[go: up one dir, main page]

Sidang Buddhis Kedua

Sidang Buddhis Kedua berlangsung sekitar tahun 383 SM, tujuh puluh tahun setelah Buddha parinirvāṇa. Sidang Kedua berakhir dengan perpecahan pertama dalam Sangha, kemungkinan disebabkan oleh sekelompok reformis yang disebut Sthavira yang memisahkan diri dari mayoritas konservatif Mahāsāṃghika.[1] Penyelenggaraan sidang ini diadakan di Vaisali oleh raja Kalasoka. Penyebabnya adalah adanya berbagai konflik yang terjadi antara mazhab tadisional dan mazhab Mahāsāṃghika yang lebih liberal. Mazhab Mahasingka menolak pandangan mazhab tradisionalis yang menyatakan bahwa status Buddha dicapai oleh para biksu yang menaati vinaya dan mempraktikkan ajaran Buddha hingga terbebas dari samsara dan mencapai arhat. Dalam pandangan mazhab Mahasingka, biksu dapat mencapai status Buddha tanpa batas. Pandangan ini didukung oleh sebagian besar kaum rohaniwan dan kaum awam yang mengembangkan Mahayana. Sidang ini berakhir dengan penolakan ajaran kaum Mahasanghika. Mazhab Mahasingka kemudian memisahkan diri dan berpindah di India barat laut dan Asia Tengah. Informasi tentang sidang ini diperoleh dari prasasti-prasasti Kharoshti dengan penanggalan abad pertama yang ditemukan dekat Oxus.[2] Setelah gagal mencoba mengubah Vinaya, sekelompok kecil "para anggota sesepuh", yakni sthavira, memisahkan diri dari mayoritas Mahāsāṃghika selama Sidang Buddhis Kedua, sehingga menimbulkan sekte Sthavira.[3]

Pengetahuan modern

sunting

Penambahan peraturan Vinaya

sunting

Sidang Kedua berakhir dengan perpecahan pertama dalam Sangha, kemungkinan disebabkan oleh sekelompok reformis yang disebut Sthavira yang memisahkan diri dari mayoritas konservatif Mahāsāṃghika.[4] Setelah gagal mencoba mengubah Vinaya, sekelompok kecil "para anggota sesepuh", yaitu para sthavira, memisahkan diri dari mayoritas Mahāsāṃghika semasa Sidang Buddhis Kedua, sehingga menimbulkan sekte Sthavira.[3] Mengenai hal ini, L. S. Cousins menulis, "Para Mahāsāṃghika pada dasarnya adalah sebuah partai konservatif yang menolak upaya reformis untuk memperketat kedisiplinan. Kemungkinannya adalah bahwa mereka pada mulanya adalah kelompok yang lebih besar, mewakili massa komunitas, para mahāsaṃga."[5]

Lihat juga

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Harvey, Peter (2013). An Introduction to Buddhism: Teachings, History and Practices (2nd ed.). Cambridge, UK: Cambridge University Press. pg. 88-90.
  2. ^ Khairiah (2018). Agama Budha (PDF). Pekanbaru: Kalimedia. hlm. 9–10. ISBN 978-602-6827-86-9. 
  3. ^ a b Skilton, Andrew. A Concise History of Buddhism. 2004. p. 49, 64
  4. ^ Harvey, Peter (2013). An Introduction to Buddhism: Teachings, History and Practices (2nd ed.). Cambridge, UK: Cambridge University Press. pg. 89-90.
  5. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Williams190

Pranala luar

sunting