EKONOMI KREATIF BERBASIS KEARIFAN LOKAL PAYUNG LUKIS
PAGUYUBAN NGUDI RAHAYU JUWIRING
Dina Fadhila - K84190231, Fauzi Nur Afifudin - K84190322, Meita Indah Setyaputri -
K84190533, Nuria Dwi Anggarwati - K84190654, Revi Qodri Arswinda - K84190725
Pendidikan sosiologi Antropologi, Universitas Sebelas Maret
Email: dinafadhila.21@student.uns.ac.id1 , fauzinur@student.uns.ac.id2,
meitaaputri19@student.uns.ac.id3 , anggarwatinuria@student.uns.ac.id4,
reviqodriars@student.uns.ac.id5
ABSTRACT
Local wisdom is a relic of ancestral values that are still valid in the life of the
community so that it needs to be maintained and preserved in order to continue to exist.
One of them is the Paguyuban Ngudi Rahayu Painting Umbrella, a traditional craft in
Juwiring Klaten based on a creative economy. This type of research is qualitative with
descriptive method in order to present factual, accurate, and systematic results. Data
collection techniques in this study were field observations, interviews, and
documentation. And using four analysis techniques, namely data collection, data
reduction, data presentation, and drawing conclusions. With the problems discussed
about the historical and development of the production process and how to manage it
from an economic perspective based on a creative economy. The results achieved in this
study are the painting umbrella of ngudi rahayu juwiring is a product of local wisdom
that has high cultural, economic, and historical values with the characteristics of
Juwiring so that the existence of the painting umbrella of ngudi rahayu must be
highlighted and developed in order to remain sustainable and able to be included in the
import-export sector with a creative economic base.
Keywords: Local Wisdom, Painting Umbrella, Juwiring, Creative Economy
ABSTRAK
Kearifan lokal merupakan peninggalan nilai leluhur yang masih berlaku dalam tata
kehidupan masyarakat sehingga perlu dijaga dan dilestarikan agar terus eksis. Salah
satunya Payung Lukis Paguyuban Ngudi Rahayu, merupakan kerajinan tradisional di
Juwiring Klaten berbasis ekonomi kreatif. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan
metode deskriptif guna memaparkan hasil yang factual, akurat, dan sistematis. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini dengan observasi lapangan, wawancara, dan
dokumentasi. Serta menggunakan empat teknik analisis yaitu pengumpulan data,
reduksi data, penyajian data, hingga penarikan kesimpulan. Dengan permasalahan yang
dibahas mengenai bagaimana historis serta pengembangan proses produksi dan
bagaimana pengelolaan dari segi ekonomi berbasis ekonomi kreatif. Hasil yang dicapai
dalam penelitian ini adalah payung lukis ngudi rahayu juwiring merupakan produk
kearifan lokal yang memiliki nilai kultural, ekonomis, serta historis cukup tinggi dengan
ciri khas Juwiring sehingga eksistensi dari payung lukis ngudi rahayu harus lebih
disorot serta dikembangkan agar tetap lestari dan mampu masuk dalam sektor ekspor
impor dengan basis ekonomi kreatif.
Kata Kunci: Kearifan Lokal, Payung Lukis, Juwiring, Ekonomi Kreatif
PENDAHULUAN
Keanekaragaman sudah menjadi salah satu ciri khas negara Indonesia, dimana hal
tersebut dapat dilihat dalam salah satu semboyan yaitu ‘Bhinneka Tunggal Ika’ yang
berarti berbeda-beda tetapi tetap satu kesatuan. Kemajuan kerajinan tidak hanya
berhenti pada benda hias saja melainkan juga barang atau alat praktis untuk memenuhi
kebutuhan manusia sehari-hari. Kerajinan memiliki makna sebagai suatu barang yang
dihasilkan langsung oleh kemahiran atau keterampilan tangan. Sedangkan, kerajinan
tangan merupakan hasil dari keterampilan tersebut. Dimana hasil dari kerajinan
biasanya dikembangkan dalam bentuk sektor ekonomi termasuk usaha dengan produk
yang beragam seperti tas, cinderamata, gerabah, payung, dsb.
Perkembangan peradaban manusia terus berjalan tak terkecuali dalam hal fungsi.
Sebagaimana payung menurut Joop Ave (2008:32) memiliki makna sebagai suatu benda
untuk melindungi diri dari sinar matahari atau hujan. Seiring perkembangan kebutuhan
payung juga mengalami peningkatan kualitas estetis sebagai benda fungsional yang juga
didukung dengan keterampilan teknik modern guna tercapainya pemenuhan selera
konsumen dan pasar. Dalam hal ini fungsi payung mengalami difusi sebagai suatu
benda dengan tambahan fungsi untuk hiasan, keindahan atau estetika.
Dalam kaitanya dengan kultural suatu masyarakat, Juwiring merupakan salah satu
daerah yang memiliki ikonik dalam bentuk kerajinan payung khususnya payung lukis.
Juwiring merupakan salah satu wilayah yang terletak di Klaten serta menjadi sentra
kerajinan payung lukis. Ciri khas payung lukis tersebut masih dikategorikan sebagai
salah satu bentuk kerajinan tradisional dengan culture utama yang kental dengan culture
keraton Surakarta serta Yogyakarta. Keterampilan dalam pembuatan payung lukis
juwiring didapatkan dari berbagai proses regenerasi serta transfer pengalaman dan
pembelajaran dalam bekerja antar tetangga maupun keluarga atau sanak saudara, yang
akhirnya mendirikan suatu sentra industri payung lukis sendiri. Pelestarian dalam basis
kearifan lokal terus dilakukan guna mempertahankan suatu budaya maupun tradisi.
Sehingga dalam kondisi ini penelitian merupakan salah satu wujud kegiatan implisit
guna melakukan pelestarian suatu budaya serta kearifan lokal.
Dalam konteks historis, kerajinan payung lukis di Juwiring belum memiliki garis
yang jelas. Oleh sebab itu, mengenai bagaimana sejarah serta perkembangan payung
lukis ini merupakan salah satu konteks yang menarik untuk dibahas serta digali dalam
penelitian ini. Proses regenerasi menjadi suatu titik awal untuk berkembangnya
produksi payung lukis, dimana regenerasi terus dikembangkan melalui praktik kegiatan
yang berbasis ekonomi juga guna menjadikan produksi tersebut sebagai salah satu mata
pencaharian masyarakat lokal. Disisi lain dalam segi geografis, sentra produksi payung
lukis di Indonesia sendiri yang memang memiliki ciri khas serta nama pasar yang cukup
besar hanyalah Juwiring dan Tasikmalaya. Hal tersebut menunjukan bahwa dalam
melestarikan serta menggali suatu kearifan lokal diperlukan usaha yang terus dilakukan
secara berkala agar wujud dari kearifan lokal yaitu payung lukis juwiring sendiri tidak
hilang dari peradaban serta menjadi ciri khas suatu bangsa.
Kearifan lokal kaitannya dengan kerajinan tidak akan lepas juga dengan sektor
ekonomi tradisional yang juga menarik untuk dikaji. Paguyuban Payung Lukis Ngudi
Rahayu Juwiring dapat dipahami sebagai salah satu sektor ekonomi yang dinamis
khususnya di tengah masyarakat lokal daerah juwiring. Dinamakan paguyuban karena
pelaku dari sektor ekonomi ini sendiri terdiri dari masyaralat local untuk menjadikan
lapangan kerja serta tambahan penghasilan agar terciptanya integritas dalam
bermasyarakat maupun ekonomi. Disisi lain Paguyuban Payung Lukis Ngudi Rahayu
juga bekerja sama dengan Dompet Dhuafa dalam melakukan proses ekonomi,
sebagaimana halnya terjalin kerjasama antara pemilik payung ngudi rahayu dengan
Dompet Dhuafa guna menjalankan perekonomian secara kolektif dan saling mensupport
secara konteks ekonomi.
Konteks kearifan lokal dalam hal keterampilan berbasis kerajinan di Paguyuban
Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring tidak lepas dari pemberdayaan ekonomi yang
juga menarik untuk dikulik lebih dalam, mengenai bagaimana proses pengelolaan
proses industri yang berbasis paguyuban dengan memanfaatkan para masyarakat lokal
sebagai karyawan juga berpeluang dalam menciptakan lapangan kerja serta bagaimana
sistem pengelolaan yang juga dikemas dengan kegiatan pariwisata untuk pengembangan
ekonomi serta esensi dari suatu kearifan lokal sebagai usaha sekaligus pelestarian
payung lukis karena rasa kekhawatiran akan turunya intensitas ketertarikan pada
kerajinan berbasis tradisional ini. Secara konseptual Payung Lukis Ngudi Rahayu ini
sangat berpotensi untuk bersaing dengan kancah internasional. Mengingat kerajinan itu
merupakan salah satu bentuk kearifan yang sudah mulai cukup jarang ada di Indonesia
dan berpotensi untuk menjadi salah satu icon yang dikenal oleh dunia. Bahkan
Paguyuban Payung Lukis Ngudi Rahayu juga sudah melakukan pemenuhan pesanan
dua puluh ribu tiga ratus buah payung lukis untuk acara ASEAN GAMES 2018 yang
dilaksanakan di Palembang.
Sektor kerajinan berbasis kearifan lokal payung lukis ini memiliki potensi besar
untuk masuk kedalam pasar internasional tapi hal tersebut kontradiktif dengan realitas
di lapangan bahwasanya belum ada ketertarikan untuk masuk pada sektor internasional
dikarenakan rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM), yang dimana dalam hal produksi
masih diperlukan orang cukup banyak lagi dalam pemenuhan pasar ketika harus
memberanikan diri membuka sektor ekspor impor. Paguyuban Payung Lukis Ngudi
Rahayu memiliki banyak hal yang cukup menarik untuk dibahas, dimana dalam
penelitian ini melakukan analisis lebih mendalam dengan didukung teori Praktik Sosial
oleh Bourdieu yang mana relevan dengan berbagai hal dari historis yang belum jelas,
melakukan kerjasama ekonomi, hingga ranah industri yang belum siap memasuki dunia
ekspor impor. Penelitian terdahulu mengenai payung lukis yang sekaligus sebagai acuan
dalam penelitian ini adalah “Kerajinan Payung Geulis sebagai Kearifan Lokal
Tasikmalaya”. Sebagaimana di Indonesia sendiri hanya terdapat dua sektor besar
produksi payung lukis yaitu Tasikmalaya dan Juwiring. Sehingga dalam penelitian ini
memfokuskan kearifan lokal berbasis payung lukis di daerah Juwiring Klaten sebagai
bentuk keterbaruan dari penelitian sebelumnya.
Payung Lukis Ngudi Rahayu merupakan salah satu kerajinan berbasis kearifan lokal
yang sangat menarik dibahas dalam penelitian ini, karena dari konteks historis payung
ini sudah ditemukan sejak lama serta sebagai salah satu kekayaan yang terletak di
Juwiring Klaten, disisi lain dari sektor ekonomi Payung Lukis Ngudi Rahayu
menggunakan sistem kooperatif dengan Dompet Dhuafa untuk segi ekonomi yang
menggandeng masyarakat lokal, serta kerajinan payung lukis merupakan salah satu
ikonik yang harus terus dilestarikan dan dikenal oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Sehingga penelitian ini berguna untuk memberikan sumbangsih bagi para pihak terkait
serta masyarakat Indonesia bahwa Indonesia memiliki salah satu kekayaan alam berupa
kerajinan payung lukis Juwiring yang harus dijaga serta dilestarikan sebagai salah satu
kekayaan berbasis kearifan lokal.
TINJAUAN TEORI
Pierre Felix Bourdieu mengemukakan teori praktik sosial yang berisikan sebuah
usaha mengaitkan sebuah subjektivitisme dengan objektivitisme. Kedua hal tersebut
dapat dilihat dalam konsep habitus dan ranah. Di dalam konsep habitus dan ranah
terdapat sebuah modal yang mengaitkan dua hal tersebut sehingga dalam konsep teori
praktik sosial ini habitus, modal, dan juga ranah merupakan sebuah konsep penting yang
saling berkaitan satu sama lain sebelum munculnya sebuah praktik di dalam dunia
sosial. Konsep habitus merupakan sebuah sistem pengetahuan yang ada pada setiap diri
individu, sistem pengetahuan ini digunakan oleh setiap individu untuk beradaptasi
dengan memahami dan mengevaluasi kondisi yang ada di dunia sosial. Habitus
dijadikan sebuah dasar dari setiap tindakan dalam menggabungkan sebuah sikap untuk
menciptakan perilaku maupun tindakan baru di dalam dunia sosial.
Konsep modal dalam teori praktik sosial berfungsi untuk menjembatani antara
habitus dengan ranah agar nantinya ranah memiliki sebuah arti. Tindakan sosial yang
dilakukan oleh setiap individu dipengaruhi oleh modal yang dimilikinya. Modal
menurut konsep Pierre Bourdieu memiliki cakupan yang sangat luas mulai dari modal
budaya, modal ekonomi, dan juga modal simbolik. Dengan cakupan modal yang luas
nantinya dapat ditukar ataupun diakumulasikan antara modal satu dengan modal
lainnya. Konsep ranah atau dapat juga dikatakan sebagai arena merupakan sebuah
tempat untuk setiap individu dalam menghubungkan kesadaran dengan kehendak yang
dimiliki. Ranah atau arena ini memiliki sebuah arti untuk membangun kepercayaan di
lingkungan individu mengenai apa yang dipertaruhkan di sebuah ranah. Di dalam
sebuah ranah nantinya setiap individu memiliki peran untuk bersaing mendapatkan
sumber dan kekuatan simbolis, semakin besar kekuatan yang didapatkan akan semakin
tinggi struktur yang akan dimiliki.
Teori praktik sosial yang dikemukakan oleh Pierre Felix Bourdieu ini muncul dari
hasil penggabungan habitus, modal dan ranah atau dapat dilihat dari persamaan konsep
(habitus x modal) + ranah = menghasilkan sebuah praktik. Dalam hal ini seseorang
dapat menjalankan habitus yang didapat dari pemahaman dan evaluasi lingkungan
dengan menghubungkannya dengan modal dan ranah. Individu yang memerankan
perannya di dalam dunia sosial dipengaruhi oleh habitus. Habitus dijadikan sebuah
dasar dalam teori praktik sosial ini, individu nantinya akan dibentuk dan membentuk
habitus melalui sebuah modal. Habitus dan modal tersebut akan saling bergesekan untuk
menempati ranah. Setelah itu barulah sebuah praktik yang merupakan hasil dari
hubungan habitus, modal dan ranah yang digunakan sebagai konklusi sehingga
memunculkan sebuah praktik sosial yang dimaksud dari teori praktik sosial yang
dikemukakan oleh Pierre Bourdieu ini.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang menjelaskan sebuah fakta
yang ada di lapangan saat penelitian dilakukan. Fakta tersebut dijabarkan secara
deskriptif dengan mengungkapkan keadaan lapangan mengenai ekonomi kreatif payung
lukis Ngudi Rahayu di Juwiring, Klaten, Jawa Tengah. Dalam penelitian ini pendiri
paguyuban payung lukis Ngudi Rahayu merupakan subjek penelitian lapangan. Teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan teknik observasi lapangan,
wawancara dan juga dokumentasi di lokasi tempat penelitian berlangsung. Penelitian ini
juga menggunakan 4 teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian yaitu
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Merujuk kepada pernyataan yang diungkapkan oleh Wiyadi, dkk (1991:45) yang
memaparkan mengenai kerajinan dimana kerajinan merupakan salah satu hasil karya
tangan manusia yang mencakup nilai-nilai keindahan. Kerajinan tersebut dibagi
kedalam beberapa jenis antara lain yaitu kerajinan kain batik, kerajinan logam,
kerajinan kayu, kerajinan kulit serta beberapa jenis seni kerajinan lainnya. Pandangan
tersebut senada dengan apa yang diungkapkan oleh Soeprapto (1985:16) bahwa
kerajinan adalah keterampilan tangan manusia yang menghasilkan barang-barang
bernuansa seni dimana dalam proses pembuatannya melibatkan ide baru dengan penuh
keindahan dan menghasilkan sebuah produk yang menarik. Berdasarkan pandangan-
pandangan tersebut, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa kerajinan merupakan
sebuah aktivitas yang dilakukan oleh manusia dan bertujuan untuk menghasilkan suatu
produk yang memiliki nilai seni. Pada penelitian ini, kerajinan yang akan dikaji secara
mendalam adalah kerajinan payung lukis ngudi rahayu yang berada di Kecamatan
Juwiring, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah.
Gambaranan Umum Lokasi
Kabupaten Klaten yang terkenal akan slogan Klaten Bersinar terletak di salah satu
provinsi di Jawa tepatnya yaitu di Jawa Tengah. Kota Klaten berbatasan langsung
dengan Kota Boyolali di sisi utara, pada sisi timur berbatasan dengan Kota Sukoharjo,
di sisi selatan berbatasan langsung dengan Kabupaten Gunung Kidul dan sisi barat
berbatasan langsung dengan Kabupaten Sleman. Kota Klaten identik dengan beragam
pariwisata, kekayaan budaya, dan kesenian di dalamnya. Salah satu keberagaman
kesenian yang terdapat di Kota Klaten adalah kerajinan yang terbagi dalam beberapa
jenis antara lain yaitu kerajinan wayang kulit, kerajinan wayang kayu, kerajinan payung,
kerajinan mebel, kerajinan lurik, kerajinan logam dan kerajinan keramik. Kerajinan
yang akan dikaji secara komprehensif adalah kerajinan payung yang terletak di Dukuh
Gumantar, Desa Tanjung, Kecamatan Juwiring.
Kecamatan Juwiring tepat terletak di sebelah timur laut Kabupaten Klaten. Juwiring
berbatasan langsung dengan Kecamatan Wonosari tepat di sisi utara. Sedangkan di sisi
barat berbatasan langsung dengan Kecamatan Delanggu. Kemudian sisi selatan dan
timur berbatasan langsung dengan Kecamatan Pedan dan Kecamatan Sukoharjo.
Kesenian yang menjadi ikon dari daerah ini adalah kerajinan payung lukis yang
diproduksi oleh beberapa industri rumahan. Kreatifitas masyarakat Kecamatan Juwiring
atas produksi payung lukis menjadikan daerah ini sebagai sentra kerajinan payung di
Kota Klaten. Sebagian besar masyarakat lokal Juwiring bermata pencaharian sebagai
seorang pengrajin payung. Meskipun begitu, hanya terdapat satu industri rumahan
payung lukis yang terkenal dari daerah ini yaitu Paguyuban Payung Lukis Ngudi
Rahayu. Peneliti memilih Kecamatan Juwiring sebagai lokasi penelitian disebabkan
karena lokasi ini menjadi sentra kerajinan payung lukis di Kota Klaten dan salah satu
industri payung lukis yang terkenal di Indonesia.
Sejarah dan Perkembangan Payung Lukis Ngudi Rahayu
Payung merupakan sebuah alat yang dibuat dari kain atau pun kertas yang diberi
tangkai dan bisa dilipat. Payung berfungsi sebagai pelindung diri dari hujan dan juga
panasnya matahari. Akan tetapi, seiring perkembangan, fungsi payung mengalami
pergeseran. Payung yang semula berfungsi pada sebatas melindungi diri dari hujan dan
panas matahari kini berkembang menjadi fungsi simbolis (Yulinis, 2019:276). Dulunya,
pada zaman kerajaan payung memiliki fungsi sebagai simbol kebesaran raja. Namun,
pada saat itu payung tidak boleh digunakan oleh sembarang orang. Masuk pada masa
kolonial, payung berfungsi sebagai simbol status sosial pemiliknya serta menjadi suatu
akeseori bagi para pejabat dalam mendukung fashion mereka (Rosmaida Sinaga, Lister
Eva S, Syarifah, 2015:47). Berkembang pada masa revolusi, terjadinya kesetaraan
antara kaum bangsawan dengan rakyat biasa. Hal ini, menjadikan payung dapat
digunakan secara massal di berbagai wilayah. Adanya kolaborasi seni dan kerajinan
lokal menghasilkan sebuah komoditas yang menguntungkan yaitu payung lukis.
Dimana saat ini payung lukis banyak digunakan sebagai hiasan pada tempat-tempat
wisata dan juga festival-festival.
Eksistensi keberadaan payung lukis yang banyak ditemui saat ini tidak terlepas dari
sejarah panjang kemunculannya, utamanya di Juwiring. Payung lukis merupakan
kerajinan lokal khas Juwiring, Klaten. Sebenarnya belum diketahui secara pasti
bagaimana sejarah awal adanya payung lukis di Juwiring karena minimnya sumber
literatur serta bukti-bukti peninggalan lainnya yang menjelaskan sejarah awal payung
lukis tersebut. Kendati pun telah banyak peneliti yang berusaha mengungkap sejarah
keberadaan payung lukis dengan menetap serta menggali informasi dari para sesepuh
desa, namun upaya tersebut belum juga menemukan titik terang. Hanya terdapat
keberadaan petilasan berupa sebuah bangunan yang merupakan bekas pabrik payung
yang kini telah beralih fungsi menjadi balai desa Kenaiban menjadi satu-satunya bukti
sejarah. Petilasan bangunan pabrik payung tersebut sudah ada sejak tahun 1960 an,
artinya payung lukis ini telah ada jauh sebelum tahun itu. Dimana, pada tahun tersebut,
kerajinan payung lukis berada pada masa-masa kejayaannya. Sangat disayangkan, pada
tahun 1984 masa kejayaan kerajinan payung lukis meredup dikarenakan kalah bersaing
dengan produk-produk payung dari plastik yang lebih modern.
Munculnya keinginan yang kuat untuk mempertahankan warisan nenek moyang
mendorong terbentuknya paguyuban payung lukis Ngudi Rahayu pada tahun 2013. Jauh
sebelum terbentuknya paguyuban payung lukis Ngudi Rahayu, usaha ini telah digeluti
semenjak tahun 1999 oleh pendiri paguyuban payung lukis Ngudi Rahayu sebagai
pekerjaan sampingan. Sampai pada tahun 2006, pesanan mulai melonjak hingga tahun
2013 yang membuatnya memutuskan mendirikan Paguyuban Ngudi Rahayu
dikarenakan pesanan yang terus bertambah. Dimana, payung lukis Ngudi Rahayu telah
memiliki pelanggan tetap dan telah terkenal di kalangan keraton maupun masyarakat
luas. Paguyuban Ngudi Rahayu merupakan kelompok pengrajin payung tradisional khas
Juwiring yang didirikan oleh Pak Ngadiyakur dan istrinya Ibu Menik Rahayu. Hidup
berdampingan dengan kerajinan payung lukis semenjak kecil, menjadikannya terbiasa
serta memperoleh keahlian darinya.
Paguyuban Ngudi Rahayu saat ini memiliki 35 anggota pengrajin dengan rentang
usia antara 20 sampai dengan 70 tahun. Kebanyakan mereka yang tergabung dalam
paguyuban Ngudi Rahayu ini menjadikannya sebagai pekerjaan sampingan, terutama
bagi pengrajin yang telah berusia lanjut karena kondisi tubuh yang tidak lagi
memungkinkan untuk bekerja berat. Proses pembuatan payung lukis ini sendiri sebagian
besar prosesnya dikerjakan dirumah sehingga waktu pengerjaan lebih fleksibel.
Pengrajin payung lukis mempunyai bidang keahlian masing-masing, diantaranya bagian
pengerjaan ruji (kerangka payung), ngerancang (penyatuan ruji), sulam (hiasan
kerangka dalam), mayu (penempelan kertas atau kain pada permukaan kerangka), dan
finishing (pemberian warna dasar, motif lukis, serta dekorasi).
Usaha industri kreatif Paguyuban Payung Lukis Ngudi Rahayu Berbasis
Masyarakat Lokal.
Peningkatan ekonomi masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai cara salah
satunya dengan pengembangan industri kreatif, dengan memanfaatkan sumber daya
yang ada masyarakat dapat membuat sebuah produk dari hasil inovasi yang ada
kemudian barang tersebut memiliki sebuah nilai dan dapat ditingkatkan melalui
berbagai alat teknologi yang kian maju. Menurut Simatupang (2008:69) industri kreatif
adalah industri yang mengandalkan talenta, keterampilan, dan kreativitas yang
tergabung menjadi elemen dasar setiap individu. Unsur utama industri kreatif adalah
kreativitas, keahlian, dan talenta yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan melalui
penawaran kreasi intelektual. Dari pengertian tersebut dapat kita pahami bersama bahwa
dengan memanfaatkan keahlian yang dimiliki seseorang dapat meningkatkan sebuah
nilai dari suatu produk atau barang kerajinan tertentu, salah satu kerajinan industri
kreatif yang terdapat di desa Tanjung, Juwiring berupa kerajinan payung lukis ngudi
rahayu telah berdiri sejak tahun 1999 dan berkembang sampai sekarang.
Awal perkembangan payung lukis ngudi rahayu pak ngadi pemilik dari bisnis
tersebut mengerjakan sendirian berbagai proses yang ada, karena memang usaha yang ia
tekuni berawal dari pengalaman bekerja di sebuah perusahan payung wisnu kemudian
pak ngadi membuat usaha sendiri pada awalnya cuma satu orang kemudian berkembang
menjadi puluhan orang. Hal ini diawali setelah adanya lembaga yang menawarkan
memberikan pinjaman, namun karena pak ngadi sebagai pemilik usaha enggan
menerima pinjaman akhirnya beliau tolak akan tetapi pihak lembaga tersebut tetap
menawarkan pinjaman, mengambil jalan tengah pak ngadi berinisiasi membentuk
sebuah paguyuban. Lembaga yang menawarkan pinjaman adalah dompet dhuafa
menawarkan pinjaman tanpa bunga, karena tidak jadi memberikan pinjaman dan
terbentuknya paguyuban, bentuk kerjasama antara pihak dompet dhuafa dan paguyuban
sebagai donatur dan pemilik usaha, dalam hal ini dompet dhuafa hanya menyalurkan
dana ke paguyuban payung ngudi rahayu dan pemilik modal asli adalah astra syariah.
Adanya paguyuban tersebut menciptakan sebuah wadah untuk menampung masyarakat
dalam menyalurkan keterampilan yang dimiliki dalam proses pembuatan payung lukis
karena pada awalnya usaha yang dilakukan hanya mandiri atau rumahan sehingga
kurang berkembang dari segi produksi dan pemasaran.
Terciptanya paguyuban meningkatkan peran masyarakat lokal dalam proses
pembuatan payung lukis ngudi rahayu karena memiliki tujuan yang sama. Menurut
Haryanto & Nugrohadi:2011 paguyuban adalah kelompok sosial dimana anggotanya
memiliki keterkaitan yang alamiah, suci dan murni. Sering bertemu dan memiliki rasa
saling membutuhkan. Yang artinya sejumlah orang yang sering saling bertatap muka
dan memiliki rasa saling membutuhkan dalam mencapai tujuan tertentu. Dari pengertian
tersebut dapat kita pahami bersama dengan adanya paguyuban dapat menjadi wadah
yang menampung masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya karena memiliki tujuan
yang sama dimana hubungan antar anggota memiliki kedekatan intim. Dari kerjasama
yang dilakukan masyarakat dapat meningkatkan jumlah produksi dan kualitas produk,
karena pada awalnya segala pengerjaanya dilakukan sendiri oleh pak ngadi pencetus
paguyuban payung lukis ngudi rahayu. Dengan meningkatnya jumlah produksi maka
penjualan dapat meningkat dan kesejahteraan masyarakat juga akan meningkat, semua
pihak yang terlibat diuntungkan.
Selain terbentuknya paguyuban payung lukis ngudi rahayu kegiatan pengembangan
yang dilakukan oleh masyarakat berupa membuka tempat pembelajaran melukis
payung. Payung lukis ngudi rahayu memiliki daya tarik karena menjadi satu-satunya
industri payung lukis di daerah klaten bahkan solo raya sehingga hal tersebut
memberikan sebuah peluang wisata karena juga menjadi sebuah industri kreatif yang
memiliki nilai seni dan nilai ekonomi yang tinggi dan dapat dipelajari oleh masyarakat
umum. Paguyuban payung lukis ngudi rahayu membuat sebuah padepokan tempat
khusus yang dapat digunakan untuk melukis payung tempat yang disediakan cukup luas
untuk menampung 40-50 orang. Kegiatan pembelajaran pembuatan payung cukup
digemari oleh anak-anak biasanya pelanggan yang berkunjung ke padepokan untuk
belajar secara langsung melukis merupakan rombongan sekolah baik anak-anak SD,
kegiatan tersebut dilakukan di ruangan yang telah disediakan berada di padepokan yang
jaraknya kurang lebih 100 meter dari pusat kerajinan payung lukis ngudi rahayu.
Proses kegiatan pembelajaran melukis payung di pandu oleh para anggota paguyuban
yang kompeten dibidangnya, para siswa akan diberikan satu set perlengkapan melukis
dan satu payung polos berukuran kecil yang akan digunakan sebagai media melukis.
proses pelaksanaan kegiatan tersebut melibatkan banyak pihak tentunya masyarakat
lokal juga terlibat sebagai anggota paguyuban yang bertanggung jawab mengelola
segala kebutuhan peserta dari mulai persiapan hingga pelaksanaan. Dengan
memanfaatkan sumber daya yang ada dapat meningkatkan nilai produk kerajinan
dengan berbagai kegiatan yang dilakukan tidak hanya menjual sebagai barang komersial
namun juga dapat memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai proses pembuatan
payung lukis. Harga yang ditawarkan cukup terjangkau jika ingin melakukan
pembelajaran cara membuat payung lukis dengan harga Rp 35.000 maka sudah
mendapatkan alat lukis dan payung polos yang siap digunakan, namun jika ingin
melakukan kunjungan dan pembelajaran minimal sekitar 40 orang.
Dari berbagai kegiatan yang telah dilakukan dapat meningkatan produksi dan
penjualan payung lukis ngudi rahayu hal ini juga didukung dengan pembuatan artikel
yang dilakukan oleh berbagai wartawan atau peneliti yang datang untuk meliput industri
kreatif paguyuban payung lukis ngudi rahayu. Selain itu karena sentra industri
pembuatan payung lukis telah ada beberapa daerah untuk pasar dan konsumen, karena
selain untuk upacara adat payung lukis digunakan untuk kegiatan umum seperti festival,
kemudian sebagai dekorasi, souvenir dan masih banyak lagi. Pemberdayaan masyarakat
yang tergabung dalam paguyuban payung lukis ngudi rahayu membawa manfaat bagi
berbagai pihak karena semua diuntungkan dari pihak produsen dapat menambah tenaga
kerja, untuk konsumen dapat terpenuhi pesanan dan untuk para pegawai mendapatkan
penghasilan yang lebih stabil.
Korelasi Dengan Konsep Teori Praktik Sosial Pierre Bourdieu
Pada konsep habitus, Pierre Bourdieu mendefinisikan habitus sebagai sebuah
common sense dimana menggambarkan adanya pembagian secara objektif pada sebuah
struktur kelas seperti pembagian kelompok, jenis kelamin, usia, serta kelas sosial.
Habitus merupakan hasil dari internalisasi struktur sosial dan merupakan sebuah produk
sejarah yang tercipta setelah manusia lahir di dunia dan berinteraksi dengan masyarakat.
Habitus tidak terbentuk secara alamiah atau kodrati namun habitus terbentuk oleh hasil
pembelajaran melalui sistem pengasuhan dan sosialisasi dalam masyarakat. Proses
pembelajaran tersebut terjadi dengan sangat halus, tidak disadari dan tampil sebagai
sebuah hal yang wajar. Habitus sangat berkaitan erat dengan field (arena/medan/ranah)
dikarenakan field membentuk sebuah tindakan agen atau praktik-praktik yang
dikategorikan sebagai habitus. Selain itu, habitus yang terdapat dalam suatu waktu
tertentu merupakan sebuah hasil dari kehidupan kolektif yang berlangsung lama. Dalam
hal ini, habitus yang terdapat dalam Paguyuban Ngudi Rahayu adalah sebuah kebiasaan
memproduksi payung lukis yang sudah terbentuk dan dijalankan oleh masyarakat
sekitar kecamatan Juwiring sejak tahun 1960-an. Proses pembelajaran mengenai
produksi payung lukis yang diterima oleh masyarakat ini terjadi secara tidak sadar dan
dilakukan secara terus menerus. Selain itu, Paguyuban Ngudi Rahayu pada awalnya
menjadikan kegiatan produksi kerajinan payung lukis ini sebatas sebagai pewarisan dari
generasi sebelumnya. Namun seiring dengan berjalannya waktu kebiasaan yang
dilakukan secara berulang ini ditekuni dan mendapatkan hasil yang memuaskan.
Modal dalam teori praktik sosial berfungsi untuk menjembatani antara habitus
dengan ranah supaya ranah memiliki sebuah arti. Modal menurut konsep Pierre
Bourdieu memiliki cakupan yang sangat luas mulai dari modal budaya, modal ekonomi,
dan juga modal simbolik. Modal ekonomi berkaitan dengan sesuatu yang bernilai
materil (yang bisa mempunyai nilai simbolik) serta berbagai atribut yang tidak
tersentuh, namun memiliki signifikansi secara kultur. Dalam hal ini, Paguyuban Ngudi
Rahayu mendapat sokongan dana dari dompet dhuafa sehingga dapat membentuk
Paguyuban Ngudi Rahayu dan membeli peralatan-peralatan penunjang produksi serta
membayar para pengrajin payung lukis yang bekerja di Paguyuban Ngudi Rahayu.
Modal budaya merupakan selera yang bernilai budaya dan pola-pola konsumsi.
Modal budaya sendiri dapat mencakup tantangan luas properti, seperti seni, Pendidikan
dan bentuk-bentuk Bahasa. Dalam modal budaya, Paguyuban Ngudi Rahayu memiliki
suatu produk yang bernilai budaya serta konsumsi, yaitu payung lukis. Payung lukis
merupakan sebuah warisan nenek moyang yang penggunaanya erat kaitannya dengan
acara-acara keraton. Dimana sebagian besar pesanan diperuntukkan untuk acara
upacara-upacara keraton, seperti upacara penobatan, upacara Muludan, dan sebagainya.
Berikutnya modal simbolik, yang lebih mengacu pada derajat akumulasi prestise,
ketersohoran, konsekrasi atau kehormatan. Modal simbolik dalam Paguyuban Ngudi
Rahayu yaitu pada tempat produksi payung lukis serta nama Paguyuban Ngudi Rahayu
yang telah besar dan juga dikenal banyak oleh masyarakat umum. Keberadaan
Paguyuban tersebut menjadikan sang pemilik memiliki citra yang tinggi dikalangan
masyarakat sekitarnya sehingga keberadaanya pun diakui serta dihormati sebagai
seorang pengusaha payung lukis serta pendiri Paguyuban Ngudi Rahayu. Selain itu,
ketersediaan tempat edukasi bagi para wisatawan yang ingin belajar membuat payung
lukis menjadi salah satu wisata edukasi pelestarian warisan lokal yang banyak
dikunjungi. Letak tempat produksi serta wisata edukasi yang berada di lingkungan
masyarakat pengrajin payung lukis membuat paguyuban Ngudi Rahayu mudah untuk
ditemukan karena paguyuban Ngudi Rahayu menjadi salah satu sentra produksi payung
lukis ternama di wilayah tersebut.
Selanjutnya modal sosial, terwujud melalui hubungan-hubungan dan jaringan-
jaringan yang merupakan sumber daya yang berguna. Jaringan sosial ini dimiliki pelaku
dalam hubungannya bersama pihak lain yang memiliki kuasa. Paguyuban Ngudi
Rahayu telah memiliki hubungan yang baik dengan pihak keraton Surakarta maupun
Yogya sehingga mereka selalu mempercayakan pesanan kepada paguyuban Ngudi
Rahayu. Kepercayaan yang terbangun atas hubungan relasi tersebut turut
menghantarkan nama paguyuban Ngudi Rahayu di kalangan Budayawan, seniman serta
akademisi. Oleh karenanya, paguyuban Ngudi Rahayu sampai mendapatkan pesanan
2000 payung untuk acara Sea Games yang kala itu dilaksanakan di Palembang. Bahkan
saat ini, paguyuban Ngudi Rahayu pun merambah pada pesanan untuk pariwisata.
Paguyuban Ngudi Rahayu juga aktif dalam mengikuti pagelaran festival-festival yang
diadakan untuk semakin menjaring relasi sosial yang lebih luas. Selain itu, adanya
kerjasama antara dompet dhuafa dengan paguyuban Ngudi Rahayu serta ketersediaan
sumber daya manusia sebagai pengrajin payung lukis juga menjadi modal sosial
paguyuban Ngudi Rahayu. Dimana, adanya rasa saling percaya diantara pemilik serta
pengrajin membuat paguyuban ini semakin solid dan besar.
Konsep ranah atau arena atau medan (field) merupakan ruang atau semesta sosial
tertentu sebagai tempat para agen/aktor sosial saling bersaing. Di dalam ranah/arena
para agen bersaing untuk mendapatkan berbagai sumber maupun kekuatan simbolis.
Semakin banyak sumber yang dimiliki semakin tinggi struktur yang dimiliki.
Keterkaitan ranah dengan paguyuban payung lukis ngudi rahayu berupa legitimasi
dimana memiliki sumber daya yang lebih di tengah persaingan pasar. Sumber daya yang
dimiliki berupa aset yang dimiliki seperti ketersedian bahan baku dan pegawai yang
tergabung dalam paguyuban. Persaingan dengan berbagai aktor yang ada dapat diatasi
dengan baik karena paguyuban payung lukis sudah memiliki pelanggan tetap baik itu
dari keraton dan konsumen dari berbagai daerah sehingga memiliki ruang yang lebih
luas karena dapat bersaing untuk mendapatkan sumber kekuasaan simbolis yang dapat
digunakan untuk mencapai keberhasilan lebih lanjut. Dari hal tersebut paguyuban
payung ngudi rahayu dapat mendayagunakan sumber daya yang dimiliki.
KESIMPULAN
Paguyuban Payung Lukis Ngudi Rahayu merupakan salah satu sentra kerajinan
payung lukis ternama di Juwiring, Klaten. Paguyuban Payung Lukis Ngudi Rahayu
berdiri sejak tahun 2013, namun jauh sebelum itu kerajinan payung lukis telah lama ada.
Berawal dari keinginan untuk meneruskan serta melestarikan warisan budaya kini
menjadikan nama Paguyuban Payung Lukis Ngudi Rahayu sebagai salah satu sentra
kerajinan payung lukis ternama. Adanya pergeseran fungsi payung sebagai pelindung
menjadi fungsi simbolik dan kini menjadi sebuah komoditas membuat payung lukis
banyak diminati utamanya dalam industri pariwisata, festival, bahkan acara-acara
keraton. Hubungan relasi yang terjalin dengan baik menjadikan payung lukis
Paguyuban Ngudi Rahayu semakin dikenal masyarakat luas, baik dari kalangan
akademisi, budayawan, seniman, warga keraton, dan masyarakat umum.
Keberadaan industri Paguyuban Payung Lukis Ngudi Rahayu mampu memberikan
dampak bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya. Dengan memanfaatkan
sumber daya yang ada dan wadah untuk menampung kreativitas masyarakat dengan
bentuk paguyuban dapat meningkatkan kemajuan industri dan juga perekonomian
masyarakat. Kerajinan payung ngudi rahayu dapat tetap berkembang sampai sekarang
karena adanya peran masyarakat lokal dalam proses pembuatan dan aktivitas
paguyuban, hal ini dapat memberikan dampak positif dimana masyarakat lokal
mendapatkan penghasilan dari hasil produksi payung lukis dan kelestarian kerajinan
payung lukis tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Agus N S, dkk. (2018). Kerajinan Payung Geulis sebagai Kearifan Lokal Tasikmalaya.
Panggung, 28 (4), 388-403.
Aisyah, N M, dkk. PENGEMBANGAN INDUSTRI KREATIF DI KOTA BATU
(Studi tentang Industri Kreatif Sektor Kerajinan di Kota Batu). Jurnal
Administrasi Publik (JAP). 2 (2) 281-286.
Ave, Joop. 2008. Indonesian Art and Crafts. Jakarta: PT Java Books Indonesia.
Azizah, Siti Nur dan MUfiatun. (2017) Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis
Kearifan Lokal Pandanus Handicraft dalam Menghadapi Pasar Modern
Perspektif Ekonomi Syariah (Study Case di Pandanus Nusa Sambisari
Yogyakarta). Jurnal Aplikasi Ilmu-ilmu Agama. 17 (7) 63-78.
Fadilla F N, dkk. (2020). PASANG SURUT INDUSTRI PAYUNG GEULIS
PANYINGKIRAN TASIKMALAYA PADA KURUN WAKTU 1930 - 2007.
Bihari: Pendidikan Sejarah dan Ilmu Sejarah, 3 (2), 85-99.
Fatmawati, N. I. (2020). PIERRE BOURDIEU DAN KONSEP DASAR KEKERASAN
SIMBOLIK. Madani: Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan, 12 (1), 41-60.
Nafiah, S. M. (2021). PERKEMBANGAN INDUSTRI PAYUNG WISNU DI
JUWIRING TAHUN 1975-1998. Mozaik: Kajian Ilmu Sejarah, 12 (2), 149-162.
Siregar, M. (2016). Teori "Gado-gado" Pierre Felix- Bourdieu. Jurnal Studi Kultural, 1
(2), 79-82.
Sumardjo, J. (2006). Estetika Paradoks. Ban- dung: STSI