[go: up one dir, main page]

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE


provided by E-Jurnal Politeknik LP3I Medan

Jurnal Teknovasi
Volume 06, Nomor 02, 2019, 12 – 26
ISSN : 2540-8389
HUBUNGAN USIA, TINGKAT PENDIDIKAN, KEMAMPUAN BEKERJA DAN
MASA BEKERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI DENGAN
MENGGUNAKAN METODE PEARSON CORRELATION

Susi Susilawati Harahap a*


a
Widyaiswara ahli Muda BPSDM Provinsi DKI Jakarta
Telp: 085695723227
*
Email: suzzyhrp0308@gmail.com

ABSTRACT

Failure in managing human resources in an organization will bring harm to the


organization that is not achieving the stated goals and vice versa. Human resources are
organizational assets, therefore their roles and functions cannot be replaced by other
resources. One way to deal with these challenges is to improve the performance of its
employees. Employee performance will show the performance of the organization.
Performance can indicate the quality and measure achieved by an employee in carrying out
their duties in accordance with the responsibilities given to him that affect company
performance. This study aims to analyze the relationship of age, level of education, ability
to work on employee performance. This research was conducted in DKI Jakarta Province,
this study was conducted by distributing questionnaires using a Likert scale (5 scale) to
231 respondents who were Civil Servants who attended training at BPSDM DKI Jakarta
Province in March - April 2019. Data collection techniques in this study used the
distribution of questionnaires and documentation. Analysis of the relationship between
variables using the Pearson Correlation method using SPSS ver20 Software. Age variable
(X1) has a significance value of 0 <0.05 and r count value (0.153)> r table (0126). This
means that there is a significant correlation between the Age variable (X1) and the
performance variable (Y). Educational Level Variable (X2) has a significance value of 0
<0.05 and r count value (0.598)> r table (0.126). This means that there is a significant
correlation between the variable Education Level (X2) with the performance variable (Y).
Work Ability Variable (X3) has a significance value of 0 <0.05 and r count value (0.582)>
r table (0.126). This means that there is a significant correlation between the work abilities
variable (X3) and the performance variable (Y). Working Life Variable (X4) has a
significance value of 0 <0.05 and r count value (0.526)> r table (0.126). This means that
there is a significant correlation between the variable Working Period (X4) with the
performance variable (Y). Based on the calculated F value of 59.176 which is smaller than
the F table of 2.64. From the two analyzes, then Ho is rejected, meaning that there are
simultaneously independent variables affecting the dependent variable. To improve
performance also improved age, education level, work abilities, and years of work. Some
of the many factors supporting the performance factors of the level of education,
motivation and ability to work that affect the most performance that is equal to 50.3%.

Keywords : age, education level, work abilities, working life.

12
Jurnal Teknovasi
Volume 06, Nomor 02, 2019, 12 – 26
ISSN : 2540-8389
PENDAHULUAN
Aspek yang terpenting untuk terwujudnya rencana organisasi yang telah ditetapkan adalah
sumber daya manusia yang berperan penting ketika berada pada era globalisasi yang penuh
dengan tantangan. Mengingat hal tersebut, sudah menjadi sebuah keharusan bagi
organisasi untuk memperhatikan pengelolaan sumber daya manusia. Karena kegagalan
dalam pengelolaan sumber daya manusia dalam organisasi akan mendatangkan kerugian
bagi organisasi yaitu tidak tercapainya tujuan yang telah ditetapkan begitupun sebaliknya.
Sumber daya manusia merupakan aset organisasi yang sangat vital, karena itu peran dan
fungsinya tidak bisa digantikan oleh sumber daya lainnya. Betapapun modern teknologi
yang digunakan, atau seberapa banyak dana yang disiapkan, namun tanpa sumber daya
manusia yang profesional semuanya menjadi tidak bermakna (Suwatno & Thutju, 2013) .
Salah satu cara dalam menghadapi tantangan tersebut adalah dengan meningkatkan kinerja
pegawainya. Kinerja pegawai akan mencerminkan kinerja organisasi. Menurut
Mangkunegara (2009) kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kasmir (2016) menjelaskan bahwa kinerja
adalah hasil kerja dan perilaku kerja yang telah dicapai dalam menyelesaikan tugas-tugas
dan tanggung jawab yang diberikan dalam suatu periode tertentu. Dari pengertian diatas
kinerja tergantung arti bahwa hasil kerja dan perilaku kerja seseorang dalam suatu periode
yang dapat diukur dari kemampuannya menyelesaikan tugas-tugas dan tanggung jawab
yang diberikan. Kemampuan seseorang merupakan ukuran pertama dalam meningkatkan
kinerja yang ditunjukkan dari hasil kerjanya. Artinya, mampu atau tidaknya seseorang
melaksanakan pekerjaannyalah yang akan menentukan kinerjanya. Selanjutnya
kemampuan ini harus pula diikuti dengan tanggung jawabnya terhadap pekerjaannya. Hal
lain yang perlu diperhatikan selain faktor kemampuan adalah faktor kesempatan yang
dimiliki. Artinya, adanya kesempatan bagi seseorang melakukan suatu pekerjaan (Wijaya,
2012). Kinerja (performance) adalah kadar pencapaian tugas yang membentuk pekerjaan
dan merefleksikan fungsi dari interaksi antara kemampuan dan motivasi. Penelitian ini
bertujuan untuk menguji faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja dari usia, tingkat
pendidikan, lama berkerja dan kemampuan dalam bekerja. Adapun objek penelitian ini
adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) DKI Jakarta yang mengikuti pelatihan di BPSDM
Provinsi DKI Jakarta pada bulan Maret – April tahun 2019. Penelitian ini menggunakan
metode Pearson Correlation untuk menganalisis hubungan antar variabel, sehingga
diperoleh besar hubungan secara simultan dan parsial antar variabel. Pearson Correlation
merupakan salah satu metode dalam statistik yang dapat digunakan dalam menganalisis
besar hubungan sebuah variabel.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Provinsi DKI Jakarta Penelitian dilakukan dengan menyebarkan
kuisioner dengan menggunakan skala Likert (5 skala) kepada 231 responden yang
merupakan Pegawai Negeri Sipil yang mengikuti pelatihan di BPSDM Provinsi DKI
Jakarta pada bulan Maret – April tahun 2019. Responden terdiri dari Pejabat
Administrator (Eselon III), Pengawas (Eselon IV), Fungsional Widyaiswara, Fungsional
Guru, Kepala Sekolah, Bendahara dan Staf Pelaksana PNS. Teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini menggunakan penyebaran kuisioner dan dokumentasi. Data dilakukan
pengujian terhadap alat ukur dan pengujian hipotesis. Untuk memastikan tingkat kevalidan
dan keandalan kuisioner, dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan menggunakan
13
Jurnal Teknovasi
Volume 06, Nomor 02, 2019, 12 – 26
ISSN : 2540-8389
software SPSS ver 20. Pengujian hipotesis dilakukan dengan metode statistik Pearson
Correlation dengan menghitung nilai uji T, uji F dan koefisien determinasi. Variabel bebas
adalah tingkat pendidikan, motivasi dan kemampuan bekerja, sedangkan variabel terikat
adalah kinerja pegawai (Tabel 1).

Tabel 1. Definisi Operasional

Variabel Defenisi Skala

Usia (X1) Usia para responden pada saat pengisian kuesioner Nomina
l

Tingkat Tingkat pendidikan merupakan tahapan pendidikan yang Likert


Pendidikan ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik,
(X2) kemampuan yang dikembangkan dan tujuan yang akan
dicapai

Kemampuan suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas Likert


Kerja (X3) dalam sebuah pekerjaan

Masa Lamanya responden telah bekerja opada sat pengisian Nomina


Bekerja (X4) kuesioner l

Kinerja (Y) Kinerja adalah hasil kerja secara berkualitas dan kuantitas Likert
yang dicapai oleh seorang pegawai

Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah (a) Ho1 : tidak terdapat hubungan yang signifikan usia dan
kinerja (b) Ha1 : terdapat hubungan yang signifikan antara usia dan kinerja (c) Ho2 : tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dan kinerja (d) Ha2 : terdapat
hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dan kinerja (e) Ho3 : tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara kemampuan kerja dan kinerja (f) Ha3 : terdapat
hubungan yang signifikan antara kemampuan kerja dan kinerja. (g) Ho4 : tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara masa bekerja dan kinerja (h) Ha4 : terdapat hubungan
yang signifikan antara masa bekerja dan kinerja.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakteristik Responden
Karakteristik Responden disusun berdasarkan jenis kelamin, usia, masa kerja dan pangkat.

14
Jurnal Teknovasi
Volume 06, Nomor 02, 2019, 12 – 26
ISSN : 2540-8389
Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Jumlah Persentase


Kelamin

1 Laki-Laki 103 44,59


2 Perempuan 128 55,41

Sumber: Responden

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa mayoritas PNS peserta BPSDM di Provinsi
DKI Jakarta berjenis kelamin perempuan dengan pesentase 55,41%.

Tabel 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

No Usia Jumlah Persentase

1 27 - 36 46 19,91
2 37 – 46 50 21,65
3 47 - 56 129 55,84
4 57 - 66 6 2,60

Sumber: Responden
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa peserta diklat BPSDM di Provinsi DKI Jakarta
jumlah terbanyak berusia 47–56 Tahun, hampir separuh dari responden yakni sebesar 55,
84%. Kemudian usia 37–46 Tahun berada diperingkat kedua yaitu sebesar 21,65% dan
peringkat ketiga usia Antara 27–36 Tahun dengan jumlah 19,91%. Range usia 57-66 tahun
berada pada peringkat terakhir yaitu dengan jumlah 2,60%. Dari data diatas dapat terlihat
bahwa usia responden hampir seluruhnya termasuk dalam kategori batas usia produktif,
yaitu dengan total 78,40%. Usia yang masih dalam masa produktif biasanya mempunyai
tingkat produktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan tenaga kerja yang sudah berusia tua
sehingga fisik yang dimiliki menjadi lemah dan terbatas (Selvia, 2017). Untuk pekerjaan
yang berkaitan dengan fisik, usia produktif hingga 55 tahun adalah ideal. Sedangkan untuk
guru, orang kantoran diatas 60 tahun pun masih dianggap produktif (Rusman, 2011).
Sedangkan pada usia diatas 60 tahun mulai tahap penurunan karena sudah menunggu masa
pensiun (Septiani, 2017). Kelompok ini termasuk dalam kategori tahap praenisium.
Menurut WHO kelompok umur yang mencapai tahap praenisium akan mengalami
penurunan daya tahan tubuh dan berbagai tekanan psikologis, sehingga dapat
mempengaruhi aktivitas. Berdasarkan statistik menunjukkan bahwa jumlah PNS di
Indonesia yang mendekati usia tidak produktif mencapai 4,8% (Rusman, 2011). Jika
dibandingkan dengan jumlah PNS yang tidak produktif di Provinsi DKI Jakarta, jumlah
tersebut relevan dengan data responden dalam penelitian ini.

15
Jurnal Teknovasi
Volume 06, Nomor 02, 2019, 12 – 26
ISSN : 2540-8389

Tabel 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Tingkat Jumlah Persentase


Pendidikan

1 S3 3 1,3
2 S2 89 38,53
3 S1 128 55,41
4 D3 5 0,44
5 D4 1 2,16
6 SLTA /Sederajat 5 2,16

Sumber: Responden
Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa peserta diklat memiliki tingkat pendidikan dari
SLTA/sederajat sampai dengan Strata–3 (S3). Tingkat pendidikan peserta didominasi oleh
pendidikan S1 yaitu sebanyak 128 orang atau 55,41%. Jumlah ini hampir setengah dari
jumlah peserta yang mengikuti diklat pada periode Maret-April 2019. Berikutnya tingkat
pendidikan Strata-2 (S2) yaitu sebanyak 89 orang atau 38,53%. Ini menunjukkan bahwa
tingkat pendidikan peserta dijklat sudah sangat baik karean didominasi oleh S1 dan S2
dengan total 93,94%. Selanjutnya jika di lihat dari karekteristik responden berdasarkan
masa kerja pada tabel 5.
Tabel 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja

No Masa Jumlah Persentase


Kerja
1 2 – 11 92 39,83
2 12 – 21 44 19,05
3 22 – 31 60 25,97
4 32 - 41 35 15,15
Sumber: Responden
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa mayoritas PNS peserta diklat mayoritas diikuti
oleh peserta yang memiliki masa kerja 2 – 11 Tahun dengan persentase 39,83%. Tentunya
ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Septiani (2017), masa kerja terkait dengan
waktu mulai bekerja, semakin lama masa kerja maka kecakapan akan lebih baik. Pada
masa itu pegawai lebih banyak untuk menggali ilmu dengan mengikuti berbagai
pendidikan dan pelatihan sebagai modalnya dalam bekerja untuk meanambah pengetahuan
dan keterampilannya. Pelatihan merupakan salah satu usaha dalam dunia kerja. Pegawai
yang baru ataupun yang sudah bekerja perlu mengikuti pelatihan (Dessler, 2009).
Selanjutnya karakteristik responden berdasarkan pangkat :

16
Jurnal Teknovasi
Volume 06, Nomor 02, 2019, 12 – 26
ISSN : 2540-8389
Tabel 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Pangkat

No Pangkat Jumlah Persentase

1 II 8 3,46
2 III 141 61,04
3 IV 82 35,5

Sumber: Responden
Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa peserta diklat di BPSDM Provinsi DKI Jakarta
lebih dominan yang memiliki golongan ruang III, yaitu dengan persentase sebesar 61,04%

Uji Kualitas Alat Ukur


Kuesioner yang telah disusun, harus dilakukan pengujian kulaitasnya. Pengujian ini
dilakukan untuk kuesioner pada setiap variabel.

Uji Validitas
Suatu alat ukut dinyatakan sahih jika alat ukut itu mampu mengukur apa saja yang hendak
diukurnya, mampu mengungkapkan apa yang hendak diungkapkan, atau dengan kata lain
memiliki ketetapan dan kecermatan dalam melakukan fungsi ukurnya. Uji validitas
dilakukan dengan ,membandingkan nilai r hitung dan r tabel. Pada penelitian ini, dengan
jumlah responden (n) sebesar 231 dan menggunakan tingkat kepercayaan (α) sebesar 5%
maka nilai r tabel adalah senilai 0,126. Butir-butir pertanyaan pada kuesioner dinyatakan
valid apabila r hitung lebih besar daripada 0,126. Pengujian dilakukan dengan menggunakan
Software SPSS versi 20. Untuk semua butir pertanyaan pada variabel Usia (X1), Tingkat
Pendidikan (X2), kemampuan kerja (X3) dan Masa Bekerja (X4) serta Kinerja (Y)
dinyatakan Valid.

Uji Reliabilitas
Hasil ukur dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pengukuran terhadap kelompok
subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama. Analisis reliabilitas alat ukur
menggunakan rumus Alpha. Pengujian Pengujian dilakukan dengan menggunakan
Software SPSS versi 20. Untuk semua butir pertanyaan pada variabel Usia (X1), Tingkat
Pendidikan (X2), kemampuan kerja (X3) dan Masa Bekerja (X4) serta Kinerja (Y)
dinyatakan reliabel karena nilai alpha cronbach lebih besar daripada 0,6.

Uji Normalitas Data


Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi variabel
pengganngu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak. Artinya, jawaban
responden pada kuesioner atas sebuah pertanyaan menghasilkan jawaban yang berbeda
antara satu responden dengan lainnya. Sehingga dapat menunjukkan kondisi normal pada
17
Jurnal Teknovasi
Volume 06, Nomor 02, 2019, 12 – 26
ISSN : 2540-8389
sebuah pertanyaan layak untuk diuji. Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas
residual adalah dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data
observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Distribusi normal
membentuk suatu satu garis olurus diagona dan plotting data residual akan dibandingkan
dengan garis diagonal. Pada perhitungan uji normalitas data, data dikatakan normal apabila
data memiliki nilai signifikansi lebih besar daripada 0,05. Data populasi akan berdistribusi
normal jika rata-rata nilainya sama dengan modenya serta sama dengan mediannya. Ini
berarti bahwa sebagian nilai mengumpul pada posisi tengah, sedangkan frekuensi skor
yang rendah dan yang tinggi menunjukkan kondisi yang semakin sedikit seimbang.
Pengujian kenormalan data dilakukan melalui pengujian kolmogorov – smirnov untuk
semua variabel dengan menggunakan Software SPSS versi 20. Tabel 7 menunjukkan uji
kenormalan data.
Tabel 7. Uji Kenromalan Data

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardi
zed
Residual
N 231
Mean 0E-7
Normal
Std. 2,5075766
Parametersa,b
Deviation 5
Absolute ,039
Most Extreme
Positive ,037
Differences
Negative -,039
Kolmogorov-Smirnov Z ,593
Asymp. Sig. (2-tailed) ,873
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.

Dari hasil perhitungan, didapat nilai Signifikansi z dalah sebesar 0,873 Nilai ini lebih besar
daripada 0,05 yang berarti data berdistribusi normal.

Uji Hipotesis
Analisis Korelasi
Analisis korelasi merupakan analisis untuk mengukur tingkat hubungan antara variabel
bebas dengan variabel terikat. Ada beberapa kriteria dalam analisis korelasi:
a) Apabila nilai signifikansi antara variabel bebas dengan variabel terikat lebih kecil
daripada 0,05 berarti terdapat korelasi yang signifikan antara variabel bebas dengan
variabel terikat.
b) Apabila nilai r hitung (pearson correlation) lebih besar daripada r tabel berarti adanya
korelasi antara variabel bebas dan terikat
Berdasarkan hasil perhitungan melalui Software SPSS versi 20, maka
18
Jurnal Teknovasi
Volume 06, Nomor 02, 2019, 12 – 26
ISSN : 2540-8389
a. Variabel Usia (X1) memiliki nilai signifikansi 0 < 0,05 dan nilai r hitung (0,153) > r tabel
(0126) . Artinya terdapat korelasi yang signifikan antara variabel Usia (X1) dengan
variabel kinerja (Y).
b. Variabel Tingkat Pendidikan (X2) memiliki nilai signifikansi 0 < 0,05 dan nilai r hitung
(0,598) > r tabel (0,126) . Artinya terdapat korelasi yang signifikan antara variabel
Tingkat Pendidikan (X2) dengan variabel kinerja (Y).
c. Variabel Kemampuan Bekerja (X3) memiliki nilai signifikansi 0 < 0,05 dan nilai r hitung
(0,582) > r tabel (0,126) . Artinya terdapat korelasi yang signifikan antara variabel
kemampuan bekerja (X3) dengan variabel kinerja (Y).
d. Variabel Masa Bekerja (X4) memiliki nilai signifikansi 0 < 0,05 dan nilai r hitung
(0,526) > r tabel (0,126) . Artinya terdapat korelasi yang signifikan antara variabel Masa
Bekerja (X4) dengan variabel kinerja (Y).

Gambar 1. Grafik Hubungan Usia dan Kinerja


Sumber: hasil pengolahan data

Dari hasil pengolahan data di atas, bahwa grafik tersebut memperlihatkan adanya
peningkatan kinerja selama faktor usia juga meningkat. Karena perkembangan karier
biasanya liner dengan bertambahnya usia seseorang. Pada usia 25-44 tahun, seseorang
sudah memantapkan diri pada pekerjaan yang telah dipilihnya dan sudah tidak tertarik lagi
untuk pindah pekerjaan bila tidak terdesak situasi. Sedangkan pada usia 45-60, ini,
seseorang (karyawan atau pekerja) mulai menekuni dan meningkatkan kualitas pekerjaan
atau tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan oleh institusi atau organisasi tempatnya
bekerja (Soekidjo, 2009). Usia adalah lama waktu hidup atau ada sejak dilahirkan atau
diadakan. Usia juga berpengaruh terhadap psikis seseorang dimana usia muda sering
menimbulkan ketegangan, kebingungan, rasa cemas dan rasa takut sehingga dapat
berpengaruh terhadap tingkah lakunya. Biasanya semakin dewasa maka cenderung
semakin menyadari dan mengetahui tentang permasalahan yang sebenarnya. Semakin
bertambah usia maka semakin banyak pengalaman yang diperoleh, sehingga seseorang
dapat meningkatkan kematangan mental dan intelektual sehingga dapat membuat
keputusan yang lebih bijaksana dalam bertindak (Notoadmojo, 2005). Menurut teori
perkembangan psikososial yang dikutip oleh wheley dan wong’s (1999), tahap
perkembangan manusia menurut umur (dewasa) dibagi menjadi 3 tahap yaitu; (a) Early
adult hood (21-35 tahun, (b) Young and middle adult hood (36-45 tahun),dan (c) Later
adult hood (>45 tahun). karakteristik dan krisis psikososial yang terjadi pada masa early
adult hood adalah “keintiman vs isolasi”, yaitu meningkatkan kemampuan membentuk
19
Jurnal Teknovasi
Volume 06, Nomor 02, 2019, 12 – 26
ISSN : 2540-8389
hubungan dekat dan membuat komitmen tentang kehidupan. Sedangkan young and
middle adult hood, terfokus pada pembagian tugas antara bekerja dengan rumah tangga
dan pada masa ini emosi sudah mulai stabil. Karakteristik dari krisis psikososial yang
terjadi adalah “generatifitas vs konsentrasi diri”. Bila masa ini dapat dilewati dengan baik
akan meningkatkan kemampuan dalam memikirkan keluarga, masyarakat dan generasi
mendatang. Selanjutnya later adult hood, cenderung relatif stabil dengan motivasi untuk
hidup dan berkarier serta membantu sesama dengan baik. Karakteristik dari krisis
psikososial yang terjadi adalah “keluhan vs kepuasan”, bila masa ini dapat dilewati dengan
baik akan meningkatkan kesadaran akan terpenuhinya kebutuhan/ kehidupan seseorang
dari perasaan puas dan siap menghadapi masa lanjut usia serta kematian.

Gambar 2. Grafik Hubungan Tingkat Pendidikan dan Kinerja


Sumber: hasil pengolahan data

Dari hasil pengolahan data di atas, bahwa grafik tersebut memperlihatkan adanya
peningkatan kinerja selama faktor tingkat pendidikan juga meningkat. Hal ini sejalan
dengan hasil riset The World Bank bekerjasama dengan Badan Kepegawaian Negara
(BKN) yang menyebut bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan PNS, maka peluang
kenaikan jabatan akan lebih besar dua poin untuk Sarjana dan empat poin untuk S2 dan S3
(Aziz, 2018).
Pengertian pendidikan menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses
pembelajaran dan suasana belajar agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian, pengendalian diri, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Lebih lanjut lagi berdasarkan Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1974 pendidikan
didefenisikan sebagai segala sesuatu usaha untuk membina kepribadian dan
mengembangkan kemampuan manusia Indonesia, jasmani dan rohani yang berlangsung
seumur hidup, baik didalam maupun diluar sekolah dalam rangka pembangunan persatuan
Indonesia dan masyarakat yang adil, makmur berdasarkan pancasila. Pendidikan adalah
upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat, agar masyarakat mau melakukan
tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara (mengatasi masalah- masalah), dan
meningkatkan kesehatannya (Notoatmodjo, 2010). Perubahan atau tindakan pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan
kepada pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajaran, sehingga perilaku
20
Jurnal Teknovasi
Volume 06, Nomor 02, 2019, 12 – 26
ISSN : 2540-8389
tersebut diharapkan akan berlangsung lama (long lasting) dan menetap (langgeng), karena
didasari oleh kesadaran. Dari beberapa definisi tentang pendidikan diatas dapat
disimpulkan bahwa pendidikan adalah upaya persuasif yang dilakukan 8 untuk
menyiapkan peserta didik agar mampu mengembangkan potensi yang dimiliki secara
menyeluruh dalam memasuki kehidupan dimasa yang akan datang. b. Tingkat Pendidikan
Tingkat atau jenjang pendidikan adalah tahap pendidikan yang berkelanjutan, yang
ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tingkat kerumitan bahan
pengajaran dan cara menyajikan bahan pengajaran. Menurut UU Sistem Pendidikan
Nasional No. 20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa indikator tingkat pendidikan terdiri dari
jenjang pendidikan dan kesesuaian jurusan(Dewi, et.al, 2016).

Gambar 3. Grafik Hubungan Kemampuan Bekerja dan Kinerja


Sumber: hasil pengolahan data

Dari hasil pengolahan data di atas, bahwa grafik tersebut memperlihatkan adanya
peningkatan kinerja selama faktor kemampuan bekerja juga meningkat. Karena dengan
memiliki kemampuan, pegawai akan dapat mengerjakan tugas dan tanggungjawabnya
dengan baik, tepat waktu dan menghasilkan kinerja yang memuaskan (Fithriani, 2007).
Orang-orang yang terlibat pada organisasi dalam menjalankan aktivitasnya membutuhkan
berbagai kemampuan. Seorang individu dapat mencapai kinerja yang memuaskan
tergantung pada kemampuan kerjanya, karena kemampuan kerja menunjukkan potensi
seseorang untuk melaksanakan aktivitas kerjanya. Robbins dan Judge (2008) menjelaskan
bahwa kemampuan (ability) merupakan kapasitas seorang individu untuk melakukan
beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan adalah sebuah penilaian terkini atas
apa yang dapat dilakukan seseorang. Menurut Anggraeni (2011), kemampuan pegawai
terdiri dari kemampuan potensi dan reality dengan arti bahwa pegawai yang memiliki
kemampuan yang lebih tinggi maka akan mudah menjalankan suatu pekerjaan.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan kemampuan kerja adalah kapasitas individu atau potensi seseorang
untuk melaksanakan pekerjaan yang menunjukkan kecakapan seseorang seperti kecerdasan
dan keterampilan. Kemampuan adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat
dilakukan seseorang. Robbins dan Judge (2008) membagi kemampuan menjadi dua
kelompok, yaitu : Kemampuan Intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan Intelektual
adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas mental, berpikir,
menalar dan memecahkan masalah. Tujuh dimensi yang paling sering disebutkan yang
membentuk kemampuan intelektual adalah kecerdasan angka, pemahaman verbal,
21
Jurnal Teknovasi
Volume 06, Nomor 02, 2019, 12 – 26
ISSN : 2540-8389
kecepatan persepsi, penalaran induktif, penalaran deduktif, visualisasi spasial, dan daya
ingat. Kemampuan Fisik adalah kemampuan melakukan tugas-tugas yang menuntut
stamina, keterampilan, kekuatan dan karakteristik serupa. Kemampuan fisik ini dapat
dianalogikan dengan kemampuan berkreativitas. Misalnya : pekerjaan-pekerjaan yang
menuntut stamina, ketangkasan fisik, kecekatan tangan, kekuatan kaki, atau bakat-bakat
serupa yang membutuhkan manajemen untuk mengidentifikasi kemampuan fisik pegawai.

Gambar 4. Grafik Hubungan Masa Bekerja dan Kinerja


Sumber: hasil pengolahan data

Dari hasil pengolahan data di atas, bahwa grafik tersebut memperlihatkan adanya
peningkatan kinerja selama faktor masa bekerja juga meningkat. Semakin tingga masa
kerja seorang karyawan (pegawai) mempunyai asumsi bahwa kemampuan kerjanya akan
semakin baik, sehingga dengan masa kerja yang tinggi akan berpengaruh terhadap kinerja
karyawann (Eko, 2012).
Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu bekerja disuatu tempat
(Tarwaka, 2010). Masa kerja yang lebih lama dapat mempengaruhi motivasi pegawai
dalam meningkatkan kinerja (Septiana, 2015). Masa kerja menunjukan berapa lama
seseorang bekerja pada masing-masing pekerjaan atau jabatan (Siagian, 2008). Masa kerja
merupakan kondisi seseorang yang identik dengan senioritas dalam sebuah organisasi
(Irma, 2014). Lama kerja seseorang dapat dikaitkan dengan pengalaman yang didapatkan
di tempat kerja. Semakin lama seorang pekerja semakin banyak pengalaman dan semakin
tinggi pengetahuannya dan ketrampilannya. Masa kerja yang lebih lama menunjukkan
pengalaman yang lebih seseorang dibandingkan dengan rekan kerja lainnya, sehingga
sering masa kerja/pengalaman kerja menjadi pertimbangan sebuah perusahaan dalam
mencari pekerja (Rivai, 2009).

Uji F
Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh secara simultan dari variabel bebas terhadap
variabel terikat. Kriteria dalam melakukan uji F adalah dengan membandingkan nilai F
hitung terhadap nilai F tabel.. Apabila F hitung < F tabel, maka Ho ditolak, namun apabila F hitung >
F tabel maka Ho diterima. Berdasarkan nilai signifikansi, apabila nilai signifikansi lebih

22
Jurnal Teknovasi
Volume 06, Nomor 02, 2019, 12 – 26
ISSN : 2540-8389
kecil daripada 0,05 maka Ho ditolak, apabila nilai signifikansi lebih besar daripada 0,05
maka Ho diterima. Tabel 8 adalah hasil Uji F variabe bebas terhadap variabel terikat.

Tabel 8. Uji F

ANOVAa

Model Sum of df Mean F Sig.


Squares Square

1 Regression 1514,735 4 378,684 59,17 ,000


b
6
Residual 1446,226 226 6,399
Total 2960,961 230

a. Dependent Variable: Kinerja


b. Predictors: (Constant), Masa_Bekerja, Kemampuan_Bekerja,
Tingkat_Pendidikan, Usia

Dari hasil pengolahan data, didapatkan nilai signifikansi adalah sebesar 0,0 yang lebih
kecil daripada 0,05 dan berdasarkan nilai F hitung adalah sebesar 59,176 yang lebih kecil
daripada F tabel sebesar 2,64. Dari kedua analisi tersebut, maka Ho ditolak, artinya ada
secara simultan variabel bebas mempengaruhi variabel terikat. Untuk meningkatkan
kinerja ditingkatkan pula usia, tingkat pendidikan, kemampuan bekerja, dan masa bekerja.
Kinerja menggambarkan prestasi yang dicapai seseorang. Hasil kerja secara berkualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tanggung jawab dan
fungsi yang diberikan kepadanya [16]. Kinerja merupakan tingkat keberhasilan seseorang
selama perode tertentu sesuai dengan target yang telah ditentukan. Penilaian kinerja adalah
penentuan secara periodik keefektifan operasional suatu organisasi dan pegawai
berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan. Selain itu, penilaian
kinerja juga dilakukan untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja pegawai. Kinerja pegawai
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor individu, organisasi dan psikologis. Kinerja
pegawai dapat ditingkatkan dengan menciptakan kondisi kerja yang sesuai dengan
karakteristik pegawai itu sendiri. Penelitian tentang hubungan beberapa variabel terhadap
kinerja telah banyak dilaksanakan.

Uji Koefisien Determinansi


Untuk mengetahui seberapa besar tingkat pendidikan, motivasi dan kemampuan bekerja
mempengaruhi kinerja maka perlu dihitung nilai adjusted R Square melalui Software SPSS
versi 20. Tabel 9 adalah hasil perhitungan nilai adjusted R Square melalui Software SPSS
versi 20.

23
Jurnal Teknovasi
Volume 06, Nomor 02, 2019, 12 – 26
ISSN : 2540-8389
Tabel 9. Uji Koefisien Determinansi

Model Summary

Mode R R Adjusted Std.


l Square R Error of
Square the
Estimate

1 ,715a ,512 ,503 2,530

a. Predictors: (Constant), Masa_Kerja, Usia,


Kemampuan_Bekerja, Tingkat_Pendidikan

Nilai Adjusted R Square pada tabel di atas sebesar 0,503 atau 50,3%. Kondisi ini
menjelaskan bahwa 50,3% variabel usia, tingkat pendidikan, kemampuan bekerja, dan
masa bekerja memiliki hubungan yang signifikan terhadap kinerja Sisanya sebesar 49,7%
berhubungan oleh variabel-variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

KESIMPULAN

Variabel Usia (X1) memiliki nilai signifikansi 0 < 0,05 dan nilai r hitung (0,153) > r tabel
(0126) . Artinya terdapat korelasi yang signifikan antara variabel Usia (X1) dengan
variabel kinerja (Y). Variabel Tingkat Pendidikan (X2) memiliki nilai signifikansi 0 <
0,05 dan nilai r hitung (0,598) > r tabel (0,126). Artinya terdapat korelasi yang signifikan
antara variabel Tingkat Pendidikan (X2) dengan variabel kinerja (Y). Variabel
Kemampuan Bekerja (X3) memiliki nilai signifikansi 0 < 0,05 dan nilai r hitung (0,582) >
r tabel (0,126) . Artinya terdapat korelasi yang signifikan antara variabel kemampuan
bekerja (X3) dengan variabel kinerja (Y). Variabel Masa Bekerja (X4) memiliki nilai
signifikansi 0 < 0,05 dan nilai r hitung (0,526) > r tabel (0,126) . Artinya terdapat korelasi
yang signifikan antara variabel Masa Bekerja (X4) dengan variabel kinerja (Y).
Berdasarkan nilai F hitung adalah sebesar 59,176 yang lebih kecil daripada F tabel sebesar
2,64. Dari kedua analisi tersebut, maka Ho ditolak, artinya ada secara simultan variabel
bebas mempengaruhi variabel terikat. Untuk meningkatkan kinerja ditingkatkan pula usia,
tingkat pendidikan, kemampuan bekerja, dan masa bekerja. Penunjang kinerja adalah
faktor tingkat pendidikan, motivasi dan kemampuan kerja yang mempengaruhi kinerja
terbanyak yakni sebesar 50,3%.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, N. (2011). Pengaruh Kemampuan dan Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai


pada Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung. Jurnal UPI, 54-74.
Dewi, D., K., R., Suwendra, I., W., & Yulianthini, N., N. (2016). Pengaruh Tingkat
Pendidikan dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan. E-Journal Bisma
Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen, vol.4.

24
Jurnal Teknovasi
Volume 06, Nomor 02, 2019, 12 – 26
ISSN : 2540-8389
Fei, L., T., & Siagian, H. (2018). Pengaruh Kepuasan kerja Terhadap Kinerja Karyawan
Melalui Motivasi Kerja pada CV. Union Event Planner. AGORA, 6(1), 1-6.
Irma, D., K. (2014). Masa Kerja dengan Jobengagement pada Kayawan. Jurnal Ilmiah
Psikologi Terapan, 02(02), 311-324.
Kasmir. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia (Teori dan Praktik). Depok:
Rajagrafindo:
Mangkunegara, A Prabu. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Notoatmodjo, S (2005). Promosi Kesehatan teori dan aplikasinya.Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Rivai, Veithzal. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan Dari Teori
ke Praktik. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Robbins, S.,P & Judge. (2008). Perilaku Organisasi Buku 2. Jakarta: Salemba Empat
Selvia Aprilyanti (2017), Pengaruh Usia dan Masa Kerja Terhadap Produktivitas Kerja
(Studi Kasus: PT. OASIS Water International Cabang Palembang), Jurnal Sistem
dan Manajemen Industri Vol 1 No 2 Desember 2017, 68-72 p-ISSN 2580-2887, e-
ISSN 2580-2895, http://e-jurnal.lppmunsera.org, diakses 22 Juni 2019, pukul
11.53
Septiana, V., A. (2015). Pengaruh Faktor Masa Kerja, Kompensasi dan Pendidikan
terhadap Motivasi Kerja Pegawai Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah
dengan Produktivitas Kerja Sebagai Variabel Intervening. Journal of
Management, 1(1).
Siagian, Sondang., P. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia (Edisi Pertama). Jakarta:
Binapura Aksara
Suwatno, dan Tjutju Yuniarsih. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung:
Alfabeta.
Tarwaka, (2010). Ergonomi Industri. Surakarta : HARAPAN PRESS.
UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003
Wijaya, A. (2012). Pengaruh Kemampuan dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan.
Jurnal Kajian Akuntansi dan Bisnis, 1(1), 1-17.
Rusman Heriawan. (2011). Hampir 5% PNS Mendekati Usia Tak Produktif.
https://finance.detik.com diakses, 23 April 2019 Pukul 12.32 Wib.
Soekidjo Notoatmodjo (2009). Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta ,PT Rineka
Cipta.
Septiani, N. (2017). Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pekerja dalam
Penerapan Safe behavior di PT. Hanil Jaya Steel. The Indonesian Journal of
Occupational Safety and Health, 6(2), 257-267.
Dessler, Gary. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Indeks.
Aziz Rahardyan. (2018). Inilah Data dan Fakta Pemetaan PNS Tahun 2018.
https://kabar24.bisnis.com/, di akses 13 Mei 2019, pukul 23.15 Wib.
Fithriani Sarworini. (2007) Hubungan Kemampuan dan MOtivasi Terhadap Kinerja
Pegawai Dinas Kependudukan, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten
Karang Anyar, https://undip.ac.idi/ diakses 14 Mei 2019, pukul 01.10 Wib.
Eko Yusuf Mukharom. (2012). Kinerja Karyawan Ditinjau dari Tingkat Pendidikan, Masa
Kerja dan Motivasi Kerja dengan Kepemimpinan Sebagai Variabel Moderating di
Kator PDAM Kabupaten Sragen. https://ums.ac.id/ diakses 14 Mei 2019, pukul
1343 Wib.

25

You might also like