[go: up one dir, main page]

Lompat ke isi

Rumah susun

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Rumah Susun Sederhana Cipinang Muara

Rumah Susun atau disingkat Rusun, kerap dikonotasikan sebagai apartemen versi umum tanpa melihat kalangan. Rusun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama (UUD Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun). Untuk versi kecilnya sering disebut indekost.

Rusun menjadi jawaban atas terbatasnya lahan untuk pemukiman di daerah perkotaan. Karena mahalnya harga tanah di kota besar maka masyarakat terpaksa membeli rumah di luar kota. Hal ini menjadi pemborosan, pemborosan terjadi pada:

  • pemborosan waktu
  • pemborosan biaya
  • pemborosan lingkungan (karena pencemaran)
  • pemborosan sosial (karena tersitanya waktu untuk bersosialisasi)

Rusun di Jakarta terdapat di Perumnas Klender, Tanah Abang, Pulomas, Tebet, Cipinang, Tanah Tinggi, dan Penggilingan.

Program 1000 rusun

[sunting | sunting sumber]

Pemerintah RI mencanangkan membangun 1000 tower rusun di 10 kota besar di Indonesia sampai 2010. Program ini diprediksi akan bisa merumahkan 1,5 juta jiwa. Harga tiap unit diperkirakan antara 90 juta hingga 140 juta rupiah. Pembangunan dan penjualan rusun ini ditangani oleh REI. Untuk jakarta rusun ini akan dibangun di Pulo Gebang (2 tower), Pulo Gadung (10 tower), Cawang (2 tower), dan Marunda.

Asas Penyelenggaraan Rumah Susun

[sunting | sunting sumber]

Asas penyelenggaraan rumah susun menurut Pasal 2 UU Rumah Susun adalah:[1]

  1. Kesejahteraan, adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak bagi masyarakat agar mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
  2. Keadilan dan pemerataan, adalah memberikan hasil pembangunan di bidang rumah susun agar dapat dinikmati secara proporsional dan merata bagi seluruh rakyat.
  3. Kenasionalan, adalah memberikan landasan agar kepemilikan sarusun dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan nasional.
  4. Keterjangkauan dan kemudahan, adalah memberikan landasan agar hasil pembangunan rumah susun dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, serta mendorong terciptanya iklim kondusif dengan memberikan kemudahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
  5. Keefisienan dan kemanfaatan, adalah memberikan landasan penyelenggaraan rumah susun yang dilakukan dengan memaksimalkan potensi sumber daya tanah, teknologi rancang bangun, dan industri bahan bangunan yang sehat serta memberikan kemanfaatan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat.
  6. Kemandirian dan kebersamaan, adalah memberikan landasan penyelenggaraan rumah susun bertumpu pada prakarsa, swadaya, dan peran serta masyarakat sehingga mampu membangun kepercayaan, kemampuan, dan kekuatan sendiri serta terciptanya kerja sama antar pemangku kepentingan.
  7. Kemitraan, adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan rumah susun dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan pelaku usaha dan masyarakat dengan prinsip saling mendukung.
  8. Keserasian dan keseimbangan, adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan rumah susun dilakukan dengan mewujudkan keserasian dan keseimbangan pola pemanfaatan ruang.
  9. Keterpaduan, adalah memberikan landasan agar rumah susun diselenggarakan secara terpadu dalam hal kebijakan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan pengendalian.
  10. Kesehatan, adalah memberikan landasan agar pembangunan rumah susun memenuhi standar rumah sehat, syarat kesehatan lingkungan, dan perilaku hidup sehat.
  11. Kelestarian dan berkelanjutan, adalah memberikan landasan agar rumah susun diselenggarakan dengan menjaga keseimbangan lingkungan hidup dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang terus meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk dan keterbatasan lahan.
  12. Keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan, adalah memberikan landasan agar bangunan rumah susun memenuhi persyaratan keselamatan, yaitu kemampuan bangunan rumah susun mendukung beban muatan, pengamanan bahaya kebakaran, dan bahaya petir; persyaratan kenyamanan ruang dan gerak antar ruang, pengkondisian udara, pandangan, getaran, dan kebisingan; serta persyaratan kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan, kelengkapan prasarana, dan sarana rumah susun termasuk fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia.
  13. Keamanan, ketertiban, dan keteraturan, adalah memberikan landasan agar pengelolaan dan pemanfaatan rumah susun dapat menjamin bangunan, lingkungan, dan penghuni dari segala gangguan dan ancaman keamanan; ketertiban dalam melaksanakan kehidupan bertempat tinggal dan kehidupan sosialnya; serta keteraturan dalam pemenuhan ketentuan administratif.

Tujuan Pembangunan Rumah Susun

[sunting | sunting sumber]

Rumah susun diabngun sebagai salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat yang berada di daerah perkotaan terhadap kebutuhan papan atau tempat tinggal yang layak dengan lingkungan yang sehat. Selain itu, dengan adanya pemabngunan atau penyelenggaraan rumah susun ini sebagai alternatif penyelesaian masalah terhadap pengadaan lahan untuk pembangunan tempat tinggal yang cukup suliyt didapatkan terutama di wilayah-wilayah kota besar terlebih di negara-negara berkembang yang notabene padat penduduk. Di Indonesia sendiri, terjadinya kepadatan pendudukan diakibatkan terjadinya arus urbanisasi yang cukup signifikat di antaranya terjadi di Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, dan Medan.

Menurut Perpres Nomor 6 Tahun 2010 tentang RPJM II 2010-2014, menyatakan bahwa di wilayah perkotaan telah meningkat luas pemukiman kumuh dari 40.053 hektar pada tahun 1996, menjadi 67.500 pada tahun 2010. Semakin bertambahnya jumlah penduduk di perkotaan, akan menimbulkan berbagai konsekuensi bagi pemerintah daerah dalam hal menyediakan tempat tinggal yang layak bagi warganya mengingat ketersedian lahan yang semakin menipis, maka dari itu dengan adanya penyediaan lahan tempat tinggal dengan konsep pembangunan perumhana dalam bentuk Gedung beringkat secara horizontal maupun vertical sebagai solusi.

Hak Atas Tanah yang Dapat Dibangun Rumah Susun

[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang –Undang Nomor 16 Tahun 1985, Rumah Susun dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah negara atau hak pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Yang dimaksud hak milik, hak guna bangunan dan hak pakai adalah hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA adalah sebagai berikut:

  1. Hak milik adalah hak turun menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Hal ini dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6 subyek hak milik adalah warga negara Indonesia tunggal dan badan-badan hukum, ketentuan mengenai hak milik diatur dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 27 UUPA.
  2. Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri. Jangka waktunya 20 tahun dan paling lama 30 tahun, yang kemudian dapat diperpanjang lagi paling lama 20 tahun. Subyek hak guna bangunan adalah warga Negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Mengenai hak guna bangunan diatur dalam Pasal 35 sampai dengan Pasal 40 UUPA.
  3. Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang langsung dikuasai oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikanya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewamenyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan UUPA. Jangka waktu hak pakai adalah selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu. Subyek hak pakai adalah warga negara Indonesia, orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia serta badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. Pengaturan mengenai hak pakai terdapat dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 43 UUPA. Tidak ada pasal dalam UUPA yang mengatur mengenai hak pengelolaan, hak pengelolaan hanya disebut dalam penjelasan umum angka 2 (dua) UUPA sedangkan dalam penjelasan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun, yang dimaksudkan dengan hak pengelolaan adalah hak sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1953 43 jo. Peraturan Menteri Agraria Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1965, Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1977.

Persyaratan Pembangunan Rumah Susun

[sunting | sunting sumber]

Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang jumlah penduduknya terus meningkat, karena pembangunan rumah susun dapat mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega dan dapat digunakan sebagai suatu cara untuk peremajaan kota bagi daerah yang kumuh. Pembangunan rumah susun memerlukan persyaratan teknis dan administratif yang lebih berat, karena spesifikasi rumah susun memiliki bentuk dan keadaan khusus yang berbeda dengan perumahan biasa (landed house). Disamping itu pelaku pembangunan juga harus dituntut benar-benar qualified di bidangnya untuk melaksanakan pembangunan rumah susun.

Pembangunan rumah susun dan lingkungannya harus dibangun dan dilaksanakan berdasarkan perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah setempat sesuai dengan peruntukkannya (persyaratan administratif). Merujuk kepada penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun, yang dimaksud dengan persyaratan administratif pembangunan rumah susun yaitu persyaratan yang mengatur mengenai:

  1. Perizinan usaha dari perusahaan pembangunan perumahan
  2. Izin lokasi dan/atau peruntukkannya
  3. Perizinan mendirikan bangunan.

Perizinan tersebut diajukan oleh penyelenggara pembangunan kepada Pemerintah Daerah terkait dengan melampirkan persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

  1. Sertifikat hak atas tanah
  2. Fatwa peruntukkan tanah
  3. Rencana tapak
  4. Gambar rencana arsitektur yang memuat denah dan potongan beserta pertelaannya yang menunjukkan dengan jelas batasan secara vertikal dan horizontal dari satuan rumah susun
  5. Gambar rencana struktur beserta perhitungannya
  6. Gambar rencana menunjukkan dengan jelas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama
  7. Gambar rencana jaringan dan instalasi beserta perlengkapannya.

Jika dilihat dari persyaratan administratif pembangunan rumah susun terlihat bahwa pelaku pembangunan disamping harus memenuhi persyaratan administratif tersebut, pelaku pembangunan juga harus benar-benar memenuhi syarat di bidangnya untuk melaksanakan pembangunan rumah susun. Hal ini disebabkan karena spesifikasi rumah susun memiliki bentuk dan keadaan khusus yang berbeda dengan perumahan biasa (landed house).

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ M.Kn, Wibowo T. Tunardy, S. H. (2015-03-05). "Asas, Tujuan dan Ruang Lingkup Penyelenggaraan Rumah Susun". Jurnal Hukum (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-10-31.