2 PB
2 PB
2 PB
KLASIFIKASI ILMU
DALAM TRADISI INTELEKTUAL ISLAM
Ja’far
Institut Agama Islam Negeri Lhokseumawe
Jl. Medan-Banda Aceh, Alue Awe, Muara Dua, Lhokseumawe, Aceh, 24352
e-mail: jafar@iainlhokseumawe.ac.id
Pendahuluan
Konsep klasifikasi ilmu merupakan bagian dari pembahasan tentang epistemologi
Islam. Umum dikenal bahwa ilmu kerap dibagi menjadi dua, yakni ilmu agama
dan ilmu umum. Ilmu agama lebih banyak diajarkan di lembaga pendidikan
Islam semacam madrasah, pesantren dan perguruan tinggi agama Islam. Sedangkan
ilmu umum lebih banyak diajarkan di lembaga pendidikan umum seperti sekolah
dan universitas. Dalam perspektif Islam, kedua ilmu ini wajib dipelajari mengingat
keduanya bermanfaat bagi kemajuan peradaban Islam dan kemanusiaan. Kedua
ilmu ini, ilmu agama maupun ilmu umum, memiliki akar sejarah yang panjang.
Ilmu jenis pertama disebut ilmu syariah, sedangkan ilmu jenis kedua disebut
ilmu rasional atau filsafat. Tidak banyak studi mengenai konsep klasifikasi ilmu
yang berkembang di dunia Islam mengingat pengaruh tradisi Barat tentang
ilmu dimana ilmu yang diartikan sains terdiri atas sains alam dan sains sosial.
Studi tentang konsep klasifikasi ilmu, yang merupakan bagian dari kajian
epistemologi Islam, dalam tradisi intelektual ilmu masih penting dilakukan.
Merujuk pendapat Mulyadhi Kartanegara (2003: xiii) bahwa epistemologi Islam
belum mendapat perhatian yang cukup serius dan intensif. Tetapi, epistemologi
Barat malah telah dikenal oleh kalangan terpelajar di Indonesia secara lebih
baik. Padahal, meskipun ada persamaan di antara epistemologi Islam dan Barat,
terdapat perbedaan fundamental di antara keduanya. Epistemologi Islam, termasuk
klasifikasi ilmu, sebenarnya telah lama dikembangkan oleh para filosof Muslim
bahkan terus dilestarikan sampai era modern.
Artikel ini mengkaji konsep klasifikasi ilmu dalam tradisi Islam. Secara
khusus, akan dikaji pandangan figur terkemuka dunia Muslim tentang klasifikasi
ilmu. Mereka yang dikaji adalah al-Ghazâlî, Quthb al-Dîn al-Syîrâzî, Ibn Khaldûn,
Ibn al-Qayyim al-Jauziyah dan Syed Muhammad Naquib al-Attas. Studi ini dipandang
penting mengingat tidak banyak tulisan mengenai perspektif pemikir Muslim
mengenai wacana klasifikasi ilmu, apalagi wacana yang merupakan bagian dari
kajian epistemologi ini masih belum mendapatkan perhatian yang cukup serius
dan intensif sebagaimana ditegaskan oleh Mulyadhi Kartanegara. Studi ini
merupakan studi kepustakaan. Data dalam studi ini didasarkan pada karya-
Klasifikasi Ilmu ... (Ja’far)
karya pemikir yang dibahas dalam artikel ini. Metode analisis isi sangat diandalkan
dalam studi ini.
dan hadis, fikih dan usul fikih, ilmu Kalam, tafsir ayat-ayat mutasyâbihât,
tasawuf, dan tabir Mimpi.
2. Al-‘ulûm al-hikmiyah al-falsafiyyah (rational science) yang terdiri atas dua jenis,
yakni ilmu-ilmu teoretis dan ilmu-ilmu praktis. a) Ilmu-ilmu teoretis adalah
ilmu logika (burhân (demonstrasi), jadal (dialektika), khitabah (retorik), syi‘ir
(puitik), dan safsathah (sofistik); fisika (minerologi, botani, zoologi, kedokteran,
dan ilmu pertanian); matematika (aritmatika (kalkulus, aljabar), geometri
(figure sferik, kerucut, mekanika, surveying, dan optik), dan astronomi);
metafisika (ontologi, teologi, kosmologi, dan eskatologi). b) Ilmu-ilmu praktis
adalah etika, politik, ekonomi, dan sosiologi.
Berbeda dari pemikir di atas, Ibn al-Qayyim al-Jauziyah (2011: 2651-2666)
membagi ilmu menjadi tiga derajat sebagaimana terlihat di bawah ini:
1. ‘Ilm jalîyun, yakni ilmu yang tampak mata, bisa didengar dan disebar secara
benar, serta benar berdasarkan eksperimen. Ilmu ini terdiri atas tiga tipe:
ilmu yang bisa diterima penglihatan mata, ilmu yang disandarkan kepada
pendengaran (ilmu penyebaran), dan ilmu yang disandarkan kepada akal
(ilmu eksperimen);
2. ‘Ilm khafîyun, yakni ilmu yang tumbuh di dalam “rahasia-rahasia” yang suci
(yaitu ruh manusia) dari badan yang suci (sebagai akibat dari ketaatan kepada
Allah melalui pelaksanaan syariat),” karena “disirami air” latihan yang murni
(penyucian jiwa sesuai syariat), tampak dalam nafas-nafas yang benar (nafas
zikir dan makrifah, serta kebebasan dari kotoran duniawi), dimiliki orang-
orang yang mempunyai hasrat yang tinggi (yakni para rasul dan ulama)
yang muncul pada saat-saat senggang (sewaktu bermunajat kepada Allah).
Ilmu ini menampakkan hal-hal gaib, meniadakan yang ada (selain Allah).
Ilmu ini disebut makrifat.
3. ‘ilm ladunîyun, yakni ilmu yang diisyaratkan kepada ilmu yang diperoleh
seorang hamba tanpa menggunakan sarana, tetapi berdasarkan ilham dari
Allah, dan diperkenalkan Allah kepada hamba-Nya. Ilmu ladunnî merupakan
buah dari ibadah, serta kepatuhan dan kebersamaan dengan Allah, dan
dicari dari kepatuhan kepada Rasul-Nya. Ilmu ladunnî terdiri atas dua macam:
Islamijah: Journal of Islamic Social Sciences, Volume 3, Number 2, August 2022: 97-106
dari sisi Allah dan dari sisi setan. Ilmu ladunnî dari Allah merupakan buah
cinta sebagai akibat dari pelaksanaan kewajiban agama, sedangkan ilmu
ladunnî dari setan merupakan buah dari kecintaan terhadap setan dengan
jalan berpaling dari wahyu dan mementingkan hawa nafsu.
Mewakili pemikir Muslim di era kontemporer, Syed Muhammad Naquib
al-Attas (1999: 40-42) juga pernah menyajikan pandangannya tentang klasifikasi
ilmu. Menurutnya, ilmu dalam tradisi Islam dibagi menjadi dua jenis, yakni
ilmu pemberian Allah (the God given knowledge), yaitu ilmu-ilmu agama (the
religious sciences), dan ilmu capaian (the acquired knowledge), yaitu ilmu-ilmu rasional,
intelektual dan filosofis (the rational, intellectual and philosophical sciences). Menurut
al-Attas, kedua ilmu ini terdiri atas beberapa cabang, yakni:
1. Ilmu-ilmu agama (the religious sciences); a) Alquran: pembacaan dan penafsirannya
(tafsir dan takwil), b) Al-Sunnah: kehidupan Nabi, sejarah dan pesan-pesan
para Rasul sebelumnya, hadis dan riwayat-riwayat otoritatifnya, c) Al-Syariah:
undang-undang dan hukum, prinsip-prinsip dan praktik-praktik Islam (Islam,
Iman dan Ihsan), d) Teologi: Tuhan, Esensi-Nya, Sifat-sifat dan Nama-nama-
Nya, serta Tindakan-tindakan-Nya (tauhid), e) Metafisika Islam (tasawuf):
psikologi, kosmologi dan ontologi; unsur-unsur yang sah dalam filsafat Islam
(termasuk doktrin-doktrin kosmologis yang benar berkenaan dengan tingkatan-
tingkatan wujud), f) Ilmu-ilmu linguistik: bahasa Arab, tata bahasa, leksikografi
dan kesusastraannya.
2. Ilmu-ilmu rasional, intelektual dan filosofis (the rational, intellectual and philosophical
sciences); a) Ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora), b) Ilmu-ilmu alam, c) Ilmu-
ilmu terapan, d) Ilmu-ilmu teknologi, e) Perbandingan agama, f) Kebudayaan
dan peradaban Barat, g) Ilmu-ilmu linguistik: bahasa-bahasa Islam, tata bahasa,
leksikografi dan literatur, h) Sejarah Islam: pemikiran kebudayaan dan peradaban
Islam, perkembangan ilmu-ilmu sejarah Islam, filsafat dan sains Islam, Islam
sebagai sejarah dunia.
Terakhir, para pemikir Muslim modern dari berbagai negara kemudian
membuat konsensus tentang klasifikasi ilmu dalam Islam. Berdasarkan buku
Second World Conference on Muslim Education: International Seminar on Islamic
Concept and Curricula, Recommendations (1980), mereka membagi ilmu menjadi
Klasifikasi Ilmu ... (Ja’far)
dua jenis, yakni perennial knowledge dan acquired knowledge. Secara rinci dapat
disebutkan di bawah ini:
1. Perennial Knowledge, yang terdiri atas: a) Al-Qur’an (seperti qira’âh, hifzh,
tafsir, Sunnah, sejarah Nabi dan Sahabat, tauhid, usul fikih dan fikih, dan
bahasa Arab Alquran (fonologi, sintaxis, dan semantik); b) Ilmu-ilmu bantu
(auxillarysubjects): metafisika Islam, perbandingan agama, kebudayaan Islam.
2. Acquired knowledge, yang terdiri atas a) Imajinatif/seni (imaginative/arts):
seni Islam, arsitektur, dan bahasa; b) Ilmu-ilmu intelektual (intellectual science):
ilmu sosial, sastra, filsafat, pendidikan, ekonomi, politik, ilmu sejarah dan
peradaban Islam (politik, ekonomi, kehidupan sosial, perang dan damai),
geografi, sosiologi, linguistik (islamisasi bahasa), psikologi (sesuai konsep
Islam: Alquran, hadis, pemikiran ilmuwan Muslim awal dan kaum sufi),
dan antropologi (sesuai Alquran dan hadis); c) Ilmu-ilmu alam (intellectual
science): filsafat ilmu, matematika, statistik, fisika, kimia, sains kehidupan,
astronomi dan ilmu ruang; d) Ilmu-ilmu terapan (applied science): teknik
dan teknologi (seperti teknik sipil), kedokteran, pertanian dan kehutanan;
e) Ilmu-ilmu paktik (practical science): perdagangan, ilmu administrasi (seperti
administrasi bisnis dan administrasi publik), ilmu perpustakaan, ilmu komunikasi
(seperti komunikasi massa).
Penutup
Studi di atas menunjukkan tiga hal. Pertama, klasifikasi ilmu dari para
pemikir Muslim dipengaruhi oleh konsep mereka tentang objek-objek ontologis
ilmu dan sumber-sumber ilmu dalam tradisi Islam. Kedua, para pemikir Muslim
secara umum sepakat bahwa ilmu terdiri atas dua jenis, yakni ilmu-ilmu keagamaan
yang bersumber dari wahyu, dan ilmu-ilmu rasional yang bersumber dari rasio
dan alam. Ketiga, para pemikir di era modern membuat konsensus tentang
klasifikasi ilmu yakni perennial knowledge dan acquired knowledge. Studi di atas
menunjukkan bahwa ilmu dalam tradisi Islam sangat luas selain juga ada perbedaan
paradigma antara Islam dan Barat mengenai ilmu. Sebagai saran bagi peneliti
lain, menarik memang untuk meneliti lebih lanjut tentang bagaimana implikasi
Islamijah: Journal of Islamic Social Sciences, Volume 3, Number 2, August 2022: 97-106
konsep klasifikasi ilmu menurut para pemikir Muslim dari era klasik sampai
era modern terhadap dunia pendidikan Islam kontemporer.
Pustaka Acuan
Ahmad, Zaid. (2003). The Epistemology of Ibn Khaldun. London: Routledge.
Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. (1999). The Concept of Education in Islam: a
Framework for an Islamic Philosophy of Education. Kuala Lumpur: ISTAC.
Al-Fârâbî. (1949). Ihshâ’ al-‘Ulûm. Kairo: Dâr al-Fikr al-‘Arabî.
Al-Ghazâlî. (2006). Ihyâ’ ‘Ulûm al-Dîn, transl. Maulana Fazlul Karim. New Delhi:
Islamic Book Service.
Al-Jauziyah, Ibn Qayyim. (2011). Madârij al-Sâlikîn, Juz IV. Riyadh: Dâr al-Shamî‘î,
2011.
Bakar, Osman. (1998). Classification of Knowledge in Islam: A Study in Islamic
Philosophies of Science. Cambridge: The Islamic Texts Society, 1998.
Farooqui, Jamil. Islamic Concept of Knowlegde. In Studies on Islam 2(2) 2005.
Ibn Khaldûn. (1989). The Muqaddimah, transl. Franz Rosenthal. Princeton: Princeton
University Press.
Kartanegara, Mulyadhi. (2002). Menyibak Tirai Kejahilan: Pengantar Epistemologi
Islam. Bandung: Mizan.
King Abdul Aziz University dan Quaid Azam University. (1980). Second World
Conference on Muslim Education: International Seminar on Islamic Concept
and Curricula, Recommendations. Islamabad: King Abdul Aziz University
dan Quaid Azam University.
Ladyman, James. (2002). Understanding Philosophy of Science. New York: London:
Routledge.
Sharif, M.M. (1963). Philosophical Teachings of the Qur’an. In M.M. Sharif
(ed.). (1963). A History of Muslim Philosophy. Wiesbaden: Otto Harrassowitz.