[go: up one dir, main page]

Lompat ke isi

Bahasa Bagongan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Bahasa Bagongan adalah sebuah cabang bahasa Jawa yang hanya lazim dipakai di lingkungan keraton Mataram.[1][2] Bahasa ini mulai dikembangkan pada zaman pemerintahan Sultan Agung dengan tujuan untuk menghilangkan kesenjangan di antara para pejabat istana dan keluarga raja.

Pada saat ini pemakaian bahasa Bagongan sudah semakin berkurang, bahkan nyaris punah. Pemakainya pun hanya dari golongan tua saja yang mengenal adanya jenis bahasa tersebut.

Penggunaan

[sunting | sunting sumber]

Bahasa Bagongan digunakan oleh para pejabat istana, atau yang biasa disebut sentana dalem untuk bercakap-cakap satu sama lain. Tidak seperti bahasa Jawa pada umumnya, bahasa ini relatif kurang mementingkan hierarki sehingga terkesan lebih fleksibel.

Misalnya, apabila dalam bahasa Jawa biasa, seseorang yang lebih muda akan menyebut dirinya dengan kata ganti kula, sedangkan yang lebih tua menyebut dirinya dengan kata ganti aku. Namun dalam bahasa Bagongan, baik yang muda ataupun yang tua jika bercakap-cakap sama-sama menyebut dirinya dengan kata ganti manira.

Tujuan Sultan Agung menetapkan penggunaan bahasa Bagongan ialah untuk menciptakan persatuan di antara pejabat istana dengan menghilangkan kesenjangan yang timbul jika mereka menggunakan bahasa Jawa biasa. Namun bahasa Bagongan ini hanya berlaku apabila seorang sentana berbicara kepada sesama sentana. Apabila berbicara kepada raja, maka ia harus menggunakan bahasa Jawa umum, tentu saja dari jenis yang paling halus, yaitu bahasa krama alus.

Ciri bahasa

[sunting | sunting sumber]

Bahasa Bagongan hanya terdiri atas sebelas kata utama. Sedangkan selain kata-kata tersebut digunakan kata-kata dalam bahasa Jawa umum, terutama dari jenis kata krama madya dan kata krama inggil.[3] Sebelas kata tersebut antara lain:[4]

  • saya: manira
  • Anda: pakenira
  • ya: enggèh
  • tidak: boya
  • bukan: séyos
  • saja: besaos
  • ini: puniki
  • itu: puniku
  • apa: punapi
  • ada: wènten
  • ayo: nedha

Contoh kalimat:

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  • Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ (Indonesia) Harimurti Kridalaksana, Kamus linguistik, GPU 10fixed, 2008, ISBN 979-22-3570-1, 9789792235708
  2. ^ (Indonesia) Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Republik Indonesia "Arti kata bahasa bagongan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam jaringan". Diakses tanggal 2020-02-22. 
  3. ^ Mukminatun, Siti (2007). "Pergeseran Budaya Sapaan dan Kekerabatan di Wilayah Kecamatan Kraton Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta". Jurnal Penelitian Humaniora. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Negeri Yogyakarta. 12 (2): 22. 
  4. ^ Sulistyowati (2008). "Alternasi Sapaan Bahasa Jawa Keraton Yogyakarta". Humaniora. Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. 20 (2): 168. ISSN 2302-9269. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]