[go: up one dir, main page]

Lompat ke isi

Danau Maninjau

Koordinat: 0°19′S 100°12′E / 0.317°S 100.200°E / -0.317; 100.200
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Maninjau
Danau Maninjau (Indonesia)
دانااو مانينجاو (Jawi)
Maninjau di Sumatra
Maninjau
Maninjau
LetakSumatera Barat, Indonesia
Koordinat0°19′S 100°12′E / 0.317°S 100.200°E / -0.317; 100.200
Jenis perairanDanau kaldera
Bagian dariCekungan Antokan
Aliran keluar utamaSungai Batang Antokan
Terletak di negaraIndonesia
Panjang maksimal16 km (9,9 mi)
Lebar maksimal7 km (4,3 mi)
Area permukaan99,5 km2 (38,4 sq mi)
Kedalaman rata-rata105 m (344 ft)
Kedalaman maksimal165 m (541 ft)
Volume air10,4 km3 (2,5 cu mi)
Keliling152,68 km (32,73 mi)
Ketinggian permukaan459 m (1.506 ft)
Peta
Peta
1 Perkiraan.

Danau Maninjau (berarti "pemandangan" atau "peninjauan" dalam bahasa Minangkabau) adalah sebuah danau kaldera di Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Indonesia. Danau ini terletak sekitar 140 kilometer (87 mi) sebelah utara Padang, ibu kota Sumatera Barat, 36 kilometer (22 mi) dari Bukittinggi, 27 kilometer (17 mi) dari Lubuk Basung, ibu kota Kabupaten Agam.

Pembentukan

[sunting | sunting sumber]
Litografi oleh F. C. Wilsen yang menggambarkan Danau Maninjau dengan harimau dan rusa (tahun 1865-1876)

Kaldera Maninjau terbentuk dari letusan gunung berapi yang diperkirakan terjadi sekitar 52.000 tahun yang lalu.[1] Endapan dari letusan telah ditemukan dalam distribusi radial di sekitar Maninjau memanjang hingga 50 kilometer (31 mi) ke timur, 75 kilometer (47 mi) ke tenggara, dan barat ke garis pantai saat ini. Endapan tersebut diperkirakan tersebar di lebih dari 8,500 kilometer persegi (3,282 sq mi) dan memiliki volume 220–250 kilometer kubik (53–60 cu mi).[2] Kaldera memiliki panjang 20 kilometer (12 mi) dan lebar 8 kilometer (5,0 mi).[1]

Danau Maninjau merupakan sebuah danau berbentuk kaldera dengan ketinggian 459 meter di atas permukaan laut.[3] Danau Maninjau merupakan danau vulkanik karena terbentuk dari letusan besar gunung api yang menghamburkan kurang lebih 220–250 km3 material piroklastik. Kaldera tersebut terbentuk karena letusan gunung api strato komposit yang berkembang di zona tektonik sistem Sesar Besar Sumatra yang bernama Gunung Sitinjau (menurut legenda setempat), hal ini dapat terlihat dari bentuk bukit sekeliling danau yang menyerupai seperti dinding. Kaldera Maninjau (34,5 km x 12 km) ditempati oleh sebuah danau yang berukuran 8 km x 16,5 km (132 km2). Dinding kaldera Maninjau mempunyai 459 m dari permukaan danau yang mempunyai kedalaman mencapai 157 m (Verbeek, 1883 dalam Pribadi, A. dkk., 2007).[4]

Menurut legenda di Ranah Minang, keberadaan Danau Maninjau berkaitan erat dengan kisah Bujang Sembilan.[5][butuh rujukan]

Danau Maninjau merupakan sumber air untuk sungai bernama Batang Sri Antokan. Di salah satu bagian danau yang merupakan hulu dari Batang Sri Antokan terdapat PLTA Maninjau. Puncak tertinggi diperbukitan sekitar Danau Maninjau dikenal dengan nama Puncak Lawang. Untuk bisa mencapai Danau Maninjau jika dari arah Bukittinggi maka akan melewati jalan berkelok-kelok yang dikenal dengan Kelok 44 sepanjang kurang lebih 10 km mulai dari Ambun Pagi sampai ke Maninjau.[butuh rujukan]

Danau ini tercatat sebagai danau terluas kesebelas di Indonesia. Sedangkan di Sumatera Barat, Maninjau merupakan danau terluas kedua setelah Danau Singkarak yang memiliki luas 129,69 km² yang berada di dua kabupaten yaitu Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Solok. Di sekitar Danau Maninjau terdapat fasilitas wisata, seperti Hotel(Maninjau Indah Hotel, Pasir Panjang Permai) serta penginapan dan restoran.[butuh rujukan]

Danau Maninjau memiliki luas 99,5 kilometer persegi (38,4 sq mi), dengan panjang sekitar 16 kilometer (9,9 mi) dan lebar 7 kilometer (4,3 mi). Kedalaman rata-rata adalah 105 meter (344 ft), dengan kedalaman maksimum 165 meter (541 ft). Outlet alami untuk kelebihan air adalah sungai Antokan, yang terletak di sisi barat danau. Ini adalah satu-satunya danau di Sumatera yang memiliki outlet alami ke pantai barat. Sejak tahun 1983, air danau ini telah digunakan untuk menghasilkan Pembangkit Listrik Tenaga Air Maninjau untuk Sumatera Barat, yang dihasilkan sekitar 68 MW pada beban maksimum.

Sebagian besar masyarakat yang tinggal di sekitar Danau Maninjau beretnis Minangkabau. Desa-desa di tepi danau antara lain Maninjau dan Bayur.

Maninjau adalah tujuan wisata terkenal di wilayah ini karena keindahan pemandangan dan iklimnya yang sejuk. Ini juga merupakan situs untuk paralayang.

Pertanian dan perikanan lokal

[sunting | sunting sumber]
Nelayan di Danau Maninjau
Tanggul ikan di danau

Dua spesies endemik yang dikumpulkan dari danau untuk konsumsi lokal dan untuk ekspor ke pasar di luar kawah adalah pensi, sejenis kerang kecil, dan palai rinuak, sejenis ikan kecil. Salah satu cara menyiapkan palai rinuak adalah dengan memanggang campuran ikan bersama kelapa dan bumbu, dibungkus dengan daun pisang.

Danau ini digunakan untuk akuakultur, menggunakan keramba jaring apung karamba. Teknik ini diperkenalkan pada tahun 1992 dan, pada tahun 1997, ada lebih dari 2.000 unit kurungan dengan lebih dari 600 rumah tangga yang terlibat. Setiap kandang dapat memiliki 3-4 siklus produksi setiap tahun. Ada bukti pencemaran di sekitar beberapa area karamba.

Di tepi danau, penggunaan lahan meliputi sawah di rawa-rawa dan lereng yang lebih rendah. Desa-desa tersebut dibatasi menanjak oleh sabuk besar taman pohon seperti hutan, yang larut ke hutan pegunungan atas di bagian lereng yang paling curam hingga ke punggungan kaldera.[6]

Kebun pohon mencakup tiga komponen khas:[6]

Pantun Soekarno

[sunting | sunting sumber]
Presiden Soekarno dan rombongan meninjau daerah Maninjau, Sumatera Barat 10 Juni 1948 dalam rangka kunjungan kerja ke pulau Sumatera.
Panorama Danau Maninjau dari tepi kaldera

Presiden pertama Indonesia, Sukarno, mengunjungi daerah itu pada awal Juni 1948. Sebuah pantun yang dia tulis tentang danau berbunyi:[7]

Jangan dimakan arai pinang,

Kalau tidak dengan sirih hijau.

Jangan datang ke Ranah Minang,

Kalau tidak singgah ke Maninjau.

Lihat juga

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b Alloway, Brent V.; Agung Pribadi; John A. Westgate; Michael Bird; L. Keith Fifield; Alan Hogg; Ian Smith (30 October 2004). "Correspondence between glass-FT and 14C ages of silicic pyroclastic flow deposits sourced from Maninjau caldera, west-central Sumatra". Earth and Planetary Science Letters. Elsevier. 227 (1–2): 121. Bibcode:2004E&PSL.227..121A. doi:10.1016/j.epsl.2004.08.014. 
  2. ^ Purbo-Hadiwidjoyo, M.M.; M.L. Sjachrudin; S. Suparka (1979). "The volcano–tectonic history of the Maninjau caldera, western Sumatra, Indonesia". Geol. Mijnb (58): 193–200. 
  3. ^ Hasim (April 2017). Model Pengelolaan Danau: Sebuah Kajian Transdisipliner. Gorontalo: Ideas Publishing. hlm. 7–8. 
  4. ^ Pribadi, Agung; Eddy Mulyadi; Indyo Pratomo (2007). "Mekanisme erupsi ignimbrit Kaldera Maninjau, Sumatera Barat". Indonesian Journal on Geoscience. Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. 2 (1): 31–41. doi:10.17014/ijog.vol2no1.20073. 
  5. ^ Sri Danardana, Agus (2016). Cerita Rakyat dari Sumatera Barat Asal-Usul Danau Maninjau (PDF). Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. hlm. V. ISBN 978-602-437-111-1. 
  6. ^ a b Michon, Genevieve (2005). Domesticating forests: how farmers manage forest resources. Center for International Forestry Research (CIFOR). ISBN 979-3361-65-4. 
  7. ^ Burhanuddin, Jajat (2000). Ulama perempuan Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. hlm. 68–69. ISBN 979-686-644-7. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]