Politics">
[go: up one dir, main page]

0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
9 tayangan58 halaman

Konsep Gender

Unduh sebagai ppt, pdf, atau txt
Unduh sebagai ppt, pdf, atau txt
Unduh sebagai ppt, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 58

KONSEP UMUM

GENDER & ISU GENDER


BIDANG KESEHATAN
 Perbedaan Konsep Sex dan Gender
 Budaya
 Budaya Patriarki
 Relasi Gender
 Diskriminasi Gender
 Pembagian Kerja Gender
 Ketidaksetaraan Akses dan Kontrol thd
Sumberdaya
 Ketidaksetaraan Hak dan Tanggung-jawab
 Gender Equity dan Equality
SEX GENDER

Biologi Konstruksi Sosial

Ciptaan Tuhan “Buatan” manusia


Bersifat kodrat / given Tidak bersifat kodrat
Tidak dapat berubah Dapat berubah
Tidak dapat ditukar Dapat bertukar
Berlaku sepanjang Tergantung waktu dan
zaman & di mana saja budaya setempat
(ruang)
 Pengertian budaya adalah ide, kepercayaan,
dan norma yang merupakan panduan untuk
menjadi way of life dan relasi antar anggota
dan kelompok masyarakat dalam sebuah
komunitas.
 Budaya menentukan ideologi gender dalam
menentukan hak dan tanggung-jawab dan
apa yang ‘cocok dan tidak patut’ pada
perilaku perempuan dan laki-laki
 Patriarchy berasal dari suku kata “pat” yang berarti
bapak atau laki-laki serta “archy” (perintah atau
kepala.
 Jadi patriarki berarti aturan oleh bapak atau secara
luas diartikan sebagai pengorganisasian urusan
sosial kemasyarakatan (societal) yang
mengedepankan supremasi laki-laki.
 Budaya patriarkhi melegitimasi dominasi laki-laki
atas perempuan pada semua ranah kehidupan
(keluarga, masy, pemerintahan, dan pasar)
 Patriarki merupakan struktur sosial yang sistematik
yang telah mengintitusionalisasikan kepentingan
secara fisik dan kekuasaan sosial ekonomi laki-laki
atas perempuan.
 Konsep patriarki digunakan untuk menggambarkan
subordinasi perempuan secara sistematik, sehingga
menghambat pilihan dan kesempatan hidup
perempuan
 Dalam budaya masyarakat yang patriarkhi, ideologi
gender menempatkan perempuan dalam posisi
inferior. Tipe budaya ini mendukung dan
melegitimasi posisi kekuasaan laki-laki dalam
bidang sosial, ekonomi, politik, dan bidang
pembangunan lainnya
 Atas nama budaya dan tradisi inilah laki-laki
melegalkan perilakunya dan mencegah
perempuan untuk berubah dan merugikan
kepentingan laki-laki
 Patriarki merujuk kepada histori dari
ketidaksetaraan kekuasaan, sistem dan praktek
budaya yang memberikan laki-laki menjadi lebih
berkuasa karena berbagi kekuasaan diantara
mereka (aggregate power) di dalam masyarakat
sehingga memberikan mereka keuntungan
material seperti pendapatan yang tinggi dan
manfaat informal seperti kesehatan dan pekerjaan
rumah tangga lainnya
 WHO menggunakan Terminologi Norma dan Peran
Gender, yang menggambarkan bahwa posisi pria dan wanita
berbeda karena perbedaan budaya, ras, dan kelas sosial.

 Norma dan peran gender merujuk kepada asumsi sosial dan


kultural yang secara relatif memberi nilai pria dan wanita
secara berbeda, maskulin dan feminisme, tentang peran dan
perilaku perempuan dan laki-laki yang diterima oleh
masyarakat, dan tentang hak-hak dan kekuasaan antara pria
dan wanita.
 Norma merupakan aturan yan tertulis maupun tidak tertulis,
yang mengatur bagaimana peran gender senantiasa
‘dipatuhi’ oleh anggota masyarakat. Inti dari norma gender
adalah memberikan kekuasaan kepada laki-laki untuk
mengorganisasikan relasi gender diantara anggota
masyarakat sehingga ketidaksetaraan nilai, norma, perilaku
dan tindakan diciptakan dan dipertahankan.
 Peran dan relasi gender tidak setara dan terdapat hirarki
 Jadi Norma adalah aturan yg normatifnya, sedangkan relasi
gender adalah proses relasional (pola interaksi) perempuan
dan laki-laki dlm menjalankan norma gender.
 Relasi gender dilaksanakan melalui proses having, being,
knowing and doing yang menyebabkan diferensiasi,
stratifikasi, subordinasi, dan hirarki anggota masyarakat,
yang menyebabkan pembangunan dan segala aspeknya
memarginalkan perempuan dan kelompok tidak beruntung
lainnya (disadvantage groups).
 Relasi gender tergantung kepada konteks waktu dan
tempat, dan tatanan sosial budaya, serta strata sosial
masyarakat seperti kelas sosial, etnik, ras, dll
 Norma gender dapat diubah dlm waktu yg relatif lebih cepat,
tetapi relasi gender membutuhkan dimensi waktu yang
lama dan dimensi ruang yang luas
 Konstruksi sosial merujuk kepada konsep bahwa peran
gender dan atributnya disengaja dan ditumbuhsuburkan
melalui interaksi perempuan dan laki-laki dari waktu ke
waktu melalui proses ‘organisasi’ oleh masyarakat itu
sendiri.

 Proses konstruksinya berlangsung sepanjang kehidupan


dan dari generasi ke generasi yang dipraktekkan pada
tatanan rumah tangga, kehidupan sosial kemasyarakatan,
pasar, pemerintahan, bahkan hubungan internasional.
 Institusionalisasi Gender dilakukan dengan :
 Sistematis  karena dijadikan sebagai pakem dan diikuti
sesuai dengan blueprint ideology yang mengatur apa
yang seharusnya dilakukan perempuan dan laki-laki,
 Dikonstruksi  karena hal tsb dengan sengaja
dilaksanakan dengan mengkomibinasikannya dengan
berbagai faktor,
 Dipelihara  dalam pemahaman bahwa ‘struktur’ yang
ada menjamin kesinambungan umur panjangnya,
 Diabadikan  melalui proses reproduksi dari generasi ke
kegenarasi
 productive work  bekerja di luar rumah dan
mendapatkan upah atau imbalan finansial lainnya.
Diperankan oleh laki-laki dgn kewajiban utama sebagai
breadwinner
 reproductive/domestic work  bekerja dalam rumah
dan tidak mendapatkan upah. Diperankan oleh
perempuan. Cth : merawat anak, merawat anggota
keluarga yang sakit, mencucui, memasak dan tugas
rumah tangga lainnya
 community roles  kegiatan sosial kemasyarakatan
yg dilakukan oleh perempuan dan laki-laki
 community roles. Aktivitasnya berupa kegiatan bersama
dalam bentuk perayaan sosial atau pelayanan sosial, aktivitas
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, partisipasi dalam
kegiatan kelompok atau organisasi, kegiatan politik, dll
(i) community-managing  peran perempuan sebagai tugas
tambahan atas peran reproduktifnya seperti penyediaan air
bersih, perawatan, dan pendidikan. Pekerjaan ini tidak
dibayar
(ii) community politics  peran laki-laki yang terlibat dalam
organisasi, partai politik. Pekerjaan ini dibayar dan atau
mendapatkan keuntungan lainnya seperti peningkatan
kekuasaan dan status sosial.
 Dr dan perawat  perspektif
sosioantropologi
 Fakta: Jumlah perempuan/laki-laki yg
berprofesi sbg perawat ???
 Fakta: Jumlah perempuan/laki-laki yg
berprofesi sbg dokter /dr spesialis ????

Analisis dari perspektif gender atas


fenomena tersebut?
 Akses berarti sumberdaya berada ditangan.
 Kontrol berarti kemampuan untuk menentukan dan
mengidentfikasi sejumlah alternative keputusan untuk
menggunakan sumberdaya.
 Sumberdaya mesti diartikan secara luas termasuk
informasi, pengambilan keputusan, kekuasaan, politik,
peluang sekolah, waktu, pendapatan dan semua
sumberdaya ekonomi (seperti tanah, kredit, dan lain-lain)
serta sumberdaya internal (kepercayaan diri dan
penghargaan).
 Akses dan kontrol bervariasi menurut budaya, kelas sosial,
umur, suku, dan lain-lain
 Akses 1 : ketersedian upaya kes (promosi,
preventif, kuratif, rehabilitatif)

 Akses 2 : finansial

 Akses 3 : geografis (jarak tempuh, waktu tempuh)

 Akses 4 : budaya/psikologis bervariasi menurut


budaya, kelas sosial, umur, suku, dan lain-lain
 Karena stereotipi, subordinasi, marginalisasi,
pembagian kerja gender menyebabkan hak dan
kewajiban perempuan menjadi berbeda
 Kewajiban perempuan > laki-laki, tetapi sebaliknya
dalam memenuhi hak-haknya < laki-laki
 Perempuan lebih banyak ‘dibatasi’ dibandingkan
laki-laki dlm berbagai dimensi kehidupan
 ‘Pembatasan’ tsb akibat dari norma gender,
maskulin-feminim, pembagian peran gender
 Women in Development (WID)  diperkenalkan awal
1970an, yaitu pendekatan pembangunan yang
mengikutsertakan perempuan sebagai sasaran
pembangunan. Pendekatan ini hanya fokus kepada
perempuan sebagai obyek pembangunan.

 Hasil penelitian  proses pembangunan belum mengangkat


posisi perempuan dari kemiskinan dan segala bentuk
keterbelakangan lainnya.
Beberapa kelemahan dari WID (Kabeer, 1994),
adalah :
 cenderung fokus pada perempuan saja, mengisolasi mereka dari
konteks sosial, sehingga ‘masalah’ dan solusinya hanya fokus
pada perempuan saja,
 gagal menyadari bahwa tidak semua perempuan dalam persoalan
yang sama mempunyai permasalahan yang sama, karena
perbedaan status sosial ekonomi wanita memberikan
pengalaman dan kepentingan yang berbeda pula,
 tidak melibatkan peran laki-laki, sehingga menganggap bahwa
kesehatan reproduksi merupakan masalah perempuan saja,
 tidak menjawab pertanyaan apakah dengan meningkatnya
partisipasi perempuan dapat dianggap sebagai pekerjaan
‘produktif’ yang memberi manfaat bagi mereka.
 Meningkatkan posisi perempuan dengan melihat determinan
sosial sebagai faktor yang mempengaruhinya dan mencoba
melihat peran dan relasi perempuan dan laki-laki sesuai dengan
kelas, umur, dan etnik-budaya.
 Memahami pengaruh ideologi dan struktur kekuasan yang
menyebabkan ketidaksetaraan gender.
 Pendekatan ini berhubungan dengan perhatian dan kebutuhan
perempuan (women’s concerns and needs), dengan
mengembangkan bantuan yang mempertimbangkan peran
dan tanggung-jawab perempuan dan laki-laki dalam komunitas
serta diantara keduanya.
 Hal tersebut membutuhkan partisipasi aktif pria dan wanita
untuk meningkatkan status perempuan dalam kerangka
pembangunan berkelanjutan.

 Pendekatan GAD mencakup strategic dan practical, dan dimulai


dengan isu kekuasaan, pengambilan keputusan, alokasi kerja,
dan kontrol serta kepemilikan sumberdaya.
PGN SGN
 Respon pd keb. jangka  Respon pd keb. jangka
pendek panjang
 Respon pd Health needs yg  Respon pd health needs yg
biasanya mudah tdk selalu mudah
diidentfikasi diidentifikasi
 Respon pd permasalahan  Respon pd KKG (tanggung-
biologis dan kondisi kes yg jawab dan relasi
spesifik kekuasaan)
 Memenuhi health needs  Memenuhi health needs
melalui penyediaan upaya melalui pemberdayaan
kes perempuan
PGN SGN

 Melibatkan perempuan  Melibatkan masyarakat


dan laki-laki sbg subyek  Dpt meningkatkan status
intervensi kes dan posisi perempuan
 meningkatkan status kes melalui kontrol
sumberdaya
perempuan melalui  Meningkatkan
peningkatan akses thd keseimbangan kekuasaan
sumberdaya antara perempuan dan
 Biasanya tdk merubah laki-laki melalui kontrol
peran gender dan relasi faktor internal dan
gender eksternal yg
mempengaruhi status kes
Women Specific
Women’s Component
Integrated
Mainstreamed
Women’s Component :
biasanya membagi keg +
resources hanya utk perempuan
Integrated : equal women &
man, tetapi intervesi msh
“bussines as usual “
 Kesetaraan gender adalah tidak adanya
diskriminasi perempuan dan laki-laki dalam
peluang, alokasi sumberdaya, dan manfaat
atau akses terhadap pelayanan kesehatan
(WHO).
 Kesetaraan dlm kekuasaan dan pengaruh,
peluang dan kebebasan bekerja, tingkat
pendidikan, menggapai ambisi, interes, bakat
dan kemampuan, berbagi tanggung jawab
urusan rumah tangga dan merawat anak, dan
sepenuhnya bebas dari tekanan, intimidasi,
dan kekerasan terhadap perempuan baik di
rumah maupun di tempat kerja (UNPFA)
 Keadilan gender merujuk kepada fairness dan
justice dalam mendistribusikan manfaat dan
tanggung-jawab antara perempuan dan laki-laki,
dan mengakui adanya perbedaan kebutuhan
(needs) dan kekuasaan (WHO)
 Menganalisis perbedaan health needs sesuai dgn
permasalahan yang mereka hadapi dan
kemudian memberikan pelayan kesehatan yang
equal diantara berdasarkan health needs mereka
(PAHO,1997).
Konsep Gender Equity Bidang Kesehatan :

EQUAL CARE BASED ON


EQUAL HEALTH NEEDS
BIOLOGICAL DIFFERENCES :
 Anatomical/physiological;
 Anatomical, Physiological and Genetic
susceptibilities;
 Anatomical, Physiological and Genetic
resistances/immunities.
SOCIAL DIFFERENCES :
 Roles and responsibilities;
 Access and control;
 cultural influences and expectations;
 Subjective identity
HEALTH SITUATIONS, CONDITIONS
AND/OR PROBLEMS
 Sex Specific;
 Higher prevalence in one or other sex;
 Different characteristics for men and women;
 Generate different response by
individuals/family/institutions
 depending on whether the person is male or
female
Ketidaksetaraan laki-laki dan perempuan
terhadap :
 Lingkungan fisik
 Frekwensi permasalahan kesehatan yang
dihadapi
 Persepsi tentang gejala penyakit
 Perilaku mencari pengobatan
 Kemampuan dan kepatuhanuntuk mengikuti
terapi dan masa perawatan
Ketidaksetaraan laki-laki dan perempuan
terhadap :
 Konsekuensi sosial dan kesehatan dalam
periode jangka panjang
 Tingkat kerentanaan terhadap penyakit.
 Status kesehatan
 Akses terhadap upaya kesehatan, meliputi
upaya promosi, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif
Ketidaksetaraan laki-laki dan perempuan
terhadap :
 Beban penyakit
 Kualitas pelayanan kesehatan yang
diterimanya
 Perbedaan Prevalensi dan Tingkat Keparahan
Penyakit
 Faktor Resiko Penyakit
Ketidaksetaraan laki-laki dan perempuan
terhadap :
 Persepsi dan Respon terhadap Penyakit
(individu, keluarga, masyarakat, health
provider)
 Perilaku Mencari Pengobatan
Ketidaksetaraan laki-laki dan perempuan
terhadap :
 Kemampuan dan kepatuhan untuk mengikuti
terapi dan masa perawatan
 Konsekuensi sosial dan kesehatan dalam
periode jangka panjang
Tingkat kerentanan perempuan > laki-laki
akibat heterosexual relations, krn :
 Semen dlm vagina (include semen remains in
the vaginal or rectal tract for a longer period)
 Membran mukosa vagina  kualitas epitel
vagina lebih rentan dibanding penis
 Faktor umur ; < 18 thn dan Usia Menopause
 membran mukosa vagina lebih sedikit
sehingga tdk efektif menjadi “barrier”
 Kasus PMS pada perempuan seringkali
asymptomatic  menyulitkan early detection dan
waktu yg lama dalam treatment.
 Laki-laki “ need more sexual” bersifat "nature" 
selingkuh dianggap biasa dan "forgivable"
 Konsep maskulin  menyebabkan perempuan dlm
posisi “passivity” soal sexual (dilarang bertanya soal
sexual)
 PMS kadang asymtomatic, dan sgt rentan
infeksi HIV
 PMS yg tidak diobati meningkatkan resiko
infertility
 Ketidaktahuan ttg HIV/AIDS karena
kurangnya informasi krn “norms of sexual
behaviour”
 Stigma jika berkunjung ke sarkes jika
menderita PMS/HIV/AIDS
Ketidaksetaraan laki-laki dan perempuan
terhadap :
 Kemampuan dan kepatuhan untuk mengikuti
terapi dan masa perawatan
 Konsekuensi sosial dan kesehatan dalam
periode jangka panjang
 Melakukan Analisis Gender dalam
perencanaan kebijakan, program dan
kegiatan
 Menyusun RKAKL berdasarkan hasil analisis
gender dengan mempertimbangkan prinsip-
prinsip anggaran berbasis kinerja
Mengetahui konsep umum tentang
gender dan konsep gender bidang
kesehatan
Mempunyai data pilah laki-laki dan
perempuan (rutin vs survei)
Mengetahui alat analisis gender
Terima Kasih

58

Anda mungkin juga menyukai