126.
- ^ a b Bender 2012, hlm. 28.
- ^ Miki 2008, hlm. 156.
- ^ Gould 1998, hlm. 13.
- ^ Yoon 2001, hlm. 420.
- ^ Varian 2013, hlm. 129, 131.
- ^ a b Miki 2008, hlm. 169.
- ^ a b Malm 2000, hlm. 104.
- ^ Bender 2012, hlm. 27.
- ^ Malm 2000, hlm. 335.
- ^ Blades 1992, hlm. 124–125.
- ^ Blades 1992, hlm. 123.
- ^ a b Miki 2008, hlm. 171.
- ^ Malm 2000, hlm. 137, 142.
- ^ Varian 2013, hlm. 58.
- ^ Blades 1992, hlm. 127.
- ^ Blades 1992, hlm. 125.
- ^ Roth 2002, hlm. 161.
- ^ Malm 1963, hlm. 74–77.
- ^ Malm 1963, hlm. 75.
- ^ Brandon & Leiter 2002, hlm. 153, 363.
- ^ a b c d Varian 2013, hlm. 53.
- ^ a b Bender 2012, hlm. 35.
- ^ Varian 2013, hlm. 54.
- ^ a b c Gould 1998, hlm. 17.
- ^ a b c d Gould 1998, hlm. 18.
- ^ a b Bender 2012, hlm. 36.
- ^ Carlsen 2009, hlm. 131.
- ^ Cangia 2013, hlm. 36.
- ^ a b Gould 1998, hlm. 19.
- ^ a b Bender 2012, hlm. 34–35.
- ^ Dretzka, Gary; Caro, Mark (1 March 1998). "How 'An Alan Smithee Film' Became An Alan Smithee Film". Chicago Tribune. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 November 2014. Diakses tanggal 29 November 2014.
- ^ 株式会社浅野太鼓楽器店. Asano.jp (dalam bahasa Jepang). Asano Taiko Corporation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 November 2013. Diakses tanggal 23 February 2015.
- ^ a b c Bender 2012, hlm. 38.
- ^ a b Bender 2012, hlm. 44.
- ^ Bender 2012, hlm. 19, 70.
- ^ a b Bender 2012, hlm. 60.
- ^ Tusler 2003, hlm. 73–74.
- ^ Varian 2013, hlm. 89.
- ^ Bender 2012, hlm. 10.
- ^ Bender 2012, hlm. 122.
- ^ a b Varian 2013, hlm. 94.
- ^ Bender 2005, hlm. 201.
- ^ a b Bender 2005, hlm. 58.
- ^ Varian 2013, hlm. 59.
- ^ a b Varian 2013, hlm. 92.
- ^ "N/A". Modern Percussionist. Modern Drummer Publications, Inc. 3: 28. 1986. OCLC 11672313.
- ^ Wong 2004, hlm. 84.
- ^ a b Powell 2012b, Ki.
- ^ Dean 2012, hlm. 125.
- ^ Tusler 2003, hlm. 70, 72.
- ^ a b Powell 2012a, chpt. 7.
- ^ Bender 2012, hlm. 32.
- ^ Bender 2012, hlm. 29.
- ^ Nelson 2007, hlm. 287.
- ^ Nelson 2007, hlm. 288.
- ^ Forss 2010, hlm. 597.
- ^ Nelson 2007, hlm. 139.
- ^ Varian 2013, hlm. 62.
- ^ Bender 2012, hlm. 29, 51.
- ^ Varian 2013, hlm. 89–90, 125.
- ^ a b Konagaya 2005, hlm. 150.
- ^ Konagaya 2010, hlm. 645.
- ^ "N/A". Asian Music. Society for Asian Music. 40: 108. 2009. OCLC 53164383.
- ^ Konagaya 2005, hlm. 151.
- ^ Bender 2012, hlm. 115.
- ^ Malm 1986, hlm. 24.
- ^ a b Harich-Schneider 1973, hlm. 394.
- ^ Malm 1986, hlm. 202.
- ^ Malm 1986, hlm. 24–25.
- ^ Tusler 2003, hlm. 90, 271.
- ^ a b Varian 2013, hlm. 90.
- ^ a b c Bender 2012, hlm. 139.
- ^ Bender 2012, hlm. 182.
- ^ Cangia 2013, hlm. 129.
- ^ Bender 2012, hlm. 183.
- ^ Bender 2012, hlm. 184.
- ^ Bender 2012, hlm. 185–187.
- ^ Bender 2012, hlm. 225.
- ^ a b Terada 2013, hlm. 234.
- ^ Kumada 2011, hlm. 193–244.
- ^ a b Kobayashi 1998, hlm. 36–40.
- ^ Cangia 2013, hlm. 149.
- ^ Bender 2012, hlm. 210.
- ^ Terada 2013, hlm. 235.
- ^ a b Alaszewska 2008, hlm. 171.
- ^ a b Alaszewska 2008, hlm. 2.
- ^ Alaszewska 2008, hlm. 3.
- ^ Alaszewska 2008, hlm. 5.
- ^ a b c Alaszewska 2008, hlm. 8.
- ^ Honda 1984, hlm. 931.
- ^ Alaszewska 2008, hlm. 7.
- ^ Alaszewska 2008, hlm. 14, 18–19.
- ^ Alaszewska 2008, hlm. 19.
- ^ Alaszewska 2008, hlm. 14, 19.
- ^ a b Alaszewska 2008, hlm. 14.
- ^ Bender 2012, hlm. 98.
- ^ Ikeda 1983, hlm. 275.
- ^ a b "Overview". Miyake Taiko. Diarsipkan dari versi asli tanggal 21 September 2013. Diakses tanggal 20 August 2013.
- ^ Bender 2012, hlm. 98–99.
- ^ Bloustein 1999, hlm. 131.
- ^ Bloustein 1999, hlm. 166.
- ^ de Ferranti 2007, hlm. 80.
- ^ Webb & Seddon 2012, hlm. 762.
- ^ de Ferranti 2007, hlm. 91.
- ^ de Ferranti 2007, hlm. 84.
- ^ a b Lorenz 2007, hlm. 102.
- ^ Lorenz 2007, hlm. 26.
- ^ Lorenz 2007, hlm. 115, 130–139.
- ^ a b Horikawa, Helder. "Matérias Especiais – Jornal NippoBrasil" (dalam bahasa Portugis). Nippobrasil. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 April 2011. Diakses tanggal 22 August 2013.
- ^ a b "Seiichi Tanaka". 2001 NEA National Heritage Fellowships. National Endowment for the Arts. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20 October 2013. Diakses tanggal 7 November 2013.
- ^ Konagaya 2005, hlm. 136–138.
- ^ Konagaya 2005, hlm. 136, 144.
- ^ "Roy and PJ Hirabayashi". 2011 NEA National Heritage Fellowships. National Endowment for the Arts. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20 October 2013. Diakses tanggal 20 October 2013.
- ^ a b c Izumi 2006, hlm. 159.
- ^ a b c Konagaya 2005, hlm. 145.
- ^ Douglas, Martin (22 October 1995). "New Yorkers & Co.; Banging the Drum Not So Slowly". The New York Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 11 November 2014. Diakses tanggal 11 November 2014.
- ^ Gottfried, Erika. "Guide to the Soh Daiko Archive Records and Videotapes". The Taminant Library & Robert F. Wagner Labor Archives. Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 November 2014. Diakses tanggal 11 November 2014.
- ^ "History". Vancouver Taiko Society. 5 October 2010. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20 October 2013. Diakses tanggal 21 August 2013.
- ^ Nomura 2005, hlm. 333.
- ^ Li 2011, hlm. 55.
- ^ a b Izumi 2001, hlm. 37–39.
- ^ Tagashira, Gail (3 February 1989). "Local Groups Share Taiko Drum Heritage". Los Angeles Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 April 2014. Diakses tanggal 12 April 2014.
- ^ Przybys, John (31 March 2014). "Ex-acrobat tells of soaring with Cirque du Soleil, helping others reach dreams". Las Vegas Review-Journal. Stephens Media. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 January 2015. Diakses tanggal 9 January 2015.
- ^ Rainey, Sarah (27 May 2014). "Cirque du Soleil: a day learning tricks at the circus". The Telegraph. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 January 2015. Diakses tanggal 9 January 2015.
- ^ Keene 2011, hlm. 18–19.
- ^ "Full Company History". TAIKOPROJECT. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 November 2013. Diakses tanggal 18 August 2013.
- ^ "Taiko Project to Showcase Fresh Interpretation of Drumming". Skidmore College. 8 March 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 November 2013. Diakses tanggal 18 August 2013.
- ^ "About".
- ^ "Big Drum: Taiko in the United States". Japanese American National Museum. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 October 2014. Diakses tanggal 7 November 2014.
- ^ Izumi 2006, hlm. 158–159.
- ^
- "Hono Taiko". The New Yorker. F-R Publishing Corporation. 11 October 1999. hlm. 17.
- Lin, Angel (20 April 2007). "Taiko Drummers Celebrate Heritage". The Oberlin Review. Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 May 2013. Diakses tanggal 5 January 2014.
- ^ a b c d e f Bender 2012, hlm. 144.
- ^ Konagaya 2007, hlm. 2.
- ^ a b Bender 2012, hlm. 145.
- ^ Bender 2012, hlm. 155.
- ^ Bender 2012, hlm. 153.
- ^ Bender 2012, hlm. 154–155.
- ^ a b Chan, Erin (15 July 2002). "They're Beating the Drum for Female Empowerment". Los Angeles Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 January 2014. Diakses tanggal 5 January 2014.
- ^ Wong 2000, hlm. 74.
- ^ a b Bender 2012, hlm. 37.
- ^ a b c Priestly, Ian (20 January 2009). "Breaking the silence on burakumin". The Japan Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 November 2013. Diakses tanggal 2 November 2013.
- ^ Yoon 2001, hlm. 422.
- ^ Terada 2001, hlm. 40–41.
- ^ a b c Izumi 2001, hlm. 41.
- ^ a b c Terada 2001, hlm. 41.
- ^ Yoon 2001, hlm. 424.
- ^ Konagaya 2001, hlm. 117.
- ^ Konagaya 2005, hlm. 140.
- ^ Bender 2012, hlm. 52.
- ^ a b Bender 2012, hlm. 59.
- ^ "Performing Members". Oedo Sukeroku Taiko. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 December 2014. Diakses tanggal 11 December 2014.
- ^ Electronic Musician. Polyphony Publishing Company. 11 (7–12): 52. 1995. OCLC 181819338. Tidak memiliki atau tanpa
|title=
(bantuan) - ^ Wong 2004, hlm. 85.
- ^ Varian 2013, hlm. 31.
- ^ Tusler 2003, hlm. 127.
- ^ "Awards and Accolades". San Francisco Taiko Dojo. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 December 2017. Diakses tanggal 29 April 2018.
- ^ Bender 2012, hlm. 68–70.
- ^ a b "Eitetsu Hayashi – Japan's Premier Taiko Drummer". Katara. Katara Art Studios. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 October 2013. Diakses tanggal 30 August 2013.
- ^ Rosen, D. H. (2006). "Creating Tradition, One Beat at a Time". Japan Spotlight: Economy, Culture & History. Japan Economic Foundation: 52. OCLC 54028278.
- ^ Thornbury 2013, hlm. 137.
- ^ "Eitetsu Hayashi Biographies". San Francisco International Arts Festival. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 February 2015. Diakses tanggal 18 January 2015.
- ^ Varian 2013, hlm. 118–134.
Bibliografi
[sunting | sunting sumber]- Alaszewska, Jane (2008). Mills, Simon, ed. Analysing East Asian Music: Patterns of Rhythm and Melody. Semar Publishers SRL. ISBN 978-8877781048.
- Alves, William (2012). Music of the Peoples of the World (edisi ke-3rd). Cengage Learning. ISBN 978-1133712305.
- Ammer, Christine (2004). The Facts on File: Dictionary of Music (edisi ke-4th). Facts on File. ISBN 1438130090.
- Cossío, Óscar Cossío (2001). La Tensión Espiritual del Teatro Nô (dalam bahasa Spanyol). Dirección de Literatura, UNAM. ISBN 9683690874.
- Bender, Shawn (2005). "Of Roots and Race: Discourses of Body and Place in Japanese Taiko Drumming". Social Science Japan. 8 (2): 197–212. doi:10.1093/ssjj/jyi038.
- Bender, Shawn (2012). Taiko Boom: Japanese Drumming in Place and Motion. Univ. of California Press. ISBN 978-0520951433.
- Blades, James (1992). Percussion Instruments and Their History (edisi ke-Revised). Bold Strummer. ISBN 0933224613.
- Bloustein, Gerry, ed. (1999). Musical Visions: Selected Conference Proceedings from 6th National Australian/New Zealand IASPM and Inaugural Arnhem Land Performance Conference, Adelaide, Australia, June 1998. Wakefield Press. ISBN 1862545006.
- Brandon, James R.; Leiter, Samuel L. (2002). Kabuki Plays On-Stage: Villainy and Vengeance, 1773–1799. Univ. of Hawaii Press. ISBN 082482413X.
- Cangia, Flavia (2013). Performing the Buraku: Narratives on Cultures and Everyday Life in Contemporary Japan. LIT Verlag Münster. ISBN 978-3643801531.
- Carlsen, Spike (2009). A Splintered History of Wood. Harper Collins. ISBN 978-0061982774.
- Dean, Matt (2012). The Drum: A History. Scarecrow Press. ISBN 978-0810881709.
- de Ferranti, Hugh (2007). "Japan Beating: The making and marketing of professional taiko music in Australia". Dalam Allen, William; Sakamoto, Rumi. Popular Culture and Globalisation in Japan. Routledge. ISBN 978-1134203741.
- Forss, Matthew J. (2010). "Folk Music". Dalam Lee, Jonathan H.X.; Nadeau, Kathleen M. Encyclopedia of Asian American Folklore and Folklife. ABC-CLIO. hlm. 645. ISBN 978-0313350672.
- Gould, Michael (June 1998). "Taiko Classification and Manufacturing" (PDF). Percussive Notes. 36 (3): 12–20.
- Harich-Schneider, Eta (1973). A History of Japanese Music. Oxford Univ. Press. ISBN 0193162032.
- Honda, Yasuji (1984). Tōkyō-to minzoku geinōshi 東京都民俗芸能誌 (dalam bahasa Jepang). Kinseisha 錦正社. OCLC 551310576.
- Hoover, William D. (2011). Historical Dictionary of Postwar Japan. Scarecrow Press. ISBN 978-0810854604.
- Ikeda, Nobumichi (1983). Miyakejima no rekishi to minzoku 三宅島の歴史と民俗 (dalam bahasa Jepang). Dentō to Gendaisha 伝統と現代社. OCLC 14968709.
- Ingram, Scott (2004). Japanese Immigrants. Infobase Publishing. ISBN 0816056889.
- Izumi, Masumi (2001). "Reconsidering Ethnic Culture and Community: A Case Study on Japanese Canadian Taiko Drumming". Journal of Asian American Studies. 4 (1): 35–56. doi:10.1353/jaas.2001.0004.
- Izumi, Masumi (2006). "Big Drum: Taiko in the United States". The Journal of American History. 93 (1): 158–161. doi:10.2307/4486067. JSTOR 4486067.
- Kakehi, Hisao; Tamori, Ikuhiro; Schourup, Lawrence (1996). Dictionary of Iconic Expressions in Japanese. Walter de Gruyter. ISBN 3110809044.
- Keene, Jarret (2011). "Drumline". Inside Cirque du Soleil. Fall 2011.
- Kobayashi, Kayo (1998). "Eisa no Bunrui (The Classification of Eisa) エイサーの分類". Dalam Okinawa-shi Kikakubu Heiwa Bunka Shinkōka 沖縄市企画部平和文化振興課. Eisā 360-do: Rekishi to Genzai エイサー360度 : 歴史と現在 (dalam bahasa Jepang). Naha Shuppansha 那覇出版社. hlm. 36–40. ISBN 4890951113.
- Konagaya, Hideyo (2001). "Taiko as Performance: Creating Japanese American Traditions" (PDF). The Journal of Japanese American Studies. 12: 105–124. ISSN 0288-3570.
- Konagaya, Hideyo (2005). "Performing Manliness: Resistance and Harmony in Japanese American Taiko". Dalam Bronner, Simon J. Manly Traditions: The Folk Roots of American Masculinities. Indiana Univ. Press. ISBN 0253217814.
- Konagaya, Hideyo (2007). Performing the Okinawan Woman in Taiko: Gender, folklore, and Identity Politics in Modern Japan (Tesis PhD). OCLC 244976556.
- Konagaya, Hideyo (2010). "Taiko Performance". Dalam Lee, Jonathan H.X.; Nadeau, Kathleen M. Encyclopedia of Asian American Folklore and Folklife. ABC-CLIO. hlm. 645. ISBN 978-0313350672.
- Kumada, Susumu (2011). "Minzoku geinō Eisa no hen'yō to tenkai 民族芸能エイサーの変容と展開". Okinawa no minzoku geinō ron 沖縄の民俗芸能論 (dalam bahasa Jepang). Naha Shuppansha 那覇出版社. hlm. 193–244. OCLC 47600697.
- Lacashire, Terence A. (2011). An Introduction to Japanese Folk Performing Arts. Ashgate. ISBN 978-1409431336.
- Li, Xiaoping (2011). Voices Rising: Asian Canadian Cultural Activism. Univ. of British Columbia Press. ISBN 978-0774841368.
- Lorenz, Shanna (2007). "Japanese in the Samba": Japanese Brazilian Musical Citizenship, Racial Consciousness, and Transnational Migration. Univ. of Pittsburgh Press. ISBN 978-0549451983.
- Malm, William P. (May 1960). "An Introduction to Taiko Drum Music in the Japanese No Drama". Ethnomusicology. 4 (2): 75–78. doi:10.2307/924267. JSTOR 924267.
- Malm, William P. (1963). Nagauta: The Heart of Kabuki Music. Tuttle Publishing. ISBN 1462913059.
- Malm, William P. (1986). Six Hidden Views of Japanese Music. Univ. of California Press. ISBN 0520050452.
- Malm, William P. (2000). Traditional Japanese Music and Musical Instruments (edisi ke-1st). Kodansha International. ISBN 4770023952.
- McLeod, Ken (2013). We Are the Champions: The Politics of Sports and Popular Music. Ashgate. ISBN 978-1409408642.
- Miki, Minoru (2008). Regan, Marty, ed. Composing for Japanese Instruments. Univ. of Rochester Press. ISBN 978-1580462730.
- Miller, Terry E.; Shahriari, Andrew (2014). World Music: A Global Journey. Routledge. ISBN 978-1317974604.
- Minor, William (2003). Jazz Journeys to Japan: The Heart Within. Univ. of Michigan Press. ISBN 0472113453.
- Nelson, Stephen G. (2007). Tokita, Alison; Hughes, David W., ed. The Ashgate Research Companion to Japanese Music (edisi ke-Reprint). Ashgate. ISBN 978-0754656999.
- Nomura, Gail M. (2005). Fiset, Louis; Nomura, Gail M., ed. Nikkei in the Pacific Northwest Japanese Americans & Japanese Canadians in the Twentieth Century (edisi ke-1st). Center for the Study of the Pacific Northwest in association with Univ. of Washington Press. ISBN 0295800097.
- Piggott, Francis Taylor (1971). The music and musical instruments of Japan (edisi ke-Unabridged republication of the Yokohama [usw.] (1909) 2nd). Da Capo Press. ISBN 030670160X.
- Powell, Kimberly (2012). "Inside-Out and Outside-In: Participant Observation in Taiko Drumming". Dalam Spindler, George; Hammond, Lorie. Innovations in Educational Ethnography: Theories, Methods, and Results. Psychology Press. hlm. 33–64. ISBN 978-1136872693.
- Powell, Kimberly (2012). "The Drum in the Dojo". Dalam Dixon-Román, Ezekiel; Gordon, Edmund W. Thinking Comprehensively About Education: Spaces of Educative Possibility and their Implications for Public Policy. Routledge. ISBN 978-1136318474.
- Raz, Jacob (1983). Audience and Actors: A Study of Their Interaction in the Japanese Traditional Theatre. Brill Archive. ISBN 9004068864.
- Roth, Louis Frédéric (2002). Japan Encyclopedia. Harvard Univ. Press. ISBN 0674017536.
- Schuller, Gunther (1989). Musings: The Musical Worlds of Gunther Schuller. Oxford Univ. Press. ISBN 019972363X.
- Terada, Yoshitaka (2001). Terada, Yoshitaka, ed. "Transcending boundaries: Asian Musics in North America". Shifting Identities of Taiko Music in North America. 22: 37–60. ISSN 1340-6787.
- Terada, Yoshitaka (2013). "Rooted as Banyan Trees: Eisā and the Okinawan Diaspora". Dalam Rice, Timothy. Ethnomusicological Encounters with Music and Musicians: Essays in Honor of Robert Garfias (edisi ke-revised). Ashgate. ISBN 978-1409494782.
- Thornbury, Barbara (2013). America's Japan and Japan's Performing Arts: Cultural Mobility and Exchange in New York, 1952–2011. Univ. of Michigan Press. ISBN 978-0472029280.
- Titon, Jeff Todd; Fujie, Linda, ed. (2005). Worlds of Music: An Introduction to the Music of the World's Peoples. Cengage Learning. ISBN 0534627579.
- Turnbull, Stephen (2008). Samurai Armies: 1467–1649. Osprey Publishing. ISBN 978-1846033513.
- Turnbull, Stephen (2012). War in Japan 1467–1615. Osprey Publishing. ISBN 978-1782000181.
- Tusler, Mark (2003). Sounds and Sights of Power: Ensemble Taiko Drumming (Kumi Daiko) Pedagogy in California and the Conceptualization of Power (Tesis PhD). Univ. of California, Santa Barbara. OCLC 768102165.
- Varian, Heidi (2005). The Way of Taiko (edisi ke-1st). Stone Bridge Press. ISBN 188065699X.
- Varian, Heidi (2013). The Way of Taiko (edisi ke-2nd). Stone Bridge Press. ISBN 978-1611720129.
- Wald, Elijah; Vartoogian, Linda (2007). Global Minstrels: Voices of World Music. Routledge. ISBN 978-0415979290.
- Webb, Michael; Seddon, Frederick A. (2012). "Musical Instrument Learning, Music Ensembles, and Musicianship in a Global and Digital Age". Dalam McPherson, Gary E.; Welch, Graham F. The Oxford handbook of music education. Oxford Univ. Press. ISBN 978-0199730810.
- Wong, Deborah (2000). "Taiko and the Asian/American Body: Drums, Rising Sun, and the Question of Gender". The World of Music. 42 (3): 67–78. JSTOR 41692766. OCLC 717224426.
- Wong, Deborah (2004). Speak It Louder: Asian Americans Making Music. Routledge. ISBN 0203497279.
- Yoon, Paul Jong-Chul (2001). "'She's Really Become Japanese Now!': Taiko Drumming and Asian American Identifications". American Music. 19 (4): 417–438. doi:10.2307/3052419. JSTOR 3052419.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- Nippon Taiko Foundation, bagian dari Badan Urusan Budaya