[go: up one dir, main page]

0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
17 tayangan33 halaman

Hubungan Pengetahuan dan Perilaku dengan DBD di Medan

MAKALAH

Diunggah oleh

Mulia Abd
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
17 tayangan33 halaman

Hubungan Pengetahuan dan Perilaku dengan DBD di Medan

MAKALAH

Diunggah oleh

Mulia Abd
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 33

Proposal Mini

Disusun Oleh

Muliani

2307201089

Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Kesehatan

Muhammadiyah Lhokseumawe 2024


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan

oleh virus dengue dari genus flavivirus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypti.1 DBD ditandai dengan demam tinggi secara terus menerus selama 2

sampai 7 hari yang disertai dengan pendarahan serta shock yang jika tidak segera

mendapat penanganan dapat menyebabkan kematian.

Penyakit DBD telah tumbuh luar biasa di seluruh dunia dalam beberapa

tahun terakhir. Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang menjadi endemi

dengue. Sekarang penyakit ini sudah ada di 100 negara di wilayah WHO Afrika,

Amerika, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat.

Wilayah Amerika, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat adalah wilayah yang

paling terkena dampaknya (WHO 2017). Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009

World Health Organization (WHO) juga mencatat bahwa negara Indonesia

sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Di Indonesia,

DBD pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, sebanyak 58

orang terinfeksi dan 24 orang meninggal dunia. Sejak saat itu, penyakit ini

menyebar luas ke seluruh Indonesia. 3 Provinsi dengan jumlah kasus tertinggi

terjadi di tiga provinsi di Pulau Jawa, masing- masing Jawa Barat dengan total

kasus sebanyak 10.016 kasus, Jawa Timur sebesar 7.838 kasus dan Jawa Tengah

7.400 kasus.Data dari BPS (Badan Pusat Statistik).


3
Sumatera Utara didapatkan jumlah kasus DBD pada tahun 2019 sebanyak 7.584

kasus dan 37 kematian. Dari 33 kabupaten/kota di Sumatra Utara terdapat 3

kabupaten/kota dengan angka cakupan tertinggi yaitu Deli Serdang 1.326 kasus,

Medan sebanyak 1.068 kasus, Kabupaten Simalungun sebanyak 736

kasus.Berdasarkan Profil Kesehatan Puskesmas Kecamatan Medan Tuntungan

pada bulan Januari hingga desember 2021 terdapat 39 kasus. Jumlah ini

mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2020 yaitu 33 kasus dan 1 kematian.

Menurut penelitian Dameria, dkk (2018) bahwa ada beberapa penyebab

terjadinya kasus DBD di kecamatan Medan Tuntungan yaitu kurangnya

pengetahuan tentang menutup dan membersihkan tempat penampungan air serta

sikap dan perilaku masyarakat yang sering menggantungkan pakaian pada

sembarang tempat serta melihat langsung ke lapangan dalam melaksanakan

fogging di beberapa rumah tangga yang terkena kasus DBD ditemukan rumah

penduduk yang masih membuang sampah sembarangan seperti barang-barang

bekas yang tidak digunakan sehingga lingkungan sekitar rumah terlihat tidak

terawat terutama pada saluran pembuangan air limbah yang dimana sebagai

tempat berkembangbiaknya jentik-jentik nyamuk di sekitar rumah.

Berdasarkan penelitian (Hutri Verenia Tamengkel. Dkk) ditemukan


beberapa faktor risiko DBD, dimana faktor risiko yang ditemukan adalah faktor
lingkungan (perubahan iklim), faktor agen penyebab, vektor dan faktor pejamu
yaitu berupa tingkat kesadaran dan pengetahuan masyarakat yang kurang dan
menurut (Kaparang et al 2019) DBD juga masih dipengaruhi oleh faktor dari host
(penjamu) seperti perilaku masyarakat. Berdasarkan latar belakang tersebut
maka perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan pengetahuan, sikap dan
perilaku masyarakat dengan kejadian DBD di Kecamatan Medan Tuntungan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari

penelitian ini adalah “apakah terdapat hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku

masyarakat dengan terjadinya penyakit DBD”.


1.3 Hipotesis Penelitian

Ha: terdapat hubungan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat

dengan kejadian DBD di Kecamatan Medan Tuntungan

Ho: tidak terdapat hubungan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat

dengan kejadian DBD di Kecamatan Medan Tuntungan.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan

perilaku masyarakat dengan kejadian DBD di Kecamatan Medan Tuntungan.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui data karakteristik responden yang terdiri dari usia, jenis

kelamin, pendidikan terakhir.

2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pengetahuan, sikap dan perilaku


masyarakat di Kecamatan Medan Tuntungan tentang DBD.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan kemampuan

peneliti tentang hubungan pengetahuan,sikap dan perilaku masyarakat dengan

kejadian DBD.
5
1.5.2 Tenaga Kesehatan

Sebagai bahan informasi dan masukan bagi tenaga Kesehatan mengenai

Pengetahuan, Sikap dan Perilaku masyarakat dengan kejadian Demam Berdarah

Dengue, Sehingga dapat di jadikan bahan penyuluhan untuk mencegah dan

memberantas penyakit DBD.

1.5.3 Masyarakat

Memberikan wawasan dan kesadaran akan pentingnya melakukan

pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD dengan cara melakukan 3M PLUS.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.1.1 Definisi DBD

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang memiliki

manifestasi klinis demam, nyeri otot, nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,

limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik yang dapat menimbulkan

renjatan/syok bahkan kematian ( chen et al,2014).9

Ciri-ciri nyamuk Aedes Aegypti :

Memiliki sayap dan badan bergaris-garis putih atau belang- belang.

Bersarang dan bertelur pada air jernih yang tidak beralaskan tanah yaitu bak

mandi, tempayan,drum, tempat minum burung, ban bekas. Menghisap pada siang

hari. Jarak terbang kurang lebih 100m. Mampu bertahan dalam suhu panas dan

kelembaban tinggi. Nyamuk betina memiliki sifat “multiple biters” (nyamuk

betina hanya menggigit Sebagian orang karna sebelum kenyang nyamuk akan

berpindahtempat).

2.1.2 Etiologi DBD

DBD disebabkan oleh virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus

famili Flaviviridae. Flavivirus adalah virus dengan diameter 30 nm yang terdiri


dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. Ada 4 serotipe

virus, DEN1, DEN2, DEN3, dan DEN4 yang semuanya dapat menyebabkan
DBD. Keempat serotipe tersebut ditemukan di indonesia, dimana DEN3 sebagai

serotipe yang paling umum. Ada reaksi silang antara serotipe dengue dan

flavivirus lainnya seperti demam kuning, ensefalitis jepang, dan virus west Nile.

2.1.3 Epidemiologi DBD

Menurut (WHO), perkembangan kasus demam berdarah meningkat di seluruh

dunia. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa antara tahun 1954 hingga

1959 terdapat 980 kasus di hampir 100 negara, dan antara tahun 2000 hingga 2009

terdapat 1.016.612 kasus di hampir 60 negara (Kemenkes RI, 2017). DBD tersebar

luas di Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan Karibia. Indonesia merupakan daerah

endemis. Angka kejadian DBD di Indonesia berkisar antara 6-15 per 100.000

penduduk (1989-1999) dan pada tahun 1998 terjadi peningkatan berkisar 35 per

100.000 penduduk selama kejadian luar biasa, sedangkan kematian akibat DBD

cenderung menurun sekitar 2% tahun 1999. 11Di Indonesia pada tahun 2016 kasus

DBD sebanyak 204.171 kasus dan mengalami penurunan Pada tahun 2017 menjadi

68.407 kasus. Pada tahun 2018 sebanyak 65.602 kasus. Pada tahun 2019

(Januari-Juli 2020) terdapat 71.663 pasien DBD di Indonesia yang tersebar di 34

provinsi dan 459 pasien meninggal.Jumlah kasus DBD sejak akhir tahun 2009

hingga Desember 2019 mencapai 110.921 kasus (Kemenkes RI,2019).

Penyebaran virus dengue disebab kan oleh beberapa faktor yaitu agent (virus),

host dan lingkungan (suhu, kelembapan, curah hujan).

1. Agent (Virus Dengue)


Agen penyebab penyakit DBD adalah virus Dengue dari genus Flavivirus

(Arbovirus Grup B). Virus ini berukuran 50 NM dan mengandung RNA untai

tunggal sebagai genom. Dikenal ada empat serotipe virus dengue yaitu DEN-1.

DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Virus dengue ini memiliki masa inkubasi yang tidak

terlalu lama yaitu antara 3-7 hari, virus akan terdapat didalam tubuh manusia.

Dalam masa tersebut penderita merupakan sumber penular penyakit DBD.

2. Faktor Pejamu (Host)

Faktor pejamu yaitu orang yang memiliki peluang besar terkena penyakit DBD dan

pejamu pertama yang diketahui virus tersebut. Virus bersirkulasi dalam darah

manusia yang terinfeksi sehingga mengalami demam. Hanya nyamuk Aedes

aegypti betina yang dapat menularkan virus dengue dan menimbulkan gejala

demam berdarah. Faktor yang berhubungan dengan penularan DBD dari vektor

nyamuk ke manusia antara lain faktor perilaku. Salah satu perilaku sehat yaitu

bertindak proaktif untuk menjaga dan mencegah risiko penyakit dan melindungi

dari ancaman penyakit (Ifada & Puspitasari, 2016).

3. Faktor Lingkungan

Salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi peningkatan kejadian

DBD yaitu musim hujan. Musim hujan di negara tropis menyebabkan munculnya

beberapa organisme penyebab penyakit seperti virus, bakteri, jamur, dan parasit.

Udara lembab beserta hujan menyebabkan organisme tersebut tumbuh semakin

subur dan menyebar dengan sangat cepat. Akibatnya, muncul sejumlah penyakit

berbahaya yang khas untuk negara-negara tropis, salah satunya penyakit DBD

(Helly et al.,2016).14

2.1.4 Klasifikasi DBD

Berdasarkan buku ajaran ilmu penyakit dalam Klasifikasi Demam Berdarah


Dengue dibagi menjadi 4 derajat yaitu:

Derajat Gejala Laboratorium

Demam Dengue Demam disertai 2 atau Leukopenia, Serologi

lebih tanda: sakit kepala, trombositopenia, Dengue Positif


nyeri retro- orbital, bukti kebocoran
myalgia, artralgia. plasma.

DBD 1 Gejala diatas ditambah uji Trombositopenia

bending positif. (<100.000

/ul) bukti ada


kebocoran plasma

DBD 2 Gejala diatas Trombositopenia

ditambah perdarahan (<100.000/ul) bukti


spontan. ada kebocoran
plasma

DBD 3 Gejala di atas di tambah Trombositopenia

kegagalan sirkulasi (kulit (<100.000/ul) bukti


dingin dan dan lembab ada kebocoran
serta plasma

gelisah).

2.1.5 Diagnosis DBD

Tanda dan gejala DBD pada fase awal sangat menyerupai demam

dengue, tanda dan gejala yang karakteristik berupa tanda kebocoran plasma baru

timbul beberapa hari kemudian. Oleh karena itu pada pasien dengan diagnosis

klinis demam dengue yang ditegakkan pada saat masuk, baik yang kemudian

diperlakukan sebagai pasien rawat jalan maupun rawat inap, masih perlu

dievaluasi lebih lanjut apakah hanya demam dengue atau menyerupai demam

berdarah dengue fase awal. Pasien DBD memiliki risiko untuk mengalami syok,

sehingga harus menjalani rawat inap dengan tatalaksana yang berbeda dari demam

dengue (Sri Rezeki Hadinegoro, 2014).

A. Manifestasi Klinis

- Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi,terus-menerus

- Adanya manifestasi perdarahan baik yang spontan seperti petekie, purpura,


ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena; maupun
berupa uji torniquet positif, jika terdapat lebih dari 10petekie.

- Trombositopenia(Trombosit≤100.000/mm3).

- Terdapat kebocoran plasma (plasma leakage) karna adanya peningkatan


permeabilitas vaskular yang ditandai salah satu atau lebih tanda berikut:
Peningkatan hematokrit/hemokonsentrasi ≥ 20% dari nilai baseline atau penurunan
sebesar itu pada fasekonvalesens. Efusipleura, asites atau hipoproteinemia
/hipoalbuminemia.

- Hepatomegali ( Pembesaran Hati)


Pembesaran hati biasanya ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi dari
hanya sekedar dapat diraba (just palpable) 2-4 cm di bawah lengkungan iga kanan
dan dibawah procesus xifoideus.

B. Pemeriksaan Laboratorium

Hematologi

a. Leukosit

- Jumlah leukosit biasanya normal, namun biasanya menurun dengan dominasi


selneutrofil.

- Peningkatan jumlah sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru (LPB)> 4%
di darah tepi yang umum nyadi temukan pada hari sakit ketiga hingga ketujuh.
b. Hematokrit

Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan terdapat kebocoran pembuluh

darah. Pemeriksaan hematrokrit antara lain dengan mikro-hematokrit centrifuge.

Nilai normal hematokrit:

• Anak-anak : 33 - 38vol%

• Dewasa laki-laki : 40 - 48vol

• Dewasa perempuan : 37 - 43vol%


Untuk pusesmas yang tidak ada alat untuk pemeriksaan Ht, dapat

dipertimbangkan nilai Ht = 3 x kadar Hb.

c. Trombosit
Pemeriksaan trombosit antara lain dapat dilakukan dengan cara:

Jumlah trombosit ≤100.000/µl biasanya ditemukan diantara hari ke 3-7 sakit.

Pemeriksaan trombosit perlu diulang setiap 4-6 jam sampai terbuktibahwa jumlah

trombosit dalam batas normal atau keadaan klinis penderita sudah membaik.

Serologis Pemeriksaan serologis didasarkan atas timbulnya antibodi pada

penderita terinfeksi virus Dengue.

Uji Serologi Hemaglutinasi Inhibisi (Haemaglutination InhibitionTest)


Pemeriksaan HI sampai saat ini dianggap sebagai uji baku emas (gold standard).

Namun pemeriksaan ini memerlukan 2 sampel darah (serum) dimana specimen

harus diambil pada fase akut dan fase konvalensen (penyembuhan), sehingga tidak

dapat memberikan hasil yang cepat.

a. ELISA(IgM/IgG)

Infeksi dengue dapat dibedakan sebagai infeksi primer atau sekunder dengan

menentukan rasio limit antibodi dengue IgM terhadap IgG. Dengan cara uji

antibodi dengue IgM dan IgG, uji tersebut dapat dilakukan hanya dengan

menggunakan sampel darah (serum) saja,yaitu darah akut sehingga hasil cepat

didapat. Saat ini tersedia Dengue Rapid Test dengan prinsip pemeriksaan

ELISA.

C. Pemeriksaan Radiologi

Pada foto toraks posisi “Right Lateral Decubitus” dapat mendeteksi adanya efusi

pleura minimal pada paru kanan. Sedangkan asites, penebalan dinding kandung

empedu dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan ultrasonografi

(USG).
2.1.6 Tatalaksana DBD

Tatalaksana Pasien DBD Tanpa Syok

Adanya peningkatan permeabilitas kapiler dapat menyebabkan perembesan

plasma dan gangguan hemostasis. Oleh karna itu keberhasilan tatalaksana DBD

tergantung pada mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of

defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan sirkulasi,

dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma dan

gangguan hemostasis.

Prognosis pada kasus DBD terletak pada bagian pengenalan awal terjadinya

perembesan plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit. Fase

kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan jumlah

trombosit sampai

≤100.000/µl atau kurang dari 1-2 trombosit/Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb)

terjadi sebelum peningkatan hematokrit dan sebelum terjadi penurunan suhu.

Peningkatan hematokrit

≥20% mencerminkan perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk

pemberian cairan. Larutan garam isotonik atau kristaloid sebagai cairan awal

pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit.

Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus

dan penurunan jumlah trombosit <50.000/µl. Penyakit Demam Berdarah Dengue

dibagi menjadi 3 fase yaitu fase demam, fase kritis dan fase penyembuhan

(konvalesens):
A. Fase Demam

Tatalaksana Demam Berdarah Dengue fase demam tidak berbeda dengan

tatalaksana Demam Dengue, bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian

cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan

oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka

cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang- kadang diperlukan,

tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lamademam

pada Demam Berdarah Dengue.

B. Fase Kritis

Periode kritis merupakan waktu transisi, dimana saat suhu turun umumnya pada

hari ke 3-5 fase demam. Pada fase ini memungkinkan terjadi syok pada pasien

maka dibutuh kan pengawasan ketat. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala

adalah pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk mengawasi hasil pemberian

cairan yang menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan

cairan intravena. Hemokonsentrasi umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan

tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit wajib diperiksa paling sedikit satu kali

sejak hari ketiga sakit hingga suhu normal kembali. Jika sarana pemeriksaan

hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai

alternatif walaupun tidak terlalu sensitif. Jika tidak ada alat pemeriksaan HT

seperti di puskesmas, dapat dipertimbangkan dengan menggunakan Hb dengan

estimasi nilai Ht = 3x kadarHb.

- Penggantian Volume Plasma

Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase

penurunan suhu (fase afebris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya

adalah mengganti dengan volume plasma yang telah hilang. Walaupun demikian,
penggantian cairan harus diberikan dengan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal

dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering

(setiap 30-60 menit). Tetesan berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda

vital, kadar hematokrit, dan jumlah volume urin. Secara umum volume yang

dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah5-8%.

- Cairan intravena diperlukan apabila:

1. Anak muntah terus menerus dan tidak mau minum, demam tinggi sehingga

tidak mungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi

sehingga mempercepat terjadinya syok,

2. Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah

cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan

elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCI 0,45%. Bila

terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46%, 1-2 ml/kgBB intravena

bolus perlahan-lahan.

- Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid/ NaCI 0,9% atau dekstrosa

5% dalam ringer laktat/NaCI 0,9%, 6-7 ml/kgBB/jam. Monitor tanda vital,

diuresis setiap jam dan hematokrit serta trombosit setiap 6 jam. Selanjutnya

evaluasi 12-24jam.

- Apabila selama observasi keadaan umum membaik yaitu anak nampak tenang,

tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup, dan kadar Ht

cenderung turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut, maka

tetesan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Apabila dalam observasi


selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam

dan akhirnya cairan dihentikan setelah 24-48 jam.

- Kristaloid: Larutan ringer laktat (RL), Larutan ringer asetat (RA), Larutan

Garam Faali (GF), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL),

Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/ RA), Dekstrosa 5%

dalam1/2larutangaram faali (D5/1/2LGF)

(Catatan: Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA, tidak boleh

larutan yang mengandung dekstosa). - Koloid: Dekstran 40, Plasma, Albumin,

Hidroksil etil starch 6%,gelafundin.

C. Fase Penyembuhan/Konvalesen

Pada fase ini, di daerah esktremitas akan muncul ruam konvalesen/sekunder.

Ketika memasuki fase penyembuhan ini Perembesan plasma akan berhenti, saat

terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali ke dalam intravaskuler. Jika pada

saat itu cairan tidak dikurangi, maka dapat menyebabkan edema palpebra, edema

paru dan distres pernafasan.

2.1.7 Pengendalian dan Pemberantasan DBD

Pengendalian vektor merupakan salah satu cara mengendalikan penyakit yang

ditularkan oleh vektor penyakit, seperti nyamuk Aedes aegypty. Dimana ada

beberapa Pengendalian yang dapat di lakukan seperti:

1. Pengendalian Secara Fisik/Mekanik

Pengendalian fisik adalah pilihan yang paling utama dalam pengendalian vektor

Demam Berdarah Dengue dengan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)

yaitu dengan cara menguras bak mandi/bak penampungan air, menutup rapat- rapat
tempat penampungan air dan memanfaatkan kembali/mendaur ulang barang bekas

yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan jentik nyamuk (3M).

2. Pengendalian Secara Biologi

Pengendalian yang dapat mengurangi populasi nyamuk menggunakan agent

biologis seperti memelihara ikan pemakan jentik (cupang, tampalo, gabus, guppy,

dll).

3. Pengendalian Secara Kimiawi

Pengendalian vektor cara kimiawi dapat dilakukan menggunakan insektisida


dimana Sasaran insektisida adalah stadium dewasa dan pra-dewasa.

4. Pengendalian SecaraTerpadu

Pengendalian vektor terpadu merupakan pengendalian vektor dengan cara

memadukan berbagai metode baik fisik, biologi dan kimia, yang dilakukan secara

bersama-sama.

Pelaksanaan Pemusnahan Sarang Nyamuk 3M Plus dengan “Gerakan Satu


Rumah Satu Jumantik”. Upaya tersebut antara lain:

1. Menguras yaitu membersihkan tempat-tempat yang biasa digunakan seperti

tempat penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air

minum, dan tempat penampungan air di lemari es dan dispenser.

2. Menutup adalah penutupan tempat penampungan air seperti tong, kendi, dan

menaraair.

3. Mengubur atau daur ulang produk bekas yang berpotensi menjadi sarang

nyamuk Aedes.
Ada pun “plus” yang dimaksud merupakan bentuk pencegahan terhadap gigitan
nyamuk, seperti: Menyemprotkan atau meneteskan larvasida ke dalam
penampungan yang sulit dibersihkan, Penggunaan obat nyamuk penggunaan
kelambu saat tidur. Memelihara ikan yang memakan jentik nyamuk. Menanam
tanaman pengusir nyamuk, Mengatur pencahayaan dan ventilasi rumah, Tidak
menggantungkan pakaian di sekitar rumah yangbisa menjadi tempat peristirahatan
nyamuk, Menggunakan air pancuran untuk mengurangi penggunaan bak mandi.

2.2 Pengetahuan

2.2.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan atau knowledge adalah hasil penginderaan manusia atau hasil

tahu seseorang terhadap suatu objekmelalui pancaindra yang dimilikinya. Panca

indra manusia guna penginderaan terhadap objek yakni penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan perabaan. Pada waktu penginderaan untuk menghasilkan

pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh intensitas perhatiandan persepsi terhadap

objek. Pengetahuan seseorang sebagian besar diperoleh melalui indra pendengaran

dan indra penglihatan (Notoatmodjo, 2014).

2.2.2 Tingkatan Pengetahuan

Sedangkan menurut Daryanto dalam Yuliana (2017), pengetahuan seseorang

terhadap objek mempunyai intensitas yang berbeda-beda, dan menjelaskan bahwa

ada enam tingkatan pengetahuan yaitu sebagai berikut:

1. Pengetahuan (Knowledge)

Tahu diartikan sebagai recall (ingatan). Seseorang dituntut untuk mengetahui

fakta tanpa dapat menggunakannya.

2. Pemahaman (Comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu, tidak sekedar dapat

menyebutkan, tetapi harus dapat menginter pretasikan secara benar tentang

objek yang diketahui.

3. Penerapan (Application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek tersebut dapat

menggunakan dan mengaplikasikan prinsip yang diketahui pada situasi yang

lain.

4. Analisis (Analysis)

Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang telah ada. Sintesis menunjukkan suatu kemampuan

seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang

logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.

5. Sintesis (Synthesis)

Suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi- formulasi

yang telah ada. Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk

merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari

komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.

6. Penilaian (Evaluation)

Yaitu suatu kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap suatu

objek tertentu didasarkan pada suatu kriteria atau norma-norma yang berlaku

dimasyarakat.

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan


Menurut Fitriani dalam Yuliana (2017) faktor-faktor yang mempengaruhi

pengetahuan adalah sebagai berikut:

2.2.3.1 Pendidikan mempengaruhi proses dalam belajar, semakin tinggi

pendidikan seseorang, maka semakin mudah seseorang tersebut untuk

menerima sebuah informasi. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh

di pendidikan formal, akan tetapi dapat diperoleh juga pada pendidikan non

formal. Pengetahuan seseorang terhadap suatu objek mengandung dua aspek

yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini menentukan sikap

seseorang terhadap objek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari objek

yang diketahui akan menumbuhkan sikap positif terhadap objek tersebut.

Pendidikan tinggi seseorang didapatkan informasi baik dari orang lain

maupun media massa. Semakin banyak informasi yang masuk, semakin

banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan.

2.2.3.2 Media massa/sumber informasi Informasi yang diperoleh baik dari

pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengetahuan jangka

pendek (immediatee impact), sehingga menghasilkan perubahan dan peningkatan

pengetahuan. Kemajuan teknologi menyediakan bermacam-macam media massa

yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang informasi baru. Sarana

komunikasi seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, penyuluhan, dan lain-lain

yang mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan

orang.

2.2.3.3 Sosial budaya dan Ekonomi Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan

seseorang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau tidak.

Status ekonomi seseorang juga akan menentukan ketersediaan fasilitas yang


diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi akan

mempengaruhi pengetahuan seseorang.

2.2.3.4 Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu baik

lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap

proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada pada

lingkungan tersebut. Hal tersebut terjadi karena adanya interaksi timbal balik

yang akan direspon sebagai pengetahuan.

2.2.3.5 Pengalaman, Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman

pribadi ataupun pengalaman orang lain. Pengalaman ini merupakan suatu cara

untuk memperoleh kebenaran suatu pengetahuan.

2.2.3.6 Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.

Bertambahnya usia akan semakin berkembang pola pikir dan daya tangkap

seseorang sehingga pengetahuan yang diperoleh akan semakin banyak.

2.3 Perilaku

Merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang

bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas

dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas

(Notoatmodjo,2012). Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap

stimulus atau rangsangan dari luar (Notoatmodjo, 2012).Teori ini disebut teori S-

O-R (stimulus-organisme-respon) (Skiner dalam notoatmodjo, 2012).

1. Perilaku Tertutup (Convert Behavior)


Perilaku tertutup adalah reaksi seseorang terhadap stimulus dalam bentuk

tersamar atau tertutup (dikonversi). Reaksi atau tanggapan terhadap

rangsangan ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan,

kesadaran dan sikap yang dialami oleh mereka yang menerima rangsangan,

dan tidak dapat diamati dengan jelas oleh orang lain.

2. Perilaku Terbuka (Overt Behavior)

Reaksi seseorang terhadap suatu stimulus berupa tindakan yang nyataatau

terbuka. Dimana respon terhadap stimulus tersebut tampak dalam bentuk

tindakan atau praktik yang dapat dengan mudah diamati atau dilihat oleh

orang lain

2.4 Sikap

Sikap merupakan suatu ekpresi perasaan seseorang yang merefleksikan

kesukaannya atau ketidak sukaannya terhadap suatu objek. (Damiati, dkk (2017

p.36). Sikap merupakan ungkapan perasaan konsumen tentang suatu objek apakah

disukai atau tidak, dan sikap juga menggambarkan kepercayaan konsumen

terhadap berbagai atribut dan manfaat dari objek tersebut (Sumarwan (2014

p.166).

Sikap dibagi kedalam lima kelompok. Kelima kelompok besar kategori

disajikan di bawah ini, dimulai dari yang paling sederhana sampai dengan yang

paling kompleks (Dick dan Carey, 2009; Suparman, 2012; Sukardi, 2012).

3. Menerima (Receiving)

Menerima adalah mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan atau

kemampuan untuk menunjukkan atensi dan penghargaan terhadap orang lain

(Notoadmojo, 2007). Sedangkan Suparman (2012) berpendapat bahwa


menerima meliputi kesadaran akan adanya suatu sistem nilai, ingin menerima

nilai dan memperhatikan nilai tersebut.

4. Merespon(Responding)

Merespon adalah kemampuan berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan

selalu termotivasi untuk segera bereaksi dan mengambil tindakan atas suatu

kejadian. Pemberian respon meliputi sikap ingin merespons terhadap sistem,

dan puas dalam memberi respon.

5. Menghargai (Valuing)

Menghargai adalah kemampuan menunjukkan nilai yang dianut untuk

membedakan mana yang baik dan kurang baik terhadap suatu kejadian atau

obyek, dan nilai tersebut diekspresikan melalui perilaku.

6. Mengorganisasi (Organization)

Mengorganisasi merupakan kemampuan membentuk sistem nilai dan budaya

organisasi dengan mengharmoniskan perbedaan nilai.

7. Karakterisasi (Characterization)

Karakterisasi adalah kemampuan mengendalikan perilaku berdasarkan nilai

yang dianut dan memperbaiki hubungan interpersonal dan sosial. Karakteristik

meliputi perilaku secara terus menerus sesuai dengan sistem nilai yang telah

diorganisasikan.

8. Merespon (Responding)

Merespon adalah kemampuan berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan

selalu termotivasi untuk segera bereaksi dan mengambil tindakan atas suatu
kejadian. Pemberian respon meliputi sikap ingin merespons terhadap sistem,

dan puas dalam memberi respon.

9. Menghargai (Valuing)

Menghargai adalah kemampuan menunjukkan nulai yang dianut untuk

membedakan mana yang baik dan kurang baik terhadap suatu kejadian atau

obyek, dan nilai tersebut diekspresikan melaluiperilaku.

10.Mengorganisasi(Organization)

Mengorganisasi merupakan kemampuan membentuk sistem nilai dan budaya

organisasi dengan mengharmoniskan perbedaan nilai.

11.Karakterisasi (Characterization)

Karakterisasi adalah kemampuan mengendalikan perilaku berdasarkan nilai

yang dianut dan memperbaiki hubungan interpersonal dan sosial. Karakteristik

meliputi perilaku secara terus menerus sesuai dengan sistem nilai yang telah

diorganisasikan.

2.5 Kerangka Teori

Faktor yang Masyarakat


mempengaruhi Kecamatan Medan
terjadinya DBD: Tuntungan
Pengetahuan
Sikap
Perilaku
Agen (Virus
penyebab) Kejadian Demam
Faktor pejamu Berdarah Dengue.
(host)
Faktor

2.7 Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka keranka konsep dalam

penelitian ini adalah:


Variabel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan
Sikap DBD
Perilaku
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif analitik dengan desain cross

sectional.

3.2 Tempat dan WaktuPenelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Medan Tuntungan

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari – Maret 2022

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah masyarakat yang ada di Kecamatan Medan

Tuntungan.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini adalah populasi yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi.

Besar sampel pada penelitian ini didapat menggunakan (Notoatmodjo 2010):

n = 99,89 = 100 sampel

Dimana :

n ; Besar Sampel

N : Besar Populasi (97.249)22

e : Batas Toleransi kesalahan ditetapkan 10%


27

3.4 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi

3.4.1 Kriteria Inklusi


1. Berada di Kecamatan Medan Tuntungan

2. Laki-laki dan perempuan berusia > 18tahun

3. Bersedia menjadi responden

3.4.2 Kriteria Eksklusi


1. Mengalami gangguan jiwa

2. Buta huruf

3.5 Metode Pengumpulan Data

3.5.1 Jenis Data

- Data primer adalah masyarakat yang bertempat tinggal di Medan Tuntungan.

- Data sekunder adalah data yang diperoleh dari Puskesmas Kecamatan Medan

Tuntungan.

3.5.2 Cara Pengumpulan Data

- Peneliti meminta surat pengantar penelitian kepada FK Universitas HKBP

Nommensen Medan.

- Peneliti mengurus surat izin penelitian kepada Dinas Kesehatan Medan.

- Peneliti mendatangin dan memilih sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi dan

ekslusi.

- Memberi penjelasan kepada responden dan informedconsent.

- Pengumpulan data dan analisis data.

3.6 Metode Analisis Data

1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan distribusi proporsi

sosiodemografi yaitu jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir serta

mendeskripsikan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat Kecamatan Medan

Tuntungan.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap

dan perilaku dengan kejadian DBD pada masyarakat Kecamatan Medan Tuntungan.

Analisis ini menggunakan metode Chi-square dengan kemaknaan

0,05. Interpretasi pada uji chi- square, apabila:

- Nilai p < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima (signifikan).

- Nilai p > 0,05 maka Ho gagal ditolak (tidak signifikan).

3.7 Definisi Operasional

N O Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Skala

Operasional

1. Demam Kejadian penyakit Kuesioner Pernah Nominal

Berdarah DBD yang Tidak


Dengue dinyatakan positif
berdasarkan uji
(DBD) laboratorium dan
diagnosa dokter.
29
2. Pengetahuan Segala sesuatu Kuesioner * Baik > 75% Ordinal
yang
jawaban benar
diketahui oleh
masyarakat * Cukup
mengenai DBD,
baik yang didapat (40%-75%)
secara formal
maupun informal * Kurang
seperti penyebab,
cara penularan, <40%
pencegahan
jawaban benar

Nilai maksimal

= 20.

Nilai jawaban
nomor 1,5,6

adalah A:1, B: 1,

C: 1, D: 0. Nilai

jawaban nomor

7,8,9 adalah

A:1, B: 0, C: 1,

D: 0. Nilai

jawaban nomor

2,3,4 adalah

A:1, B: 0, C: 0,

D: 0. Nilai

jawaban nomor

10 adalah

A:1, B: 1, C: 0,
D: 0.
3. Sikap Tanggapan setuju/ Kuesioner Baik Ordinal

tidak setuju >75%

responden jawaban benar


mengenai
* Cukup
Tindakan 56%-

pencegahan dan 75%

penanganan Kurang
penyakit
<56% jawaban

benar
DBD

Nilai maksimal

= 20.

Nilai jawaban

nomor 1, 2, 3,

8, 9, 10.

adalah Setuju:

2,

Tidak Setuju:
0. Nilai
jawaban nomor
4, 5, 6,

7. adalah

Setuju: 0,

Tidak Setuju:
31
2.
4. Perilaku Tindakan atau praktek Kuesioner *Sangat baik Ordinal
jika
responden dalam
melakukan Pencegahan jawaban benar
DBD dan pemberantasan
nyamuk penyebab DBD. >80%

*Baik jika

jawaban

benar

60%-80%

*Cukup

jika

jawaban

benar

40%-

59,99%

*Kurang

baik jika

jawaban

benar

20%-

39,99%

Nilai maksimal
=

20.

Nilai jawaban

nomor 1, 3, 4, 5,
6, 7, 8, 9, 10

adalah A: 2, B:

0.

Nilai jawaban
nomor 2 adalah
A: 0, B: 2.
5. Usia Lama hidup responden yang Kuesioner 18-25 Nominal

dihitung sejak lahir 26-35


sampai waktu mengisi
kuesioner. 36-45

46-55

56-65
6. Jenis kelamin Jenis kelamin responden yang Kuesioner Laki-laki Nominal

ditelit Perempuan
i
7. Pendidikan Pendidikan terakhir dari Kuesioner SD SMP Ordinal
SMAS1
terakhir respon den yang diteliti
S2
33

Anda mungkin juga menyukai