[go: up one dir, main page]

0% found this document useful (0 votes)
42 views16 pages

Makalah PSQH

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1/ 16

JURNAL PENGANTAR STUDI AL-QUR’AN HADIS

Tentang

KANDUNGAN AL-QUR’AN TAUHID, IBADAH, WA’AD DAN WAID,


SABIL AL- SA’ADAH, DAN QASHASH

Disusun Oleh:
Aisyah 2214070137
Tasya Juliyasdi 2214070138
Reza Putri Rahmadhani 2214070139

Dosen Pengampu:
Dr. Hj. Azhariah Fatia, S.Ag, MA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG
1444 H/2023 M
KANDUNGAN AL-QUR’AN TAUHID, IBADAH, WA’AD DAN WAID, SABIL AL-
SA’ADAH, DAN QASHASH
Aisyah
Email: aissyah494@gmail.com
Tasya Juliyasdi
Email: tasyatasya867@gmail.com
Reza Putri Rahmadhani
Email: reza.prahmadhani@gmail.com

ABSTRAK
Al-Qur'an is the last holy book revealed by God to mankind through Prophet Muhammad peace
be upon him to be used as a guide for life. The pointers that he brings can illuminate the entire
content of nature. As the book of bidayah throughout the ages, the Qur'an contains information-
basic information about various problems, both information about law, ethics, medicine and so
on. The Qur'an contains divine messages (risale illahiyah) for mankind which were conveyed
through the Prophet Muhammad. These messages are no different from the treatises that were
brought by the Prophets Adam, Noah, Ibrahim and the other apostles to Prophet Isa, that is to say
monotheism to Allah. The concept of divinity taught by the Al-Qur'an is no different from the
concept of divinity taught by an apostle that God once sent to this world. It is only a matter of
law or shari'a that always changes according to the changing circumstances and conditions in
which the prophet was sent. However, we often read the discussion of Al-Qur'an is about the
earth, plants, animals, humans, the universe, natural phenomena and history. This discussion in
this holy book is a series of lessons for mankind regarding monotheism and submission to Allah.
Al-Qur’an adalah kitab suci terakhir yang diturunkan oleh Allah kepada umat manusia melalui
Nabi Muhammad saw untuk dijadikan sebagai pedomanhidup. Petunjuk-petunjuk yang
dibawanya pun dapat menyinari seluruh isi alamini. Sebagai kitab bidayah sepanjang zaman, al-
Qur’an memuat informasi-informasi dasar tentang berbagai masalah, baik informasi tentang
hukum, etika, kedokteran dan sebagainya. Al-Qur’an berisi pesan-pesan ilahi (risalah illahiyah)
untuk umat manusia yang disampaikan melalui Nabi Muhammad Saw. Pesan-pesan tersebut
tidak berbeda dengan risalah yang dibawa oleh Nabi Adam, Nuh, Ibrahim dan rasul-rasul lainnya
sampai kepada Nabi Isa, rialah itu adalah mentauhidkan Allah. Konsep ketuhanan yang diajarkan
oleh Al-Qur’an tidak berbeda dengan konsep ketuhananan diajarkan oleh rasul yang pernah
Allah utus didunia ini. hanya persoalan hukum atau syariat sajalah yang selalu berubah sesuai
dengan perubahan situasi dan kondisi dimana nabi itu diutus. Bagaimanapun juga, kita sering
membaca perbincangan Al-Qur’an mengeni bumi, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, jagat
raya, fenomena alam dan sejarah. Perbincangan tersebut dalam kitab Suci ini, merupakan
rangkaian pembelajaran bagi umat manusia mengenai tauhid dan ketundukan kepada Allah.
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kitab suci terakhir yang diturunkan oleh Allah kepada umat
manusia melalui Nabi Muhammad saw untuk dijadikan sebagai pedomanhidup. Petunjuk-
petunjuk yang dibawanya pun dapat menyinari seluruh isi alamini. Sebagai kitab bidayah
sepanjang zaman, al-Qur’an memuat informasi-informasi dasar tentang berbagai masalah,
baik informasi tentang hukum, etika,kedokteran dan sebagainya.Hal ini merupakan salah
satu bukti tentang keluasan dan keluwesan isikandungan al-Qur’an tersebut. Informasi
yang diberikan itu merupakan dasar-dasarnya saja, dan manusia lah yang akan
menganalisis dan merincinya, membuat keautentikan teks al-Qur’an menjadi lebih
tampak bila berhadapan dengan konteks persoalan-persoalan kemanusiaan dan kehidupan
modern.Al-Quran juga merupakan kitab suci agama islam untuk seluruh umatmuslim di
seluruh dunia dari awal diturunkan hingga waktu penghabisan spesiesmanusia di dunia
baik di bumi maupun di luar angkasa akibat kiamat besar.
Al-Qur’an mempunyai arti yang sangat penting dalam islam. Al-Qur’an
mempunyai berbagai macam fungsi, salah satu fungsi itu adalah bahwa Al-Qur’an itu di
jadikan sebagai sumber ajaran dalam Islam.Al-Qur’an turun tidak secara sekaligus,
namun sedikit demi sedikit baik beberapa ayat, langsung satu surat, potongan ayat, dan
sebagainya. Turunnya ayatdan surat disesuaikan dengan kejadian yang ada atau sesuai
dengan keperluan.Selain itu dengan turun sedikit demi sedikit, Nabi Muhammad SAW
akan lebihmudah menghafal serta meneguhkan hati orang yang menerimanya. Lama al-
quran diturunkan ke bumi adalah kurang lebih sekitar 22 tahun 2 bulan dan 22 hari.
Di dalam surat-surat dan ayat-ayat alquran terkandung kandungan yangsecara
garis besar dapat kita bagi menjadi beberapa hal pokok atau hal utama beserta pengertian
atau arti definisi dari masing-masing kandungan inti sarinya.Untuk itu dalam pembahasan
kali ini saya akan memaparkan tentang apa pengertian Al-Qur’an dan pokok-pokok isi
kandungan Al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
A. Apa pengertian tauhid?
B. Apa pengertian ibadah?
C. Apa pengertian wa’ad dan waid?
D. Apa pengertian sabil al-sa’adah?
E. Apa pengertian qashash?
C. Tujuan
A. Mengetahui tentang tauhid.
B. Mengetahui tentang ibadah.
C. Mengetahui tentang wa’ad dan waid.
D. Mengetahui tentang sabil al-sa’adah.
E. Mengetahui tentang qashash.
PEMBAHASAN

A. TAUHID
Tauhid adalah sebuah kata yang tidak asing lagi bagi kaum muslimin. Karena pada
umumnya kita menginginkan atau bahkan telah mengaku sebagai seorang yang bertauhid.
Disamping itu, kata ‘tauhid’ ini sangat sering disampaikan oleh para penceramah baik pada
waktu khutbah atau pengajian-pengajian. Akan tetapi bisa jadi masih banyak orang yang
belum memahami hakikat dan kedudukan tauhid ini bagi kehidupan manusia, bahkan bagi
yang telah merasa bertauhid sekalipun. Berangkat dari banyaknya pemahaman orang yang
telah kabur tentang hakikat tauhid dan lupa akan kedudukannya yang begitu tinggi maka
penjelasan yang gamblang tentang masalah ini sangat penting untuk disampaikan. Dan
karena permasalahan tauhid merupakan permasalahan agama maka penjelasannya tidak
boleh lepas dari sumber ilmu agama yaitu Al Quran dan As Sunnah dengan merujuk kepada
penjelasan ahlinya, yaitu para ulama.
1. Pengertian Tauhid
Para ulama Aqidah mendefinisikan tauhid sebagai berikut: Tauhid adalah
keyakinan tentang keesaan Allah SWT. dalam rububiyah-Nya, mengikhlaskan ibadah
hanya kepada-Nya serta menetapkan nama-nama dan sifat-sifat kesempurnaan bagi-Nya.
Dengan demikian maka biasa dikatakan bahwa tauhid terbagi menjadi tiga macam yaitu:
Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Asma dan Sifat. Kesimpulan ini diambil
oleh para ulama setelah mereka meneliti dalil-dalil AL Quran dan hadits yang terkait
dengan keesaan Allah subhanahu wa ta’ala. Untuk lebih jelasnya akan dijabarkan
dibawah ini masing-masing tauhid tersebut.
2. Macam-Macam Tauhid
a. Tauhid Rububiyah
Tauhid Rububiyah adalah keyakinan tentang keesaan Allah di dalam perbuatan-
perbuatan-Nya. Yaitu meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya: - Pencipta seluruh
makhluk. “Allah menciptakan segala sesuatu dan Allah memelihara segala sesuatu.”
(QS. Az Zumar: 62) - Pemberi rizki kepada seluruh manusia dan makhluk lainnya.
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah lah yang memberi
rezekinya…” (QS. Hud: 6) - Penguasa dan pengatur segala urusan alam, yang
meninggikan lagi menghinakan, menghidupkan lagi mematikan, memperjalankan
malam dan siang dan yang maha kuasa atas segala sesuatu. “Katakanlah: Wahai
Tuhan yang mempunyai kerajaan,engkau berikan kerajaan kepada orang yang engkau
kehendaki dan engkau cabut kerajaan dari orang yang engkau kehendaki. Engkau
muliakan orang yang engkau kehendaki dan engkau hinakan orang yang engkau
kehendaki. Di tangan engkaulah segala kebijakan. Sesungguhnya engkau maha kuasa
atas segala sesuatu. Engkau masukan malam kedalam siang dan engkau masukan
siang kedalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati dan engkau
keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan engkau beri rizki siapa yang Engkau
kehendaki tanpa hisab (batas).” (QS. Ali Imron: 26 -27). Dengan demikian Tauhid
Rububiyah mencakup keimanan kepada tiga hal yaitu:
1. Beriman kepada perbuatan-perbuatan Allah secara umum seperti, memberi rezeki,
menghidupkan dan mematikan dan lain-lain.
2. Beriman kepada qadha dan qadar Allah.
3. Beriman kepada keesaan Zat-Nya.
b. Tauhid Asma dan Sifat Tauhid
Asma dan Sifat adalah keyakinan tentang keesaan Allah subhanahu wa
ta’ala dalam nama dan sifat-Nya yang terdapat dalam Al Quran dan Al Hadits
dilengkapi dengan mengimani makna-maknanya dan hukum-hukumnya. Allah
berfirman:”Hanya milik Allah Asmaul Husna, maka bermohonlah kepada-Nya
dengan menyebut Asmaul Husna itu.” (QS. Al A’rof: 180) “Dan bagi-Nya lah
sifat yang Maha Tinggi di langit dan di bumi.” (QS. Ar Rum: 27). Hal-hal yang
harus diperhatikan dalam tauhid Asma dan Sifat adalah sebagai berikut:
1. Menetapkan semua nama dan sifat tidak menafikan dan menolaknya.
2. Tidak melampaui batas dengan menamai atau mensifati Allah di luar yang telah
ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
3. Tidak menyerupakan nama dan sifat Allah dengan nama dan sifat makhluk-
Nya. 4. Tidak mencari tahu tentang hakikat bentuk sifat-sifat Allah.
5. Beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntutan asma dan sifat-Nya.
Kedua macam tauhid di atas termasuk dalam satu pembahasan yaitu
tentang keyakinan atau pengenalan tentang Allah. Oleh karena itu kedua macam
tauhid tersebut biasa disatukan pembahasannya dengan nama tauhid ma’rifah dan
itsbat (pengenalan dan penetapan) Pada dasarnya fitrah manusia beriman dan
bertauhid ma’rifah dan itsbat. Oleh karena itu orang-orang musyrik dan kafir yang
dihadapi oleh para Rasul tidak mengingkari hal ini. Dalilnya adalah firman Allah:
“Katakanlah: ‘Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya
‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab, ‘kepunyaan Allah.’ Katakanlah,
‘Maka apakah kamu tidak bertaqwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya
berada kekuasaan atas se - gala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada
yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan
menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘(Kalau demikian), maka dari jalan
manakah kamu ditipu?’” (QS. Al Mu’minun: 86- 89) Kalaulah ada manusia yang
mengingkari Rububiyah dan kesempurnaan nama dan sifat Allah, itu hanyalah
kesombongan lisannya yang pada hakikatnya hatinya mengingkari apa yang
diucapkan oleh lisannya. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada Firaun dan
pembelanya. “Musa menjawab: Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa
tiada yang menurunkan mu’jizat-mu’jizat itu kecuali Tuhan yang Maha
memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata, dan sesungguhnya
aku mengira kamu, hai Firaun seorang yang akan binasa.” (QS. Al Isra: 102)
Demikian juga pengingkaran orang-orang komunis dewasa ini, hanyalah
kesombongan dhohir walaupun batinnya pasti mengakui bahwa tiada sesuatu
yang ada kecuali ada yang mengadakan dan tidak ada satu kejadianpun kecuali
ada yang berbuat. “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah
merekalah yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah
menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang
mereka katakan).” (QS. At Thur: 35-36).
c. Tauhid Uluhiyah
Tauhid Uluhiyah adalah mengesakan Allah dalam tujuan perbuatan-
perbuatan hamba yang dilakukan dalam rangka taqorub dan seperti berdoa,
bernadzar, menyembelih kurban, bertawakal, bertaubat, dan lain-lain. “Dan
Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Baqoroh:
163) “Allah berfirman: Janganlah kamu menyembah dua tuhan. Sesungguhnya
Dialah Tuhan Yang Maha Esa, maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut.”
(QS. An Nahl: 51) “Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain disamping
Allah, padahal tidak ada sesuatu dalilpun baginya tentang itu maka sesungguhnya
perhitungannya di sisi Tuhan-Nya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir tiada
beruntung.” (QS. Al Mu’minun: 117). Tauhid inilah yang dituntut harus
ditunaikan oleh setiap hamba sesuai dengan kehendak Allah sebagai konsekuensi
dari pengakuan mereka tentang Rububiyah dan kesempurnaan nama dan sifat
Allah. Kemurnian Tauhid Uluhiyah akan didapatkan dengan mewujudkan dua hal
mendasar yaitu:
1. Seluruh ibadah hanya diperuntukkan kepada Allah bukan kepada yang
lainnya.
2. Dalam pelaksanaan ibadah tersebut harus sesuai dengan perintah dan larangan
Allah.
Ketiga macam tauhid di atas memiliki hubungan yang tidak bisa
dipisahkan, dimana keimanan seseorang kepada Allah tidak akan utuh sehingga
terkumpul pada dirinya ketiga macam tauhid tersebut. Tauhid Rububiyah
seseorang tak berguna sehingga dia bertauhid Uluhiyah dan Tauhid Rububiyah,
serta Tauhid Uluhiyah seseorang tak lurus sehingga dia bertauhid asma dan sifat.
Singkatnya, mengenal Allah tak berguna sampai seorang hamba beribadah hanya
kepada-Nya. Dan beribadah kepada Allah tidak akan terwujud tanpa mengenal
Allah. Tauhid memiliki kedudukan yang sangat tinggi di dalam agama ini. Karena
pada dasarnya manusia telah mengenal Allah meski secara global, maka para
Rasul utusan Allah diutus bukan untuk memperkenalkan tentang Allah semata.
Namun hakikat dakwah para Rasul adalah untuk menuntut mereka agar beribadah
hanya kepada-Nya. Dengan demikian materi dakwah para rasul adalah Tauhid
Uluhiyah. Oleh karena itu istilah tauhid tatkala disebutkan secara bebas (tanpa
diberi keterangan lain) maka ia lebih mengacu kepada Tauhid Uluhiyah
3. Ayat-Ayat Tentang Tauhid
a. Q.S Al-Ikhlas (112) : 1
‫قُلْ هُ َو ٱهَّلل ُ َأ َح ٌد‬
Artinya: Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa.
b. Q.S Al-Baqarah (2): 163
Y‫ ُم‬Y‫ ي‬Y‫ح‬Yِ Yَّ‫ر‬Y‫ل‬Y‫ ا‬Y‫ن‬Yُ Y‫ َم‬Yٰ Y‫ح‬Yْ Yَّ‫ر‬Y‫ل‬Y‫ ا‬Y‫ َو‬Yُ‫ ِإ اَّل ه‬Yَ‫ ه‬Yَ‫ل‬Yٰ ‫ اَل ِإ‬Yۖ Y‫ ٌد‬Y‫ ِح‬Y‫ ا‬Y‫و‬Yَ Yٌ‫ ه‬Yَ‫ل‬Yٰ ‫ ِإ‬Y‫ ْم‬Y‫ ُك‬Yُ‫ ه‬Yَ‫ل‬Yٰ ‫ ِإ‬Y‫َو‬
Artinya: “Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan
Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”

c. Q.S An- Nahl (16): 51


َ Y‫َّا‬Y‫ ِإ ي‬Yَ‫ ف‬Yۖ Y‫ ٌد‬Y‫ح‬Yِ Y‫ ا‬Y‫ َو‬Yٌ‫ ه‬Yَ‫ل‬Yٰ ‫ ِإ‬Y‫ َو‬Yُ‫ ه‬Y‫ ا‬Y‫َّ َم‬Y‫ ِإ ن‬Yۖ Y‫ ِن‬Y‫ ْي‬Yَ‫ ن‬Y‫ ْث‬Y‫ ا‬Y‫ ِن‬Y‫ ْي‬Yَ‫ ه‬Yَ‫ ِإ ٰل‬Y‫ا‬Y‫ و‬Y‫ ُذ‬Y‫َّ ِخ‬Y‫ ت‬Yَ‫ اَل ت‬Yُ ‫ هَّللا‬Y‫ل‬Yَ Y‫ ا‬Yَ‫ ق‬Y‫َو‬
Y‫ ِن‬Y‫ و‬Yُ‫ ب‬Yَ‫ ه‬Y‫ر‬Yْ Y‫ ا‬Yَ‫ ف‬Y‫ي‬
Artinya: “Allah berfirman: "Janganlah kamu menyembah dua tuhan; sesungguhnya
Dialah Tuhan Yang Maha Esa, maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut".

B. IBADAH
Ibadah secara etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk. Di dalam syara’,
ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi ibadah itu
antara lain :
1. Ibadah ialah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah- perintah-Nya (yang
digariskan) melalui lisan para Rasul-Nya.
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah , yaitu tingkatanketundukan yang paling
tinggi disertai dengan rasa mahabbah(kecintaan) yang paling tinggi
3. Ibadah ialah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dandiridhai Allah , baik
berupa ucapan atau perbuatan, yang dzahir maupun bathin. Ini adalah definisi ibadah
yang paling lengkap.
Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf
(takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal(ketergantungan), raghbah
(senang) dan rahbah (takut) adalah ibadahqalbiyah (yang berkaitan dengan hati).
Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati).
Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan hati, lisan dan
badan.12Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia, Allah berfirman, “Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku
tidak menghendaki rizki sedikitpundari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya
mereka memberi Akumakan. Sesungguhnya Allah, Dia-lah Maha Pemberi rizki yang
mempunyai kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzariyat: 56-58) Allah
memberitahukan, hikmah penciptaan jin dan manusiaadalah agar mereka melaksanakan
ibadah kepada Allah . Dan Allah MahaKaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan
tetapi merekalah yangmembutuhkan-Nya. Karena ketergantungan mereka kepada Allah ,
makamereka menyembah-Nya sesuai dengan aturan syari’at-Nya. Maka siapayang
menolak beribadah kepada Allah , ia adalah sombong. Siapa yangmenyembah-Nya tetapi
dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya maka ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan
siapa yang hanya menyembah-Nya dan dengan syari’at-Nya, maka dia adalah mukmin
muwahhid (yang mengesakan Allah).Perintah menyembah kepada Allah banyak
diterangkan dalam Al-Qur’an salah satunya didalam Q.S Al-Baqarah ayat 21 Artinya:
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa”.(Q.S Al-Baqarah/2:21).

C. WA’AD dan WAID


Termasuk dari prinsip-prinsip aqidah Salafush Shalih, Ahlus Sunnah wal
Jama’ah: Beriman kepada nash-nash wa’ad (janji) (Al-Wa’du, yaitu nas-nash (al-Qur’an
dan as-Sunnah) yang mengandung janji Allah kepada orang yang taat dengan ganjaran
yang baik, pahala dan Surga) dan wa’iid (ancaman) (Al-Wa’id, yaitu nash-nash yang
terdapat padanya ancaman bagi orang-orang yang berbuat maksiyat dengan adzab dan
siksaan yang pedih). Ahlus Sunnah mengimaninya dan memberlakukannya sebagaimana
datangnya, tidak menakwilkan (menyelewengkan) dan menetapkan nash-nash wa’ad dan
wa’iid sebagaimana adanya. Berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya Allah
tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-nya. Barang siapa mempersekutukan Allah,
maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (An-Nisaa’: 48 dan 116) Ahlus Sunnah
meyakini bahwa akhir kehidupan seorang hamba tidak ada seorang pun yang
mengetahuinya, begitu juga tidak ada yang mengetahui dengan apakah seorang hamba
mengakhiri (kehidupannya)? Akan tetapi barangsiapa yang menampakkan perbuatan
kufur akbar (besar), maka akan dihukumi seperti itu pula dan akan diperlakukan
sebagaimana orang kafir.

Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya seseorang berbuat seperti perbuatan


penghuni surga, yang tampak dihadapan manusia; padahal dia tergolong penghuni
Neraka. Dan sesungguhnya seseorang berbuat seperti perbuatan penguhi Neraka, yang
tampak di hadapan manusia; padahal dia tergolong penghuni Surga.” (HR. Al-Bukhari
dan Muslim). (HR. Al-Bukhari no. 2898, 4207, Muslim no. 112 (179) di Kitaabul Iimaan
dan no. 2651 (12) di Kitaabul Qadar dan Ahmad (V/332) dari Sahabat Sahl bin Sa’d as-
Sa’idi).

Nabi SAW juga bersabda, “Sesungguhnya ada diantara kalian seseorang yang
melakukan perbuatan orang penguhi Surga, sehingga jarak antara dia dengan Surga
tinggal sehasta, tetapi ketentuan (Allah) telah mendahuluinya; maka dia pun melakukan
(di penghujung hayatnya) perbuatan orang penghuni Neraka lalu dia memasukinya. Dan
sesungguhnya ada di antar akalian seseorang yang melakukan perbuatan orang penghuni
Neraka, sehingga jarak antara dia dengan Neraka tinggal sehasta, tetapi ketentuan (Allah)
telah mendahuluinya; maka dia melakukan (dipenghujung hayatnya) perbuatan orang
penguhi Surga lalu dia memasukinya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). (HR. Al-Bukhari
no. 3208, 3332, 6594, 7454, Muslim no. 2643, Ahmad (I/382), Abu Dawud no. 4708, at-
Tirmidzi no. 2137 dan Ibnu Majah no. 76 dari Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud).
Ahlus Sunnah wal Jama’ah menyatakan bahwa barangsiapa meninggal dalam
keaadan Islam dengan zhahir ke-Islamannya dari kalangan orang-orang Mukminin dan
muttaqin secara umum, maka Insya Allah dia termasuk penguhi Surga. Allah Ta’ala
berfirman, “Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat
baik, bahwa bagi mereka disediakan Surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
alamnya….” (Al-Baqarah: 25).

Allah juga berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu didalam


taman-taman dan sungai-sungai, di tempat yang disenangi di sisi (Rabb) Yang
Mahaberkuasa.” (Al-Qamar: 54-55).

Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa meninggal dan dia mengetahui bahwa ‘Tidak
ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah maka pasti ia masuk Surga.”
(HR. Muslim) (HR. Muslim no. 26 dan Ahmad (I/65, 69) dari Sahabat ‘Utsman bin
‘Affan).

Ahlus Sunnah wal Jama’ah menyatakan bahwa orang-orang kafir, musyrik dan
munafik adalah para penghuni Neraka. Berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Adapun orang-
orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni Neraka; mereka
kekal di dalamnya.” (Al-Baqarah: 39).

Dan firman-Nya, “Sesungguhnya orang-orang kafir yakni Ahli kitab dan orang-
orang musyrik (akan masuk) ke Neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu
adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al-Bayyinah: 6)
Allah Ta’ala berfirman pula, “Sesungguhnya orang-orang yang munafik itu
(ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari Neraka.” (QS. An-Nisaa’: 145)

Ahlus Sunnah wal Jama’ah membenarkan berita tentang sepuluh orang yang
dijamin masuk surga, seperti yang dinyatakan Rasulullah SAW kepada mereka. Setiap
orang yang dinyatakan Nabi SAW akan masuk Surga maka demikian pula Ahlus Sunnah
menyatakan pembenarannya. Nabi SAW bersabda, “Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali,
Thalhah, Az-Zubari, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Saad bin Abi Waqqash, Said bin Zaid dan
Abu ‘Ubaidah bin al-Jarrah (semuanya) di Surga.” (Shahih Sunan Abi Dawud oleh
Syaikh al-Albani). (HR. At-Tirmidzi no. 3747, lafazh hadits tersebut miliknya dan
Ahmad (I/193) dari Sahabat ‘Abdurrahman bin ‘Auf, diriwayatkan pula oleh Abu Dawud
no. 4649, Ibnu Majah no. 133, Ibnu Abi ‘Asihim dalam Kitaabus Sunnah no. 1430, 1433
dan Ahmad (I/187, 188,189) dari Sahabat Said bin Zaid bin ‘Amr bin Nufail.
Dishahihkan oleh Syaik al-Albani dalam Shahiihul Jaami’ish Shaghiir no. 50 dan dimuat
juga dalam Silsilatul Ahadiitsish Shahiihah jilid II hal. 531.

Sungguh telah terdapat persaksian (dijamin masuk) Surga, untuk banyak orang dri
kalangan Sahabat seperti ‘Ukkasyah bin Mihshan, ‘Abdullah bin Sallam, keluarga Yasir,
Bilal bin Rabah, Ja’far bin Abi Thalib, ‘Amr bin Tsabit, Zaid bin Haritsah, ‘Abdullah bin
Rawahah, Fatimah puteri Rasulullah SAW Khadijah bintu Khuwailid, ‘Aisyah,
Shafiyyah, Hafshah dan semua isteri Nabi SAW serta lain-lainnya. Adapun bila ada nash
yang menjelaskan bahwa ada orang-orang yang termasuk penghuni Neraka, maka kita
menyatakan begi mereka seperti keterangan yang ada. Di antara mereka adalah Abu
Lahab ‘Abdul ‘Uzza bin ‘Abdul Muthalib dan isterinya Ummu Jamil Arwa binti Harb
dan selainnya ada orang -orang yang sudah ditetapkan sebagai penghuni Neraka.

Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak memastikan bagi orang tertentu siapapun
orangnya dengan masuk Surga atau neraka, kecuali kalau Rasulullah SAW telah
memastikan baginya. Namun Ahlus Sunnah berharap bahwa orang yang muhsin ( yang
berbuat kabaikan untuk masuk Surga) dan cemas terhadap orang yang berbuat jelek.
(Oleh karena itu, tidak dapat ditentukan bagi orang yang dibunuh atau wafat bahwa dia
mati Syahid, karena niat itu tempat kambalinya hanya kepada Allah Ta’ala. Pendapat
yang benar hendaknya dikatakan : “Kita memohon kapada Allah agar dia digolongkan
orang yang mati Syahid lalu kita menyatakan bahwa dia Insya Allah orang yang mati
syahid dan kami tidak mensucikan seseorang disisi Allah ; maka hendaknya dengan
shighah (bentuk do’a bukan dengan sihghah jazim (pemastian). Karana pemastian seperti
ini termsuk berkata tanpa ilmu dihadapan Allah.

Ahlus Sunnah beri’tiqad bahwa seorang tidak dipastikan masuk Surga, walaupun
amalnya baik kecuali jika Allah melimpahkan karunia- Nya kapdanya, lalu ia akan dapat
masuk Surga karena rahmat – Nya. Allah Ta’ala berfirman, “…Sekiranya tidaklah karena
kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun dari kamu
bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah
membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Mahamendengar lagi
Mahamengetahui.” (An-Nuur: 21).

Nabi SAW bersabda, “Tiada seorangpun yang masuk surga karena amalnya”
(Para Sahabat) bertanya: “Apakah engkau demikian pula, wahai Rasulullah?” Beliau
menjawab: “Demikian pula ku kecuali Rabb-ku melimpahkan rahmat-Nya kepadaku.”
(HR. Muslim). (HR. Bukhari no. 5673 dan Muslim no. 2816 (72) dari Sahabat Abu
Hurairah, lafazh ini milik Muslim).

Ahlus Sunnah wal Jama’ah: Tidak memastikan adzab bagi orang yang ditujukan
ancaman kepadanya selama tidak kafir, karena kadang-kadang Allah mengampuninya
dengan sebab perbuatan taatnya atau taubatnya, musibah atau penyakit yang dapat
menghapus dosa-dosanya. Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba Ku
yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari
rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya
Dia-lah yang Mahapengampun lagi Mahapenyayang.'” (Az-Zumar: 53).
Nabi SAW bersabda, “Ketika seseorang berjalan lalu ia dapati dahan yang
berduri di tengah jalan, maka ia singkirkan dahan tersebut. Maka Allah memujinya lalu
mengampuninya.” (HR. Al-Bukhari).

Ahlus Sunnah wal Jama’ah beri’tiqad bahwa setiap makhluk punya ajal tertentu,
dan setiap jiwa tidak akan wafat kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah
ditentukan waktunya. Apabila ajal mereka telah datang maka tidak ada yang dapat
memunda ataupun memajukan barang sesaat pun. Jika ia wafat atau dibunuh maka
sesungguhnya hal tersebut terjadi karena batas waktu yang ditentukan telah terakhir.
Allah Ta’ala berfirman, “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin
Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya….” (Ali ‘Imran: 145).

Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini kebenaran bahwa Allah Ta’ala telah
menjanjikan Surga kepada kaum Mukminin, mengancam akan mengadzab orang-orang
yang bertauhid namun masih melakukan kemaksiatan; dan mengadzab orang-orang kafir
serta munafik dalam Neraka. Allah Ta’ala berfirman, ““Orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amalan shalih, kelak akan Kami masukkan kedalam Surga yang mengalir
sunga-sungai di dalamnya selama-lamanya. Allah telah membuat suatu janji yang benar.
Dan siapakah yang lebih benar perkataanya daripada Allah.” (An-Nisaa’: 122)

Tetapi Allah Ta’ala mengampuni orang-orang yang bertauhid walaupun masih


melakukan kemaksiatan dengan karunia dan kemuliaan-Nya. Allah Ta’ala telah
menjanjikan ampunan bagi muwahhidin (orang-orang yang bertauhid) dan tidak memberi
ampunan bagi selain mereka. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguh Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu,
bagi siapa yang dikehendaki-Nya….” (An-Nisaa’: 48 dan 116).

D. Sabil al-sa'adah
Dalam buku Risalah Tanbih al-Sa'adah, Al-Fārābi mengatakan bahwa
kebahagiaan adalah kebaikan yang diinginkan untuk kebaikan itu sendiri2.Artinya,
seseorang melakukan kebaikan adalah dengan motif karena suka melakukan kebaikan itu.
Alasan seseorang melakukan kebaikan bukan karena apa-apa atau karena ada apanya.
Tapi karena memang tahu kebaikan itu baik dan luar biasa manfaatnya. Segala hal yang
membuat manusia bahagia adalah baik, begitu pula sebaliknya. Selain itu, Al-Fārābi
mengatakan kebahagiaan adalah tujuan hidup atau tujuan akhir dari segala yang
dilakukan.3 Artinya, seorang melakukan kebaikan atau aktifitas apapun tujuannya adalah
untuk merasakan kebahagiaan.
Misalnya, seseorang menjadi pribadi jujur, ikhlas, tidak sombong, menolong
orang lain, maupun rajin tujuannya karena ingin bahagia, tidak ada lagi yang ingin dituju
selain ingin bahagia Kebahagiaan merupakan sebuah tujuan dan jihad adalah caranya.
Yang dimaksud itu ialah menyerahkan segala kenikmatan duniawi hanya kepada Wujud
Pertama dan menggunakan jiwa rasio untuk melakukan perintah-Nya. Untuk mencapai
kebahagiaan tertinggi, dibutuhkan paksaan dalam diri.4 Menurut AlFārābī, apapun yang
membantu seseorang untuk mencapai kebahagiaan adalah baik dan apapun yang
menghalangi seseorang untuk mencapai kebahagiaan adalah kejahatan. Kebahagiaan itu
sendiri tercapai ketika jiwa seseorang mencapai kesempumaan, dimana ia tidak
membutuhkan substansi material untuk eksis.
Kata kebahagiaan, apabila dicarikan padanan kata di dalam al-Qur'an memiliki
berbagai macam padanan. Seperti kata sa'adah, hasanah, tuba, mata', surur, falaḥ, fawz,
dan farah. Delapan padanan kata yang merujuk pada pengertian kebahagiaan dalam al-
Qur'an, hanya kata sa'adah yang dapat merepresentasikan wacana pemikiran al-Attas. Ini
didasarkan karena al-Attas hanya menggunakan term sa'adah untuk merujuk pengertian
kebahagiaan Al-Isfahani mengartikan kata sa'adah atau sa'id dengan pertolongan kepada
manusia terhadap perkara ketuhanan untuk memeroleh kebaikan. Kata sa'id sering
dihubungkan dengan kata syaqawah (kesengsaraan) sebagai lawan katanya. Kedua terma
ini tersirat dalam al-Qur'an surat Hud [11] ayat 105:
ِ ‫َي ْو َم َيْأ‬
‫ َف ِم ْن ُه ْم َشقِيٌّ َو َسعِي ٌد‬ ۚ ‫ت اَل َت َكلَّ ُم َن ْفسٌ ِإاَّل بِِإ ْذ ِن ِه‬

"Dikala datang hari itu, tidak ada seorang pun yang berbicara melainkan dengan izin-
Nya; maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia."
Term kebahagiaan (sa'adah) pada ayat di atas dapat dipahami dalam konteks
dualitas, yaitu merupakan lawan dari kata sengsara. Kesadaran manusia pada dasarnya
selalu bersifat dualistis. Artinya kehidupannya di setiap tempat dan waktu merupakan
polarisasi yang tajam antara sakit dan lezat, bahagia dan derita. Ia akan selalu berhadapan
dengan kesusahan atau kesenangan, bahagia atau sengsara. Manusia akan selalu
berhadapan dengan dua realitas ini, yaitu kesenangan atau kesusahan, termasuk
ekspresinya, yaitu tertawa atau menagis. Tangisan adalah tanda kesedihan atau sesuatu
yang menyakitkan, sedangkan tertawa adalah bukti kebahagiaan, kegembiraan, atau
kesenangan Orang yang bahagia adalah kebalikan dari itu. Jiwanya tenang, hati tenteram,
tenang menghadapi persoalan, hatinya disinari cahaya iman kepada Allah, di dalam
jiwanya tertanam akidah yang kuat dan sadar bahwa segala sesuatu telah diatur oleh
Allah Swt. Orang berbahagia adalah orang yang merasa aman, tenang, dan punya
kekuatan untuk menjalani kehidupan.
Sebagaimana firman Allah dalam surat Taha [20] ayat 123:
‫ضلُّ َواَل يَ ْشقَ ٰى‬ َ ‫ْض َع ُد ٌّو ۖ فَِإ َّما يَْأتِيَنَّ ُكم ِّمنِّى هُدًى فَ َم ِن ٱتَّبَ َع هُد‬
ِ َ‫َاى فَاَل ي‬ ُ ‫ال ٱ ْهبِطَا ِم ْنهَا َج ِمي ۢ ًعا ۖ بَ ْع‬
ٍ ‫ض ُك ْم لِبَع‬ َ َ‫ق‬
"Dia (Allah) berfirman, "Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu
menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, maka
(ketahuilah) barang siapa mengikuti petunjuk-Ku, dia tidak akan sesat dan tidak akan
celaka".

E. QASHASH
1. Pengertian Qashash
Qashash al-Qur'an merupakan kata yang tersusun dari dua kalimat yang berasal
dari bahasa arab, yakni dari kata Qashash dan al-Qur'an. Kata qashash merupakan jamak
dari qishshah yang berarti kisah, cerita, atau hikayat.Kata qashash secara etimologi
bermakna: mengikuti jejak, pengulangan kembali masa lalu atau cerita. Qashash al-
Qur'an adalah pemberitaan al-Qur'an tentang hal ihwal umat terdahulu, nubuwwat
(kenabian) terdahulu, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa dahulu
2. Macam-Macam Kisah Dalam Al-Qur'an
1. Kisah para Nabi terdahulu
Kisah mengandung informasi mengenai dakwah mereka kepada kaumnya,
mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya, sikap orang-orang yang
memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah dan perkembangannya serta akibat-
akibat yang diterima oleh mereka yang mempercayai dan golongan yang
mendustakan syariat yang dibawa Nabi mereka, seperti kisah Nabi Nuh, Hud,
Shaleh, Nabi Isa dan nabi lainnya.
2. Kisah orang-orang dan umat terdahulu
Kisah yang menyangkut pribadi-pribadi yang bukan termasuk Nabi dan
golongan- golongan dengan segala kejadiannya yang dinukil oleh Allah untuk
dijadikan pelajaran, seperti kisah Maryam, Dzulqamain, Lukmanul Hakim, dan
Ashabul Kahfi.
3. Kisah-kisah pada masa Rasul, SAW.
Yang menyangkut peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Rasulallah,
seperti perang Badar, Uhud, Ahzab, dan perang Bani Nadzir, Isra Mi'raj, dan
lainnya
3. Hikmah Kisah Dalam Al-Qur'an
1. Membuktikan kesamaan misi dakwah al-Qur'an dengan Nabi terdahulu,
"Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami
wahyukan kepadanya, 'Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang haq) melainkan Aku,
maka sembahlah olehmu sekalian Aku."
2. Memantapkan hati Nabi, Saw., dan umatnya atas agama;
‫رى‬YY‫ة وتك‬YYَ‫ق َو َموْ ِعظ‬
ِّ Y‫الح‬
َ ‫ذه‬YY‫ك في ه‬ ُ ‫ا تَي‬YY‫ل َم‬YY‫اء الرس‬YY‫ك من انب‬
َ ‫ ا َء‬Y‫وادَك َو َج‬YY‫ه ق‬YY‫ْت ب‬ َ Y‫وكال نقص َعلَ ْي‬
َ‫ال ُمْؤ ِمنِين‬
"Dan semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu ialah kisah-kisah
yang dengnnya Kami teguhkan hatimu dan dalam surat ini telah datang
kepadamukebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang (hud:120)
3. Membenarkan kenabian dan mengenang jasa nabi terdahulu;
‫وْ َل عَليكم‬Y‫َّس‬
ُ ‫ونَ الر‬YY‫اس ويك‬YY‫هداء على الن‬YY‫وا ش‬YY‫طا لتكون‬YY‫ة وس‬YY‫وكذلك جعلتكم ام‬
‫شهيدًا‬
"Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat yang adil
dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia, danagar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu." (QS. Al Baqarah: 143)
4. Membuktikan kebenaran dakwah Nabi, Saw.;
5. Membantah ahli kitab atas upaya mereka dalam menghilangkan fakta-fakta
kebenaran;
‫انَ من‬YY‫ا َك‬YY‫ل ًما َو َم‬YY‫ا مس‬YY‫ان حنيق‬YY‫رانيا ولكن ك‬YY‫ا وال نص‬YYً‫رهيم يهودي‬YY‫ان إب‬YY‫ا ك‬YY‫م‬
‫المشركين‬
"Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nashrani, tapi dia
adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali
bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik." (QS. Ali Imran: 67)
6. Sebagai sarana pembelajaran yang efektif
‫خينا ما يرة الوليا الليا رب ل كل ش ي وهي ور حمة لقوم ي و منو تبهوتف لق کا يقترى ولك‬
"Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu, terdapat pengajaran bagi orang-
orangyang memiliki akal. Al-Qur'an bukanlah cerita yang dibuat-buat, tapi
membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu dan
sebagai petunjuk serta rahmat bagi kaum yang beriman."
KESIMPULAN

Alquran merupakan kitab suci umat Islam dan manusia seluruh alam yangtidak dapat
diragukan kebenarannya dan berlaku sepanjang zaman, baik masalalu, masa sekarang maupun
masa yang akan datang.Al-Qur’an berisi pesan-pesan ilahi (risalah illahiyah) untuk umat
manusiayang disampaikan melalui Nabi Muhammad Saw. Pesan-pesan tersebut tidak berbeda
dengan risalah yang dibawa oleh Nabi Adam, Nuh, Ibrahim dan rasul-rasul lainnya sampai
kepada Nabi Isa, risalah it adalah mentauhidkan Allah.
Konsep ketuhanan yang diajarkan oleh Al-Qur’an tidak berbeda dengan konsep
ketuhanan ang diajarkan oleh rasul yang pernah Allah utus di dunia ini.hanya persoalan hukum
atau syariat sajalah yang selalu berubah sesuai dengan perubahansituasi dan kondisi dimana nabi
itu diutus.Sebagian isi kandungan dalam Alquran kebanyakan memuat tentang qashas (sejarah)
umat-umat terdahulu sebagai bahan pelajaran bagi umat sekarang(umat Islam).

SARAN
Di dalam pembuatan jurnal ini tentunya penulis memiliki banyak kekeliruan yang
mungkin tidak disadari oleh penulis. Dari itu, diharapkan kepada seluruh pembaca, jika
menemukan kekeliruan dalam jurnal yang kami buat ini, maka penulis berharap pembaca dapat
memberikan kritikan dan saran yang membangun, supaya penulis tidak lagi melakukan
kesalahan yang sama. Dan demi mewujudkan karya-karya ilmiah yang lebih baik lagi
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Farabi. 2005. Tanbih ‘ala Sabil al-Sa’adah Terj. Imam Sukardi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Al-Qaththan Syaikh Manna. 2005. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an terjemah Mifdhol
Abdurrahman. Jakarta: Pustaka Al-Kautsa
Hadis Purba, Salamuddin. 2016. Ilmu Tauhid. Medan: Perdana Publishing
Karman. 2014. Materi Al-Qur’an. Jakarta. Hiliana Press
Muhammad Hasbi. 2016. Ilmu Tauhid. Yogyakarta: Trust Media Publishing

You might also like