[go: up one dir, main page]

Lompat ke isi

Dīgha Nikāya

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Dīgha Nikāya
JenisKitab kanonis
IndukSutta Piṭaka
KomentarDīghanikāya-aṭṭhakathā (Sumaṅgalavilāsinī)
PengomentarBuddhaghosa
SubkomentarLīnatthappakāsana, Sādhuvilāsinī
SingkatanDN; D
Sastra Pāli

Dīgha Nikāya (Pali untuk "Kumpulan Panjang"; disingkat DN) merupakan bagian dari kitab suci Buddhisme sebagai kumpulan pertama dari lima nikāya dalam Sutta Piṭaka, yang merupakan keranjang pertama dari "tiga keranjang" dalam Tripitaka Pali milik aliran Theravāda. Beberapa sutta yang sering kali dipakai sebagai rujukan adalah Mahāparinibbāna Sutta (DN 16) yang menjelaskan saat-saat terakhir dan kematian Buddha; Sigālovāda Sutta (DN 31) yang berisi penjelasan Buddha tentang hal-hal yang perlu dilakukan oleh umat awam; Samaññaphala Sutta (DN 2) dan Brahmajāla Sutta (DN 1) yang menjelaskan dan membandingkan pandangan Sang Buddha dengan petapa agama lain di India tentang alam dan waktu (masa lalu, masa kini, dan masa mendatang); dan Potthapada Sutta (DN 9) yang menjelaskan manfaat dan pelaksanaan meditasi samatha.

Dīgha Nikāya terdiri dari 34 kumpulan diskusi-diskusi yang dibagi menjadi tiga kelompok:

  • Sīlakkhandha-vagga — Bagian mengenai Moralitas (sutta 1-13); dinamai dari risalah moral bhikkhu-bhikkhu yang tertulis dalam setiap setiap sutta-suttanya (dalam teori; dalam kenyataannya tidak tertulis lengkap); sebagian besar menuju kepada jhana (pencapaian utama dalam meditasi samatha), pengembangan kemampuan batiniah dan menjadi seorang arahat
  • Mahā-vagga — Pembagian Agung (sutta 14-23)
  • Patika-vagga — Pembagian Patika (sutta 24-34)

Beberapa di antara Sutta-sutta yang terkenal adalah:

"Jala para Brahma" Sang Buddha bersabda bahwa Dia mendapat penghormatan bukan semata-mata karena kesusilaan, melainkan karena kebijaksanaan yang mendalam yang dia temukan dan nyatakan. Ia memberikan sebuah daftar berisi 62 bentuk spekulasi mengenai dunia dan pribadi dari guru-guru lain.
  • Samannaphala Sutta: "Pahala yang dimiliki oleh tiap pertapa". Kepada Ajatasattu yang berkunjung pada Sang Buddha, Dia menerangkan keuntungan menjadi seorang Bhikkhu, dari tingkat terendah sampai tingkat Arahat.
  • Ambattha Sutta: Percakapan antara Sang Buddha dengan Ambattha mengenai kasta, yang sebagian memuat cerita tentang raja Okkaka, leluhur Sang Buddha.
  • Sonadanda Sutta: Kualitas Brahma sejati
  • Kutadanta Sutta: Percakapan dengan Brahmana Kutadanta tentang ketidaksetujuan terhadap penyembelihan binatang untuk sajian.
  • Mahali Sutta: Percakapan dengan Mahali mengenai penglihatan gaib. Yang lebih tinggi daripada ini adalah latihan menuju kepada pengetahuan sempurna.
  • Kassapasihanada Sutta: Percakapan dengan seorang pertapa telanjang Kassapa tentang tidak bermanfaatnya menyiksa diri.
  • Tevijja Sutta: tentang ketidakbenaran pelajaran ketiga Veda untuk menjadi anggota kelompok dewa-dewa Brahma.
  • Mahapadana Sutta: Penjelasan Sang Buddha mengenai 6 orang Buddha yang sebelumnya dan dia sendiri, mengenai masa-masa mereka muncul, kasta, susunan keluarga, jangka kehidupan, pohon bodhi, siswa-siswa utama, jumlah pertemuan, pengikut, ayah, ibu dan kota dengan sebuah khotbah kedua mengenai Vipassi dari saat meninggalkan surga Tusita hingga saat permulaan memberi pelajaran.
  • Mahanidana Sutta: mengenai rantai sebab musabab yang bergantungan dan teori-teori tentang jiwa.
  • Mahaparinibbana Sutta: cerita tentang hati-hari terakhir dan kemangkatan Sang Buddha, serta pembagian relik-relik.
  • Sakkapanha Sutta: Dewa Sakka mengunjungi Sang Buddha, menanyakan 10 persoalan dan mempelajari kesunyataan bahwa segala sesuatu yang timbul akan berakhir dengan kemusnahan.
  • Maha Satipatthana Sutta: Khotbah mengenai 4 macam meditasi (mengenai badan jasmani, perasaan, pikiran dan Dhamma) disertai penjelasan mengenai 4 Kesunyataan.
  • Payasi Sutta: Kumarakassapa menyadarkan Payasi dari pandangan keliru bahwa tiada kehidupan selanjutnya atau akibat dari perbuatan. Setelah Payasi mangkat, Bhikkhu Gavampati menemuinya di surga dan melihat keadaannya.
  • Pitika Sutta: cerita mengenai seorang siswa yang mengikuti guru lain, karena Sang Buddha tidak menunjukkan kegaiban maupun menerangkan asal mula banda-benda. Selama percakapan, Sang Buddha menerangkan kedua hal tersebut.
  • Cakkavattisihanada Sutta: cerita tentang raja dunia dengan berbagai tingkat penyelewengan moral dan pemulihannya serta tentang Buddha Metteyya yang akan datang.
  • Aganna Sutta: perbincangan mengenai kasta dengan penjelasan mengenai asal mula benda-benda, asal mula kasta-kasta dan artinya yang sesungguhnya.
  • Sampasadaniya Sutta: percakapan antara Sang Buddha dengan Sariputta yang menyatakan keyakinannya kepada Sang Buddha dan menjelaskan ajaran Sang Buddha. Sang Buddha berpesan untuk kerap kali mengulangi pelajaran ini kepada para siswa.
  • Lakkhana Sutta: Penjelasan mengenai 32 tanda "Orang Besar" (Raja alam semesta atau seorang Buddha), yang dijalin dengan syair berisi 20 bagian; tiap bagian dimulai dengan "Disini dikatakan".
  • Sigalovada Sutta: Sang Buddha menemukan Sigala sedang memuja enam arah. Ia menguraikan kewajiban seorang umat dengan menjelaskan bahwa pemujaan itu adalah menunaikan kewajiban terhadap enam kelompok orang (orang tua, guru, sahabat dan lain-lain).

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]