[go: up one dir, main page]

0% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
221 tayangan17 halaman

Uji Tekuk pada Bambu Petung

Dokumen tersebut membahas tentang teori dasar uji buckling pada bambu petung. Secara singkat, dokumen menjelaskan tujuan uji buckling untuk mengetahui perilaku dan kekuatan tekuk bambu, serta mendefinisikan beberapa istilah terkait uji buckling seperti face bend, root bend, dan side bend.

Diunggah oleh

Indra Surya
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
221 tayangan17 halaman

Uji Tekuk pada Bambu Petung

Dokumen tersebut membahas tentang teori dasar uji buckling pada bambu petung. Secara singkat, dokumen menjelaskan tujuan uji buckling untuk mengetahui perilaku dan kekuatan tekuk bambu, serta mendefinisikan beberapa istilah terkait uji buckling seperti face bend, root bend, dan side bend.

Diunggah oleh

Indra Surya
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 17

BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang


Uji Buckling merupakan proses dimana struktur material tidak mampu
untuk mempertahankan bentuk aslinya, sedemikian rupa berubah bentuk
dalam rangka menemukan keseimbnagan baru. Konsekuensi buckling pada
dasarnya adalah masalah geometrik dasar, dimana terjadi lendutan besar
sehingga mengubah bentuk struktur. Fenomena tekuk dpat terjadi pada
sebuah kolom, lateral buckling balok, pelat dan shell. Dalam pengujian,
buckling ditandai dengan kegagalan pada struktur karena mengalami tekanan
yang tinggi, dimana tegangan aktual pada titik kegagalan kurang dari tekanan
yang mampu ditahan oleh material.

I.II Tujuan Percobaan


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku tekuk
(buckling) pada bambu petung bentuk bilah dan untuk mengetahui kekuatan
tekuk (buckling) hasil eksperimen dengan hasil teori (menggunakan
persamaan tetmayer, euler,

I.III Sistematika Penulisan


BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, tujuan percobaan, sistematika penulisan.
BAB II DASAR TEORI
Berisi tentang teori dasar uji tekuk (buckling)
BAB III ALAT DAN BAHAN
Berisi tentang peralatan dan prosedur percobaan
BAB IV TUGAS DAN PERTANYAAN
Berisi tentang tugas pertanyaan dan jawaban
BAB V DATA DAN PERHITUNGAN
Berisi tengtang analisa, kesimpula dan daftar pustaka
BAB II
TEORI

II.I Teori Dasar


Pengertian Uji tekuk (bending test) merupakan salah satu bentuk
pengujian untuk menentukan mutu suatu material secara visual. Proses
pembebanan menggunakan mandrel atau pendorong yang dimensinya telah
ditentukan untuk memaksa bagian tengah bahan uji atau spesimen tertekuk
diantara dua penyangga yang dipisahkan oleh jarak yang telah ditentukan.
Selanjutnya bahan akan mengalami deformasi dengan dua buah gaya
yang berlawanan bekerja pada saat yang bersamaan. Dalam pemberian beban
dan penentuan dimensi mandrel ada beberapa faktor yang harus diperhatikan,
yaitu:
1. Kekuatan tarik ( Tensile Strength ).
2. Komposisi kimia dan struktur mikro terutama kandungan Mn dan C
pada material.
3. Tegangan luluh ( Yield Stress ).

Gambar 2.1 Pengujian tekuk pada bahan uji

Setelah menekuk, permukaan spesimen yang berbentuk cembung harus


diperiksa dari kemungkinan adanya retak atau cacat permukaan yang lain.
Apabila spesimen mengalami patah (fracture) setelah ditekuk, maka spesimen
dinyatakan gagal uji (rejected). Namun jika tidak patah maka kriteria
keberterimaan seperti jumlah retak, dimensi retak atau cacat permukaan lain
yang terlihat pada permukaan harus disesuaikan dengan standar yang diacu.
Adanya retak pada sisi ketebalan atau sudut-sudut spesimen tidak dinyatakan
sebagai kegagalan pengujian. Kecuali dimensinya melebihi ukuran yang
ditentukan oleh standar.
Berdasarkan posisi pengambilan spesimen, uji tekuk bending dibedakan
menjadi 2, yaitu transversal bending dan longitudinal bending. Apabila kedua
jenis pengujian tersebut digunakan pada benda hasil pengelasan, maka
pemotongan area pengelasan harus disesuaikan dengan jenis pengujiannya.
Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui kualitas hasil pengelasan secara
visual setelah benda ditekuk.

1. Pengujian Tekuk Melintang (Transversal Bending).


Pada transversal bending, saat pengambilan specimen harus tegak lurus
dengan arah pengelasan. Menurut arah pembebanan dan lokasi
pengamatan, Uji Tekuk Melintang( transversal bending) dibagi menjadi
tiga:
a. Face Bend (Bending di permukaan las).
Dikatakan face bend jika permukaan las mengalami tegangan tarik
dan akar las mengalami tegangan tekan. Pengamatan dilaksanakan pada
permukaan las yang mengalami tegangan tarik, apakah muncul retak
atau tidak. Jika muncul retak dimanakah letaknya, apakah di weld
metal, HAZ atau fusion line (garis perbatasan WM dan HAZ).

Gambar 2.2 Pengujian tekuk face bend

b. Root Bend ( Bending di akar las ).


Root bend adala akar las mengalami tegangan tarik dan permukaan
las mengalami tegangan tekan. Pengamatan dilakukan di akar las yang
mengalami tegangan tarik, lalu diamati apakah muncul retak atau tidak.
Jika muncul retak dimanakah letaknya, apakah di weld metal. HAZ atau
fusion line (yaitu garis perbatasan WM dan HAZ)

Gambar 2.3 Pengujian tekuk root bend

c. Side Bend ( Bending di sisi las ).


Pengujian ini dilaksanakan apabila ketebalan material yang di las
lebih besar dari 3/8 inchi. Pengamatan dilakukan pada sisi las tersebut,
apakah timbul retak atau tidak. Jika muncul retak amati dimanakah
letaknya, apakah di weld metal, HAZ atau di fusion line (garis
perbatasan WM dan HAZ).

Gambar 2.4 Pengujian tekuk side bend

2. Pengujian Tekuk Memanjang (Longitudinal Bending)


Pada pengujian jenis ini, spesimen diambil searah dengan arah
pengelasan berdasarkan arah pembebanan dan lokasi pengamatan.
Pengujian longitudinal bending dibagi menjadi dua :
a. Face Bend (Bending pada permukaan las)
Dikatakan face bend jika permukaan las mengalami tegangan tarik
dan akar las mengalami tegangan tekan. Pengamatan dilakukan di
permukaan las yang mengalami tegangan tarik, diamati apakah timbul
retak atau tidak. Jika timbul retak dimanakah letaknya, apakah di weld
metal, HAZ atau fusion line (garis perbatasan WM dan HAZ).

Gambar 2.5 Pengujian tekuk face bend

b. Root Bend (Bending pada akar las)


Root bend adalah bending yang dilakukan sehingga akar las
mengalami tegangan tarik dan dasar las mengalami tegangan tekan,
seperti yang ditunjukkan Gambar 6 Pengamatan dilakukan di akar las,
amati apakah muncul retak atau tidak. Jika muncul retak dimanakah
letaknya, apakah di Weld metal, HAZ atau di fusion line (yaitu garis
perbatasan WM dan HAZ).

Gambar 2.6 Pengujian tekuk root bend

1. Batasan Kelangsingan Elemen Penampang


Akibat tipisnya plat penyusun profil baja ringan, maka dilakukan
batasan terhadap nilai kelangsingan elemen baik badan maupun sayapnya.
Berdarkan CSA – S136 – M89 terdapat tiga buah kasus dalam batasan
kelangsingan elemen penampang ini yaitu :
1) Ketika W ≤ Wlim
2) Ketika W < W
dimana :
h
Web, Ww=
t
b
flonger, Wf =
t
kE
Wlim=0.644
√ f
dimana :
E : modulus elastisitas baja ringan ( 203000 Mpa )
F : nilai tegangan yang terjadi pada penampang (Mpa)
Fy : tegangan leleh penampang (MPa)
k : koefisien tekuk untuk elemen batang tertekan ( 4 )
t : tebal elemen (mm)
W : rasio lebar elemen
Ww : rasio lebar badan
Wf : rasio lebar sayap
Wlim : batas nilai rasio lebar
b : lebar sayap (mm)
h : lebar badan (mm)
Untuk elemen tekan, nilai rasio lebar elemennya dibatasi harus lebih
kecil dari 200, jika rasio lebar elemen lebih besar dari nilai tersebut, maka
penampang mendadi tidak efektif. W < 200
2. Desain Lebar Efektif
Ketika rasio lebar elemen melebihi batas rasio lebarnya, maka lebar
elemen dapat digantikan dengan lebar efektif. Lebar efektif dapat ditentukan
melalui perhitungan rasio lebar efektif, B. berdasar rasio lebar efektif dapat
ditentukan sebagai berikut :
Kondisi 1 :
W ≤ W lim
We = W
Kondisi 2 :
W ≥ W lim
0,208
kE ❑ f ≤ W
We=0,95 √ kE/ f 1−
W √ ❑
dimana :
We : rasio lebar efektif elemen ( badan / sayap )
E : modulus elastisitas baja ringan ( 203000 Mpa )
f : nilai tegangan yang terjadi pada penampang (Mpa)
Fy : tegangan leleh penampang (MPa)
k : koefisien tekuk untuk elemen penampang tertekan ( 4 )
t : tebal elemen (mm)
W : rasio lebar elemen
Wlim : batas nilai rasio lebar
3. Efektifitas Elemen Pengaku
Untuk elemen tekan dengan beberapa elemen pengaku, baik itu yang
diperkuat di antara badan dengan dua atau lebih pengaku atau diperkuat di
antara badan dan tepi pengaku dengan satu atau lebih pengaku. Pengaku
dapat diabaikan jika nilai Is ≥ Ia, berikut ini formulasi berdasarkan CSA –
S136 – M89 :
h
[ ]
Ia=5 ht 3 4 −26 t 4 ≥18 t 4
t

4
h h h
Is=5 ht 3=
[ astiff
−0.7(astiff )] ( )

50

dimana :
astiff : jarak antar pengaku (mm)
h : lebar elemen berpengaku (badan / sayap) (mm)
Ia : momen inersia elemen yang dianggap berpengaku (sayap/badan)
(mm4)
Is : momen inersia elemen yang berpengaku penuh (mm4)
t : tebal penampang (badan / sayap) (mm)
4. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
1) Jika jarak antar pengaku pada elemen profil sedemikian rupa sehingga
rasio lebar dari elemen pengaku lebih besar dari batas rasio lebarnya,
maka hanya dua pengaku (yang terdekat dari tiap badan) yang
diperhitungkan efektif.
2) Jika jarak antar pengaku dan tepi pengaku pada elemen badan
sedemikian rupa sehingga menyebabkan rasio lebarnya lebih besar
batas rasio lebarnya, maka hanya pengaku yang terdekat dari badan
yang diperhitungkan efektif.
3) Jika jarak antar pengaku sangat dekat, sehingga rasio lebar, sehingga
rasio lebar elemen profilnya tidak melebihi batas rasio lebarnya, maka
semua pengaku dapat diperhitungkan lebar efektifnya.
Menurut CSA-S236-M89 pengaku yang diperhitungkan secara efektif
akan mempengaruhi asumsi tebal elemen profil yang memiliki elemen
pengaku tersebut. Secara umum perhitungannya adalah sebagai berikut :

dimana :

Isf : momen inersia dari bagian luasan pengaku (mm4)


P : panjang perimeter dari elemen beberapa pengaku antar badan
atau dari badan sampai sisi pengaku (mm)
T : tebal elemen penampang (mm)
ts : asumsi tebal efektif elemen penampang akibat adanya elemen
pengaku (mm)
wm : lebar antar badan atau dari badan sampai sisi pengaku (mm)

5. Luas Penampang Efektif


Luas penampang efektif adalah luasan penampang yang murni
menahan gaya tekan yang terjadi tanpa mengalami leleh. Luas penampang
efektif berbanding terbalik dengan gaya aksial tekan. Semakin besar gaya
aksial tekan maka luas penampang efektif akan semakin kecil. Perhitungan
luas efektif penampang diperoleh dari penjumlahan luas efektif dari semua
elemen profil, baik badan maupun sayap. Sedangkan luas efektif harus
diperhatikan berdasarkan rasio lebar efektifnya yang diperhitungkan
berdasarkan syarat-syarat rasio lebarnya. Sehingga luas efektif elemen
adalah lebar efektif dikalikan dengan tebal efektif dari elemen tersebut.
Ae =∑ A ei

Aei =Beff t eff

dimana :
Ae : luas efektif penampang (mm2)
Aei : luas efektif elemen penampang (mm2)

beff : lebar efektif elemen penampang (mm)


teff : tebal efektif elemen penampang (mm)
6. Batang Tarik
Pada batang tarik kapasitas penampang hanya dipengaruhi oleh luas
penampang. Pada struktur atap, jika penyambungan antar batang digunakan
baut, maka luasan penampang harus diperhitungkan terhadap perlemahan
akibat lubang bautnya. Sehingga luasan penampang yang dipakai adalah
luasan penampang netto. Pada batang tarik dapat juga terjadi lendutan,
lendutan tersebut tidak berpengaruh secara sturktural, karena batang tersebut
sebenarnya aman. Namun dari segi non - sturktural maupun stabilitas batang
tersebut tidak memenuhi syarat secviceability. Agar struktur menjadi aman
dan nyaman maka keseluruhan syarat tersebut harus dipenuhi.
Propertis penampang yang diperhitungkan dalam desain batang tekan
adalah :
 Kelangsingan batang tarik
 Luas penampang netto
 Kapasitas penampang Tarik
7. Kelangsingan Batang Tarik
Inti dari perhitungan ini adalah untuk memberi batasan kelangsingan
batang. Batang yang terlalu langsing akan mudah mengalami lendutan pada
saat pemasangannya, begitu pula batang yang terlalu panjang juga akan
mengalami lendutan akibat berat sendirinya. Secara struktural kelangsingan
batang tidak berpengaruh secara struktural, karena kapasitas penampang
tarik hanya ditentukan oleh luas tampangnya. Kelangsingan batang hanya
berpengaruh pada stabilitas dan serviceabilitynya.

KL
λ=
r
dimana :
I : momen inersia sumbu lemah penampang (mm4)
A : luas penampang profi (mm2)
K : faktor tekuk, tergantung dari perletakan ujung batang
L : panjang batang (mm)
r : jari – jari kelembaman sumbu lemah penampang (mm)
λ : koefisien kelangsingan
8. Luas Penampang Netto
Luas penampang netto adalah luasan penampang awal dikurangi
dengan luas perlemahan penampang akibat lubang baut. Hal ini harus
diperhitungkan karena perlemahan akan menyebabkan kapasitas penampang
pada ujung batang yang disambung berkurang banyak.
An = A − n(db)(t)
di mana :
A : luas brutto penampang profil ( mm2 )
An : luas netto penampang profil ( mm2 )
db : diameter baut ( mm )
n : jumlah baut
t : tebal plat profil ( mm )
9. Kapasitas Penampang Tarik
Kapasitas penampang tarik pada cold formed steel dapat
diperhitungkan dalam dua kondisi, di mana :
a) Kondisi di mana penampang mencapai tegangan leleh ( Fy ) Pada saat
penampang mencapai tegangan leleh, maka nilai kapasitas dipengaruhi
oleh luasan penampang ( A ). Formulasi perhitungan kapasitas tekuk
torsi berdasarkan CSA – S136 – M89 adalah sebagai berikut :
di mana :
A : luas penampang profil ( mm2)
e : nilai eksentrisitas terhadap pusat penampang (mm)
Fy : tegangan leleh penampang ( MPa )
Iy : inersia sumbu y ( mm3 )
St : modulus penampang tarik bruto ( mm3 )
Tr1 : kapasitas tarik pada kondisi leleh ( N )
xo : jarak titik berat penampang terhadap sumbu y (mm)
Φty : faktor tegangan leleh ( 0.9 )
b) Kondisi di mana penampang mencapai tegangan ultimate ( Fu ) Pada
saat penampang mencapai tegangan leleh, maka nilai kapasitas
dipengaruhi oleh luasan netto penampang ( An ). Formulasi perhitungan
kapasitas tekuk torsi berdasarkan CSA – S136 – M89 adalah sebagai
berikut :

di mana :
An : luas netto penampang ( mm2 )
D : diameter baut ( mm )
Fu : tegangan batas penampang ( MPa )
Iy : inersia penampang brutto arah y ( mm4 )
Iyn : inersia penampang bersih arah y ( mm4 )
n : jumlah baut
Stn : modulus penampang tarik netto ( mm3 )
t : tebal plat ( mm )
Tr2 : kapasitas tarik pada kondisi ultimate ( N )
xo : jarak pusat berat penampang tegak lurus terhadap elemen
berlubang (mm)
Φtu : faktor tarik pada tegangan batas (0.75)
10. Buckling Stress (tegangan tekuk)
Buckling stress atau tegangan tekuk adalah ketidak stabilan yang
mengarah ke modus kegagalan. Secara teoritis, tegangan tekuk disebabkan
oleh bifurkasi dalam solusi untuk persamaan keseimbangan statis. Adapun
definisi lain mengenai tegangan tekuk adalah suatu proses dimana suatu
struktur tidak mampu mempertahankan bentuk aslinya. Konsekuensi
buckling pada dasarnya adalah masalah geometrik dasar, dimana terjadi
lendutan besar sehingga akan mengubah bentuk struktur. Fenomena tekuk
atau buckling dapat terjadi pada sebuah kolom, lateral buckling balok,
pelat dan cangkang.
Tegangan tekuk biasa terjadi bila ada kelebihan beban, contoh
konkrit yang biasa kita temui setiap hari seperti tegangan tekuk pada
jembatan, kulit logam pada konstruksi pesawat atau sayap dengan beban
torsional yang berlebihan. kelebihan beban
Mengingat gambar yang disebutkan, itu jelas bahwa Tekuk adalah
hasil dari tindakan kompresi. Secara keseluruhan torsi atau geser, seperti
yang dibahas sebelumnya, dapat menyebabkan tekuk.
11. Macam-macam tegangan tekuk :
a) Lentur tekuk
Jenis buckling dapat terjadi pada setiap anggota kompresi yang
mengalami defleksi yang disebabkan oleh pembengkokan atau lentur.
Lentur tekuk terjadi sekitar sumbu dengan rasio kelangsingan terbesar,
dan jari-jari terkecil rotasi.
b) Torsional buckling
Jenis tekuk hanya terjadi pada anggota kompresi yang ganda simetris dan
memiliki sangat ramping cross-sectional elemen. Hal ini disebabkan oleh
balik tentang sumbu longitudinal. Torsi tekuk terjadi terutama di bagian
built-up, dan hampir tidak pernah di bagian digulung.
c) Lentur-torsional buckling
Jenis tekuk hanya terjadi pada anggota kompresi yang memiliki
penampang simetris dengan satu sumbu simetri. Lentur torsi tekuk adalah
membungkuk simultan dan memutar dari anggota. Hal ini terutama
terjadi pada saluran, ter struktural, ganda-sudut bentuk, dan sudut
tunggal yang sama. Dua kategori kegagalan secara tiba-tiba komponen
mekanis:
 kegagalan material dan
 ketidak stabilan structural
12. Tegangan tekuk euler
Untuk beban tekuk kritis dapat dihitung menggunakan rumus euler:

Dimana:
E = Modulus elastisitas bahan
I = Minimum momen inersia
L = panjang Didukung kolom (lihat gambar di bawah)
Perhatikan bahwa terlepas dari kondisi akhir, beban kritis tidak
tergantung pada kekuatan materi, melainkan kekakuan lentur, Ketahanan
tekuk dapat ditingkatkan dengan meningkatkan momen inersia.
Ideal pinned, ia mempertahankan bentuknya dibelokkan setelah
penerapan beban kritis. Dalam sebagian besar aplikasi, beban kritis
biasanya dianggap sebagai beban maksimum yang berkelanjutan dengan
kolom. Secara teoritis, setiap modus buckling adalah mungkin, tetapi
kolom biasanya akan membelokkan ke mode pertama. Kolom A akan
tertekuk sewaktu P beban mencapai tingkat kritis, disebut beban kritis, P
cr.
Untuk kolom dengan berbagai jenis dukungan, rumus EULER masih
dapat digunakan jika jarak L diganti dengan jarak antara titik momen nol.
Kedua profil melingkar dapat diatur dalam profil berbentuk S, seperti yang
ditunjukkan pada gambar di bawah, dalam hal ini menyatakan bahwa
diskontinuitas kelengkungan menyebabkan beberapa dua beban tekuk.
Perhatikan struktur satu derajat kebebasan ditunjukkan pada gambar di
bawah yang memiliki dua beban tekuk (satu tarik dan satu tekan).

Gambar 2.7 Struktur satu derajat kebebasan


Panjang ini disebut panjang Le efektif dan diilustrasikan di bawah
ini. Dengan demikian persamaan beban kritis menjadi:

Rasio kekakuan merupakan parameter penting dalam klasifikasi


anggota kompresi, dan diwakili oleh persamaan:

atau

Dimana:
r = Radius rotasi
I = Momen inersia
A = Luas penampang
Jika rasio kekakuan> (lebih besar dari) rasio kekakuan kritis, maka
kolom diperlakukan sebagai kolom panjang dan rumus Euler buckling
berlaku.
Jika rasio kekakuan adalah <(kurang dari) rasio kekakuan kritis,
kolom diperlakukan sebagai kolom pendek. Dalam kolom pendek,
kegagalan dapat terjadi dengan kompresi tanpa signifikan tekuk dan pada
tegangan melebihi batas proporsional. Untuk kondisi ini, rumus Johnson
adalah berlaku:

Untuk kolom yang gagal setelah timbulnya perilaku inelastis,


konstanta proporsionalitas harus digunakan daripada modulus elastisitas
(Engesser formula). Konstanta proporsionalitas, Et, adalah kemiringan
dari diagram tegangan-regangan yang melampaui batas proporsional,
modulus tangen disebut. Perhatikan dalam kisaran linear elastis, E = Et.
BAB III
ALAT DAN BAHAN

III.I Alat dan Bahan


III.II Prosedur Percobaan
1. Kendurkan ulir pembeban hingga batas minimum.
2. Pasang tumpuan yang akan digunakan pada posisinya dengan benar.
3. Pastikan bahwa landasan unit penyangga berada pada posisi datar dengan
menggunakan bantuan waterpass.
4. Pasang batang uji pada tumpua (bila menggunakan tumpuan jepit, jangan
dikencangkan dahulu).
5. Sesuaikan ketinggian batang pemberat horizontal dengan panjang batang
uji. Ini dilakukan dengan mengatur ketinggian posisi engsel batang
pemberat horizontal pada selongsong, di mana berat batang pemberat
horizontal ditopang oleh pegas di ujung barengsel dan beban batang
pemberat di ujung yang lain dan pada saat itu kedua batang uji tepat pada
penjepitnya. Gunakan waterpass untuk memastikan batang pemberat
horizontal berada pada posisi datar. Pada posisi ini gaya tekan dipandang
mendekati nol.’
6. Pasang tali dengan pemberat yang sesuai (150 gr untuk batang uji 450
mm, 300 gr untuk batang uji 500 mm, 600 mm, dan 750 mm) untuk
guide lendutan di tengah batang uji.
7. Pasang dial gauge pada posisi tengah batang uji, pastikan bahwa dial
gauge terpasang pada posisi segaris dengan tali pemberat.
8. Berikan gaya tekan dengan memutar ulir pembeban.
9. Kembalikan batang pemberat ke posisi horizontal dengan memutar ulir
pada selongsong, kemudian lakukan pengukuran dan pencatatan gaya
tekan dan lendutan yang terjadi.
10. Lakukan pengukuran untuk berbagai nilai gaya tekan.
11. Bila pembebanan sudah mendekati kondisi kritis batang uji, lepas dial
gauge dari tempatnya karena laju pertambahan lendutan akan sangat
besar dibanding laju pertambahan gaya tekannya. Percobaan dapat
dilakukan pada beberapa batang yang panjangnya 450 mm, 500 mm, 600
mm, dan 750 mm dan tiga macam tumpuan. Percobaan dilakukan dengan
mengamati besar lendutan di pusat batang uji pada berbagai beban.
Kemudian dibandingkan besar Pkritis hasil percobaan Pkritis.

Anda mungkin juga menyukai