Tugas Kewarganegaraan PKN
Tugas Kewarganegaraan PKN
Tugas Kewarganegaraan PKN
Abstract
Isu kesetaraan gender sudah tidak asing dalam era modern seperti sekarang. Dimana setiap
negara dituntut memberikan hak yang adil untuk laki-laki maupun perempuan, namun pada
kenyataannya mencapai kesetaraan gender tidaklah mudah. Hal itu karena struktur budaya
masyarakat yang masih kuat menerapkan budaya patriarki yang membeda-bedakan peran
serta hak laki-laki dan perempuan. Struktur budaya ini berlangsung selama beberapa generasi
lamanya. Kesetaraan gender dapat terwujud meskipun memerlukan proses yang lama, karena
tidak mudah mengubah budaya yang sudah tertanam sejak lama dalam kehidupan
bermasyarakat. Pewujudan ini dapat dilakukan dengan cara melalui pemberian akses
pendidikan yang layak kepada perempuan, pembuatan kebijakan hukum yang mendukung
kesetaraan gender, dan memberikan edukasi yang benar tentang hak yang adil antara laki-laki
dan perempuan. Kesetaraan gender ini diperlukan untuk membangun Indonesia yang maju
dan kesejahteraan masyarakat lebih baik.
Kata kunci: Kesetaraan Gender, Kewarganegaraan, Struktur Budaya.
A. Pendahuluan
Gender dalam pengertian sempit mengacu pada jenis kelamin seseorang yang
diberikan dari karunia Tuhan Yang Maha Esa. UNESCO menjelaskan pengertian gender
yaitu, Gender mengacu pada peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan dalam
sebuah ruang lingkup keluarga, masyarakat dan negara. Konsep gender juga mencakup
ekspektasi karakteristik, kemampuan dan potensi perilaku baik perempuan maupun laki-laki
(feminim dan maskulin). Pendapat lain tentang gender menurut Kristeva, gender adalah
istilah budaya yang mengacu pada karakteristik yang membedakan pria dari wanita baik
secara biologis, perilaku, spiritual dan sosiokultural (Tong, 2004). Contoh sigma masyarakat
tentang gender ialah perempuan haruslah lemah lembut, cantik, Anggun, sopan, emosional,
dan memiliki sifat keibuan. Sedangkan untuk laki-laki haruslah kuat, rasional, pemberani,
tegas dan memiliki harga diri tinggi. pemikiran tentang sikap-sikap tersebut bukan berasal
dari kodrat tapi dari hasil kultur sosial, itu bisa dilihat dalam kenyataan bahwa pria memiliki
rasa emosional dan penuh kasih saying sewajarnya manusia normal. Sedangkan terdapat
perempuan yang kuat, rasional, tegas dan pemberani. Pandangan masyarakat mencirikan laki-
laki dan perempuan dengan gender bisa terjadi di semua tempat dan generasi.
Sebagai warga negara yang menyandang status kewarganegaraan Indonesia dan
mendapat pengakuan menurut hukum Indonesia haruslah memiliki kesempatan yang sama
dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. kenyataan dalam hal ini,
Bias gender tetap lazim dalam penerapan dan konteks bermasyarakat, hukum, poltik, sosial
dan budaya. Fenomena masih terjadinya ketidaksetaraan gender karena telah kelangsungan
budaya patriarki sejak dahulu yang diikuti oleh mayoritas bangsa di dunia, sampai
masyarakat kita kesulitan membedakan apa itu disebut kodrat alami dan karakteristik sifat
masing-masing orang. Walaupun sudah jadi kultur sosial budaya di masyarakat, kesetaraan
gender dapat terjadi jika kesadaran masyarakat tentang hal ini tinggi, baik dari segi kesadaran
pendidikan, ekonomi, politik dan sosial.
B. Pembahasan
Konsep gender dan kesetaraan gender
Gender merupakan isu yang sangat ramai diperbincangan saat ini, baik di Indonesia
maupun luar negeri. pembahasan ini ramai karena banyaknya orang berbeda pendapat tentang
jumlah gender yang ada sekarang, baik itu dalam arti gender jenis kelamin atau pandangan
seseorang tentang identitas dirinya dalam biner. Namun dalam artikel ini hanya akan
membahas gender biner atau klasifikasi gender berdasarkan jenis kelamin yang hanya ada
dua, yaitu laki-laki dan perempuan. Gender adalah perbedaan peran, tugas, karakteristik,
posisi, tanggung jawab dan hak berperilaku yang harus dimiliki, disosialisasikan dan
diwujudkan oleh perempuan dan laki-laki berdasarkan adat istiadat, kepercayaan dan standar
masyarakat setempat. Dalam hal ini, konsep gender tentang pantas atau tidak pantas peran
dan tugas yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan berdasarkan struktural budaya yang
melekat pada masyarakat setempat (Wijayanto, 2017)
Gender juga diartikan sebagai struktur sosiokultural yang membedakan ciri-ciri
seorang pria dan seorang wanita. Gender tidak sama dengan seks atau jenis kelamin laki-laki
dan perempuan yang bersifat nonbiologis. Kristeva menjelaskan bahwa gender merupakan
konsep budaya yang bersifat karakteristik yang membedakan laki-laki dan perempuan baik
secara perilaku, cara berpikir dan sosial budaya (Tong, 2002). Jadi jelas gender adalah
pembeda antara pria dan wanita yang berdasarkan fungsi melakukan kehidupan sehari-hari
dalam ruang lingkup bernegara dan bermasyarakat. Karakteristik ini dilihat dari seberapa
maskulin seorang laki-laki dan feminimnya perempuan terserbut. Bentuk karakteristik ini
dapat dilihat dari cara berpenampilan, berjalan, makan, berbicara dan berpikirnya seseorang.
Seorang laki-laki dianggap maskulin jika berpenampilan keren dan tidak menggunakan
warna-warna pakaian yang mencolok, berjalan tegap dan berpikir rasional. Pada perempuan
sendiri haruslah berpenampilan cerah, anggun, lembut, dan lemah gemulai untuk dianggap
feminism, kebalikan dari itu semua akan dianggap sebagai menyalahi kodrat dan budaya
sosial yang ada.
Kesetaraan gender diperlukan untuk merubah sigma-sigma masyarakat yang
merugikan dan merampas hak asasi seseorang dalam menentukan bagaimana menjalani
kehidupan. Kesetaraan gender adalah kesamaan kesempatan partisipasi bagi perempuan dan
laki-laki memperoleh hak yang sama dalam berperan dan berpartisipasi pembangunan,
politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan perlingdungan hukum di Indonesia.
Kesetaraan gender haruslah memperlakukan laki-laki dan perempuan sama dan tidak ada
diskriminasi, kecuali dalam hal biologis mendapatkan perlakuan yang berbeda. Tercapainya
kesetaraan gender perlu adanya hukum parameter yang mengaturnya. Perundang-undangan
ini haruslah ada dan sah untuk menguatkan kesetaraan dalam pandangan hukum, sehingga
tidak ada lagi kasus terabaikan karena ringannya hukum tentang kesetaraan gender ini
(Sulistyowati, 2021). Kementrian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak Republik
Indonesia mengatakan bahwa kesetaraan gender keadaan perempuan dan laki-laki harus
setara (hukum) dan kualitas kondisi hidup.
C. Penutup
Kesetaraan gender ini akan terus menjadi isu yang akan selalu diperdebatkan.
Semakin banyak orang yang sadar tentang kesetaraan gender, tetapi untuk mewujudkan hal
ini tidaklah mudah. Banyak factor-faktor yang akan terus menghambat. Kerja sama
pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan dalam hal ini. Pemerintah mengatur dan
membuat peraturan yang tegas tentang kesetaraan dan hak setiap golongan, sehingga
diharapkan dari semua undang-undang tentang kesetaraan gender ini dapat menumbuhkan
kesadaran masyarakat semua dan sebagai bahan pertimbanganan yang menimbulkan rasa
takut untuk bertingkah semena-mena terhadap orang lain. Sebagai warga negara Indonesia
yang menjungjung tinggi ideologi Pancasila, sudah sepatutnya menerapkan kemanusiaan
yang adil dan beradab untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat yang nyaman dan damai.
Negara yang masyarakatnya sadar akan kesetaraan gender dapat membuat negara lebih maju,
mengurangi kemiskinan, dan kesejahteraan yang lebih baik.